[Review] Sony Alpha A7 III: Kamera Mirrorless Full Frame Serbaguna

Sebagai seorang content creator, kemampuan fotografi dan videografi sangat penting dalam menunjang pekerjaan saya. Kurang lebih untuk keperluan reportase atau meliput event, serta pengambilan foto dan video review.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, saya membeli kamera mirrorless Sony Alpha A7 karena memiliki sensor full frame. Karena saya membutuhkan kualitas gambar gambar yang lebih baik, terutama saat low light – di mana kamera menggunakan ISO tinggi.

Satu hal yang paling mengganggu pada A7 adalah absennya stabilizer di body kamera. Sehingga tidak memungkinkan merekam video dengan hand-held, harus menggunakan tripod – bila menggunakan lensa tanpa dukungan Optical SteadyShot image stabilization.

Makanya tahun depan nanti, saya berencana upgrade body kamera ke A7 II yang sudah memiliki 5 axis stabilization atau investasi ke lensa. Tetapi, rencana tersebut kemungkinan saya urungkan dulu setelah dicekoki Sony Alpha A7 III.

Review-Sony-Alpha-A7-III

Ya, meja redaksi DailySocial lifestyle kedatangan kamera mirrorless full frame A7 series terbaru generasi ketiga. Sudah hampir satu bulan Sony Alpha A7 III menemani berbagai aktivitas saya – untuk liputan, foto dan video review, traveling, dan bahkan prewedding.

Pengalaman paling berkesan saat menggunakan A7 III ialah kepraktisan menentukan titik fokus, daya tahan baterainya panjang, 5 axis stabilization yang sangat berguna saat merekam video, dan masih banyak lagi. Berikut review Sony Alpha A7 III selengkapnya.

Desain Sony Alpha A7 III

Review-Sony-Alpha-A7-III

Pada minggu pertama bersama A7 III, kebetulan event sedang padat – di mana hampir setiap hari pergi meliput. Saya masih meraba-raba untuk mengoptimalkan kamera ini, tetapi jujur saja – leher dan juga pundak saya berasa pegal-pegal.

Sebenarnya wajar, mengingat dimensi A7 III lebih besar (127x96x74 mm). Bobotnya juga lebih berat, A7 hanya 474 gram (termasuk baterai tanpa lensa) – sementara A7 III mencapai 650 gram.

Review-Sony-Alpha-A7-III

Harus diakui, bertambahnya dimensi dan grip lebih besar yang nyaman di tangan membuatnya jauh lebih ergonomis. Peningkatan kontrol kamera pada A7 III juga membuatnya lebih responsif saat digunakan. Dalam grip tersebut telah tertanam baterai baru yang menyuguhkan ketahanan hampir 2x lebih panjang.

Garis desain A7 III sendiri masih sama seperti pendahulunya yaitu mengambil desain klasik seperti kamera SLR atau rangefinder. Dari luar, tampilan A7 III nyaris sama dengan A7R III – sangat ganteng.

Kontrol Kamera Sony Alpha A7 III

Review-Sony-Alpha-A7-III

Saat mengambil foto dan video review, biasanya saya bermain aperture, area fokus, dan angle. Namun menentukan titik fokus pada A7 adalah hal yang cukup merepotkan.

Oleh karena itu, keberadaan joystick dan fungsi layar sentuh pada A7 III menurut saya merupakan fitur esensial – karena sangat berguna membantu berpindah area fokus.

Sayangnya, layar sentuh 3 inci miliknya belum bisa diputar ke samping dan depan. Jadi, kadang masih suka ribet sendiri saat mengkomposisi foto dalam angle tertentu dan sukar merekam video diri sendiri atau vlogging. Fungsionalitas layar sentuhnya juga terbatas, hanya untuk menentukan titik fokus dan belum bisa untuk navigasi menu.

Review-Sony-Alpha-A7-III

Bagian depannya cukup ramai, selain layar sentuh dan AF joystick – terdapat pula dan jendela bidik tipe electronic 2,36 juta dot OLED (0,78x magnification) lengkap dengan dial diopter untuk menyesuaikan fokus dari lensa viewfinder.

Tombol lainnya antara lain tombol menu untuk mengakses pengaturan kamera, tombol FN yang terdiri dari 12 shortcut, kustom C3 dan C4, AF-ON, AEL, playback, dan roda kontrol.

Sementara, pada bagian atas terdapat tombol shutter yang dilengkapi toggle on/off, dial untuk menyesuaikan aperture, dial untuk mengatur shutter speed, multi interface shoe, serta tombol kustom C3 dan C4.

Lalu, ada mode dial untuk mengatur exposure compensation, serta dial untuk beralih ke mode pemotretan seperti auto mode, program auto, aperture priority, shutter priority, manual exposure, memory recall satu dan dua, movie, S&Q motion, dan SCN (scene selection).

Review-Sony-Alpha-A7-III

Lanjut ke belakang, ada tombol tuas untuk membuka dan memasang lensa. Serta, lampu AF illuminator atau self-timer. Sementara, di bagian bawah ada slot untuk baterai dan lubang soket tripod.

Ke sisi kanan, ada dua slot untuk kartu memori dan kait untuk strap. Sementara pada sisi kiri, ada jack microphone, jack headphone, jack HDMI mirco, USB Type-C, lampu charge, dan multi/micro USB.

Kontrol kamera pada A7 III memang relatif kompleks dan terdapat banyak sekali tombol yang fungsinya dapat diubah. Pastinya akan menyita waktu kita untuk menyesuaikan sesuai kebutuhan, tetapi semua kesabaran itu akan terbayar – jangan ragu mengotak-atik kamera.

Spesifikasi Teknis Sony Alpha A7 III

Review-Sony-Alpha-A7-III

Kamera ini mengusung sensor full frame 35mm, dengan resolusi 24-megapixel seperti A7 dan A7 II. Namun teknologi didalamnya telah ditingkatkan, di mana kini telah menggunakan sensor BSI (backside-illuminated) – singkatnya A7 III menawarkan kinerja lebih baik di bright light maupun low light.

Desain sensor baru yang disebut ‘dual gain‘ tersebut juga membawa kemampuan sistem autofocus hybrid dengan 693 titik phase-detection yang nyaris memenuhi keseluruhan frame (93%), 425 titik contrast-detection, rentang ISO hingga 51200 (bisa ditingkatkan sampai ISO 204800), dan mampu memotret 10 fps dengan buffer 163 foto.

Saya tidak suka kehilangan kontrol di mode auto, karena itu saya selalu memilih mode manual. Tetapi saya percaya dengan ISO otomatisnya, karena performa ISO tingginya bagus. Namun untuk memastikan hasilnya tetap terjaga, kita bisa menentukan nilai ISO minimum dan maksimum.

Review-Sony-Alpha-A7-III-18

Soal video, A7 III sanggup merekam video 4K pada 24 fps tanpa crop, video 4K pada 30 fps dengan crop 1,2x, dan video slow-motion 1080p pada 120 fps di mode S&Q.

Lengkap dengan dukungan S-log3 yang bisa disimpan ke SD card (8 bit 4:2;0) maupun ke HDMI out (8 bit 4:2:2) dan HLG (hybrid log gamma) yang berguna saat keadaan kontras tinggi.

Ya, kemampuan perekaman video 4K milik A7 III sudah terbilang mumpuni. Meskipun banyak yang masih membuat video pada 1080p – mengambil footage 4K memiliki sejumlah keuntungan. Misalnya bisa digunakan untuk bermain multi-angle, bisa zoom atau re-framing tanpa mengurangi kualitas saat kita me-render ke 1080p.

Pengalaman Menggunakan Sony Alpha A7 III

Saya mendapatkan kesempatan menguji A7 III untuk membantu pemotretan prewedding. Saya benar-benar terkesan dengan fitur Eye-AF tracking yang sangat cepat dan akurat.

Eye-AF akan melacak mata subjek yang paling dekat dengan kamera, bahkan saat bermain bokeh dengan aperture besar seperti f1.8. Eye-AF juga akan terus melacak mata ketika subjek bergerak dan saat kita melepaskan tembakan beruntun (continuous shooting) 10 fps.

Jujur saja, saya merasa begitu fleksibel dan bisa dengan mudah beradaptasi saat mengubah skenario. Sehingga bisa sepenuhnya fokus mengejar komposisi yang saya inginkan, menangkap ekspresi yang tepat, dan mengabadikan momen secara lebih sempurna.

Penggunaan baterai lithium-ion baru NP-FZ100 yang sanggup mempersembahkan hingga 710 foto sekali full charge dan dukungan dual slot SD card – membuat saya bernafas lega. Tidak perlu begitu khawatir lagi kehabisan daya dan memori penuh, terutama saat harus syuting berat.

Review Sony Alpha A7 III ini, pengambilan sampel gambar juga dibantu oleh salah satu fotografer Dailysocial – Sadam. Menurutnya, meski bermain di ISO tinggi dan aperture kecil di kondisi low light – hasilnya masih bagus dan minim noise. Sangat recommended bagi penikmat fotografi malam yang anti flash.

Secara umum, kualitas bidikan dari A7 III sangat bagus – keunggulannya terletak di low light dan dynamic range-nya. Penggunaan ISO tinggi pun hasilnya masih tetap minim noise dan di kondisi backlight detail tertangkap dengan sangat baik. Kualitas warna untuk skintone juga sudah membaik dibanding A7.

Untuk kebutuhan hobi fotografi serius ataupun semi pro, kualitasnya sudah lebih dari cukup. Demikian juga buat kerja/pro, dengan catatan bila Anda tidak perlu resolusi tinggi. Kemampuan perekaman video 4K bagus, serta didukung koleksi lensa yang lengkap dan berkualitas (Zeiss, Sony GM).

Berikut beberapa bidikan dari Sony Alpha A7 III:

Verdict

Review-Sony-Alpha-A7-III-17

Meski menyasar kalangan professional, Sony menyebut A7 series merupakan model paling basic. Bisa dimaklumi, karena Sony memiliki A7R series yang mengunggulkan resolusi tinggi, A7S series spesialis di video, dan A9 series mampu menjepret foto berturut-turut 20 fps.

Menurut saya, A7 III adalah kamera yang serbaguna – cocok untuk segala kebutuhan fotografi dan juga andal untuk kebutuhan video – baik hobi maupun buat kerja (pro). Feel-nya professional dan fitur-fitur yang ada sangat memanjakan penggunanya.

Sony Alpha A7 III juga menjadi benchmark untuk kamera full frame. Saat Nikon meluncurkan Z6 dan Z7, serta Canon dengan EOS R – kebanyakan orang akan langsung membandingkan dengan A7 III. Harga A7 III juga sangat kompetitif bila dibandingkan para kompetitornya.

Sparks

  • Baterai 2,2x lebih tahan lama (710 jepretan)
  • Grip lebih besar, lebih nyaman saat digunakan
  • Layar sentuh dan AF joystick sangat membantu memilih area fokus
  • Dua slot memory card

Slacks

  • Layar belum bisa diputar ke samping dan depan layaknya camcorder
  • Tanpa PlayMemories, tidak bisa menginstal aplikasi tambahan

[Review] Xiaomi Pocophone F1: Smartphone Android Snapdragon 845 Terjangkau

Jika kita mendengar smartphone dengan merek Xiaomi, tentu saja pikiran kita akan tertuju dengan harga yang murah dan spesifikasi yang tinggi. Xiaomi memang sempat ‘berjanji’ hanya akan mengambil untung 5% dari apa yang mereka jual. Namun mereka pun kini telah menjadi perusahaan publik dengan menggelar IPO. Beban berat tentu saja kini bertambah di pundak perusahaan karena publik akan lebih memperhatikan gerak-geriknya.

Xiaomi Pocophone F1

Meski demikian, ‘kebiasaan’ merilis perangkat spesifikasi mumpuni dengan harga ‘murah’ sepertinya belum bisa ditinggalkan oleh Xiaomi. Kali ini ada lagi smartphone yang, jika dilihat dari spesifikasinya yang tinggi, membuat harga perangkatnya menjadi lebih murah. Bahkan jauh lebih murah dari Xiaomi sendiri. Walaupun begitu, perangkat tersebut juga datang dari perusahaan asal Tiongkok tersebut.

Pocophone hadir dalam bentuk sub-brand dari Xiaomi. Alvin Tse selaku Head of Pocophone mengatakan bahwa saat ini Pocophone F1 baru hadir di dunia. Dia pun mengatakan bahwa dalam fase pertumbuhannya, mereka tidak perlu mengambil keuntungan untuk perangkat pertamanya.

Alvin juga mengatakan bahwa Pocophone F1 hadir dengan menghilangkan feature-feature yang mereka anggap tidak perlu seperti NFC, augmented reality, dan lain sebagainya. Hasilnya, mereka mampu menghadirkan smartphone mainstream dengan rasa premium.

Xiaomi Pocophone F1 - Belakang

Rasa premium tersebut hadir dengan spesifikasi seperti berikut ini:

SoC Snapdragon SDM845
CPU 4×2.8 GHz Kryo 385 Gold + 4×1.7 GHz Kryo 385 Silver
GPU Adreno 630
RAM / Internal Storage 6 GB / 64 GB atau 128 GB
Layar 6,18” 2246×1440 IPS
Baterai 4000 mAh
Sistem Operasi Android Oreo 8.1 MIUI Poco Edition
Kamera Depan: 20 MP, Belakang: 12 MP + 5 MP

Dari spesifikasi di atas bisa dilihat bahwa Pocophone F1 menggunakan prosesor terkencang untuk perangkat Android saat ini.

Beberapa hari setelah peluncurannya, muncul sebuah protes dari beberapa pemilik Pocophone di seluruh dunia: tidak mampu menghadirkan streaming HD pada beberapa layanan seperti Netflix, Hooq, dan lain sebagainya. Hal ini nanti akan kita bahas pada bagian desain.

Spesifikasi lengkap menurut CPU-Z dan Sensor Box adalah sebagai berikut:

Unboxing

Di dalam paket penjualan dari Pocophone F1 terdapat perlengkapan seperti berikut ini:

Xiaomi Pocophone F1 - Paket Penjualan

Desain

Jika merasakan dan menggenggam Pocophone F1, build-nya seperti ringkih. Hal ini karena Pocophone menggunakan bahan plastik polikarbonat untuk badannya. Akan tetapi, ternyata smartphone yang satu ini cukup kuat saat ditaruh di kantung belakang celana. Hal ini tidak akan membuatnya melengkung.

Kaca bagian depan dari smartphone ini menggunakan Gorilla Glass 3, membuatnya lebih tahan terhadap goresan dan benturan. Walaupun begitu, penggunaan tempered glass mau pun lapisan tahan gores masih kami sarankan.

Xiaomi Pocophone F1 - Kamera Inframerah

Pada notch dari Pocophone F1, ada satu sensor yang menurut kami cukup menarik untuk diketahui. Pocophone F1 menggunakan sensor infra merah untuk melakukan deteksi wajah. Hal ini tentu akan mempersingkat waktu pengenalan wajah dibandingkan dengan kamera biasa. Sinar infra merah pun akan terlihat pada saat melakukan deteksi wajah.

