Dengan Fuze Code Studio, Anda Bisa Membuat Game untuk Nintendo Switch Menggunakan Nintendo Switch

Belajar coding sekarang bisa di perangkat apapun, tidak cuma di komputer saja. Bahkan console macam Nintendo Switch pun dapat Anda manfaatkan sebagai medium pembelajaran programming berkat kehadiran aplikasi seperti Fuze Code Studio.

Kalau Swift Playgrounds menggunakan bahasa pemrograman Swift, Fuze Code Studio memakai Fuze BASIC, yang mengambil bahasa pemrograman lawas BASIC sebagai dasarnya. Menurut pengembangnya, pengguna sama sekali tidak perlu mempunyai pengalaman coding untuk bisa menguasainya.

Untuk menginput kode demi kode, pengguna dapat memanfaatkan keyboard di layar sentuh atau dengan menyambungkan keyboard USB ke dock milik Switch. Setelahnya, pengguna dipersilakan untuk meracik game 2D atau 3D-nya sendiri, dengan akses penuh pada controller Joy-Con, termasuk sensor-sensornya.

Fuze Code Studio for Nintendo Switch

Fuze turut menyertakan aset grafik dan audio, tapi pengguna rupanya juga dapat memakai buatannya sendiri. Lebih lanjut soal audio, Fuze Code Studio turut dibekali synthesizer beserta speech engine yang dapat diprogram sesuai kebutuhan.

Tentu saja Anda jangan berharap kualitas grafik sekelas yang dibuat menggunakan engine Unreal atau Unity, akan tetapi pastinya ada kepuasan tersendiri memainkan game yang Anda garap sendiri pada perangkat yang Anda pakai untuk memainkannya. Dan lagi berkat fleksibilitas Switch, Anda bisa dengan mudah memamerkannya ke teman maupun keluarga di layar besar.

Fuze Code Studio kabarnya bakal tersedia melalui Switch eShop mulai musim panas ini.

Sumber: The Verge dan Nintendo Today.

Airblock Adalah Drone Modular Sekaligus Media Pembelajaran Coding

Ada banyak sekali fungsi drone selain untuk fotografi dan videografi udara, namun saya yakin belum banyak yang berpikiran bahwa robot terbang ini juga bisa dijadikan media pembelajaran coding. Konsep inilah yang Makeblock coba perkenalkan lewat produk terbarunya.

Dijuluki Airblock, ia merupakan sebuah drone bersifat modular. Semua komponen elektroniknya, termasuk baling-balingnya, dibungkus oleh rangka heksagonal berbahan styrofoam, yang kemudian bisa disambung-sambungkan dengan mudah berkat bantuan konektor magnetik.

Karena modular, Anda sejatinya bisa menyusunnya dalam bentuk apa saja. Makeblock bahkan juga menyertakan sebuah modul besar sehingga perangkat bisa Anda sulap menjadi sebuah hovercraft untuk dikendalikan di atas air.

Melepas-pasang modul Airblock sangat mudah berkat konektor magnetik / Makeblock
Melepas-pasang modul Airblock sangat mudah berkat konektor magnetik / Makeblock

Namun modularitas baru sebagian dari cerita Airblock. Pengembangnya juga menyematkan elemen edukasi, dimana Anda dapat memprogram sejumlah manuver tanpa harus menguasai ilmu coding secara mendalam. Semuanya dilakukan lewat proses drag-and-drop pada aplikasi pendampingnya.

Kalau ini terdengar tidak asing, itu karena Anda pernah membaca artikel mengenai Makeblock Neuron, yang juga datang dari startup yang sama. Makeblock yang berbasis di Tiongkok ini sudah sangat berpengalaman dalam bidang robotik, dan mereka rupanya juga punya komunitas pengguna yang cukup besar.

Airblock bahkan bisa disulap menjadi hovercraft dan dikendalikan di atas air / Makeblock
Airblock bahkan bisa disulap menjadi hovercraft dan dikendalikan di atas air / Makeblock

Makeblock menjelaskan bahwa modularitas Airblock memungkinkannya untuk dimainkan oleh orang dewasa sekaligus anak-anak. Bahan styrofoam yang digunakan juga memastikan drone tidak akan rusak begitu saja ketika tidak sengaja mencium tanah.

Airblock sendiri sebenarnya sudah menyapa publik via Kickstarter sejak Oktober tahun lalu, akan tetapi pengirimannya ke konsumen baru berlangsung belum lama ini. Harga retail-nya dipatok $180.

