Sejumlah Informan Bilang, Xbox Next-Gen Lebih Canggih Dibanding PlayStation 5

Pengumuman Project Scarlett oleh Phil Spencer di E3 2018 menandai dimulainya babak baru persaingan console game generasi selanjutnya. Setelah momen itu, muncul beberapa kali update tambahan mengenai sistem anyar milik Microsoft. Sang rival sendiri sudah mengonfirmasi pengembangan PlayStation ‘5’ di bulan Oktober 2018 dan men-tease  spesifikasi hardware-nya minggu lalu.

Berbekal teknologi persembahan AMD, PS5 (belum jadi nama resmi) menjanjikan fitur ray tracing ala PC ber-GPU Nvidia RTX serta kapabilitas menangani konten di resolusi 8K. Meskipun belum diketahui apakah 4K di sana bersifat native atau via upscale, klaim tersebut memang terdengar mengagumkan sekaligus ambisius. Namun yang membuat rivalitas antara Sony dan Microsoft jadi tambah menarik adalah, sejumlah narasumber menyampaikan bahwa Xbox versi baru bahkan lebih canggih dari PlayStation 5.

Informasi tersebut disampaikan oleh head editor Seasoned Gaming Ainsley Bowden via Twitter-nya berdasarkan pengakuan beberapa narasumber. Menurut Bowden, laporan ini bisa dipercaya karena para informan telah beberapa kali berhasil membuktikan keakuratan data mereka. Buat sekarang, belum diketahui jelas apa yang membuat Scarlett/Anaconda lebih canggih dibanding PlayStation 5 – apakah dilihat dari sisi performa atau kelengkapan fitur.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, kita tahu kesuksesan console tidak hanya ditentukan oleh hardware. Konten eksklusif bermutu adalah salah satu alasan utama mengapa orang memutuskan buat membeli. Dilihat dari perspektif ini, PlayStation 4 masih lebih unggul dari Xbox One. Tetapi console current-gen Microsoft itu punya satu fitur yang tak dimiliki rivalnya: backward compatibility. Kapabilitas ini rencananya baru akan dihadirkan di PS5.

Di bulan Februari kemarin, tersingkap kabar yang menyatakan bahwa Project Scarlett akan tersaji dalam lebih dari satu varian hardware. Seperti Xbox One S dan X, konsumen nantinya dipersilakan untuk memilih model standar atau tipe ‘superior’. Yang unik di sini ialah, walaupun kita tahu masa senja sistem current-gen telah tiba, Microsoft masih punya agenda buat memperluas keluarga Xbox One dengan penyediaan versi All-Digital bulan depan.

Namun ketika Sony telah mengungkap secara resmi komponen-kompenen penopang PlayStation 4 (di antaranya pemakaian CPU dan GPU semi-custom berbasis Ryzen 3 serta Radeon Navi, plus penyimpanan SSD), Microsoft malah belum mengabarkan detail hardware Xbox anyar. Ada dugaan kuat sang produsen turut mengandalkan teknologi AMD, sehingga dari segi arsitektur, kedua perangkat tak begitu berbeda. Menurut Phil Spencer, ada dua target utama yang coba dihidangkan oleh Xbox baru: peningkatan frame rate dan pemangkasan waktu loading.

Dengan absennya Sony di E3 2019, perhatian khalayak kini tertuju pada Microsoft, yang menjanjikan ‘pertunjukan besar‘ di pameran gaming raksasa tahunan itu. Ada kemungkinan besar mereka akan mengumumkan segala informasi terkait Scarlett di sana. Dan saya pribadi penasaran di mana perusahaan akan menempatkan layanan gaming on demand yang tengah mereka godok, apakah akan berdiri sendiri atau mengusung branding Xbox?

Via Push Square

Segala Detail yang Sudah Dikonfirmasi Sony Terkait PlayStation ‘5’

Membuntuti deretan panjang bocoran info dan rumor mengenai hardware gaming generasi selanjutnya, Sony membenarkan dilakukannya pengembangan PlayStation ‘5’ di awal kuartal terakhir 2018. Lima bulan sebelumnya, Sony ketahuan mengutak-atik teknologi AMD, mengindikasikan pemakaian komponen-komponen buatan perusahaan semikonduktor Amerika itu di perangkat anyar mereka.

Dan di bulan April ini, Sony Interactive Entertainment akhirnya memutuskaan untuk menyingkap detail lebih lanjut mengenai console next-gen mereka. Dalam wawancara eksklusif bersama Wired, lead system architect Mark Cerny menyingkap rincian hardware ‘PS5’, sejumlah fitur serta kemampuannya dalam menjalankan konten. Perlu diketahui bahwa ‘PlayStation 5’ masih belum menjadi nama resmi produk ini (walaupun kemungkinan Sony akan meneruskan tradisi mereka).

