Netflix Gandeng Telkom untuk Rangkul Lebih Banyak Pengguna di Indonesia

Hampir dua tahun usai pembukaan blokir, Telkom akhirnya mengumumkan kerja sama dengan platform streaming Netflix. Kerja sama ini menghadirkan paket bundling pada layanan IndiHome dan Telkomsel, baik untuk pelanggan baru maupun existing.

“Kolaborasi dengan Netflix menjadi salah satu konsep IndiHome dalam mewujudkan window of entertainment bagi para pelanggan. Kemudahan melakukan pembayaran juga menjadi prioritas kami dalam kolaborasi ini,” ujar Direktur Consumer Service Telkom Venusiana dalam keterangan resminya.

Direktur Marketing Telkomsel Derrick Heng ikut menambahkan, kolaborasi ini dapat memperkuat posisi Telkomsel sebagai ‘The Home of Entertainment’ untuk membuka akses ke berbagai platform hiburan digital dan meningkatkan kualitas gaya hidup digital pelanggan.

“Kami mengedepankan layanan berbasis customer-centric yang didukung dengan ketersediaan konektivitas digital berteknologi broadband terdepan yang merata dan berkualitas hingga pelosok negeri,” tutur Derrick.

Bagi pengguna IndiHome, paket bundling dengan Netflix dapat dinikmati sebagai layanan add-on. Untuk aktivitasi, pelanggan existing tinggal mengklik tautan yang dikirimkan Netflix ke email terdaftar di aplikasi myIndiHome atau kanal lainnya.

Bagi pengguna Telkomsel, pelanggan Prabayar maupun Telkomsel Halo dapat berlangganan setiap bulan tanpa perlu menggunakan kartu kredit. Telkomsel menyediakan varian paket bundling kuota data dan berlangganan Netflix untuk 1 bulan mulai dari Rp62 ribu dengan pembayaran lewat pulsa.

Jika dibandingkan dengan paket yang sudah ada, paket bundling terbaru sedikit lebih mahal. Sebagai catatan, paket berlangganan untuk smartphone berkisar Rp54 ribu per bulan. Namun, layanan ini hanya dapat diakses lewat satu perangkat saja.

Sementara, paket bundling terbaru ini sudah termasuk akses ke berbagai perangkat seperti TV, laptop, smartphone dan tablet. Biaya langganan juga akan tergabung dalam satu tagihan bulanan. Keduanya sama-sama menawarkan nilai tambah tergantung dengan kebutuhan dari pelanggan. 

Pemblokiran akses

Kolaborasi ini tampaknya telah lama dinantikan oleh banyak pengguna Telkom pasca-konflik pemblokiran akses beberapa tahun silam. Apalagi, Telkom (IndiHome dan Telkomsel) menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar telekomunikasi di Indonesia.

Sedikit kilas balik, Telkom pertama kali memblokir akses Netflix pada 27 Januari 2016. Terhitung mulai pukul 00.00 WIB saat itu, seluruh sambungan internet Telkom tidak dapat mengakses Netflix. Pemblokiran ini pun berlaku ke seluruh penggunanya, mulai dari IndiHome, WiFi.id, dan Telkomsel.

Kala itu, dalih Telkom memblokir Netflix karena platform tersebut tidak memenuhi regulasi di Indonesia. Selain itu, pemblokiran ini disebut karena ada konten berbagai pornografi yang di platform tersebut. Kemudian hampir 4,5 tahun berselang, Telkom pun menyerah dan membuka akses Netflix ke seluruh penggunanya pada 7 Juli 2020.

Jumlah pengguna Netflix global / Diolah kembali oleh Katadata

Menariknya, sebelum kolaborasi ini diumumkan, Telkomsel sudah lebih dulu bekerja sama dengan Disney+ untuk menghadirkan paket layanan. Menurut survei Media Partners Asia (MPA), Disney+ bisa lebih cepat unggul penetrasinya karena menggandeng operator seluler lokal. Padahal, Disney+ baru masuk Indonesia per September 2020 kemarin.

MPA melaporkan jumlah pengguna Disney+ di Indonesia mencapai 2,5 juta, sedangkan Netflix yang sudah mengudara di tanah air sejak 2016 baru mengantongi 850 ribu per Januari 2021. Netflix pun masih kalah dari platform on-demand Viu yang memiliki 1,5 juta pengguna di periode tersebut.

Dapat dikatakan bahwa kolaborasi dengan operator seluler menjadi strategi kunci untuk memudahkan jalan masuk terhadap model pembayaran layanan dengan opsi pulsa. Dompet digital juga bisa jadi opsi pembayaran, tetapi belum semua masyarakat memakainya terlepas dari awareness-nya yang terus tumbuh. Pelanggan seluler di Indonesia masih bergantung pada pengisian pulsa.

Dari sudut pandang operator, kerja sama dengan platform streaming dapat berpotensi meningkatkan ARPU pelanggan. Operator dapat meningkatkan nilai tambah mereka sebagai penyedia jaringan.

Kolaborasi antara Telkomsel dan Disney+ juga dinilai strategis karena memberikan akses layanan Disney+ secara gratis pada paket data. Dalam pengamatan kami, operator XL Axiata pun memberikan akses gratis (semacam add-on) layanan Netflix pada beberapa paket data.

Persaingan platform on-demand

Cara-cara tersebut dapat membantu meningkatkan jumlah pelanggan–meski tidak secara organik–untuk memenangkan kompetisi di pasar streaming dan on-demand Indonesia.

