Dekoruma Masuk ke Lini Jual-Beli Properti; Q1 2024 Catat Rekor Revenue Tertinggi

Dekoruma, yang sebelumnya dikenal sebagai startup yang bergerak di bidang marketplace jasa desain dan penjualan interior, kini memperluas lini bisnisnya ke jual-beli properti. Lewat Dekoruma Properti, pengguna bisa mencari berbagai jenis hunian. Di fase awalnya, layanan ini baru tersedia di area Jabodetabek dan Bandung.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan mengatakan bahwa adanya lini baru ini diharapkan Dekoruma bisa menghadirkan “full circle home buying experience”, konsumen bisa mencari rumah, mengurus KPR, hingga mengisi rumah lewat satu platform.

Dimas turut menjelaskan, selain menemukan properti, lewat Dekoruma Properti pelanggan juga bisa dibantu untuk mengelola KPR. Selain itu, merujuk dari situs resminya, platform proptech ini juga menyediakan fitur lain seperti Booking Fee Protection untuk jaminan pengembalian DP jika BI-Checking ditolak dan Multi Visit Service berupa jasa pendampingan kunjungan ke opsi properti yang diminati.

Sementara bagi developer, selain menawarkan platform untuk pemasaran, Dekoruma turut membangun kerja sama pengisian hunian (full firnish) sebagai satu paket penjualan. Diharapkan ini bisa memberikan added value untuk unit properti yang dijajakan ke konsumen.

Perkembangan bisnis

Kendati tidak merinci angka detailnya, Dimas menyampaikan bahwa performa bisnis Dekoruma sepanjang Q1 2024 sangat mengesankan. Ia mengatakan kalau kuartal pertama tahun ini menjadi “record breaking” dari segi revenue – menandai titik capaian tertinggi yang pernah didapat.

Sebelumnya disampaikan, bahwa Dekoruma sudah mencapai break even di kuartal III 2023. Tahun ini ditargetkan akan mendapati capaian break even satu tahun penuh. Sempat direncanakan segera IPO, namun ditunda karena dinamika ekonomi dan politik di dalam negeri menjelang pemilu.

Dekoruma Experience Center di Lampung / Dekoruma
Dekoruma Experience Center di Lampung / Dekoruma

Dekoruma juga terus meningkatkan jangkauan pasar O2O mereka, terbaru perusahaan membangun Experience Center di Lampung. Segera menyusul dalam waktu dekat di Balikpapan, Samarinda, dan kota-kota lainnya. Sehingga saat ini ada kurang lebih 30 Dekoruma Experience Center yang tersebar di 18 kota.

Dekoruma terakhir mengumumkan pendanaan seri C1 senilai $15 juta pada tahun 2021. Investor yang terlibat adalah Nexter Ventures by SCG Cement-Building Materials, KTB Network, dan beberapa investor tahap sebelumnya termasuk Global Digital Niaga (Blibli), OCBC NISP Ventura, serta Foundamental.

Dengan rencana ekspansi agresif tahun ini, Dekoruma juga tengah berupaya melakukan penggalangan dana lanjutan.

Application Information Will Show Up Here

Qiscus Bukukan Kenaikan Revenue 1,7x Lipat Sepanjang Tahun 2023

Startup penyedia platform komunikasi ominchannel Qiscus mengumumkan telah mendapatkan pertumbuhan revenue 1,7x lebih besar sepanjang 2023. Perolehan ini didukung dengan lebih dari 2 miliar percakapan pelanggan yang berhasil ditangani — secara keseluruhan total percakapan ini tumbuh 123% yoy. Diklaim efektivitas ini memberikan kontribusi positif dalam kenaikan pendapatan klien hingga 90%.

Kepercayaan ribuan klien B2B atas layanan Qiscus membuktikan bahwa strategi yang diusung perusahaan mampu beradaptasi dengan tren kebutuhan pelanggan yang terus bergerak. Sepanjang 2023 perusahaan memang terus memfokuskan pada peningkatan pendapatan, inovasi produk, dan berbagai langkah proaktif lainnya, termasuk mengoptimalkan pemanfaatan AI.

