Foci Adalah Perangkat Wearable untuk Meningkatkan Fokus dan Melawan Kecanduan Teknologi

Tak dimungkiri, kalau keberadaan smartphone dapat menunjang aktivitas pekerjaan kita. Namun tidak sedikit pula orang-orang yang mudah ter-distract oleh ponsel pintar dan berujung gagal fokus.

Sebentar-bentar cek notifikasi, baca feed media sosial, balas chat atau email, belanja online, hingga bermain game. Lalu tanpa disadari, kita telah menghabiskan terlalu banyak waktu dalam menggunakan smartphone.

Menurut Tinylogics – perusahaan startup asal Inggris, para pekerja kantor ter-distract setiap tiga menit karena kecanduan teknologi. Melihat seriusnya gangguan tersebut, mereka akhirnya mengembangkan perangkat wearable bernama Foci.

foci-adalah-perangkat-wearable-untuk-meningkatkan-fokus-dan-melawan-kecanduan-teknologi-3
Foto: Foci di Kickstarter

Tujuannya adalah untuk melawan kecanduan teknologi dan meningkatkan fokus penggunanya. Bentukan Foci sangat kecil seperti flashdisk, perangkat ini memiliki sensor gerak. Foci menggunakan machine learning untuk membedakan hembusan nafas dengan suara berisik lainnya, termasuk dalam pengolahan datanya.

Cara kerjanya, jepit Foci ke pinggang. Foci akan melacak pola pernapasan kita untuk menangkap keadaan kognitif alam bawah sadar kita. Pola bernapas kita berubah ketika sedang stres atau santai, kita cenderung bernapas lebih cepat dan lebih dangkal ketika merasa tertekan.

Kemudian Foci akan menyuguhkan informasi melalui aplikasi yang kita install di smartphone, memvisualisasikan pikiran kita dengan tanda bulat yang berubah warnanya.

foci-adalah-perangkat-wearable-untuk-meningkatkan-fokus-dan-melawan-kecanduan-teknologi-2
Foto: Foci di Kickstarter
foci-adalah-perangkat-wearable-untuk-meningkatkan-fokus-dan-melawan-kecanduan-teknologi-4
Foto: Foci di Kickstarter

Dengan Foci, kita juga bisa mengetahui berapa lama kita fokus, tahu kapan kita kehilangan fokus, mengingatkan pengguna agar kembali fokus, dan mengetahui kondisi kita ketika sedang stres maupun kelelahan.

Jadi, kita bisa mengevaluasi kinerja dan cara meningkatkannya. Foci juga akan memberi saran secara real-time agar kita mampu melakukan pekerjaan sebaik yang kita bisa.

Foci diluncurkan sebagai project crowdfunding di Kicstarter dan telah melampui targetnya. Bila tertarik, Anda masih bisa mendukung project tersebut, harganya US$65 atau sekitar Rp900 ribuan, dan barang akan dikirim pada bulan Oktober 2018.

Sumber: Ubergizmo

Qualcomm Umumkan Chipset Smartwatch Baru, Tapi Khusus untuk Smartwatch Anak-Anak

Bulan lalu, beredar laporan bahwa Qualcomm tengah menyiapkan sejumlah chipset baru untuk smartwatch. Salah satunya telah disingkap baru-baru ini. Namanya Snapdragon Wear 2500, tapi ia bukanlah untuk generasi baru smartwatch Wear OS, melainkan dikhususkan untuk segmen smartwatch anak-anak.

Kalau Anda ingat, dua tahun lalu Qualcomm juga pernah meluncurkan chipset smartwatch anak-anak, yaitu Snapdragon Wear 1100. Chipset baru ini tentu saja membawa sejumlah peningkatan, namun yang paling utama adalah dukungan atas konektivitas 4G LTE.

Adanya konektivitas 4G memudahkan anak-anak pengguna smartwatch untuk memanggil voice assistant macam Alexa kapan saja mereka perlu. Menurut Qualcomm, hal ini bisa mendorong anak-anak untuk belajar di mana saja dan kapan saja; cukup dengan bertanya ke Alexa mengenai banyak hal yang dijumpainya sehari-hari.

