[Review] Redmi 7A by Xiaomi; Android Sejutaan, Performa Tetap Andal

Bicara mengenai Redmi 7A, smartphone ini memang dirancang sebagai perangkat entry-level banget. Harganya terjangkau dan spesifikasinya sudah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar ber-smartphone.

Sejak Redmi 4A sampai Redmi 7A, peningkatan signifikan yang ditawarkan ialah penggunaan chipset yang lebih baru. Namun ada beberapa spesifikasi yang tidak berubah, seperti konfigurasi RAM dan memori internal yang masih sama yakni 2GB dan 16GB. Resolusi layarnya sebatas HD/HD+ dan kamera depannya tetap 5MP.

Dengan harga Rp1,2 juta, idealnya Redmi 7A cocok untuk siapa dan apa bedanya dengan Redmi 7 series? Berikut review Redmi 7A by Xiaomi selengkapnya.

Desain Redmi 7A

Review-Xiaomi-Redmi-7A

Dibanding dengan pendulunya, tampak depan keduanya masih terlihat mirip. Sebab masih mengusung layar 5,45 inci tanpa notch beresolusi 720×1440 piksel dalam rasio 18:9 yang sama.

Bezel sampingnya cukup tipis, tapi dahi dan dagunya masih terlihat cukup tebal. Area dagu yang cukup lapang tersebut pun dimanfaatkan untuk branding bertuliskan ‘Redmi’.

Review-Xiaomi-Redmi-7A

Beralih ke bagian belakang, Redmi 7A tiba dalam pilihan warna hitam dan biru dengan finishing matte. Dimensinya cukup ringkas, punya tinggi 146,30mm, lebar 70,41mm, ketebalan 9,55mm, dan bobot 165 gram.

Jauh lebih tebal dari Redmi 6A (8.3mm), lantaran Redmi 7A mengemas baterai yang lebih besar yakni 4.000 mAh. Meski begitu, ketebalannya justru membuatnya terasa erat di tangan.

Kelengkapan atributnya, mikrofon dan jack audio 3.5mm menempati sisi atas. Sementara, speaker dan port microUSB berada di sisi bawah. Sebelah kanan ada tombol power dan volume, serta SIM tray di sebelah kiri.

Layar & UI

Review-Xiaomi-Redmi-7A

Redmi 7A mengusung layar IPS berukuran 5,45 inci dengan resolusi 720×1440 piksel, punya kerapatan layar 295 ppi dan rasio layar 18:9. Kualitas layarnya cukup, standar minimum untuk sebuah smartphone.

Fitur-fitur yang tersedia antara lain automatic brightness, auto-rotate screen, reading mode, contrast & colors, text size, double tap screen to wake, raise to wake, dan dark mode. Karena bezel samping layarnya berwarna hitam, bila dark mode diaktifkan membuatnya terkesan menyatu dengan antarmukanya.

Bicara antarmuka, Redmi 7A menjalankan MIUI 10 berbasis Android 9 Pie terbaru yang punya banyak sekali fitur. Ada full screen gesture, untuk fungsi kembali Anda harus usap dari tepi kanan ke kiri atau sebaliknya. Karena tak ada sensor fingerprint, sistem keamanannya akan mengandalkan face unlock.

Kamera AI 12MP

Review-Xiaomi-Redmi-7A

Dari sektor kamera, ada sedikit peningkatan yang dibawa oleh Redmi 7A. Smartphone ini sudah mengandalkan kamera AI 12 MP dengan aperture f/2.2 dan piksel berukuran 1.25µm. Sementara, kamera depannya masih 5 MP yang juga bertugas untuk face unlock.

Review-Xiaomi-Redmi-7A-19

Terdapat empat mode utama yaitu photo, pro, video, dan short video. Mode photo dilengkapi dengan fitur filter, beauty, dan HDR. Lalu, pada mode pro kita bisa mengatur white balance, manual focus, shutter speed, dan ISO.

Perekaman videonya sebatas resolusi 1080p 30fps saja dan short video membantu kamu menghasilkan footage dengan durasi 15 detik. Tersedia juga mode time-lapse yang intervalnya bisa diatur lebih lanjut.

Berikut hasil bidikan kamera Redmi 7A by Xiaomi:

Performa dan Hardware

Review-Xiaomi-Redmi-7A

Dapur pacu yang digunakan kembali menggunakan chipset besutan Qualcomm, sebelumnya Redmi 6A mengandalkan Mediatek Helio A22 dan kini Redmi 7A ditenagai Snapdragon 439. SoC ini diproduksi dengan proses teknologi FinFET 12 nm yang konsumsi dayanya sangat ramah, tapi cukup untuk menangani kebutuhan dasar ber-smartphone harian.

Perbedaan performa antara Redmi 7A, Redmi 7, dan Redmi Note 7 sangat jauh. Namun selisih harga dari ketiga smartphone Redmi ini terbilang tipis. Masing-masing mengandalkan SoC Snapdragon 660, Snapdragon 632, dan Snapdragon 439.

Konfigurasi RAM 2GB dan memori internal 16GB akan membuat Redmi 7A ini cepat ngos-ngosan bila digunakan sebagai daily driver. Namun bila Anda membutuhkan smartphone kedua, atau budget benar-benar mepet dan urgent – Redmi 7A memang memiliki performa yang cukup baik untuk melayani aktivitas seperti chatting, media sosial, menikmati hiburan musik video, dan browsing.

Verdict

Review-Xiaomi-Redmi-7A

Harga Redmi 7A saat ini Rp1,2 juta, pilihan yang cukup sempurna bagi mereka yang ingin beralih dari feature phone. Kapasitas baterai 4.000 mAh bersanding chipset Snapdragon 439 yang irit daya dan hanya menangani panel HD+, daya tahan baterai Redmi 7A memang berada di atas rata-rata.

Kembali kepada kebutuhan masing-masing, pasar smartphone di Indonesia cakupannya sangat luas dan di kota-kota kecil – menurut saya smartphone entry-level seperti Redmi 7A ini pasti sangat diminati.

Sparks

  • Baterai 4000 mAh
  • SoC Qualcomm Snapdragon 439
  • Desain baru dengan finishing matte

Slacks

  • RAM dan memori internal sangat kecil
  • Tanpa sensor fingerprint

[Video] 4 Aspek Utama Vivo Z1 Pro, Smartphone yang Diracik Buat Gaming?

Setelah melepas S1, Vivo juga belum lama ini merilis Z1 Pro di Indonesia pada awal bulan Agustus lalu. Hal yang menarik dari kedua smartphone ini ialah harganya yang cukup berdekatan.

Meski begitu, Vivo S1 dan Z1 Pro punya target market yang berbeda. Vivo S1 ditujukan buat smartphone ‘penunjang lifestyle’, sementara Z1 Pro ini dipersiapkan buat Anda yang mencari smartphone berspesifikasi tinggi dengan harga terjangkau untuk aktivitas gaming.

Nah Anda bisa menggali lebih dalam fitur-fitur unggulan yang ditawarkan oleh Vivo Z1 Pro lewat video di bawah ini dan baca review-nya di sini:

Ada empat aspek yang Vivo unggulkan smartphone ini, dari desain, penggunaan triple camera, baterai berkapasitas besar 5.000 mAh, dan tentu saja aspek kebanggaan Vivo yakni performa hardware.

Jadi, Vivo Z1 Pro adalah salah satu smartphone pertama yang dipersenjatai System-on-Chip Qualcomm Snapdragon 712. CPU pada Snapdragon 712 ini punya transistor 10-nanometer. Di atas kertas, performanya 25 persen lebih tinggi dibanding Snapdragon 660.

SoC ini dibekali juga sama ISP atau image signal processor Spectra 250. Singkatnya, kehadiran ISP bisa bikin hasil foto dan video lebih bagus. Disokong besaran RAM 4GB, penyimpanan internal 64GB, dan baterai 5.000mAh berteknologi fast charging.

Vivo juga menanamkan rangkaian fitur Multi-Turbo. Di dalamnya ada AI Turbo yang bisa memacu aplikasi agar berjalan 20 persen lebih cepat, Net Turbo buat mengoptimalkan konektivitas 4G, Cooling Turbo untuk menekan temperatur dari 1 sampai 1,5 derajat Celcius, dan Game Turbo.

[Review] Samsung Galaxy M30, Versi Mumpuni M20, tapi Layakkah jadi Pengganti?

Rentetan smartphone terjangkau dari Tiongkok menyadarkan kita bahwa tak perlu mengeluarkan terlalu banyak uang untuk memiliki perangkat berperforma memuaskan dengan fitur lengkap. Berupaya untuk mempertahankan pangsa pasar mereka, Samsung memutuskan untuk merombak lini produknya, melebur beberapa model sembari memperkenalkan seri baru, dan Galaxy M boleh dikatakan sebagai salah satu kisah suksesnya.

Ada tiga model yang Samsung tawarkan di seri M, dan Galaxy M30 merupakan varian tercanggihnya. Galaxy M30 meluncur di Indonesia pada bulan Juli kemarin, mengedepankan konsep bertajuk ‘3x max’, mengacu pada tiga kapabilitas unggulan di sana: baterai berkapasitas raksasa 5.000mAh, kemampuan fotografi berbasis setup tiga kamera, serta layar berpanel Super AMOLED dengan desain notch Infinity-U.

Samsung mempersilakan saya untuk melakukan pengujian pada Galaxy M30 secara ekstensif. Dalam waktu sebulan ke belakang, ia menjadi rekan pribadi yang cukup andal untuk menemani aktivitas sehari-hari, misalnya berkomunikasi via app massaging, browsing hingga nonton video. Namun menakar lebih jauh dari apa yang disajikannya, Galaxy M30 pada dasarnya ialah versi upgrade  Galaxy M20 – bukan pengganti maupun penerus. Simak ulasan lengkapnya di bawah.

 

Bundel penjualan

Umumnya, efek dari upaya menekan harga adalah paket penjualan yang sederhana dan mayoritas konsumen biasanya tidak masalah dengan kondisi ini. Namun Samsung tampaknya memiliki standar minimal terkait bagaimana mereka menyajikan sebuah perangkat, terlepas dari seberapa ekonomis produk itu ditawarkan. Selain kelengkapan standar seperti kabel dan unit charger, kita juga bisa menemukan earphone bawaan di dalam bungkusnya.

M30 1

 

Penampilan

Jika tak rusak buat apa diperbaiki? Inilah kesan yang saya dapatkan ketika membandingkan Galaxy M30 dengan tipe M20. Smartphone mengusung arahan desain serupa pendahulunya itu. Tubuhnya terbuat dari plastik, dengan bagian pinggir dan ujung membundar agar nyaman ketika digenggam. Galaxy M30 menyuguhkan layar seluas 6,4-inci dan mempunyai dimensi 159×75,1×8,5mm. Efek positif dari pemakaian material bahan plastik adalah bobot jadi relatif ringan, hanya 174g.

M30 16

M30 12

Penerapan upgrade terbilang cukup minimal. Perbedaan paling mencolok antara Galaxy M30 dan M20 terletak pada pemakaian notch berbentuk U (Infinity-U, bukan V), jumlah lensa kamera di sisi belakang (ada tiga plus satu flash), serta pemanfaatan warna gradasi. Selain itu, semuanya terlihat serupa, dari mulai tombol fisik power dan volume di sebelah kanan, sensor sidik jari di punggung sehingga mudah digapai telunjuk, port USB type-C di bawah, dan layarnya tetap menyisakan area ‘dagu’.

M30 15

M30 13

Itu berarti, hal-hal yang Anda suka dan tak sukai dari Galaxy M20 kembali hadir di M30. Saya pribadi tidak keberatan dengan konstruksi plastik, tapi mungkin efek negatifnya adalah, penggunaan material ini menjauhkan smartphone dari kesan premium atau elegan. Dan dalam pemakaian intensif, permukaan glossy Galaxy M30 akan mengumpulkan bekas minyak dan sidik jari, jadi Anda disarankan untuk membersihkannya secara teratur. Kemudian, bahan plastik juga lebih mudah baret.

M30 3

M30 9

 

Layar

Salah satu lompatan terbesar dari M20 ke Galaxy M30 ialah upgrade pada layar. Ketika pendahulunya hanya dibekali TFT, smartphone anyar Samsung memanfaatkan panel Super AMOLED. Ukurannya 0,1-inci lebih lapang, tapi masih mempunyai resolusi serta rasio serupa, yaitu FHD+ (1080x2340p) dan rasio 19,5:9. Layar 6,4-inci di sana membuat M30 jadi perangkat Galaxy M dengan display terlebar.