Untuk penempatan tombol, pada bagian kanan ditemukan tombol volume suara serta tombol power untuk menyalakan layarnya. Pada sisi sebelah kiri dapat ditemukan SIM tray hybrid, sehingga Anda harus memilih apakah menggunakan dua SIM atau satu SIM dengan sebuah kartu microSD.

Pada bagian atas ditemukan sebuah microphone kedua serta port audio 3,5 mm. Dan pada bagian bawahnya dapat ditemukan sebuah speaker, microphone utama, serta port USB-C.

Widevine L1: Bye Bye HD

Sayangnya, Pocophone F1 memiliki masalah pada saat menggunakan layanan streaming seperti Hooq atau Netflix. Perangkat ini tidak akan bisa memainkan video streaming dengan resolusi 1080p. Hal tersebut dikarenakan Pocophone F1 tidak memiliki sertifikasi Widevine L1.

Pocophone F1 memiliki sertifikasi Widevine L3 yang membolehkan pemutaran video dengan resolusi 540p secara streaming. Lalu apakah hal ini bisa dibenahi dengan update OTA? Sayangnya tidak.

Xiaomi Pocophone F1 - DRM

Sertifikasi Widevine L1 membutuhkan sebuah kunci digital pada platform TrustZone dari ARM. Oleh karena itu, masalah tersebut merupakan masalah pemilihan hardware dari Pocophone. Sampai saat ini, masalah yang sama terjadi pada smartphone lain seperti OnePlus 5, 5T, dan ZTE Axon M. Ketiganya pun tidak dapat menyelesaikan masalahnya melalui update software.

Hal ini tentu bukan sebuah masalah jika Anda bukan penikmat video streaming dengan resolusi tinggi. Akan tetapi, mereka yang suka nonton video streaming dengan resolusi tinggi, bahkan 4K, tentu saja harus menimbang apakah masalah ini bisa diterima atau tidak.

MIUI untuk Pocophone F1

Smartphone Pocophone F1 menggunakan antar muka buatan Xiaomi, yaitu MIUI versi 9. Akan tetapi, MIUI yang digunakan sudah dimodifikasi kembali oleh Pocophone sehingga terlihat berbeda dengan MIUI aslinya. Yang paling terlihat adalah MIUI yang digunakan oleh Pocophone memiliki app drawer.

Xiaomi Pocophone F1 - About

MIUI untuk Pocophone juga memiliki tingkat respon yang lebih baik dibandingkan aslinya. Pengguna smartphone non Pocophone pun dapat mencoba menggunakan MIUI modifikasi ini. Untuk sistem operasinya, MIUI 9.6 buatan Poco ini menggunakan Android Oreo 8.0.

Jaringan LTE

Jaringan 4G LTE yang ada di Indonesia memang cukup berbeda dengan yang ada di luar negeri. Akan tetapi, dengan mendukung kanal 1(2100 MHz), 3(1800 MHz), 5(850 MHz), 7(2600 MHz), 8(900 MHz), 20(800 MHz), 38(2600 MHz), 40(2300 MHz), dan 41(2500 MHz).

Pocophone F1 juga telah mendukung LTE-Advanced dengan modem tercanggih dari Qualcomm. Dengan CAT 16, Pocophone dapat melakukan transfer data sampai dengan 1 Gbps. Selain itu, modemnya mendukung 4 Carrier Aggregation.

Kamera

Kamera merupakan salah satu feature yang menurut Pocophone dianggap penting. Oleh karena itu, mereka pun melakukan tweaking pada kamera yang ada. Tidak tanggung-tanggung, Pocophone menggunakan sensor Sony IMX 363 pada kamera utama di bagian belakangnya.

Xiaomi Pocophone F1 - Kamera interface

Sensor Sony IMX 363 memang dapat menangkap gambar dengan baik. Hal ini terbukti pada saat mengambil gambar pada cahaya yang cukup, hasilnya pun sangat baik. Akan tetapi, pada saat cahaya rendah, gambar yang dihasilkan akan terdapat cukup banyak noise. Selain itu, hasilnya pun juga tidak terlalu tajam.

Untuk melakukan selfie, Pocophone F1 memiliki kamera dengan resolusi 20MP. Dalam cahaya yang terang dan tangan yang tidak goyang, kameranya dapat mengambil gambar dengan tajam dan minim noise. Hal yang sama bakal terjadi saat kondisi cahaya menjadi kurang, di mana noise dan efek lukisan cat air muncul.

Pengujian

Pocophone F1 menggunakan SoC terkencang dari Qualcomm, yaitu Snapdragon 845. Kinerja dari Snapdragon 845 sendiri masih yang terkencang di antara semua SoC yang ada untuk perangkat Android hingga saat ini.

Snapdragon menggunakan empat inti Kryo 385 Gold yang merupakan modifikasi dari Cortex A75 dengan kecepatan 2,8 GHz dan empat inti Kryo 385 Silver yang merupakan modifikasi Cortex A55 dengan kecepatan 1,8 GHz. GPU yang tertanam juga masih yang terkencang untuk perangkat Android, yaitu Adreno 630.

LiquidCool

Saat bermain game dengan Pocophone F1, kami tidak merasakan panas yang berlebih. Hal tersebut dikarenakan Pocophone F1 menggunakan teknologi heatpipe yang mereka beri nama LiquidCool.

Prinsipnya adalah Pocophone memasang sebuah pipa di dalam badan smartphone F1. Di dalam pipa tembaga tersebut, terdapat cairan yang saat panas akan berubah menjadi gas dan bergerak ke tempat yang lebih dingin. Saat panas tersalurkan ke bagian yang lebih dingin, gas tersebut akan kembali menjadi cairan dan kembali ke tempat asalnya.

Proses ini akan terus menerus berlanjut setiap kali bagian utamanya menjadi panas. Teknologi yang sama pun juga sudah lama digunakan untuk menjadi pendingin komputer seperti desktop atau pun laptop.

Game

Beberapa game kami coba pada saat menguji smartphone yang satu ini. Namun, PUBG Mobile masih menjadi yang utama kami uji. Dengan menggunakan Snapdragon 845, tentu saja kami tidak menemukan lag. Dan dengan menggunakan teknologi LiquidCool, bermain game menjadi lebih nyaman karena tidak menimbulkan panas yang berarti.

Sintetis

Pengujian kami lakukan dengan menggunakan beberapa benchmark sintetis. Untuk membandingkan, kami hadirkan sebuah smartphone yang memiliki SoC Snapdragon 821 dan 835. Hal tersebut hanya untuk membandingkan seberapa besar kenaikan kinerja antar ketiga SoC.

Pada saat ini, kami tidak bisa mendapatkan skor Antutu 7 yang dijanjikan oleh Pocophone F1. Hal tersebut dikarenakan nilai yang didapatkan oleh Xiaomi merupakan ROM mereka yang bakal diluncurkan dengan menggunakan antar muka MIUI 10.

Uji dengan BatteryXPRT

Kali ini DailySocial melakukan pengujian dengan menggunakan aplikasi BatteryXPRT. Mengapa BatteryXPRT? Karena aplikasi yang satu ini dapat menguji baterai smartphone mirip dengan penggunaan sehari-hari. Kami tidak melakukan pengujian saat smartphone berada dalam kondisi menyala tanpa henti atau yang sering disebut dengan Screen On Time.

Xiaomi Pocophone F1 - BatteryXPRT

BatteryXPRT sendiri mengatakan bahwa smartphone dengan baterai 4000 mAh ini dapat bertahan sampai dengan 31.9 jam. Hal ini tentu membuat Pocophone F1 juga cocok untuk mereka yang ingin memiliki smartphone yang dapat bertahan hingga dua hari. Tentunya saat digunakan untuk memainkan game, smartphone ini akan bertahan sekitar sembilan jam.

Verdict

Xiaomi memang sampai saat ini dikenal sebagai penyedia produk smartphone dengan harga yang murah. Akan tetapi walaupun murah, mereka selalu menjaga kualitasnya. Hal itu pula lah yang mereka lakukan dengan Pocophone F1 yang menggunakan SoC tertinggi saat ini.

Kinerja yang ditawarkan oleh Pocophone F1 memang sangat baik untuk kelasnya. Walaupun banyak yang menghadirkan smartphone dengan SoC Snapdragon 845, namun semuanya dapat terbilang memiliki harga tinggi. Perangkat ini pun cocok untuk digunakan untuk berbagai kegiatan seperti gamingediting, dan lain sebagainya.

Kamera juga merupakan satu poin yang ditonjolkan oleh Pocophone. Bagi Anda yang tidak membutuhkan feature AR, perangkat ini cocok untuk dimiliki. Sayang memang hasilnya akan menurun pada saat cahaya yang kurang terang, namun masih bisa digunakan untuk pencetakan foto.

Dengan harga resmi Rp. 4.499.000 untuk RAM 6 dan penyimpan internal 4 GB (seperti yang kami uji) tentu saja harga tersebut sangat menarik. Bahkan lebih menarik dibandingkan perangkat Xiaomi lainnya seperti kelas Redmi mau pun MiA2 sekali pun.

Akan tetapi, mari kita lihat apakah Pocophone mampu menghadirkan smartphone dengan kinerja tinggi lainnya setelah F1. Hal tersebut mengingat kata-kata dari Alvin Tse, sang Kepala Pocophone Global yang mengatakan bahwa mereka “belum” harus mendapatkan untung pada saat fase pertumbuhannya ini.

Sparks:

  • Snapdragon 845
  • Kencang
  • Harga tergolong murah
  • Sangat responsif
  • Baterai besar
  • Face Unlock dengan infra red
  • Hasil kamera bagus saat cahaya terang

Slacks

  • Bezel masih cukup tebal
  • Sertifikasi Widevine L1
  • Tidak ada NFC

[Review] Infinix Hot S 3X: Tonjolkan Notch dan Kamera Ganda

Saat ini, pasar smartphone di Indonesia pada rentang harga Rp2 jutaan sudah sangat sesak. Hampir setiap pabrikan ponsel memiliki utusan di segmen ini, dari Samsung, Xiaomi, OPPO, Vivo, Asus, dan juga Infinix dengan Hot S 3X yang akan kita ulas.

Beberapa unique selling point yang diunggulkan oleh Infinix Hot S 3X adalah smartphone ini memiliki notch, kamera depan 16-megapixel, kamera ganda di belakang, dan bertenaga chipset Qualcomm Snapdragon 430.

Dijual dengan harga Rp2.149.000, apa lagi yang ditawarkan olehnya? Berikut review Infinix Hot S 3X selengkapnya, semoga bisa membantu Anda menimbang-nimbang sebelum meminang smartphone ini.

Unboxing Infinix Hot S 3X 

review-infinix-hot-s-3x

  • Unit Infinix Hot S 3X black
  • Adapter charger (5V/2A)
  • Kabel data microUSB
  • Headset
  • Silicon case
  • SIM ejector
  • Anti gores
  • Buku panduan dan garansi

Desain FullView dengan Notch

review-infinix-hot-s-3x

Dibanding pendahulunya yakni Infinix Hot S3, desain Hot S 3X terlihat lebih elok berkat kehadiran notch di keningnya. Sentuhan finishing glossy yang nampak berkilau di bagian belakang dan bingkainya, juga turut menambah menarik penampilannya.

review-infinix-hot-s-3x

Body Hot S 3X masih menggunakan material plastik, tetapi build quality-nya sudah mantap banget – terasa sangat solid. Namun sentuhan glossy juga membuatnya sedikit licin dalam cengkraman tangan dan cenderung mudah kotor, solusinya bisa menggunakan silicon case yang diberikan dalam paket penjualan.

review-infinix-hot-s-3x

Bila diperhatikan dengan teliti, desain Hot S 3X memang terasa familier. Saya sendiri menjadi teringat dengan seri Vivo V9, dengan sudut-sudut membulat dan bagian sisi punggung yang agak melengkung – meskipun tidak seluruh detailnya mirip.

Bagian notch misalnya, ukurannya lebih lebar dan dagunya masih cukup tebal. Notch pada Hot S 3X sendiri merupakan kediaman sejumlah komponen, seperti kamera depan 16-megapixel, LED flash, LED notifikasi, earpiece, serta sensor proximity dan ambient light.

review-infinix-hot-s-3x

Berbalik ke punggung, didapati kamera ganda resolusi 13-megapixel dan 2-megapixel, serta LED flash dalam setup vertikal. Lalu, ada sensor fingerprint, logo Infinix, serta logo Hot S dan keterangan ‘design by Infinix‘ di bagian bawah.

Tombol power dan volume berada di samping kanan. SIM tray di samping kiri, yang terdiri dari tiga slot (dua untuk nano SIM dan satu microSD). Lalu, jack audio 3,5 mm bertengger di atas. Serta, speaker, port microUSB, dan mic di sisi bawah.

Layar Luas 6,2 Inci, Tetapi…

review-infinix-hot-s-3x

Formula FullView display yang dikenakan Infinix memang membuat hampir seluruh bagian muka Hot S 3X dipenuhi oleh layar. Ukurannya cukup luas yakni 6,2 inci dengan panel IPS, yang memiliki viewing angle yang lebar, reproduksi warna yang baik, dan brightness tinggi sehingga asyik dipakai di luar ruangan sekalipun.

Sayangnya, layar seluas itu masih disokong hanya dengan resolusi HD+ (1500×720 piksel) dalam aspek rasio 19:9. Untuk memenuhi kebutuhan seperti melihat feed Instagram dan menonton video di YouTube memang sudah lebih dari cukup.

review-infinix-hot-s-3x

Namun, untuk kegiatan gaming tampilannya baru akan terasa kurang tajam dan kurang maksimal. Lebih lanjut, Infinix tidak menyediakan display mode, tetapi kita bisa menggunakan fitur ‘eye care‘ yang membantu menjaga kenyamanan dan kesehatan mata saat menggunakan smartphone dalam kondisi ruangan bercahaya redup. Kemudian ada juga fitur ambient display yang memungkinkan kita membaca notifikasi dari layar yang terkunci.

XOS Hummingbird Versi 3.3 Lite

review-infinix-hot-s-3x

Infinix Hot S 3X mengemudikan Android 8.1 Oreo disentuh XOS Hummingbird versi 3.3 Lite dengan patch keamanan bulan Juli.

Dari dulu saya sudah cukup terkesan dengan user interface dari XOS ini. Karena memiliki ikon, tema, dan efek serta transisi animasi yang menarik.

Tampilannya simpel, pengoperasiannya praktis, dengan launcher dua lapis. Untuk membuka menu utama, cukup usap dari bawah ke atas.

Bila ingin tampil berbeda, fitur XTheme memungkinkan kita mengubah tema smartphone menjadi benar-benar tampak berbeda. Ada banyak sekali beragam tema dan wallpaper yang bisa dieksplorasi.

Seperti biasa, Infinix menyematkan sejumlah bloatware – baik itu aplikasi besutan Infinix seperti XAccount, XClub, XHide, XShare, dan XTheme maupun beberapa aplikasi pihak ketiga lainnya. Sekiranya bisa di-uninstall bila tidak dibutuhkan, menurut saya itu bukan masalah.