Terkait AI, Qiscus menyoroti teknologi ini dengan menghadirkan inovasi hybrid-intelligence dalam Qiscus AI Assistant tahun lalu. Kini AI tidak hanya dianggap sebagai sebuah alat teknologi, tetapi sebagai elemen esensial yang memberikan nilai tambah dalam pengembangan solusi bisnis.

“Berada dalam era di mana responsiveness dan personalisasi menjadi kunci, AI memberikan kemampuan untuk memproses data secara cepat dan memberikan rekomendasi yang lebih relevan kepada pelanggan. Inovasi AI bukan hanya tentang teknologi, tetapi bagaimana kita memanfaatkannya untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang unik dan tak terlupakan,” ujar Co-Founder & CEO Qiscus Delta Purna Widyangga.

Qiscus menyediakan beragam layanan messaging bisnis yang mencakup platform populer seperti WhatsApp, Instagram, Facebook, Email, Ticketing, dan masih banyak lagi. Dengan mengusung kolaborasi AI dan CX, Qiscus memandang tahun 2024 secara optimis untuk mencapai misi mereka sebagai perusahaan teknologi kelas dunia. Saat ini, Qiscus telah menyentuh lebih dari 200 juta end users dan ribuan perusahaan dari 18 industri yang berbeda.

Baru umumkan pendanaan

Memasuki Q4 2023 lalu, Qiscus mengumumkan perolehan pendanaan lanjutan $2 juta dari Init-6. Fokus utama pendanaan ini adalah untuk menggencarkan ekspansi regional di tahun 2024 ini. Sejak berdiri tahun 2013, Qiscus juga telah mendapatkan sejumlah pendanaan eksternal dari Telkom (melalui Indigo), Rekanext, dan Qverse.

Pendanaan baru ini dibukukan setelah Qiscus mengumumkan keberhasilannya dalam mencapai profit pada tahun 2019 silam, diklaim terus bertumbuh sampai sekarang. “Dengan fokus pada pertumbuhan yang sustainable, kami berkomitmen untuk melipatgandakan pendapatan kami pada 2024 sebagai langkah awal dari ekspansi ini,” imbuh Delta.

Selain pendanaan, fitur baru berbasis AI juga banyak dirilis Qiscus tahun kemarin, termasuk Qiscus AI Assistant, Qiscus Customer Satisfaction Survey, Qiscus Shop, dan Qiscus Customer Data Platform. Dengan berbagai layanan baru tersebut, Qiscus memandang positif dalam landscape AI bagi bisnis pada tahun 2024.

Sesuai dengan yang dilaporkan oleh Euromonitor, penekanan peran AI dalam meningkatkan customer expectation (CX), yaitu pengolahan data untuk menghasilkan rekomendasi belanja yang lebih tepat, kampanye pemasaran yang lebih spesifik berdasarkan informasi pelanggan, dan masih banyak lagi.

Application Information Will Show Up Here

[Founders Library] Model Bisnis dan Pendapatan

Bagian yang tak kalah penting dari menjalankan bisnis startup adalah menentukan model bisnis yang tepat. Analisis peluang akan menjadi sia-sia jika tidak diikuti dengan bentuk atau model bisnis yang tepat, karena model bisnis bersinggungan langsung dengan pendapatan.

Kami merangkum beberapa artikel, video, dan podcast yang mungkin bisa menjadi referensi untuk belajar bagaimana menentukan model bisnis agar bisa mendapatkan pendapatan yang terukur.