Berbeda dengan Netflix yang tidak menggunakan skema iklan, platform streaming milik EMTEK, Vidio memakai skema tayangan premium dan iklan. Berbeda dengan platform on-demand sejenis, Vidio memperkuat posisinya dengan masuk ke konten olahraga yang dinilai punya peminat signifikan di Indonesia. Saat ini Vidio punya 62 juta pengguna, di mana 2,3 juta di antaranya adalah pelanggan berbayar.

Dalam konteks preferensi, survei The Trade dan Kantar melaporkan bahwa drama Korea menjadi konten paling favorit bagi 74 persen penonton OTT perempuan di Indonesia. Sementara, sebanyak 61 persen penonton laki-laki memilih konten berbau olahraga.

Total penonton Indonesia di platform OTT mencapai 83 juta dengan total menonton sebanyak 3,5 miliar jam setiap bulannya atau rata-rata 41,4 jam per bulan tiap penonton.

Application Information Will Show Up Here

Tahun Depan, Apple Bakal Luncurkan Aplikasi Apple Music Terpisah Khusus Genre Classical

Platform streaming macam Spotify dan Apple Music tidak kekurangan stok musik klasik (classical). Namun selama tiga tahun terakhir, para penggemar sejati genre tersebut punya opsi lain yang lebih menarik bernama Primephonic. Seperti Spotify dan Apple Music, Primephonic juga merupakan layanan berlangganan untuk streaming musik, hanya saja katalognya sepenuhnya berisi musik klasik.

Jumlah penikmat musik klasik di era streaming tidak banyak. Data yang dikumpulkan Statista menunjukkan bahwa tahun lalu, dari semua konten musik yang dikonsumsi via platform streaming di Amerika Serikat, cuma 0,8% yang genre-nya classical. Musik anak-anak bahkan lebih banyak didengar dengan 1,2%.

Namun ternyata hal itu tidak mencegah Apple menaruh perhatian ekstra pada genre classical. Mereka baru saja mengumumkan akuisisinya terhadap Primephonic. Agenda pertama yang bakal dilancarkan dalam waktu dekat adalah mengintegrasikan seluruh playlist Primephonic beserta konten audio eksklusifnya ke katalog Apple Music.

Tampilan antarmuka aplikasi Primephonic / Primephonic

Ke depannya, Apple juga berniat menghadirkan fitur-fitur terbaik yang Primephonic tawarkan selama ini, seperti misalnya fitur browse dan search berdasarkan komposer atau repertoar, serta informasi metadata yang merinci. Tahun depan, Apple bahkan sudah punya rencana untuk merilis aplikasi Apple Music terpisah khusus genre classical yang akan menghadirkan tampilan antarmuka khas Primephonic.

Berhubung sudah diakuisisi, Primephonic bakal menghentikan layanannya mulai 7 September 2021. Para pelanggannya bakal menerima refund, plus akses gratis ke Apple Music selama 6 bulan.

Dalam pesan perpisahan kepada para pelanggan yang dimuat di situsnya, tim Primephonic menjelaskan bahwa langkah ini mereka ambil demi menjangkau lebih banyak penikmat musik klasik, khususnya mereka yang juga banyak mendengarkan genregenre lain.

Kebetulan Apple Music juga punya satu kelebihan yang tak dimiliki Primephonic, yaitu teknologi spatial audio plus dukungan terhadap Dolby Atmos. Kalau mengacu pada cara kerja teknologi spatial audio, pengguna pada dasarnya bisa menikmati pengalaman mendengarkan musik klasik layaknya sedang menonton pertunjukan orkestra.

Sumber: Apple. Gambar header: Brett Jordan via Unsplash.

Apple Music Bayarkan Satu Sen Dolar per Stream Kepada Pemegang Hak Cipta

Dewasa ini, mendistribusikan musik jauh lebih dimudahkan berkat kehadiran banyak platform streaming. Namun yang sering menjadi pertanyaan adalah, seberapa menguntungkan layanan macam Spotify atau Apple Music bagi seorang musisi?

Kita tahu bahwa Spotify, Apple Music, dan penyedia layanan streaming lainnya membayar biaya lisensi ke pemegang hak cipta (publisher, label rekaman, distributor) demi menyajikan konten ke masing-masing pelanggannya, namun berapa persisnya uang yang pada akhirnya masuk ke kantong tiap-tiap musisi?

Jawabannya bisa berbeda-beda tergantung platform streaming-nya, dan sulit untuk menerka angka persisnya karena ada banyak faktor yang memengaruhi. Kalau untuk Apple Music, berdasarkan surat yang dikirimkan ke para musisi (yang dilaporkan oleh Wall Street Journal), rata-rata Apple membayar satu sen dolar per stream. Kedengarannya memang tidak banyak, akan tetapi tarif yang dipatok rupanya sekitar dua kali lebih tinggi daripada Spotify.

Spotify, kalau dirata-rata, membayar sekitar sepertiga sampai setengah sen dolar per stream. Pun demikian, kita juga tidak boleh lupa bahwa Spotify memiliki total pengguna yang jauh lebih banyak. Pada kuartal keempat tahun 2020, Spotify melaporkan jumlah penggunanya telah mencapai angka 345 juta, dan 155 juta di antaranya merupakan pelanggan berbayar. Di sisi lain, terakhir Apple melaporkan jumlah pelanggannya adalah di bulan Juni 2019, tepatnya ketika mereka menembus 60 juta pelanggan.

Alhasil, tidak heran apabila kontribusi finansial Spotify terhadap industri musik juga lebih besar. Tahun lalu saja, Spotify membayarkan sekitar 5 miliar euro kepada pemegang hak cipta. Tarif per stream-nya lebih rendah karena rata-rata pelanggan Spotify juga mendengarkan lebih banyak musik setiap bulannya ketimbang pelanggan layanan lain. Ditambah lagi, Spotify juga punya paket gratisan yang sepenuhnya mengandalkan pemasukan dari iklan (yang jelas lebih sedikit ketimbang pemasukan yang didapat dari paket berbayarnya).

