[Review] Asus Chromebook C201, Ringan, Keyboard Menyenangkan dan Warna Keren

Sejak awal kemunculannya, Chromebook mencuri perhatian saya. Hasrat early adopter yang muncul dari dalam diri memberikan tanda bahwa, “suatu saat gw harus nyoba sehari-hari kerja pake laptop ini”. Dan akhirnya setelah sekian lama, waktu yang ditunggu hadir juga.

Perkembangan pilihan laptop Chromebook di Indonesia yang bisa dimiliki memang tidak seperti di pasar luar (AS misalnya) yang menjadi tempat rilis Chromebook terbaru dan tercanggih yang hadir dari berbagai brand. Jadi ketika ada toko online yang menjual Chromebook, saya langsung mengajukan ke kantor untuk membelinya.

Dus, laptop dan charger Asus Chromebook C201
Kotak, laptop dan charger Asus Chromebook C201

Chromebook yang saya coba dalam beberapa hari ini adalah Asus Chromebook C201. Sempat muncul dengan sistem pre-order di toko online ternama meski kini sudah tidak tersedia (belum tersedia lagi).

Bagaimana pengalaman saya menggunakan selama beberapa minggu dengan Chromebook pertama saya dari Asus ini? Simak ulasannya.

Login

Tampilan saat login pertama kali di Asus Chromebook C201
Tampilan saat login pertama kali di Asus Chromebook C201

Sama seperti perangkat Android, Anda membutuhkan akun Google untuk menjalankan secara penuh Chromebook. Setelah login dengan akun Google atau Gmail Anda, maka Anda bisa mulai menggunakan laptop ini.

Berhubung laptop kantor, awalnya saya ingin menggunakan akun Gmail kantor untuk profil utama Chromebook saya. Sayang tidak berhasil, ketika mengubah dengan akun Gmail pribadi, semua lancar dan bisa mengakses berbagai menu dan fitur di Chromebook.

Satu catatan penting, akun ini akan menjadi akun utama untuk mengakses semua fitur yang berhubungan dengan akun Google, termasuk password login saat menyalakan laptop pertama kali. Jadi password laptop Anda dan email akan sama. 

Tentu saja saat mengakses Gdrive atau email misalnya, Anda bisa membuka lebih dari satu akun. Tetapi saat membuka aplikasi Gmail pertama kali menyalakan setelah men-shut down laptop, maka email yang akan terbuka terlebih dahulu adalah akun Gmail yang digunakan untuk login. 

Setelah login dan bisa menggunakan Chromebook, nantinya Anda bisa menambahkan beberapa jenis login. Misalnya login mode guest, atau menambahkan akun Gmail lainnya (termasuk akun Gmail ‘@namasitus’). Ini berguna bagi Anda yang, misalnya, ingin memisahkan antara login pribadi dengan login kerja pada Chromebook.

Jika akun atau login sudah ditambahkan, Anda bisa menambahkannya untuk memudahkan akses berganti akun lewat menu pengaturan yang bisa diakses di pojok kiri bawah (saat sudah login).

Google Drive, Google Search dan Chrome Web Store adalah nyawa baru Anda

3 Layanan ini, Google Drive, Google Search dan Chrome Web Store adalah nyawa baru Anda di Chromebook. Penyimpanan dan ruang kerja akan terikat dengan Google Drive serta berbagai produk keturunannya, Google Search untuk mencari berbagai info terkait Chromebook termasuk menacari aplikasi, dan Chrome Web Store untuk mengunduh aplikasi.

Desain

Logo Chrome di pojok dan Asus di bagian tengah
Logo Chrome di pojok dan Asus di bagian tengah

Saya memilih C201 warnanya, biru adalah warna favorit saya dan navy blue (dengan efek doff) dari laptop mungil ini akan tampak keren saat menemani saya mengetik di kafe atau tempat umum. 😀

Karena ini Chromebook pertama yang pernah saya gunakan secara rutin, meski bukan Chromebook pertama yang saya pernah hands-on, jadi sebenarnya dari sisi desain saya tidak memiliki gambaran atau harapan apapun. Tentu saja perhatian saya lebih tertuju pada OS dari laptop ini dan imaji tentang mendapat pengalaman bekerja dengan Chrome OS.

Asus Chromebook 201 hadir dengan desain yang tidak istimewa tetapi tidak jelek. Untuk produk seharga 2.999.999 saya rasa desain dari laptop ini cukup baik dan menyenangkan untuk digunakan atau ditenteng saat tertutup.

Meski menurut saya tampilan logo Asus tampak terlalu dominan, namun bagian atas laptop ini cukup simple, warna navy blue menambah kesan minimalis tapi cool. Kesan minimalis dan fokus pada fungsi menurut saya termasuk kesan menonjol yang ingin dibawa oleh laptop ini, dan Chrome OS itu sendiri.

Pujian atas laptop ini saya sematkan pada keyboard yang hadir. Sebagai penulis, keyboard menjadi bagian penting dari sebuah laptop, malah terkadang lebih penting dari spesifikasi atau fasilitas lain. Dan menurut pengalaman saya menggunakan secara intens laptop ini dalam beberapa minggu, keyboard dari C201 adalah beberapa dari keyboard laptop yang saya sangat suka.

Saya bisa mengetik dengan cukup cepat dan dengan jumlah typo yang cukup sedikit. Suara yang dihasilkan saat mengetik juga cukup menyenangkan. Sebagai penulis yang memiliki masa kecil yang cukup menyenangkan saat mendengar bunyi mesin ketik manual, dua hal ini adalah kelebihan yang menyenangkan yang melekat di Chromebook C201. 

Tampilan keyboard Asus Chromebook C201
Tampilan keyboard Asus Chromebook C201

Tampilan desain keyboard memang tidak mewah dan bukan full keyboard, meski bentuk choclet adalah jenis full-size (saya baru menyadari belakangan kalau tidak ada tombol caps lock karena tombolnya diganti tombol search), tombol ‘F’ yang biasa hadir di bagian atas diganti dengan beberapa tombol shortcut Chromebook. Meski tombol panah hadir di bagian pojok kanan bawah secara lengkap. Untuk mengaktif dan non aktifkan caps lock, bisa gunakan kombinasi tombol ‘Alt + Search’. 

Satu minor namun tidak terlalu pengaruh, setidaknya bagi saya, area keyboard sebelah kiri agak ‘tenggelam’ lebih dalam jika Anda tekan agak keras dibanding bagian kanan.

Touchpad di laptop ini juga hadir begitu minimalis bahkan tampak seperti ‘murahan’. Hadir dengan warna senada dengan body laptop – berwarna perak, tidak ada garis atau keterangan apapun. Polos. Namun ukurannya yang besar memudahkan navigasi. 

Touchpad dengan ukuran 98mmx55mm memang terasa licin, dan meski pengalaman menggunakannya biasa saja namun mampu menjalankan fungsinya secara baik, bahkan untuk beberapa kondisi lebih baik dari touchpad laptop Toshiba ultrabook saya yang harganya kurang lebih 4 kali lipat. Satu hal penting, touchpad juga mampu mengerjakan tugasnya saat jari saya berkeringat.

Kelengkapan konektivitas

Secara jumlah hanya ada 5 colokan di seluruh sisi laptop ini yang bisa Anda gunakan. Namun semuanya memenuhi kebutuhan, terutama bagi Anda yang bekerja di lingkungan WiFi dan tidak membutuhkan port LAN bawaan.

Di bagian kiri ada colokan 3.5mm untuk headphone, lalu disebelahnya tersedia colokan micro HDMI, slot micro SD dan colokan untuk baterai (berbentuk pipih). Dan di bagian kanan ada dua slot USB 2.0.

Bagian pinggir Asus Chromebook C201
Bagian pinggir Asus Chromebook C201
Bagian pinggir Asus Chromebook C201
Bagian pinggir Asus Chromebook C201

Speaker dari laptop ini ada di bagian bawah yang akan lebih bagus saat Anda meletakannya di meja jadi ada tambahan efek suara memantul. Saat tidak diletakan di media datar yang bisa memantulkan suara, menurut saya hasil suara yang dikeluarkan jadi kurang keras.

Dari sisi suara memang tidak begitu istimewa tetapi tidak buruk. Kejernihan suara yang dihasilkannya adalah salah satu kelebihan yang ditawarkan. Webcam tersedia, di atas kertas hadir dengan spesifikasi HD, meski saat mencobanya dalam ruangan, noise terasa cukup banyak.

Tampilan speaker yang terletak di bagian bawah laptop
Tampilan speaker yang terletak di bagian bawah laptop

Untuk kelengkapan aksesoris perangkat dan kemudahan konektivitas, saya menyarankan untuk membeli beberapa tambahan perangkat. Konverter micro HDMA ke VGA – female untuk koneksi proyektor dan layar jika tidak menggunakan HDMI. Kabel HDMI dan konverter untuk ke micro HDMI atau kabel HDMI (female) ke micro HDMI (male). Satu tambahan aksesoris adalah micro SD, namun jika Anda pengguna layanan cloud hal ini bisa dihilangkan.

Untuk akses internet juga terasa lebih cepat, di atas kertas laptop ini mendukung 802.11ac WiFi yang lebih cepat 3 kali lipat dari 802.11n. Bagi Anda yang membutuhkan koneksi ethernet (LAN), Anda bisa membeli USB ehternet adapter/LAN Adapter di toko online tanah air

Pengalaman menggunakan

Logo Chrome
Logo Chrome

Review ini memang tidak akan berkutat dari sisi uji teknis yang memunculkan angka-angka hasil uji, saya lebih menekankan pada pengalaman penggunaan. Salah satu alasannya adalah, karena laptop ini akan saya gunakan sehari-hari sebagai laptop utama untuk bekerja. Bisa jadi, di luar sana ada pula yang tertarik dengan Chromebook seperti saya, namun masih ragu apakah akan bisa digunakan untuk bekerja sehari-hari atau tidak.

Salah satu hal utama yang saya tekankan jika Anda memilih untuk menggunakan laptop Chromebook adalah, lingkungan Anda bekerja. Jika lingkungan bekerja Anda dikelilingi oleh koneksi WiFi yang bisa terhubung dengan laptop ketika Anda membutuhkan, maka Chromebook akan cocok bagi Anda.

Ketakutan banyak rekan saya, termasuk saya sendiri pada awalnya, bahwa laptop ini tidak akan bisa bekerja tanpa internet, sebenarnya tidak benar-benar amat. Chromebook memang akan bekerja maksimal dengan koneksi internet tetapi bukan berarti tidak bisa bekerja tanpa internet. Meski Anda perlu melakukan beberapa pengaturan. 

Pengolah kata yang hadir di Google Drive bisa diatur untuk bisa diakses offline dan sync saat online. Asus Chromebook 201 juga bisa secara langsung memutar video atau meng-edit foto ringan secara offline, artinya aplikasi pemutar video dan edit foto standar telah disediakan (meski saat mencoba saya menemukan kesulitan untuk menyimpan hasil foto yang telah saya edit di laptop), dan beberapa aplikasi offline seperti pemutar video offline (tidak membutuhkan akses internet saat dibuka) juga tersedia di Chomebook Store atau situs masing-masing produk (contoh VLC).

Tampilan keyboard Asus Chromebook C201
Tampilan keyboard dan logo Asus Chromebook C201

Ekosistem baru tentu saja akan menuntut pengenalan baru. Demikian juga saat mencoba Chromebook, saya harus belajar lagi kebiasaan baru. Dari OS X saat menggunakan Macbook Pro lalu Windows 8 saat menggunakan laptop Windows dan kini dengan Chromebook, ada beberapa kebiasaan yang harus diubah.

Misalnya saja, saat pertama kali menggunakan laptop ini, saya hampir selalu melakukan pencarian dengan kata kunci ‘how to …. on chromebook’ untuk mengetahui shortcut atau fungsi tertentu, termasuk melihat spesifikasi laptop.

Shortcut bisa jadi adalah satu hal awal yang harus Anda pelajari dan ingat saat menggunakan Chromebook. Daftar berbagai shortcut bisa dibaca di sini

Dua hal penting yang saya perhatikan dalam pekerjaan adalah cara melakukan screenshot dan folder file. Chromebook menyajikan shortcut untuk melakukan screenshot. Kombinasi tombol ‘ctrl’ dan tombol ‘devide screen’ atau ‘windows switcher key’ (posisi tombol F5 di keyboard umum) untuk mengambil foto layar penuh. Tambahkan kombinasi tombol ‘ctrl + shift’ dan tombol ‘devide screen (F5)’ untuk screenshot area tertentu.

Sayangnya, default screenshot Chromebook tidak memungkinkan untuk mengambil screenshot halaman yang tidak tampak di layar (scroll ke bawah), Anda harus menggunakan aplikasi Chrome untuk hal ini.

