Bekraf Creates an Accelerator Program called “BE-X”

Bekraf announced BE-X accelerator program focused on founder creation and the team that is ready for technopreneurship. In running the initiation, Bekraf partners with Telkom Indigo.

According to the research quoted by Bekraf, the creative economy identified at least 13 issues. Some basic issues are 37.4% on research and development, and 31.56% on education. Bekraf is to answer both issues through this program, for the better digital startup ecosystem in the future.

“In preparing startups to be ready globally, not only infrastructure and knowledge are needed but also an X-factor like extra, excellent, and collaboration. It’s the factor we try to create,” Ricky J Persik, Bekraf’s Deputy Chairman, said on Friday (19/10).

The X factor is necessary for founders and its team to be extra in terms of mental to deal with competition, excellent in ideas, and capable of having collaboration with teams, therefore, create not only a sustainable business but also the large one.

Also attending the BE-X launching, Aswin Tanu Utomo, Tokopedia’s VP Engineering. He said joining the accelerator program is an opportunity for startup founders. There is added value, such as investor network, technical capabilities assistance in accelerating business.

“There are many values for founders by following an accelerator program. It’s what happened to Tokopedia when they first received investment from East Ventures, investor network plays an important role when William and Leon built the company,” he explained.

Registration and submission start today (19/10) until the end of this year. The training to begin early next year.

BE-X accelerator program

BE-X is considered as Bekraf’s advanced program of Bekup which focus is pre-incubation of individual training from zero to a team ready for initial incubation.

Jeffry Irawan, Indigo Creative Nation’s Head of Acceleration, said BE-X received only seed-level startups. It means, they’re already included in one of the seed stages, either in customer validation, product validation, business model validation, or market acceleration.

“Due to startup’s different condition on registration, we need to sort them out. Most of the startups are stuck on customer validation, therefore, these four steps act like funnels to create a natural elimination,” he said.

BE-X program will be performed in three stages, recruitment, acceleration program, and demo day. In the first stage, Bekraf will select startups from online submission, proposal curation, assessment process, and pitching.

In the acceleration stage, selected participants will get training and development related to marketing, channeling product, and marketing activities from experts. In the last stage, the trained participants will demonstrate in front of VCs and related stakeholders.

Later, the qualified participants will get an opportunity to attend capacity building and access to incubators, investors, and government networks.

“Therefore, Bekraf doesn’t provide funding for winners but access to meet investors from VCs and many others,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bekraf Buat Program Akselerator “BE-X”

Bekraf mengumumkan program akselerator BE-X yang fokus pada pembentukan founder dan tim yang siap berteknopreneur. Dalam menjalankan inisiasi ini, Bekraf menggandeng Telkom Indigo sebagai mitranya.

Dari hasil riset yang dikutip Bekraf, sektor ekonomi kreatif setidaknya menghadapi 13 kendala yang berhasil teridentifikasi. Beberapa kendala mendasar yang harus dihadapi yaitu 37,4% kendala pada riset dan pengembangan dan 31,56% kendala edukasi. Kedua kendala ini juga coba dijawab oleh Bekraf lewat program ini, demi ekosistem startup digital yang lebih baik di masa depan.

“Untuk mempersiapkan startup yang siap bersaing secara global, tidak hanya infrastruktur dan pengetahuan mengenai apa saja yang dibutuhan, tetapi butuh faktor X yakni extra, excellent, dan collaboration. Faktor inilah yang coba kami bangun,” ucap Wakil Kepala Bekraf Ricky J Pesik, Jumat (19/10).

Perlunya faktor X ini dibutuhkan agar founder beserta timnya memiliki mental yang ekstra dalam menghadapi persaingan, excellent dalam ide dan mampu berkolaborasi dalam tim sehingga bisnis yang dijalankan tidak hanya bisa berkelanjutan tapi juga berkembang semakin besar.