Artikel

Video & Podcast

Tentang Metrik Bisnis dalam Startup

Bisnis adalah sesuatu yang terukur, dapat dikalkulasi dan memiliki rumusan untuk setiap pengukurannya. Di startup digital, pada dasarnya pengukuran (metrik) yang digunakan sebagai patokan standar capaian tak berbeda dengan bisnis, hanya saja pendekatannya kadang perlu disesuaikan dengan karakteristiknya. Pemahaman tentang metrik bisnis diperlukan bagi pelaku startup untuk memahami kondisi bisnis yang sedang ia jalankan dan untuk menentukan strategi terbaik demi penguatan di lini bisnis yang membutuhkan.

Secara umum dalam sebuah bisnis startup digital ada dua kategori metrik utama, yakni (1) metrik bisnis dan finansial dan (2) metrik produk dan engagemement-nya. Dalam setiap kategori terdapat poin-poin yang mengacu pada pengukuran spesifik untuk masing-masing bidang. Hal ini membantu untuk mengetahui bagian mana yang bekerja dengan baik dan bagian mana yang perlu dibenahi dalam hal performa dan akselerasi.

Berikut ini adalah beberapa uraian tentang metrik bisnis yang diukur dalam sebuah startup digital.

#1 Kategori bisnis dan finansial

Kategori metrik ini berkaitan dengan siklus keuangan yang ada di dalam tubuh startup. Biasanya menentukan sehat dan tidaknya perjalanan startup tersebut secara bisnis. Metrik ini terdiri dari beberapa hal, di antaranya:

Banyaknya pemesanan (booking) dan pendapatan (revenue) menjadi salah satu pengukuran yang sering diacu untuk mengukur bagaimana performa bisnis dalam kaitannya dengan penerimaan konsumen terhadap layanan atau produk yang dijajakan. Keduanya hal yang  berbeda. Pemesanan diartikan sebagai nilai kontrak antara perusahaan dan pelanggan. Ini mencerminkan kewajiban kontrak dari pelanggan untuk membayar perusahaan. Di sisi lain, pendapatan diakui pada saat layanan tersebut benar-benar diberikan atau disewakan selama masa berlangganan.

Kemudian ada juga istilah ARR (Annual Recurring Revenue) dan MRR (Monthly Recurring Revenue). ARR dan MMR adalah ukuran komponen pendapatan yang bersifat berulang, yang akan datang dengan sendirinya. Startup dapat membuat indikasi, apakah ARR dalam penjualan layanannya bertumbuh atau datar. Jika startup mengalami upselling atau cross-selling pelanggan, maka indikator metrik ini harus tumbuh, yang karena menjadi indikator positif untuk bisnis yang sehat. Untuk setiap keuntungan yang telah diprediksi pengukurannya melalui LTV (Life Time Value).

Gross profit (laba kotor) juga masuk dalam pengukuran di kategori ini. Pengukuran ini memberikan gambaran terhadap seberapa efektif arus pendapatan yang diraih oleh bisnis. Metrik ini mengukur tingkat efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksi, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien. Semakin tinggi laba kotor, maka semakin baik pula bisnis dari sisi operasional.

[Baca juga: Istilah Finansial Yang Wajib Dicermati Pelaku Startup]

Terkait dengan kontrak bisnis ada yang disebut dengan TCV (Total Contract Value) dan ACV (Annual Contract Value). TVC adalah pengukuran total nilai sebuah kontrak, baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Sedangkan AVC adalah pengukuran nilai kontrak selama 12 bulan. Jika ACV mengalami peningkatan, ini akan menjadi indikasi yang mudah bahwa konsumen membayar lebih banyak terhadap produk yang ditawarkan. Artinya ada penerimaan yang baik terhadap fitur dan kemampuan produk yang disajikan.

Dalam bisnis maketplace seperti yang sedang booming saat ini di Indonesia, istilah GMV (Gross Merchandise Value) juga menjadi salah satu indikator metrik bisnis. Yakni total transaksi penjualan dari merchandise melalui marketplace dalam periode tertentu. Pengukuran GMV dilakukan untuk mengetahui apa yang konsumen sukai dalam marketplace. CAC (Customer Acquisition Cost) merupakan total biaya untuk mendapatkan sebuah kustomer yang disampaikan dalam per basis pengguna. Pengukuran metrik ini cukup beragam dan memiliki beragam bentuk.