Tampilan logo Chrome OS dan Asus
Tampilan logo Chrome OS dan Asus

Folderisasi atau penempatan folder juga agak berbeda. Karena Chromebook pada dasarnya bekerja dilingkungan Google Drive untuk menyimpan file, maka tampilannya mirip dengan tampilan Google Drive.

Selain file yang ada di komputer, Anda juga bisa langsung mengakses file Google Drive Anda dari menu folder (ikon folder dengan nama Files). Di menu ini bisa diakses file hasil unduhan yang ditempatkan di area khusus. Membuka flash disk atau eksternal hard disk juga diakses dari menu Files ini. Dari keterangan halaman resmi, laptop ini memiliki ruang penyimpanan internal 16 GB dengan slot micro SD sebagai ruang penyimpanan tambahan. 

Untuk performa sendiri, saya tidak menguji menggunakan aplikasi yang berbasis angka, saya menguji dengan mencoba bekerja normal, alias membuka banyak tab browser, membuka aplikasi Chrome Trello secara rutin. Dan sempat pula mencoba membuka dua file film serial dan beberapa browser secara bersamaan. Hampir semua bisa dilakukan dengan lancar. Pekerjaan sehari-hari dengan lingkungan web juga bisa dilahap hampir tanpa masalah.

Dari sisi spesifikasi perangkat, berdasarkan aplikasi untuk melakukan cek spesifikasi, Chromebook Asus C201 yang saya gunakan memiliki RAM sebesar 4GB. Dari halaman resmi, Asus menyediakan dua pilihan Chromebook C201, dengan RAM 2GB atau 4GB.  

Keluhan saya hanya sedikit, sempat terasa beberapa kali mengalami akses lambat ketika membuka browser (dalam kondisi kerja agak berat). Hanya saja saya tidak yakin, apakah itu karena jaringan internet saya yang sedang kurang baik atau memang performa laptop yang tidak bisa diajak kerja terlalu berat. Namun kondisi ini tidah selalu saya hadapi. Karena sering pula saat bekerja berat dengan membuka banyak browser, Chromebook bisa menangani dengan lancar.

Laptop juga terasa hangat (sedikit) saat digunakan untuk waktu lama di bagian kiri atas keyboard serta bagian bawahnya. Rasa hangat ini sebenarnya hampir tidak terasa saat mengetik dan saat saya mencoba tidak mengganggu performa. Akan terasa sedikit saat Anda meletakan jari telapak di atas keyboard, dan agak lebih terasa pada bagian bawah pojok laptop.

Beberapa pengalaman penggunaan yang saya lakukan selain yang telah dijelaskan di atas antara lain, mengkoneksikan ke speaker blutetooth dengan proses cukup cepat. Selain itu, simplisitas tampilan UI/UX juga hadir saat akses menu pengaturan yang tampil cukup sederhana serta fokus ke fitur yang sering digunakan.

Saat baterai laptop mengindikasikan untuk melakukan pengisian baterai, waktu yang dibutuhkan 2 jam, tentunya ini akan berubah tergantung apakah Anda mengisi baterai sambil menggunakan laptop atau mendiamkannya. 

chromebook Asus
Keterangan umur baterai setelah di-charge penuh
chromebook Asus
Tampilan keterangan baterai saat digunakan

Untuk mematikan laptop butuh kurang lebih 6 detik sedangkan menyalakan sektar 7 – 8 detik sebelum siap digunakan. Full baterai di atas kertas bisa sampai 13 jam, sedangkan menurut keterangan setelah saya isi penuh baterai dan dinyalakan (saat mengisi ulang baterai, laptop dimatikan) adalah adalah 14 jam lebih, meski di lain kesempatan menunjukkan 12 jam kurang sedikit dan dilain kesempatan berbeda lagi angkanya karena laptop digunakan saat diisi baterai. 

Bisa jadi perbedaan ini dikarenakan cara pengisian baterai, misalnya dengan laptop dimatikan atau men-charge laptop sampai penuh sambil digunakan kemudian kabel charging dicopot.

Salah satu uji yang saya lakukan adalah sesaat setelah selesai melakukan pengisian baterai secara penuh, saya mencoba menggunakan untuk kerja ringan (akses browser, Skype chat) dengan extended monitor selama kurang lebih satu jam, baterai hanya berkurang 5%.

chromebook Asus
Tampilan keterangan baterai saat sedang mengisi ulang

Dari sisi dukungan baterai, saya sendiri hampir tidak menemukan masalah. Dukungan baterai yang tersedia untuk menjalani skenario bekerja mobile tampak tidak masalah. Meski demikian saya belum sempat menggunakan laptop ini untuk bekerja di luar kota atau yang jauh dari colokan listrik. Tapi dari beberapa skenario yang saya jalankan (seolah-olah mobile) saya pikir, dukungan baterai yang ada sudah cukup untuk mendukung kerja luar kantor.

Fitur search adalah segalanya

Pengalaman penggunaan unik lainnya saat menggunakan Chromebook adalah, frekuensi yang sangat sering menggunakan fitur pencarian. Mirip seperti yang saya lakukan di laptop Windows 8. Jika di Windows saya sering menggunakan fitur pencarian karena bingung oleh pola desain menu yang dihadirkan Microsoft, kalo di Chromebook lebih karena baru menggunakan serta integrasi yang mendalam dengan mesin pencari Google.

Misalnya, saat akan membuka folder file, alih-laih mencarinya di menu utama, saya lebih memilik membuka menu search dan mengetikkan files baru mengklik menu yang dicari. Meski seiring waktu penggunaan, saya sudah mulai terbiasa dengan tampilan menu di laptop ini yang mirip dengan saat Anda membuka peramban Chrome. 

Kolom pencarian juga berguna jika ingin mencari aplikasi tertentu untuk mendukung aktivitas di Chrome Web Store. Kolom pencarian juga akan sering digunakan karena Anda akan banyak mencari dengan kata kunci ‘how to do … on chromebook’ di Google Search.

Untungnya, paman Google akan selalu membantu mengarahkan Anda pada tutorial menggunakan Chromebook. Terus terang, selama menggunakan laptop ini, saat melakukan pencarian tutorial, saya hampir selalu bisa menemukan apa yang saya cari terkait informasi tentang Chromebook.

Ilustrasi saat mengetik di Asus Chromebook C201
Ilustrasi saat mengetik di Asus Chromebook C201

Tombol search secara default tersedia di keyboard Asus Chromebook C201, tekan tombol ini maka menu search akan terbuka. Bisa langsung melakukan pencarian sekaligus di Chromebook serta Google Search. Menu utama semua aplikasi pun bisa diakses dari menu ini. Cara lain adalah mengklik menu search yang ada di pojok bawah kiri.

In Google We Trust

Jika Anda seperti saya yang bekerja di lingkungan Google dengan cukup intens (avid Google services user) maka Chromebook adalah pilihan yang tepat. Jika Anda masih ragu-ragu untuk ‘menyerahkan’ hidup Anda ke Google, lebih baik Anda urungkan niat Anda untuk memiliki Chromebook. 

Integrasi berbagai layanan Google bisa Anda maksimalkan di laptop ini. Menulis di Google Docs, membuat presentasi di Google Slides, membuat laporan analytics di Google Analytics, email di Gmail, hiburan di YouTube, dan tentu saja, Google Search adalah pembantu serba bisa yang bisa Anda andalkan.

Selain layanan Google, saya merasakan bahwa ketergantungan pada browser juga sangat kuat saat menggunakan Chromebook. Beberapa aplikasi desktop belum atau tidak tersedia, sehingga akses semua akan via web. Bagi saya yang memang web based worker hal ini tidak masalah. Namun bisa jadi ada beberapa konsumen yang lebih memilih aplikasi dekstop alih-alih web.

chromebook Asus
Tampilan saat akan mulai menggunakan Chromebook

Jenis pekerjaan jadi faktor penting

Dimana dan seperti apa ruang lingkup pekerjaan adalah faktor penting saat akan memilih laptop. Dan untuk memilih Chromebook, dua faktor ini menjadi lebih penting. Selain yang telah dijelaskan di atas, jenis pekerjaan seperti apa yang Anda lakukan akan berpengaruh. Misalnya jika Anda penulis akan cukup cocok dengan Chromebook Asus ini. Pekerjaan berat yang bisa dilakukan lebih pada tab browser abuser, atau apapun layanan yang berbasis web.

Pekerjaan dengan laptop bertaraf ringan bisa ditangani oleh Chromebook jenis ini. Dengan catatan, saya tidak mencoba beberapa software di luar yang ada di Chrome Web Store atau yang dibawa secara default di Chrombook Asus ini. Jadi saya belum bisa memberikan pengalaman kompabilitas aplikasi. 

Kesimpulan

Secara garis besar, saya pribadi akan menjadikan laptop ini sebagai laptop utama untuk pekerjaan sehari-hari. Beberapa faktor utama yang mendukung adalah ringan alias cocok untuk dibawa mobile, keyboard yang menyenangkan, dukungan perangkat koneksi WIFi yang lebih cepat, get the job done untuk jenis pekerjaan yang saya geluti, desain yang keren dengan warna favorit saya, serta mendukung lingkungan kerja yang menggunakan banyak layanan Google.

Satu yang mendapat sorotan juga adalah kesederhanaan yang ingin dihadirkan perangkat ini tetapi dengan kemampuan yang mumpuni. Desain yang tidak banyak neko-neko, tampilan OS dan pilihan menu yang juga simple dan fokus pada fungsi utama. Sedikit mengingatkan saya ketika zaman OS X – MacBook Pro masih keren.

Kekurangan ruang penyimpanan yang cukup kecil bisa disiasati dengan penyimpanan cloud, tambahan micro SD atau menggunakan hard disk eksternal. Layar 11.6 inci memang terasa mungil jika terbiasa dengan layar yang lebih besar, namun terbayarkan dengan ringan dan bentuknya yang ringkas, sangat cocok untuk kerja mobile. Jika kerja di kantor, saya bisa menggunakan extended layar monitor untuk akses lebih lega.

chromebook Asus
Tampilan charger Asus Chromebook C201, tidak terlalu besar dan ringan

Performa optimal yang harus didukung internet bisa jadi kekuarangan tetapi bisa juga tidak. Coba lihat sekitar kita, seberapa banyak WiFi gratis yang bisa kita dapatkan, jika masih fakir WiFi, masih bisa thetering dengan smartphone. Jika tidak bekerja pada lingkunan online, pengaturan offline dari beberapa aplikasi bisa membantu untuk tetap produktif.

Kebergantungan atas aplikasi web dan dari toko Chrome Web Store bisa menjadi kekurangan bagi yang belum terbiasa. Dukungan aplikasi populer untuk Chrome OS juga bisa menjadi isu tersendiri. Tetapi menurut perkembangan, Chrome OS nantinya akan bisa mengakses Play Store (aplikasi Android) jadi masalah jumlah aplikasi akan bisa terselesaikan. Di sisi lain, selama layanan atau aplikasi yang digunakan bisa diakses dari web, tidak akan ada masalah berarti.

Akses nyala dan mati serta sleep yang cukup cepat dari laptop ini juga menjadi bagian penting bagi saya, dengan cepat kita bisa mematikan dan menyalakan laptop dan langsung bekerja atau masuk dalam mode sleep dengan menutup laptop dan langsung bekerja saat membukanya.

Dari sisi hardware (casing), berat yang ringan memang tidak membuat saya bisa membuka laptop tanpa memegang bagian bawah. Agak menyulitkan, meski di sisi lain setelah membuka layar (bagian atas laptop) terasa cukup kokoh.

Untuk jenis pekerjaan tertentu, saya telah siap meninggalkan Mac dan laptop Windows 10 saya. Meski untuk beberapa jenis pekerjaan (termasuk bermain game via Steam) masih harus menggunakan perangkat lain.

chromebook Asus
Indikator power dari Asus Chromebook C201

Satu hal yang saya harapkan adalah, semakin banyak pilihan laptop Chromebook yang dibawa prinsipal ke pasar Indonesia. Asus sendiri telah secara resmi memperkenalkan Chromebook C201 yang saya gunakan ini ke pasar lokal. Tinggal kita menunggu bagaimana animo konsumen, jika bagus kita bisa berharap untuk semakin banyak tipe yang akan dibawa ke sini.

Oh ya, saya lupa salah satu faktor penting. Sebagai konsumen Indonesia, tentu saja harga menjadi faktor penting yang kadang di atas segala-galanya. Dengan harga jual 3juta rupiah, dan kemampuan Asus Chromebook C201 menemani pekerjaan saya selama beberapa hari ini, saya masuk dalam kesimpulan bahwa laptop worth every penny. Dengan catatan, Anda siap memasuki dunia baru dengan Chrome OS, lingkungan tempat kerja Anda mendukung (akses internet), dan jenis pekerjaan Anda juga pas dengan kemampuan laptop ini.

Berikut spesifikasi lengkap dari situs resmi.