Membenarkan kabar yang telah beredar, PlayStation 5 akan diotaki prosesor AMD. Chip tersebut merupakan pengembangan lebih jauh dari Ryzen generasi ketiga, menyimpan delapan buah core dan mengusung arsitektur 7-nanometer Zen 2. GPU-nya sendiri memanfaatkan variasi custom AMD Radeon Navi, yang kabarnya mendukung ray tracing dan kemampuan menangani konten di resolusi 8K.

Beberapa hal ingin saya tekankan: Pertama, kita belum tahu apakah 8K yang dimaksud di sana diterapkan pada video game atau cuma video; native seperti Xbox One X menangani 4K atau upscale ala PS4 Pro. Lalu meskipun penyediaan hardware ditangani sepenuhnya oleh AMD, kita tampaknya perlu mengapresiasi Nvidia yang sukses melambungkan ray tracing sebagai standar grafis baru, dan membuatnya diadopsi di PS5.

Melengkapi prosesor dan unit pengolah grafis, Sony berencana untuk turut membekali console baru itu dengan penyimpanan berbasis SSD. Kehadirannya tentu mempersingkat durasi loading permainan. Di sesi demo yang dipandu Cerny, waktu fast-travel Marvel’s Spider-Man yang berlangsung selama 15 detik di PlayStation 4 Pro berkurang jadi 0,8-detik di PS5 ‘versi non-retail‘.

Fitur paling esensial dari PlayStation 5 ialah backward compatibility ala Xbox One berkat pemanfaatan arsitektur yang mirip PS4. Belum ada konfirmasi resmi dari Sony, tetapi tanpa tanggal rilis pasti, judul-judul semisal Death Stranding, Ghost of Tsushima dan The Last of Us Part 2 kemungkinan akan disediakan di console current– serta next-gen sekaligus (dugaan yang sudah saya ungkapkan sebelumnya). Langkah ini dianggap efektif untuk memperpanjang siklus hidup PlayStation 4.

Dan terlepas dari kian populernya metode distribusi konten secara digital, Sony tampaknya memutuskan untuk tetap mempertahankan optical disc drive. Selain memberikan opsi bagi pengguna, keberadaan hardware ini memang cukup esensial dalam mendukung fitur backward compatibility. Dan perlu Anda ketahui bahwa perangkat juga masih mendukung periferal PlayStation VR.

Sesuai perkiraan analis, Mark Cerny membenarkan bahwa Sony tidak akan meluncurkan PlayStation 5 secara buru-buru di tahun 2019. Informasi mengenai harganya sendiri tersingkap secara terpisah melalui Twitter milik Peter Rubin dari Wired. Ada peluang, produk dijajakan di angka yang lebih tinggi dari PlayStation 4. Sony berjanji untuk memastikan harganya tetap kompetitif.

Sederet Game Blockbuster dan PlayStation Kini Jadi Judul Eksklusif Epic Games Store

Di momen peluncuran Epic Games Store, CEO Tim Sweeney sempat menyampaikan bahwa platform distribusi mereka itu tidak diciptakan untuk menyaingi Steam. Tapi kenyataannya, kompetisi tak bisa dihindari. Porsi pembagian keuntungan yang menggiurkan pertama-tama mendorong developer indie untuk bermigrasi. Lalu tak lama, studio-studio besar tergoda buat melakukan kesepakatan eksklusif dengan Epic.

Alhasil, game-game kelas berat seperti Metro Exodus dan The Division 2      sementara ini cuma bisa dibeli di Epic Games Store. Dan dalam waktu dekat Jumlahnya dipastikan akan bertambah banyak setelah perusahaan melakukan pengumuman besar di Game Developers Conference minggu ini. Epic mengabarkan bahwa ada sederet judul blockbuster lain yang dijadwalkan buat meluncur di layanan mereka, termasuk sejumlah permainan buatan Quantic Dream yang dahulu cuma tersedia di PlayStation.

Jangan tanya bagaimana mereka bisa merayu studio asal Perancis itu, namun hal ini merupakan kabar gembira bagi gamer PC dan – dilihat dari perspektif lebih luas – sebuah langkah strategis brilian Epic Games untuk menghimpun lebih banyak konsumen. Ada tiga game Quantic Dream yang nantinya bisa dinikmati via Epic Games Store, dua di antaranya adalah judul console last-gen Sony, yaitu Beyond: Two Souls, Heavy Rain, dan Detroit: Become Human. Betul sekali, Anda tak perlu membeli PS4 untuk memainkan Detroit.

Selain kreasi Quantic Dream, setidaknya ada dua permainan ‘most wanted‘ di 2019 yang rencananya hanya bisa diakses dari Epic Store, yakni game action-adventure baru karya tim pencipta Max Payne, Control; dan RPG fiksi ilmiah first-person buatan Obsidian, The Outer Worlds. Daftarnya tidak berhenti sampai di sana. Akan ada Afterparty (buatan talenta di belakang Oxenfree), Ancestors: The Human Odyssey, The Cycle, Industries of Titan, Kine, Journey to the Savage Planet dan Trover Saves di Universe.