#2 Kategori produk dan penerimaan

Metrik dalam kategori ini berhubungan dengan seberapa banyak pengguna atau konsumen produk dari sebuah startup. Pengukuran ini penting, dan memiliki keragaman kompleksitas. Mulai dari menghitung pengguna aktif, pertumbuhan bulanan, perputaran hingga burn rate. Berikut ini penjelasan singkat untuk masing-masing item:

Secara sederhana active users (pengguna aktif) didefinisikan sebagai pengguna terdaftar dan masih menggunakan layanan yang dilanggan. Pada praktiknya banyak indikasi spesifik yang menjelaskan status “aktif” tersebut seperti apa, sangat bergantung pada layanan. Biasanya juga diukur dari grafik tertentu dalam sistem yang telah dibubuhkan dalam panel administrator. Layanan satu dengan lainnya akan sangat berbeda dalam mendefinisikan pengguna aktif.

MoM (Month-on-Month) growth rate menjadi ukuran rata-rata pertumbuhan pengguna yang diukur dalam periode bulanan. Kadang dibandingkan dengan CMGR (Compunded Monthly Growth Rate), yakni pengukuran pertumbuhan secara berkala. Metrik ini membantu startup agar mempunyai patokan tingkat pertumbuhan yang dimiliki oleh perusahaan lainnya. Jika tidak hal ini akan cukup sulit untuk dibandingkan karena faktor ketidakpastian dan faktor lainnya.

[Baca juga: Tujuh Pertanda Konsumen Mulai Meninggalkan Perusahaan Anda]

Churn rate adalah persentase pelanggan (subscriber) dari sebuah layanan yang memutuskan tidak melanjutkan berlangganan. Ini dibutuhkan ketika startup ingin melakukan ekspansi, salah satu indikasinya harus memastikan bahwa maka growth rate dari perusahaan (atau jumlah konsumen baru yang berlangganan) harus melebihi churn rate-nya.

Burn rate merupakan tingkat di mana kas yang dimiliki berkurang. Terutama dalam perusahaan startup pada tahap awal, sangat penting untuk  mengetahui dan terus memonitor burn rate mereka karena mereka akan gagal apabila kas perusahaan mereka habis dan tidak memiliki waktu mencari pendanaan tahap selanjutnya untuk perusahaan mereka. Sedangkan net burn adalah cara yang benar untuk menghitung uang kas yang dikeluarkan setiap bulan.

Ramalan Investasi Startup di Tahun Ayam Api

Tahun 2016 menunjukkan sikap baiknya kepada kancah startup Tanah Air. Berdasarkan Indonesia’s Tech Startup Report 2016, setidaknya ada empat catatan khusus yang dapat ditinjau dengan seksama.

Laporan tahunan yang disusun oleh DailySocial ini menunjukkan bahwa ranah e-commerce dan fintech masih bersaing ketat sebagai ranah tech startup dengan investasi terbanyak, masing-masing sebesar 21% dan 20%. Itulah fakta pertama yang kemudian diikuti dengan fakta kedua bahwa fintech diprediksi menjadi sektor terpopuler di tahun 2017.

Catatan ketiga, 40% dari investasi startup tahun 2016 ditujukan untuk startup tahap awal (seed) sedangkan 24% ditujukan untuk startup yang telah mencapai tahap Seri A.

Sayangnya, menyambung fakta di atas, catatan keempat dari annual report DailySocial ialah mengenai kurangnya talenta dan akses ke pendanaan yang diproyeksikan masih akan ‘menghantui’ tech startup di 2017 ini.