Spesifikasi Asus Chromebook C201

Beberapa aksesoris yang saya lengkapi untuk kebutuhan penggunaan Chromebook:

chromebook Asus
Aksesoris tambahan untuk proyektor atau layar monitor non HDMI
chromebook Asus
Aksesoris tambahan konverter micro HDMI

Galeri foto tambahan

[Review] Smartfren Andromax A

Menjelang bulan Ramadan kemarin, Smartfren memperkenalkan duo smartphone 4G LTE anyar dengan harga yang terjangkau, yaitu Andromax E2+ dan Andromax A, masing-masing dilepas seharga Rp 1,2 juta dan Rp 650 ribu. Bukan sekadar 4G, kedua ponsel tersebut ternyata juga mendukung fitur VoLTE (Voice over LTE) yang diyakini sanggup menyajikan kualitas panggilan telepon yang jauh lebih jernih.

Namun yang mungkin jadi pertanyaan lebih lanjut adalah apa yang bisa dilakukan oleh smartphone seharga 650 ribu rupiah? Well, dalam kesempatan ini saya akan mencoba menjawabnya setelah mencoba langsung Smartfren Andromax A. Handset ini boleh berada di posisi terbawah lini Andromax, tapi apa yang konsumen dapat dari harganya sangatlah memuaskan. Berikut ulasan lengkapnya.

Desain

Smartfren Andromax A
Posisi speaker berada di belakang, mudah tertutup oleh genggaman tangan / DailySocial

Untuk ukuran Rp 650 ribu, desain Andromax A terbilang lumayan. Baik bentuk dan build quality-nya memang jauh dari kata premium, tapi smartphone buatan Haier ini masih bisa terlihat elegan berkat warna hitam bertekstur matte yang membalut sisi samping dan belakangnya.

Satu hal yang menurut saya patut mendapat pujian adalah bagaimana perangkat ini tidak mencoba untuk tampil premium dengan mengandalkan cat warna metalik yang dipoleskan di atas material plastik. Kebetulan saya memiliki Andromax Es, dan di mata saya Andromax A terlihat lebih elegan dengan mengadopsi gaya desain ala Nexus 5X.

Smartfren Andromax A
Tombol volume dan power-nya cukup clicky / DailySocial

Tombol volume dan tombol power ditempatkan di sisi kanan; keduanya cukup clicky meskipun plastik. Port micro USB berada di sisi kiri, sedangkan jack audio di bagian atas. Ketiga tombol kapasitif di bawah layar tidak dilengkapi lampu LED; tidak masalah, mengingat harganya memang sangat terjangkau.

Smartfren Andromax A
Sisi kiri hanya dihuni oleh port micro USB / DailySocial

Minus terbesar Andromax A dari segi desain adalah penutup baterai. Tidak seperti Andromax Es, penutup baterai Andromax A menjadi satu dengan bagian sisinya. Gaya desain seperti ini membuat akses ke baterai cukup sulit; membukanya butuh sedikit perjuangan. Meski tidak sampai merusak kuku, saya selalu merasa was-was ponsel bakal jatuh setiap kali harus membuka penutup baterainya.

Layar

Smartfren Andromax A
Layarnya cukup terang di bawah sinar matahari, tapi viewing angle pas-pasan / DailySocial

Andromax A mengemas layar 4,5 inci beresolusi 854 x 480 pixel. Ukuran layarnya memang lebih besar daripada Andromax Es, tapi hal ini juga berarti grafik tampak lebih pixelated.

Panelnya sendiri bukan IPS, jadi viewing angle sedikit terbatas. Beruntung fitur SVI (Sun Visibility Improvement) yang disematkan bekerja cukup efektif; layar terlihat cukup jelas meski berada tepat di bawah sinar matahari, tentunya dengan tingkat kecerahan berada di titik maksimum.

Kamera

Smartfren Andromax A
Kamera belakang dan depan sama-sama 5 megapixel, keduanya biasa saja / DailySocial

Mungkin di sini letak kelemahan utama Andromax A. Bukan karena resolusi kamera belakangnya cuma 5 megapixel, tapi memang kualitas optiknya tergolong pas-pasan. Hasil fotonya sebenarnya cukup lumayan di kondisi terang, tapi tidak di tempat remang-remang. Kinerja fokusnya juga terasa lambat, apalagi ketika berada di dalam ruangan.

Di luar, ketika matahari bersinar terang, seringkali bagian highlight terlihat terlalu terang. Mengingat kamera Andromax A tidak punya fitur HDR, wajar apabila kendala ini terjadi. Soal video, opsi perekaman cuma terbatas di 720p saja.

Beralih ke kamera depan, sepertinya resolusi 5 megapixel tidak bisa banyak membantu. Hasil foto selfie di dalam ruangan sering kurang fokus, padahal mayoritas pengguna lebih sering selfie di dalam kamarnya ketimbang di luar rumah.

Secara keseluruhan, kameranya sangat biasa. Namun paling tidak masih bisa dipakai untuk mengabadikan momen ketika tidak ada kamera lain di sekitar. Beberapa sampel fotonya bisa dilihat di bawah ini.

Hasil foto kamera belakang Smartfren Andromax A
Hasil foto kamera belakang Smartfren Andromax A
Hasil foto kamera belakang Smartfren Andromax A
Hasil foto kamera belakang Smartfren Andromax A

Performa dan Baterai

Dalam menguji performa, saya sempat melakukan benchmark menggunakan AnTuTu versi 6. Skor yang didapat cuma 19595, jauh dari kata super-cepat. Hal ini wajar mengingat ia hanya mengusung chipset Qualcomm Snapdragon 210, dengan prosesor quad-core 1,1 GHz dan GPU Adreno 304. RAM 1 GB merupakan nilai plus, tapi tetap tidak bisa menyimpan banyak tab di browser Chrome.

Selanjutnya saya menjajal kemampuan gaming Andromax A. Clash Royale bisa berjalan mulus tanpa masalah, sedangkan Seven Knights juga dapat berjalan lancar. Hanya saja ada beberapa saat, tepatnya ketika menggunakan skill dan animasinya muncul, fps sempat turun. Secara keseluruhan, saya puas dengan performanya.

Smartfren Andromax A
Smartfren Andromax A dibekali chipset Snapdragon 210 dan RAM 1 GB / DailySocial

Aspek minus yang saya rasakan adalah layar sentuh yang kurang responsif. Hal ini mengakibatkan saya sering salah ketik dan salah menyentuh tombol. Intinya, Anda harus sedikit bersabar dengan responsivitas layar sentuhnya, terutama setelah menggunakan smartphone flagship.

Daya tahan baterainya cukup oke. Kapasitas 1.950 mAh sanggup menyajikan waktu beroperasi yang lumayan panjang. Berdasarkan pengalaman saya, handset di-charge hingga penuh dan mulai digunakan pada pukul 8 pagi. Menjelang sore, pada pukul 14.00, baterai baru berada di angka 50 persen, padahal handset saya pakai secara intensif untuk mengunduh game, bermain game, serta browsing sekaligus memutar Spotify.

Software

Dua jempol saya acungkan buat Smartfren di bidang software. Memang versi Android-nya baru 5.1.1 dan bukan Marshmallow, tapi sepertinya Smartfren mendengarkan feedback dari banyak konsumennya, terbukti dari minimnya jumlah aplikasi pre-installed di perangkat.

Sebelum ini, di Andromax Es saya terdapat sederet aplikasi pre-installed yang bagi saya terkesan hanya memenuh-menuhi storage saja dan tidak ada gunanya. Dalam Andromax A, satu-satunya aplikasi tambahan yang diselipkan hanyalah My Smartfren, dan aplikasi ini sendiri sangat berguna untuk melakukan pendaftaran paket internet maupun kebutuhan lainnya.

Tidak kalah menarik adalah fitur gesture, dimana salah satu contohnya penggunaannya adalah double tap untuk mengaktifkan layar. Namun mengingat responsivitasnya yang rendah tadi, ada sedikit jeda setelah melakukan double tap hingga lock screen akhirnya ditampilkan.

Konektivitas dan VoLTE

Smartfren Andromax A
Setelah mencoba sendiri, VoLTE sangat terbukti signifikansinya / DailySocial

Akhirnya kita sampai pada bagian paling penting dari Andromax A, yaitu konektivitas dan VoLTE. VoLTE adalah nilai jual utama dari smartphone ini, apalagi mengingat sejauh ini belum banyak jaringan operator lain yang mendukung teknologi tersebut.

Perlu diingat, VoLTE hanya berfungsi ketika Anda menelepon ke pengguna lain yang juga menggunakan perangkat berjaringan VoLTE. Ketika saya coba, hasilnya memang berbeda ketimbang melakukan panggilan telepon di jaringan standar. Koneksi berlangsung lebih cepat, dan suara juga terdengar lebih bersih, ini padahal saya jajal dengan kondisi sinyal hanya separuh saja.

Hal menarik lain dari VoLTE adalah kemampuan melakukan video call tanpa menggunakan aplikasi tambahan. Yup, lewat aplikasi Dialer bawaan handset, pengguna tinggal menyentuh icon video call yang ada di masing-masing kontak. Sekali lagi koneksinya berlangsung cepat, tapi yang paling penting adalah sisi praktisnya.

Kekurangan yang saya rasakan adalah handset jadi sedikit hangat saat dipakai untuk menelepon via VoLTE serta proses aktivasi yang sedikit membingungkan. Setelah nomor SIM saya aktivasi dan handset saya reboot, koneksi 4G LTE langsung aktif, tapi VoLTE-nya ternyata belum. Handset harus saya reboot sekali lagi sebelum akhirnya muncul logo VoLTE di status bar dan ia siap digunakan.

Secara keseluruhan, VoLTE merupakan peningkatan yang cukup signifikan walau kesannya terdengar sepele. Saya pribadi bukan penggemar menelepon via data seperti yang ditawarkan aplikasi macam LINE atau WhatsApp, jadi panggilan telepon langsung yang memakai pulsa masih menjadi pilihan utama, dan VoLTE merupakan solusi yang paling tepat.

Kesimpulan

Smartfren Andromax A
Kelengkapan paket penjualan Smartfren Andromax A / DailySocial

Kembali ke pertanyaan awal, apa yang bisa dilakukan oleh smartphone seharga 650 ribu rupiah? Jawabannya ternyata banyak, bahkan ia menyimpan fitur VoLTE yang sejauh ini belum tersedia di ponsel lain – bukan salah ponselnya, tapi salah jaringan operatornya.

Dengan modal Rp 650 ribu saja, Anda bisa mendapatkan smartphone berdesain lumayan dan bisa dipakai untuk bermain Seven Knights dengan lancar, serta mampu melakukan panggilan telepon via pulsa (VoLTE) yang lebih jernih dari biasanya.

Kalau Anda tidak mementingkan build quality, kamera maupun responsivitas layar sentuh yang kurang baik, Andromax A bisa menjadi alternatif smartphone 4G yang menarik. Anda pun juga bisa menggunakannya sebagai ponsel utama, mengingat ia turut mengemas slot SIM kedua untuk kartu GSM.

Anda tertarik? Smartfren Andromax A saat ini bisa langsung dibeli salah satunya dari e-commerce Blibli seharga Rp 649.000.

[Review] Xiaomi Redmi Note 3, Sajikan Desain Premium dan Fingerprint Scanner di Harga Bersahabat

Saat mencari smartphone berkemampuan mumpuni namun isi dompet terbatas, mereka yang tinggal di Asia punya keuntungan dibanding konsumen di negara-negara lain. Selain tipe-tipe entry-level dari brand populer, misal Moto G atau Galaxy J5, para produsen Tiongkok menyediakan banyak pilihan, dan sejauh ini Xiaomi bisa menjadi kandidat kuat.

Sejak memulai kiprahnya, ‘Sang Apple dari Timur’ selalu berhasil membuktikan bahwa sebetulnya kualitas tidak harus dibayar dengan jumlah uang yang besar. Konsep tersebut secara konsisten dibawa ke phablet terbaru mereka, penerus dari seri Redmi Note: Redmi Note 3. Meski ditujukan sebagai produk terjangkau, jujur saja perangkat ini mengejutkan saya berkat beragam aspek premium – dari desain, build quality, sampai fingerprint scanner.

Review Xiaomi Redmi Note 3 3

Selama beberapa minggu, saya diberikan kesempatan untuk menguji Redmi Note 3 lebih jauh. Berdasarkan pengalaman pemakaian, ia memang bukanlah produk sempurna dan kadang Anda harus mau berkompromi. Namun dengan harga ekonomis dan sentuhan khas Xiaomi, saya bisa paham mengapa sang produsen dari Beijing ini mampu mengumpulkan banyak fans dari seluruh dunia. Ayo simak ulasannya.

Packaging

Review Xiaomi Redmi Note 3 32

Konten dari packaging Redmi Note 3 cukup sederhana. Seperti biasa, Xiaomi tidak ingin membebani konsumen dengan biaya tambahan. Selain smartphone, Anda akan menemukan kabel data dan charger, pin untuk membuka SIM card serta lembaran-lembaran panduan. Unit ini dibundel bersama kartu perdana Indosat Ooredoo.