Kejutan masih belum berhenti. The Sinking City dan Dangerous Driving turut bergabung di Epic Games Store dan bisa di-pre-order. Selanjutnya, sang penyedia layanan telah resmi meluncurkaan Roller Coaster Tycoon Adventures dan Satisfactory.

Kita tahu bahwa Epic Games melalui tahun 2018 dengan sangat sukses. Di tahun itu, mereka kabarnya meraup keuntungan sebesar US$ 3 miliar, dan perusahaan diestimasi memiliki nilai US$ 15 miliar. Tak sulit ditebak, keberhasilan Epic mendorong mereka untuk melakukan manuver-manuver agresif, seperti melakukan perjanjian dengan publisher/developer third-party serta menerapkan program bagi-bagi game gratis secara konsisten.

Saya sempat mendengar keluhan sejumlah rekan gamer pengguna Steam terkait kehadiran game secara eksklusif di Epic Store. Namun saya pribadi berpendapat, kompetisi ialah hal positif buat konsumen. Dengan munculnya penantang, Steam akan terdorong untuk terus menyempurnakan plaform-nya dan cara mereka ‘melayani’ developer.

Sumber: Epic Games.

Microsoft Ingin Game Xbox Bisa Dimainkan di Semua Platform, Termasuk PlayStation?

Hingga di fase akhir siklus hidupnya, PlayStation 4 terus menikmati gelar sebagai console current-gen terlaris. Penjualan Xbox One sendiri tidak setinggi sang rival dan Microsoft sudah lama tidak mengungkap angkanya. Menariknya, bisnis tampak terjalan lancar bagi mereka sejak raksasa teknologi asal Redmond itu menerapkan strategi penyajian ‘game sebagai layanan’ yang diujungtombaki Xbox Live.

Microsoft juga mengambil arahan berbeda dalam menyongsong kehadiran console next-gen. Sebelumnya Anda mungkin telah mendengar kabar soal pengembangan Project xCloud, yaitu platform gaming on demand yang ditopang teknologi cloud Azure. xCloud menawarkan kita kesempatan untuk menikmati game-game kelas blockbuster – yang tadinya hanya bisa ditangani oleh hardwarehardware berkinerja tinggi – cuma berbekal perangkat bergerak dan koneksi internet.

Dalam acara tur di markas utama Microsoft yang diikuti oleh Geekwire beberapa hari lalu, perusahaan mengungkap lebih banyak detail mengenai siasat tersebut. Di sana, beberapa kali para eksekutifnya menyebutkan bahwa mereka ingin menghadirkan kemudahan bermain ke dua miliar gamer di seluruh dunia. Microsoft mengekstimasi, ada banyak dari mereka yang tidak mendapatkan akses mudah ke console.

Microsoft menyadari bahwa mereka tidak akan sanggup menjual dua miliar unit console. Kareem Choudhry selaku corporate vice president of gaming cloud mengungkapkan, ada beberapa wilayah di mana console bukanlah bagian dari gaya hidup. Di bawah kepemimpinan CEO Satya Nadella, Microsoft berambisi untuk menyodorkan segala layanan dan aplikasi ke sebanyak-banyak orang apapun perangkat yang mereka gunakan.

Kondisi ini memberikan tantangan tersendiri buat Microsoft. Demi menjalankan misinya, tak jarang sang perusahaan harus bekerja sama dengan kompetitor. Sudah ada desas-desus yang menyebutkan bagaimana tim punya agenda untuk memperluas jangkauan Xbox Live ke iOS, Android sampai Nintendo Switch.

Selain itu, perusahaan punya niatan buat mengekspansi keanggotaan Game Pass ke plaform non-Microsoft. Dengan jadi pelanggannya, pengguna bisa menikmati segala koleksi game yang ada di sana serta memperoleh akses prioritas ke judul-judul eksklusif Xbox. Jika semuanya berjalan mulus, jangan kanget seandainya layanan Game Pass tiba-tiba muncul di sistem PlayStation.

Buat sekarang, Microsoft masih enggan menjelaskan bagaimana mereka akan mengeksekusi ambisi cross-platform tersebut. Yang jelas, segala detailnya akan disingkap di Game Developers Conference 2019 pada tanggal 18 Maret nanti. Semuanya akan jadi semakin menarik karena ke depannya persaingan yang dihadapi Microsoft tak hanya datang dari nama-nama familier semisal Sony dan Nintendo. Kita tahu Google juga tengah menggodok layanan cloud  Project Stream.

Produksi PlayStation Vita Dihentikan, Kini Nintendo Jadi Satu-Satunya Penyedia Console Handheld Current-Gen

Di momen perayaan ulang tahun keduanya, Nintendo Switch memberikan harapan bagi para penikmat permainan di console portable. Namun dengan bertambah seriusnya game-game mobile serta kemunculan sejumlah smartphone gaming, konsumen di segmen itu terus tergerus. Dan mulai bulan Maret ini, berkuranglah satu kompetitor Nintendo di kancah persaingan perangkat gaming handheld.