Dalam peresmian BE-X turut hadir pula VP Engineering Tokopedia Aswin Tanu Utomo. Dia mengatakan bahwa mengikuti program akselerator merupakan kesempatan yang perlu diikuti oleh para founder startup. Ada nilai tambah yang bisa dimanfaatkan, mulai dari jaringan investor, kemampuan teknis yang sangat terbantu dalam mengakselerasi bisnis.

“Ada banyak value yang bisa diterima founder saat mengikuti suatu program akselerator. Itu yang dirasakan Tokopedia saat pertama kali menerima investasi dari East Ventures, saat William dan Leon bangun perusahaan terbantu sekali dengan jaringan yang dimiliki investor,” terang Aswin.

Pendaftaran dan pengiriman proposal dimulai pada hari ini (19/10) sampai akhir tahun ini. Pelatihan akan dimulai setelahnya sekitar awal tahun depan.

Program akselerator BE-X

BE-X bisa dikatakan program lanjutan Bekraf dari Bekup yang fokus pada pre-incubation karena fokus pada pembinaan individu dari nol hingga pembentukan tim yang siap untuk masuk tahap inkubasi awal.

Head of Acceleration Indigo Creative Nation Jeffry Irmawan menambahkan, BE-X menerima startup yang sudah berada di tahapan seed. Artinya mereka sudah masuk salah satu dari tahap seed, entah itu masih di tahap customer validation, product validation, business model validation, atau market acceleration.

“Karena kan kondisi startup pas daftar itu berbeda-beda, jadi kami perlu pilah-pilah lagi mereka. Kebanyakan yang biasa terjadi di industri itu startup masih stuck di tahap customer validation, jadi empat tahap ini seperti corong sehingga banyak startup yang berguguran secara alami,” kata Jeffry.

Program BE-X akan dilaksanakan dalam tiga tahap, rekrutmen, pelaksanaan akselerasi, dan demo day. Di tahap pertama, Bekraf akan menyeleksi startup dari pengajuan proposal secara online, kurasi proposal, proses penilaian, dan pitching.

Pada tahap akselerasi, peserta yang lolos seleksi akan mendapat pelatihan dan pengembangan terkait marketing, channeling product, serta marketing activities dari mentor handal. Di tahap akhir, peserta yang sudah dapat pembekalan akan melakukan demonstrasi di hadapan para VC dan stakeholder terkait.

Nantinya peserta yang lolos akan mendapat kesempatan untuk menghadiri capacity building dan memperoleh akses ke inkubator, investor, dan government network.

“Jadi Bekraf tidak memberikan sejumlah funding untuk para pemenang, tapi kami akan beri akses untuk bertemu ke investor dari VC dan lainnya,” pungkas Ricky.

Mengenai Peluang dan Tantangan Ekonomi Kreatif Indonesia di Tahun 2017

Bekraf secara khusus didirikan pemerintah untuk fokus memajukan ekonomi kreatif Indonesia. Pemerintah sadar betul akan potensi ekonomi kreatif yang diyakini akan perlahan-lahan mendominasi jadi sumber pendapatan negara. Agar dapat terus bergerak ke arah sana, maka dari itu perlu kerja sama nyata antara pemerintah, swasta dan pelakunya itu sendiri. Namun seperti apa langkahnya?

Dalam diskusi panel yang diadakan Plug and Play Indonesia bertajuk “Indonesia Creative Economy 2017”, menghadirkan berbagai pembicara dari ketiga pelaku. Mulai dari Ricky J Pesik selaku Wakil Kepala Bekraf, Mari Pangestu (Mantan Mendag), Gandi Sulistiyanto (Managing Director Sinarmas), Aloysius Budi (Chief Human Capital Dev Astra Intl), dan Dino Patti Djalal (Mantan Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat).

Dari sisi Bekraf, Ricky menegaskan bahwa saat ini Indonesia perlu meluruskan lagi pemahaman mengenai ekonomi kreatif. Dari ranah kementerian dan lembaga (K/L) rupanya ekonomi kreatif itu bersinggungan dengan 27 K/L, oleh karenanya perlu pemetaan tugas kembali agar tidak saling tumpang tindih.