Design

Review Xiaomi Redmi Note 3 5
Sisi depan.
Review Xiaomi Redmi Note 3 31
Sisi belakang.

Redmi Note 3 meninggalkan rancangan plastik Redmi Note sebelumnya, membuatnya lebih menyerupai Mi Note. Tubuh unibody dengan warna rose gold (warna unit review yang saya dapatkan) merupakan kejutan gembira, terutama untuk perangkat di level terjangkau. Meskipun bagi saya pribadi penampilan Redmi Note 3 terlalu feminin, saya sangat mengapresiasi pendekatan ala device premium yang Xiaomi ambil.

Review Xiaomi Redmi Note 3 13
Tiga tombol kapasitifnya dilengkapi LED.

Struktur punggungnya merupakan perpaduan dari logam (di area tengah) dan plastik (di sisi atas dan bawah). Bagian chassis logam tersebut memberikan Redmi Note 3 bobot yang pas dan tidak terlalu ringan, yaitu 164g. Xiaomi juga tidak melupakan aspek ergomonis. Area tepi handset dibuat membundar, dan ketiadaan sudut dikombinasi dimensi seimbang (150x76x8,7mm) memastikan smartphone nyaman saat digenggam.

Review Xiaomi Redmi Note 3 11

Review Xiaomi Redmi Note 3 12

Area punggung dan layar dipisahkan oleh bingkai glossy – saya belum bisa memastikan apakah terbuat dari logam atau plastik. Tombol volume dan power berada di sisi kanan, tepat di area jempol, dan tray kartu SIM (dual micro dan nano) sekaligus microSD tersedia di bagian kiri. Sentuhan kecil lain yang saya sukai adalah tombol navigasi utama dengan LED putih. Port micro USB sendiri dapat Anda temukan di bawah.

Review Xiaomi Redmi Note 3 8
Fingerprint scanner di bawah modul kamera.

Salah satu fitur primadona Redmi Note 3 adalah pemindai sidik jari, diposisikan di bagian belakang sehingga berada di jangkauan jari telunjuk. Xiaomi mengatakan mereka menggunakan teknologi keamanan Trustonic TEE. Singkatnya, level keamanan device setara Apple Touch ID. Selain itu, fingerprint scanner sanggup merespon input dengan sangat cepat (diklaim 0,3 detik), dan dapat membaca jari dari arah 360 derajat.

Review Xiaomi Redmi Note 3 6
Anda bisa melihat port audio 3,4mm, mic noise-cancelling dan infrared.
Review Xiaomi Redmi Note 3 10
Di bawah ada port micro USB dan mic utama.

Display

Redmi Note 3 mengusung panel LCD seluas 5.5-inci 1080×1920-pixel berkepadatan 401ppi, sanggup menyuguhkan outpun yang tajam dan jernih, cukup mengesankan untuk produk di segmen ini. Meski demikian, saya melihat sedikit ketidakakuratan warna. Display cenderung condong ke warna-warna ‘dingin’ – misalnya warna putih menjadi kebiruan. Tapi hal ini bukanlah masalah besar karena temperatur warna dapat Anda setting di menu.

Review Xiaomi Redmi Note 3 15
Redmi Note 3 mempunyai layar 5,5-inci 1080p.

Layar  juga cukup cerah untuk digunakan di bawah sinar matahari, tetapi mungkin permukaan gloss-nya dapat menangkap banyak bayangan yang bisa mengganggu Anda. Redmi Note 3 mampu mendeteksi cahaya di sekitarnya secara real-time dan segera menyesuaikan kontras agar visual tetap tampil optimal.

Review Xiaomi Redmi Note 3 14

Xiaomi punya alternatif mode Night Shift seperti di Apple iOS 9.3, mereka menamainya Reading Mode. Ketika diaktifkan, cahaya background akan dikurangi dan display jadi lebih menguning, dimaksudkan untuk mengurangi kelelahan pada mata. Sayangnya, Reading Mode hanya bisa diaktifkan (atau dimatikan) secara manual.

Interface

Handset ini beroperasi di platform MIUI 7, berbasis Android 5.1 Lollipop. Penampilan serta susunan kontennya sudah berbeda dari versi standar Google, dan hampir tidak ada lagi elemen Material Design. Hanya ada satu layer menu buat mengakses aplikasi serta fungsi-fungsi perangkat seperti setting serta kamera, dan interface tersebut juga merespons tap dan swipe tanpa jeda.

Review Xiaomi Redmi Note 3 33

Software juga memberikan keleluasaan utak-utik, dan Anda dipersilakan memilih puluhan theme yang tersedia sesuai keingingan, cukup dengan log-in ke Mi Account. Selain itu, user dimanjakan oleh efek-efek visual dan update OTA berkala. Meskipun sudah lama tidak menggunakan MIUI, saya hanya butuh beberapa menit saja untuk kembali merasa familier.

Camera

Phablet anyar Xiaomi ini memperoleh dongkrakan besar di aspek fotografi. Kini Anda dihidangkan kamera utama bersensor 16-megapixel dengan aperture f/20, lensa 5-element, sistem phase detection autofocus (PDAF), serta dual images signal processor. Spesifikasi seperti ini umumnya hanya dapat ditemukan di smartphone yang lebih high-end. Di atas kertas memang impresif, tapi bagaimana dalam prakteknya?

Review Xiaomi Redmi Note 3 7
Redmi Note 3 sajikan kamera utama 16-Mp.

Saya menyukai UI aplikasi kamera Redmi Note 3 yang bersih dan simpel, segera terbuka begitu Anda tap ikon. Hanya ada enam tombol utama (termasuk video, shutter, HDR, flash), tinggal swipe ke kanan buat memilih filter dan swipe ke kiri untuk mengakses mode. Pemakaiannya ringkas serta mudah.

Review Xiaomi Redmi Note 3 4
Kamera depannya hanya 5-Mp.

Baik di siang ataupun malam hari berbekal pencahayaan lampu, shutter bekerja cukup gesit. Anda akan mendapatkan gambar jelas dan kaya warna di kondisi cukup cahaya, tetapi ketika hari mulai gelap, saya merasa sedikit jeda respons. Dan dengan menyalakan HDR, waktu capture jadi bertambah lama. Seperti kebanyakan kamera smartphone, Redmi Note 3 seringkali kesulitan mencapai exposure yang tepat.

Kapabilitas videonya terbilang standar: 1080p di 30fps; dan ia mungkin belum bisa memuaskan pecandu selfie karena hanya ada kamera 5-Mp di depan. Sampel foto dapat Anda lihat di bawah.

Review Xiaomi Redmi Note 3 19

Review Xiaomi Redmi Note 3 20.3jpg

Review Xiaomi Redmi Note 3 21

Review Xiaomi Redmi Note 3 23

Dan ini hasil jepretan di malam hari, dibantu cahaya lampu:

Review Xiaomi Redmi Note 3 16

Review Xiaomi Redmi Note 3 17

Review Xiaomi Redmi Note 3 18

Using experience & hardware

Review Xiaomi Redmi Note 3 1
Redmi Note 3 didukung fitur dual SIM.

Versi resmi Redmi Note 3 hanya didukung jaringan 3G (walaupun sudah ‘4G ready‘ – peraturan TKDN mensyaratkan persentase tertentu untuk kandungan dalam negeri perangkat 4G), dan boleh jadi calon konsumen merasa keberatan dengan keterbatasan ini. Namun di sisi kinerja hardware, smartphone sama sekali tidak mengecewakan. Selain app sosial media dan chat, Redmi Note 3 sanggup melahap game-game mobile berat yang saya instal, di antaranya Asphalt 8: Airborne, Real Racing 3, sampai Mortal Kombat X.

Review Xiaomi Redmi Note 3 25

Unit review ini mempunyai spesifikasi sebagai berikut:

  • System-on-chip Qualcomm MSM8956 Snapdragon 650 (prosesor quad-core Cortex-A53 1,4GHz & dual-core Cortex-A72 1,8GHz serta GPU Adreno 510)
  • RAM 2GB
  • Memori internal 16GB (dapat diperluas dengan microSD)
  • Konektivitas Wi-Fi 802.11 a/b/g/n/ac, Bluetooth 4.1, infrared, GPS

Berkat komposisi hardware di atas, Real Racing 3 berjalan dengan mulus dan grafisnya tersaji maksimal – misalnya pantulan di kaca spion, flare, bayangan serta efek debu. Asphalt 8 bukan tantangan berat bagi Redmi Note 3, Anda bisa melihat semua efek visual tanpa adanya penurunan frame rate. Yang mengagumkannya lagi, Mortal Kombat X ber-engine Unreal 3 beroperasi mulus di handset.

Review Xiaomi Redmi Note 3 27
Real Racing 3.
Review Xiaomi Redmi Note 3 26
Mortal Kombat X.
Review Xiaomi Redmi Note 3 29
Asphalt 8: Airborne.

Mungkin bukan masalah besar, namun saya merasakan waktu load yang agak lama, terutama sewaktu membuka permainan. Dan setelah beberapa saat menikmati game, suhu bagian punggung akan bertambah hangat. Lalu penempatan speaker menyebabkannya jadi tertutup ketika Anda menggunakan Redmi Note 3 secara horisontal. Berbicara soal speaker mono di sana, handset memang sanggup menyajikan suara lantang, sayangnya bass sama sekali tidak nendang.

Review Xiaomi Redmi Note 3 9
Grille speaker Redmi Note 3.

Lewat software AnTuTu, Redmi Note 3 mendapatkan hasil tes terbaik di skor 74124, menempatkannya di atas Galaxy A9 Pro, tetapi belum bisa mengejar Google Nexus 6. Handset memperoleh nilai 818 di Sling Shot 3DMark dan skor performa kerja terbaik di 5191 dalam PCMark.

Review Xiaomi Redmi Note 3 24

Dengan menyimpan baterai non-removable 4.000mAh, Redmi Note 3 tidak kesulitan untuk tetap aktif seharian dalam pemakaian normal. Kadang kala, handset bisa bertahan mendekati dua hari (layar menyala antar 3,5 sampai 4,5 jam). Tapi ingat, bermain game tentu akan mempersingkat durasinya.

Kualitas panggilannya tergolong baik, apalagi dibantu oleh mic noise cancelling di sisi atas smartphone. Output suara terdengar natural serta lantang, dan saya tidak menemukan adanya kendala. Redmi Note 3 turut dilengkapi fitur call recorder build-in, dapat diaktifkan secara manual di Call Setting dan didengar lewat app recorder.

Conclusion

Tidak dapat disangkal bahwa Xiaomi Redmi Note 3 merupakan penawaran yang menggoda. Sejumlah aspek – seperti desain, build quality, kinerja hardware, serta adanya pemindai sidik jari – berada di luar ekspektasi, dan rasanya sedikit alternatif yang lebih baik di harga selevelnya. Pengguna Redmi Note sebelumnya tidak akan kecewa seandainya mereka memutuskan untuk beralih ke Redmi Note 3.

Namun sebelum buru-buru mengambil keputusan, Anda perlu mempertimbangkan sejumlah kelemahan dari produk ini: performa kamera dan video recording sebetulnya bisa lebih baik lagi, dan Redmi Note 3 belum mempunyai konektivitas NFC.

Xiaomi Redmi Note 3 bisa Anda beli di Lazada dan Erafone seharga Rp 2,6 jutaan.

Akhirnya Dirilis, Ayo Simak Rangkuman Review Mighty No. 9

Setelah masa pengembangan yang lama dan sejumlah penundaan, akhirnya penerus spiritual Mega Man karya Keiji Inafune, Mighty No. 9 dirilis di pertengahan minggu ini. Proyek Comcept itu tak akan sukses tanpa dukungan dari 71.493 backer, dan sebagai ucapan terimakasih, Anda harus menghabiskan waktu 3 jam 48 menit untuk menyimak seluruh isi credit-nya.

Namun apakah hype yang developer Comcept bangun sesuai dengan harapan gamer? Simak rangkuman review dari beberapa media game ternama ini.

Mighty No. 9 Review Round-up 4

Sejauh ini, skor paling tinggi diberikan oleh GameWatcher, yaitu 80. Reviewer Anthony Shelton mengakui, meski Mighty No. 9 menyimpan banyak kekurangan – dari mulai sisi teknis sampai masa sulit ketika proses pengembangan berlangsung, aspek negatif tersebut tidak merusak permainan. Mighty No. 9 bukanlah Mega Man, namun ia sukses mengusung semangat game side-scrolling 2D klasik itu, terbantu berkat aspek kontrol yang memuaskan.

Mighty No. 9 Review Round-up 3

Polygon memiliki opini berbeda. Menurut Michael McWhertor, Mighty No. 9 tidak terlihat atraktif dan terasa hambar. Reviewer menyayangkan segi teknis permainan seperti masalah pada cutscene dan kendali; kemudian pemain selalu dihadapkan pada tipe musuh yang hampir sama, dan kita disajikan narasi serta karakter non-orisinil. Polygon hanya memberi Mighty No. 9 nilai 5 dari 10.