Terhitung tinggal 1 Maret 2019 kemarin, Sony secara resmi mengumumkan penghentian produksi PlayStation Vita, setelah produk ini berkiprah selama hampir delapan tahun. Rencana tersebut sebetulnya telah diungkap oleh senior vice president Hiroyuki Oda bulan September tahun lalu. Di kesempatan itu, Oda mengungkapkan bahwa timnya akan ‘menyetop proses manufaktur serta distribusi Vita di tahun depan’.

PlayStation Vita melakukan debutnya di penghujung 2011, disiapkan untuk meneruskan perjuangan PS Portable. Vita awalnya dirancang untuk menyajikan pengalaman bermain game-game kelas AAA di mana pun Anda berada. Konsep ini diambil sang produsen sebagai respons populernya tren ‘bermain game di mana saja’ saat itu. Edisi pertama Vita menyajikan layar sentuh kapasitif OLED berukuran 5-inci, sepasang joystick analog, tombol di bagian muka dan bahu, serta konektivitas Bluetooth, Wi-Fi dan 3G opsional.

PlayStation Vita 1

Vita meluncur dengan cukup sukses. Di momen pelepasannya, produk terjual lebih dari 200 ribu unit di kawasan Amerika dan 300 ribu unit di Jepang. Saya ingat bagaimana sejumlah media memuji aspek desain serta sistem operasi yang berjalan mulus. Namun tampaknya ada sedikit kesalahan perhitungan di pihak Sony. Dalam periode setahun setelah tersedia, penjualan Vita ternyata stagnan, serta hanya ada sedikit permainan blockbuster yang dirilis di sana.

Sebagai respons terhadap keadaan ini, Sony mengerahkan segala upaya untuk merangkul developer-developer independen asal negara Barat serta publisher game level menengah di Jepang. Langkah tersebut cukup efektif dalam menggenjot penjualan Vita di negara asalnya serta membangun userbase setia di kawasan lain – meski populasinya tidak terlalu banyak.

PlayStation Vita 2

PlayStation Vita sempat memperoleh satu kali revisi dengan panggilan Vita Slim. Sesuai namanya, edisi ini 20 persen lebih ramping dan 15 persen lebih ringan dari varian standar. Sony meng-upgrade daya tahan baterainya serta melengkapinya bersama memori internal sebesar 1GB. Tapi sebagai kompensasinya, layar OLED digantikan oleh LCD yang lebih murah.

Hal paling menyedihkan dari penghentian produksi PlayStation Vita adalah, Sony tak punya rencana untuk menggarap pewarisnya. Dengan begini, Nintendo menjadi satu-satunya penyedia perangkat gaming portable di era console generasi kedelapan – tanpa menghitung produk berkonsep retro dan metode emulasi tentunya.

Via Polygon.

Sony Jelaskan Alasan Mereka Absen di E3 2019

Sebagai Mekah-nya segala hal yang berkaitan dengan gaming, Electronic Entertainment Expo sudah lama jadi tempat bagi para pemilik platform dan produsen hardware dalam menghimpun fans serta meluncurkan produk baru. E3 juga merupakan titik awal perang console dan persaingan antar publisher, dimeriahkan oleh nama-nama familier di industri semisal Sony, Microsoft, EA sampai Ubisoft.

Namun kira-kira lima bulan selepas event tahun lalu dilangsungkan, ESA (penyelenggara) dan Sony Interactive Entertainment telah mengonfirmasi bahwa console maker asal Jepang itu memutuskan untuk tidak menghadiri E3 2019. Saat mengumumkan hal tersebut, Sony mengatakan mereka bermaksud buat ‘mencari cara baru dalam berinteraksi dengan komunitas, sembari tetap mempertahankan tradisi’.

Berbicara pada CNET, chairman SIE Worldwide Studios Shawn Layden akhinya menjelaskan secara lebih rinci alasan mengapa mereka absen di E3 2019. Layden menyampaikan, ranah gaming telah banyak berubah sejak tersedianya internet. Di tahun 1995 di era PlayStation pertama, produsen menarik tema gaming dari CES dan memindahkannya ke E3 karena menurut mereka acara ini punya dampak lebih besar bagi pihak retailer dan jurnalis. Retailer memanfaatkannya sebagai ajang memperluas koneksi, sedang jurnalis akan melaporkan berita-berita baru terkait gaming.

Ketika itu, akses internet masih belum merata. Jadi sudah seharusnya bagi perusahaan-perusahaan seperti Sony ikut serta dalam acara-acara pemeran karena mereka membutuhkan eksposur serta perlu mengekspansi kemitraan demi mempermudah distribusi produk – baik hardware maupun software.

Namun saat ini, ketersediaan internet di mana saja mampu menyatukan setiap gamer di dunia walaupun mereka terpisah jarak. Kini masing-masing pemilik platform punya acara khusus yang dilakukan secara konsisten untuk penggemarnya – misalnya Nintendo Direct atau Destination PlayStation. Di sanalah Sony menghimpun para retailer serta partner buat meluncurkan produk. Lalu dengan aliran berita gaming yang tak ada hentinya, E3 telah kehilangan esensinya.