Tantangan tersebut dapat diubah menjadi peluang oleh para pelaku startup, asalkan mereka dapat memahami secara komprehensif apa yang telah dan akan terjadi pada ekosistem bisnis teknologi rintisan di Indonesia.

Go-Jek, contohnya. Startup yang telah mengakuisisi empat perusahaan teknologi India ini telah memasang standar tersendiri dalam memanfaatkan peluang tersebut, hingga akhirnya berhasil mengeruk pendanaan $550 juta dan secara resmi menjadi startup unicorn pertama di Indonesia.

Bagaimana langkah yang tepat untuk mencapai peluang agar mendapat pendanaan? Apakah pintu untuk meraih gelar unicorn seperti Go-Jek masih terbuka lebar di tahun Ayam Api? Menjawab pertanyaan semacam ini, Mandiri Capital Indonesia (MCI), Metra Digital Innovation (MDI), dan DailySocial.id berinisiatif kembali menggelar DigiTalks yang kali ini mengambil tema Investment Trend in 2017.

DigiTalks: Investment Trend in 2017 / DailySocial
DigiTalks: Investment Trend in 2017 / DailySocial

Diskusi panel DigiTalks pada kesempatan ini akan mengajak para startup owner/founder, revenue officer, business development officer, dan mereka yang ingin terlibat di dalam tubuh tech startup untuk mengenal dan berdiskusi mengenai lanskap pendanaan di tahun 2017 bersama pengamat industri dan venture capitalist, antara lain Raditya Pramana (Investment Manager Venturra Capital) Antonny Liem (CEO Merah Putih Incubator), dan Amir Karimuddin (Editor-in-chief DailySocial Business), yang akan dimoderatori oleh Aldi Adrian Hartanto (Head of Investments Mandiri Capital Indonesia).

DigiTalks yang akan diselenggarakan pada 31 Januari 2017 di Mandiri Inkubator Bisnis ini akan menguak cerita yang berkisar dari soal ekosistem startup Indonesia, pendanaan, juga tantangan dan masa depan tech entrepreneurs, venture capitalist, dan startup anak bangsa.

Dengan mendaftar gratis di sini, Anda akan mendapatkan insight terkini agar bisnis semakin bergengsi di tahun Ayam Api.

Disclosure: DigiTalks adalah kolaborasi bersama Mandiri Capital Indonesia, Metra Digital Innovation, dan DailySocial

Istilah Finansial Yang Wajib Dicermati Pelaku Startup

Yang perlu diperhatikan ketika Anda terjun ke dunia startup, khususnya e-commerce, adalah mengerti dengan jelas apa itu pengertian Revenue, Gross Merchandise Value, Gross Transaction Value dan lainnya. Hal ini penting agar Anda bisa mengetahui dengan jelas perbedaan tersebut dan mengerti sepenuhnya metrik yang relevan untuk startup. Tips DailySocial kali ini akan mengurai dengan lengkap poin-poin penting yang perlu dicermati terkait dengan istilah finansial yang biasa digunakan secara rutin oleh venture capital, pelaku startup, dan pihak terkait lainnya.

GMV / GTV

Pengertian pendapatan (Revenue) adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan jumlah uang yang diterima oleh perusahaan. Jumlah ini adalah jumlah kotor, atau sering dikenal sebagai omzet penjualan. Adalah menjadi tidak benar ketika Anda, seorang Founder dan CEO startup, masih belum bisa memilah dengan baik apa itu pengertian pendapatan (Revenue) yang sebenarnya dan mengkategorikan sebagai semua pemasukan yang dimiliki oleh perusahaan. Semua platform yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan pendapatan bukanlah masuk dalam kategori  pendapatan (Revenue). Meskipun  uang tersebut berasal dari pelanggan Anda namun bukan berarti pendapatan tersebut milik perusahaan.

Pengertian yang benar adalah ketika keseluruhan total penjualan serta volume transaksi melalui platform yang dimiliki perusahaan atau yang dikenal dengan istilah Gross Merchandise Value (GMV) atau Gross Transaction Value (GTV). Pada dasarnya adalah kumpulan uang yang dikeluarkan oleh pengguna dalam waktu-waktu tertentu.