Untuk mendukung hal tersebut, saat ini Bekraf bersama K/L lainnya sedang dalam tahap penyusunan regulasi yang menggantikan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif, terhitung sudah resmi tidak berlaku lagi sejak 2015.

Selain itu, Ricky mengungkapkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah pemerintah lainnya dalam rangka mendukung ekonomi kreatif lewat pengembangan startup. Misalnya mengevaluasi atau membuat regulasi baru yang mendukung aktivitas industri.

“Dari kacamata pemerintah untuk dukung ekonomi kreatif adalah mengevaluasi ulang sejumlah regulasi lama atau melahirkan regulasi baru yang lebih adaptif. Menurut saya startup itu sangat memerlukan dukungan regulasi yang jelas karena mereka lahir akibat perubahan yang cepat,” ucap Ricky, kemarin (8/3).

Sementara dari sisi swasta, Aloysius Budi mengatakan bahwa saat ini Astra mulai concern untuk bekerja sama dengan startup untuk bergabung dalam Astra Digitalization Program. Hal ini dimaksudkan agar terjadi akselerasi bisnis Astra lewat inovasi yang ditawarkan dari para startup.

Begitupula dengan Sinarmas, Gandi Sulistiyanto menambahkan perhatian Sinarmas kepada startup terlihat dari pendirian Sinarmas Digital Ventures (SMDV) dan bergabung menjadi anggota Plug and Play Indonesia. Menurutnya, dengan menjadi member dapat memberi akses kepada Sinarmas untuk menambah jaringan startup-startup yang berpotensi akan diincar Sinarmas untuk diinvestasikan.

Involvement dari swasta itu penting untuk keberhasilan startup. Pasalnya mereka juga membutuhkan mentor, sementara bagi kami perlu menghubungkan diri dengan startup untuk akselerasi bisnis. Ini jadi solusi win-win,” terang Gandi.

Sedangkan dari sisi Mari Pangestu dan Dino Patti, mereka hanya memberi masukan untuk startup agar dapat lebih kompetitif ke depannya. Mari bilang, bahwa startup diharuskan untuk dekat dengan industri. Tujuannya agar startup dapat memberikan solusi yang tepat terhadap permasalahan yang dihadapi industri.

Tak hanya itu, Mari juga menekankan pada pentingnya kemampuan untuk manajemen bisnis startup. Menurutnya, ide yang baik belum tentu akan berjalan sukses bila manajemennya tidak tepat.

Dino pun sepakat dengan ucapan Mari. Dino mengatakan bahwa startup tidak boleh memiliki pola pemikiran nasionalisme sempit. Hal ini, lanjutnya, masih ditemukan dalam kampus di Indonesia yang menganggap penggunaan bahasa asing sebagai kapitalisme.

“Jargon seperti ini tidak bisa membuat mereka bersaing setelah keluar dari kampus. Ekonomi kreatif itu mengenai bagaimana Anda bersikap nasionalisme terbuka, jangan tertutup. Penguasaan bahasa asing itu sangat diperlukan saat berbisnis,” pungkas dia.

Pemerintah Siapkan Regulasi tentang Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Kreatif

Pemerintah saat ini sedang membahas regulasi yang akan menggantikan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif, terhitung sudah resmi tidak berlaku lagi sejak 2015. Draft regulasi sudah jadi dan pembahasan antar kementerian dan lembaga (KL) masih terus bergulir.

Rencananya Bekraf dan kementerian terkait akan membentuk kelompok kerja untuk membahas lebih lanjut sebelum diresmikan Presiden. Regulasi tersebut dikatakan sudah lewat tahap pembahasan di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Targetnya akan segera terbit pada tahun ini.