Untuk mengamankan smartphone, Infinix menyediakan fingerprint sensor dan face unlock. Kita bisa mendaftar lima sidik jari kita, bagian menariknya tiap-tiap sidik jari dibekali shortcut untuk langsung membuka aplikasi tertentu.

Tak hanya itu, kita bisa mengambil selfie, menerima panggilan masuk, merekam panggilan, navigasi di galeri, dan mengentikan alarm dengan menekan sensor fingerprint sensor.

Ketika sensor disentuh, ada efek getar dan suara – sayangnya saya tidak menemukan cara untuk menonaktifkannya. Kalau soal akurasi dan kecepatannya, sudah lumayan bisa diandalkan. Pun demikian dengan kinerja fitur face unlock-nya.

Kamera Ganda Belakang

Untuk aktivitas fotografi, Infinix Hot S 3X telah dibekali kamera ganda di bagian belakang, resolusinya 13-megapixel, dengan aperture f/2.0, dan teknologi autofocus PDAF. Serta, kamera sekunder 2-megapixel saja untuk memotret foto dengan efek bokeh.

Sementara, kamera depannya memiliki resolusi lebih tinggi yakni 16-megapixel. Lengkap dengan LED flash dan teknologi kecerdasan buatan (AI) sehingga dapat memberikan hasil foto selfie yang maksimal.

Antarmuka aplikasi kameranya masih sama seperti Infinix Smart 2. Di mana cukup menggeser ke kanan atau ke kiri untuk berpindah mode pengambilan gambar, seperti AI cam, beauty, portrait, video, panorama, night, dan professional.

Pada mode AI cam, bagian atas terdapat shortcut untuk mengaktifkan HDR, LED flash, aspek rasio foto (4:3 atau 18:9), efek, dan pengaturan kamera.

Untuk perekaman videonya, bisa disimpan pada resolusi 1080p 30 fps – baik kamera depan maupun belakang. Buat yang suka vlogging dengan kamera selfie, LED flash di bagian depan juga bisa digunakan saat merekam video – insentitas cahayanya juga bisa diatur pada level rendah, menengah, atau tinggi.

Soal kualitas hasil fotonya terbilang rata-rata, tidak terlalu istimewa – tetapi bisa bersaing dengan smartphone lain di rentang harga yang sama. Berikut beberapa hasil jepretan dari Infinix Hot S 3X.

Hardware dan Performa

Dipersenjatai chipset Snapdragon 430 sudah cukup menggambarkan bahwa Infinix Hot S 3X memiliki kinerja yang cukup mumpuni untuk menenuhi kebutuhan dasar ber-smartphone.

RAM 3GB juga memastikan aktivitas seperti browsing di Chrome, scrolling feed di Instagram, dan proses membuka aplikasi terasa lancar.

Memori internalnya sendiri cukup lapang yakni 32GB dan memiliki slot microSD. Sementara, kapasitas baterai 4.000 mAh memberi durasi pemakaian sedikit lebih lama.

Soal benchmark, di Antutu – Infinix Hot S 3X mendapatkan skor 55.777 poin. Sementara, di PCMark Work 2.0 meraih 3.527 poin, lalu di 3DMark Sling Shot mendapatkan 594 poin, serta di GeekBench 4 single-core 676 poin dan multi-core 2.332 poin.

Smartphone ini juga bisa untuk bermain PUBG Mobile, dalam level grafis balance dan frame rate medium – meski agak patah-patah.

Secara umum, performa Infinix Hot S 3X untuk kebutuhan standar sudah mantap – meski memang tidak begitu kencang. Agar performa senantiasa lancar, Anda juga dituntut berupaya lebih.

Sedikit tips untuk menjaga performa smartphone tetap lancar ialah menghapus aplikasi yang tidak pernah atau jarang digunakan. Serta, rajin-rajin memindahkan hasil foto dan video atau file lainnya ke laptop atau simpan ke cloud storage.

Verdict

review-infinix-hot-s-3x

Di tengah-tengah persaingan sengit dan semakin agresifnya sejumlah pabrikan ponsel dalam menggempur market Indonesia. Saya melihat Infinix tetap kalem dan berusaha untuk konsisten meluncurkan smartphone baru.

Infinix Hot S 3X pun berhasil tampil menjanjikan pada harga Rp2 jutaan. Bagi saya, Infinix menawarkan experience yang berbeda dengan kompetitor di rentang harga yang sama.

Keberadaan notch di smartphone menengah ke bawah juga masih merupakan fitur yang istimewa. Secara keseluruhan, perangkat ini memiliki keseimbangan desain, kemampuan kamera, dan performa.

Bertambahnya list panjang smartphone Rp2 jutaan juga memberi keuntungan bagi konsumen. Sekarang giliran Anda, sesuaikan dengan kebutuhan dan menentukan kriteria yang Anda inginkan.

Sparks

  • Desain layar dengan notch
  • Chipset Snapdragon 430 dan RAM 3GB yang cukup kuat
  • Memiliki kamera ganda

Slacks

  • Resolusi layar masih HD+
  • Desain mirip Vivo V9

[Review] Vivo V11 Pro, Pamer Fingerprint Sensor di Bawah Layar

Vivo memang mesti belajar dari pengalaman dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sebelumnya sesuai riset yang telah mereka lakukan, Vivo merilis V9 versi ‘downgrade untuk market Indonesia – dengan chipset dan kamera lebih rendah.

Meski telat, Vivo memang sempat mencoba memperbaiki keadaan dengan merilis V9 varian 6GB yang diotaki chipset Snapdragon 660. Kini Vivo telah merilis V11 Pro di Indonesia, kali ini berbeda karena mereka membawa smartphone kelas menengah yang menurut saya sangat bagus dan inovatif.

Penerus V9 ini dibekali fitur Screen Touch ID atau fingerprint sensor di bawah permukaan layar, SoC Snapdragon 660 AIE dengan RAM 6GB, dan kemampuan kamera lebih baik. Serta, yang paling penting ialah harganya berimbang yakni hanya Rp4.999.000.

Sebagai daya tarik utama, Screen Touch ID ini memang cukup membuat banyak orang penasaran. Bagaimana cara kerjanya? Selengkapnya berikut review Vivo V11 Pro.

Unboxing Vivo V11 Pro

review-vivo-v11-pro-1

Unit Vivo V11 Pro yang berkunjung ke meja redaksi DailySocial lifestyle berwarna nebula purple. Apa saja yang disertakan Vivo dalam kotak kemasan V11 Pro? Mari kita bongkar isinya.

  • Unit Vivo V11 Pro nebula purple
  • Adapter fast charging (5V/2A)
  • Kabel data microUSB
  • Headset
  • Silicon case
  • SIM ejector
  • Buku panduan dan garansi

Desain dengan Warna Bergradasi

Sepintas desain V11 Pro memang terlihat masih identik dengan V9, dengan sudut-sudut yang agak membulat dan agak melengkung di kedua sisi punggungnya. Namun, V11 Pro hadir dengan desain notch yang minimalis seperti Essential Phone dan diselimuti warna bergradasi yang terinspirasi dari alam semesta dan keindahan malam.

review-vivo-v11-pro

Saat ini, Vivo menyediakan dua warna yakni starry black dengan gradasi warna hitam ke biru gelap bertabur kilauan yang mengadaptasi pemandangan malam berbintang. Serta, nebula purple dengan gradasi biru ke ungu.

Tidak hanya menyenangkan saat dipandang, build quality V11 Pro juga sangat baik – body-nya terasa premium dalam genggaman tangan. Punggungnya berlapis material kaca dan bingkai plastik, dengan ketebalan 7,9mm dan bobot 156 gram.

Bagian muka terdapat layar 6,41 inci dengan bezel samping yang sangat tipis yakni 1,76mm, serta sekitar 3mm untuk bagian dagu dan dahi. Notch hanya menampung kamera depan 25-megapiksel, earpiece ada di atasnya dalam bentuk memanjang, lalu disampingnya ada sensor infrared. Sensor proximity dan ambient light ditempatkan di bawah layar.

Berpindah ke belakang, kita akan menjumpai kamera ganda 12-megapixel + 5-megapixel dalam setup vertikal dan LED flash. Tak ketinggalan, ada logo Vivo di tengah dan keterangan ‘designed by Vivo‘ kecil di bawah.

Tombol power dan volume bertempat di sebelah kanan, mudah dijangkau ibu jari. Lalu, SIM tray di sebelah kiri – ada dua slot nano SIM dan satu slot untuk microSD. Lanjut ke sisi atas, ada microphone sekunder. Sementara, di sisi bawah terdapat jack audio 3,5mm, microphone utama, port USB Type-C, dan speaker.

Ultra All Screen + Super AMOLED

Vivo V11 Pro mengangkat desain Ultra All Screen dengan layar berukuran 6,41 inci, resolusi Full HD+ (1080×2340 piksel) dalam aspek rasio 19.5:9. Layarnya berjenis Super AMOLED yang menyuguhkan tampilan colorful dan warna hitam yang pekat.

Layarnya juga sudah mendukung standar warna DCI-P3 yang menyuguhkan rentang warna yang lebih lebar. Namun Vivo tidak menyediakan mode layar, di pengaturan kita hanya bisa menyesuaikan tampilan lebih dingin atau lebih hangat.

review-vivo-v11-pro

Layar 6,41 inci dengan resolusi Full HD+ memberikan tingkat kerapatan 402 ppi, jelas bukan yang terbaik. Tetapi sudah cukup memanjakan mata kita dan ketajamannya membuat tampilan yang disajikan terlihat hidup.

Screen Touch ID dan Face Access

Panel Super AMOLED merupakan komponen wajib untuk mendukung teknologi Screen Touch ID yang dikembangkan Vivo bersama Synaptics. Teknologi ini merupakan pengembangan in-display fingerprint generasi ke-4.

Harus diakui, sensor pemindai sidik jari di bawah layar ini terbilang fitur yang sangat inovatif. Sudah sejak tahun 2017 lalu, teknologi diharapkan datang ke smartphone flagship – tapi sampai saat ini hanya Vivo mengadopsinya. Hebatnya lagi, Vivo membawanya ke smartphone kelas menengah untuk Indonesia.

Adapun untuk cara kerjanya, Super AMOLED akan menyinari layar untuk memindai dan mendapatkan sidik jari pengguna. Ruas garis pada sidik jari akan memproyeksikan bayangan ke sensor fingerprint, bayangan tersebut yang menjadi identifikasi.

Untuk performa ketika membuka kunci layar smartphone tidak bisa bisa dibilang ngebut, karena kita harus sedikit menekan jari ke layar agak lama. Tingkat akurasinya sudah cukup akurat, meskipun terkadang saya harus memperbaiki posisi jari lebih dari sekali.

Secara default, fitur off screen unlock aktif – di mana kita bisa membuka kunci layar meski smartphone dalam kondisi standby. Bila, logo fingerprint tidak muncul – cukup gerakkan sedikit smartphone.

Fitur Screen Touch ID memang sangat keren, tetapi saya juga terkejut dengan fitur Face Access-nya. Kinerjanya cepat sekali dalam membuka kunci layar, baru menatap sebentar langsung terbuka – tidak ada kesempatan untuk tersenyum ke smartphone.

Dukungan sensor infrared juga memungkinkannya bekerja di kondisi cahaya temaram. Pengalaman yang menyenangkan, meski kita tetap harus menekan tombol power terlebih dahulu. Tetapi, Anda mungkin tidak boleh mengabaikan peringatan bahwa metode ini kurang aman dibandingkan fingerprint, password, PIN, dan pola.

Funtouch OS 4.5

Vivo V11 Pro menjalankan sistem operasi Android 8.1 Oreo dengan skin Funtouch OS 4.5 yang menawarkan pengalaman pengguna yang menyenangkan.

Tampilan antarmukanya sendiri tak banyak berubah, masih khas Funtouch OS dengan launcher satu lapis. Namun ada banyak fitur menarik di dalamnya, lengkap dengan pengaturan yang bisa disesuaikan.

Seperti sistem navigasi berbasis tombol atau gerakan, manajemen notifikasi tiap-tiap aplikasi, always on display – pasangan yang sempurna untuk memaksimalkan panel Super AMOLED, lockscreen poster yang otomatis mengganti wallpaper di lockscreen, tema interaktif ‘my house‘, dan yang terbaru adalah ‘Jovi’.

Jovi di Vivo V11 Pro terdiri dari tiga fitur yakni smart camera seperti smart face beauty, AI scene identification, dan AI portrait framing. Kemudian, Smart Scene dan Game Mode yang memastikan aktivitas bermain game tidak terganggu.

Fitur lainnya seperti itu motorbike mode, tapi apapun alasannya saya tidak menyarankan menggunakan smartphone saat berkendara – apalagi menggunakan sepeda motor. Ada juga smart motion, smart split, app clone, dan smart click.

AI Dual Rear Camera

review-vivo-v11-pro-50

Kemampuan kamera V11 Pro meningkat cukup signifikan dibanding pendahulunya, dari segi teknis maupun peningkatan dan penambahan fitur-fitur berbasis kecerdasan buatannya.

Kamera utamanya hadir dengan sensor 1/2.8 inci, resolusi 12-megapixel, aperture besar f/1.8, dan dilengkapi teknologi autofocus dual pixel PDAF. Sedangkan, kamera sekundernya 5-megapixel sebagai depth sensor dengan aperture f/2.4. Sementara, kamera depannya 25-megapixel dengan aperture f/2.0.

Vivo menyebutnya ‘AI dual rear camera‘ dan sudah dilengkapi Google Lens. Fitur baru yang diunggulkan V11 Pro ialah Anti-Backlight AI HDR. Misalnya kita memotret seseorang dengan pada situasi backlight, sistem kamera tidak hanya akan membuat muka objek kita terlihat jelas tapi sekaligus memperbaiki warna latar belakangnya.

Yang baru lagi ialah AI Portrait Framing, di mana sistem kamera akan merekomendasikan komposisi foto. Akan muncul ikon bulat, lalu kita gerakkan smartphone agar ke ikon tersebut – setelah itu kamera akan menjepret otomatis dalam waktu 2 detik.

review-vivo-v11-pro

Fitur Face Beauty juga semakin mengerikan saja, kalau dulu cuma memperhalus kulit dan memutihkan wajah – sekarang bisa mengubah bentukan wajah menjadi lebih tirus, mengecilkan pipi yang tembem, membuat dagu lebih lancip, mata lebih belo, mengatur jarak kedua mata, membuat hidung tampak lebih mancung atau tirus, dan mengecilkan atau memperbesar bibir – semua efek itu bisa didapatkan secara real-time.

Fitur lainnya seperti AI BokehAI Scene RecognitionAI Selfie LightingAI low light mode, AR Sticker, Live Photo, Panorama, video slow motion, dan time-lapse. Tak ketinggalan, ada professional mode untuk Anda yang menyukai kontrol penuh.

review-vivo-v11-pro

Di professional mode, kita bisa mengatur exposure, ISO dari 50 hingga 3.200, shutter speed dari 1/12.000 hingga 32 detik, white balance, manual focus, serta mode ultra HD. Sayangnya, Vivo masih belum memperbolehkan kita menyimpan gambar dalam format RAW.