Dunia telah bertransformasi begitu jauh, tapi bagi Sony, E3 tak berubah. Tak ada banyak aktivitas ‘perdagangan’ di acara yang tadinya dimaksudkan sebagai trade show.

Selain itu, ada perubahan pula pada cara Sony menyajikan produk. Di fase akhir siklus hidup PlayStation 4, perusahaan ingin fokus pada judul-judul besar dan mengurangi kuantitas permainan. Itu sebabnya, mereka merasa tak ada banyak hal yang dapat diumumkan di bulan Juni 2019. Jika Sony ada di sana, fans sudah pasti menanti penyingkapan berskala besar.

Dan melihat dari pengalaman sebelumnya, ada peluang besar perangkat penerus PlayStation 4 akan diungkap di acara selain E3…

Kurang Laku, PlayStation Classic Dijual Dengan Harga Murah

Nostalgia berkali-kali terbukti menjadi senjata ampuh dalam menggarap dan memasarkan produk. Sedikit contohnya: beberapa permainan remake ternyata memberikan pemasukan besar bagi developer dan mendorong  penerapan strategi baru, lalu kita menyaksikan sendiri bagaimana consoleretro modern’ seperti NES dan SNES Classic Edition diincar para gamer veteran serta kolektor.

Bukan rahasia lagi, penggarapan PlayStation Classic didorong oleh kesuksesan peluncuran versi mini dari NES dan Super Nintendo. Sayangnya di luar dugaan Sony, penjualan PlayStation Classic ternyata tidak sebaik harapan. Umur produk ini belum ada satu bulan, tapi sejumlah retailer raksasa terpaksa menurunkan harganya dengan harapan cara ini dapat membantu mendongkrak kembali minat konsumen.

Silakan cek situs-situs pengecer besar seperti Amazon, GameStop, Best Buy, Walmart, Target dan B&H Photo. Di sana, PlayStation Classic ditawarkan di kisaran US$ 55 sampai 60, hampir separuh dari harga ketika perangkat ini diluncurkan – yaitu US$ 100.

Meski terdengar menggembirakan, sayangnya penurunan harga PlayStation Classic di retailer-retailer raksasa itu belum memengaruhi harga produk di Indonesia. Saat artikel ditulis, versi mini dari console game pertama Sony ini masih dibanderol di Rp 1,8 juta. Belum bisa dipastikan apakah dalam waktu dekat konsumen lokal bisa membelinya secara lebih ekonomis, atau produk akan tetap bertahan di angka tersebut.

Berdasarkan beberapa ulasan, keluhan terbesar pada PlayStation Classic adalah keterbatasan jumlah game dan kurang pasnya pemilihan judul, serta hadirnya masalah-masalah teknis. Seperti NES Classic Edition, PlayStation Classic dibundel bersama 20 game. Namun judul-judul paling legendaris di platform lawas itu – contohnya Gran Turismo, Tomb Raider, Wipeout hingga Crash Bandicoot – malah tidak disertakan. Ini dia daftarnya:

  • Battle Arena Toshinden (PAL)
  • Cool Boarders 2 (PAL)
  • Destruction Derby (PAL)
  • Final Fantasy VII (NTSC)
  • Grand Theft Auto (PAL)
  • Intelligent Qube (NTSC)
  • Jumping Flash! (PAL)
  • Metal Gear Solid (NTSC)
  • Mr. Driller (NTSC)
  • Oddworld: Abe’s Oddysee (PAL)
  • Rayman (NTSC)
  • Resident Evil Director’s Cut (PAL)
  • Revelations: Persona (NTSC)
  • R4 Ridge Racer Type 4 (NTSC)
  • Super Puzzle Fighter II Turbo (NTSC)
  • Syphon Filter (NTSC)
  • Tekken 3 (PAL)
  • Tom Clancy’s Rainbow Six (PAL)
  • Twisted Metal (NTSC)
  • Wild Arms (NTSC)

Dari sisi teknis, game-game 3D di PS Classic tidak di-upscale secara optimal seperti judul-judul 2D berbasis sprite, membuat konten terlihat blur. Dan saat dimainkan di layar besar beresolusi FHD atau 4K, rendahnya poligon serta ujung objek yang jaggy jadi tampak lebih menonjol. Lalu karena sebagian besar game ini merupakan versi PAL Eropa (termasuk permainan bertempo cepat semisal Tekken 3 dan Jumping Flash!), refresh rate terbatas di 50Hz.

Via Polygon & TweakTown.

Sony Undang Anda Memilih Game-Game PlayStation Terbaik di 2018

Fortnite dan demam battle royale memang tengah menyebar ke seluruh penjuru dunia, namun (dengan sangat berat hati) saya akui bahwa tahun ini merupakan momen berjayanya PlayStation 4 berkat kemunculan judul-judul mengagumkan di platform itu: remake Shadow of the Colossus, God of War, Marvel’s Spider-Man, serta kehadiran Red Dead Redemption 2 dan Monster Hunter: World.