Omate Nanoblock

Juga menarik adalah bagaimana Snapdragon Wear 2500 telah dioptimalkan untuk sistem operasi Android yang dirancang khusus buat keperluan anak-anak. Basisnya masih Android Oreo, tapi berbeda dari Wear OS yang ada sekarang, dan karena diperuntukkan anak-anak, kemungkinan besar tidak akan ada akses ke Play Store.

Dimensi fisik Wear 2500 rupanya sepertiga lebih kecil dibanding chipset generasi sebelumnya, yang berarti konsumsi daya baterainya bakal sedikit lebih efisien, sampai 14 persen kalau kata Qualcomm. Selain LTE, chipset ini juga mendukung berbagai macam sensor, fitur tracking lokasi, serta kamera 5 megapixel.

Smartwatch anak-anak berbekal Snapdragon Wear 2500 dijadwalkan meluncur tahun ini juga. Yang pertama kemungkinan berasal dari Huawei, yang ditunjuk sebagai mitra utama Qualcomm dalam pengembangan chipset ini.

Sumber: Qualcomm dan The Verge.

Tempelkan di Kuku, L’Oréal UV Sense Bisa Deteksi Pemaparan Radiasi Ultraviolet

Bersamaan dengan kemunculan perangkat-perangkat wearable ‘umum’ yang didesain sebagai perpanjangan smartphone Anda, banyak perusahaan juga mencoba mengekspansi teknologi ini ke ranah kesehatan serta kecantikan. Beberapa penjelmaannya mungkin sempat Anda dengar, misalnya lensa kontak pengukur gula darah Google, headset kesehatan, sampai sepatu pintar.

Kali ini perusahaan produk perawatan tubuh asal Perancis, L’Oréal, diketahui tengah mengembangkan wearable bernama UV Sense. Sesuai julukannya, UV sense berfungsi untuk mengukur kadar pemaparan radiasi sinar ultraviolet di tubuh Anda, tetapi dengan metode penyajian yang unik. Bukannya dikenakan seperti jam tangan, UV Sense dedesain buat dipasangkan di kuku.

L'Oréal UV Sense 3

Berbeda dari perangkat wearable lain, alat pendeteksi sinar ultraviolet baru bisa bekerja optimal jika Anda tak melepasnya dari badan. Dan tantangan terbesar buat para perancangnya adalah mencari cara agar UV Sense tetap nyaman dikenakan, tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, serta elok dilihat. Jalan keluarnya adalah menciptakan perangkat untuk ditempelkan di kuku jari tangan.

Meski tersaji sederhana, proses pembuatan UV Sense ternyata cukup kompleks. Di tahun 2016, tim L’Oréal Technology Incubator sempat memasarkan alat berkemampuan serupa bernama My UV Patch. Waktu itu, pendekatan desain yang mereka ambil adalah berupa tato sementara. Namun L’Oréal sadar, memasang stiker di badan setiap hari sama sekali tidak praktis. Buat mengerjakan produk ini, L’Oréal kembali berkolaborasi bersama desainer Swiss Yves Béhar.

L'Oréal UV Sense 1

L’Oréal UV Sense beroperasi tanpa baterai. Dari kuku jari Anda, ia akan mengirimkan data radiasi ultraviolet ke smartphone via konektivitas NFC – kompatibel baik ke perangkat Android ataupun Apple. Informasi tersebut bisa diakses melalui aplikasi mobile, lalu chip near-field communication UV Sense juga berfungsi buat mentenagainya.

L'Oréal UV Sense 2

UV Sense tersemat di kuku menggunakan zat perekat dan L’Oréal sudah menyiapkan cadangannya di dalam bungkus penjualan. Sensor UV Sense akan aktif begitu terpapar UVA dan UVB di sinar matahari. Selanjutnya, app akan menginformasikan sebarapa banyak kadar ultraviolet yang mengenai tubuh, serta dapat memperingatkan Anda buat berteduh. Via aplikasi ini, Anda juga bisa mempelajari hal-hal lain yang berpotensi mengganggu kesehatan kulit seperti tingkat polusi serta banyaknya alergen di udara.