Contoh sederhana adalah bisnis yang dijalankan oleh Airbnb. GMV yang didapatkan oleh Airbnb berasal dari harga booking pengguna, sementara pendapatan (Revenue) yang dihasilkan oleh Airbnb berasal dari komisi di setiap transaksi.

MRR & ARR

Definisi yang satu ini ternyata metrik yang cukup menarik dan disukai oleh pasar finansial karena melibatkan keakuratan serta sifat yang melekat. Pendapatan (Revenue) yang berulang dan selalu ada adalah model bisnis yang melibatkan melakukan kegiatan penjualan kepada seseorang untuk sebuah akses atau produk secara rutin.

Monthly Recurring Revenue (MRR) adalah adalah total pendapatan (Revenue) selama satu bulan, sementara Annual Recurring Revenue (ARR) adalah total MRR dikalikan 12. Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah tidak semua perusahaan memiliki pendapatan yang berulang (Recurring Revenue), di antara perusahaan tersebut lebih banyak mendapatkan “penjualan bulanan”.

Contoh sederhana adalah UBER. Pendapatan (Revenue) yang didapatkan oleh UBER bukanlah Monthly Recurring Revenue (MRR), karena setiap perjalanan yang digunakan oleh pengguna tidak bersifat setiap hari (berulang). Perusahaan yang baik bisa dibangun dengan menggunakan pendapatan yang berulang atau tidak berulang. Intinya adalah jangan langsung menetapkan bahwa pendapatan setiap bulan yang perusahaan Anda dapatkan adalah MRR, kecuali bisnis yang Anda jalankan sesuai dengan model bisnis tersebut.

New, Expansion, Downgrades & Cancelled MRR

Definisi finansial berikut ini penting untuk dicermati bagi Anda yang menjalankan startup dengan pendapatan yang berulang. Pisahkan masing-masing kategori berdasarkan definisi yang sesuai. Kategorikan semua MRR yang telah terkumpul berdasarkan 4 golongan, di antaranya adalah New, Expansion, Downgrades & Cancelled MRR.

New MRR adalah MRR tambahan dari klien baru yang pertama kali menggunakan produk yang Anda ciptakan. Expansion MRR adalah MRR tambahan yang berasal dari pelanggan tetap dan biasanya dipicu dari adanya pembaruan aplikasi, fitur (upgrades) yang ada di produk Anda. Downgrade MRR adalah total jumlah MRR yang mulai berkurang dari pelanggan dibandingkan bulan sebelumnya, kebalikan dari Expansion MRR. Yang terakhir adalah Cancelled MRR yaitu pembatalan dari pelanggan tetap yang berhenti menggunakan layanan produk Anda dalam satu bulan.

Contract Value (TCV & ACV)

Pada umumnya setiap transaksi memiliki Total Contract Value (TCV), artinya adalah jumlah uang secara keseluruhan yang dikeluarkan oleh klien untuk perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Sementara Annual Contract value (AVC) adalah ukuran dari keseluruhan uang yang dikeluarkan oleh klien kepada perusahaan dalam jangkan waktu 12 bulan, dalam hal ini aktivitas yang diharapkan dari klien adalah lebih dari 12 bulan.

Yang perlu diperhatikan adalah jika perusahaan Anda akan menutup penjualan dan pada bulan yang sama telah mengumpulkan TVC, jangan terlalu tergesa mengkategorikan semua adalah pendapatan (Revenue) dalam waktu satu bulan. Secara keseluruhan Contract Value dan uang yang terkumpulkan bukanlah pendapatan (Revenue).