M30 7

Berkat pemakaian Super AMOLED, layar Galaxy M30 mampu menghidangkan gambar jernih dan cemerlang. Warna-warni pada objek atau background tampil kontras, lalu tingkat kecerahannya juga sangat baik, sangat efektif dalam mengimbangi teriknya sinar matahari (bisa didongkrak manual hingga 641-nits). Lalu brightness juga dapat diredupkan secara signifikan, jika Anda perlu browsing atau membalas pesan sebelum tidur saat lampu kamar sudah dimatikan.

M30 38

Anda dipersilakan pula buat menggunakan fitur adaptive brightness, namun saya tidak melihat adanya sensor ambient light. Kemungkinan, Galaxy M30 mengandalkan kamera depan untuk mengetahui kondisi pencahayaan di sekitarnya. Lalu tersedia pula fungsi filter bluelight demi mengurangi dampak buruk sinar biru pada mata (efeknya ialah membuat output jadi tampak lebih kuning).

 

UI dan pengalaman penggunaan

Sejujurnya, saya belum terlalu familier dengan ekosistem user interface buatan Samsung. Mengulik sedikit sisi software Galaxy M30, smartphone ini sudah dibekali One UI, yaitu desain antar muka ‘yang difokuskan pada hal-hal penting’, menjanjikan pengalaman pemakaian yang intuitif, natural serta memberikan akses mudah ke berbagai berita. Sejak dikeluarkan dari boks, unit review ini telah mengusung sistem operasi Google Android 9 Pie.

M30 4

Tidak membutuhkan waktu lama untuk beradaptasi dengan One UI. User interface ini terdiri dari dua lapis menu, yakni tampilan home serta list aplikasi – dapat dibuka lewat gerakan menyapu layar ke atas atau bawah. Seperti biasa, tray shortcut dan notifikasi bisa diakses dengan cara menarik bagian atas layar ke bawah. Di sana Anda akan disuguhkan deretan update info app atau device. Silakan tarik lebih jauh buat mengeluarkan seluruh opsi shortcut.

M30 10

Di setting default, Samsung menampilkan icon aplikasi serta teks berukuran cukup besar agar mudah diindentifikasi serta dibaca. Anda tentu diperkenankan untuk mengubahnya. App-app tersebut juga dapat mudah dimasukkan dalam folder cukup dengan drag-and-drop satu icon ke icon lain, kemudian tinggal tentukan namanya. Untuk mempersingkat waktu pencarian, Anda juga bisa mengetikkan aplikasi yang ingin dibuka via kolom search.

 

Hardware dan performa

Berikut adalah detail spesifikasi dari unit Samsung Galaxy M30 ini:

  • System-on-chip Exynos 7904 (14 nm)
  • CPU octa-core, terdiri dari 2×1,8GHz Cortex-A73 dan 6×1,6GHz Cortex-A53
  • GPU Mali-G71 MP2
  • Memori RAM 4GB
  • Penyimpanan internal 64GB, bisa diekspansi menggunakan kartu microSD hingga 1TB
  • Baterai 5.000mAh yang ditunjang oleh fitur fast charging 15W
  • Kartu dual SIM plus slot microSD

M30 37

Tiga software saya gunakan untuk melakukan benchmark, yaitu AnTuTu, PCMark dan 3DMark Sling Shot dan Ice Storm Unlimited; plus CPU-Z buat mengetahui secara spesifik kompoisisi hardware dari smartphone. Berikut adalah hasil skor terbaik yang diperoleh Galaxy M30 beserta data-data pelengkapnya:

AnTutu

M30 25

 

PCMark

M30 27

 

3DMark

M30 28

M30 26

 

Tentu saja, benchmark tak bisa merepresentasikan kinerja perangkat di dunia nyata. Untuk pemakaian sehari-hari, Galaxy M30 bekerja dengan sangat baik. Saya tidak menemui kendala baik ketika menjelajahi internet lewat Chrome, browsing wall Facebook ataupun platform sosial media lain, chat serta teleconference via Hangouts, hingga menikmati video YouTube. Tapi perlu Anda ingat bahwa smartphone ini bukanlah device kelas flagship.

M30 30

Ada satu kabar gembira lagi buat Anda. Galaxy M30 juga sanggup menangani tugas yang lebih berat – seperti gaming. Untuk kebutuhan ini, saya menggunakan permainan Asphlat 9 Legends, dan sesuai dugaan, perangkat mampu menjalankan game dengan memuaskan. Asphalt 9 bahkan tetap beroperasi mulus ketika preset grafis dipindahkan ke high quality. Saya tidak merasakan adanya penurunan frame rate signifikan walaupun layar menampilkan banyak objek dan efek visual secara berbarengan. Dan sudah pasti, aktivitas gaming membuat temperatur smartphone jadi naik.

M30 33

M30 34

M30 31

M30 35

Sempat saya singgung sebelumnya, kapasitas baterai ialah salah satu fitur primadona dari Galaxy M30, dan konsumsi dayanya jadi lebih irit lagi dibanding M20 berkat efisiensi tinggi panel Super AMOLED. Dalam penggunaan normal, smartphone bisa aktif hampir dua hari – bahkan kadang saya lupa kapan terakhir kali mengisi ulang baterainya. Yang mengagumkannya lagi, M30 dapat melampaui batasan 16 jam di sesi tes video.

Saat mengisi ulang Galaxy M30, Anda sangat disarankan menggunakan unit charger yang telah Samsung sediakan demi mendapatkan durasi sesingkat-singkatnya. Dari kondisi kosong ke penuh, proses charging memakan waktu lebih dari dua jam. Satu hal unik yang saya temukan adalah, tempo pengisian baterai jadi melambat saat mencapai 90 persen.

M30 6

 

Fotografi

Buat kebutuhan fotografi secara umum, Galaxy M30 mengandalkan setup tiga kamera. Di sana ada sensor 13Mp f/1.9 plus fitur PDAF, sensor 5Mp f/2.2 dengan lensa ultrawide 12mm, dan satu lagi sensor kedalaman 5Mp f/2.2. Terlepas dari rangkaian ‘kompleks’ itu, kamera Galaxy M30 punya karakteristik serupa kamera smartphone lain: hasil akan prima jika ditunjang cahaya mencukupi.

M30 11

Tidak ada yang bisa dikeluhkan dari UI aplikasi fotografi bawaan smartphone. Seluruh fungsi dan fitur ditampilkan secara informatif. Untuk menggunakannya, Anda hanya tinggal melakukan tap atau swipe: mode foto, video, flash, panorama, stiker AR, memakai lensa ultrawide serta fungsi live focus buat menciptakan efek blur di latar belakang. Kemudian di menu setting, kita dapat mengutak-atik lebih jauh, seperti mengaktifkan garis grid, tag lokasi, hingga menentukan rasio foto.

M30 5

Anda akan mendapatkan gambar-gambar terbaik di periode golden hour, ketika sinar matahari lebih lembut dan berwarna keemasan. Di waktu ini, Anda bisa menciptakan foto apapun yang diinginkan berbekal tool-tool Galaxy M30. Namun tanpa adanya cahaya matahari (bahkan walaupun dibantu lampu), kamera mulai memperlihatkan kelemahannya. Noise mulai muncul di area-area gelap dan gradasi, serta terlihat pula efek warna seperti cat air.

M30 14

Mendapatkan foto bokeh via live focus juga cukup menantang. Agar fungsi ini bisa beroperasi optimal, objek harus berada di jarak yang tepat serta ditunjang cahaya mencukupi. Di beberapa kejadian, kamera Galaxy M30 kadang kesulitan menentukan objek utama dan background, dan saya harus men-switch ke mode foto standar kemudian mengembalikannya ke live focus untuk me-refresh-nya.

Selain setup tiga lensa di belakang, ada satu kamera 16Mp f/2.0 di depan sebagai sarana utama berswafoto. Kamera tersebut dilengkapi fitur HDR dan mampu merekam video 1080p di 30fps – sama seperti kamera belakangnya.

Ini dia sampel-sampel foto Samsung Galaxy M30:

Dan ini komparasi antara foto standar dan dengan efek bokeh:

 

Kesimpulan

Saya belum sepenuhnya paham strategi Samsung dalam bermain di pasar smartphone kelas menengah hingga entry-level. Raksasa elektronik asal Korea Selatan itu setidaknya punya enam model perangkat dengan harga di bawah Rp 4 juta. Galaxy M30 sendiri ialah varian M ‘tercanggih’, hadir kurang lebih lima bulan setelah M20. Sebagai sebuah smartphone terjangkau, Galaxy M30 menyajikan keseimbangan yang cukup baik antara harga dan kinerja.

M30 8

Namun saya rasa tidak ada alasan kuat untuk membeli Galaxy M30 jika saat ini Anda sudah mempunyai Galaxy M20 atau varian Galaxy A kelas menengah semisal A30 atau A50. Hal lain yang perlu dipertimbangkan ialah, di rentang harga Rp 3 jutaan, kompetitor punya penawaran yang tidak kalah menarik; contohnya Vivo lewat Z1 Pro lalu Xiaomi dengan Redmi Note 7. Kedua perangkat itu menyimpan komposisi hardware setara (atau bahkan sedikit lebih canggih) tapi dibanderol diharga yang relatif lebih murah dari Galaxy M30.

Samsung Galaxy M30 bisa Anda miliki dengan mengeluarkan uang sebesar Rp 3,4 juta.

M30 40

Sparks

  • Baterai tahan lama berkapasitas 5.000mAh
  • Layar Super AMOLED dengan segala keunggulannya
  • Performa cukup memuaskan untuk smartphone di kelasnya
  • UI bersih, simpel dan bebas gangguan

 

Slacks

  • Desain kurang inspiratif
  • Konstruksi tubuh plastik mungkin bukan favorit semua orang
  • Mutu tiga kameranya di bawah ekspektasi
  • Tidak menawarkan lompatan besar dari Galaxy M20

 

[Review] Vivo S1, Super AMOLED & Screen Touch ID Jadi Sajian Utama

Belum lama ini, Vivo telah merilis seri smartphone baru bertajuk ‘S’, perangkat perdana Vivo S series mereka disebut Vivo S1. Smartphone kelas menengah ini mengusung tagline “unlock your style“, dengan target market generasi muda.

‘S’ di sini berarti ‘Style‘, di mana Vivo berupaya menghadirkan smartphone berpenampilan stylish dengan sejumlah elemen kekinian. Sebut saja, sistem keamanan Screen Touch ID dan konfigurasi triple rear camera.

Dibanderol Rp3.599.000, apa saja yang ditawarkan Vivo S1 ini? Meja redaksi DailySocial lifestyle sudah kedatangan smartphone ini, berikut review Vivo S1 selengkapnya.

Desain Stylish

Sebelum itu, mari tengok isi dari paket penjualannya:

Review-Vivo-S1
Unboxing Vivo S1, Photo by Lukman Azis / Dailysocial
  • Unit Vivo S1
  • Adaptor charger 5V 2A atau 9V 2A
  • Kabel data microUSB
  • Earphone
  • Silicon case
  • SIM ejector
  • Buku panduan dan kartu garansi

Isinya memang cukup lengkap, earphone masih disediakan. Untuk perlindungan smartphone, selain silicon case – layar Vivo S1 juga sudah dilapisi anti gores. Jadi, benar-benar siap pakai – pengguna tak perlu repot membeli aksesori tambahan secara terpisah.

Review-Vivo-S1
Bagian belakang Vivo S1, Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Unit Vivo S1 yang saya review berwarna cosmic green, bagian belakangnya punya gradasi dari warna hijau di pojok kanan atas ke biru tua di pojok bawah kiri. Kerangkanya dicat senada dengan gradasi ungu di sisi bawah dan modul kamera belakangnya dilapisi aksen berwarna emas.

Warna ini terinspirasi dari warna alami langit dan Vivo menggunakan teknik pelapisan Nano-Ion untuk menghasilkan gradasi warna dengan efek pantulan cahaya. Dimensinya 159.5×75.2×8.1 mm dengan bobot 179 gram, ada lekukan di setiap sudutnya dan desain 2.5D membuat feel saat menggenggam smartphone sangat nyaman digenggam.