Satu hal yang perlu dicatat adalah, tarif satu sen dolar atau setengah sen dolar per stream itu tidak langsung masuk ke kantong musisi begitu saja. Tarif tersebut dibayarkan oleh penyedia layanan streaming kepada pemegang hak cipta (publisher, label rekaman, distributor), yang kemudian membayar tarif royalti ke para musisi berdasarkan persetujuan masing-masing. Seperti yang saya bilang, sulit menerka angka persisnya karena ada banyak faktor, salah satunya perbedaan kontrak yang disepakati oleh tiap-tiap musisi.

Meski begitu, tidak sedikit musisi yang menganggap tarif per stream ini sebagai indikator pemasukan mereka di era serba streaming seperti sekarang. Transparansi semacam ini tentu sangatlah relevan terutama di masa-masa pandemi seperti sekarang, di mana musisi terpaksa kehilangan salah satu sumber pemasukan utama mereka: konser.

Sumber: WSJ via Engadget. Gambar header: Depositphotos.com.

Laporan Akamai: Pandemi Memunculkan Tantangan Monetisasi Bagi Platform Konten

Pandemi Covid-19 berdampak terhadap industri konten Indonesia dalam beberapa bulan terakhir. Laporan ini berdasarkan hasil wawancara dengan para pemimpin media senior di Indonesia sepanjang Maret-Mei 2020, seperti MediaCorp, MNC Media, Vidio.com, Foxtel, Telin, dan Kayo Sports.

Menurut laporan terbaru Akamai bertajuk “Indonesia: The Challenge of Monetizing in a Fast-Growing Market“, industri konten tanah air mengalami pertumbuhan signifikan, baik dari sisi trafik maupun pendapatan.

Pertumbuhan ini tercermin dari kenaikan trafik internet di 2020. Secara tahunan (YoY), pertumbuhan trafik di kuartal pertama 2020 mencapai 73 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang berkisar 139 persen. Sementara, secara kuartalan (QoQ), trafik dari Q1 ke Q2 2020 naik 46 persen dibandingkan periode sama 2019 yang hanya sekitar 5 persen.

Sumber: Akamai / Diolah kembali oleh DailySocial
Sumber: Akamai / Diolah kembali oleh DailySocial

Regional Sales Director South Asia Akamai Matthew Lynn mengungkapkan bahwa peningkatan signifikan pada platform konten dan layanan berbasis internet lainnya memang tidak disangka oleh pelaku bisnis di bidang ini. Apalagi, penetrasi internet dan layanan konten belum sepenuhnya merata.

Sebagaimana diketahui, Indonesia mencapai milestone luar biasa selama dua dekade ini dari sisi jumlah pengguna internet. APJII sebagaimana dikutip Akamai dalam laporannya mencatat jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat dari 2 juta di tahun 2000 menjadi 152 juta pengguna di 2019.

“Responden melihat pandemi menjadi faktor pendorong bagi kuntuk berlangganan konten dari sumber yang berkualitas dan kredibel. Karena situasi ini, persaingan untuk membuat konten eksklusif atau konten agregator serta upaya untuk memonetisasinya menjadi semakin ketat,” ungkap laporan ini.

Alasan konsumen tertarik untuk berlangganan antara lain dikarenakan oleh variasi konten banyak (51%), ketersediaan konten original (45%), ketersediaan konten existing yang sulit dicari di platform lain (27%), opsi free trial (24%), menonton tanpa iklan (17%), konten layak ditonton untuk anak-anak (16%), dan bundle dengan layanan lain (15%).

Ditambah lagi, secara umum industri media/konten di Indonesia dinilai terbilang masih berada di fase awal. Tak heran, kondisi ini memicu ruang pertumbuhan terhadap pemain baru jika melihat besarnya potensi pasar Indonesia.

Tekanan untuk monetisasi konten, model langganan atau iklan?

Pandemi mendatangkan trafik luar biasa terhadap bisnis konten. Akamai juga mencatat peningkatan pendapatan, terutama pada layanan video on-demand dengan CAGR 9,7% atau sebesar $306 miliar.

Akan tetapi, situasi ini justru memunculkan tantangan baru untuk tahapan selanjutnya: bagaimana melakukan scale up dan monetisasi layanan? Belum lagi, pandemi justru membuat konsumen lebih berhati-hati mengeluarkan budget untuk membeli konten.

Sumber: Statista / Diolah kembali oleh DailySocial
Sumber: Statista / Diolah kembali oleh DailySocial

Masih dikutip di laporan Akamai, APJII melaporkan penurunan pendapatan pada 500 anggotanya, di mana hampir 45 persen dari bisnis mereka turun hingga 30 persen. Adapun, sebanyak 6 persen terpaksa menutup bisnisnya karena tidak sanggup untuk mengeluarkan biaya lebih banyak lagi.

Sejak awal, responden memang memprediksi terjadinya market correction, tetapi mereka tidak menduga situasi tersebut bakal terjadi secepat ini. Pasalnya, pelaku bisnis saat ini masih berupaya mencari cara lain untuk memonetisasi kontennya.

“Ini menjadi pressure buat para pelaku bisnis konten, terutama demi memenuhi permintaan konsumen yang mulai shifting pada kebiasaan baru selama masa pandemi, yakni menonton konten secara online,” papar Lynn.