Mighty No. 9 Review Round-up 2

Vince Ingenito dari IGN memberikan respons senada dengan Polygon, hanya menyodorkan skor 5,6 dari 10. Mighty No. 9 memang menghidupkan kenangan manis tentang Mega Man, tetapi mengkritisi segi visual dan animasi yang mengecewakan. Menurut mereka, Mighty No. 9 tidak mempunyai keistimewaan dan kepribadian. Permainan lebih terasa seperti tiruan Mega Man ketimbang penerus spiritual.

Mighty No. 9 Review Round-up 6

Satu-satunya ulasan tanpa skor dipersembahkan oleh Eurogamer, tetapi kekecewaan terhadap Mighty No. 9 masih dapat dirasakan di sana. Walaupun game bisa disebut sebagai pengharaan sekaligus evolusi dari Mega Man, momen-momen cemerlang dalam Mighty No. 9 dirusak oleh sistem challenge. Di sisi positifnya, para veteran akan langsung familier dengan ritme dan struktur permainan, di mana 11 level di sana – lokasi kilang minyak, menara radio, sampai pengolahan air – mempunyai desain serupa.

Mighty No. 9 Review Round-up 5

Dengan menghidangkan skor 5 dari 10, Gamespot turut mengungkapkan kekecewaannya: untuk game yang dibuat demi meneruskan warisan seri Mega Man, Mighty No. 9 belum bisa memenuhi tugasnya. Walaupun memiliki bagian menyenangkan dan inovatif, Mighty No. 9 belum dapat meninggalkan kesan istimewa.

Di situs agregator OpenCritic, sementara ini Mighty No. 9 cuma mencetak skor rata-rata 52 (tertinggi 100) dari 34 ulasan. Game telah tersedia di Windows, PS4, Xbox One, Wii U dan PS3.

Screenshot diambil dari Steam.

[Review] Overwatch Open Beta

Banyak developer besar membuktikan bahwa eksekusi jitu dan kematangan teknis tak kalah penting dari ide orisinil. Meskipun tak sedikit orang melihat kesamaan Overwatch dengan Team Fortress 2, Blizzard membenamkan beragam elemen unik ke dalam game sehinga formulanya terasa segar. Setidaknya inilah kesan yang saya dapatkan selama menjajal Overwatch di masa open beta.

Sebelum membahas lebih detail, saya ingin sedikit meng-highlight fenomena menarik selama periode uji coba ini berlangsung. Pertama, ada lebih banyak rekan sesama gamer menikmati Overwatch dibanding Battleborn ataupun Star Wars Battlefront. Lalu saya juga setuju pada salah satu komentar: Overwatch bukanlah permainan eksklusif para ahli bidik. Melipahnya pilihan hero memungkinkan gamer beradaptasi terhadap situasi dan bebas bermain dengan gaya mereka.

Technical & graphics

Secara teknis, Blizzard Entertainment sama sekali tidak mengecewakan. Open beta Overwatch terasa sematang versi retail. Developer mengerti bagaimana seharusnya game shooter online dibuat. Ia tidak menuntut Anda menyediakan hardware canggih, tidak pula memakan ruang terlalu banyak di hard drive, dan gamer cuma memerlukan beberapa kali klik saja untuk masuk ke pertandingan.

Review Overwatch Open Beta 11
Tampilan main menu Overwatch.

Buat pengujian, saya menggunakan versi PC di notebook MSI Prestige PX60 – menyimpan GPU GeForce GTX 950M, Intel Core i7-4720HQ dan RAM 16GB. Di setting grafis default di 1080p, Overwatch berjalan sangat mulus, mengamankan frame rate di atas 50 per detik. Seperti yang Blizzard bilang sebelumnya, hampir seluruh konten game bisa diakses, termasuk ke-21 karakter, seluruh map, mode permainan, sampai Loot Box. Dan hebatnya, Overwatch hanya mengonsumsi ruang 6GB.

Review Overwatch Open Beta 7
Versi PC Overwatch tidak menuntut hardware terlalu canggih.

Bagi saya pribadi, tak ada yang dapat dikritisi dari sisi grafis. Blizzard telah memutuskan buat mengusung arahan ala Pixar dan itulah yang kita dapatkan. Overwatch menyajikan visual cerah serta penuh warna. Petunjuk warna secara intuitif menginformasikan pemain mana lawan dan mana kawan. Tiap karakter mempunyai animasi unik, dan di sejumlah adegan (emote atau saat Reinhardt mengaktifkan shield), perspektif berubah dari orang pertama ke third-person.

Review Overwatch Open Beta 2
Tracer akan menyapa Anda di tutorial.

Kendala yang saya temui berkaitan dengan koneksi internet. Beberapa kali di dalam pertandingan, sambungan ke server (Asia) tiba-tiba terputus dan saya harus keluar dan menekan tombol Play di app Battle.net agar bisa kembali masuk ke game.

Review Overwatch Open Beta 9
Pastikan komposisi tim Anda seimbang.

Gameplay

Saat baru memulai, Overwatch akan menuntun Anda melewati tahapan: tutorial, practice (di mana Anda dapat menjajal semua hero), kemudian Play vs. AI. Sesudah itu, Anda baru ‘diperbolehkan’ memilih Quick Play. Satu dari banyak aspek yang saya puji dari Overwatch adalah cara Blizzard meramu tiap hero sehingga gamer mudah beradaptasi tanpa menghilangkan kejutan serta gaya distingtif.

Review Overwatch Open Beta 3
Di Play vs. AI, gamer dihimpun secara online buat menghadapi musuh komputer.

Contohnya begini, Genji ialah ninja, dan sangat mematikan di jarak menengah. Gamer awam umumnya akan memanfaatkan kelincahan (ia bisa melompat dua kali di udara) serta jarak tempuh proyektil shuriken yang jauh; namun pemain veteran tak takut buat bertarung secara langsung, apalagi Genji mempunyai kemampuan memantulkan peluru serta skill menyabet katana ala Kenshin Himura.

Review Overwatch Open Beta 6
Tiap hero akan berpose saat memenangkan match.

Jika Anda masih bingung menentukan karakter, Blizzard menandai tingkat kesulitannya dengan bintang: satu artinya gampang digunakan, dan tiga maksudnya paling menantang. Sebelum memulai match, Overwatch akan menganalisis struktur tim serta memberi tahu misalnya Anda butuh lebih banyak hero defense, tidak ada support ataupun sniper, dan sebagainya. Tim jadi maksimal jika komposisinya seimbang – saya merasakan langsung bagaimana berantakannya tim yang diisi oleh tiga orang sniper.

Review Overwatch Open Beta 14
Di misi escort, karakter bertahan seperti Bastion juga bisa bermanfaat buat menyerang.

Koordinasi memang krusial, dan agar efektif, Anda disarankan memakai set headphone dan mic. Tapi Blizzard juga tak lupa menyediakan shortcut dial untuk mengaktifkan perintah-perintah penting semisal ‘regroup on me‘ atau ‘affirmative‘ demi menyederhanakan komunikasi, karena chatting mustahil dilakukan di tengah-tengah pertempuran.

Review Overwatch Open Beta 5
Sebetulnya penempatan seperti ini sangat rentan terhadap sergapan musuh.

Mudah dipelajari namun sukar dikuasai, itulah yang saya rasakan dari Overwatch. Seiring waktu bermain, Anda akan mengetahui hero terbaik untuk situasi tertentu; namun kreativitas dan improvisasi tak kalah esensial. Contoh: saya menyadari skill ultimate D.Va, yaitu meledakkan mech miliknya, sangat efektif buat membersihkan capture point dari gerombolan musuh.

Review Overwatch Open Beta 16
Taruh turret Torbjorn di tempat yang tepat dan biarkan dia ‘memanen’ lawan.

Lalu di skenario lain, turret punya Torbjorn ternyata sangat ampuh jika diposisikan di area yang tepat. Dan seringkali, pertahanan dapat menjadi metode serbu efisien: di misi escort, letakkan turret di atas payload, Reinhardt membantu melindunginya dengan shield, Mercy/Zenyatta mendukung via healing, lalu sisanya berupaya membungkam lawan sebanyak mungkin.

Review Overwatch Open Beta 17
Tiap kali pertandingan usai, Overwatch akan mengumumkan pemain terbaik.

Detail-detail kecil seperti inilah yang perlu diapresiasi dari Overwatch. Irama permainannya dinamis, dan bahkan di situasi paling genting sekalipun, pemain bisa membalikkan keadaan. Membunuh musuh sebanyak-banyaknya belum tentu Anda menang. Sejauh ini saya tidak marasakan ada hero yang terlalu kuat dan tak seimbang, tapi tentu saya punya karakter favorit: Genji, Tracer, Torbjorn, Pharah, D.Va dan Zenyatta.

Review Overwatch Open Beta 12
Isi Loot Box bisa berupa skin, spray, sampai cash in-game.

Verdict

Meskipun saya tetap menentang praktek pre-order game, saya bisa memahami jika gamer akhirnya tergoda buat memesan Overwatch sebelum tanggal tayangnya. Selama open beta berlangsung, permainan setidaknya dua kali terkena patch kecil, indikasi positif bahwa Blizzard berupaya maksimal agar peluncuran Overwatch berjalan lancar. Entah Anda menyukai FPS atau tidak, saya merekomendasikan Anda untuk mencobanya sendiri.

Review Overwatch Open Beta 13
Pharah ialah salah satu hero dengan tingkat damage paling besar.

Dan mengenai open beta-nya, Blizzard mengumumkan periode uji coba Overwatch diperpanjang hingga tanggal 10 Mei pukul 10:00 PDT atau hari Rabu tanggal 11 Mei jam 00:00, berlaku baik buat versi PC, PlayStation 4 maupun Xbox One. Setelah beta ditutup, selanjutnya permainan akan dirilis pada tanggal 24 Mei 2016.

 

[Review] Notebook ‘Elite’, MSI Prestige PX60 2QD

Brand Prestige dihadirkan setelah MSI mengukir reputasi di ranah notebook gaming. Ia disiapkan sebagai platform produktif bagi pekerja bidang kreatif seperti desainer atau fotografer yang belum membutuhkan workstation. Sejumlah kapabilitas khusus telah disiapkan demi menunjang kebutuhan tersebut, tapi terdapat pula elemen-elemen familier di dalam.

Sang produsen Taiwan berusaha memberikan identitas berbeda bagi seri Prestige, terutama dari sisi penampilan. PX sengaja diramu lebih tipis dan ringan dibanding saudarinya, Prestige PE, dengan pemilihan warna serupa. Buat memasarkan Prestige, MSI mengangkat tema ‘profesional dan elit bisnis’, dan saya akan mencoba menilai mutunya dari perspektif tersebut.

Saya berkesempatan menjajal Prestige PX60 2QD selama beberapa minggu. Varian ini bukanlah tipe terbaru (6QD), masih mengusung chip Intel Haswell, namun dalam periode uji coba, hardware yang tak begitu baru tidak menghalangi laptop bekerja dengan optimal. Dan di artikel ini, saya akan mengulasnya secara lengkap dari luar dan dalam. Silakan disimak.

Design

Demi memastikan Prestige kontras produk gaming, MSI memilih komposisi warna yang bertolak belakang. Brushed aluminium berwarna perak mengisi bagian punggung dan area keyboard, kemudian frame layar dan bawah body-nya memanfaatkan plastik hitam. LED biru keyboard backlight menggantikan merah di G Gaming Series, dan tidak ada logo menyala di belakang layar.

MSI Prestige PX60 2QD 19

MSI Prestige PX60 2QD 27

Pengguna laptop gaming MSI mungkin merasakan sensasi deja vu saat mengangkat display. Hal itu dikarenakan PX60 2QD mengadopsi tubuh ultrabook gaming GS60 2PE – dengan tombol power ber-LED, grille speaker Dynaudio, garis lekukan trapesium, lampu indikator, penempatan touchpad serta keyboard full-size-nya yang identik. Layar 15,6-inci di sana bahkan juga sama-sama bergerak seluas 160-derajat. Penampilannya memang tidak benar-benar baru, tapi memberi kesan simpel dan serius.

MSI Prestige PX60 2QD 24

MSI Prestige PX60 2QD 22

Khususnya buat PX60, MSI terlihat memprioritaskan wujud dan portabilitas. Dari dimensi dan bobotnya (390x266x20mm, berat 2,1-kilogram), laptop memberikan perlawan keras pada Acer Aspire V Nitro, dan bahkan mengusik Dell XPS 15. Tubuhnya yang melebar dimanfaatkan oleh MSI buat menyajikan area ketik yang luas.