Dan di hari-hari terakhir tahun 2018 ini, Sony Interactive Entertainment mempersilakan para gamer untuk menentukan sendiri permainan-permainan PS4 favorit mereka. Melalui blog resminya, Sony menyodorkan pilihan yang sangat banyak, membagi para finalis dalam 15 kategori (termasuk studio terbaik). Dan menariknya lagi, mereka membiarkan Anda menambahkan game tertentu jika judul tersebut tidak ada di daftar.

Semua orang berkesempatan untuk berpartisipasi dalam proses voting ini. Rencananya, pengumuman pemenang akan dilakukan tepat pada tanggal 31 Desember 2018 nanti. Daftar nominasinya bisa Anda simak di bawah:

 

Best PS4 Game

  • Assassin’s Creed Odyssey
  • A Way Out
  • Call of Duty: Black Ops 4
  • Celeste
  • Dead Cells
  • Detroit: Become Human
  • Divinity: Original Sin 2
  • Far Cry 5
  • God of War
  • Hitman 2
  • Marvel’s Spider-Man
  • Mega Man 11
  • Monster Hunter: World
  • Ni no Kuni II: Revenant Kingdom
  • Red Dead Redemption 2
  • Shadow of the Colossus
  • Shadow of the Tomb Raider
  • Spyro Reignited Trilogy
  • Tetris Effect
  • The Forest

 

Best PS VR Experience

  • Astro Bot Rescue Mission
  • Beat Saber
  • Borderlands 2 VR
  • Creed: Rise to Glory
  • Déraciné
  • Firewall Zero Hour
  • Moss
  • Sprint Vector
  • Star Trek: Bridge Crew – The Next Generation
  • Tetris Effect
  • The Inpatient
  • The Persistence

 

Best Independent Game

  • Beat Saber
  • Bloodstained: Curse of the Moon
  • Celeste
  • Dead Cells
  • Donut County
  • Dream Daddy: Dadrector’s Cut
  • Guacamelee! 2
  • Hollow Knight
  • Iconoclasts
  • Laser League
  • Minit
  • Moonlighter
  • Moss
  • Owlboy
  • Tetris Effect
  • The Forest

 

Best Performance

  • Alex McKenna – Sadie Adler, Red Dead Redemption 2
  • Anthony Howell – Dr. Jonathan Reid, Vampyr
  • Benjamin Byron Davis – Dutch van der Linde, Red Dead Redemption 2
  • Bryan Dechart – Connor, Detroit: Become Human
  • Christopher Judge – Kratos, God of War
  • Clancy Brown – Hank, Detroit: Become Human
  • Darin De Paul – J. Jonah Jameson, Marvel’s Spider-Man
  • Gonzalo Martin – Sean Diaz, Life is Strange 2: Episode 1
  • Greg Bryk – Joseph Seed, Far Cry 5
  • Jeremy Davies – “The Stranger”, God of War
  • Jesse Williams – Markus, Detroit: Become Human
  • Melissanthi Mahout – Kassandra, Assassin’s Creed Odyssey
  • Roger Clark – Arthur Morgan, Red Dead Redemption 2
  • Sunny Suljic – Atreus, God of War
  • Valorie Curry – Kara, Detroit: Become Human
  • William Salyers – Otto Octavius, Marvel’s Spider-Man
  • Yuri Lowenthal – Peter Parker, Marvel’s Spider-Man

 

Best Graphical Showcase

  • Astro Bot Rescue Mission
  • Battlefield V
  • Call of Duty: Black Ops 4
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • Dragon Ball FighterZ
  • Far Cry 5
  • God of War
  • Marvel’s Spider-Man
  • Monster Hunter: World
  • Red Dead Redemption 2
  • Shadow of the Colossus
  • Spyro Reignited Trilogy
  • Tetris Effect

 

Best Art Direction

  • Astro Bot Rescue Mission
  • Beat Saber
  • Celeste
  • Chasm
  • Dead Cells
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • Donut County
  • Dragon Ball FighterZ
  • Dragon Quest XI: Echoes of an Elusive Age
  • God of War
  • Guacamelee! 2
  • Iconoclasts
  • Mega Man 11
  • Monster Hunter: World
  • Moss
  • Ni no Kuni II: Revenant Kingdom
  • Red Dead Redemption 2
  • Shadow of the Colossus
  • Sprint Vector
  • Spyro Reignited Trilogy
  • Tetris Effect
  • Timespinner

 

Best Soundtrack

  • Beat Saber
  • Bloodstained: Curse of the Moon
  • Celeste
  • Dead Cells
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • Donut County
  • Dragon Quest XI: Echoes of an Elusive Age
  • God of War
  • Guacamelee! 2
  • Marvel’s Spider-Man
  • Mega Man 11
  • Moonlighter
  • Red Dead Redemption 2
  • Shadow of the Colossus
  • Spyro Reignited Trilogy
  • Tetris Effect