Bagian muka terdapat notch untuk menampung kamera depan 32 MP yang menjadi salah satu fitur andalannya, lalu di atas notch ada earpiece. Bezel layar bagian bawahnya cukup ramping, meskipun tidak setipis bezel samping dan atas.

Untuk kelengkapan atributnya, tombol volume dan power berada di sisi kanan. Sementara di sisi kiri terdapat SIM tray yang terdiri dari tiga slot, dua untuk kartu SIM berbentuk nano dan satu lagi untuk microSD.

Padahal memori internal Vivo S1 sudah sangat lapang; 128GB dan Anda masih bisa memperluas dengan menyisipkan microSD hingga kapasitas 256GB. Bagi yang kerap membuat konten berupa video untuk YouTube ataupun IGTV, sangat terbantu.

Selain itu, dengan kapasitas memori yang besar Anda bisa mengunduh musik di Spotify, mengunduh film di Netflix, dan mengunduh video favorit di YouTube sepuasnya untuk ditonton nanti secara offline.

Yang cukup menarik ialah hadirnya smart button, tombol ini berada persis di bawah SIM tray. Menekannya sekali akan memanggil Google Assistant, menekan dua kali membuka fitur image recognizer, dan ada satu opsi lagi yang bisa disesuaikan yakni tekan dan tahan misalnya untuk membuka Google Search.

Google Assistant ini menawarkan cara baru berinteraksi dengan smartphone lewat perintah suara, bahkan dalam bahasa Indonesia. Asisten virtual berbasis kecerdasan buatan ini bisa membantu kita melakukan banyak hal.

Sementara, pada sisi atas kosong dan sisi bawahnya di huni oleh jack audio 3,5mm, mikrofon, port microUSB, dan speaker. Sebagai smartphone yang dirilis pada tahun 2019 dengan harga Rp3,6 juta yang tidak bisa dibilang murah, cukup disayangkan Vivo masih menggunakan elemen jadul di smartphone kekinian mereka.

Screen Touch ID

Review-Vivo-S1
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Panel Super AMOLED menjadi fondasi atas fitur premium Screen Touch ID, pemindai sidik jari di bawah permukaan layar ini memiliki performa yang konsisten, akurasinya cukup tinggi, dan responnya juga cepat.

Selain untuk mengamankan smartphone, Screen Touch ID juga dapat dimanfaatkan untuk mengunci aplikasi sensitif atau bersifat personal. Sistem Face Unlock juga bekerja sama baiknya dengan Screen Touch ID.

Review-Vivo-S1-8

Saat ini, fitur serupa Screen Touch ID memang semakin marak digunakan. Selain Vivo, OPPO, dan Realme – Samsung dengan Galaxy A series yang baru juga mengadopsi fitur tersebut.

Selain itu, sebenarnya penggunaan panel Super AMOLED juga merupakan nilai lebih. Disebut Ultra All Screen, layar membentang seluas 6,38 inci disokong resolusi Full HD+ (1080×2340 piksel) dalam rasio 19.5:9.

Saat ini saya menggunakan Realme 3 Pro sebagai daily driver dan menurut saya panel IPS yang melekat pada smartphone zaman sekarang kualitasnya rata-rata sangat bagus. Setidaknya sampai kita membandingkan secara langsung, side by side dan terus terang baru terlihat perbedaannya. Terutama kontras, layar Super AMOLED lebih pop-up warnanya, hitamnya pekat, dan putihnya juga sangat terang.

Dark Mode di Funtouch OS 9

Review-Vivo-S1-6

Keunggulan lain yang ditawarkan oleh panel Super AMOLED ialah tingkat konsumsi baterainya lebih sedikit, apalagi bila bertemu warna hitam. Kabar baiknya, fitur Dark Mode sudah tersedia di Funtouch OS 9 berbasis Android 9 Pie pada Vivo S1.

Hal ini cukup menarik, mengingat kapasitas baterai Vivo S1 cukup besar; 4.500 mAh yang mampu bertahan lebih lama. Berkat dukungan teknologi Dual-Engine Fast Charging, waktu charging menjadi lebih singkat.

Dari sisi antarmuka, tampilannya memang tidak mengalami banyak perubahan. Namun Funtouch 9 OS mengemas banyak sekali fitur dan sejumlah peningkatan. Misalnya, Jovi, smart motion, smart mirroring, smart split, one-handed, s-capture, app clone, smart clik, motorbike mode, dan lainnya.

Review-Vivo-S1
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Satu fitur yang tampaknya mendapat pembaruan besar ialah ‘ultra game mode‘. Termasuk game assistant yang bisa diakses saat bermain game, esports mode, game countdown, game picture-in-picture, serta opsi untuk memblokir notifikasi dan panggilan telepon yang masuk. Terdapat juga game center dengan tampilan antarmuka baru, di sini kita bisa melihat statistik durasi bermain dan data internet yang dihabiskan.

SoC Mediatek Helio P65

Dapur pacu yang digunakan ialah Mediatek Helio P65, SoC ini mengemas CPU octa-core yang terdiri dari dual-core 2.0 GHz Cortex-A75 dan hexa-core 1.7 GHz Cortex-A55, serta GPU Mali-G52 MC2. Pemrosesannya ditopang RAM 4GB dan memori internal 128GB.

Berikut hasil benchmark Vivo S1 di sejumlah aplikasi:

  • AnTuTu 147.445
  • PCWork 8.359
  • Sling Shot 1.465
  • Sling Shot Extreme – OpenGL ES 3.1 1.095
  • Sling Shot Extreme – Vulkan 1.108
  • Geekbench Single-Core 1.859
  • Geekbench Multi-Core 6.072

Review-Vivo-S1-21

Sejauh proses review berlangsung, kinerja Vivo S1 mampu menyapu bersih berbagai aplikasi maupun game, serta tugas harian tanpa masalah. Saya juga mencoba mengedit hasil video dari kamera smartphone menggunakan aplikasi Quik.

Saat proses editing, beberapa kali memang saya harus menunggu loading cukup lama ketika berganti satu template ke template yang lain. Sementara, proses render video sekitar 2-3 menit tidak memakan waktu lama.

AI Triple Camera

Review-Vivo-S1-15

Penempatan modul tiga kamera belakang Vivo S1 agak menonjol dari body, sayang konfigurasinya tidak sekuat Vivo V15. Kamera utama yang berada di tengah hanya beresolusi 16MP menggunakan sensor Sony IMX499 dengan aperture f1.78. Kamera yang atas 8MP dengan lensa ultra wide dan kamera yang paling bawah sebatas 2MP sebagai depth sensor.

Fitur kamera yang paling menarik pada Vivo S1 ialah mode ultra wide angle yang menyuguhkan bidang pandang 120 derajat. Dengan mode ini, Anda bisa bermain berbagai sudut pandang dengan perspektif yang berbeda-beda. Bagian terbaiknya, mode ultra wide angle juga bekerja pada video.

Satu lagi mode favorit saya di Vivo S1 ialah mode pro, mode ini menawarkan kontrol penuh. Dari mulai ISO, shutter speed, white balance, manual focus, dan exposure value.

Review-Vivo-S1-14

Adapun kamera depannya tetap 32MP dengan aperture f/2.0, lengkap dengan fitur permak seperti light effect dan live photo. Fitur AR sticker juga tersedia untuk menambah keceriaan foto selfie.

Untuk kemampuan perekaman videonya, cukup disayangkan Vivo S1 tak mampu merekam video 4K atau 1080p pada 60 fps. Padahal memori internalnya sangat lapang dan ideal untuk menampung hasil video 4K.

Berikut beberapa hasil foto Vivo S1:

Verdict

Panel Super AMOLED Ultra All Screen, sistem keamanan Screen Touch ID, dan desain yang stylish menjadi sajian utama Vivo S1. Feel premium begitu terasa saat menggenggamnya, tapi karena modul kamera belakangnya menjorok ke luar – maka sebaiknya gunakan case.

Sayang, kemampuan kamera Vivo S1 sedikit terpangkas dibanding Vivo V15. Resolusi kamera diturunkan, tapi fitur kamera utama yakni mode ultra wide angle tetap tersedia. Satu hal lagi, belum bisa merekam video 4K.

Soal performa, Vivo S1 sama kuatnya dengan Vivo V15 series dan mampu menangani beragam skenario kebutuhan ber-smartphone. Dibanderol Rp3.599.000, Vivo S1 bakal bersaing ketat dengan OPPO K3, Realme X, dan Samsung Galaxy A50.

Sparks

  • Desain stylish dengan balutan warna menarik dan build quality solid
  • Panel Super AMOLED dan Screen Touch ID
  • Memori internal 128GB, sangat lapang dan masih bisa diperluas lewat microSD

Slacks

  • Konfigurasi triple camera tidak sekuat Vivo V15
  • Masih terjebak menggunakan port microUSB
  • Belum mendukung perekaman video 4K

[Review] Fujifilm X-T30, Versi Hemat X-T3 dengan Kapabilitas Video Superior

Belakangan ini, mirrorless dengan sensor full frame menjadi pusat perhatian di dunia kamera. Di tengah drama full-frame, Fujifilm tidak ikut-ikutan dan tetap fokus pada sistem APS-C mereka sambil terus mengembangkan mirrorless medium format.

Setelah tahun lalu mirrorless flagship Fujifilm X-T3 menuai sukses, seperti yang sudah-sudah mereka juga menurunkan sebagian besar teknologinya ke mirrorless kelas menengah Fujifilm X-T30. Terutama kemampuan perekam videonya, yang sangat memungkinkan membuat para video content creator atau videografer profesional jatuh hati.

Harga Fujifilm X-T30 sendiri dibanderol dengan harga Rp14 juta untuk body only, Rp16 juta dengan lensa XC 15-45mm, dan Rp19 juta dengan lensa XF 18-55mm. Berikut review Fujifilm X-T30 selengkapnya.

Desain Khas dan Ikonik

Bicara soal kamera mirrorless besutan Fujifilm, memang selalu identik dengan desain klasiknya. Seperti kebanyakan mirrorless Fujifilm, X-T30 juga mewarisi desain yang khas dan ikonik. Unit yang saya review berwarna charcoal silver yang kental dengan nuansa retro.

Dimensi body kameranya tergolong compact, terasa klop dalam genggaman tangan meskipun ukuran grip-nya agak kecil. Untuk penggunaan harian, saran saya sebaiknya pasangkan strap untuk keamanan kamera.

Lensa yang saya gunakan ialah XF 16mm F2.8 yang juga berukuran ringkas, saya bisa menggunakan tas kamera kecil dan membawanya bepergian tanpa memakan banyak tempat.

Review-Fujifilm-XT30

Build quality-nya sendiri menurut saya finishing-nya sangat baik, hampir semua bagian sasisnya terbuat dari material logam – termasuk tiga roda kontrol di pelat atas. Pada beberapa bagian seperti samping dan depannya memang ada juga yang dari bahan plastik. Sementara, bagian belakang dan grip-nya telah berlapis karet untuk memperkuat cengkraman.

Sistem Kontrol Kamera Intuitif

Review-Fujifilm-XT30

Ini adalah kali pertama saya me-review kamera Fujifilm, sebelumnya hanya sempat hands-on. Saya berpikir bahwa sistem kontrol di kamera manapun itu bakal identik, asalkan sudah paham aturan ‘segitiga emas’.

Nah sehari setelah saya toel-toel kamera ini, dengan ‘PD-nya’ saya mengajaknya pergi meliput sebagai kamera utama. Hasilnya saya sedikit frustasi, karena meraba-raba kontrol manualnya – beberapa momen pun terlewat.

Saat itu saya sadar, membaca buku panduan penggunaan itu penting. Setelah itu, saya browsing dan mengunjungi website resmi Fujifilm untuk mempelajari sistem kontrol dan fitur-fitur yang ditawarkan.

Memang butuh waktu untuk beradaptasi, menurut saya sistem kontrol kamera ini memang sedikit rumit. Bahkan untuk memotret menggunakan sistem autofocus saja membutuhkan beberapa pengaturan kombinasi. Pastikan tuas yang berada di roda kontrol shutter speed mengarah ke auto. Lalu, arahkan tuas focus mode ke S atau C yang berada di bagian belakang sebelah kiri bawah.