L’Oréal berencana untuk meluncurkan UV Sense secara perdana di Amerika Serikat. Saat ini, perusahaan masih melangsungkan uji coba bersama pakar kesehatan kulit serta sejumlah konsumen. Setelah proses ini beres, UV Sense akan dipasarkan global di tahun 2019, di bawah brand La Roche-Posay.

Via Digital Trends.

Susul Pesaing, Marc Jacobs Luncurkan Smartwatch Wear OS Meski Terlambat

Sudah ada banyak brand fashion yang memasarkan smartwatch Android Wear Wear OS, tapi ternyata Marc Jacobs bukan salah satunya. Namun terlambat memang lebih baik daripada tidak sama sekali, sebab brand asal Amerika Serikat itu baru saja memperkenalkan smartwatch berlayar sentuh pertamanya, Marc Jacobs Riley Touchscreen.

Label “Touchscreen” pada namanya itu penting karena sebelum ini sudah ada smartwatch buatan Marc Jacobs bernama Riley Hybrid yang berwajah analog. Secara desain Riley Touchscreen cukup identik dengan Riley Hybrid, hanya saja ia mengemas panel layar AMOLED 1,19 inci, dan jumlah tombol di sisi kanannya bukan tiga, melainkan satu.

Jeroannya juga berbeda, meski kurang lebih sama seperti smartwatch Wear OS lain. Utamanya ada chipset Qualcomm Snapdragon Wear 2100 yang sudah berumur dua tahun lebih. Namun jangan salahkan Marc Jacobs, salahkan Qualcomm yang terkesan terlalu nyaman sehingga malas berinovasi di segmen wearable.

Marc Jacobs Riley Touchscreen

Penggunaan Wear OS juga berarti Google Assistant telah terintegrasi dengan baik. Tidak berbeda dari brand lain, Marc Jacobs juga menyediakan opsi kustomisasi watch face yang diklaim bisa mencapai 1.000 kombinasi yang berbeda.

Soal baterai, Riley Touchscreen jelas kalah jauh dibanding saudara berwajah analognya, di mana dalam satu kali pengisian ia cuma sanggup bertahan selama 24 jam. Terlepas dari itu, setidaknya penantian panjang fans Marc Jacobs akan sebuah smartwatch berlayar sentuh akhirnya bisa terkabulkan.

Riley Touchscreen saat ini sudah dipasarkan seharga $295. Pilihan warna case dan strap silikonnya ada tiga: emas dengan strap putih, rose gold dengan strap cokelat abu-abu, dan full-hitam.

Sumber: PR Newswire.

Dua Tahun Setelah Diakuisisi Nokia, Withings Balik Kucing ke Pemilik Aslinya

Dunia tidak kekurangan stok kisah akuisisi perusahaan besar yang berujung gagal. Microsoft dengan Nokia, Google dengan Motorola, akan tetapi cukup jarang kita menjumpai perusahaan yang diakuisisi ‘balik kucing’ ke sang empunya.

Itulah yang baru saja terjadi pada Withings, startup asal Perancis yang diakuisisi Nokia (bukan Nokia-nya HMD Global) pada tahun 2016 lalu. Sempat di-rebrand menjadi Nokia Health dan menelurkan produk baru bernama Nokia Sleep belum lama ini, Withings akhirnya dijual kembali oleh Nokia ke pemilik aslinya, Eric Carreel.

Nominal penjualannya tidak diungkap ke publik, tapi semestinya tidak lebih dari ketika Nokia mengakuisisi Withings dua tahun silam dengan nilai €170 juta. Alasannya, kiprah Withings di tangan Nokia jauh dari kata sukses, membukukan omzet penjualan hanya €52 juta tahun lalu di saat Nokia secara keseluruhan meraup €23,3 miliar.

Jelas sekali bahwa Nokia enggan meneruskan divisi bisnis yang kurang menguntungkan. Namun untungnya portofolio yang dibangun Withings selama ini, yang mencakup pelopor tren smartwatch analog, tidak akan ke mana-mana, sebab Eric Carreel berniat meneruskan kembali jejak brand yang didirikannya di akhir tahun nanti.