Kualitas hasil foto V11 Pro juga selaras dengan peningkatan yang diberikan, kamera mampu menangkap detail dengan baik, warna akurat, kontras tinggi, dan noise yang rendah. Kamera depan juga sama asyiknya, berikut sejumlah foto hasil jepretan V11 Pro.

Bukan cuma sekedar buat foto-foto, saya yakin pengguna smartphone juga ingin membuat konten video – baik itu untuk YouTube maupun IGTV. Sayangnya, di sektor ini Vivo mengabaikannya – tak ada yang spesial.

V11 Pro mampu merekam video dalam format 4K dan 1080p pada 30 fps saja, tidak ada opsi untuk merekam 1080p pada 60 fps. Vivo juga luput tidak memberikan sistem peredam getar macam EIS atau OIS, sehingga hasil video rentan shaky.

Hardware – Snapdragon 660 AIE

Vivo V11 Pro digerakkan oleh chipset Qualcomm Snapdragon 660 AIE, yang terdiri dari CPU octa-core Kryo 260 dalam konfigurasi 4×2.0GHz + 4×1.8GHz dan GPU Adreno 512. Kemudian didorong RAM 6GB, storage 64GB, dan baterai berkapasitas 3.400 mAh yang sudah didukung teknologi dual-engine fast charging.

Di aplikasi benchmark Antutu, V11 Pro mencetak skor 129.646 poin, sementara di PCMark Work 2.0 meraih 6.101 poin, lalu di 3DMark Sling Shot mendapatkan 1.864 poin, serta di GeekBench 4 single-core 1.434 poin dan multi-core 5.478 poin.

Kinerja Vivo V11 Pro untuk penggunaan standar harian ataupun kebutuhan berat untuk multitasking dan aktivitas gaming terbilang lancar. Untuk bermain PUBG Mobile, berada di level grafis HD dan high frame rate.

Verdict

Screen Touch ID merupakan fitur premium dan inovatif, tetapi Vivo membawa ke smartphone kelas menengah V11 Pro – good jobs Vivo, i really appreciate it. Meskipun, kecepatan dan tingkat akurasi masih menjadi pekerjaan rumah mereka.

Layar Super AMOLED, Face Access yang cepat, chipset Snapdragon 660 AIE dengan RAM 6GB, dan kemampuan kamera yang lebih baik – juga merupakan peningkatan signifikan dibanding pendahulunya. Bila Anda mencari smartphone kelas menengah terbaik, Vivo V11 Pro berada di urutan paling atas yang paling saya rekomendasikan.

Di rentang harganya, satu-satunya smartphone yang cukup mampu menggoyahkan Vivo V11 Pro adalah Xiaomi Pocophone F1 dengan keunggulan chipset Snapdragon 845. Tetapi, bila Anda mampu mengabaikan fitur Screen Touch ID di V11 Pro dan juga menerima desain dengan material plastik Pocophone F1 yang apa adanya.

Sparks

  • Screen Touch ID yang inovatif
  • Kinerja Face Access sangat cepat dan dibekali sensor infrared
  • Layar Super AMOLED yang menyuguhkan warna solid 

Slacks

  • Masih terjebak dengan port microUSB
  • Belum bisa menyimpan foto dalam format RAW
  • Tidak ada sistem peredam getar macam EIS maupun OIS

[App Review] YouTube Kids Datang, Khawatir Pun Hilang

Minggu lalu Google secara resmi menggulirkan aplikasi baru YouTube Kids ke Indonesia, menghadirkan solusi bagi orang tua yang mulai merasa khawatir dengan tontonan buah hatinya. Aplikasi ini jadi jalan keluar bagi para ayah dan ibu yang khawatir anaknya tiba-tiba hafal lagu dewasa yang bukan untuk umurnya atau jargon-jargon yang tidak semestinya diucapkan.

Pembuatan YouTube Kids memang berangkat dari kekhawatiran itu. Konten-konten yang dihadirkan hampir 100% aman bagi anak-anak, bebas dari materi yang tidak semestinya ditonton oleh mereka, dan sejauh ini belum ada iklan serta sejumlah fitur parental control yang memberi kendali penuh kepada orang tua untuk memastikan buah hatinya terhindar dari paparan materi yang berbahaya.

Sebelum kita lihat bagaimana antarmuka dan fitur YouTube Kids, saya ingin sedikit mengulas perjalanan aplikasi ini sampai akhirnya diluncurkan dan tiba di tanah air.

YouTube Kids pertama kali diluncurkan pada tanggal 23 Februari 2015 untuk Android dan iOS. Sejak saat itu, aplikasi ini memperoleh banyak pembaruan baik dari segi antarmuka maupun dukungan perangkat dan juga negara. Setelah menunggu cukup lama, Indonesia kebagian jatah pada tanggal 6 September lalu, dan ini mengakhiri penantian banyak orang tua di tanah air, termasuk saya dan mungkin Anda.

Sekarang, mari kita lihat ke dalaman YouTube Kids. Ini hari pertama saya menggunakannya, dan saya – Anda tentu juga ingin tahu apakah aplikasi ini benar-benar aman untuk anak kita.

Interface

Kesan menyenangkan langsung terasa ketika pertama kali menjalankan aplikasi YouTube Kids. Sangat jauh berbeda dengan aplikasi versi standar. Ketika dijalankan pertama kali, YouTube Kids menampilkan animasi dengan pilihan karakter lucu meski dengan dominasi warna yang tak jauh dari merah sebagaimana aplikasi aslinya.

Screenshot_2018-09-12-08-32-03-058_com.google.android.apps.youtube.kids

Setelah disambut dengan animasi keren, saya kemudian diminta untuk melakukan verifikasi, memastikan bahwa saya benar sebagai orang tua yang memegang kendali terhadap seluruh konten dan pengaturan di dalam aplikasi. Anda juga akan mendapati perintah yang sama, di antaranya memasukkan tahun kelahiran Anda, email, sandi email dan terakhir membuat profil untuk masing-masing anak tergantung usianya. Anda bisa membuat banyak profil apabila perangkat digunakan bersama-sama. Nah, konten-konten yang dihadirkan nantinya akan disesuaikan dengan usia masing-masing anak. Saat proses pembuatan profil, Anda juga diminta memasukkan informasi tahun kelahiran buah hati Anda.

Screenshot_2018-09-12-08-32-26-108_com.google.android.apps.youtube.kids Screenshot_2018-09-12-08-33-32-779_com.google.android.apps.youtube.kids

Memasuki aplikasi, secara default YouTube Kids menampilkan video dalam mode lanskap, tidak bisa diubah ke mode potrait. Desain aplikasi secara umum didominasi oleh warna merah dan putih dengan latar belakang lucu yang berubah setiap kali Anda berpindah ke laman yang lain.

Screenshot_2018-09-12-08-34-34-146_com.google.android.apps.youtube.kids

Video ditampilkan dalam ukuran yang cukup besar, tidak ada mode kotak-kotak seperti aplikasi aslinya. Ada lima buah kategori video yang wakilkan oleh lima ikon yang unik, antara lain kategori Recommended, Learning, Music, Shows dan Explore. Masing-masing kategori memiliki jenis video yang berbeda tergantung ketertarikan anak. Untuk menjelajah video-video yang ditampilkan, pengguna harus menggeser layar ke kanan atau ke kiri.

Screenshot_2018-09-12-08-35-40-252_com.google.android.apps.youtube.kids

Video yang dipilih akan diputar langsung dalam mode layar penuh. Kontrol playback-nya hanya akan muncul saat layar disentuh. Di mode ini, baru muncul tombol next tepat di sebalah kanan video utama yang fungsinya untuk pindah ke video selanjutnya. Awalnya saya salah duga, saya pikir ini tombol untuk mempercepat video yang diputar, ternyata bukan. Jadi, untuk mempercepat video hanya ada satu cara yaitu dengan menggeser kursor di bar video player.

Screenshot_2018-09-12-08-34-06-084_com.google.android.apps.youtube.kids

Ketika video sedang diputar, sayangnya YouTube Kids hanya menampilkan latar belakang berwarna hitam yang semestinya bisa diganti dengan latar belakang lucu seperti di lama utamanya. Sepertinya hal ini ditujukan agar anak bisa lebih fokus pada video tanpa teralihkan oleh hal lain di bagian latar.

Di bagian kanan atas video juga ditambahkan tombol tiga titik seperti YouTube standar, di mana tombol ini memuat tiga opsi ekstra yaitu Off untuk mematikan atau menghidupkan caption, Report untuk melaporkan video dan Block untuk memblokir video bersangkutan. Yap, Anda mungkin bertanya-tanya di mana opsi untuk mengatur kualitas video, karena sejak pertama dijalankan video terlihat bening yang menandakan resolusi yang diputar terbilang tinggi sehingga kekhawatiran berikutnya adalah pada konsumsi data.

Untuk bagian interface saya rasa tak banyak yang bisa dikritisi, karena sebagian besar yang disuguhkan YouTube Kids sangat representatif, menawarkan tempat yang nyaman bagi anak, membuat anak merasa betah sehingga tidak kembali beralih ke aplikasi YouTube standar yang justru membuat rencana besar aplikasi ini menjadi sia-sia.

Konten di YouTube Kids

Nah sekarang bagian yang terpenting dalam review kali ini, apakah konten video di YouTube Kids benar-benar aman untuk anak?

Jawabannya menurut saya, aman tetapi dengan catatan.

Saya sudah melihat semua konten video yang disuguhkan oleh kelima kategori utamanya. Meski pilihannya sebanyak YouTube standar, namun pilihan videonya sangat layak ditonton oleh anak-anak. Pengelompokan video cukup membantu anak-anak dengan usia sekolah dasar untuk memilih apa yang menjadi minat mereka.

Screenshot_2018-09-12-11-38-39-596_com.google.android.apps.youtube.kids

Saya juga mencoba melakukan pencarian  – fitur ini bisa dimatikan di awal konfigurasi aplikasi – dengan kata kunci tertentu dan mendapati beberapa konten video berjenis musik yang memuat penyanyi dewasa, misalnya Adele, Kenny G, Bruno Mars, George Michael, Glenn Medeiros, dan lain-lain. Sayangnya, YouTube Kids masih juga menampilkan musik-musik yang relatif kurang baik untuk anak-anak, misalnya musik jenis dangdut, disco mix, dan tarian-tarian yang menurut saya relatif kurang tepat didengar atau disaksikan oleh anak-anak.

Jadi, rekomendasi saya adalah mematikan fitur pencarian untuk menghindari konten-konten yang di luar dari rekomendasi yang diberikan oleh YouTube Kids. Pengaturan ini tidak bisa diubah di panel Settings, tapi Anda bisa mereset ulang aplikasi dengan cara menghapus data, caranya klik menu Settings – Apps – YouTube Kids – Hapus Data. Setelah itu jalankan kembali YouTube Kids, lakukan pengaturan dari awal dan pastikan Anda mematikan fitur pencarian.

Fitur YouTube Kids

Karena peruntukannya yang memang menyasar anak-anak, maka jangan pernah punya ekspektasi YouTube Kids punya fitur pembuatan channel, upload video, komentar, likes atau share. Karena yang dibutuhkan oleh anak-anak hanyalah video, video yang sesuai dengan umur mereka.

Multi Profile

Screenshot_2018-09-12-08-33-32-779_com.google.android.apps.youtube.kids

Di awal tadi sudah saya singgung, bahwa YouTube Kids memperbolehkan orang tua untuk membuat beberapa profile di satu perangkat. Dukungan ini untuk mengakomodasi penggunaan satu perangkat oleh beberapa anak dengan usia yang berbeda. Orang tua hanya cukup mengarahkan anak untuk memilih profil mereka masing-masing, setelah itu mereka bisa fokus pada pekerjaan tanpa harus memantau secara periodik.

Offline Video

Fitur yang ini tak boleh hilang. Pasalnya, anak punya kecenderungan untuk menonton video yang sama berulang kali. Ketimbang menggunakan data, orang tua bisa mengunduh video tersebut untuk kemudian ditonton lagi keesokan harinya. Dengan begitu, Anda hanya ‘membakar’ kuota untuk satu kali unduhan, jauh lebih hemat ketimbang menonton video yang sama berulang kali dalam mode online.

Screenshot_2018-09-12-08-35-48-157_com.google.android.apps.youtube.kids

Seperti YouTube standar, di versi ramah untuk anak ini orang tua juga bisa menentukan sendiri kualitas video yang diunduh dan menggunakan koneksi apa, WiFi atau mobile. YouTube Kids juga menyediakan panel khusus yang akan menyimpan seluruh video unduhan, selain untuk menonton ulang juga untuk menghapus video yang sudah tidak diminati atau memblokir dari daftar tontonan.

Timer

Berikutnya, YouTube Kids punya fitur timer. Ini temuan baru, sebab di YouTube standar pun tak akan ditemukan. Sesuai namanya, fitur ini memungkinkan orang tua untuk mengatur berapa lama anak boleh menonton video, pilihannya dari 1 sampai dengan 60 menit.

Screenshot_2018-09-12-08-37-41-372_com.google.android.apps.youtube.kids

Apa yang terjadi jika waktu yang ditentukan habis? Aplikasi akan terkunci secara otomatis, di mana hanya Anda sebagai orang tua yang bisa membukanya. Untuk itu, YouTube Kids menawarkan fitur berikutnya yaitu Passcode.

Passcode

Screenshot_2018-09-12-08-38-29-054_com.google.android.apps.youtube.kids

Untuk memasuki panel pengaturan, YouTube Kids sudah memberlakukan otentikasi menggunakan hitungan angka yang kemungkinan besar tidak bisa diselesaikan oleh anak-anak balita. Tapi, Anda juga punya opsi yang lebih aman yaitu menggunakan Passcode untuk menggantikannya setiap kali memasuki panel setting. Passcode bisa diakses di menu Settings dan terdiri dari empat digit angka. Passcode ini juga bisa dihapus jika ingin diganti dengan kode yang lain.

Pengaturan Resolusi

Screenshot_2018-09-12-08-37-56-348_com.google.android.apps.youtube.kids

YouTube Kids memang tidak menyematkan fitur pengaturan resolusi di videonya, melainkan disembunyikan di panel pengaturan. Anda tinggal masuk ke Settings kemudian kemudian menghidupkan opsi Limit Mobile Data Usage – Only stream HD video on Wi-Fi.

Unblock Video

Selain mempunyai tool untuk memblokir video, YouTube Kids juga memberikan opsi untuk membuka blokir video sehingga semua konten akan bisa diakses kembali oleh anak. Gunakan fitur ini dengan bijak agar keamanan anak tetap terjaga.

Kesimpulan

Sejak dirilis tiga tahun lalu, YouTube Kids mendapatkan respon yang beragam dari publik. Sejumlah orang tua yang punya pertimbangan yang satu visi merasa kehadirannya mampu jadi solusi paling tepat untuk mengakomodasi fenomena kebiasan anak belia kekinian yang gemar menonton video secara online.