 

Best Sound Design

  • Battlefield V
  • Call of Duty: Black Ops 4
  • Celeste
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • God of War
  • Marvel’s Spider-Man
  • Monster Hunter: World
  • Red Dead Redemption 2
  • Tetris Effect

 

Best Multiplayer

  • A Way Out
  • Battlefield V
  • Call of Duty: Black Ops 4
  • Destiny 2: Forsaken
  • Divinity: Original Sin 2
  • Firewall Zero Hour
  • Gwent: The Witcher Card Game
  • H1Z1
  • Monster Hunter: World
  • Overcooked 2
  • PlayerUnknown’s Battlegrounds
  • Red Dead Redemption 2
  • The Forest
  • The Jackbox Party Pack 5

 

Best Narrative

  • Assassin’s Creed Odyssey
  • A Way Out
  • Battlefield V
  • Celeste
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • Divinity: Original Sin 2
  • Dragon Quest XI: Echoes of an Elusive Age
  • Dream Daddy: Dadrector’s Cut
  • God of War
  • Iconoclasts
  • Marvel’s Spider-Man
  • Ni no Kuni II: Revenant Kingdom
  • Red Dead Redemption 2
  • Vampyr

 

Best Sports Game

  • EA Sports UFC 3
  • FIFA 19
  • Madden NFL 19
  • MLB The Show 18
  • NBA 2K19
  • NBA 2K Playgrounds 2
  • NBA Live 19
  • NHL 19
  • Pro Evolution Soccer 2019
  • WWE 2K19

 

Best Ongoing Game

  • Destiny 2
  • Final Fantasy XIV
  • For Honor
  • Fortnite
  • H1Z1
  • Monster Hunter: World
  • Overwatch
  • PlayerUnknown’s Battlegrounds
  • Rocket League
  • Tom Clancy’s Rainbow Six Siege
  • Warframe

 

Best PlayStation Console Exclusive

  • Astro Bot Rescue Mission
  • Detroit: Become Human
  • God of War
  • Marvel’s Spider-Man
  • Moss
  • Ni no Kuni II: Revenant Kingdom
  • Shadow of the Colossus
  • Tetris Effect
  • Yakuza Kiwami 2

 

Most Anticipated Game

  • Anthem
  • Bloodstained: Ritual of the Night
  • Concrete Genie
  • Control
  • Crash Team Racing Nitro-Fueled
  • Days Gone
  • Death Stranding
  • Devil May Cry 5
  • Dreams
  • Far Cry New Dawn
  • Ghost of Tsushima
  • Kingdom Hearts III
  • MediEvil
  • Metro: Exodus
  • Mortal Kombat 11
  • Outer Worlds
  • Rage 2
  • Resident Evil 2
  • Sekiro: Shadows Die Twice
  • Shenmue 3
  • Skull and Bones
  • Spelunky 2
  • The Division 2
  • The Pathless
  • Trover Saves the Universe

 

Studio of the Year

  • Bungie
  • Capcom
  • Dontnod
  • Enhance
  • Epic Games
  • Insomniac Games
  • Matt Makes Games
  • Motion Twin
  • Rockstar Games
  • Santa Monica Studio
  • SIE Japan Studio
  • Treyarch
  • Ubisoft Quebec

8BitDo Luncurkan Adaptor Wireless untuk PlayStation Classic

Menurut saya pribadi, reinkarnasi console klasik macam NES, SNES dan PlayStation Classic merupakan peleburan yang tepat antara unsur nostalgia dan kepraktisan sekaligus kenyamanan. Yang kita mainkan pada console tersebut adalah game yang kita gandrungi pada zamannya, tapi di saat yang sama kita tak lagi perlu mencolokkan kaset maupun CD.

Ketiadaan kaset maupun CD baru satu dari nilai kepraktisan yang ditawarkan ketiga console ini. Kalau console aslinya harus disambungkan ke TV via kabel RCA, reinkarnasinya kini mengandalkan HDMI. Yang tadinya harus memakai controller berkabel, sekarang, well ternyata masih berkabel juga.

8BitDo wireless adapter for PlayStation Classic

Inilah yang hendak dijegal oleh 8BitDo, produsen periferal yang terkenal akan komitmennya melayani para pencinta console klasik. Mereka baru saja meluncurkan adaptor wireless untuk PlayStation Classic, sehingga pemiliknya dapat memainkannya menggunakan beragam controller wireless.

Jadi yang kompatibel bukan sebatas controller PS3 dan PS4 DualShock saja, tapi juga controller Bluetooth Xbox, dan bahkan Joy-Con milik Nintendo Switch. Buat saya, mengurangi sedikit kesan retro bukanlah masalah besar apabila kepraktisan dan kenyamanan jadi meningkat drastis.

8BitDo saat ini telah membuka gerbang pre-order untuk adaptor ini. Harganya cukup terjangkau, $20, dan pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai 31 Desember mendatang.

Sumber: The Verge.