Untung saja, titik fokus bisa dengan mudah ditentukan – bisa menggunakan layar sentuh (tap focus) atau dengan menggerakkan joystick. Layarnya juga dapat berfungsi sebagai touchpad saat kita memotret menggunakan viewfinder.

Sedikit penjelasan mengenai focus mode, S artinya Single AF yang bisa Anda gunakan saat memotret objek diam. Sementara C ialah Continuous AF yang bisa dipilih saat memotret objek bergerak, dan M artinya Manual Focus.

Tombol fisik pada sekeliling body-nya memang terkesan ramai sekali, tapi saya sangat menyukai sistem kontrol pada kamera X-T30 ini. Ada tiga dial atau roda kontrol utama pada kamera ini yaitu exposure compensation, shutter speed, dan drive atau mode pengambilan gambar.

Lalu, didukung roda kontrol tambahan di bagian belakang untuk mengatur ISO dan depan untuk mengatur shutter speed dengan rentang terbatas. Buat saya kelengkapan ini sudah lebih dari cukup untuk mengoperasikan kamera dengan cepat dan akurat, ditambah lagi sejumlah tombol juga dapat disesuaikan (Quick Menu) dan menawarkan sejumlah shortcut yang bisa diatur lagi sesuai kebutuhan.

Ukuran viewfinder-nya memang agak kecil, bagi yang menggunakan kaca mata seperti saya sedikit kurang nyaman. Fujifilm mengemasnya dengan panel OLED beresolusi 2,36 juta titik. Secara default refresh rate EVF adalah 60 fps, tapi bisa naik menjadi 100 fps bila mengaktifkan ‘boost mode‘.

Layar 3 inci-nya disokong resolusi 1,04 juta titik dan sepenuhnya layar sentuh termasuk untuk mengakses antarmuka kamera. Sayangnya, Fujifilm masih mempertahankan mekanisme tilting dan bukan menggunakan mekanisme yang fully articulated seperti pada X-T100.

Artinya kita hanya bisa memiringkan layarnya sedikit, ke atas sampai 90 derajat dan ke bawah sampai 45 derajat. Untuk aktivitas memotret, mekanisme ini justru yang paling ideal. Sebaliknya, bagi para video content creator yang membuat video mereka seorang diri – ini menjadi kekurangan.

Soal kelengkapan port-nya, di sisi kiri terdapat tiga port yakni port microphone 2,5mm, USB Type-C, dan micro-HDMI. Anda mungkin akan membutuhkan adaptor dari 2,5mm ke 3,5mm untuk menggunakan mikrofon eksternal. Sementara, port USB Type-C miliknya dapat digunakan untuk mengisi daya, transfer file ke komputer, atau menancapkan headphone untuk memonitor audio.

Baterai yang digunakan ialah lithium-ion NP-W126S yang menyuguhkan 380 jepretan menggunakan layar LCD. Tentu saja, ketahanan baterai balik lagi pada penggunaan kamera. Hasilnya bisa berbeda-beda, bila kita juga sering menggunakan viewfinder, mode burst, dan merekam video. Di sebelah baterai terdapat satu slot SD card yang mendukung media UHS-I.

Kemampuan Video – 4K 30fps

Review-Fujifilm-XT30

Sekarang kita akan bahas mengenai fitur spesial pada kamera ini yakni kemampuan perekam videonya. Fujifilm X-T30 dapat merekam video 4K UHD dan DCI pada 30 fps, oversampling menggunakan seluruh penampang sensor dengan bit rate maksimum 200 Mbps.

Nah fitur yang bakal membuat para videografer atau filmaker tersenyum lebar ialah kamera ini tak hanya menawarkan output video 4:2:0 8-bit dengan internal recording yang bisa disimpan langsung ke SD card, tapi juga output video 4:2:2 10-bit menggunakan external recorder lewat HDMI.

Review-Fujifilm-XT30

Didukung juga fitur-fitur seperti picture profile F-Log gamma curve,
face/eye detection, dan ‘mode movie silent control‘. Di mana kita dapat menyesuaikan exposure, ISO, mic/headphone level, wind filter, white balance, dan Film Simulation dengan layar sentuh tanpa perlu menyentuh tombol fisik.

Berikut detail lengkap format video yang direkam oleh Fujifilm X-T30:

  • 4K DCI 17:9 (4096×2160) / UHD (3840×2160) pada 29.97p, 25p, 24p, 23.98p dengan bit rate 200, 100 Mbps
  • Full HD 17:9 (2048×1080) / Full HD(1920×1080) pada 59.94p, 50p, 29.97p, 25p, 24p, 23.98p dengan bit rate 200, 100, 50 Mbps

Cukup mumpuni bukan? Sayangnya, durasi perekaman video 4K dibatasi hanya 10 menit. Mungkin untuk mencegah terjadinya overheat, mengingat ukuran kamera ini cukup ringkas.

Fitur perekam video 4K memang sangat penting dan akan menjadi standar di masa depan, tapi apakah Anda sudah benar-benar membuat video di resolusi 4K?

Sebab video 4K membutuhkan requirement tinggi, seperti kartu memori dengan kecepatan baca tulis tinggi dan kapasitas besar, penyimpanan untuk menampung file 4K, dan laptop dengan prosesor cepat untuk mengeditnya.

Saya sendiri masih membuat video pada resolusi 1080p, tapi beberapa footage saya mulai ambil pada video 4K. Karena memberi fleksibilitas lebih saat editing dan juga sebagai aset. Untuk saat ini, saya tak masalah dengan batasan durasi 10 menit di resolusi 4K pada X-T30.

Kemampuan Foto

Review-Fujifilm-XT30

Bagaimana dengan hasil fotonya? Fujifilm X-T30 mengusung sensor X-Trans beresolusi 26MP dan prosesor X 4 yang sama seperti yang dimiliki X-T3. Artinya, kualitasnya tak perlu diragukan lagi.

Prosesor X 4 ini menyuguhkan kemampuan burst shooting lebih ngebut. Dengan electronic shutter, kamera dapat menembak 30 fps tanpa henti tapi dengan crop 1.25x atau 20 fps tanpa crop. Sementara, bila menggunakan mechanical shutter dapat menembak 8fps.

Seperti X-T3, X-T30 memiliki sistem Hybrid AF dengan 425 phase-detect points yang mencakup seluruh frame. Focus mode-nya sendiri terdiri dari single point, zone, wide, dan all.

Sistem autofocus-nya sangat dapat diandalkan, X-T30 juga dapat mendeteksi wajah dan mata dengan cukup cepat. Titik fokus juga dapat ditentukan dengan menyentuh layar atau joystick. Berikut beberapa hasil foto dari Fujifilm X-T30:

Verdict

Berada di rentang harga belasan juta, menurut saya Fujifilm X-T30 merupakan salah satu kamera mirrorless kelas menengah terbaik pada tahun 2019. Kamera ini dikemas dengan sensor, prosesor, dan sistem autofocus baru yang sama seperti milik mirrorless flagship Fujifilm X-T3.

Saya sangat menyukai desain dan sistem kontrol fisiknya seperti terhubung dengan kamera, walaupun sedikit rumit tapi begitu Anda menguasainya maka Anda akan dimanjakan. Tapi ada dua hal yang perlu dipertimbangkan sebelum membeli kamera ini, yaitu mekanisme layar tilting dan batasan durasi 10 menit di perekaman video 4K. Apakah itu masalah buat Anda?

Lawan sepadan dari Fujifilm X-T30 adalah Sony A6400 dan Panasonic Lumix G95. Ketiga kamera ini dilengkapi kemampuan perekam video yang mumpuni, sangat cocok untuk para video content creator yang ingin meningkatkan kualitas konten mereka.

Sparks

  • Perekaman video 4K DCI dan UHD 30fps
  • Mendukung output video 10-bit 4:2:2 menggunakan external recorder lewat HDMI
  • Dukungan picture profile F-Log gamma curve
  • Port USB Type-C dapat digunakan untuk memasang headphone
  • Menggunakan sensor dan prosesor gambar yang sama seperti X-T3 
  • Film Simulation mode memungkin Anda menghasilkan foto yang ‘artsy’

Slacks

  • Mekanisme layar tilting, hanya bisa dimiringkan sedikit
  • Tidak memiliki in-body stabilization
  • Durasi perekaman video 4K dibatasi hanya 10 menit
  • Port mikrofon eksternal 2,5mm sehingga butuh adaptor tambahan

[Review] HP Envy 13 x360 (2019), Tawarkan Fleksibilitas dan Desain Stylish, Berbekal Teknologi AMD

Envy merupakan lini laptop yang Hewlett-Packard perkenalkan hampir satu dasawarsa silam sebagai penerus Voodoo Envy dan diracik sebagai varian top-end mereka. Itu artinya, sang perusahaan asal Palo Alto berupaya untuk memastikan anggota keluarga Envy mengusung desain terbaik serta dibekali hardware mutakhir. Namun ada hal unik di model convertible HP Envy teranyar.

Selama ini laptop high-end sulit dipisahkan dari rangkaian hardware persembahan Intel dan Nvidia. Namun sebuah transisi menarik tengah terjadi. Pelan-pelan, teknologi AMD mulai diadopsi pula oleh varian premium, dari mulai produk spesialis gaming hingga model ultra-thin. Salah satunya ialah HP Envy 13 x360 2019. Perangkat ini memiliki struktur tubuh ‘perubah bentuk’ yang memungkinkan kita menggunakannya di mode berbeda.

Hal menarik lain dari Envy 13 x360 ialah, HP tidak tanggung-tanggung dalam menyajikan paket penjualannya. Sang produsen paham bahwa untuk memaksimalkan manfaat sebuah notebook convertible, mereka perlu memastikan pengguna memperoleh keleluasaan berinteraksi. Lewat artikel ulasan ini, saya mencoba memaparkan secara lengkap kelebihan dan kekurangan, serta fitur-fitur unik yang ditawarkannya.

Envy 7

 

Impresi awal

HP Envy 13 x360 Convertible dikemas dalam bungkus berwarna hitam, bersama dengan kabel power, adaptor, serta USB hub. Jangan terburu-buru saat Anda membongkarnya, karena Anda bisa melakukan kesalahan yang saya lakukan: melewati aksesori penting yang Hewlett-Packard sertakan di sana, yakni pena digital. Untuk bekerja, stylus membutuhkan baterai AAAA. Perlu diketahui bahwa Envy 13 x360 tidak memiliki slot penyimpanan stylus, jadi jangan sampai Anda menghilangkannya.

Envy 18

Envy 21

 

Desain

Envy 13 x360 menyajikan layar sentuh seluas 13,3-inci berjenis IPS BrightView WLED. Panel ini menghidangkan resolusi full-HD dan mampu membaca gesture serta beberapa titik sentuhan berbeda. Produsen memangkas area bezel di sisi kanan dan kiri, sehingga membuat luas tubuhnya lebih kecil. Dan karena masih ada cukup ruang, Hewlett-Packard menempatkan webcam secara normal di atas display.

Envy 25

Unit review yang saya dapatkan dibalut warna abu-abu gelap mendekati hitam. Konstruksi tubuhnya terbuat dari aluminium dengan dimensi 30,67×21,46×1,49-sentimeter. Ketebalan di bawah 1,5cm tentu saja memasukkan Envy 13 x360 dalam kategori laptop ultra-thin. Dari fact sheet yang HP kirimkan, Envy 13 x360 tampaknya ditawarkan dalam beberapa opsi warna. Namun secara pribadi, saya lebih menyukai warna gelap seperti ini. Dipadu logo baru HP di sisi punggung, laptop terlihat simpel sekaligus elegan.

Envy 3

Envy 2

Notebook ultra-thin ini dibekali sepasang engsel yang memungkinkan layarnya diputar sejauh 360 derajat, mempersilakan kita untuk mengakses mode laptop standar, tenda, display terbalik, serta tablet. Engsel memegang bagian tubuh dan display dengan erat – mudah digerakkan tapi cukup kaku dalam mempertahankan posisinya. Ketika lid dibuka, Anda disuguhkan papan ketik tanpa numerical pad yang diterangi backlight LED, touchpad persegi panjang, serta grille speaker di dekat layar.

Envy 6

Envy 12

Tak hanya itu saja. Perhatikan baik-baik zona kanan bawah palm rest, dan Anda akan menemukan sensor pemindai sidik jari. Lalu silakan raba sisi kanan laptop. Di sebelah port USB type-A, type-C dan slot kartu microSD, HP menempatkan switch kecil untuk menonaktifkan webcam secara fisik – sehingga Anda tak lagi perlu mencemaskan masalah privasi. Berbicara soal konektivitas, aksesori dongle USB menambahkan slot berupa HDMI dan sebuah USB type-C lagi.