MSI Prestige PX60 2QD 17

MSI Prestige PX60 2QD 35

Connectivity

Lubang-lubang heat sink diarahkan ke belakang, dan segala konektivitas penting bisa Anda tamukan di sisi samping, termasuk colokan power. Di kiri ada dua port USB 3.0 dan dua jack audio microphone-in/out, lalu di kanan tersedia port LAN, HDMI, satu slot USB 3.0 lagi, card reader SD dan mini-DisplayPort. Sambungan wireless-nya meliputi Wi-Fi 802.11 ac dan Bluetooth 4.0.

Untuk keperluan bisnis, saya rasa tiga port USB masih kurang banyak.

Build quality

MSI berhasil memastikan aluminium dan plastik terpadu dengan mantap. Tekanan dari belakang panel tidak memberi efek pada LCD, lalu tubuhnya tak banyak bergerak ketika menerima tekanan. Namun penggunaan material berbeda memang berdampak pada penampilan. Contohnya di engsel dan area-area sambungan, pertemuan kedua material tampak jelas. Dan saya penasaran, mengapa MSI memilih engsel dari plastik, bukan logam?

MSI Prestige PX60 2QD 20

Sejauh ini saya belum menemukan problem dari build quality-nya, tapi saya mendeteksi potensi kelemahan, terutama dalam penggunaan di waktu lama: mengangkat layar dari ujung menyebabkannya sedikit melengkung, lalu display akan bergetar saat Anda mengubah posisinya atau sekedar menggeser laptop. Dan khususnya di unit review ini, bingkai kanan atas akan mengeluarkan bunyi sewaktu ditekan.

MSI Prestige PX60 2QD 28

MSI mengerti bahwa banyak di antara konsumen mereka yang mebutuhkan akses mudah ke bagian internal laptop. Di PX60, Anda cukup membuka baut untuk melepas panel maintenance.

MSI Prestige PX60 2QD 26

Display

Layar non-touch full-HD 15,6-inci merupakan aspek andalan MSI di PX60. Di acara peluncuran Prestige di Indonesia, produsen menjelaskan bagaimana tiap-tiap panel mereka kalibrasi demi menyuguhkan output gambar bermutu serta jangkauan sRGB yang luas. Upaya mereka memang tidak sia-sia. Walau masih belum jauh melampaui kompetitor, kualitas PX60 2QD berada di atas rata-rata. Warnanya sangat akurat, rasio kontras berada di level 1.054 banding 1, lalu sRGB-nya mencapai 98 persen.

MSI Prestige PX60 2QD 16

Tekstur matte di sana meminimalisir efek pantulan, namun fitur favorit saya sendiri adalah MSI True Color. Dengannya, Anda bisa memilih preset warna, misalnya Gamer, Anti-Blue, sRGB, Designer, Office dan Movie. Lalu pengguna juga dapat mengatur setting lebih rinci: Anti-blue menyediakan opsi browsing sampai membaca, kemudian di Gamer ada dibebaskan mengutak-atik slider contrast, gamma sampai RGB.

MSI Prestige PX60 2QD 04

Khususnya di Movie dan Office, brightness sedikit dikurangi, namun tidak membuatnya jadi gelap. Untuk sehari-hari, saya sering memakai mode Multimedia di Anti-Blue – tidak terlalu kuning dan tapi juga tak menyebabkan mata cepat lelah.

Keyboard, touchpad & palm rest

Papan ketik di PX60 2QD istimewa. Tombol-tombolnya kokoh dan empuk, tiap tekanan ke bawah terasa konsisten. Tuts huruf mempunyai ukuran 1,5×1,5-cm, dengan gap kurang lebih 4-milimeter. Secara keseluruhan, Anda memperoleh zona mengetik yang lega. Masalahnya hanya terletak pada layout

MSI Prestige PX60 2QD 30

Touchpad terlalu menjorok ke kiri palm rest, dan ketika mengetik, sering sekali pangkal jempol tak sengaja menyentuhnya dan teregistrasi sebagai input. Hal ini jadi sangat menjengkelkan sewaktu bermain game. Akan lebih baik jika ia digeser sedikit lebih ke tengah.

MSI Prestige PX60 2QD 29

Permukaan di touchpad berukuran 10,5×7-sentimeternya terasa kurang halus. Di sana tersembunyi dua tombol mouse yang sayangnya tidak begitu empuk. Bagi saya, lebih mudah klik dengan mengetuk touchpad ketimbang menekannya, kecuali jika ‘terpaksa’ klik kanan.

MSI Prestige PX60 2QD 32

Hardware

Via Speccy, Anda dapat melihat daftar konfigurasi hardware serta OS Prestige PX60 2QD di bawah ini:

MSI Prestige PX60 2QD 01

MSI Prestige PX60 2QD 02

MSI Prestige PX60 2QD 03

Benchmark

Saya menggunakan empat software benchmark buat menakar performa notebook: Unigine Heaven 4.0, Valley 1.0, Monster Hunter Online Benchmark dan Final Fantasy IX Heavensward Benchmark. Khususnya di kedua aplikasi Unigine, saya menonaktifkan anti-aliasing, tesselation diposisikan di normal, memilih API DirectX 11, kualitas high, di resolusi 1920×1080. Skor terbaiknya ialah sebagai berikut:

MSI Prestige PX60 2QD 09

MSI Prestige PX60 2QD 08

Di Monster Hunter Online, resolusi saya pasang di full-HD, full-screen dan anti-aliasing 4x MSAA. Nilai tertingginya belum menembus 4000.

MSI Prestige PX60 2QD 06

MSI Prestige PX60 2QD 07

Kemudian di FFIX Heavensward, PX60 dapat mencapai ‘very high‘ dengan menggunakan standar high untuk laptop, di resolusi 1080p.

MSI Prestige PX60 2QD 05

Using experience

Di masa uji coba ini, Prestige PX60 2QD saya gunakan untuk bekerja serta bermain. Terlepas dari kendala pada touchpad, keyboard-nya yang jempolan memastikan kegiatan mengetik artikel sehari-hari berjalan lancar. Menyalakannya berjam-jam memang membuat suhu palm rest menghangat, tapi tidak di luar batas kewajaran. Suara fan baru bertambah kecang sewaktu masuk ke game.

MSI Prestige PX60 2QD 33

Memang sulit bagi MSI untuk menghilangkan citra gaming di produknya. Tema ini bukanlah spesialisasi PX60. Namun keberadaan mode Gamer di True Color menggoda saya menginstal Dark Souls 3, GTA V serta memakainya buat menjajal open beta Doom. GeForce GTX 950M di dalam ternyata sanggup menangani judul-judul ini, selama kita menggunakan resolusi kisaran 1376×768 dan mau berkompromi dengan frame rate di 30-an.

MSI Prestige PX60 2QD 13

MSI Prestige PX60 2QD 14

Di Dark Souls 3, saya cuma memperoleh frame rate 20-an di setting high 1080p. Sedangkan saat menurunkannya ke 768p dengan opsi kustom high-max, frame rate permainan stabil di atas 40.

MSI Prestige PX60 2QD 10

MSI Prestige PX60 2QD 11

Seperti GS60, tersedia empat speaker Dynaudio ditambah satu subwoofer buat mendukung segi hiburan. Output-nya cukup lantang serta simbang, dan di nada tinggi, saya tidak mendengar ada statis. Tentu saja, masih ada ruang untuk perbaikan. Seandainya saja speaker bisa lebih keras lagi, dan tidak ada suara-suara keruh saat menghidangkan musik rock.

MSI Prestige PX60 2QD 31

Dalam mengoperasikan PX60 2QD, Anda tidak bisa jauh-jauh dari sumber listrik. Daya tahan baterai non-removeable-nya tergolong rendah. Bahkan di mode Balanced sekalipun, ia sulit mencapai empat jam. Bayangkan repotnya jika Anda harus meng-edit foto di tempat yang tidak menyediakan colokan listrik.

Verdict

Tema gaming sudah mendarah daging di brand MSI, dan wajar elemen tersebut turut memengaruhi penyajian Prestige. Tetapi banyak aspek harus diperhatikan lagi oleh sang produsen, karena jika tidak, hal ini bisa menyampaikan kesan yang keliru. Seolah-olah, MSI hanya sekedar memodifikasi notebook gaming mereka (dalam hal ini GS60) dan menghidangkannya buat khalayak bisnis.

Berbicara soal user profesional, kinerja baterai, keterbatasan konektivitas fisik, dan desain yang terkesan sederhana mungkin menyebabkan mereka keberatan membeli PX60 2QD. Namun kelemahan tersebut dapat terbayarkan berkat tingginya performa hardware notebook (di kelas itu) dan juga kualitas display papan atas. Pertanyaannya, apa yang jadi prioritas Anda?

MSI Prestige PX60 2QD dijajakan di harga premium, hampir selevel Gaming G Series, yaitu Rp 20 jutaan.

[Review] Doom Open Beta

Sesuai janji, id Software membuka gerbang open beta Doom hari Jumat silam. Animo gamer tampaknya cukup tinggi, mendorong publisher Bethesda memperpanjang periode uji coba sampai tanggal 18 April pukul 23:59 (atau 19 April 10:59 WIB). Di sana, developer menyajikan potongan porsi multiplayer yang bisa dinikmati gamer PC, PlayStation 4 serta Xbox One.

Untuk open beta ini, saya menggunakan versi Windows via Steam. Varian game di PC membutuhkan banyak ruang di hard disk, mencapai 22GB. Anda bisa menjajal dua mode multiplayer, yaitu deathmatch klasik dan Warpath; dalam dua map: Heatwave serta Infernal. Game bisa diakses gratis, jadi akan lebih baik jika Anda mencobanya sendiri. Tidak sempat? Tak masalah, silakan simak ulasannya:

Doom Open Beta Impression 06
id Software mengingatkan bahwa beta mungkin menyimpan beragam error.

Graphics

Teknologi engine id Tech 6 melakukan debutnya di Doom, memastikan game tampil prima. Gamer PC direkomendasikan buat menyiapkan sistem mumpuni ber-hardware high-end untuk menjalankan Doom (GeForce GTX 970 atau Radeon R9 290), namun mengejutkannya, permainan tetap bisa dinikmati dari notebook kelas menengah. MSI Prestige PX60 yang saya pakai hanya dibekali GTX 950M, tapi Doom bisa berjalan di kisaran 30 frame rate per detik di resolusi 720p – tentu dengan sedikit konfigurasi menu grafis.

Doom Open Beta Impression 11
Bahkan di resolusi 720p, game tetap terlihat apik.

Di PC, FPS maksimal Doom versi beta dikunci di level 60. Tempo permainan sangat cepat, dan kinerja PC sangat memengaruhi respons Anda. Buat sebuah game yang mengusung tema ‘kelam’ (map Infernal di-setting di neraka), Doom terlihat penuh warna. Keleluasaan kustomisasi mendorong pemain menggunakan kostum warna-warni untuk karakter mereka (akan dibahas lengkap di bawah).

Doom Open Beta Impression 02
Doom memang ‘sehangat’ penampilannya.

Doom bukanlah konsumsi pemain di bawah usia 18 tahun, bahkan gamer dewasa-pun mungkin tidak menyukai tema kekerasan yang berlebihan di dalam permainan. Hal ini, ditambah cepatnya irama game boleh jadi membuat Anda mual. Buat meminimalisir efek tersebut, pastikan level field of view sesuai sudah Anda sesuaikan – tak terlalu jauh dan tidak terlampau dekat.

Gameplay

Kendala yang segera saya temui adalah sulitnya menemukan pemain lain di jam-jam sepi. Beberapa kali saya harus menghabiskan bermenit-menit hanya untuk menunggu satu dua pemain masuk ke multiplayer lobby, lalu mereka pergi begitu saja karena match tidak kunjung dimulai. Namun waktu luang ini memberikan saya kesempatan cukup lama buat mengutak-atik menu kustomisasi karakter.

Doom Open Beta Impression 13
Pastikan Anda menekan ‘Ready Up’ agar permainan cepat dimulai.

Basis gameplay multiplayer Doom baru ini lebih menyerupai Quake dan Unreal Tournament ketimbang seri Doom sesungguhnya. Setelah naik beberapa level, Anda bisa menyeleksi sendiri dua senjata favorit plus satu tool (granat atau alat teleport), selain dari preset yang sudah disediakan. Tiap persenjataan mempunyai karakteristik berbeda, dan seiring bermain, Anda akan menemukan set favorit.

Doom Open Beta Impression 05
Mengambil screenshot sambil berusaha tetap hidup ternyata sangat sulit.

Tiap senjata terasa mematikan, dan semuanya berpotensi menjadi alat pembunuh efektif di tangan yang tepat. Saya menyarankan Anda agar tidak terpaku pada beberapa jenis saja, jangan ragu mencoba senjata lainnya.

Doom Open Beta Impression 04
Doom sebaiknya tidak dimainkan oleh mereka yang cepat mual melihat pemandangan seperti ini.

