Grab for Business Hadir untuk Akomodasi Kebutuhan Transportasi Perusahaan

Besarnya permintaan dari kalangan bisnis, menjadi alasan Grab for Business diluncurkan. Bukan hanya layanan GrabBike dan GrabCar saja, Grab for Business juga menyediakan fitur-fitur lainnya seperti GrabGifts, GrabExpress, Concierge dan Profil Bisnis membantu pelanggan korporasi dalam memantau dan mengendalikan anggaran mereka.

Menurut Executive Director Grab Indonesia Ongki Kurniawan, Grab for Business merupakan solusi inovatif yang menjawab kebutuhan kalangan pebisnis dalam mengelola pengeluaran perusahaan dengan lebih efisien melalui platform teknologi.

Grab mengklaim saat ini mulai dari startup hingga perusahaan telah memanfaatkan Grab for Business dan berhasil meningkatkan efisiensi sebesar 30% dan produktivitas karyawannya 50%. Mulai dari perjalanan, bukti pembayaran, hingga proses klaim dapat dengan mudah dilakukan baik oleh perusahaan maupun pekerja profesional melalui Grab for Business.

“Jutaan profesional mengandalkan layanan Grab yang aman dan terjangkau untuk melakukan perjalanan bisnis. Kami harap terobosan solusi korporasi ini dapat mendorong kemajuan bisnis para pengguna.”

Grab for Business juga telah terintegrasi dengan berbagai platform pengelolaan pengeluaran. Di antaranya adalah SAP Concur, River Chrome, dan Expensify. Pengguna SAP Concur yang melakukan perjalanan dengan Grab dapat menikmati proses klaim pengeluaran yang lebih cepat, struk elektronik Grab secara otomatis akan disinkronisasi dengan SAP Concur, River Chrome, dan Expensify sehingga pengguna tidak perlu lagi memindai dan mengunggah struk.

Kontribusi untuk Indonesia

Sebagai platform yang ingin dikenal bukan sekedar layanan ride-hailing saja, Grab konsisten dengan misi mereka menjadi Super App. Di Indonesia sendiri posisi Grab diklaim paling dominan, terutama setelah kerja sama strategis dengan OVO hingga proses akuisisi dengan pemain lokal seperti Kudo.

Dalam presentasinya disebutkan, saat ini Grab telah memberikan kontribusi kepada perekonomian di Indonesia sebesar Rp 48,9 triliun. Secara umum Grab juga telah meningkatkan rata-rata penghasilan mitra pengemudi untuk GrabCar hingga 114% yaitu sekitar Rp7 juta/bulan. Sementara untuk GrabBike meningkat hingga 113% yaitu Rp4 juta/bulan.

Untuk GrabFood sendiri saat ini merchant yang bergabung disebutkan turut merasakan peningkatan pendapatan tersebut sebesar 60%. Penjualan produk makanan milik merchant yang memanfaatkan GrabFood juga mengalami peningkatan yang positif secara rata-rata di 5 kota hingga 25%.

Dalam wawancara terpisah, Co-founder Grab Tan Hooi Ling menyebutkan, peningkatan GrabFood mulai dirasakan sejak Grab menjalin kolaborasi strategis dengan layanan digital wallet Lippo Group OVO.

Application Information Will Show Up Here

Go-Ventures Involves in Uganda-Based Ride Hailing Platform SafeBoda

Uganda-based ride hailing platform SafeBoda receives Series B funding from Allianz X anf Go-Ventures. This is Gojek’s second time to invest in ride hailing service outside Southeast Asia and the first for Allianz to invest in African based startup.

Not only transportation, SafeBoda also offers logistics and payment services. The series B will be used for service development and expansion.

“Our investment in SafeBoda highlighted our commitment in market growth. We’re glad to participate in ride hailing ecosystem in Africa. SafeBoda has tighten its position in Uganda’s market and we’ll support the company’s expansion plan to other country and services,” Allianz X’s Corporate Development Director, Oliver Ullrich said.

Allianz X is one of Gojek investors. In 2018, they took part in the round that involves Blibli, Astra, Google, Tencent, JD, Meituan, and Temasek resulting up to $1.5 billion.

Few months after that, Gojek announces Go-Ventures, a venture capital actively invest in startup. Their portfolio includes Kumparan, Narasi.tv, and two startups from India, Rebel Foods and MPL.