Envy 13

Envy 29

 

Pengalaman penggunaan

Berkat volume minimalis dan bobot ringan (cuma 1,3kg), HP Envy 13 x360 siap untuk jadi rekan kerja kapan dan di mana saja. Selama hampir sebulan, ia menggantikan peran laptop ultra-thin milik saya. Dan ketika ditukar, perbedaan berat beberapa puluh gram ternyata cukup terasa – apalagi saat bekerja saya seringkali membawa kamera dan buku. Tubuhnya yang ramping juga memudahkannya diselipkan dalam tas.

Envy 10

Sebagai pekerja remote, saya lebih menyukai laptop 13-inci dibanding varian berlayar 14-inci ke atas. Tubuh yang tipis juga menjadi pertimbangan penting mengingat aspek ini sangat memengaruhi mobilitas. Dan karena mengetik merupakan makanan saya sehari-hari, setidaknya tiga faktor penting lain yang jadi takaran dalam menilai kualitas notebook penunjang kerja: mutu layar, sistem input, dan performa hardware.

Envy 8

 

Layar

Untuk sebuah produk premium, banyak pengguna mungkin berharap agar HP Envy 13 x360 mempunyai layar beresolusi di atas rata-rata. Kenyataannya, notebook ‘cuma’ mengusung display 1920x1080p. Saya pribadi tidak masalah dengan pemilihan resolusi ini, mengingat panelnya hanya seluas 13,3-inci. Ukuran tersebut sudah cukup ideal bagi saya demi menjaga agar teks (dan gambar) tetap terlihat tajam.

Envy 26

Dengan memanfaatkan jenis IPS BrightView WLED, layar HP Envy 13 x360 sanggup menyuguhkan sudut penglihatan yang luas. Tidak ada perubahan warna pada display bahkan saat Anda melihatnya dari pojok samping ataupun atas. Layar tersebut punya tingkat kecerahan maksimal yang tinggi (terkadang saya harus menurunkannya jika bekerja di malam hari) lalu kemampuannya mereproduksi warna juga akurat.

Envy 9

HP membekali display dengan lapisan Corning Gorilla Glass NBT demi membuatnya tahan terhadap goresan – baik ketika Anda berinteraksi via jari atau stylus. Sedikit efek sampingnya adalah, kegiatan bekerja di luar ruangan berpotensi terganggu akibat pantulan/bayangan, lalu layar juga mesti sering-sering dibersihkan karena permukaan glossy ialah sahabatnya minyak dan bekas sidik jari.

 

Input

Sempat saya bahas di atas, HP 13 Envy 13 x360 menawarkan beberapa metode interaksi: lewat keyboard dan touchpad, via layar sentuh, atau menggunakan stylus yang tersedia langsung di panel.

Envy 30

 

Keyboard

Laptop menghidangkan papan ketik dengan keycap chiclet, memiliki panjang dan lebar 1,5-sentimeter pada tuts penting seperti angka dan huruf. Jarak key-travel-nya cukup pendek, menegaskan bahwa papan ketik ini diprioritaskan untuk kebutuhan mengetik. Pengalamannya sejauh ini sangat menyenangkan. Profilnya empuk namun kokoh, kemudian resistensinya konsisten. Jarak antar tombolnya pas, lalu layout-nya familier sehingga peluang salah ketik tetap kecil.

Envy 27

Backlight LED putih di sana bermanfaat ketika Anda harus bekerja di ruang dengan pencahayaan remang-remang. LED akan mati secara otomatis ketika keyboard tidak digunakan. Jika dipaksa mencari celah kelemahan, mungkin hal yang kurang saya sukai adalah, beberapa tombol mengeluarkan bunyi berdecit ketika ditekan – tentu ini bukanlah masalah besar.

Envy 28

 

Touchpad & wrist rest

HP Envy 13 x360 dilengkapi touchpad seluas 11×5,5-sentimeter. Komponen ini diposisikan tepat di tengah-tengah wrist rest, dimungkinkan karena ketiadaan numerical pad. Touchpad ditempatkan sedikit lebih rendah dari area palm rest dan mempunyai tekstur doff halus serupa permukaan tubuh laptop. Ia bisa membaca sentuhan dengan cukup presisi, namun responsnya sedikit di bawah ekspektasi saya. Selanjutnya HP menyembunyikan dua tombol utama di zona bawah touchpad.

Envy 31

 

Layar sentuh

Tak hanya menyederhakan navigasi, sistem multi-point touchscreen di HP Envy 13 x360 sangat membantu saya dalam bekerja karena peralihan antar window aplikasi atau tab browser jadi lebih simpel. Seperti smartphone, saya cuma tinggal melakukan swipe atas-bawah untuk menggunakan fungsi scroll up atau down.

Envy 11

Pengalaman pemakaian layar sentuh di laptop tidak betul-betul bebas dari kendala. Boleh jadi akibat update Windows 10 yang tengah berlangsung, swiping malah memidahkan saya ke window app lain. Untungnya, masalah ini sudah terselesaikan sekarang dan HP Envy 13 x360 telah kembali bekerja normal.

 

Pena digital di touchscreen

Bagi orang yang gemar mencorat-coret seperti saya, perpaduan antara pulpen digital, layar sentuh dan Windows Ink ialah berkah tersendiri. Berkat kombinasi semua elemen itu, stylus dan layar HP Envy 13 x360 sanggup mensimulasikan bagaimana alat tulis/gambar sesungguhnya bekerja. Panel mampu merespons setiap goresan secara berbeda, sewaktu kita menekan pena atau mencoret ringan. Selain itu, sistem juga dapat membedakan bagian tangan dengan stylus ketika Anda sedang asik menggambar.

Envy 23

Performa stylus cukup baik, namun secara personal saya lebih menyukai kinerja Samsung Galaxy Tab S4 karena lebih akurat dan responsif. Memang tidak sering, tetapi beberapa kali goresan stylus di display HP Envy 13 x360 tidak terdeteksi secara presisi, kadang tak terbaca atau malah terlalu pekat. Selain itu, saya perlu membiasakan diri dengan ‘licinnya’ ujung pena ketika menyentuh permukaan glossy.

Envy 24

Hasil corat-coretnya seperti ini:

Envy 1

 

Hardware

Berikut adalah daftar spesifikasi hardware dan software yang diusung oleh unit review ini:

  • Sistem operasi Windows 10 Home
  • Prosesor quad-core AMD Ryzen 5 3500U 14nm
  • Chip grafis AMD Radeon Vega 8
  • Memori RAM  dual-channel 8GB
  • Motherboard HP 85DE
  • Penyimpanan solid-state drive Samsung 512GB

Di Indonesia, Hewlett-Packard menyediakan dua opsi konfigurasi Envy 13 x360. Model lebih high-end-nya dipersenjatai prosesor Ryzen 7 3700U dan RAM 16GB. Komposisi hardware ‘varian standar’ sendiri sebetulnya sudah lebih dari cukup jika Anda membutuhkan perangkat komputasi portable untuk bekerja sekaligus menikmati film. Saya tidak menginstal game di laptop, tetapi saya cukup yakin pada kemampuan  Envy 13 x360 menangani permainan-permainan indie 2D populer semisal Celeste, Stardew Valley atau Dead Cells.

Envy 15

Pengujian hardware memang kurang terasa lengkap jika tak disertai benchmark. Untuk kebutuhan ini, saya menggunakan software PCMark 10 dan Cinebench R20. Lalu buat menghitung kemampuan grafisnya, saya memanfatkan Unigine Superposition. Hasil terbaiknya dapat Anda lihat di bawah.

 

PCMark 10

Envy 2

Envy 3

 

Cinebench R20

Envy 4

 

Unigine Superposition

Envy 5

Sebagai sumber tenaganya, HP mencantumkan baterai yang menjanjikan waktu pemakaian sampai 14 jam 30 menit. Di pengujian video full-HD non-stop, Envy 13 x360 sanggup bertahan melampaui batasan sembilan jam. Itu berarti Anda dapat menikmati empat sampai enam film berturut-turut tanpa perlu mencolokkan laptop ke sumber listrik.

Satu langkah desain HP yang saya rasa perlu diapreasiasi adalah penempatan speaker Bang & Olufsen. Karena speaker-nya diletakkan dan diarahkan ke atas, output jadi tidak tertutup ketika Anda sedang menggunakannya di atas pangkuan. Suaranya memang terdengar lantang, tapi minimnya ruang resonansi memang memengaruhi kapabilitas laptop dalam mengeluarkan bass yang menendang.

Envy 17

 

Kesimpulan

Diadopsinya prosesor Ryzen (dan teknologi AMD secara umum) oleh produk-produk komputasi portable premium menandai dimulainya periode transisi menarik. Berkatnya, laptop-laptop high-end kini bisa lebih mudah dijangkau khalayak. Kondisi tersebut juga memaksa kompetitor utama AMD untuk keluar dari zona nyaman mereka dan memberi penawaran yang tak kalah atraktif ke konsumen. Kehadiran chip AMD di Envy 13 x360 ialah kabar gembira buat semua orang.

Envy 19

Melihatnya secara keseluruhan, HP Envy 13 x360 ialah sebuah notebook ultra-thin dengan potensi skenario pemakaian sangat luas. Ia siap jadi rekan kerja Anda, wadah kreasi konten, serta platform hiburan mumpuni berkat dukungan mode pemakaian berbeda. Laptop ini menyajikan desain simpel yang elegan, kemudian faktor portabilitasnya juga tak kalah jempolan. Saya tidak ragu untuk merekomendasikannya ke siapapun yang menginginkan notebook premium dengan modal di bawah Rp 20 juta.

Envy 14

Tapi tetap saja ada sejumlah aspek yang menghalangi Envy 13 x360 buat menjadi solusi ‘ultimate‘. Buat saya koordinasi antara layar sentuh dan stylus seharusnya bisa lebih baik lagi, lalu saya tidak menyarankan untuk membelinya jika Anda bermaksud menghabiskan banyak waktu bermain game karena kinerja grafis 3D-nya tidak terlalu memuaskan.

HP Envy 13 x360 dengan Ryzen 5 dijajakan seharga Rp 15,5 juta, sedangkan varian Ryzen 7-nya dibanderol Rp 17,5 juta.

Envy 4

 

Sparks

  • Desain simpel dan menawan dengan build quality jempolan
  • Engsel putar memungkinkannya mendukung mode pemakaian berbeda
  • Stylus memberikan kesempatan bagi penggemar ilustrasi untuk bersenang-senang
  • Harga masuk ke kategori terjangkau

 

Slacks

  • Komposisi hardware-nya mungkin belum bisa memuaskan mereka yang menginginkan perangkat berkinerja tinggi
  • Koordinasi antara stylus dan layar seharusnya lebih baik lagi

 

[Review] ASUS Zenfone Live L2, Buat yang Suka Mengetik Satu Tangan

Layar berukuran 5,5 inci dalam aspek rasio 18:9 dengan bezel tipis, membuat ASUS Zenfone Live L2 klop banget di genggaman tangan. Sejenak saya merasa bernostalgia, jadi kangen masa di mana layar smartphone dapat dijangkau dengan ibu jari dari ujung ke ujung yakni 4 inci sampai 5 inci.

Mungkin ini hanya soal adaptasi, dulu saya juga sempat merasa frustrasi menggunakan smartphone dengan layar besar. Tapi sekarang, sudah nyaman dan merasakan manfaatnya.

Nah bagaimana tantangan menggunakan kembali smartphone dengan layar kecil seperti Zenfone Live L2. Dibanderol Rp1.049.000, smartphone ini menyasar segmen entry-level dan bergerak dengan chipset Snapdragon 430 bersama RAM 2GB. Simak review ASUS Zenfone Live L2 selengkapnya berikut ini.

Pengalaman Mengetik

review-asus-zenfone-live-l2

Menggenggam Zenfone Live L2 sangat menyenangkan, ringkas, tipis, dan ringan. Serta, mudah keluar masuk kantong celana. Tapi kenyamanan mengetik juga perlu diperhatikan, mengingat penggunaan smartphone tak lepas dari aktivitas mengetik.