Siapkan Monetisasi, Portal Belajar CodeSaya Hadirkan Layanan Premium

Setelah hadir dalam versi gratis, layanan belajar online khusus materi pemrograman CodeSaya mengumumkan varian versi premium untuk layanannya. Ini adalah langkah monetisasi CodeSaya setelah sebelumnya mencoba berakselerasi kencang untuk akuisisi pengguna dalam mode gratis. Rencananya produk premium CodeSaya akan mulai dirilis pada tanggal 6 April 2017 nanti.

Kendati untuk pembelajaran di CodeSaya masih akan tetap disajikan gratis, layanan premium diperuntukkan bagi pengguna yang ingin mendapatkan fitur lebih. Fitur-fitur yang akan dihadirkan dalam versi premium tersebut di antaranya: (1) Intip Code, sebuah fitur yang memungkinkan pengguna melihat baris pemrograman dari pengguna lain untuk bahan belajar dan membandingkan, (2) Riwayat Code, digunakan untuk melihat baris pemrograman yang pernah disimpan atau dibuat, (3) Ulang Progress, untuk mengulangi proses belajar pada suatu bab di materi.

Selain itu bagi pengguna premium akan dibubuhkan badge khusus pada profilnya. Di laman CodeSaya pun akan dihilangkan semua baris iklan yang biasa muncul pada versi gratis. Pembaruan juga memungkinkan pengguna untuk memilih tema Code Editor untuk memudahkan pembacaan baris code sesuai dengan bahasa pemrograman yang dipelajari.

Mekanisme pembayaran yang dilayani jika pengguna ingin melakukan pembaruan akunnya ke premium saat ini baru tersedia melalui mekanisme transfer bank. Terkait dengan pembiayaannya, CodeSaya mengenakan tarif flat per tahun Rp100.000.

CodeSaya merupakan sebuah portal belajar pemrograman yang dikembangkan Ganis Zulfa Santoso. Beberapa materi belajar pemrograman yang diakomodasi di dalam sistem seperti pemrograman Python, JavaScript, PHP hingga Git.

“Saat ini sekurangnya sudah ada 31 ribu pengguna terdaftar di CodeSaya,” ujar Ganis.

Setiap materi yang ada dibahas secara mendalam, mulai dari bahasan fundamental sampai dengan yang level lanjut. Menariknya, model belajar yang diusung CodeSaya ialah model praktik, pengguna dapat langsung mencoba menuliskan kode dan mengikuti contoh serta instruksi yang ada dalam modul. CodeSaya juga menggunakan sistem gaming, sehingga pengguna yang mengerjakan soal sampai dengan jumlah tertentu akan mendapatkan lencana. Coder terbaik juga dirilis secara Mingguan.

“Salah satu yang menjadi pertimbangan kami meluncurkan versi premium karena untuk membuka kelas baru dibutuhkan resource tambahan untuk simulasi code dari user-nya yang membutuhkan biaya tambahan juga,” lanjut Ganis.

Makeblock Neuron Ajak Anak-Anak Belajar Coding Seasyik Bermain Lego

Belakangan ini konsep tangible programming sangat populer di dunia pendidikan. Pertengahan tahun lalu, Google bahkan ingin ikut berpartisipasi melalui Project Bloks. Tujuannya simpel, yakni untuk mengajarkan ilmu dasar dan logika-logika umum di balik proses coding lewat interaksi dengan objek fisik.

Project Bloks bukan satu-satunya opsi yang tersedia. Baru-baru ini, perusahaan pembuat perangkat robotik untuk anak-anak asal Tiongkok bernama Makeblock juga mengumumkan produk serupa. Dijuluki Neuron, konsepnya kurang lebih sama, dimana anak-anak pada dasarnya bisa belajar programming dengan menyusun balok-balok seperti ketika bermain Lego.

Ada lebih dari 30 jenis modul yang berbeda yang ditawarkan Neuron, mulai dari modul kamera, sensor cahaya, sensor suara, Bluetooth, ultrasonik sampai modul display. Balok-balok lain, seperti kenop dan joystick, dimaksudkan untuk menyesuaikan atau mengendalikan modul-modul itu tadi. Lebih lanjut, mereka juga bisa mengontrol Neuron via Wi-Fi.