Sebelumnya, Inpres ini disahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (pada saat itu) dengan menugaskan Kementerian Perdagangan yang dipimpin Mari Elka Pangestu sebagai koordinator pengembangan ekonomi kreatif antar KL terkait.

Inpres memuat kebijakan pengembangan 14 sub sektor industri kreatif sepanjang tahun 2009 sampai 2015. Terdapat 28 KL yang diinstruksikan terlibat dalam ekonomi kreatif, mulai dari Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perdagangan, hingga level Gubernur, Bupati/Walikota.

Namun ketika Mari Elka pindah tugas menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia pada 2011, Inpres tersebut belum mengalami perbaharuan sama sekali hingga akhirnya kadaluarsa di 2015. Inpres tidak lagi aktif sampai pemerintah membentuk Bekraf melalui Peraturan Presiden (PP) Nomor 6 Tahun 2015.

“Kami sedang mengusahakan aturan ini terbit lagi, supaya tidak jalan sendiri-sendiri. Aturan ini akan jadi instruksi presiden tentang strategi nasional pengembangan ekonomi kreatif, di dalamnya akan berisi detil tentang pokok tugas KL sebab banyak sekali persimpangan di ekonomi kreatif,” terang Wakil Kepala Bekraf Ricky J Pesik, Kamis (2/3).

Nantinya, dalam aturan terbaru akan menentukan kementerian yang bakal ditunjuk untuk pengembangan salah satu sektor ekonomi kreatif, membantu Bekraf sebagai lembaga pemerintah nonkementerian yang bertugas mendorong pengembangan 16 sektor ekonomi kreatif Indonesia. Tujuannya agar tidak saling tumpang tindih dan menciptakan efisiensi.

Ricky memastikan ketika regulasi ini diresmikan hal pertama kali yang akan dilakukan Bekraf adalah melakukan komunikasi antar KL untuk penyelarasan program. Lagipula, Bekraf membutuhkan payung hukum yang lebih kuat agar dapat berkoordinasi dengan antar KL. Pasalnya, dalam beberapa kementerian memiliki aturan tersendiri untuk ekonomi kreatif.

Ricky mencontohkan Bekraf membutuhkan koordinasi dengan Kemendikbud untuk industri film dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terkait dicabutnya bioskop dari daftar negatif investasi (DNI).

“Kerja besarnya kita harus mapping semua kegiatan terkait ekonomi kreatif di seluruh KL, tujuannya supaya kelihatan ruang kerja dan kewenangan agar integrasi jadi lebih mudah dan tidak tumpang tindih.”

Terkait efisiensi anggaran, tahun ini pemerintah menganggarkan dana negara untuk Bekraf sebesar Rp902 miliar. Dana tersebut akan dibagi-bagi sesuai pokok permasalahan dalam ekonomi kreatif.

Ricky bilang fokus anggaran Bekraf pada tahun adalah perbaikan infrastruktur. Besaran dana yang disiapkan sebesar Rp180 miliar, sekitar 19,96% dari total anggaran. Salah satu proyek yang disiapkan Bekraf adalah dukungan pendirian creative hub di berbagai daerah. Sementara, sisa dana akan dipergunakan untuk pemasaran, pengembangan riset, dan lainnya.

Bekraf Kirim Ahlijasa dan Lima Startup Lainnya ke Ajang Startup World Cup 2017

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) siap mengirimkan satu startup sebagai delegasi Indonesia untuk bersaing di Grand Final Startup World Cup (SWC) 2017 dan lima startup lainnya untuk menghadiri konferensi SWC 2017.

SWC diadakan oleh Fenox Venture Capital, merupakan acara kompetisi sekaligus konferensi internasional yang mempertemukan startup, venture capital, pengusaha, sekaligus CEO teknologi global di Silicon Valley, Amerika Serikat pada 24 Maret 2017.