Tak seperti game shooter modern, id Software kembali mengusung sistem armor dan health bar klasik. Sewaktu health berada di level kritis setelah baku tembak, Anda sebaiknya mundur dan mengumpulkan power-up, item-item-nya ditandai warna biru (health) dan hijau (armor). Ada pula power-up lain seperti pendongkrak kecepatan dan sebagainya. Bagi saya, stok amunisi kurang banyak berguna, karena lebih besar peluang Anda untuk tewas ketimbang kehabisan peluru.

Doom Open Beta Impression 10
Bergerombol ialah salah satu cara untuk hidup lebih lama…

Terdapat power-up pentagram yang bisa mengubah pemain jadi iblis (hanya Revenant di versi beta). Begitu Anda ‘kerasukan’, efeknya sangat mematikan bagi lawan, dan saya merasa power-up ini terlalu kuat dan tidak seimbang. Begitu ampuhnya demon possession, ia bahkan menjadi rebutan antar sesama kawan.

Doom Open Beta Impression 09
…Kecuali jika Revenant musuh datang menyerbu.

Dari dua mode, peminat Warpath sangat sedikit. Selama open beta, saya hanya bermain satu match. Karena biasanya pemain langsung meninggalkan lobby Warpath begitu pertandingan usai, sisa waktunya saya habiskan dalam team deathmatch. Tapi apapun modenya, formula Doom kurang mendorong pemain bekerjasama. Hasil pertempuran umumnya ditentukan oleh refleks, bukan taktik, serta tim mana yang paling bergerombol.

Doom Open Beta Impression 03
Gamer tampaknya menyukai kostum warna-warni.

Character customization

Untuk sebuah versi beta, komponen konfigurasi karakter cukup detail dan luas. Dengan meningkatnya level, kian banyak pilihan yang terbuka. Anda bisa mengganti model helm serta pelindung tubuh lain, memadukan warna armor dan senjata, serta memilih taunt – buat ‘mengejek’ lawan saat Anda menang. Anda juga dapat menentukan Hack Modules, yaitu item disposable yang berguna membantu Anda dalam kacaunya pertempuran – misalnya melihat sisa health musuh, dan lain-lain.

Doom Open Beta Impression 07
Anda bisa mengkustomisasi jenis dan warna armor.
Doom Open Beta Impression 08
Pose seksi ini bisa dijadikan tarian kemenangan.

Verdict

Terlepas dari usaha id Software mengemas formula shooter klasik dalam teknologi engine mutakhir, dua mode multiplayer Doom di open beta belum mampu memperlihatkan keunikan permainan, jadi cepat membosankan setelah beberapa saat. Mungkin ini alasannya server seringkali kosong. Dari sisi gameplay, multiplayer di Doom tidak lebih istimewa dari Call of Duty dan sejenisnya. Lalu sistem power-up dan health bar tak banyak memberi rasa baru ke genre first-person shooter.

Tetapi penggemar setia Doom pasti menyadari bahwa multiplayer hanyalah pelengkap. Franchise ini terkenal akan mode singleplayer yang epik, cepat serta brutal (kecuali Doom 3), dan saya harap id Software betul-betul meramu mode ini dengan segenap kemampuan mereka.

Doom rencananya akan dirilis pada tanggal 13 Mei 2016.

[Review] Cordless Vacuum Cleaner Dyson Digital Slim DC62 Up Top

Beberapa model vacuum cleaner cordless menjadi produk yang Dyson jajakan saat mereka meresmikan flagship store pertama di Asia Tenggara. Di antara perangkat-perangkat itu, Digital Slim DC62 Up Top menjadi salah satu andalan Dyson. Device ini didesain dengan fokus pada fleksibilitas dan kinerja, kabarnya mampu menandingi efektivitas vacuum cleaner biasa.

Dyson mendeskripsikan DC62 Digital Slim sebagai vacuum cleaner tanpa kabel paling kuat, memanfaatkan kombinasi motor digital V6, sistem siklon Tier Radial dan floor tool dengan filamen serat karbon. Produsen asal Inggris itu juga merancang agar distribusi bobot vacuum cleaner cordless merata dan seimbang, ‘berpatokan’ pada prinsip Archimedes.

Dan selama beberapa minggu, saya diberi kesempatan untuk menjajal Digital Slim DC62 Up Top dan mencari tahu apakah cordless vacuum cleaner itu memang secanggih klaim Dyson atau tidak. Silakan simak ulasannya di bawah.

Packaging

Boksnya yang besar ternyata mempunyai bobot cukup ringan. Selain floor tool bermotor, DC62 dilengkapi crevice tool, penyapu debu dan wall mount. Memasang dan melepas komponen-komponennya sangat simpel, bahkan penjelasan di buku panduannya terbilang minim. Semua pernak-pernik ini tersambung dengan kokoh tanpa ada bagian yang perlu diputar atau dibaut.

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 01

Design

Sebelum komponen utama disambungkan ke tool, bobot Digital Slim DC62 kurang lebih hanya dua kilogram. Ia menyimpan motor, struktur siklon, dan tempat penampungan debu/kotoran sementara (0,4-liter). Sekilas wujudnya menyerupai pistol robot di film kartun, apalagi jika crevice tool terpasang. Supaya tidak dijadikan mainan, saya menyarankan agar Anda menjaganya dari jangkauan anak-anak, segera menyimpan DC62 begitu selesai dipakai.

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 14

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 02

Vacuum cleaner cordless ini mempunyai rancangan ergonomis. Tubuh berwarna abu-abu dan metaliknya terbuat dari bahan plastik. Tombol power diposisikan layaknya pemicu dan di area bawah punggung pegangan, Anda bisa menemukan port untuk mengisi ulang baterai. Untuk membuka dustbin, Anda cukup menarik switch berwarna merah ke bawah. Dan di dekat sambungan modul, terdapat tombol buat membuka kunci.

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 07

Lokasi baterai berada di bawah handle, dan Dyson tak lupa membubuhkan lampu indikator berwarna biru, akan menyala saat DC62 Digital Slim sedang aktif atau ketika di-charge. Seandainya ia mulai berkedip, artinya baterai segera habis (dibahas lebih lengkap di bawah).

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 22

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 21

Kepala pembersih lantai mempunyai lebar 25,4-sentimeter dan tinggi 4,3cm. Artinya, zona pembersihan DC62 Digital Slim tidak begitu lebar, namun cukup ramping untuk mencapai area-area sempit, dibantu engsel dua poros yang bisa bergerak 90 derajat.

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 10

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 09

Build quality

Seperti yang sebelumnya dibahas, DC62 Digital Slim mengusung material plastik (kecuali pipa berwarna ungu, terbuat dari aluminium), dan beberapa zona tidak sekuat penampilannya. Ia mengeluarkan bunyi sewaktu diangkat atau diputar; memang tidak di luar batas kewajaran, tapi seolah-olah mengingatkan kita untuk tidak sembarangan saat menggunakannya – alasan lain mengapa ia tak boleh dijadikan mainan.

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 03

Usability

Digital Slim DC62 Up Top dan floor tool-nya sangat mudah dikendalikan berkat bobot yang ringan serta kehadiran engsel bola. Karena beban diposisikan di tangan, DC62 mudah didorong atau digerakkan. Lantai sudah beres? Anda dapat memanfaatkan crevice atau penyapu debu untuk mulai membersihkan benda-benda lain di rumah. Saya ingat tim Dyson pernah menyampaikan, cordless vacuum cleaner sebetulnya lebih pas digunakan oleh para penghuni apartemen dibanding pemilik rumah biasa.

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 15

Dyson menggunakan tipe tombol power berupa pemicu, bukan switch. Digital Slim DC62 hanya akan menyala sewaktu Anda menekan tombolnya. Bagian tersebut sangat responsif, pastikan saja Anda menekannya dengan mantap sebab ia tidak aktif jika cuma ditekan setengah. Pendekatan itu sepertinya diambil supaya pemakaian baterai lebih hemat dan efektif: vacuum cleaner baru menyala ketika Anda ingin menyedot debu/kotoran.

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 05

Berbicara soal baterai, Dyson membekali DC62 dengan baterai li-ionfade-free‘ nikel-mangan-kobalt. Teknologi ini katanya memastikan performa motornya stabil, baik saat vacuum cleaner baru diisi ulang maupun sewaktu baterainya hampir habis, sanggup aktif selama 20 menit dalam sekali charge. Sayangnya karena lampu indikator berada di tempat yang kurang gampang terlihat, ia sering terabaikan dan beberapa kali Digital Slim DC62 mati tiba-tiba.

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 16

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 17

20 menit adalah kapabilitas baterai secara teori. Prakteknya lebih singkat dari itu, tergantung dari tool yang Anda pakai serta temperatur. Untuk proses bersih-bersih lebih tuntas, Anda dipersilakan menggunakan boost mode, dengan menekan tombol Max yang ada di atas gagang. Tentu saja ia akan menguras baterai lebih cepat, kira-kira enam menit dari kondisi penuh.

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 08

Kendala kecil yang saya temukan ialah suara. Digital Slim DC62 cukup bising, apalagi seandainya Anda menggunakan boost mode. Kemudian udara hasil penyedotan dibuang ke samping-belakang, seringkali mengenai tubuh. Jika vacuum cleaner dipakai cukup lama, suhu jadi meningkat dan memengaruhi tiupan angin. Udara panas itu mungkin akan membuat Anda merasa tidak nyaman.

Performance

Berkat topangan baterai nikel-mangan-kobalt, motor digital DC62 bisa berputar hingga 110 ribu kali dalam semenit. Berdasarkan perhitungan Dyson, device menghasilkan 28-airwatt. Motor V6 diramu untuk membersihkan perabotan rumah, tapi bukan buat karpet tebal. Di kelasnya, daya hisap cordless vacuum cleaner ini tergolong mumpuni, namun peranan bagian sapu berserat karbon tak kalah esensial.

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 04

Debu halus, remah-remahan, dan tepung sanggup ditangani Digital Slim DC62 dengan mudah, namun puing-puing berukuran sedang bisa jadi problem, terutama jika bagian bawah kepala pembersih tidak dapat menghisapnya. Rambut dan benang juga menjadi tantangan besar. Seringkali material-material ini tersangkut di sapu dan tidak terbawa ke dustbin.

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 12

Maintenance

Berdasarkan buku panduan, Digital Slim DC62 harus dibersihkan setidaknya sebulan sekali. Hal ini termasuk membuang kotoran dan membersihkan bagian dalam penampungan debu, serta mencuci filter dengan air dingin – dijemur selama 24 jam sebelum dimasukkan kembali ke vacuum cleaner. Anda sama sekali tidak memerlukan obeng, semua komponennya dapat mudah dilepas.

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 19

Dyson DC62 Digital Slim Up Top 23

Verdict

Pertanyaan terbesarnya: Apakah DC62 bermanfaat buat Anda? Dyson Digital Slim DC62 mungkin bukanlah perangkat pembersih ideal bagi Anda yang memiliki rumah berukuran besar, tapi pemakaiannya sangat ringkas dan produk akan sangat berguna jika Anda tinggal di rumah minimalis atau apartemen.

Dari sisi kinerja, DC62 Up Top merupakan cordless vacuum cleaner paling bertenaga, mempunyai daya hisap mumpuni untuk kebutuhan bersih-bersih sehari-hari.

Sudah pasti ada sejumlah aspek yang sedikit memberatkan calon konsumen. Baterai berdaya tahan 20 menit mungkin terbilang belum cukup memuaskan, dan harganya memang jauh dari kata murah. Berdasarkan info dari flagship store Dyson, saat ini Digital Slim DC62 Up Top dibanderol seharga Rp 8,6 juta.

Sudah Siap Menghadapi Dark Souls III? Simak Dulu Rangkuman Review-nya

Dark Souls III akan dirilis secara global minggu depan, namun gamer Jepang dan media-media video game terkemuka sudah mulai menikmatinya sejak tanggal 24 Maret silam. Director Hidetaka Miyazaki kembali memimpin pengembangannya, dan tak sulit ditebak, segala hal yang Anda sukai (atau benci) mengenai Dark Souls kembali hadir di permainan terbarunya.

Action-RPG ini kembali menyuguhkan formula serupa sang pendahulu, mengusung gameplay super-sulit, menuntut Anda untuk menerima kekalahan dan ‘merangkul’ kematian. Sisi positif dari perbedaan waktu rilis ialah kita diberikan kesempatan buat mencari tahu apakah Dark Souls III layak dimainkan atau tidak berdasarkan review-review yang telah dipublikasi. Dan fans Souls dapat bernafas lega karena Dark Souls III memperoleh respons sangat positif.

Dark Souls III Review Round-up 03

Dalam ulasan tanpa skor, Adam Smith via Rock Paper Shotgun menuliskan, jika Dark Souls III merupakan game terakhir di franchise tersebut, maka ia dengan bahagia mengucapkan selamat jalan. Meski bukan game Dark Souls terbaik, Dark Souls III menyempurnakan permainan sebelumnya, dan bahkan dapat dinikmati oleh mereka yang sama sekali belum pernah menyentuh Dark Souls.