Saat ini sebagian besar model bisnis konten mengandalkan langganan (subscription) dan iklan (ads). Kedua model ini cukup banyak diadopsi demi menaikkan viewership dan mudah dimonetisasi. Sebanyak 70 persen responden menilai subscription menjadi model yang sustainaible untuk monetisasi.

“Khususnya pada layanan streaming, bisnis konten ini terbilang kompetitif karena ditunjang oleh model free trial. Konsumen dimanjakan dengan berbagai opsi berlangganan. Pada akhirnya, platform ini fokus terhadap akuisisi dan retensi pelanggan,” jelasnya.

Beberapa responden memilih untuk menggunakan pendekatan hybrid sebagai model yang tepat. Caranya dimulai dengan menawarkan konten gratis dengan kualitas dan experience terbatas. Model ini dapat membuka peluang lebih lanjut bagi konsumen untuk menikmati experience lebih baik dengan berlangganan.

Bagi responden, strategi ini dinilai menarik karena konsumen dapat menikmati konten selagi mempertimbangkan untuk berlangganan, dan di saat yang sama penyedia platform dapat memonetisasinya melalui iklan dari opsi free trial.

“Ini berarti budget iklan harus bisa menghasilkan return yang lebih baik melalui penayangan iklan berkinerja tinggi yang dapat menunjukkan peningkatan addressability pada one-to-one advertising,” ungkap laporan ini.

 

Twitch Kerja Sama dengan Comscore Demi Dapatkan Data Soal Penonton

Minggu lalu, Twitch mengumumkan kerja samanya dengan Comscore, perusahaan analisis data marketing. Melalui kerja sama ini, Comscore akan mengumpulkan data tentang perilaku penonton Twitch, seperti lama waktu video ditonton dan perbandingan antara durasi konten dengan iklan. Data yang didapatkan oleh Comscore akan membantu para pengiklan untuk memahami target audiens mereka sehingga mereka bisa memberikan iklan yang sesuai.

“Kerja sama kami dengan Twitch adalah bukti dari dedikasi Comscore untuk membuat inovasi terkait metode perhitungan penonton di berbagai perangkat,” kata Carol Hinnant, Chief Revenue Officer, Comscore, menurut laporan TechCrunch. “Di era dimana gaming dan esports tengah berkembang pesat, kerja sama kami dengan Twitch akan membantu para pelaku industri untuk bagaimana penonton mengonsumsi konten video sehingga mereka memanfaatkan tren tersebut.”

Sekarang, Twitch masih menjadi platform streaming game nomor satu. Meskipun begitu, dalam beberapa bulan belakangan, mereka telah kehilangan sejumlah streamer ternama, seperti Tyler “Ninja” Blevins, Michael “Shroud” Grzesiek, Jack “CouRage” DunLop, Jeremy “Disguised Toast” wan, dan Gonzalo “ZeRo” Barrios. Twitch tidak tinggal diam. Mereka juga berusaha untuk mempertahankan para streamer terbaik mereka. Belum lama ini, Twitch baru saja menandatangani kontrak eksklusif dengan Imane “Pokimane” Anys., streamer perempuan terpopuler saat ini.

Pokimane adalah salah satu streamer yang setia ke Twitch. | Sumber: ComicBook
Pokimane adalah salah satu streamer yang setia ke Twitch. | Sumber: ComicBook

Walaupun telah menjadi platform streaming nomor satu, jumlah penonton Twitch juga masih terus bertambah. Saat ini, Twitch memiliki pengguna aktif harian sebanyak 15 juta orang. Menurut eMarketer, jumlah penonton Twitch di Amerika Serikat akan mencapai lebih 40 juta orang pada tahun depan. Tak hanya itu, pendapatan Twitch juga masih terus naik. Pada 2018, platform streaming ini mendapatkan US$230 juta dari iklan. Sementara pada tahun lalu, pendapatan mereka dari iklan naik menjadi US$300 juta. Sayangnya, mereka masih belum mencapai target internal perusahaan.

Kabar baiknya, semakin banyak merek yang tertarik untuk beriklan di Twitch, yang memiliki penonton di rentang umur 18-34 tahun. Carson Chiu, Media Planner, GSD&M, agensi iklan berkata, kerja sama Twitch dengan Comscore akan membantu pengiklan untuk memahami penonton Twitch yang ingin mereka sasar. “Perusahaan yang mencoba untuk masuk ke industri esports harus bisa menunjukkan dukungan mereka pada komunitas esports secara keseluruhan,” kata Chiu pada Adweek. “Dengan analisa yang lebih mendalam dari Comscore, ini memungkinkan para pengiklan untuk lebih memahami penonton Twitch dan membuat iklan yang sesuai.”

Comscore bukan perusahaan analisa pertama yang menjadi rekan Twitch. Pada 2018, Nielsen mengumumkan bahwa mereka juga akan menghitung audiens esports di Twitch.

Twitch Siarkan Pertandingan Liga Sepak Bola Nasional Perempuan AS

Twitch milik Amazon dikenal sebagai platform streaming untuk para gamer. Meskipun belakangan sejumlah streamer memutuskan untuk beralih ke platform streaming lain — seperti YouTube Gaming, Facebook Gaming, atau Microsoft Mixer — Twitch masih menjadi platform streaming game nomor satu. Namun, tampaknya Amazon tidak puas dengan itu. Amazon ingin agar Twitch tak hanya dikenal sebagai platform streaming game, tapi juga olahraga tradisional.