Tampilan software mBlock yang dipakai untuk memprogram modul-modul Neuron / Makeblock
Tampilan software mBlock yang dipakai untuk memprogram modul-modul Neuron / Makeblock

Setelah disusun, anak-anak bisa memprogram masing-masing modul menggunakan software mBlock keluaran Makeblock sendiri. Makeblock cukup percaya diri bahwa anak-anak tidak perlu memahami dasar-dasar coding untuk bisa menggunakan mBlock. Meski demikian, pengetahuan akan Arduino bakal sangat membantu mereka memprogram dengan lebih cepat.

Hal lain yang dibanggakan Makeblock dari Neuron adalah kompatibilitas dengan platform atau software pihak ketiga, seperti misalnya platform Cognitive Services AI buatan Microsoft. Anak-anak bahkan bisa memanfaatkan balok-balok Lego sebagai struktur pelengkap untuk proyek buatannya masing-masing.

Makeblock Neuron rencananya akan dipasarkan melalui Kickstarter mulai pekan depan, dengan harga mulai $69. Total ada enam bundel yang akan ditawarkan ke konsumen, yang masing-masing berisikan kumpulan modul yang berbeda-beda, disesuaikan dengan minat masing-masing anak.

Sumber: Engadget dan Makeblock.

BugisDev Komunitas Pembelajar Coding di Bulukumba, Sulawesi Selatan

Demi mengenalkan dan mengajarkan ilmu pemrograman komputer (coding) kepada generasi pemuda di Bulukumba, Sulawesi Selatan, sejak bulan November 2014 BugisDev berdiri. Diinisiasi oleh Adhy Ngurajeka, BugisDev memiliki visi besar pemrograman menjadi viral di kalangan pemuda. Hal tersebut diharapkan mampu mendongkrak inovasi digital di Bulukumba. Inovasi digital menjadi penting untuk dikenalkan sedari dini, karena produk digital menjadi komoditas yang mampu tersebar secara cepat dan memberikan dampak yang signifikan kepada pembuatnya.

Konsep awal dari BugisDev adalah kelompok belajar bersama, saling bertemu antara instruktur (pemrogram yang sudah andal) dengan yang baru mulai belajar. Akses terhadap materi pembelajaran yang terbatas juga menjadikan model komunitas belajar menjadi efektif untuk menyebarkan virus memprogram di sana.

“Untuk mencari teman belajar pemrograman sangatlah sulit. Saya sendiri sewaktu belajar pemrograman sejak tahun 2009 merasakan kesulitan yang sama, dan itulah yang menjadi alasan kenapa BugisDev saya dirikan,” ujar Adhy.

Agenda rutin BugisDev, mulai dari pertemuan intensif hingga sosialisasi

Pertemuan rutin diadakan setiap malam Senin dan Jumat. Bertajuk daily meetup, acara ini membahas berbagai hal yang sedang dikerjakan dalam proyek pemrograman yang diajarkan. Para instruktur setelah memberikan materi biasanya akan memberi tugas, pada kegiatan daily meetup ini para peserta dapat berkonsultasi masalah apa yang ditemukan, hingga berdiskusi kiat dalam memprogram sesuai dengan aplikasi yang ingin diselesaikan.

“Di BugisDev, setiap member kita arahkan untuk membangun produknya masing-masing, dengan harapan kita bisa mencetak programmer yang jauh lebih kompeten,” papar Adhy kepada DailySocial.

Untuk mensosialisasikan tentang pemrograman dan dunia digital, BugisDev juga rutin mengunjungi sekolah tingkat menengah atas. Dalam rangkaian event rutin, agenda ke sekolah diisi dengan berbagai presentasi seputar konsep pemrograman dan peluang karier di bidang digital. Untuk memperluas cakupan, saat ini BugisDev juga tengah gencar memaksimalkan pelatihan/kursus secara online.

Salah satu program yang menjadi unggulan BugisDev adalah CodeCamp. Pada tahun 2016 ini, CodeCamp diadakan di Bira, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Selama satu hari penuh, 50 orang peserta dari tiga kota besar di Sulawesi Selatan berkumpul dan menginap, untuk mempelajari secara mendalam tentang konsep pemrograman atau pembuatan produk digital tertentu.

“Dikarenakan member di BugisDev kebanyakan adalah mahasiswa (90%), salah satu kendala yang sering ditemui adalah sulitnya mengatur waktu antara kuliah dan belajar di BugisDev. Tidak bisa dipungkiri, terkadang banyaknya tugas dan padatnya jadwal kuliah membuat mereka menjadi kehilangan semangat untuk belajar. Parahnya lagi, bahkan sebagian mereka sampai kehilangan waktu untuk melakukan riset-riset yang berkaitan dengan pemrograman komputer,” ungkap Adhy.