Eric bilang bahwa produk-produk Withings nantinya akan berfokus di ranah preventive health, yang artinya tidak jauh berbeda dari lineup produk mereka sebelumnya. Selain smartwatch analog dan activity tracker, Withings juga memasarkan perangkat seperti termometer pintar dan timbangan canggih untuk memonitor kesehatan jantung.

Sumber: TechCrunch.

AsteroidOS Siap Berikan Nafas Baru Bagi Smartwatch Android Wear yang Sudah Uzur

Menjajal satu demi satu custom ROM merupakan keasyikan yang hanya bisa dinikmati pengguna perangkat Android. Namun situasinya sedikit berbeda di smartwatch. Meski mayoritas menjalankan Wear OS (Android Wear) yang berbasis Android, tidak banyak sistem operasi alternatif yang bisa konsumen coba.

Namun sekarang setidaknya sudah ada satu sistem operasi open-source yang dapat digunakan di sejumlah smartwatch. Namanya AsteroidOS, dan versi stabil pertamanya (v1.0) baru saja dirilis ke publik setelah dikembangkan selama sekitar empat tahun.

AsteroidOS menawarkan fitur-fitur esensial yang sudah semestinya menjadi standar untuk smartwatch, mulai dari notifikasi, kalender, alarm, kalkulator, remote control pemutar musik sampai aplikasi ramalan cuaca. Pengembangnya juga telah menyiapkan SDK (software development kit) agar komunitas developer bisa membuat aplikasi untuk AsteroidOS.

AsteroidOS

Karena berbasis Linux, SDK AsteroidOS pada dasarnya juga menawarkan kemudahan untuk membuat porting aplikasi dari platform lain. Semua ini tentu harus menunggu keterlibatan dari kalangan developer, tapi setidaknya sekarang pengguna bisa bermain-main dengan sejumlah watch face dan aplikasi bawaan AsteroidOS.

Guna memudahkan konsumen, pengembang AsteroidOS juga telah menyediakan panduan instalasi bagi para pengguna Asus ZenWatch, ZenWatch 2, ZenWatch 3, Sony Smartwatch 3, LG G Watch, G Watch R dan G Watch Urbane. Namun mungkin yang menjadi pertanyaan, mengapa kita harus meninggalkan Android Wear dan beralih ke AsteroidOS?

Well, coba Anda lihat deretan perangkat yang kompatibel itu tadi. Mayoritas adalah smartwatch lama, dan kebanyakan juga sudah tidak menerima update OS terbaru dari pabrikannya masing-masing. Alternatif seperti AsteroidOS ini setidaknya masih bisa memberikan nafas baru seandainya pengguna masih ingin menggunakan perangkat lamanya.

Sumber: Liliputing dan AsteroidOS.

Qualcomm Siap Luncurkan Chipset Smartwatch Baru Musim Gugur Nanti

Belum banyak smartwatch baru sejak Android Wear resmi berganti nama menjadi Wear OS. Salah satu di antaranya adalah Gc Connect yang dirilis bulan lalu. Meski baru, ada yang janggal dari spesifikasi smartwatch tersebut: chipset yang digunakan adalah Snapdragon Wear 2100 yang sudah berumur dua tahun, dan sama persis seperti yang tersemat pada smartwatch keluaran tahun 2016 macam Nixon The Mission.

Jadi semisal ditanya mengapa perkembangan smartwatch Wear OS, terkesan stagnan, saya bakal maklum jika ada yang menyalahkan Qualcomm. Dibandingkan dengan chipset smartphone, Qualcomm terkesan malas mengembangkan chipset smartwatch, terbukti dari tidak adanya chipset baru dalam kurun waktu dua tahun.

Namun kabar baiknya, Qualcomm berencana meluncurkan chipset smartwatch baru tahun ini juga, tepatnya di musim gugur mendatang, bersamaan dengan sebuah smartwatch kelas flagship. Kabar ini didapat dari wawancara Wareable dengan Pankaj Kedia selaku salah satu petinggi divisi wearable Qualcomm.

Smartwatch Wear OS

Beliau menjelaskan bahwa chipset baru ini bakal lebih dioptimalkan lagi untuk smartwatch karena telah didesain dari nol. Seperti yang kita tahu, chipset smartwatch generasi pertama, Snapdragon 400, tidak lebih dari chipset smartphone yang dimodifikasi. Snapdragon Wear 2100 sendiri hanyalah hasil modifikasi yang lebih menyeluruh.