Review IGN juga selaras dengan Rock Paper Shotgun. Mereka memuji gerakan-gerakan baru dalam permainan yang memperkaya sistem pertempuran, serta segi visual dari lokasi-lokasi di kerajaan Lothric – tempat Anda bertualang dan menghadapi lawan-lawan mematikan. Beberapa aspek memang butuh polesan, namun IGN setuju bahwa Dark Souls III layak jadi penerus seri ini.

Dark Souls III Review Round-up 02

Mike Mahardy dari GameSpot sendiri melihat sejumlah kesalahan arah dalam desain, contohnya cuma ada satu solusi spesifik untuk mengalahkan bos, ditambah pola permainan repetitif saat menghadapi musuh tangguh. Terlepas dari itu, GameSpot mengapresiasi banyak hal dalam Dark Souls III: desain level yang apik, pertempuran menegangkan, serta setting game yang cantik.

Salah satu ulasan dengan nilai paling rendah dipublikasi oleh Polygon, hanya 70. Reviewer Philip Kollar menyampaikan, Dark Souls 3 tetap menjadi sebuah pengalaman menakjubkan, namun di game teranyar itu, kelemahannya lebih terlihat. Ia kecewa karena game hanya menyimpan sedikit kejutan. Menakar dari desain, penyajian momentum, serta teknologi penopang permainan, Dark Souls III gagal memuaskan penggemar terberatnya.

Dark Souls III Review Round-up 04

Bertolak belakang dari Polygon, PC Gamer memuji sisi desain, pertempuran, serta penyampaian ceritanya. James Davenport bilang, “Dark Souls III adalah game Dark Souls terbaik, menetapkan sebuah standar baru bagi genre action RPG secara keseluruhan.”

Berikut skor sementara  berdasarkan situs agregator:

Dark Souls III akan meluncur pada tanggal 12 April nanti di PC, PlayStation 4 dan Xbox One.

Mencoba OnePlus X, Smartphone dengan Desain Menyenangkan

OnePlus X akhirnya akan menyambangi Indonesia dan akan hadir melalui ecommerce Blibli pada tanggal 28 Maret 2016. Belum ada informasi harga jika menilik laman resmi, tetapi diinformasikan akan ada potongan harga yang mendaftar newsletter OnePlus.

Saya berkesempatan untuk sejenak ‘bermain-main’ dengan perangkat ini dan ini adalah impresi singkat (bukan review lengkap) tentang perangkat yang bisa dibilang adalah obat bagi penggemar atau penikmat gadget tanah air karena tidak bisa menikmati (secara resmi) OnePlus 2.

OnePlus X

Desain

Saat melihat pertama kali tampilan smartphone ini secara online, ada keingginan unik yang muncul untuk menggenggam OnePlus X. Tampilan promonya telah berhasil menggugah selera saya, dan benar saja saat pertama kali mengeluarkan unit review yang saya terima, pengalaman menyentuh pertama kali OnePlus X memang menggoda.

Tampilan kaca depan serta bagian belakang dari OnePlus X sedikit banyak mengingatkan pada tampilan iPhone 4 atau 4S, meski tidak bisa disamakan persis. Namun pengalaman dua kaca di bagian depan dan belakang memang memberi kesan tersendiri.

Bagian pinggir OnePlus X hadir dengan bahan aluminium anodized yang berulir garis. Saat digenggam terasa solid dan nyaman, meski saya sendiri kurang suka tampilannya yang berulir garis, saya lebih suka jika tampilannya polos.

OnePlus X

Kombinasi dua layar kaca (depan Gorilla Glass dan bagian belakang Onyx hitam) serta bingkai metal dan ketipisan perangkat, membuat kenyamanan tersendiri saat digunakan. Jika Anda memiliki OnePlus X, Anda mungkin akan sering-sering mengelus perangkat ini saking nyamannya.

Namun, kekurangan yang muncul saat digunakan, karena tangan saya sering berkeringat, adalah saya tidak bisa menikmati tampilan bagian belakang secara mulus, karena setelah tersentuh maka tapak jemari saya akan menempel semua di perangkat.

Tetapi saya rela untuk membersihkannya sering-sering, karena memang memegang perangkat ini terasa nyaman, apalagi bagian ujung yang melengkung di tiap pinggiran glass (baik depan ataupun belakang) membuatmya semakin nyaman digenggam dan disentuh.

OnePlus X

Bagian pinggkir kanan menyediakan tombol power dan tombol volume, serta kompartemen untuk: double SIM card dan atau satu SIM Card dan satu kartu memory. Sedangkan bagian pinggir satunya ada button ‘do not disturb’ atau alert slider yang bisa diatur jadi tiga, off, priority dan sama sekali tidak bisa diganggu.

Bagian atas tersedia jack untuk earphone atau headphone dan bagian bawah terdapat speaker. Jika melihat desainnya ada dua rongga speaker namun sebenarnya hanya satu yang berfungsi sebagai speaker.

Tombol home button, back serta recent app ada di bagian bawah layar depan, tersaji dengan tampilan teramat halus untuk menambah kesan desain modern. Anda bisa menampilkan button di layar (lewat kustomisasi Oxygen OS) jika ketipisan tampilan tombol ini terasa kurang jelas.

Pengalaman penggunaan di luar desain

Saat mencoba tampilan layar 5 inci dengan resolusi 441 ppi (1080 HD Penuh) memang cukup nyaman untuk digunakan browsing, akses media sosial dan menonton video (saya menggunakan WiFi bukan jaringan operator). Kecerahannya memang terasa terlau bright bagi saya meski telah diturunkan, saya cenderung lebih suka tampilan layar yang dihasilkan Meizu Mx 4 Pro yang sedang saya gunakan sebagai perangkat sehari-hari.

OnePlus X

Sedangkan untuk pengalaman menjelajah UI berpindah recent tab serta multitasking cukup mulus, setidaknya untuk pengalaman hands on awal (kondisi file masih kosong dan aplikasi hanya terinstal beberapa saja selain bawaan). Untuk UI sendiri hampir tidak ada perbedaan mencolok dari pure Android yang saya pernah nikmati di perangkat Android One, dan saya menyukainya karena lebih memilih tampilan default ‘polos’ tanpa banyak perubahan seperti ini.

Unit OnePlus X yang saya coba menggunakan sistem operasi OxygenOS 2.1.3x (telah di-update ketika saya coba) yang berdasarkan Android 5.1.1 Lollipop. Meski tampilan utama yang ada tampak polos namun Anda bisa melakukan berbagai kustomisasi dengan OS ini. Misalnya, akses cepat dengan gesture seperti membentuk lingkaran saat perangkat mati untuk langsung membuka kamera, atau tap dua kali untuk membuka layar. Selain gesture, Anda bisa mengkustomisasi button, misalnya mengaktifkan tombol navigasi di layar. Berbagai kustomisasi bisa Anda lakukan dari menu pengaturan.

OnePlus X

Desain yang telah dijelaskan di atas memegang peran penting dalam penggunaan, setidaknya saat menggenggam perangkat dan membuka menutup aplikasi. Kesan nyaman dan menyenangkan masih terus melekat saat mencoba OnePlus X. Saya belum mencapai titik penggunaan secara penuh untuk mengakses video, berpindah aplikasi dan multitasking untuk mendukung pekerjaan jadi hanya menemukan panas sedikit di bagian belakang perangkat. Namun saat di-charge (menggunakan charger perangkat lain), panas ini mulai muncul, saat selesai kembali normal.

Sempat mencoba bermain game Need for Speed No Limits, efek game terasa baik termasuk efek dramatis game, hanya saja saya menemukan jeda loading saat berpindah menu di game ini (sudah lama tidak bermain game, jadi saya tidak tahu apakah ini pengaruh game-nya atau perangkat). Bagian belakang memanas saat mencoba bermain game tetapi cukup terbayarkan dengan tampilan grafis yang baik di layar.

oneplus game

Dari sisi spesifikasi hardware, OnePlus X membawa prosesor Qualcomm Snapdragon 801 dengan CPU 2.3 GHz Quad-core. RAM 3GB, GPU Adreno 330 serta momory internal 16GB up to 128 dengan kartu memori). Baterai 2.525 mAh dan dukungan jaringan 4G. (Update: Halaman resmi OnePlus X menyebutkan bahwa perangkat mendukung jaringan 4G. Kebetulan saya tidak mengecek perangkat review di artikel ini karena keterbatasan waktu dan ketiadaan kartu nano-SIM 4G – saya menggunakan kartu SIM 4G yang bukan nano. Informasi terbaru yang saya dapatkan dari peluncuran OnePlus X di Jakarta hari ini (28 Maret) menyebutkan bahwa yang dijual di Indonesia hanya mendukung jaringan 3G tidak 4G). (Update: Blibli membuka kembali flash deals tanggal 4 April 2016 dengan harga diskon).

Saya tidak memiliki waktu banyak memang saat mencoba untuk merasakan pengalaman penuh, namun impresi awal dari perangkat OnePlus X ini cukup baik.

Oh ya, bagi Anda yang selalu merasa kurang nyaman dengan body dan ponsel Anda (seperti saya) meski telah dijamin anti gores, OnePlus menyediakan casing karet dalam pake pembelian OnePlus X.

Kamera

Saat ini kamera menjadi bagian penting dalam perangkat smartphone, saya menempatkan di bagian bawah artikel tentang kamera OnePlus X bukan karena tidak penting, malah saya menemukan pengalaman tersendiri dengan kamera OnePlus X ini, meski hanya mencoba secara singkat.

OnePlus X

Saya mencoba memfoto dalam ruangan gudang saat menjelang siang dengan cuaca yang cukup cerah, hasil yang didapat cukup memuaskan mata. Beberapa contoh foto saya lampirkan di galeri foto.

Selain ada menu standar untuk fotografi seperti pilihan berubah dari foto ke video, time-lapse, slow motion dan panorama yang bisa di akses dengan menggeser layar dari ujung kiri ke tengah di aplikasi kamera, Anda juga bisa menemukan pilihan hasil foto clear image, HDR atau beauty untuk foto wajah.

Satu menu ‘unik’ lain yang belum saya temukan di perangkat yang pernah saya coba (mungkin saya harus lebih sering ke toko smartphone untuk nyoba produk baru :D) adalah menu untuk mengatur cahaya (kecerahan) secara live saat hendak mengambil foto.

OnePlus X

Jadi, saat akan mengambil foto Anda tinggal tap objek (sekalian untuk fokus) maka akan ada menu yang bisa di-tap dan digeser, ke kiri untuk mengurangi dan ke kanan untuk menambah terang hasil foto.

Untuk spesifikasi sendiri kamera belakang OnePlus X hadir dengan 13MP bukaan f/2.2 dan kamera belakang 8MP bukaan f/2.4. Resolusi video 1080p dan slow motion 720p pada 120fps.

Judul artikel ini sebenarnya menyimpilkan pengalaman saya menggunakan OnePlus X secara singkat. Menyenangkan. Body yang nyaman dipegang dengan desain yang premium, kamera yang bisa meng-capture gambar dengan cukup baik serta spesifikasi yang cukup untuk disematkan ke perangkat menengah. Meski sayang bagian belakang terasa menghangat saat digunakan secara intens seperti bermain game.

Sebagai perangkat pelipur lara dengan harga yang kabarnya di bawah harga perangkat flagship, OnePlus X akan menjadi godaan baru para penikmat gadget, apalagi stock penjualan perdana disebutkan akan hadir terbatas. Meski demikian, OnePlus X akan mendapat saingan berat dari beberapa produk Xiaomi dan juga beberapa perangkat di bawahnya (misalnya Infinix).

OnePlus X akan dijual dengan harga Rp 3.299.000 (setelah diskon harga awal Rp. 3.399.000) tanggal 28 Maret 2016 di Blibli.com dengan metode flash deals mulai dari jam 11.00 – 18.00. Info lengkap bisa dicek tautan ini. Akan ada kejutan potongan harga dari Blibli bagi Anda yang subscribe dan gabung di komunitas OnePlus ID. Anda yang tertarik bisa subscribe lewat link ini dan gabung ke forum OnePlus ID di sini.

Update: Sepertinya yang dimaksud stock terbatas saat penjulaan flash deals adalah OnePlus X dengan harga diskon atau potongan harga. Anda masih bisa membeli OnePlus X setelah flash deals (stock masih tersedia – info terakhir tanggal 2 April 2016) tetapi dengan harga normal.

Oh, satu info lagi, kabarnya akan ada kejutan bagi pembaca DailySocial saat flash deals nanti. Deals dari DS batal dilaksanakan saat flash deals.

Galeri foto 1

Galeri foto 2

Disclosure: DailySocial ada kerja sama dengan Blibli.com untuk program penjualan OnePlus X. 

Koreksi: Penambahan dan perbaikan beberapa keterangan.