Ahlijasa adalah finalis Indonesia yang berkompetisi di Grand Final SWC 2017, bersama dengan 15 startup lainnya dari 12 negara di antaranya Afrika Selatan, Amerika Serikat, Australia, Chili, dan lainnya. Ahlijasa terplih menjadi finalis setelah menjuarai kompetisi SWC Indonesia yang telah diselenggarakan pada 23 Agustus 2016.

Lima startup lainnya, yakni Talenta, Qlue, Paprika, Azzam Trade, dan Ojesy untuk menghadiri konferensi SWC 2017. Keenam startup tersebut akan tiba di San Francisco pada 19 Maret 2017, kemudian mengunjungi beberapa perusahaan teknologi global, di antaranya Plug and Play Tech Center, Microsoft, Google, Apple, Facebook, dan Amazon.

Selama acara, mereka berkesempatan mengikuti diskusi yang dihadiri oleh Steve Wozniak (Co-Founder Apple), Daymond John (Shark Tank dan Founder & CEO FUBU), Alexis Ohanian (General Partner Initialized Capital), Phil Libin (Co-Founder Evernote), dan lainnya.

Jadi ajang pembelajaran sekaligus buka peluang investasi

Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo menjelaskan ajang ini menjadi langkah startup Indonesia untuk belajar langsung dari para pemimpin perusahaan teknologi skala global untuk dapat diimplementasikan ke bisnis masing-masing. Mereka juga dapat membuka peluang koneksi dengan berbagai pelaku, entah untuk mencari mentor, berkolaborasi bisnis, atau membuka potensi penggalangan dana.

“Enam startup Indonesia ini berpeluang terjaring pada komunitas startup internasional. Mereka berkesempatan belajar dari ahli industri dunia, bertemu dengan lebih dari 200 investor global, lebih dari 300 eksekutif perusahaan besar, serta menjalin network dengan lebih dari 500 startup global,” kata Fadjar, Kamis (2/3).

SWC, lanjut Fadjar, adalah salah satu dari tiga pokok fokus kegiatan Bekraf sepanjang tahun lalu hingga kini. Bekraf ingin memperbanyak pertemuan antara startup lokal dengan para pemain dari kancah global dan dalam negeri, sebagai upaya membuka peluang kerja sama dan investasi.

Wakil Kepala Bekraf Ricky J Pesik menambahkan, bagi Bekraf acara seperti SWC menjadi upaya untuk berjualan demi membuka peluang investasi. Startup digital memiliki nilai bisnis dengan taksiran valuasi yang berkali-kali lebih besar daripada bisnis konvensional, padahal awalnya hanya berupa ide.

Hal ini terjadi karena startup menjual user based dan proyeksi nilai yang bisa mereka dapatkan lewat investasi yang didapat dari investor. Apalagi dengan user based di Indonesia sebagai salah satu negara berpopulasi terbesar di dunia, menjadikan Indonesia sangat seksi untuk dijadikan lahan bisnis.

“Bagi kami [Bekraf] dengan mengirimkan startup ke luar, mereka bisa jadi duta investasi karena menjual potensi startup Indonesia dengan user based-nya yang sangat besar. Kami ingin dorong startup sebagai pendorong investasi dari luar masuk ke sini, jadi tidak hanya dorong investor bangun pabrik saja. Makanya kami expose mereka ke investor global,” ucap Ricky.

Founder Ahlijasa Jay Jayawijayaningtyas mengatakan pihaknya percaya diri bisa memenangkan kompetisi ini. Pasalnya, Ahlijasa adalah startup on-demand dengan mengedepankan layanan jasa. On-demand merupakan segmen bisnis yang diperlukan dan membutuhkan oleh banyak orang dalam kehidupan sehari-hari.

We are pretty confident akan memenangkan kompetisi ini, sebab bisnis kami adalah on-demand service yang dapat membantu banyak hajat hidup banyak orang. Sama halnya dengan Uber yang juga merupakan startup on-demand. Berangkat dari segmen yang sama, kini Uber telah menjelma jadi perusahaan global yang telah membantu banyak orang,” ucap Jay.