Tetapi, perjalanan YouTube Kids tak lepas dari kritik. Beberapa pihak menuding Google mengumpulkan data dari anak-anak sehingga secara kasat mata privasi mereka tidak sepenuhnya aman.

Apapun itu, dari sudut pandang user, ini bisa jadi yang dibutuhkan oleh pengguna, oleh para orang tua yang merasa khawatir dengan tontonan buah hatinya. YouTube Kids merupakan jawaban untuk tuntutan rasa aman itu, dengan rancangan dan ruang personal yang terkontrol. Tak hanya memberi rasa tenang, orang tua juga bisa menghindari ketegangan dengan anak dikarenakan harus memberlakukan aturan yang ketat ketika masih menggunakan YouTube standar.

Meski demikian, tentunya peran orangtua sebagai pengambil keputusan tetap menjadi penting. Menjaga buah hati dengan akses gadget yang wajar bisa menjadi pilihan, jika tidak memungkinkan untuk membatasi akses secara total. Youtube Kids bisa menjadi alat bantu untuk pembatasan akses yang aman bagi anak. Tentunya dengan pengawasan dari orangtua dan pengaturan maksimal di aplikasinya.

Sparks

  • Aplikasi mempunyai antarmuka yang lucu dan menarik, pas untuk anak-anak dan membuat mereka merasa betah sehingga tak akan kembali ke aplikasi YouTube standar.
  • Fitur dan navigasi yang minimalis membuat orang tua tak harus khawatir dengan kesalahan input. Tidak ada menu chanel, subscribe, like, komentar, dan lain sebagainya.
  • Tak ada iklan – sejauh ini.
  • Fitur parental control yang terlindungi memberikan ketenangan yang lebih.

Slacks

  • Fitur pencarian masih menampilkan hasil ke konten-konten dewasa
  • Latar belakang serba hitam terutama ketika video diputar menampilkan kesan kurang menarik, meskipun saya yakin Google punya alasan sendiri.
  • Mode lanskap saya rasa kurang nyaman untuk anak dengan genggaman yang kecil sehingga potensi perangkat untuk jatuh jadi lebih besar.

[Review] Samsung Galaxy Note 9: Asisten Pribadi yang Cekatan

Bila generasi sebelumnya sudah sangat bagus, Samsung memang memikul tugas yang amat berat untuk memenuhi antusiasme dan ekspektasi para gadget reviewer dan penggemarnya, terutama pengguna Galaxy Note series.

Kalau dilihat dari kaca mata saya sebagai gadget reviewer, menurut saya Samsung Galaxy Note 9 layak menyandang predikat sebagai salah satu smartphone flagship premium terbaik saat ini. Namun, memang tidak mempunyai unsur kejutan dari Galaxy Note 8.

Hanya ada perbaikan di sana-sini dan sejumlah peningkatan yang kurang signifikan. Dalam hal ini yang saya maksud ialah memang sudah semestinya dimiliki, seperti peningkatan kualitas kamera, performa lebih cepat, dan baterai lebih tahan lama. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai kelebihan dan kekurangannya, berikut review Samsung Galaxy Note 9 selengkapnya.

Unboxing Samsung Galaxy Note 9

review-samsung-galaxy-note-9-1

Unit Samsung Galaxy Note 9 yang mendarat di meja redaksi Dailysocial lifestyle berwarna metallic copper, varian RAM 6GB dan storage 128GB. Samsung menjualnya dengan harga Rp13.499.000, sementara untuk versi RAM 8GB dan storage 512GB dibanderol Rp17.999.000. Berikut isi dalam kotak ritel Samsung Galaxy Note 9?

  • Unit Samsung Galaxy Note 9 dengan S Pen
  • Adaptive fast charging AC adapter (5V/2A)
  • Kabel data USB Type-C
  • USB Connector
  • Headset AKG EO-IG955
  • Silicon case
  • SIM ejector
  • Buku panduan dan garansi

Desain ‘Mewah’

Dari rupanya, mungkin banyak yang merasa sedikit kecewa karena Samsung masih mempertahankan garis desain Galaxy Note 8. Bukan jelek, detail desain Galaxy Note 9 sangat mengesankan, material premium kaca bertemu logam, dan tepian layar melengkung di kedua sisinya.

Tetapi tahun ini kita sudah kedatangan Oppo Find X yang tampil futuristik dengan desain inovatif yakni sistem kamera mekanisme slider dan balutan warna yang lebih fresh. Ketika dibandingkan, Galaxy Note 9 memang terlihat sedikit kuno. Tapi Find X belum mengusung desain water proof, sementara Galaxy Note 9 sudah dilengkapi sertifikasi IP68.

review-samsung-galaxy-note-9-1

Dengan dimensi 161.9×76.4×8.8 mm dan bobot 201 gram, ukuran Galaxy Note 9 sedikit lebih lebar, tebal, dan berat dibanding pendahulunya. Karena mengusung layar dan kapasitas baterai lebih besar, dari 6,3 inci menjadi 6,4 inci dan dari 3.300 mAh menjadi 4.000 mAh.

Samsung telah menata ulang posisi fingerprint sensor agar lebih mudah dijangkau. Bila sebelumnya berada persis di sebelah kamera, Samsung mengubah letaknya ke bawah kamera. Sayangnya, posisinya masih terlalu tinggi dan bentuknya horizontal – mengingatkan saya pada tombol home khas Samsung dulu.

Selain tombol power di sisi kanan, Samsung menempatkan tombol volume dan tombol Bixby di sisi kiri. Tombol Bixby ini terasa sangat sensitif dan kadang aktif tanpa sengaja. Namun saat ini, kita tidak bisa menonaktifkan atau menyesuaikan tombol Bixby.

Lanjut ke sisi atas, terdapat mic sekunder dan SIM tray dengan slot hybrid (nano dan micro). Lalu, di sisi bawah masih ada jack audio 3.5mm, port USB Type-C, mic, speaker, dan rumah bagi stylus S Pen.

S Pen Remote

Stylus S Pen selalu menjadi keistimewaan utama Galaxy Note series dari Samsung, Anda tidak akan menemukannya di vendor lain. Tak hanya mampu meningkatkan produktivitas, tapi juga kreativitas penggunanya.

S Pen di Samsung Galaxy Note 9 dilengkapi Bluetooth Low-Energy (BLE) dan menggunakan transistor untuk menyimpan daya. Cukup dengan menekan ke dalam untuk mengeluarkan S Pen dari sarangnya.

review-samsung-galaxy-note-9-1

Fitur terbarunya ialah S Pen remote, di mana kita bisa mengontrol sejumlah aplikasi dari jarak jauh dengan S Pen. Misalnya, kita bisa membuka aplikasi kamera dengan menekan tombol S Pen. Kemudian tekan sekali tombol S Pen untuk mengambil gambar dan tekan dua kali dengan cepat untuk berpindah dari kamera belakang ke kamera belakang atau sebaliknya.

Selain kamera, fungsi ini juga tersedia untuk aplikasi galeri, perekam suara, pemutar musik (bekerja di Spotify), Chrome, dan Powerpoint. Aplikasi yang didukung akan terus bertambah, karena Samsung akan mengeluarkan Application Programming Interface (API) agar fitur S Pen remote dapat diperluas dan dimanfaatkan oleh para pengembang aplikasi.

Screen off memo juga masih menjadi fitur andalan, di mana kita bisa langsung menulis sesaat setelah mencabut S Pen. Entah itu ide yang terlintas atau hal-hal penting yang harus diingat, tanpa perlu repot meng-unlock smartphone dan membuka aplikasi note terlebih dahulu.

Layar Super AMOLED 6,4 Inci

review-samsung-galaxy-note-9-1

Layar Samsung Galaxy Note 9 berukuran 6,4 inci beresolusi 1440×2960 piksel (516 ppi) dalam aspek rasio 18.5:9. Dengan panel Super AMOLED, mendukung format HDR 10, dan telah diproteksi Corning Gorilla Glass 5.

Secara default resolusi layar yang digunakan berada di Full HD+, mungkin alasannya untuk menjaga daya tahan baterainya. Tetapi saya mengubahnya ke resolusi maksimal WQHD+ di pengaturan, karena memang itulah resolusi sebenarnya yang ditawarkan.

Untuk kualitas tampilan layarnya, tak perlu diragukan lagi. Kaya akan warna, sudut pandang yang luas, dan mampu menampilkan warna hitam lebih pekat.

Di sini, Samsung menyediakan tiga mode layar. Pertama dan diterapkan secara default ialah adaptive display yang mengoptimalkan rentang warna, saturasi, dan ketajaman layar secara otomatis. Mode lainnya adalah AMOLED cinema, AMOLED photo, dan basic.

UI Samsung Experience

review-samsung-galaxy-note-9-1

Samsung Galaxy Note 9 yang saya review menjalankan Android 8.1 Oreo dengan patch keamanan tanggal 1 Agustus 2018. Diselimuti user interface Samsung Experience versi 9.5 yang tampil minimalis, dengan pengaturan yang disederhanakan, tapi tetap menyuguhkan banyak sekali fitur.

Di area lockscreen, selain menampil
kan waktu dan tanggal, terdapat shortcut menuju aplikasi panggilan telepon dan kamera. Kemudian, area homescreen-nya bisa ditambah sesuai kebutuhan dan di sebelah paling kiri ada Bixby Home.

Untuk membuka menu utama, cukup mengusap dari bawah ke atas. Aplikasi di dalam smartphone bisa disembunyikan dan diurutkan sesuai alphabet atau kustom. Selain aplikasi dari Samsung dan Google, terdapat juga sejumlah aplikasi dari Microsoft.

Soal Bixby, Samsung memang terkesan memaksa kita untuk menggunakan personal assistant buatannya itu. Selain lewat tombol khusus, kita bisa memanggil Bixby dengan suara – cukup bilang ‘hi Bixby’.

Meski awalnya merepotkan, butuh dipelajari, dan membiasakan diri – Bixby sebenarnya bisa cukup berguna. Tetapi tergantung para penggunanya, ingin memaksimalkannya atau tidak. Saat ini Bixby juga belum mampu berbahasa Indonesia.

Untuk kemudahan pengoperasian, Samsung juga memiliki fitur Edge Screen yang menyuguhkan beragam fungsi, seperti apps edge, people edge, task edge, reminder, dan banyak lagi dengan menggeser bagian tepi smartphone.

review-samsung-galaxy-note-9

Untuk bermain game dengan nyaman, Samsung melengkapi Galaxy Note 9 dengan sistem pendingin water carbon dan juga game launcher. Semua game terkumpul di sana, serta memastikan CPU dan GPU bekerja maksimal.

Game tools sendiri bisa diakses di area tombol navigasi. Di mana kita bisa merekam gameplay dari game yang sedang dimainkan, mengambil screenshot, ataupun memblokir notifikasi.

Kamera – Copy Paste dari Galaxy S9+

Secara teknis, kamera Galaxy Note 9 sepertinya hanya copy paste dari Galaxy S9+. Dengan konfigurasi dual camera dan dual OIS di bagian belakang. Memiliki sensor kamera utama berukuran 1/2.55 inci, lensa wide-angle 26mm resolusi 12-megapixel, pixel ukuran 1.4µm, aperture f1.5-f2.4, dual pixel PDAF, dan OIS.

Satu lagi menggunakan sensor berukuran 1/3.4 inci, lensa telephoto 52mm dengan resolusi 12-megapixel, pixel ukuran 1µm, aperture f2.4, AF, dan OIS. Kombinasi keduanya menyuguhkan fungsi optical zoom 2x dan digital zoom hingga 10x.

Sementara bagian depan, mengandalkan sensor berukuran 1/3.6 inci, lensa 25mm dengan resolusi 8-megapixel, pixel ukuran 1.22µm, aperture f/1.7, dan sudah dilengkapi sistem AF.

Antarmuka aplikasi kamera Galaxy Note 9 cukup simpel. Di posisi landscape, tombol rana dan perekam video berada di sisi kiri. Lalu, ada shortcut untuk memilih aspek rasio foto 4:3 (12-megapixel) dan full view 18:5:9 (7,9-megapixel).

Di mode auto-nya, Samsung telah melengkapi fitur scene optimizer untuk mengidentifikasi elemen foto seperti scene dan subjek pada 20 kategori. Ada juga flaw detection, di mana kita akan mendapatkan notifikasi bila ada sesuatu yang salah di foto.

Bila ingin kontrol penuh, geser saja ke mode pro. Kita bisa leluasa mengatur ISO (50-800), shutter speed (1/4000s-10s), efek, manual fokus, white balance, dan exposure. Mode lain yang tersedia, ada panorama, live focus, super slow-mo, AR emoji, dan hyperlapse.

Ya, kamera Galaxy Note 9 bisa diandalkan di berbagai kondisi cahaya. Dalam kondisi cahaya melimpah, aperture yang digunakan ialah f/2.4. Hasil foto terlihat sangat detail dan tajam, dengan warna yang cerah, serta dynamic range luas.

Sementara di malam hari, menggunakan aperture yang lebih besar yakni f/1.5. Shutter speed akan terasa lebih lambat, tapi berkat fitur stabilization – blur karena goyangan bisa diminimalisir. Hasilnya fotonya terlihat cerah dan minim noise.

Untuk perekaman videonya, kamera belakang bisa merekam video UHD (60 fps), UHD, QHD, FHD (60 fps), FHD, 18.5:9, 1:1, dan HD. Catatannya, tracking AF dan efek video tidak bekerja di UHD (60 fps), UHD, QHD, dan FHD (60 fps). Lalu, video stabilization juga tidak bekerja di UHD (60 fps) dan 1:1.

Sementara, untuk kamera depan bisa merekam video dalam QHD, FHD, 18.5:9, 1:1, dan HD. Fitur efek video tidak bekerja di QHD dan video stabilization tidak bekerja di QHD dan 1:1.

Video juga bisa disimpan dalam format HEVC yang lebih ramah memori. Untuk hasil perekaman yang maksimal, baik di kamera depan dan belakang ada di FHD saja.
Lalu, untuk video slow-motion kita bisa memilih antara 1080p pada 240fps atau 720p pada 960fps.

Berikut sejumlah bidikan dari Samsung Galaxy Note 9:

Hardware – Exynos 9810 Octa

Seperti biasa, di Indonesia kita kebagian versi Exynos 9810 Octa. Chipset ini terdiri dari CPU octa-core (4×2.7 GHz Mongoose M3 dan 4×1.8 GHz Cortex-A55), serta GPU Mali-G72 MP18. Unit yang saya review merupakan varian RAM 6GB dan storage 128GB.

Di aplikasi benchmark Antutu, Galaxy Note 9 mencetak skor 238.983 poin, sementara di PCMark Work 2.0 meraih 5.122 poin, lalu di 3DMark Sling Shot mendapatkan 3.997 poin, serta di GeekBench 4 single-core 2.790 poin dan multi-core 9.118 poin.