Ke depan BugisDev bertekad mencetak lebih banyak programmer lokal yang kompeten serta mampu menjadi salah satu pegiat di dunia pendidikan tanah air, khususnya di bidang pendidikan pemrograman. Terkait dengan produk hasil belajar pemrograman yang ingin ditekankan oleh komunitas ini berfokus pada pemecahan masalah lingkungan.

Disney Ajak Anak-Anak Belajar Programming Bersama Moana

Dalam beberapa tahun terakhir, belajar programming menjadi jauh lebih mudah berkat inisiatif seperti Hour of Code. Demi menjangkau segala umur, Code.org selaku penggagasnya juga telah mengajak sejumlah mitra ternama sehingga peminatnya pun makin banyak.

Salah satu yang terbaru adalah Disney. Studio bermaskot Mickey Mouse tersebut baru saja merilis film animasi baru berjudul Moana, dan bersamaan dengan filmnya, hadir pula sebuah tutorial coding berjudul Moana: Wayfinding with Code.

Tutorial ini dimaksudkan supaya anak-anak bisa belajar dasar-dasar pemrograman, disajikan lewat tampilan interaktif untuk semakin memikat hati anak-anak. Menurut CEO Code.Org, Hadi Partovi, anak-anak akan lebih tertarik belajar ilmu komputer jika menyangkut topik yang mereka sukai, seperti karakter-karakter Disney misalnya.

Ini bukan pertama kalinya Disney berkolaborasi dengan Code.org. Sebelumnya, mereka sudah merilis proyek serupa di bawah franchise Frozen dan Star Wars. Keduanya diklaim mampu menjaring lebih dari 40 juta pelajar, dan Moana pun tentunya akan semakin meningkatkan jumlah tersebut.

Moana: Wayfinding with Code / Screenshot
Moana: Wayfinding with Code / Screenshot

Dalam Moana: Wayfinding with Code, anak-anak akan diajak untuk mengendalikan duo protagonis dalam film, Moana dan Maui. Selagi berlayar di laut, mereka harus menyelesaikan tantangan seperti memancing ikan sampai bertarung melawan bajak laut.

Untuk menyelesaikan setiap tantangan, anak-anak diminta untuk memberikan sejumlah instruksi seperti “gerak maju” atau “belok kanan” dengan cara drag-and-drop ketimbang harus mengetikkan kode demi kode. Sekali lagi, tujuannya adalah untuk mengajarkan konsep dasar programming, sebelum mereka mempelajarinya lebih dalam lagi.

Disney pun ingin tutorial ini bisa menjangkau sebanyak mungkin pelajar. Maka dari itu, mereka sudah merilisnya di 180 negara dan dalam 23 bahasa, Bahasa Indonesia termasuk. Untuk mencobanya sendiri, silakan buka situs Moana: Wayfinding with Code di browser komputer.

Sumber: TheNextWeb.

Aplikasi Belajar Coding Swift Playgrounds Kini Sudah Tersedia di App Store

Setelah diumumkan di ajang WWDC 2016 bulan Juni kemarin, aplikasi Swift Playgrounds akhirnya mendarat secara resmi di App Store. Tujuan yang hendak dicapai Apple selaku pengembangnya adalah memberikan kesempatan pada semua orang untuk belajar coding dengan cara yang fun.

Tentu saja, Swift Playgrounds menyuguhkan materi dengan bahasa pemrograman Swift. Pun demikian, Swift Playgrounds juga akan mengajarkan mengenai konsep coding secara umum sehingga mereka yang hendak belajar tidak diharuskan memenuhi prasyarat tertentu.

Perpaduan interface yang interaktif serta grafik yang menarik adalah salah satu kelebihan Swift Playgrounds. Pengguna akan diajak untuk menyelesaikan sejumlah tantangan selagi mereka belajar tentang konsep-konsep utama coding, termasuk halnya penggunaan kode dan variabel yang bersifat kondisional.

Barisan kode yang ditulis dengan Swift Playgrounds bisa di-export ke Xcode untuk dijadikan aplikasi iOS atau Mac / Apple
Barisan kode yang ditulis dengan Swift Playgrounds bisa di-export ke Xcode untuk dijadikan aplikasi iOS atau Mac / Apple

Menariknya, Swift Playgrounds juga bisa dimanfaatkan oleh developer berpengalaman sebagai tempat untuk bereksperimen dengan Swift. Terdapat sejumlah template kode yang bisa dimodifikasi lebih lanjut guna menciptakan aksi-aksi tertentu.