Liga Sepak Bola Nasional Perempuan (NWSL) di Amerika Serikat baru saja mengumumkan bahwa mereka telah menandatangani kontrak dengan CBS Sports dan Twitch. Dengan kontrak ini, CBS Sports dan Twitch akan dapat menyiarkan pertandingan dari NWSL selama tiga tahun. Untuk kawasan Amerika Serikat, Twitch akan menyiarkan 24 pertandingan yang bisa ditonton secara gratis. Sementara CBS akan dapat menyiarkan 87 pertandingan. Sebelum ini, untuk menonton NWSL, para penonton hanya dapat menontonnya di ESPN. Dan biasanya, pertandingan yang disiarkan dibatasi menjadi satu pertandingan setiap minggu.

Menariknya, meski Twitch hanya boleh menyiarkan sejumlah pertandingan di Amerika Serikat, mereka bisa menyiarkan semua pertandingan NWSL untuk penonton di luar Amerika Serikat. Salah satu kelebihan Twitch jika dibandingkan platform lain adalah ia memiliki berbagai tools yang memungkinkan para penonton untuk berinteraksi. Selain hak untuk menyiarkan pertandingan NWSL, Twitch juga akan bekerja sama dengan NWSL untuk membuat konten orisinal yang bercerita tentang para atlet yang berlaga di liga sepak bola tersebut.

“Kami tidak sabar untuk bekerja sama dengan Twitch untuk memamerkan para bintang sepak bola perempuan,” kata Lisa Baird, Commissioner NWSL, menurut laporan The Verge. “Kerja sama ini akan membuat NWSL dikenal semakin banyak orang, baik di tingkat nasional maupun internasional.”

NWSL bukanlah liga olahraga tradisional pertama yang disiarkan di Twitch. Sebelum ini, Twitch juga telah mendapatkan hak siar atas liga minor NBA yaitu liga NBA G dan Liga Hoki Perempuan Nasional. Di Inggris, Twitch juga memiliki hak untuk menyiarkan Liga Inggris. Tahun lalu, mereka juga menandatangani kontrak untuk menyiarkan pertandingan dari UEFA Champions League di Jerman.

Sumber header: Twitter

Banyak Streamer Pindah, Pokimane Setia di Twitch

Persaingan antara platform streaming gaming kian memanas. Twitch, YouTube Gaming, Facebook Gaming, dan Mixer saling berebut streamer populer. Memang, saat ini, Twitch masih menjadi platform streaming nomor satu. Namun, platform milik Amazon itu dianggap mulai kehilangan momentum karena semakin banyak streamer populer yang memutuskan untuk pindah, seperti Tyler “Ninja” Blevins, Michael “Shroud” Grzesiek, dan Jack “CouRage” Dunlop. Meskipun begitu, tetap ada streamer yang setia dan bertahan di Twitch. Salah satunya daalah Imane “Pokimane” Anys.

Sejak mulai melakukan streaming pada 2013 di Twitch, Pokimane kini telah memiliki 3,9 juta pengikut di platform tersebut. Dia juga menjadi salah satu streamer terpopuler di Twitch. Baru-baru ini, dia memperbarui kontrak eksklusif dengan Twitch. Itu artinya, dia hanya akan menyiarkan siarannya di Twitch. Kontrak tersebut akan berlangsung selama beberapa tahun.

“Saya percaya, Twitch adalah tempat yang tepat jika saya ingin menjadi seorang streamer. Meskipun banyak platform streaming yang bermunculan, Twitch masih memiliki infrastruktur dan tools terbaik,” jawab Pokimane dalam wawancara dengan Forbes ketika ditanya alasannya untuk tetap bertahan di Twitch. “Saya ingin bisa merekomendasikan platform terbaik untuk orang-orang yang menonton saya atau terinspirasi oleh saya. Dan saya ingin merekomendasikan platform yang memang saya gunakan.”

Pokimane twitch
Pokimane memutuskan untuk setia di Twitch. | Sumber: The Esports Observer

Bulan lalu, Pokimane memberikan US$50 ribu (sekitar Rp600 juta) sebagai beasiswa di bidang esports untuk University of California Irvine. Dia menjelaskan, dia telah berencana untuk memberikan beasiswa tersebut sejak lama. Dia merasa, dia telah mendapatkan banyak hal dari komunitas gaming. Inilah cara dia untuk memberikan kembali pada komunitas.

“Saya tahu betapa sulitnya untuk menyeimbangkan kecintaan Anda pada esports dan kuliah, jadi saya mau membantu orang yang ingin melakukan keduanya, apalagi jika mereka tidak bisa mendapatkan karir yang sangat menguntungkan, seperti streamer,” kata Pokimane. “Penting bagi saya untuk mendukung orang-orang yang ingin berkarir di esports agar indsutri ini bisa terus tumbuh dan berkembang.”

Menariknya, Pokimane sendiri tak pernah menyelesaikan kuliahnya. Terkait hal ini, dia berkata, “Memilih untuk tidak menyelesaikan kuliah adalah pilihan yang tepat untuk saya, tapi itu bukan berarti semua orang harus mengikuti langkah yang sama.” Menurutnya, menyelesaikan kuliah bisa memberikan banyak manfaat. Selain ijazah, ada banyak hal positif yang bisa dipelajari seseorang di kuliah. “Saya hanya mau membantu orang-orang yang bekerja keras demi masa depan mereka,” ujarnya.

Industri game dan esports masih didominasi oleh pria. Sayangnya, ini berarti masih ada diskriminasi terhadap perempuan. Namun, Pokimane sukses menjadikan dirinya sebagai streamer perempuan terpopuler. Dia berkata, dia bangga dengan gelar itu. Pada saat yang sama, dia tidak terlalu terobsesi dengan sebutan “streamer perempuan terpopuler.” Dia mengaku tahu bahwa sebagian besar fans-nya menyukainya karena sifatnya dan bukan kemampuannya dalam bermain game. Namun, itu bukan masalah untuknya, mengingat memang ada banyak streamer yang menarik fans dengan menonjolkan kepribadian mereka daripada keahlian dalam bermain game.