Lain halnya dengan chipset generasi ketiga ini. Qualcomm bilang bahwa ada kemungkinan mereka merilis beberapa varian, dan masing-masing akan disesuaikan dengan skenario penggunaan. Jadi yang untuk smartwatch kategori olahraga sendiri, dan yang untuk kategori fashion pun juga disendirikan.

Perubahan lain yang tak kalah penting adalah dari segi fisik, di mana Qualcomm mengklaim chipset baru ini memungkinkan produsen untuk merancang smartwatch yang berdimensi lebih ringkas lagi dari sebelumnya. Lebih lanjut, daya tahan baterai juga bakal meningkat secara signifikan berkat penggunaan chipset baru ini.

Memang sudah waktunya konsumen disambut oleh deretan smartwatch Wear OS baru yang mengemas spesifikasi baru pula. Selama tiga generasi, Apple Watch memang tidak banyak berubah soal desain, tapi masing-masing selalu menggunakan chipset baru, dan itu juga sebenarnya yang dibutuhkan oleh smartwatch Wear OS.

Sumber: Wareable.

Intel Batal Realisasikan Prototipe Kacamata Pintarnya, Vaunt

Sungguh mengecewakan melihat prototipe gadget yang begitu berpotensi tidak jadi terealisasi, dan harus ‘dibunuh’ oleh penciptanya sendiri. Di tahun 2016, kita sempat mengalaminya dengan Project Ara. Sekarang, giliran Intel yang menidurkan prototipe kacamata pintarnya yang sangat istimewa.

Kacamata pintar yang dimaksud adalah Intel Vaunt, yang mereka demonstrasikan secara eksklusif di hadapan The Verge dua bulan lalu. Mengapa saya menyebutnya istimewa? Karena dari luar ia sama sekali tidak terlihat seperti gadget, meski pada kenyataannya ia merupakan kacamata augmented reality. Singkat cerita, menurut saya hingga kini belum ada smart glasses lain yang penampilannya semenarik Vaunt.

Sayangnya semua ini harus kita lupakan begitu saja, sebab Intel berencana menyetop pengembangannya dan menutup divisi yang mengerjakannya. Kabar ini pertama dilaporkan oleh The Information, dan alasan sederhananya dikarenakan prospeknya dinilai kurang cerah.

Pada awalnya Intel memang berencana untuk menggandeng mitra yang berpengalaman guna mewujudkan Vaunt. Namun sepertinya Intel tidak berhasil menemukan mitra yang tepat, atau bisa juga dikarenakan calon mitranya tidak tertarik dengan fungsionalitas Vaunt yang terkesan kurang wah, yang cuma sebatas menyajikan informasi kontekstual saja, dan bukan seputar AR yang kita kenal sekarang.

Ini memang bukan pertama kalinya Intel menghentikan pengembangan produknya, namun tetap saja rasa kecewa yang muncul amatlah dalam jika melihat potensi dari Vaunt. Setidaknya untuk sekarang dan dalam waktu dekat, konsumen masih harus tabah dengan kacamata pintar yang tidak sekeren Vaunt.

Sumber: The Verge.

Smartwatch Hybrid Misfit Path Mengemas Fitur yang Lengkap Terlepas dari Tampang Minimalnya

Dalam dua tahun terakhir, Misfit telah menelurkan dua smartwatch hybrid bertampang menawan: Phase dan Command. Tahun ini, anak perusahaan Fossil Group itu kembali meluncurkan smartwatch hybrid baru bernama Misfit Path, yang sempat mereka pamerkan sewaktu event CES Januari lalu.

Path merupakan yang terkecil dalam lini smartwatch hybrid Misfit. Diameter case berbahan stainless steel-nya cuma 36 mm, sedangkan lebar strap interchangeable-nya 16 mm. Ini membuatnya sangat pas di tangan kaum hawa, dan tiga dari empat kombinasi warna yang ditawarkan memang terkesan chic.