[Hands-on] Sony PlayStation Classic yang Dibanderol Rp1,8 Juta

Dalam sebuah acara bertajuk “Play for Everyone” yang diselenggarakan di High Grounds Pantai Indah Kapuk Jakarta (10/12/2018), PlayStation berbagi informasi terbaru seputar kegiatan akhir tahun di Indonesia. Termasuk konsol PlayStation Classic dan dua game terbaru mereka yakni Sekiro: Shadows Die Twice dan Kingdom Hearts III.

Sebagai bagian dari kegiatan akhir tahun, PlayStation mengadakan roadshow “Play for Everything” di Depok dan Jakarta. Selain bisa mendapatkan penawaran menarik, Anda bisa mencoba game-game terbaru seperti Overcooked!2, Kingdom Hearts III, FIFA 19, dan Astrobot: Rescue Mission. Berikut jadwal roadshow PlayStation “Play for Everything”:

  • Margo City, Depok pada tanggal 5-9 Desember 2018
  • Grand Indonesia, Jakarta pada tanggal 12-16 Desember 2018

Pertumbuhan PlayStation

Playstation-Classic

Menurut Ian Purnomo, Public Relations & Developer Relations, Sony Interactive Entertainment Hong Kong Limited Singapore Branch (SIES). PlayStation secara global pertumbuhannya meningkat, di mana sudah lebih dari 80 juta PS4 terjual sejak pertama kali dirilis. Kawasan Southeast Asia merupakan kawasan yang perkembangannya cukup bagus dan Indonesia salah satunya.

Sekedar rekap di tahun ini ada sejumlah game yang dirilis di PS4, mulai dari Monster Hunter: World, lalu ada God of War yang memenangkan nominasi Game of The Year, Detroit: Become Human, Fortnite, Spiderman, hingga PUBG. Sementara, untuk VR ada Astro Bot: Rescue Mission dan Tetris Effect.

Selain itu, pada bulan September – PlayStation menerapkan sistem warranty baru di Indonesia, di mana produk resmi PlayStation akan memiliki stiker hologram yang bertuliskan ‘Produk Resmi Indonesia’.

PlayStation juga mengumumkan bundle konsol PlayStation 4 dengan game FIFA 19 lengkap beserta Dualshock 4 controller yang dibanderol Rp5.799.000. Serta, bundle PlayStation 4 Pro dengan game Red Dead Redemption 2 yang dibanderol Rp7.899.000.

Selain itu, ada Hits Bundle yakni PlayStation 4 yang berisikan tiga game yakni The Last of Us, God of War, dan Detroit Become Human yang dibanderol hanya Rp5.199.000. Kemudian, Party Bundle yakni PlayStation 4 dengan game FIFA 19 dan Overcooked!2 seharga Rp5.699.000.

Satu lagi, PlayStation juga menggelar promo Flash Sale 12.12 di Blibli. Di mana setiap pembelian konsol PlayStation 4 Party Bundle akan mendapatkan diskon sebesar Rp1 juta dan harga khusus Rp10.000 untuk satu unit Dualshock 4 Wireless Controller.

Hands-on PlayStation Classic

Playstation-Classic

PlayStation Classic merupakan konsol game miniatur yang menyerupai tampilan dari PlayStation orisinil. Memuat 20 game, diantaranya Tekken 3, Super Puzzle Fighter II Turbo, Ridge Racer Type 4, Metal Gear Solid, Grand Theft Auto, dan Resident Evil Director’s Cut.

Di acara tersebut, saya berkesempatan bermain game dengan PlayStation Classic. Produk ini memang diciptakan untuk bernostalgia, buat yang benar-benar ingin memainkan game jadul kesayangan yang pernah dulu mainkan. Mungkin Anda juga ingin memperkenalkannya ke si kecil atau keluarga.

Bila tujuannya sebagai konsol game utama di rumah, saya rasa kurang tepat. 20 game yang di dalamnya memang cukup banyak, tapi Anda tak bisa menambah game baru. Ingat, kualitas grafisnya juga belum 3D atau sebagus game-game jaman sekarang.

Wujud PlayStation Classic benar-benar mirip seperti konsol edisi pertamanya, namun ukurannya 80 persen lebih kecil dari edisi orisinalnya. Bila tertarik, PlayStation Classic dibanderol dengan harga Rp1.799.000.

Saya juga sempat mencoba dua game terbaru Sekiro: Shadows Die Twice dan Kingdom Hearts III. Untuk Sekiro: Shadows Die Twice, para awak media belum diperkenankan mengambil gambar dan video dari game ini. Sekitar 15 menit saat mencobanya, game dari kreator Dark Souls yakni From Software ini sangat cukup menegangkan. Berperan sebagai Shinobi, kita tidak bisa bertarung secara terang-terangan.

Sedangkan, mencoba Kingdom Hearts III rasanya sangat menyenangkan – crossover antara dunia Final Fantasy dan Disney. Game racikan Square Enix ini akan dirilis pada Januari 2019.