Sejauh yang saya tahu, untuk performa CPU, Exynos 9810 Octa dan Snapdragon 845 bisa dibilang sebanding. Sementara, kinerja GPU Adreno 630 dikatakan relatif lebih baik. Tapi, yang paling dikeluhkan ialah daya tahan baterainya – Galaxy Note 9 versi Exynos 9810 Octa cenderung lebih boros.

Saya juga merasakan demikian, padahal kapasitas baterainya sudah meningkat menjadi 4.000 mAh. Meski saat pengujian saya tidak menggunakannya secara intens, tapi tak mampu bertahan seharian.

Game Fortnite masih dalam tahap beta, kinerjanya masih belum diukur. Untuk PUBG Mobile, mendukung level grafis HDR dan frame rate level ultra.

Verdict

Saat ini, memang ada beberapa smartphone flagship berspesifikasi tinggi yang ditawarkan dengan harga relatif terjangkau. Sebut saja Asus Zenfone 5Z dan Xiaomi Pocophone F1, namun pasti ada yang dikorbankan – misalnya desain dan kualitas kamera.

Sementara, Samsung Galaxy Note 9 menyuguhkan desain dengan material premium dan build quality yang sangat baik, feel-nya benar-benar ‘mewah sungguhan’. Kemampuan kameranya juga sudah pasti bisa diandalkan dalam berbagai kondisi pencahayaan.

Lalu, keberadaan S Pen – membuatnya menjadi ‘asisten pribadi’ yang cerdas dan cekatan – terutama sebagai penunjang produktivitas. Namun smartphone ini tak cuma maksimal untuk bekerja, tapi juga sangat mumpuni untuk kegiatan gaming dan aktivitas multimedia lainnya.

Sparks

  • Fitur S Pen remote yang sangat berguna
  • Kemampuan kamera sangat bisa diandalkan
  • Perekaman video juga mumpuni, fitur video stabilization sangat membantu menstabilkan hasil video

Slacks

  • Daya tahan baterai standar, cenderung boros
  • Desain masih sama seperti pendahulunya

[Review] OPPO Find X: Smartphone Android Flagship Unik dan Kencang

Bisa jadi, sejak beberapa tahun yang lalu, OPPO sudah kesal dengan pertanyaan para awak media. Pasalnya, pertanyaan mengenai kapan sang penerus OPPO Find 7 akan hadir di Indonesia sangat sering ditanyakan. Apakah seri R akan hadir di Indonesia? Atau akan ada flagship lainnya? Dan lain sebagainya.

Secuil informasi pun muncul di mana pihak OPPO memberitahukan bahwa tahun 2018 akan keluar sebuah smartphone flagship untuk memenuhi pasar premium. Akhirnya, informasi itu menjadi sebuah kenyataan di mana OPPO meluncurkan Find X.

OPPO Find X

OPPO Find X pada akhirnya mampu menghadirkan desain sebuah smartphone yang menurut pendapat saya, cukup cantik. Desain yang dimiliki tentu berbeda dengan yang lain. Misalnya saja, layar yang hampir memenuhi bagian depan smartphone ini sampai tidak muat untuk ditempatkan sensor, layar edge layaknya Samsung kelas S, badan belakang yang polos tanpa kamera, dan terakhir adalah kamera yang muncul saat dibutuhkan pada bagian atasnya. Nope, you won’t find this design in other brands!

Selain dari sisi desain, layaknya perangkat flagship, OPPO juga menggunakan spesifikasi tinggi yang ada pada perangkat Android saat ini. Find X memiliki spesifikasi sebagai berikut:

SoC Qualcomm Snapdragon SDM845
CPU 4×2.8 GHz Kryo 385 Gold + 4×1.7 GHz Kryo 385 Silver
GPU Adreno 630
RAM / Internal Storage 8 GB / 256 GB
Layar 6.42 inci 2340x 1080 AMOLED 19.5:9 curved
Baterai 3730 mAh VOOC
Sistem Operasi Android Oreo 8.1 ColorOS 5.1
Kamera Depan: 25 MP, Belakang: 16 MP + 20 MP

OPPO Find X - Belakang

Untuk hasil pemindaian CPU-Z dan Sensor Box adalah sebagai berikut

Pada pengujian kali ini, saya tidak mendapatkan paket penjualannya secara lengkap seperti yang dijual di Indonesia. OPPO hanya meminjamkan unit beserta charger VOOC-nya.

 

Desain

Pertama-tama, mari kita bahas terlebih dahulu mengenai desain modul kamera yang dibawa oleh OPPO Find X. Pada saat Find X digenggam, tidak terlihat adanya kamera pada bagian depan dan belakangnya. Kamera pun bakal muncul pada bagian atas dari smartphone ini saat aplikasi kamera diakses atau saat face unlock diaktifkan.

Bagian atas tersebut muncul karena OPPO menggunakan motor mekanik untuk menggerakkan modul tersebut. Akan tetapi, banyak komentar di internet yang mengatakan bahwa dengan menggunakan motor akan menjadi aus seiring dengan pemakaiannya.

OPPO Find X - CAmera

Mungkin hal tersebut benar, namun kita belum tahu berapa lama motornya akan menjadi aus. OPPO mengatakan bahwa dalam pengujian internal mereka, modul kamera tersebut dapat dinaikkan dan diturunkan hingga 300.000 kali. Hal tersebut berarti selama empat tahun dapat digunakan sekitar 200 kali per hari. Atau jika digunakan 100 kali per hari, maka motornya bakal rusak saat smartphone ini berumur delapan tahun. Sebelum rusak pun, sepertinya pengguna sudah akan mengganti smartphone tersebut.

OPPO Find X menggunakan rangka dan frame aluminium untuk menjaga agar perangkat ini tetap kokoh. Uniknya, OPPO menggunakan Gorilla Glass 5 pada bagian layar maupun bagian belakangnya. Oleh karena itu, berhati-hatilah saat memegangnya karena cukup licin. Gunakan back case bawaan agar lebih kesat.

Bagian layar dari smartphone ini  memenuhi 93.8% dari tampilan depan OPPO Find X. Layarnya sendiri merupakan layar Y-OCTA yang sama yang digunakan pada smartphone Samsung Galaxy S9. Hal ini membuat OPPO merupakan yang pertama menggunakan layar tersebut di luar merek Samsung. Selain itu, OPPO Find X juga tidak memiliki sensor proxymity seperti kebanyakan smartphone, namun menggantinya dengan EarSense dari Qeexo yang bekerja seperti sensor tersebut.

Pada bagian kanan body ditemukan tombol power. Pada bagian kiri terdapat tombol volume. Di bagian bawah ditemukan slot SIM dan port USB-C. Selain itu, speaker dan microphone juga adapada bagian bawahnya. Tidak terdapat modul pemindai sidik jari pada smartphone ini.

ColorOS  5.1

OPPO memodifikasi Android Oreo 8.1 dengan menggunakan antar muka buatan mereka sendiri. Dengan nama ColorOS versi 5.1, yang ternyata tidak terlalu beda dengan versi 5.0 yang digunakan pada OPPO F7, meniadakan bagian app drawer sehingga semua icon dan widget tergabung dalam homescreen.

OPPO Find X - ColorOS

Pada ColorOS juga terdapat beberapa feature yang ditambahkan, seperti gesture dan smart assistant. Pada sisi keamanan, Find X sangat mengandalkan fungsi Face Recognition yang diklaim lebih nyaman dan akurat dibandingkan sidik jari. Untuk bermain game, OPPO juga menyediakan Game Space yang dapat meningkatkan kinerja permainan.

Jaringan 4G LTE

Tidak semua smartphone memiliki pilihan kanal 4G yang sama. Akan tetapi, OPPO Find X sepertinya sudah dikondisikan untuk menerima semua operator di Indonesia. Smartphone ini mendukung hampir semua kanal pita lebar yang ada di dunia, termasuk Indonesia. Find X juga sudah mendukung VoLTE.

Kamera: Sony Depan Belakang

OPPO selalu mengedepankan kamera, baik yang ada pada sisi depan maupun pada sisi belakangnya. Walaupun selama ini memasarkan produknya sebagai selfie expert, produsen asal Tiongkok ini juga tidak melupakan kualitas kamera belakangnya di setiap produk yang diluncurkan.

Pada bagian belakangnya, terdapat dua buah kamera dengan resolusi 16 MP sebagai yang utama dan 20 MP sebagai pemindai jarak. Sensor yang digunakan pada kamera utamanya adalah Sony IMX 519. Tidak heran jika hasilnya bagus pada saat cahaya yang ada cukup terang. Saat cahayanya kurang, hasilnya juga tidak buruk, namun warna tone kulit memang menjadi seperti cat air jika dilihat dengan zoom lebih dari 100%.

OPPO juga membawa teknologi zoom mereka pada smartphone ini, namun hanya sebatas 2x saja. Teknologi ini mampu menangkap gambar lebih dekat secara digital tanpa adanya pengurangan kualitasnya. Berikut adalah contoh hasil dari kamera utamanya

Pada kamera depan, OPPO menggunakan sensor Sony IMX 576 dengan resolusi 25 MP.  Dengan sensor ini, mungkin OPPO Find X merupakan satu-satunya smartphone saat ini yang memiliki kamera depan yang paling baik. Saat mengambil gambar muka dengan kumis dan jenggot misalnya, helai rambut yang ada tergambar dengan sangat baik. Hal ini membuktikan kalau tingkat detail kamera depan dari Find X sangat baik.

Pengujian

OPPO Find X menggunakan SoC terkencang dari Qualcomm, yaitu Snapdragon 845. Kinerja dari Snapdragon 845 sendiri masih yang terkencang di antara semua SoC yang ada untuk perangkat Android. Snapdragon menggunakan empat inti Kryo 385 Gold yang merupakan modifikasi dari Cortex A75 dengan kecepatan 2,8 GHz dan empat inti Kryo 385 Silver yang merupakan modifikasi Cortex A55 dengan kecepatan 1,8 GHz. GPU yang tertanam juga masih yang terkencang untuk perangkat Android, yaitu Adreno 630.

Saat menguji smartphone yang satu ini, satu hal yang kami rasakan. Smartphone ini menjadi cukup panas jika digunakan cukup lama. Hal tersebut kami rasakan pada saat melakukan percobaan bermain PUBG Mobile. Walaupun begitu, panas yang dirasa memang tidak terlalu mengganggu.

Game

Beberapa game kami coba pada saat menguji smartphone yang satu ini. Namun, PUBG Mobile masih menjadi yang utama kami uji. Dan sepertinya tidak satu pun game di platform Android yang tidak dapat berjalan dengan lancar dengan Snapdragon 845. Dan tentu saja, pada OPPO Find X, pilihan HDR dengan Ultra Frame Rate dengan mudah dapat diraih.

Sintetis

Pengujian kami lakukan dengan menggunakan beberapa benchmark sintetis. Untuk membandingkan, kami hadirkan sebuah smartphone yang memiliki SoC Snapdragon 821 dan 835. Hal tersebut hanya untuk membandingkan seberapa besar kenaikan kinerja antar ketiga SoC.

Uji Baterai dengan MP4

Untuk melakukan uji baterai kali ini, kami menggunakan sebuah MP4 yang diputar secara berulang-ulang dari 100% sampai habis. Hal ini tidak akan memakan daya yang cukup besar seperti pengujian baterai pada PCMark, namun lebih menggambarkan penggunaan sehari-hari.

Biasanya kami menggunakan BatteryXPRT, namun aplikasi tersebut memang sulit dijalankan pada smartphone OPPO. Jadi untuk kali ini, MP4 pun kami gunakan. OPPO Find X mampu bertahan dengan memakan baterainya selama 22 jam 15 menit! Hal ini tentu cukup untuk digunakan selama dua hari.

OPPO Find X - VOOC

Dengan menggunakan VOOC, smartphone yang satu ini dapat diisi dengan penuh dari 1% hingga 100% dengan waktu 1 jam 39 menit untuk baterai dengan kapasitas 3730 mAh. Namun, baterai dapat terisi 50%-nya dalam waktu 49 menit saja.

Verdict

Pemilihan sebuah smartphone memang tidak hanya terpaku pada kinerjanya saja, namun juga desain yang dimilikinya. Akan tetapi, sepertinya OPPO tidak tanggung-tanggung dalam mengeluarkan perangkat flagship mereka yang dinamakan Find X. Smartphone ini ternyata selain unik dan cantik dalam desainnya, kinerja yang dimilikinya juga kencang.

Berbicara mengenai desain, OPPO memiliki desain yang tidak dimiliki oleh perangkat lain, yaitu sebagian dari bagian atasnya yang muncul membawa banyak sensor. Bagian tersebut dapat digunakan minimal 300.000 kali, sehingga secara perhitungan kasar, bagian tersebut akan rusak saat penggunanya membeli smartphone baru setelah empat tahun ke atas.

Berbicara mengenai kinerja, siapa lagi yang meragukan Snapdragon 845? SoC yang satu ini mampu menjalankan semua aplikasi dan game yang ada untuk platform Android saat ini. Dengan menggunakan proses pabrikasi 10 nm, kinerja yang tinggi tersebut tidak memakan daya yang terlalu besar.

Kalau berbicara mengenai kamera, hasil dari kedua sensor Sony IMX ini memang sudah lebih dari cukup untuk mengambil gambar dan momen di sekitar kita. Gambarnya minim sekali noise dan tajam pada saat kondisi cahaya cukup. Saat cahaya redup, gambarnya masih bagus, walaupun terjadi peningkatan algoritma penghilang noise yang membuat warna seperti lukisan cat air.

Harga jual dari smartphone yang satu ini memang bukan untuk semua orang, yaitu Rp. 13.499.000. Walaupun begitu, dengan harga tersebut pengguna sudah mendapatkan RAM 8 GB dan penyimpanan internal 256 GB.  Hal tersebut membuat Find X tidak saja cocok untuk orang yang mementingkan fashion, tetapi juga mereka yang sering bekerja dan mengambil gambar tanpa harus memikirkan penuh tidaknya penyimpanan.

Sparks

  • Desain unik, terutama modul kamera
  • RAM 8 GB dengan penyimpanan 256 GB
  • Hasil kamera apik
  • Gorilla Glass 5 depan dan belakang
  • Layar sangat lebar
  • Waktu pengisian baterai yang cepat
  • Kinerja kencang

Slacks

  • Harga cukup tinggi
  • Tidak ada NFC
  • Tidak mendukung Wireless charging

[Speed Review] Huawei Nova 3i: Cantik untuk Penggemar Selfie, Gahar untuk Gamer

Sejak hadir di Indonesia pada bulan November 2017, terhitung sudah 10 bulan saya menggunakan Huawei Nova 2i sebagai smartphone utama. Sejauh ini saya tak mengalami masalah, saya merasa smartphone kelas menengah sudah cukup.

Namun setelah saya mulai bermain PUBG Mobile, muncul hasrat untuk mengganti smartphone. Alasannya karena Nova 2i tak mendukung level grafis HD di PUBG Mobile dan tidak bisa main Fortnite.