Net Revenue & Gross Margin

Agar bisa melihat sejauh mana bisnis Anda berjalan dengan baik, tidak melulu harus melihat pendapatan (Revenue). Net Revenue & Gross Margin juga bisa menjadi penentu kesehatan dari finansial perusahaan Anda. Net Revenue adalah uang sebenarnya yang didapatkan setelah mengurangi biaya penjualan barang dari (Gross) Revenue. Kegiatan ini biasanya banyak diterapkan di e-commerce, ketika nilai Net Revenue biasanya melibatkan pengurangan biaya termasuk didalamnya diskon dan pengembalian.

Gross Margin merupakan analisa pendapatan untuk menghitung total pendapatan dari jumlah produksi yang dihasilkan dan penyesuainnya dengan harga barang yang dihasilkan per satuan dikurangi dengan biaya-biaya variabel atau dapat juga dikatakan keuntungan kotor. Semakin tinggi persentasenya artinya adalah semakin besar jumlah uang yang bisa dipertahankan oleh perusahaan. Kegiatan seperti ini biasanya banyak terjadi pada bisnis software yang kerap mengalami Gross Margin yang tinggi sekitar 70-90%.

Perusahaan e-commerce biasanya secara signifikan kerap mengalami Gross Margin yang rendah, sekitar 20-40%, akibat rendahnya margin yang didapatkan dari barang yang dijual.

Kesimpulannya adalah bagi Anda pelaku startup penting untuk mengetahui perbedaan yang ada. Jika diterapkan dengan benar bisnis yang dijalankan, Anda sebagai CEO dan Founder startup tidak perlu direpotkan dengan kegiatan penggalangan dana, kuncinya adalah mendapatkan pendapatan (Revenue).

Pendapatan Jasa Logistik di Jawa Tengah Tembus $15 Juta Per Tahun karena Bisnis Online

Jasa Pengiriman Barang Di Jawa Tengah Kumpulkan $15 Juta / Tahun Berkat E-commerce / Shutterstock

Geliat industri e-commerce di Indonesia cukup menjanjikan. Semakin banyaknya pilihan marketplace dan lapak-lapak online lainnya menjadi salah satu indikatornya. Jual beli secara online ini juga turut memberikan sumbangsih cukup besar bagi pendapatan perusahaan jasa pengiriman barang. Di Jawa Tengah (Jateng) misalnya, pengusaha jasa pengiriman dan logistik di daerah ini kabarkan mendapatkan pendapatan $15 juta per tahun karena merebaknya bisnis online, tak hanya di skala nasional tapi juga internasional.

Continue reading Pendapatan Jasa Logistik di Jawa Tengah Tembus $15 Juta Per Tahun karena Bisnis Online

Lazada Capai Pendapatan Kotor Tahunan Satu Miliar Dollar

Lazada sudah menembus milestone penjualan satu miliar dollar / Shutterstock

Salah satu pemain bisnis e-commerce di kawasan Asia Tenggara Lazada Group di tahun ketiganya beroperasi telah membubuhkan pendapatan kotor tahunan sebesar $1 miliar. Jumlah ini meningkat 350 persen dari apa yang didapat Lazada pada tahun sebelumnya. Continue reading Lazada Capai Pendapatan Kotor Tahunan Satu Miliar Dollar

Membahas Soal “Pemasukan” Facebook dan Twitter di Indonesia

Ilustrasi Pembuatan Laporan Keuangan / Shutterstock

Kekuatan Lokal Internet dan Konten Indonesia (KlikIndonesia), seperti dikutip dari Varia.id, mengemukakan bahwa setiap tahunnya ada sekitar $1,2 miliar dollar atau sekitar Rp 15 triliun setiap tahunnya yang diperoleh oleh berbagai layanan Internet asing dari Indonesia, dengan $500 juta di antara disebutkan diraih Facebook dan $120 juta oleh Twitter. Benarkah memang sebanyak itu pendapatan yang dikeruk dari masyarakat pengguna Internet di Indonesia?

Continue reading Membahas Soal “Pemasukan” Facebook dan Twitter di Indonesia