Pokimane tahu fans-nya suka padanya karena kepribadiannya. | Sumber: ComicBook
Pokimane tahu fans-nya suka padanya karena kepribadiannya. | Sumber: ComicBook

Pokimane mengaku, tidak mudah untuk menyeimbangkan kehidupan profesional dan kehidupan pribadinya. “Apalagi karena Anda bekerja di tempat tidur Anda dan hobi Anda adalah pekerjaan Anda,” katanya. “Prioritas utama saya, saya berusaha untuk punya jadwal tidur tetap, bangun sekitar jam 9 pagi dan tidur sekitar tengah malam atau jam 1 pagi. Saay juga punya rutin di pagi dan petang hari, yang terdiri dari kegiatan perawatan diri, mulai dari meditasi, membaca, olahraga, dan berdoa.”

Biasanya, dia akan mulai siaran pada siang hari sampai pada pukul 6 sore. Setelah itu, dia akan membalsa email dan melakukan pekerjaan lainnya. Sesekali, dia akan kembali membuat konten setelah dia selesai dengan pekerjannya. “Ketika senggang, saya biasanya bermain game untuk bersenang-senang atau berkumpul dengan teman-teman.”

Sumber header: United Talent Agency via Engadget

Twitch, Mixer, YouTube Gaming, dan Facebook Gaming Berebut Streamer Populer

Industri konten game memiliki total pendapatan sebesar US$6,5 miliar pada 2019, menurut data dari SuperData, perusahaan Nielsen yang fokus untuk melacak data industri game. Sementara total jam yang dihabiskan penonton untuk menonton konten video game mencapai jutaan jam setiap harinya. Karena itu, tidak heran jika perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Amazon, Facebook, Google, dan Microsoft berlomba-lomba untuk menyediakan platform streaming game. Saat ini, Twitch milik Amazon masih merajai bisnis platform streaming. Meskipun begitu, dalam waktu setengah tahun belakangan, banyak streamer ternama yang mulai berpindah dari Twitch ke platform pesaing.

Pada Oktober 2019, Michael “Shroud” Grzesiek pindah ke Mixer. Satu bulan kemudian, Soleil “Ewok” Wheeler, streamer Fortnite berumur 14 tahun, menyusul jejak Grzesiek. Sementara Corinna Kopf pindah ke Facebook Gaming pada Desember 2019. Bulan ini, setidaknya ada tiga streamer Twitch yang pindah ke YouTube Gaming. Salah satunya adalah Rachell “Valkyrae” Hofstetter. Tidak heran jika platform streaming saling berebut streamer populer. Menawarkan konten eksklusif dari streamer ternama memang salah satu cara untuk menarik penonton ke sebuah platform streaming.

Perang untuk memperebutkan streamer ini dimulai ketika Mixer menarik Tyler “Ninja” Blevins dari Twitch, pada Agustus 2019. Blevins adalah streamer Fortnite yang sangat populer. Dia mengaku total pendapatannya pada 2018 hampir mencapai US$10 juta. Dia juga memiliki kontrak dengan Adidas dan Red Bull. Menurut Justin Warden, CEO Ader, agensi manajemen talent dan marketing yang bekerja dengan Blevins, Mixer membayar sekitar US$20-30 juta untuk bisa mendapatkan kontrak dengan Blevins.

Sumber: YouTube/Tyler "Ninja" Blevins
Sumber: YouTube/Tyler “Ninja” Blevins

Sementara Ryan Morrison, CEO Evolved, agensi talent, mengatakan bahwa streamer yang memiliki concurrent viewers hingga 10 ribu atau lebih di Twitch bisa mendapatkan tawaran lebih dari US$10 juta dan streamer dengan jumlah fans yang lebih kecil bisa mendapatkan tawaran sampai US$1 juta.

“Sekarang, perang antara platform streaming telah dimulai. Pemicunya adalah kepindahan Ninja,” kata Devin Nash, Chief Marketing Officer di N3RDFUSION, agensi talenta yang mewakili influencer di Twitch dan YouTube. Sementara bagi para perusahaan teknologi, alasan mereka rela untuk mengeluarkan uang besar demi mendapatkan streamer ternama adalah untuk menarik hati para penggemar game dan esports.

“Saya ingin para penonton merasa bahwa mereka bisa menonton semua konten yang mereka mau di YouTube,” kata Ryan Wyatt, Global Head of Gaming, YouTube. Masing-masing platform streaming memiliki kelebihan. Misalnya, jumlah pengguna aktif bulanan Facebook sudah mencapai dua miliar orang. Perusahaan media sosial itu berkata, lebih dari 700 juta orang pengguna Facebook “berinteraksi” dengan konten gaming. Sementara itu, YouTube adalah platform video terbesar di luar live streaming dan Twitch adalah raja platform streaming game saat ini. Sementara Mixer, di bawah Microsoft, memiliki akses ke komunitas Xbox dan nantinya, cloud gaming.

Menurut beberapa mantan pekerja Twitch yang tak mau disebutkan namanya, streamer yang sudah sangat populer seperti Ninja bisa pindah ke platform manapun yang mereka mau. “Mereka tahu betapa berharganya mereka dan mereka juga tahu bahwa kesempatan seperti ini tidak akan datang dua kali. Jadi, mereka akan mencoba untuk mendapatkan uang sebanyak mungkin saat mereka masih populer,” kata salah satu dari mantan pekerja Twitch, menurut laporan CNN Business.