Lebih menarik lagi, hasilnya bisa di-export menuju Xcode dan lanjut digodok hingga akhirnya menjadi aplikasi iOS atau Mac yang fungsional. Hal ini dikarenakan semua yang tercantum pada Swift Playgrounds merupakan kode asli dalam bahasa pemrograman Swift, bukan semata untuk memudahkan proses belajar saja.

Swift Playgrounds saat ini sudah bisa diunduh dari App Store secara cuma-cuma dan tanpa biaya tambahan apapun. Perangkat yang kompatibel minimal adalah iPad Mini 2, iPad Air dan iPad Pro yang masing-masing menjalankan iOS 10.

Sumber: Apple.

Aplikasi Glicode Ajak Anak-Anak Belajar Coding Menggunakan Snack Pocky

Saya yakin tidak sedikit programmer yang lebih suka bekerja sambil ngemil. Entah itu keripik kentang, keripik singkong, atau snack berwujud stik berbalut coklat yang kita semua kenal dengan nama Pocky.

Namun siapa yang menyangka kalau kudapan yang terlahir di Jepang tersebut bisa dijadikan sebagai alat bantu belajar programming atau coding? Glico, yang tidak lain dari produsen Pocky, baru-baru ini ingin mewujudkan skenario tersebut melalui kampanye bertajuk “Glicode”.

Konsep yang dipakai sebenarnya bukanlah barang baru. Dikenal dengan istilah tangible programming, teknik ini lebih memfokuskan pada pengalaman fisik, serta sudah diterapkan oleh berbagai raksasa teknologi, termasuk halnya Google lewat Project Bloks.

Jadi ketimbang harus menghadap layar dan memahami baris demi baris kode, anak-anak bisa belajar coding dengan merangkai objek fisik di hadapannya. Objek tersebut bisa berupa balok-balok Lego, atau dalam kasus Glicode ini, stik Pocky.

Dalam Glicode, anak-anak akan diajak untuk menyusun stik Pocky maupun snack lain produksi Glico dalam posisi dan urutan yang benar supaya karakter di aplikasi pendampingnya dapat bergerak dan mencapai tujuannya.

Stik-stik Pocky yang sudah disusun di atas meja tersebut kemudian bisa difoto menggunakan ponsel, lalu aplikasi akan menerjemahkannya menjadi sederet instruksi seperti maju satu langkah, melompat atau mengulangi aksi sebelumnya.

Secara keseluruhan, Glicode bisa dilihat sebagai cara belajar programming atau coding yang mudah, menyenangkan sekaligus terjangkau. Namun yang mungkin menjadi halangan adalah ketersediaan snack produksi Glico selain Pocky yang mewakili instruksi-instruksi tertentu, serta dukungan bahasa yang sejauh ini baru Jepang saja.

Sumber: TheNextWeb.

Google Umumkan Project Bloks, Seperti Lego tapi untuk Belajar Coding

Tidak bisa dipungkiri, programming atau coding itu sulit. Jangankan untuk anak kecil, orang dewasa saja bisa kewalahan kalau tidak dibekali pengetahuan dasar yang cukup. Kendati demikian, di era dimana software memegang peranan penting dalam berbagai perangkat yang kita gunakan sehari-harinya, banyak pihak yang merasa tergerak untuk menciptakan cara mudah belajar coding bagi anak-anak.

Salah satu pihak tersebut adalah Google. Baru-baru ini, mereka mengumumkan Project Bloks, hasil kolaborasinya bersama Stanford University dan IDEO. Tujuan dari proyek riset ini adalah menciptakan platform hardware yang bersifat terbuka sehingga komunitas developer dapat turut berkontribusi mengembangkan sistem pembelajaran coding yang mudah untuk anak-anak.

Project Bloks dibangun di atas konsep tangible programming, yang tidak lain merupakan metode pembelajaran coding secara fisik ketimbang berkutat dengan deretan kode yang kompleks di layar. Project Bloks mungkin belum bisa mengajarkan anak-anak mengenai suatu bahasa pemrograman, namun paling tidak mereka bisa memahami logika-logika umum di balik proses coding.