Nah akhir bulan lalu, Huawei telah resmi meluncurkan penerus Nova 2i yakni Huawei Nova 3i di Indonesia dengan harga Rp4,2 juta. Dari segi tampilan sih terlihat lebih kece ya, tapi sebenarnya peningkatan apa saja yang dibawa – lebih penting lagi bagaimana kemampuan gaming-nya?

Selengkapnya, berikut review Huawei Nova 3i – tapi karena perangkat yang tiba di meja redaksi Dailysocial lifestyle hanya unit Nova 3i saja dan bukan versi retail, maka review kali ini tak selengkap biasanya ya.

1. Desain Mewah Tapi… 

review-huawei-nova-3i

Berbeda dengan Nova 2i yang tampil kalem dalam balutan material logam, Nova 3i terlihat lebih mewah berkat penggunaan material kaca. Desainnya juga sudah menyerupai smartphone flagship Huawei P20 Pro.

Unit yang saya review berwarna iris purple – menonjol banget dengan finishing dua nada berbeda yaitu biru ke ungu. Warna birunya sangat pekat dan lebih dominan, saya lebih prefer warna black-nya sih.

Ukuran layar 6,3 inci dalam rasio 19.5:9 dengan sudut-sudut membulat, Nova 3i masih terasa enak dan nyaman digenggam satu tangan. Namun untuk pemakaian sehari-hari, sebaiknya pakai case – karena sedikit licin dan takut selip.

review-huawei-nova-3i

Sekarang ke bagian muka, di sana Anda akan menemui notch di dahi – rumah bagi dua kamera depan, earpiece, dan sensor lainnya. Agak bosan sih, tapi itulah salah satu trend smartphone saat ini.

Berbalik ke belakang, ada dua kamera dan LED flash dalam posisi vertikal. Tak jauh ada fingerprint sensor, letaknya cukup tinggi sehingga agak sulit dijangkau.

Tombol volume dan power di sebelah kanan. Lalu, SIM tray di sebelah kiri – ada dua slot SIM (hybrid dan dual 4G). Kemudian, di sisi atas ada microphone sekunder, serta jack audio 3,5mm, port microUSB, dan speaker di sisi bawah.

2. Kualitas Layar 

review-huawei-nova-3i

Nova 3i mengusung layar IPS berukuran 6,3 inci resolusi Full HD+ (2340×1080 piksel) dalam rasio 19.5:9, dan notch di dahi, Huawei menyebutnya sebagai FullView Display 2.0. Bila bosan dengan notch, di pengaturan ada opsi ‘hide notch‘ untuk menyamarkan eksistensi notch.

Huawei juga menyediakan colour mode normal dan vivid, serta colour temperature seperti default, warm, cold, dan juga custom. Kalau saya sih suka yang warm ya, biar mata tak cepat lelah. Tapi, kalau di luar ruangan kita bisa mengaktifkan fitur mode vivid yang meningkatkan saturasi layar secara signifikan.

Kualitas layarnya sudah bagus, saya rasa tak ada masalah di sini. Sudah mengakomodasi buat berbagai macam aktivitas ber-smartphone, baik untuk nonton video, buka media sosial, sampai bermain game.

3.  Antarmuka EMUI 8.2

Nova 3i menjalankan sistem operasi Android 8.1 Oreo dengan Android security patch bulan Juli 2018. Dipermanis dengan antarmuka EMUI 8.2, kalau saya perhatikan ikon-ikon aplikasinya terlihat lebih bersih dan flat.

Tetapi, Huawei sepertinya terlalu banyak menaruh bloatware – untungnya bisa dihapus. Karena saya merasa tak nyaman, kalau ada aplikasi bawaan dari pihak ketiga yang tidak bisa di-uninstall.

Secara default, style homescreen-nya punya app drawer tapi ada juga tampilan standar satu lapis. Selain fitur navigation dock, Huawei juga punya sistem navigasi baru yang disebut single-key navigation.

Tekan sekali untuk fungsi back, tahan untuk kembali ke homescreen, tahan dan geser ke kanan atau kiri untuk menampilkan recent tasks, serta usap dari bawah ke atas untuk membuka Google Assistant.

Tombol navigasi tersebut juga bisa otomatis hilang – jadi seluruh layar bisa buat konten. Untuk mengembalikan tombol navigasi, cukup usap dari bawah ke atas.

Fitur face unlock juga tersedia untuk membuka kunci smartphone dengan mudah. Tapi, pada akhirnya tetap saya nonaktifkan karena tak bisa menggantikan sensor pemindai sidik jari.

4. Kemampuan Kamera 

review-huawei-nova-3i

Kalau dalam hal spesifikasi, kamera belakang Nova 3i sama dengan Nova 2i. Mengandalkan sensor kamera 16-megapixel, aperture f/2.2, dan teknologi autofocus PDAF. Lalu, kamera kedua 2-megapixel untuk depth effect.

Namun Huawei telah menyematkan fitur AI Master, di mana mampu mengidentifikasi 22 objek – kamera akan memberikan pengaturan terbaik sesuai kondisi.

review-huawei-nova-3i

Sebaliknya, kamera depan Nova 3i mengalamai peningkatan yang signifikan. Dengan sensor kamera 24-megapixel dan aperture f/2.0, serta kamera kedua 2-megapixel. Fitur AI Selfie Master juga melengkapinya tapi hanya mampu mengenali 8 objek.

UI aplikasi kameranya juga dirombak, di mana lebih mudah memilih mode pengambilan gambar. Fitur dan pengaturan kamera Nova 3i juga sangat lengkap.

Ada fitur 3D Portrait Lighting seperti yang ada di iPhone X, di mana bisa memberikan pencahayaan yang baik saat selfie. Lalu, 3D Qmoji seperti Animoji Apple.

Bagi yang suka kontrol penuh, mode pro memberi keleluasaan mengatur mode metering, ISO, shutter speed, exposure, mode focus, dan white balance. Hasil fotonya juga bisa disimpan dalam format RAW.

Soal pembuatan video, Nova 3i hanya mampu merekam video Full HD saja pada 30fps atau 60fps. Dalam format video H.265 yang memakan memori lebih sedikit atau standar H.264. Cukup disayangkan, di harganya yang mencapai Rp4 juta lebih belum bisa merekam video 4K.

Untuk hasil foto kamera belakang sudah bagus, tapi saya berharap lebih. Saya sedikit kecewa ketika preview di laptop – detail foto kurang tajam, warnanya juga cenderung kusam. Di titik ini, kompetitor di kelasnya menawarkan kualitas sedikit lebih baik. Berikut beberapa hasil jepretan dari kamera Huawei Nova 3i:

5. Hardware dan Performa

review-huawei-nova-3i

Huawei Nova 3i adalah smartphone pertama dengan chipset Hisilicon Kirin 710. SoC ini dibangun pada proses pabrikasi 12nm dan terdiri dari quad-core Cortex A73 2,2GHz dan quad-core Cortex A53 1,7GHz.

Huawei menjanjikan, performa single-core Kirin 710 lebih tinggi 75 persen dan 68 persen untuk multi-core. GPU Mali-G51 MP4 juga diklaim 1,3 kali lebih baik dan 1 kali lebih hemat daya.

Besaran RAM-nya 4GB, tapi memori internalnya terbilang besar – yakni 128GB. Saya rasa sudah tak lagi memerlukan tambahan memori eksternal. Lalu, baterai berkapasitas 3.340 mAh – standar saja.

Dengan paduan spesifikasi tersebut, Nova 3i layak disebut smartphone Android semi flagship. Untuk benchmark, di AnTutu, Nova 3i mencetak skor 138.610 poin, lalu di PCMark meraih 6.868 poin, kemudian di 3DMark 1.444 poin, serta di GeekBench 4 single-core 1.591 poin dan multi-core 5.613 poin.

Performa secara keseluruhan Nova 3i di dunia nyata sudah mantap banget, membuka aplikasi dan perpindahan aplikasi terasa amat lancar. Bagaimana, dengan kemampuan gaming-nya?

Sayangnya, teknologi GPU Turbo di Nova 3i belum siap, akan ditambahkan nanti dalam update firmware di masa depan. Untuk bermain game PUBG Mobile, saya lega Nova 3i sudah mendukung level grafis HD. Tapi, terkadang saya merasa performa menjalankan PUBG Mobile dalam grafis HD ini agak berat.

Saya sudah berhasil install Fortnite versi beta dari website resmi Epic Games, data game juga sudah diunduh dengan ukuran sekitar 1GB. Sayangnya, saya masih kesulitan untuk masuk ke akun Epic Games – selalu force close. Sedangkan ketika ingin membuat akun juga tidak bisa, loading saja terus – jadi saya masih belum bisa beri komentar.

Verdict

Dari segi desain, Nova 3i berhasil meraih perhatian – ada notch, didukung dengan warna iris purple yang mencolok, dan finishing kaca. Fitur dan pengaturan kameranya juga sangat lengkap – minus perekaman 4K saja.

Chipset Kirin 710 juga terasa tenaganya, kurang lebih sekelas sama Snapdragon 660. Lalu, memori internal 128GB, besar – lebih banyak konten yang bisa dimasukkan ke smartphone.

Apakah pengguna Nova 2i harus upgrade ke Nova 3i? Iya jawabannya, tapi bila Anda penyuka selfie atau gamer mobile. Saya juga sangat penasaran dengan GPU Turbo, sayangnya belum bisa dicoba.

Bagaimana pun, Nova 3i juga harus berhadapan sejumlah lawan tangguh, seperti Asus Zenfone 5, Vivo V9 6GB, dan Oppo F7 – sebentar lagi Oppo F9 juga akan dirilis.

Sparks

  • Desain dan pilihan warna menarik
  • Fitur dan pengaturan kamera sangat lengkap
  • Memori internal 128GB

Slacks

  • Tidak bisa merekam video 4K
  • GPU Turbo belum siap
  • Hasil foto kamera belakang cenderung kurang detail

[Review] Infinix Smart 2, Smartphone Fullview Display Sejutaan

Standar desain pada smartphone sudah berubah. Saya masih ingat, dulu pegang smartphone dengan layar 5,5 inci (16:9) sudah berasa besar banget. Sekarang rata-rata smartphone telah mengusung layar 6 inci dan tetap nyaman dinikmati dengan satu tangan.

Penggunaan aspek rasio 18:9 dan bezel tipis merupakan rahasianya, di mana para pabrikan ponsel bisa tetap bisa menyuguhkan layar lapang yang diminati pasar tanpa mengorbankan aspek ergonomis.

Di tahun 2017 lalu, smartphone dengan inovasi layar penuh fullview display memang masih dibanderol tinggi ya. Tapi di tahun 2018 sudah menjadi standar baru desain smartphone, termasuk smartphone entry-level harga Rp1 jutaan.

Nah yang terbaru datang dari Infinix – Smart 2 yang dibanderol Rp1,3 juta. Recommended tidak sih? Saya akan coba menjawab di review Infinix Smart 2 berikut.

Paket Penjualan

review-infinix-smart-2

Unit Infinix Smart 2 yang tiba di meja redaksi DailySocial lifestyle berwarna sandstone black, varian RAM 2GB dan storage 16GB. Isi paket penjualannya sebagai berikut:

  • Unit Infinix Smart 2
  • Kepala charger 1,2A
  • Kabel data microUSB
  • Screen protector
  • Buku panduan dan garansi

Desain Terkini

review-infinix-smart-2

Saya sempat mencari-cari SIM ejector dalam kotak penjualannya, tapi tak menemukannya. Ternyata Infinix Smart 2 mengusung desain semi unibody, di mana back cover-nya dapat dibuka namun dengan baterai yang tidak dapat dicopot.

Sejak seri Infinix Hot 6 Pro dan kini Infinix Smart 2, menurut saya desain smartphone Infinix terbaru sudah mengalami peningkatan yang signifikan. Body-nya sudah tidak lagi setebal dulu dan desainnya juga tidak kaku.

review-infinix-smart-2

Dikemas dengan layar 5,5 inci dalam rasio 18:9, membuat dimensi Infinix Smart 2 (71x148x8,4 mm) terbilang compact – mudah dioperasikan dengan hanya satu tangan. Tidak terlalu besar, tapi tidak juga kekecilan – meski merasa agak sempit sih.

Di atas layar, tertanam kamera depan 8-megapixel ditemani dua LED flash, earpiece, dan juga sejumlah sensor. Berbalik ke belakang, terdapat kamera berkekuatan 13-megapixel dan juga dual LED flash.

Di balik back cover, Anda akan menemui dua slot kartu seluler berbentuk nano SIM dan sebuah slot microSD. Tombol power dan volume berada di sisi kanan, sisanya jack audio 3,5mm, port microUSB, dan mic tersemat di sisi bawah.

Layar 5,5 Inci HD+

review-infinix-smart-2

Bentang layar 5,5 inci disokong resolusi HD+ (1440×720 piksel) sudah menyuguhkan tampilan yang cukup tajam ya, kualitasnya juga sudah bagus.

Saya tak merasa kurang di sini, buat nonton video, buka media sosial, dan bermain game sudah memenuhi. Untuk meminimalisir kelelahan mata, fitur eye care juga tersedia dan alangkah baiknya diaktifkan ketika malam hari.

Antarmuka XOS 

Infinix sudah memasukkan XOS Hummingbird versi 3.3.0 Lite berbasis Android 8.1 Oreo dengan patch keamanan bulan Mei 2018.

Antarmuka XOS ini simpel dengan satu lapis saja, ikon aplikasi dan efek transisinya juga sedap dipandang mata. Bila masih kurang enak di hati, fitur XTheme memungkinkan kita mengubah tampilan smartphone yang benar-benar berbeda.

Fitur yang terpendam alias bloatware di XOS lumayan banyak. Seperti XShare untuk mengirim file dengan cepat, XClub berisi perkembangan informasi terbaru Infinix, dan XHide untuk menyembunyikan konten gambar, video, dan perekaman suara di penyimpanan smartphone.

Kalau ada aplikasi yang jarang dipakai tapi mau dihapus juga sayang, Anda bisa memanfaatkan fitur freezer untuk menyimpan aplikasi tersebut tanpa memakan memori.

Ketidakhadiran fingerprint sensor membuat saya cukup frustasi ya, kembali ke basic menggunakan pola, PIN, atau password. Sebagai pelipur lara, terdapat fitur face unlock atau fitur pengenalan wajah untuk membuka kunci smartphone dengan mudah tapi kurang aman.

Kamera Cukup Memuaskan

review-infinix-smart-2

Infinix membenamkan kamera utama beresolusi 13-megapixel dan kamera depan 8-megapixel. Masing-masing ditemani dual LED flash untuk membantu mendapatkan foto yang cerah di keadaan low-light. Terkhusus LED flash di bagian depan, level cahayanya dapat diatur ke tinggi, sedang, dan rendah.

Antarmuka kameranya terlihat familier ya, mirip dengan aplikasi kamera iOS. Di mana cukup menggeser ke kanan atau ke kiri untuk berpindah mode. Beragam fitur dasar juga telah tersedia, termasuk mode cantik, panorama, dan malam. Mode bokeh juga tersedia pada kamera depan.