Alasan Streamer untuk Pindah atau Bertahan di Twitch

Selama bertahun-tahun, Twitch merupakan satu-satunya platform streaming game. Karena itu, tidak heran jika mereka mendominasi pasar platform streaming saat ini. Namun, tidak semua streamer Twitch merasa puas. Salah satu keluhan para streamer adalah karena Twitch tidak konsisten dalam menegakkan peraturan mereka. Misalnya, sebagian streamer yang dianggap melakukan hal-hal terlarang masih diperbolehkan untuk menyiarkan konten mereka sementara sebagian streamer yang lain akan diblokir.

Ki-ka: DrLupo, TimTheTatman, Ninja, dan CouRage. | Sumber: Twitter
Ki-ka: DrLupo, TimTheTatman, Ninja, dan CouRage. | Sumber: Twitter

“Saya lebih senang dengan regulasi Facebook,” kata Corinna Kopf, streamer Fortnite dan model Instagram yang memutuskan untuk pindah ke Facebook dari Twitch pada Desember 2019. Dia mengaku, dia pernah diblokir sementara karena dianggap menggunakan pakaian yang tidak senonoh. “Saya yakin Facebook memiliki regulasi dan peraturan yang lebih konsisten.” Sementara Grzesiek mengatakan bahwa dia tidak menyesali keputusannya untuk pindah ke Mixer. Meskipun jumlah penontonnya kini lebih sedikit, dia merasa penonton Mixer lebih baik dari Twitch.

Tentu saja, tidak semua streamer memutuskan untuk pindah dari Twitch. Tidak sedikit yang memutuskan untuk bertahan, seperti Ben “DrLupo” Lupo, Saqib “LIRIK” Zahid, dan Timothy “TimTheTatman” Betar. “Saya telah menyiarkan konten di Justin TV/Twitch selama tujuh atau delapan tahun sekarang, hampir selama umur platform ini,” kata Nick “NickMercs” Kolcheff. “Saya ingin bisa bertahan di satu platform, sama seperti atlet yang bertahan di satu tim profesional, sepanjang karir saya. Itu adalah pencapaian bagi saya.”

Twitch juga telah memiliki fanbase yang lebih besar. “Saya terlalu sayang pada komunitas saya dan kualitas dari konten saya,” kata Jayden Diaz, yang dikenal di Twitch sebagai “YourPrincess” dan memiliki lebih dari 100 ribu followers. “Saya peduli dengan para penonton. Jika saya pergi demi uang, itu sama saja saya menjual karir saya.”

Di dunia, Twitch memang masih menjadi raja platform streaming untuk konten game. Namun, di Indonesia, platform milik Amazon itu justru kalah telak dari YouTube.

YouTube Gaming Dapat Hak Siar Eksklusif Atas Liga Overwatch, Call of Duty, dan Hearthstone

Persaingan antara platform streaming game semakin memanas seiring dengan semakin populernya game dan esports. Memang, Twitch masih menjadi platform nomor satu, menguasai tiga per empat pangsa pasar, tapi, mereka mulai kehilangan momentum karena para streamer bintang mereka — seperti Michael “Shroud” Grzesiek dan Jack “CouRage” Dunlop — memutuskan untuk pindah ke platform lain seperti Mixer dari Microsoft atau YouTube Gaming.

Seolah itu tidak cukup buruk, Activision Blizzard baru saja mengumumkan bahwa mereka telah menjadikan YouTube Gaming sebagai rekan eksklusif untuk menyiarkan liga dan acara esports profesional mereka. Selain Overwatch League, turnamen esports Activision juga meliputi Call of Duty League, Hearthstone Esports, dan World of Warcraft Esports.

“Misi kami adalah memberikan hiburan berkualitas yang bisa ditonton oleh para fans kami, baik secara live atau sebagai konten on-demand. Dan kami ingin juga menjadikan para pemain profesional kami sebagai superstar. Kerja sama ini memungkinkan kami untuk memenuhi misi tersebut,” kata CEO Activision Blizzard, Pete Vlastelica, dikutip dari PC Gamer. Activision mengatakan, melalui kolaborasi dengan YouTube Gaming, mereka juga akan dapat mengakses berbagai tool AI dari Google Cloud yang dapat menawarkan konten rekomendasi yang telah dikurasi pada para penonton.

“Dalam beberapa tahun belakangan, kami menjalin kerja sama erat dengan Activision Blizzard di berbagai game mobile untuk meningkatkan kemampuan analitik mereka serta memperbaiki pengalaman bermain para pemain. Kami senang karena sekarang, kerja sama kami menjadi lebih dalam dan kami bisa bekerja sama dengan salah satu game developer paling besar dan paling dikenal di dunia,” ujar Head of Gaming, Google Cloud, Sunil Rayan.

Pada akhir 2019, YouTube Gaming memiliki pangsa pasar 22,1 persen. Mendapatkan hak siar eksklusif atas sejumlah liga esports ternama akan membantu mereka untuk meningkatkan pangsa pasar mereka. Doron Nir, CEO Stream Elements mengatakan, saat ini platform streaming game fokus untuk mendapatkan hak siar eksklusif atas konten streamer ternama untuk mendongkrak jumlah penonton mereka. Namun, liga atau turnamen esports sebenarnya juga menarik banyak penonton.

Nir berkata, “Turnamen esports biasanya memiliki penonton paling besar. Di Twitch, dua channel yang paling sering ditonton sepanjang 2019 adalah Riot Games dan Overwatch League. Ini berarti, kontrak eksklusif Activision Blizzard dengan YouTube akan memiliki dampak signifikan dalam membangun portofolio mereka dan menunjukkan komitmen mereka pada pasar platform streaming.”