Gboard atau Google Keyboard menjadi papan ketik default-nya, beberapa poin di artikel review ini juga diketik secara mobile menggunakan Zenfone Live L2. Saya menambahkan keyboard bahasa Indonesia, menonaktifkan auto-correction, dan membiarkan prediksi kata selanjutnya aktif.

Mengetik dengan dua jempol pada layar 5,5 inci dalam aspek rasio 18:9 ini ternyata masih cukup asyik, agak sedikit sempit tapi masih lancar dan minim typo. Justru yang lebih mengesankan ialah pengalaman mengetik dengan satu tangan.

Saya ingin cerita sedikit, saat pulang kerja mengandalkan KRL dari stasiun Pasar Minggu – kereta jurusan Bogor selalu penuh sesak. Kalaupun bisa masuk, itu juga karena ada yang turun dan berdesakan persis di depan pintu.

review-asus-zenfone-live-l2

Selama kurang lebih 50 menit perjalanan, tentunya smartphone manjadi penghibur utama – kadang harus tetap mengetik artikel atau nonton video. Saat mengetik menggunakan Zenfone Live L2 di KRL dan mengandalkan fitur prediksi kata, saya bisa mengetik dengan satu jempol secara mudah.  Karena bobotnya ringan, tangan saya pun tidak terasa pegal.

Overall, layar 5,5 inci untuk nonton YouTube dan buka aplikasi medsos, sokongan resolusi HD+ dirasa cukup untuk memenuhi aktivitas harian. Sudut pandangnya luas dan kualitasnya bagus. Soal user interface, smartphone yang berjalan di Android 8.0 Oreo ini mengandalkan antarmuka ZenUI 5.

Punggung dengan Warna Gradasi

review-asus-zenfone-live-l2

Unit yang saya review berwarna cosmic blue, bagian punggungnya memiliki warna bergradasi dari hitam di bagian atas ke biru bawah dan kerangkanya dicat senada. Lalu, pada pojok atas kiri ditemui sebuah kamera yang diameternya cukup besar bersama satu LED flash.

Dibanding Zenfone Max M2 yang versi standar, back cover Zenfone Live L2 ini tampil lebih kekinian. Meskipun bagian mukanya tampil polos tanpa notch, dengan dahi dan dagu agak tebal.

Tombol power dan volume mendiami sisi kanan, sementara slot SIM menempati sisi sebrangnya. Pada sisi atas ditemui jack audio 3,5mm, sedangkan port microUSB dan speaker di sisi sebaliknya.

Performa Snapdragon 430 dengan RAM 2GB

review-asus-zenfone-live-l2

Zenfone Live L2 bertenaga Snapdragon 4 Series Mobile Platforms, yakni versi 430 yang tergolong cukup lawas. SoC ini mengemas CPU octa-core 1.4 GHz Cortex-A53 dan GPU Adreno 505.

review-asus-zenfone-live-l2

Bahu membahu bersama besaran RAM 2GB dan memori internal 16GB yang memang sangat pas-pasan. Kapasitas 16GB tersebut, saya tersisa 7,88GB saja. Jadi, sebaiknya gunakan untuk menginstal aplikasi dan untuk file media ditempat di microSD.

Walaupun miris, harap dimaklumi mengingat smartphone ini berada di segmen entry-level dengan harga yang cukup terjangkau; Rp1.049.000. Untuk menangani kebutuhan dasar ber-smartphone, seperti komunikasi telepon dan SMS, serta aplikasi chatting dan media sosial masih dapat dikerjakan dengan baik.

Berikut hasil benchmark dari sejumlah aplikasi:

  • AnTuTu 56.144
  • PCWork 2.0 3.709
  • 3DMark Sling Shot 596
  • Geekbench 4 single-core 650
  • Geekbench 4 multi-core 2.416

Kamera 13MP

review-asus-zenfone-live-l2

Berbekal satu kamera belakang beresolusi 13MP, pada kondisi cahaya yang ideal hasil fotonya sangat bisa diterima. Dengan bantuan aplikasi edit foto, kamera smartphone ini mencukupi untuk sekedar memotret momen harian dan mengunggah hasilnya ke media sosial seperti Instagram.

Sementara kamera depannya yang beresolusi 5MP, selain untuk selfie dan video call – juga bertugas untuk membuka kunci smartphone. Menyoal perekaman video, kamera depan maupun belakangnya mampu merekam video sampai resolusi Full HD.

Mengingat Zenfone Live L2 tanpa fingerprint sensor, face unlock menjadi pilihan utama dengan opsi tambahan keamanan seperti PIN, password, dan pola.

Berikut beberapa hasil foto dari ASUS Zenfone Live L2:

Verdict

Menimbang spesifikasi dan harga yang terjangkau, Zenfone Live L2 merupakan salah satu smartphone entry-level terbaik dikelasnya. Smartphone ini juga tampil menawan dengan punggung berwarna gradasi.

Saya tidak ragu merekomendasikan smartphone ini, tapi perlu diketahui bahwa smartphone ini  hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar ber-smartphone saja. Lebih cocok untuk smartphone kedua atau untuk keluarga, misalnya orangtua atau adik/keponakan yang penggunaannya tidak begitu aktif.

Sparks

  • Layar 5,5 inci dengan dimensi ringkas
  • Harga satu juta yang terjangkau
  • Performa Snapdragon 430 cukup baik untuk kebutuhan dasar

Slacks

  • RAM 2GB yang pas-pasan
  • Memori internal 16GB sangat kecil

[Review] Mouse Gaming Corsair M55 RGB Pro, Ketika Akurasi dan Kesederhaan Jadi Andalan

Gaming jadi semakin nyaman berkat tersedia begitu banyaknya aksesori pendukung: gamepad, keyboard, mouse, bahkan kursi khusus. Sayangnya, opsi periferal di PC jadi jauh lebih sedikit jika Anda terlahir kidal. Itu artinya, mau tak mau pengguna kidal harus beradaptasi dengan perangkat yang didesain untuk pengguna ‘normal’ atau menerima pilihan yang ada dengan lapang dada.

Pengguna setia Corsair mungkin juga memahami, faktor kenyamanan lah yang membuat perusahaan hardware PC asal Amerika itu menyediakan mouse berdesain ergonomis. Rancangan ini diterapkan baik untuk model entry-level, premium, hingga varian-varian terbaru. Namun ada kabar gembira jika Anda membutuhkan mouse berdesain ‘netral’. Corsair Components sudah menyiapkan satu lagi opsi esensial bernama M55 RGB Pro.

Corsair mendeskripsikan M55 RGB Pro sebagai mouse gamingmultigripambidextrous. Singkatnya, produk ini didesain agar fleksibel untuk digunakan oleh berbagai jenis gamer dan siap mendukung tipe genggaman berbeda: palm, claw ataupun fingertip. Penawaran ini terdengar menarik, tapi betulkah Corsair sudah menemukan satu desain ideal yang mampu menjawab seluruh kebutuhan user? Simak pembahasan lengkapnya setelah saya menguji M55 RGB Pro selama hampir dua minggu.

 

Presentasi produk dan desain

M55 RGB Pro disajikan secara sederhana. Mouse tersambung ke PC via kabel USB sepanjang 1,8-meter, dan bisa segera dideteksi oleh Windows 10 begitu Anda mencolokkannya. Meski demikian, M55 RGB Pro baru beroperasi maksimal jika Anda menginstal iCUE. Via software ini, Anda dapat mengakses seluruh fungsi mouse, termasuk mengutak-utik LED RGB-nya.

M55 4

Bahkan untuk ukuran tangan saya yang kecil, M55 RGB Pro tidak terlalu besar. Mouse memiliki dimensi 124,4×57,25×40 milimeter. Tubuhnya terbuat dari plastik dengan tekstur doff yang membantu meningkatkan daya cengkeram di jari. Selanjutnya, Corsair membubuhkan lapisan karet berpola segitiga pada sisi kiri dan kanan, demi memaksimal kendali dan sangat berguna ketika situasi menuntut kita membuat manuver-manuver presisi.

 

M55 12

Untuk memberikan gambaran mengenai fleksibilitas desain M55 RGB Pro, perlu Anda tahu bahwa saya mempunyai jari yang kecil dan terbiasa menggenggam mouse dengan postur ‘mencakar’. Kebiasaan ini membuat daya jangkau jari jadi lebih pendek lagi. Tapi berita baiknya, saya tidak pernah kesulitan menekan segala tombol yang ada di sana, termasuk dua thumb button di samping.

M55 9

Desainer Corsair turut mencantumkan lapisan karet berpola heksagonal pada scroll wheel, lalu menempatkan switch DPI di tengah, di area yang mudah dijangkau tetapi sangat kecil peluang untuk tak sengaja menekannya. Dua pasang thumb button di kiri dan kanan pada dasarnya dibaca sebagai tombol berbeda, dan Anda dipersilakan menentukan fungsinya secara manual di dalam permainan.

Mouse gaming Corsair M55 RGB Pro.

 

Pendekatan seperti ini beberapa beberapa kali sempat saya temukan di produk kompetitor (meskipun tidak sering), contohnya mouse MSI Clutch GM40 yang sama-sama menawarkan desain ambidextrous. Namun dilihat dari sisi fitur, Clutch GM40 sedikit lebih canggih karena ia mempunyai switch untuk menukar fungsi thumb button kiri ke kanan atau sebaliknya sehingga kita tidak perlu mengustomisasi secara manual. Kabar gembira buat Corsair, produk MSI itu belum tersedia secara luas di Indonesia.

M55 7

 

Menakar kualitas dan mengulik komponen

Menakar dari aspek harga, Corsair tampaknya menyiapkan M55 RGB Pro sebagai periferal kendali entry-level. Namun tak perlu cemas, sang produsen sama sekali tidak mengambil jalan pintas dalam pembuatannya. M55 RGB Pro mempunyai tubuh yang kokoh, penempatan komponen yang presisi, lalu hal terpenting adalah seluruh tombolnya terasa konsisten, baik pada dua tombol utama, scroll wheel, switch DPI maupun keempat thumb button-nya (total ada delapan).

M55 6

Jika sensor adalah mata dan switch menjadi jantungnya, maka Corsair boleh dibilang telah memilih ‘organ’ yang tepat dalam menyusun M55 RGB Pro. Mouse dibekali switch Omron yang menjanjikan daya tahan hingga 50 juta kali klik (minimal) serta dipersenjatai sensor optik spesialis gaming Pixart PAW3327. Varian ini kabarnya mampu membaca hingga 12.400-dots per inch dan punya polling rate (kemampuan mengirimkan info ke PC terkait posisi mouse dalam satu detik) sebesar 1.000Hz.

M55 13

Itu berarti, Corsair M55 RGB Pro pada dasarnya mempunyai spesifikasi internal high-end – meski ada kemungkinan kita tidak pernah betul-betul membutuhkannya atau menggunakan setting DPI setinggi itu. 1.000Hz sendiri maksudnya ialah, data dikirimkan 1.000 kali dalam satu detik, meminimalkan peluang kesalahan baca dan memaksimalkan akurasi. Perlu digarisbawahi juga bahwa putaran scroll wheel terasa kosisten dan stabil, tak pernah terasa lompat.

M55 3

Sempat saya singgung di atas, M55 RGB Pro tersambung ke PC via kabel berlapis kain braided, dimaksudkan untuk meningkatkan daya tahannya. Kehadiran lapisan itu memang membuat kabel lebih kaku, tapi berita baiknya, tidak sekeras milik Rapoo VPro V25s. Ingat saja ketika ingin menyimpannya, Anda disarankan untuk menggulung kabel secara rapi dan tidak membuat gulungan terlalu kecil agar tak cepat rusak.

 

Kustomisasi via software iCUE

iCUE perlu terinstal di PC agar Anda bisa mengonfigurasi M55 RGB Pro lebih jauh. Prosedurnya cukup sederhana. Software ini dapat Anda unduh gratis di situs Corsair. Dan begitu terpasang, ia mampu mendeteksi semua komponen Corsair yang terpasang di sistem. Di PC saya, iCUE segera membaca keyboard K63 lawas andalan serta unit review M55 RGB Pro.