Tiga komponen utama Project Bloks: Brain Board, Base Board dan Puck / Google
Tiga komponen utama Project Bloks: Brain Board, Base Board dan Puck / Google

Project Bloks terdiri dari tiga komponen kunci: Brain Board, Base Board dan Puck. Saat ketiganya digabungkan, maka kita bisa meneruskan satu set instruksi ke sejumlah perangkat – macam mainan, robot atau tablet – lewat koneksi Bluetooth atau Wi-Fi. Gampangnya, Project Bloks ini ibarat Lego, tapi untuk belajar coding.

Puck pada dasarnya merupakan objek yang bakal paling sering berinteraksi dengan anak-anak selama proses pembelajaran. Developer dapat memprogram Puck dengan instruksi yang beragam, seperti “menyala-mati”, “geser ke kiri” atau “melompat”. Wujud Puck juga bervariasi, bisa berupa tombol, kenop atau tuas.

Masing-masing Puck ini kemudian ditempelkan di atas Base Board yang membaca instruksi milik Puck dengan sensor kapasitif. Base Board dapat disusun dalam berbagai konfigurasi sesuai kebutuhan. Sifat modular ini memungkinkan anak-anak untuk bereksperimen dengan alur instruksi dalam proses coding.

Terakhir, Base Board yang paling ujung dapat disambungkan ke Brain Board yang berperan sebagai otak dari sistem secara keseluruhan. Dibuat menggunakan modul Raspberry Pi Zero, Brain Board akan meneruskan semua instruksi dari Base Board menuju ke perangkat terhubung via Bluetooth atau Wi-Fi.

Beragam wujud sistem Project Bloks dengan fungsi dan untuk kebutuhan yang berbeda / Google
Beragam wujud sistem Project Bloks dengan fungsi dan untuk kebutuhan yang berbeda / Google

Google membebaskan developer maupun produsen mainan anak-anak untuk merancang sistem Project Bloks dalam wujud yang berbeda-beda dan fungsi yang beragam. Intinya hanya satu: Project Bloks akan menjembatani rasa ingin tahu anak-anak dan bakat motoriknya dengan logika-logika komputasi yang dibutuhkan untuk mendalami proses coding kelak.

Sumber: Google Research Blog.

Microsoft dan Code.org Ajak Kita Belajar Coding Lewat Minecraft

Pada 7 – 13 Desember 2015 mendatang, kampanye Hour of Code yang ketiga akan diselenggarakan secara resmi. Sejauh ini sudah ada ratusan ribu event yang direncanakan oleh berbagai pihak di seluruh dunia. Idenya adalah, selama sepekan itu, semua orang tanpa batasan umur bisa berkenalan dengan dasar-dasar ilmu komputer.

Akan tetapi kita sebenarnya tidak harus menunggu kampanye tersebut dimulai untuk bisa belajar seputar pemrograman komputer. Tutorial-tutorial yang disajikan di Hour of Code sudah bisa Anda akses secara online melalui fasilitas yang dikembangkan oleh organisasi non-profit Code.org. Bahkan yang terbaru, Code.org menggandeng Microsoft untuk menyuguhkan tutorial bertema Minecraft.

Tutorial tersebut sudah bisa Anda akses sekarang juga di https://code.org/mc. Dalam tutorial yang dirancang untuk usia 6 ke atas ini, Anda akan ‘bertualang’ bersama dua karakter dari Minecraft, yakni Steve dan Alex, dalam mempelajari dasar-dasar pemrograman komputer.

Minecraft sendiri dipilih karena image-nya yang sangat positif di mata generasi muda. Mereka nantinya akan menyusun blok demi blok dengan sistem drag-n-drop untuk menghasilkan kode Javascript. Secara total ada 14 tantangan yang bisa diselesaikan, termasuk halnya waktu bebas untuk mengeksplorasi konsep coding yang telah mereka pelajari.

Menurut perwakilan tim pengembang Minecraft, konsep coding yang diajarkan merupakan konsep yang benar-benar diterapkan dalam pengembangan game Minecraft itu sendiri. Jadi tutorial ini bukan semata mengangkat tema Minecraft untuk menarik minat saja, tetapi benar-benar mengajarkan konsep dasar pemrograman yang dipakai.

Kalau Anda punya murid, keponakan atau anak yang suka bermain Minecraft – atau malah Anda sendiri – silakan ajak mereka menjajal langsung tutorial ini di situs resmi Code.org. Paling tidak setelah mencoba, mereka mungkin bakal tertarik mendalami ilmu komputer secara lebih merinci.

Sumber: Microsoft.