Di mode normal atau foto, bagian atas ada shortcut untuk mengaktifkan HDR dan LED flash. Lalu ketika berpindah ke mode video, shortcut berubah menjadi LED flash dan effect.

Hal yang kecil ini bagi saya cukup berkesan, saya jarang menggunakan fitur effect di video karena biasanya fungsi itu tersembunyi – padahal kita bisa menghasilkan video unik. Video-nya sendiri bisa direkam dalam format 1080p pada 30 fps.

Bagaimana dengan kualitas fotonya? Hasil jepretannya ternyata lumayan memuaskan kok, fitur HDR sangat membantu saat memotret dalam keadaan backlit dan minim cahaya. Namun kadang kala efek manipulasi HDR ini terlihat berlebihan dan sangat tidak realistis.

Mode HDR Off
Mode HDR Off
Mode HDR On
Mode HDR On
Mode HDR Off
Mode HDR Off
Mode HDR On
Mode HDR On
Mode HDR On
Mode HDR On
Foto Low-Light
Foto Low-Light

Hardware dan Performa

review-infinix-smart-2

Infinix Smart 2 digerakkan oleh chipset MediaTek MT6739 dengan CPU 64 bit quad-core 1,5GHz Cortex-A53. Ditolong RAM 2 GB dan storage 16 GB yang bisa diperluas dengan microSD hingga 128 GB.

Proses benchmark mampu diselesaikan meski memakan waktu agak lama. Di AnTutu, Infinix Smart 2 meraih 44.430 poin, lalu di PCMark 3.160 poin, kemudian di 3DMark 148 poin, serta di GeekBench 4 single-core 639 poin dan multi-core 1.794 poin.

Sejauh ini, performa yang disuguhkan sangat stabil untuk kebutuhan standar – saya telah mencoba untuk melakukan aktivitas seperti browsing, buka feed Instagram, mengetik di Google Keep, dan menguji kemampuan kameranya – tak mengalami gejala lag yang mengganggu.

Tapi ya jangan berharap lebih pada potensi gaming-nya di level ini. Saya mencoba game Mobile Legends dan PUBG Mobile, loading saat masuk cukup lama – tapi bisa dimainkan.

Mobile Legends mampu dijalankan dengan lancar, game MOBA ini memang bukan game berat sih. Sementara untuk PUBG Mobile yang dikenal menuntut kinerja GPU tinggi tak bisa dimainkan dengan lancar, pergerakan karakternya patah-patah, bikin pusing, dan pasti akan kalah saat baku tembak dengan musuh.

Verdict

review-infinix-smart-2

Jadi, apakah Infinix Smart 2 recommended? Jawabannya iya, dari segi desain, kemampuan kamera, hingga performa sudah bagus. Satu hal yang disayangkan ialah absennya fingerprint sensor, walaupun sudah ada fitur face unlock tapi kurang aman.

Selain itu di level harga Rp1 – 1,5 juta, Infinix Smart 2 harus berhadapan dengan Xiaomi Redmi 5A, Meizu M6, dan juga Asus Zenfone Live L1. Mereka bukan lawan yang mudah, tapi masing-masing punya kelebihan dan kekurangan – balik lagi deh ke kebutuhan Anda seperti apa.

Sparks

  • Desain layar penuh fullview display kekinian
  • Ada fitur face unlock
  • Hasil bidikannya lumayan bagus
  • Performa stabil, ada tapinya

Slacks

  • SoC kurang kuat buat gaming
  • Tidak ada fingerprint sensor

Update: Koreksi pada judul, penggantian kata layar penuh dengan fullview display. 

[Review] Xiaomi Redmi Note 5: Kemampuan Kamera Jadi Tumpuan

Yang sudah-sudah, Xiaomi seri Redmi selalu mengandalkan chipset powerful dengan harga yang ‘ramah’. Saya merasa lega ketika Xiaomi merilis Redmi Note 5. Sebab, tak hanya tiba dengan chipset Snapdragon 636 yang kencang. Tapi, juga membawa kemampuan kamera yang sekelas atau mendekati smartphone flagship.

Meski begitu saya harus terus terang, dikisaran harga dua sampai tiga jutaan – Redmi Note 5 bukan satu-satunya pilihan smartphone terbaik di kelasnya. Kenapa? Mari kita mulai saja, inilah review Xiaomi Redmi Note 5.

Unboxing Xiaomi Redmi Note 5

review-xiaomi-redmi-note-5

Seperti biasa, kemasan smartphone Xiaomi memiliki desain kotak dan ukuran yang minimalis dalam balutan warna orange. Unit yang saya review berwarna hitam, varian RAM 4GB, dan storage 64GB. Isi paket penjualan perangkat ini meliputi:

  • Unit Xiaomi Redmi Note 5
  • Adapter charger 2A
  • Kabel data microUSB
  • Softcase transparan
  • SIM ejector
  • Buku panduan dan garansi

Desain Agak Kaku

review-xiaomi-redmi-note-5-1

Tahun 2018 kita sudah banyak sekali disuguhi smartphone dengan desain layar penuh, demikian juga Redmi Note 5. Layar dalam rasio 18:9 ini telah menjadi fitur standar smartphone saat ini, bukan lagi hal yang spesial.

Hadir dalam dimensi 158.6×75.4×8.1 mm dan bobot 181 gram, ukuran Redmi Note 5 memang terbilang bongsor dan panjang. Rupanya, bezel samping layarnya kurang tipis, bagian dahi dan dagu juga lumayan lebar.

Terus desainnya juga kelihatannya kaku dan itu-itu saja (garis miring ngebosenin). Khas smartphone Redmi masih menempel dengan dua garis antena berwarna silver di punggungnya.

Tapi kalau soal build quality sih sudah mantap banget, kerangka dan punggungnya bermaterial logam. Ada sedikit campuran bahan plastik di bagian bawah dan atasnya, mungkin untuk antena biar tak menggangu penerimaan sinyal.

review-xiaomi-redmi-note-5-3

Sekarang mari bahas atribut yang menempel pada Redmi Note 5. Pada bagian muka, terpampang layar 5,99 inci yang sudah berlapis kaca 2.5D Corning Gorilla Glass – tapi tak disebutkan versinya.

Bagian dagu, terdapat kamera depan 13-megapixel lengkap dengan LED flash untuk selfie. Ada pula LED untuk notifikasi, serta sensor biasa lainnya, dan earpiece.

Berbalik ke belakang, bisa kita temui fingerprint sensor, serta kamera ganda dan LED flash dalam posisi vertikal yang menonjol keluar. Sebaiknya, gunakan softcase bawaan untuk melindungi dari gesekan.

Beralih ke sekelilingnya, tombol volume dan power berada di sisi kanan. Lalu, SIM tray di sisi kiri – sayangnya bentuknya hybrid.

review-xiaomi-redmi-note-5-4

Jadi, dengan berat hati Anda harus memilih apakah ingin menggunakan fungsi dual SIM (micro SIM + nano SIM) atau mengorbankan satu slot untuk menambah penyimpanan (mircoSD + nano SIM).

Kemudian, di sisi atas ada infrared sensor untuk aplikasi remote control Mi Remote dan lubang mic. Serta, di sis bawah ada jack audio 3,5mm, lubang mic, port microUSB, dan loudspeaker.

Layar 5,99 Inci Full HD+

review-xiaomi-redmi-note-5-10

Selain penggunaan aspek rasio baru 18:9, kualitas layar Redmi Note 5 tak mengalami peningkatan. Masih menggunakan jenis layar IPS dan disokong resolusi Full HD+ (1080×2160 piksel) dengan tingkat kerapatan 403 ppi dan membulat di sudut-sudutnya.

Tapi ya, kualitas layar 5,99 inci pada Redmi Note 5 sudah berada di standar yang bagus. Sesuai harganya, karena kalau misal pakai layar AMOLED maka harganya tak akan seperti sekarang.

review-xiaomi-redmi-note-5-11

Kalau tak suka dengan karakter warna yang ditampilkan secara default, tersedia pengaturan untuk menyesuaikan suhu warna dan tingkat kontras. Ada pula, reading mode yang sebaiknya Anda atur schedule-nya – misalnya dari mulai jam 8 malam sampai jam 8 pagi untuk menjaga kesehatan mata.

MIUI 9 dan Android Oreo

review-xiaomi-redmi-note-5-12

Redmi Note 5 berjalan di atas OS Android 8.0 Oreo dengan antarmuka MIUI 9.5 versi global dan stable. Antarmukanya memang terasa lebih ringan, membuka aplikasi dan berpindah aplikasi juga terasa gesit.

Dari segi tampilan dari dulu MIUI sebenarnya begitu-begitu saja dengan antarmuka satu lapis. Tapi di versi terbaru MIUI 9, ikon dan animasinya terlihat lebih segar, serta punya lebih banyak fitur yang tersembunyi di menu pengaturan.

Yang paling saya suka ialah fitur ‘full screen gestures‘. Akhirnya, bisa melenyapkan tombol navigasi virtual back, home, dan recent app di layar. Lalu, beralih menggunakan gesture untuk mengoperasikan smartphone.

Ada empat gesture sederhana untuk mengontrol Redmi Note 5, yaitu usap dari bawah ke atas untuk ke homescreen dan usap dari bawah ke atas dan tahan untuk membuka recent app.

Kemudian, usap dari tepi kanan atau kiri ke dalam layar untuk fungsi back. Satu lagi, usap dari tepi kanan atau kiri pada bagian atas ke dalam layar untuk membuka menu saat membuka aplikasi tertentu.

Fitur face unlock untuk membuka gembok layar smartphone dengan wajah juga tersedia. Keren sih, tapi ada peringatan kalau fitur ini kurang aman – lebih baik pakai pemindai sidik jari saja.

Dual Camera dengan AI

review-xiaomi-redmi-note-5-20

Kalau cuma mengandalkan chipset yang kencang dengan harga terjangkau, kompetitor juga punya. Bagaimana kalau ditambah kemampuan kamera yang cakap? Kayaknya sih belum banyak dan yang pasti Redmi Note 5 salah satunya.

Kemampuan kamera menjadi fitur andalan Redmi Note 5, Xiaomi menggunakan sensor gambar besutan Samsung. Sensor utama beresolusi 12-megapixel, dengan ukuran pixel 1.4 um, aperture f/1.9, dan dilengkapi teknologi autofocus dual pixel PDAF.

Sementara sensor kedua beresolusi 5-megapixel dengan ukuran pixel 1.12 μm dan aperture f/2.0. Sedangkan, kamera depannya 13-megapixel dengan pixel ukuran 1.12µm dan aperture f/2.0.

review-xiaomi-redmi-note-5-24

Dari spesifikasinya saja sudah terlihat keseriusan Xiaomi, sistem kameranya juga dibantu teknologi kecerdasan buatan (AI). Bagaimana dengan kualitas hasil foto dan videonya?

Kalau Anda pikir kualitas foto seri Redmi dan Redmi Note sebelumnya sudah bagus, maka Redmi Note 5 bisa diketegorikan spesial – salah satu yang terbaik di kelasnya. Kamera depan juga lumayan bagus, buat selfie muka kita jelas. Berkat fitur stabilisasi elektronik (EIS), hasil perekaman videonya juga stabil dan mulus banget.

Sayangnya, mode manual di Redmi Note 5 terbatas untuk mengatur white balance dan ISO saja (100-3.200). Hasil fotonya juga tidak bisa disimpan dalam format RAW dan belum mendukung perekaman video 4K.

Berikut beberapa tangkapan Xiaomi Redmi Note 5:

Hardware dan Performa

review-xiaomi-redmi-note-5-34

Redmi Note 5 dipersenjatai mobile platform Qualcomm Snapdragon 636. Berikut susunan hardware Redmi Note 5:

  • Sytem-on-chip Qualcomm SDM636 Snapdragon 636
  • CPU Octa-core 1.8 GHz Kryo 260
  • GPU Adreno 509
  • RAM 3GB/4GB
  • ROM 32GB/64GB
  • Baterai Li-Po 4.000 mAh

Di Antutu, Redmi Note 5 mencetak skor tertinggi 116.908 poin dalam tiga kali ujian, di PCMark Work 2.0 meraih 5.763 poin, di 3DMark Sling Shot mendapatkan 1.454 poin, serta di GeekBench 4 single-core 1.343 poin dan multi-core 4.906 poin.

Performa yang ditawarkan dalam membuka dan berpindah aplikasi sangat gesit, tak perlu diragukan lagi. Tapi, bagaimana untuk aktivitas gaming dan sudah bisa bermain PUBG Mobile grafis HD belum?

review-xiaomi-redmi-note-5-37

Kalau PUBG Mobile adalah game favorit Anda, mungkin Anda akan kecewa mendengar ini. Redmi Note 5 belum mendukung kualitas grafis HD, mentok di balance dan frame rate medium.

Padahal Asus Zenfone Max Pro M1 dengan chipset yang sama mendukung grafis HD. Kalau Anda tidak bermain game PUBG Mobile – bisa mengabaikan kelemahan ini.

Verdict

review-xiaomi-redmi-note-5-38

Meningkatkan kemampuan kamera adalah langkah yang tepat, membuat Redmi Note 5 mampu bertahan dari gempuran kompetitor. Kalau menyukai fotografi dan kerap menggunakan fitur kamera, Redmi Note 5 mungkin cocok buat Anda.

Tapi, kalau tujuan utamanya buat gaming – Redmi Note 5 punya lawan berat yakni Asus Zenfone Max Pro M1. Dengan chipset Snapdragon 636 yang sama – harganya lebih terjangkau dan punya kapasitas baterai lebih besar, berikan perbandingannya.

  • Asus Zenfone Max Pro M1 3GB/32GB Rp2,3 juta
  • Xiaomi Redmi Note 5 3GB/32GB Rp2,6 juta
  • Asus Zenfone Max Pro M1 4GB/64GB Rp2,8 juta
  • Xiaomi Redmi Note 5 4GB/64GB Rp3,1 juta

Belum lagi gempuran Honor 9 Lite, bertenaga chipset Kirin 659 (3GB/32GB) dengan harga Rp2,5 juta. Dari faktor harga, Xiaomi juga sudah tak bisa lebih murah ya – malahan belum lama ini mereka menaikkan harga jual Redmi 5A dan Redmi Note 5 sebesar Rp100 ribu.

Jadi intinya, Redmi Note 5 tetap recommended, berkat kemampuan fotografinya yang bisa diandalkan. Cuma itu tadi, Xiaomi sudah tak bisa bergerak bebas kaya dulu – karena banyak smartphone harga miring dengan spesifikasi tinggi selain Xiaomi.

Sparks

  • Snapdragon 636 + MIUI 9 = Performa gesit
  • Sensor gambar Samsung dan AI, kemampuan kameranya bisa diandalkan
  • Fitur EIS membuat video stabil dan mulus
  • Build quality body mantap

Slacks

  • Desain terasa kaku
  • Perekam video belum 4K
  • Mode kamera manual terbatas WB dan ISO, belum dukung format RAW
  • PUBG Mobile Belum Sampai Grafis HD