Misfit Path

Tidak seperti Command, Path mengadopsi desain minimalis ala Phase. Kendati demikian, wajah minimalnya tidak bisa menjadi indikasi bahwa fiturnya juga sedikit. Aktivitas fisik maupun pola tidur pengguna dapat ia monitor secara otomatis, dan pengguna pun juga bisa membawanya berenang, mengingat bodi perangkat tahan air hingga kedalaman 50 meter – Misfit bilang bahwa ke depannya Path bakal bisa memonitor aktivitas berenang.

Perihal notifikasi, Path tentu saja cukup terbatas mengingat tidak ada secuil pun layar di wajahnya. Meski begitu, lewat aplikasi pendampingnya pengguna bisa merancang pola getaran unik yang mewakili masing-masing jenis notifikasi (alarm, telepon dan teks, serta email dan app).

Misfit Path

Path turut mengemas tombol multi-fungsi yang dapat dipakai untuk mengontrol jalannya musik, menjadi remote control kamera ponsel maupun mengaktifkan fitur find my phone. Soal baterai, pengguna hanya perlu menggantinya setiap enam bulan sekali.

Misfit Path saat ini sudah bisa dibeli seharga Rp 2.055.500. Strap ekstranya dapat dibeli secara terpisah seharga Rp 273.900 (bahan silikon) atau Rp 548.000 (kulit).

Sumber: Misfit.

Smartwatch Hybrid Terbaru Mondaine Tawarkan Sistem Notifikasi yang Cukup Unik

Smartwatch perdana Hublot boleh mencuri perhatian di Baselworld 2018, akan tetapi event tersebut sejatinya juga dibanjiri dengan deretan smartwatch hybrid yang menawan. Setelah Skagen dan Kronaby, kini giliran Mondaine yang unjuk gigi lewat smartwatch hybrid terbarunya, Helvetica Regular.

Perangkat ini merupakan penerus langsung Helvetica 1 yang dirilis di tahun 2015. Kekurangan utama Helvetica 1 adalah absennya fitur notifikasi, dan ini akhirnya sudah dibenahi oleh suksesornya. Kendati demikian, notifikasinya tentu hanya sebatas indikator saja, mengingat perangkat masih tetap tidak dilengkapi LCD.

Kalau Anda amati baik-baik, ada empat angka yang hilang dari wajah smartwatch ini (2, 4, 8, 10), yang rupanya telah digantikan oleh huruf “T”, “S”, “A” dan “M”. Masing-masing huruf tersebut merupakan indikator atas fungsi yang berbeda.

Sumber gambar: Wareable
Sumber gambar: Wareable

“T” merujuk pada “Telephone”, di mana jarum pendek akan menunjuk ke sana ketika ada panggilan telepon yang masuk ke smartphone. Di sisi lain, “M” merujuk pada “Message”, yang akan menjadi titik berhenti jarum pendek ketika ada notifikasi yang masuk dari sejumlah aplikasi seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, serta untuk email dan SMS.

“A” adalah singkatan dari “Activity”. Jadi ketika Anda tekan tombol sampingnya, jarum pendek akan menunjuk ke huruf ini, dan jarum panjangnya menunjuk ke angka pada lingkaran kecil di tengah (0 – 100), menandakan sudah sejauh mana progress aktivitas fisik Anda hari itu.

Terakhir, jarum pendek akan menunjuk ke huruf “S” ketika mode sleep tracking diaktifkan. Sayang mode ini tidak bisa aktif dengan sendirinya, melainkan dengan menekan tombol samping dan menahannya selama tiga detik.

Secara fisik, Mondaine masih mempertahankan desain minimalis nan elegannya, dan tentu saja font Helvetica masih menghiasi smartwatch secara menyeluruh. Diameter casing stainless steel-nya sedikit menciut menjadi diameter 40 mm, akan tetapi perangkat masih tahan air hingga kedalaman 30 meter.

Mondaine Helvetica Regular saat ini sudah dipasarkan seharga $660, dengan strap kulit yang tersedia dalam warna hitam, cokelat atau biru. Seperti halnya smartwatch hybrid lain, konsumen sama sekali tidak perlu bingung soal charging, sebab baterainya diklaim bisa bertahan sampai dua tahun.

Sumber: Pocket-lint dan Wareable.