M55 RGB Pro 1

Ada empat hal bisa Anda lakukan via iCUE: merekam/men-setup macro, mengutak-atik pencahayaan pada logo Corsair di punggung, mengubah setting dan preset DPI lebih jauh, serta mengoprek kecepatan pointer. Semua aspek ini disuguhkan lewat user interface sederhana dan icon-icon yang mudah dimengerti, bahkan bagi pengguna awam. Di sana Anda dapat menambah dan menyimpan profile, serta membuang atau menduplikat setting yang ada.

M55 RGB Pro 2

Di bagian konfigurasi DPI, Corsair memasangkan enam buah preset dari mulai 400 (ideal bagi para penembak jitu) sampai 9.000, dan masing-masing telah diberikan kode warna. Tentu saja Anda bisa menentukan sendiri tingkat sensitivitasnya – termasuk mengakses 12.400DPI – serta mengubah warna lampu indikator. Untuk saya sendiri, 1.500 sudah cukup nyaman dan fleksibel dalam menangani berbagai jenis permainan action dan shooter.

M55 RGB Pro 3

 

Performa gaming dan pengalaman penggunaan

Dalam periode dua minggu ini, Corsair M55 RGB Pro saya gunakan setiap hari untuk bekerja dan bermain. Game action yang belakangan saya nikmati dengan cukup intens adalah Tom Clancy’s The Division 2, namun saya juga tidak lupa menguji kinerja mouse lewat judul-judul wajib bertempo cepat semisal Titanfall 2 dan Apex Legends. Saya bahkan menyempatkan diri bermain Sekiro: Shadows Die Twice berbekal M55 RGB Pro.

M55 RGB Pro 5

Corsair mencantumkan tiga mouse feet berbahan teflon di sisi bawah M55 RGB Pro – dua di depan dan satu berukuran lebar di belakang. Kehadiran mereka di mouse (terutama varian gaming) ialah ‘keharusan’, tapi tidak ada standar peletakkan feet yang pasti. Kabar gembira bagi Anda yang sedang mempertimbangkan buat membeli M55 RGB Pro: periferal ini sangat nyaman baik ketika dipasangkan dengan mouse mat berbahan kain maupun plastik.

M55 RGB Pro 6

Dari sesi tes bersama game-game di atas, saya sama sekali tidak menemukan masalah. Hanya butuh waktu sebentar saya untuk membiasakan diri dalam menggunakan M55 RGB Pro, terutama di Titanfall 2 karena permainan inilah yang bagi saya paling menuntut sensitivitas dan akurasi tinggi. Saya menyukai penempatan thumb button-nya: semuanya mudah terjangkau, tidak terlalu pendek ataupun menonjol, dan walau ditaruh secara merata, saya tetap bisa merasakan perbedaan antara tombol depan dan belakang.

M55 RGB Pro 4

Mungkin satu fenomena menarik selama proses tes adalah saya harus beradaptasi terhadap ringannya bobot M55 RGB Pro. Saya cuma butuh sedikit tenaga untuk mengangkat mouse – memakai jempol, jari manis dan kelingking. Hal ini memang membantu mobilitas dan repositioning, tapi pastikan Anda mengangkatnya lebih tinggi karena sensor optik di M55 RGB Pro tetap bisa membaca permukaan mousepad saat diangkat sejauh beberapa milimeter.

M55 RGB Pro 7

Baik di Apex Legends maupun The Division 2, M55 RGB Pro memudahkan saya buat melacak gerakan musuh, entah apakah mereka bergerak secara horisontal, vertikal maupun diagonal. Batasannya hanyalah refleks dan keakuratan tangan saya sendiri. Menurut saya, tracking ialah aspek paling menantang dalam first-person shooter dan tak akan optimal tanpa dibantu perangkat yang tepat.

M55 17

Saya belum bisa memastikan apakah M55 RGB Pro juga cocok untuk bermain game non-action karena belakangan saya lebih banyak menghabiskan waktu menikmati shooter. Saya menduga, untuk permainan-permainan RPG, MOBA ataupun MMO, kemungkinan besar Anda membutuhkan periferal dengan input lebih banyak. Saya sendiri kebetulan berhasil menamatkan Sekiro menggunakan mouse dan keyboard, dan semuanya tetap berjalan lancar saat saya menukar mouse lawas dengan M55 RGB Pro.

M55 15

 

 

Konklusi

Menakar dari seluruh fitur dan kapabilitas yang saya temukan di M55 RGB Pro, Corsair menyoba menawarkan kita sebuah periferal kendali fleksibel dengan fungsi-fungsi yang secara esensial dapat memengaruhi performa bermain. Dan dengan gembira saya katakan, Corsair berhasil melakukannya. Saya membayangkan bagaimana M55 RGB Pro tak hanya bisa bermanfaat bagi gamer hardcore, tapi juga jadi perangkat favorit para atlet esports FPS.

M55 5

Sekali lagi, desain ambidextrous M55 RGB Pro ialah kekuatan utamanya. Saya bukanlah gamer kidal, tapi saya sangat mengapresisasi kesederhanaan yang disajikan oleh produk ini. Mereka yang mendalami ilmu desain pasti setuju serta berpegang pada prinsip ‘form follows function‘, dan hal tersebut diwakilkan oleh M55 RGB Pro. Tidak ada satu aspek pada mouse yang tidak berguna. Bahkan pencahayaan RGB-nya pun tidak berlebihan.

M55 1

 

Namun untuk sebuah periferal berwujud simpel, saya merasa Corsair M55 RGB Pro dipatok di harga cukup premium (walaupun tidak setinggi M65 Elite). Produk dibanderol seharga hampir Rp 600 ribu, sekitar dua kali lipat Harpoon RGB wired. Tidak masalah jika Anda menginginkan mouse berdesain ambidextrous, tapi seandainya desain bukan jadi pertimbangan utama dan Anda lebih memprioritaskan konektivitas nirkabel, Anda bisa membeli Harpoon RGB Wireless dengan menabung sedikit lagi.

 

Sparks

  • Desain simpel, memprioritaskan fitur-fitur penunjang performa
  • Rancangan ambidextrous dengan dua pasang thumb button, cocok buat gamer kidal
  • Ringan, lalu penampilannya mendukung berbagai macam postur mencengkeram mouse
  • Mendukung DPI tinggi serta dibekali sensor optik gaming-grade high-end
  • Build quality memuaskan

 

Slacks

  • Hanya ditopang koneksi kabel
  • Tak banyak kustomisasi yang bisa dilakukan pada RGB
  • Harganya cukup mahal untuk mouse wired

 

[Review] OPPO F11 Jewelry White, Penutup F Series yang Manis

Saya menyukai smartphone F11 series dari OPPO. Baik F11 versi standar yang masih pakai notch, maupun F11 Pro yang tampil futuristik dengan mekanisme kamera depannya yang inovatif.

Setelah sekian lama tertunda, harus antri karena lagi banyak banget perangkat yang harus di-review dan akhirnya datang juga giliran untuk mengeksekusi OPPO F11.

Sebelumnya saya sempat pegang yang warna flourite purple, tapi sudah ditarik. Sebagai gantinya dikasih warna yang terbaru; jewelry white. So, masih tergolong lumayan fresh. Berikut review OPPO F11 selengkapnya.

Putih Mempesona

Review-OPPO-F11-3
OPPO F11 Jewelry White – Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Bila OPPO F11 warna flourite purple dan marble green tampil mencolok, jewelry white terlihat lebih kalem, simple tapi berkelas. Punggungnya memiliki warna bergradasi, dari putih susu pada bagian atas ke ungu muda pada bagian bawah.

Hanya saja bagian kerangkanya tidak dicat senada dengan warna punggungnya melainkan berwarna silver. Bezel samping layar juga berwarna berlawanan, yaitu hitam dan kesannya tidak menyatu.

Review-OPPO-F11-4
OPPO F11 Jewelry White – Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Dari sisi layar, OPPO F11 juga mengusung panel IPS berukuran 6,53 inci yang sama seperti yang ada pada versi Pro-nya. Di-support resolusi 1080×2340 piksel dalam rasio 19.5:9.

Bedanya F11 masih mengadopsi waterdrop screen, di mana tampilan layarnya masih terhalangi oleh notch yang menampung kamera depan 16MP. Earpiece melekat di atasnya, sementara ambient light sensor dan proximity sensor tersembunyi di bawah permukaan layar.

Review-OPPO-F11-5
OPPO F11 Jewelry White – Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Beralih ke bagian belakang, ditemui setup dual-camera yang ditempatkan di tengah bagian atas dengan posisi agak menonjol. Sebuah LED flash berada tepat di bawahnya, diantara fingerprint sensor.

Tombol power berada sendirian di sisi kanan dan di sisi kiri ada tombol volume dan SIM tray berbentuk hybrid SIM. Pada sisi atas hanya ada mikrofon kedua, sementara mikrofon utama, bersama jack audio 3.5mm, port microUSB, dan speaker ada di sisi bawah.

Desain memang soal personal, pada seri sebelumnya yakni F9 series saya masih kurang sreg melihatnya. Tapi pada F11 series, terlepas dari adanya notch atau rising camera – pada dasarnya desain smartphone F11 series memang sudah bagus.

Flourite purple, marble green, atau jewelry white, semua pilihan warna OPPO F11 tampil menarik. Tapi, kalau harus memilih saya akan pilih warna putih atau hijaunya. Alasannya, karena warna gradasi ungu ke biru atau sebaliknya sudah terlalu mainstream alias pasaran.

Android 9.0 Pie; ColorOS 6

User experience yang diberikan oleh ColorOS 6 versi terbaru ini semakin cerdas. Sebab sudah tertanam machine learning dan dilengkapi fitur-fitur berbasis kecerdasan buatan yang akan mempelajari kebiasaan pengguna untuk memberikan pengalaman lebih baik.

Seperti Hyper Boost yang akan meningkatkan performa saat dibutuhkan, meliputi System Boost, APP Boost, dan Game Boost. Di mana sistem akan secara otomatis menyesuaikan pengaturan untuk sistem operasi, aplikasi, dan game.

Review-OPPO-F11-12
OPPO F11 Jewelry White – Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Bagi yang hobi bermain game, OPPO F11 sudah didukung fitur Game Space dan Game Assistant. Game Space akan mengumpulkan semua game yang Anda install pada satu tempat dan menampilkan estimasi daya tahan baterai dan kekuatan sinyal. Tapi yang lebih penting lagi, Anda bisa mengubah mode smartphone ke high performance, memblokir notifikasi, dan mengunci tingkat kecerahan.

Sementara Game Assistant dapat diakses saat kita bermain game, caranya dengan mengusap pinggiran layar maka akan muncul beberapa fitur seperti no notification, reject call, play AFK, screenshot, screen recording, dan messages.

Dari sisi visual, antarmuka ColorOS 6 hadir dengan background berwarna putih dengan ikon aplikasi berbentuk bulat berwarna cerah. Kesannya itu bersih, rapi, dan terlihat menyenangkan. Buat yang ingin lebih personal, terdapat Theme Store untuk menggantikan tampilan default smartphone.

Seperti biasa, pada sisi kiri homescreen terdapat Smart Assistant. Berisi widget, shortcut, dan informasi yang bisa disesuaikan. Bagi pecinta app drawer, ColorOS 6 ini juga sudah menyediakan drawer mode. Soal keamanan, metode fingerprint sensor ataupun face unlock bekerja dengan lancar.

Hardware dan Performa

Review-OPPO-F11-13
OPPO F11 Jewelry White – Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Sama seperti OPPO F11, F11 Pro bergerak dengan chipset Mediatek Helio P70. SoC ini memiliki performa CPU dan GPU yang cukup powerful, dengan fitur kecerdasan buatan (AI) yang turut ditingkatkan.

Dengan CPU octa-core, yang terdiri dari quad-core 2.1 GHz Cortex-A73 dan quad-core 2.0 GHz Cortex-A53, dan GPU Mali-G72 MP3. Disokong besaran RAM 4GB dan memori internal 128GB.

Walaupun besaran RAM-nya 4GB, selisih RAM 2GB (F11 Pro punya RAM 6GB) tidak mempengaruhi performa secara signifikan. Mungkin baru akan terasa setelah cukup lama menggunakannya dan telah menginstal banyak aplikasi. Berikut hasil benchmark dari sejumlah aplikasi:

  • AnTuTu 148.095
  • PCWork 7.971
  • 3DMark Sling Shot 1.702
  • 3DMark Sling Shot Extreme – OpenGL ES 3.1 1.286
  • 3DMark Sling Shot Extreme – Vulkan 1.262
  • Geekbench single-core 1.563
  • Geekbench multi-core 5.991

Kamera Utama 48 MP

Kemampuan fotografi OPPO F11 juga tidak bakal berbeda jauh dengan F11 Pro. Sebab keduanya memiliki konfigurasi dual camera dan fitur kamera yang identik.