Overwatch League kini akan disiarkan di YouTube Gaming. | Sumber: PC Gamer
Overwatch League kini akan disiarkan di YouTube Gaming. | Sumber: PC Gamer

Sekarang, Twitch memang masih mendominasi pasar platform streaming. Namun, pangsa pasar mereka terus turun. Menurut laporan Forbes, salah satu alasannya adalah karena penghasilan Twitch tidak sebanyak yang diharapkan Amazon, perusahaan induknya.

Bulan ini, Twitch dilaporkan bahwa mereka gagal mencapai target penghasilan yang telah ditetapkan. Mereka hanya berhasil mendapatkan US$300 juta dari target US$500-600 juta. Sebagai perbandingan, total pendapatan Amazon bisa mencapai US$232,9 miliar. Ini menunjukkan betapa kecilnya kontribusi Twitch pada total pendapatan Amazon. Jadi, kecil kemungkinan Amazon akan memberikan dana besar pada Twitch untuk mendapatkan kontrak eksklusif dengan streamer atau turnamen esports.

Sementara itu, setiap tahunnya, YouTube berkontribusi sekitar US$16-25 miliar pada pendapatan Google. Dan Facebook memiliki pendapatan US$16,9 miliar per tahun. Baik YouTube maupun Google bisa menggunakan dana tersebut untuk mengembangkan divisi live streaming mereka, misalnya dengan membuat perjanjian eksklusif dengan kreator konten atau mendapatkan hak siar atas liga esports. Tak hanya itu, Facebook dan Google juga telah memiliki pengalaman yang lebih baik dalam memonetisasi konten via iklan.

Saat ini, Twitch memang masih sukses. Namun, tren menunjukkan bahwa dominasi mereka mulai tergerus oleh para pesaingnya. Amazon mungkin harus menyuntikkan dana besar pada Twitch agar platform streaming tersebut bisa bersaing dengan para pesaingnya.

Pertumbuhan Facebook Gaming Capai 210 Persen

Amazon mengakuisisi platform streaming game Twitch pada 2014 seharga US$1 miliar. Sejak saat itu, Twitch telah menjadi platform streaming game nomor satu. Seiring dengan semakin populernya gaming dan esports, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk menyediakan platform streaming, seperti YouTube, Facebook, dan bahkan Microsoft.

Menjalin kerja sama eksklusif dengan streamer menjadi salah satu cara pesaing Twitch untuk mengalahkan platform milik Amazon tersebut. YouTube baru saja mengumumkan kerja sama eksklusif dengan tiga streamer. Sementara tahun lalu, Mixer dari Microsoft juga menandatangani beberapa kontrak eksklusif seperti mantan pemain profesional Counter-Strike: Global Offensive, Michael “Shroud” Grzesiek. Meskipun begitu, dari segi pangsa pasar, justru Facebook Gaming yang mengalami pertumbuhan paling pesat.

StreamElements dan Arsenal GG menyediakan data tentang keadaan persaingan platform streaming game. Berdasarkan data terbaru dari mereka, Twitch masih mendominasi. Meskipun begitu, ketiga pesaing Twitch — YouTube Gaming, Facebook Gaming, dan Mixer — mengalami pertumbuhan. Dari ketiganya, Facebook Gaming memiliki pertumbuhan paling signifikan. Tahun lalu, Facebook Gaming hanya menguasai 3,1 persen pangsa pasar platform streaming game. Sekarang, pangsa pasar mereka naik 210 persen menjadi 8,5 persen. Sementara itu, pangsa pasar Mixer hanya naik 0,6 persen dari 2 persen menjadi 2,6 persen dan YouTube Gaming naik dari 27,5 persen menjadi 27,9 persen.

Perbandingan pangsa pasar platform streaming. | Sumber: WCCFtech
Perbandingan pangsa pasar platform streaming. | Sumber: WCCFtech

“Pertumbuhan pangsa pasar Facebook Gaming didorong oleh meningkatnya ketertarikan akan streamer yang telah ada, streamer baru yang memiliki banyak penonton, atau streamer yang menjadi lebih sering membuat konten,” kata Arsenal GG, seperti dikutip dari WCCFtech. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan Facebook Gaming, pertumbuhan yang dialami oleh Mixer dan YouTube jauh lebih kecil. Padahal, keduanya telah menghabiskan jutaan dollar untuk mendapatkan kontrak eksklusif dengan sejumlah streamer ternama. Meskipun begitu, Microsoft tampaknya memiliki alasan mengapa mereka kukuh bertahan di industri gaming.

Kabar baiknya, ketertarikan masyarakat akan konten game masih menunjukkan peningkatan. Pada 2019, total durasi video ditonton di semua platform naik menjadi 1,194 miliar jam jika dibandingkan dengan tahun 2018, yang hanya mencapai 1,066 miliar jam. Menariknya, meskipun pangsa pasar Twitch turun 7 persen, mereka memiliki kategori baru yang diminati oleh penonton, yaitu Just Chatting. Di sini, para streamer tidak menyiarkan konten gaming. Sebagai gantinya, mereka akan mengobrol dengan para penonton, baik terkait isu terbaru atau kehidupan mereka.

Saat ini, pasar platform streaming game dikuasai oleh perusahaan teknologi raksasa. Ini tidak aneh, mengingat Amazon, Microsoft, Facebook, dan YouTube memang memiliki modal dan kemampuan yang cukup memadai untuk mengembangkan platform mereka masing-masing. Twitch memang  masih menjadi nomor satu. Walaupun begitu, Facebook Gaming mengalami pertumbuhan paling besar. Tampaknya, mereka akan menciptakan disrupsi di pasar pada 2020.