Kamera utamanya mengandalkan sensor gambar Sony IMX586 yang berukuran 1/2 inci beresolusi 48 MP dengan piksel 0.8 μm dan aperture f/1.8. Kamera sekundernya 5 MP dengan aperture f/2.4 sebagai depth sensor. Sementara, kamera depannya 16 MP dengan aperture f/2.0.

Mode photo OPPO F11 didukung oleh AI Scene Recognition, yang dapat mengenali 23 scene dan 864 skenario. Ibaratnya mode auto yang lebih advance, Anda cuma harus fokus pada komposisi foto dan tak perlu ambil pusing memikirkan pengaturan.

Pada mode photo kamera belakang ini juga didukung sebuah LED flash, HDR, Dazzle Color, mode Beautification (dari level 0-100), optical zoom sebanyak 2x, dan sejumlah efek filter.

Karena mengimplementasi pola filter warna ‘Quad Bayer‘, di mana setiap 2×2 piksel digabungkan dan bekerja sebagai satu piksel. Resolusi foto yang dihasilkan pun menjadi hanya 12 MP, tapi dengan piksel besar 1,6 μm yang lebih dapat diandalkan di kondisi cahaya rendah.

Review-OPPO-F11-33

Anda dapat memilih memotret dengan resolusi 48 MP dan piksel 0.8 μm dengan mengubah aspek rasio dan resolusi 48 MP ini juga dapat digunakan pada mode expert. Sayangnya meski kita mendapatkan foto beresolusi tinggi, namun kita kehilangan dukungan AI Image Processing dan hampir kehilangan semua fitur yang ada.

Beralih ke antarmuka kameranya, ada lima mode yang tersedia yaitu photo, portrait, video, night, pano, expert, time-lapse, slo-mo, dan Google Lens. Sebagai informasi, fitur AI Scene Recognition tidak bekerja di kamera depan, sedangkan fitur Beautification hanya bekerja di mode photo dan portrait (tidak bekerja di video).

Soal perekam videonya, kamera depan dan belakang OPPO F11 dapat merekam video pada resolusi 1080p. Menariknya fitur zoom 2x juga tersedia, sangat membantu untuk mengambil close up maupun makro. Satu lagi, tersedia efek filter yang bisa digunakan untuk menekankan tema cerita video kita.

Berikut hasil foto dari OPPO F11:

Verdict

Review-OPPO-F11-16
OPPO F11 Jewelry White – Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Selain rising camera, OPPO F11 tidak mengalami distorsi maupun mengalami penguatan dibanding versi Pro-nya. Tercatat hanya besaran RAM yang dikurangi menjadi 4GB, tetapi kapasitas penyimpanannya ditambah menjadi 128GB (walaupun ada juga versi yang 64GB).

Adapun soal harga, OPPO F11 varian RAM 4GB dengan penyimpanan 128GB dibanderol Rp3.699.000. Saat ini, tersedia juga varian RAM 4GB dengan penyimpanan 64GB yang dijual Rp3.299.000. Sementara, OPPO F11 Pro RAM 6GB dan penyimpanan 64GB harganya Rp4.699.000.

Satu hal lagi yang perlu dipertimbangkan ialah umur dari smartphone F series itu sendiri. Seperti yang kalian ketahui, OPPO telah merilis Reno series dan me-replace F series dan R series. OPPO F11 dan F11 Pro mungkin merupakan smartphone F series yang terakhir.

Sparks

  • Warna jewelry white tampil mempesona
  • Harga sangat terjangkau, terutama versi penyimpanan 64GB
  • Kamera sama bagusnya dengan OPPO F11 Pro

Slacks

  • Sebagai smartphone F series terakhir, umurnya mungkin pendek
  • Masih pakai port microUSB, belum type-C

[Review] ASUS VivoBook Ultra A412; Lebih Ringkas dan Stylish, Viewing Angle Layar Kurang Luas

ASUS memiliki banyak seri laptop, dari yang diperuntukkan untuk gaming seperti ROG dan TUF, ZenBook untuk para content creator. Lalu, ada ASUSPro untuk pebisnis, hingga laptop multimedia VivoBook di segmen mainstream.

Sebelumnya Dailysocial telah mengulas ASUS VivoBook 15 X505ZA varian Ryzen 5. Laptop ini menawarkan performa yang mumpuni, tapi dimensi body-nya yang bongsor agak merepotkan saat dibawa bepergian.

Asus-VivoBook-Ultra-A412-8

Kini ASUS telah merilis VivoBook Ultra A412 yang ditujukan untuk para anak muda. Sebutan ‘Ultra‘ di sini menekankan ukuran yang ramping dan desain lebih stylish dalam balutan warna menarik, seperti coral crush, peacock blue, slate grey, dan transparent silver.

Berikut adalah harga dari masing-masing konfigurasinya:

  • Intel Core i3-8145U, RAM 4GB – Rp7.599.000
  • Intel Core i3-8145U, MX250, RAM 4GB – Rp8.599.000
  • Intel Core i5-8265U, RAM 8GB – Rp10.299.000
  • Intel Core i5-8265U, MX250, RAM 8GB – Rp11.299.000
  • Intel Core i7-8565U, MX250, RAM 8GB – Rp13.799.000

Unit yang saya review berwarna transparent silver, meski kesannya cukup klasik tapi cukup mudah menarik perhatian. Dengan konfigurasi prosesor Intel Core i5-8265U dan kartu grafis NVIDIA GeForce MX250.

Berikut review ASUS VivoBook Ultra A412 selengkapnya dan di bawah ini merupakan hasil CPU-Z dan GPU-Z dari ASUS VivoBook Ultra A412:


NanoEdge Display & ErgoLift Design

Asus-VivoBook-Ultra-A412-11

ASUS VivoBook Ultra A412 mengusung layar 14 inci dan sudah menggunakan teknologi NanoEdge Display dengan screen-to-body ratio 87 persen. Di mana bezel samping layarnya cukup tipis hanya 5,7mm sehingga dimensi body-nya dapat diperkecil.

Ukuran panjangnya 32cm dengan lebar 21cm. Sementara, ketebalannya berada di 1,9cm dan bobotnya 1,5kg. Memang bukan yang tertipis dan teringan, tapi dimensinya sudah tergolong ringkas. Mudah dibawa bepergian dan ideal dijadikan sebagai partner untuk bekerja secara mobile atau bahkan traveling.
Asus-VivoBook-Ultra-A412

Seperti lini premium ZenBook, VivoBook Ultra A412 juga hadir dengan ErgoLift Design. Mekanisme ini membuat body utama yakni bagian yang terdapat keyboard laptop akan terangkat dan membentuk sudut dua derajat.

Posisi keyboard yang miring ini membuat aktivitas mengetik lebih nyaman dibandingkan menggunakan keyboard laptop dengan posisi datar. Adapun rongga udara ekstra yang dibentuk membuat sirkulasi udara lancar, sehingga sistem pendinginan dapat bekerja lebih optimal.


Mengenai port yang ada di laptop ini jenisnya cukup lengkap, meskipun jumlahnya standar. Pada sisi kanan terdapat slot Kensington lock, port USB 3.1 Type-A, dua lampu indikator daya dan charging, serta microSD card reader.

Ya, hanya tersedia slot kartu memori microSD saja, bukan slot SD card. Artinya bagi yang hobi fotografi dengan kamera mirrorless, membutuhkan SD card reader untuk menyisipkan SD card.

Beralih ke kiri, terdapat port charging, port HDMI, port USB 2.0 Type-A, port USB 3.1 Type-C, dan jack audio. Laptop baru, apalagi dirilis tahun 2019 memang harus punya setidaknya satu port USB Type-C – keberadaan port ini semakin penting karena multi fungsi.

Layar & Keyboard

Sebagai laptop dengan layar 14 inci, ASUS VivoBook Ultra A412 menawarkan keseimbangan terbaik antara portabilitas dan fungsionalitas. Menggunakan panel LED backlit beresolusi FHD (1920×1080 piksel) dengan lapisan Anti-Glare dan NTSC 45%.

Resolusi Full HD memang sudah mencukupi untuk berbagai kegiatan. Sayangnya unit yang saya review viewing angle-nya kurang bagus, alhasil layarnya terlihat kurang tajam dan warna yang tampil menjadi tidak akurat. Awalnya hal ini sangat mengganjal mata, meski setelah beberapa lama penggunaan – akhirnya bisa terbiasa.

Soal keyboard, Vivobook Ultra A412 menggunakan layout tenkeyless dan telah dilengkapi dengan LED backlit sehingga kita tetap dapat mengetik dengan nyaman meski dalam keadaan gelap.


Pengalaman mengetik menggunakan keyboard VivoBook Ultra A412 memang terbilang asyik. Tombol keyboard memiliki key travel sejauh 1,3mm, jarak antara tombolnya tidak terlalu rapat dan tidak terlalu jauh. Setiap tombolnya juga memiliki durabilitas tinggi dan telah lolos uji hingga 10.000 kali tekan.

Diposisikan sebagai laptop mainstream, laptop ini memang tidak dilengkapi dengan kamera infra red dan sistem pengenal wajah. Namun memiliki sensor pemindai sidik jari yang ditempatkan di bagian touchpad-nya.

Fingerprint sensor tersebut sudah terintegrasi dengan fitur Windows Hello, membuka kunci laptop pun semudah membuka kunci layar smartphone, Anda bisa masuk ke dalam sistem tanpa harus mengetikkan password.

Performa – Intel Core i5 8265U

Asus-VivoBook-Ultra-A412-14

ASUS VivoBook Ultra A412 memiliki beberapa konfigurasi, unit yang saya review mengandalkan prosesor Intel Core i5 8265U (Whisky Lake) generasi ke-8. Prosesor ini menggunakan konfigurasi 4 core 8 thread dan memiliki TDP hingga 15 watt yang cukup hemat daya.

Menariknya, beberapa varian laptop ini juga telah dilengkapi dengan chip grafis NVIDIA GeForce MX250 dengan VRAM GDDR5 sebesar 2GB. Artinya, kemampuan olah grafis laptop ini cukup baik dan bisa digunakan untuk berbagai tugas yang membutuhkan tenaga grafis ekstra seperti video editing.

Performanya turut didukung oleh penyimpan berbasis SSD 512GB dan RAM sebesar 8GB berjenis DDR4 yang terdiri dari memori on-board sebesar 4GB dan memori tambahan sebesar 4GB.

Memori tersebut berjalan di kecepatan 2400MHz, sayangnya mendukung konfigurasi dual-channel. Meski begitu, memori Vivobook Ultra A412 masih bisa di-upgrade hingga total 12GB (4+8GB) untuk mendapatkan performa multitasking yang lebih baik.

Dari sisi baterai, VivoBook Ultra A412 mengusung baterai berkapasitas 37Wh yang tidak begitu besar. Sejauh ini, VivoBook Ultra A412 dapat menemani saya sekitar 3,5 jam untuk penggunaan standar seperti browsing, mengetik, dan sesekali membuka Photoshop.

Verdict

Besar kecil ukuran sebuah laptop memang menentukan kenyamanan saat menggunakannya. Berkat teknologi NanoEdge Display dan ErgoLift Design, ASUS berhasil menekan dimensi VivoBook Ultra A412 yang berlayar 14 inci menjadi lebih kecil lagi. Jadi, tidak merepotkan dan tidak memakan banyak tempat saat membawanya.

Soal performa, ASUS menyediakan lima pilihan konfigurasi. Anda tinggal pilih sesuai dengan kebutuhan dan budget. Kalau prioritas utama Anda ialah performa, ASUS VivoBook 15 X505ZA bisa menjadi alternatif dengan harga lebih terjangkau.

Terakhir beberapa kekurangan pada laptop ini yang sangat saya keluhkan ialah sudut pandang layarnya yang kurang bagus dan daya tahan baterainya standar.

Sparks

  • Bezel samping layar tipis 
  • Mekanisme ErgoLift Design 
  • Penyimpanan SSD 512GB

Slacks

  • Viewing angle layar kurang luas
  • Daya tahan baterai standar
  • Tidak mendukung konfigurasi dual-channel