Go-Ventures investment for SafeBoda adds up to Gojek’s portfolio of ride hailing startup. Gojek was previously invest for Bangladesh ride hailing startup Pathao.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Go-Ventures Terlibat Pendanaan untuk Platform Ride Hailing Uganda SafeBoda (UPDATED)

Startup ride hailing asal Uganda SafeBoda menerima pendanaan Seri B dari Allianz X dan Go-Ventures. Ini adalah kali kedua bagi Gojek terlibat pendanaan untuk layanan ride hailing yang berasal dari luar Asia Tenggara dan kali pertama Allianz berinvestasi untuk startup asal Afrika.

Selain menawarkan layanan transportasi, SafeBoda juga  menawarkan layanan logistik dan pembayaran. Pendanaan Seri B ini akan dimanfaatkan SafeBoda untuk mengembangkan layanannya, termasuk ekspansi.

“Investasi kami di SafeBoda menggarisbawahi komitmen berkelanjutan kami untuk pertumbuhan pasar. Kami sangat senang untuk berpartisipasi dalam pengembangan ride hailing ekosistem di Afrika. SafeBoda telah berhasil memantapkan posisinya dalam pasar ride hailing di Uganda dan kami berharap mendukung ekspansi perusahaan ke layanan dan negara lainnya,” terang Corporate Development Director Allianz X Oliver Ullrich.

Allianz X adalah salah satu investor Gojek. Tahun 2018 silam mereka ambil bagian dalam putaraan pendanaan yang diikuti Blibli, Astra, Google, Tencent, JD, Meituan, dan Temasek dengan total nilai pendanaan mencapai $1,5 miliar.

Beberapa bulan berselang setelah pendanaan tersebut, Gojek meresmikan Go-Ventures, perusahaan modal ventura yang mulai aktif mendanai startup. Startup yang masuk daftar portofolio mereka antara lain startup media Kumparan, Narasi.tv, dan dua startup asal India Rebel Foods dan MPL.

Keterlibatan Go-Ventures di SafeBoda menambah daftar startup ride hailing yang disuntik dananya oleh Gojek. Sebelumnya Gojek berinvestasi untuk startup ride hailing asal Bangladesh Pathao.

Juru bicara Gojek kepada DailySocial menjelaskan bahwa Go-Ventures melakukan investasi finansial di perusahaan-perusahaan yang dapat mengambil manfaat dari keahlian dan ekosistem Gojek. Pihak Gojek juga berharap bisa menjadi mentor yang memberikan arahan kepada Safeboda.

“Kami sendiri tidak memiliki rencana untuk memasuki pasar Afrika. Namun, kami selalu terbuka untuk bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang sejalan dengan visi dan misi kami untuk mengurangi friksi dan meningkatkan kualitas hidup pengguna melalui pemanfaatan teknologi,” terang Juru bicara Gojek.

Update : tambahan informasi dari juru bicara Gojek

Aplikasi “Ride Sharing” Tron Digitalkan Angkot, Bekasi Jadi “Pilot Project”

Menurut data Kementerian Perhubungan, total perjalanan di Jabodetabek sepanjang 2015 tercatat ada 47,5 juta perjalanan per hari. Sekitar 50 persen di antaranya merupakan perjalanan dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi menuju Jakarta. Sementara itu, perjalanan di dalam Jakarta sendiri hanya 40 persen.

Pasar tersebut saat ini makin didominasi Grab dan Gojek, sementara di sisi lain pemain angkutan umum resmi terus tertinggal karena tidak ramah dengan teknologi.

Isu tersebut membuat terjadinya “perlawanan” dari pengemudi angkot yang masih kerap terjadi di lapangan. Tron (berasal dari kata Transportasi Online) menyadari permasalahan ini dengan merilis aplikasi ride sharing khusus untuk angkutan umum yang baru dirilis pada awal April 2019.

“Angkutan umum itu sudah ada tarif resmi, yang pasti lebih murah daripada bawa kendaraan pribadi. Kita mau menghidup mereka karena belum tersentuh digital sama sekali, secara regulasi pun jelas sekali. Mereka ada izin resmi,” terang CEO Tron David Santoso kepada DailySocial.

Tron merupakan produk PT Teknologi Olah Rancang Nusantara yang merupakan afiliasi Digiasia Bios. David sendiri sebelumnya adalah CFO PayPro. Untuk implementasinya, Tron menggandeng Via, perusahaan teknologi Amerika Serikat. Tidak ada saham Via yang ditempatkan ke perusahaan.

David menjelaskan, Via adalah mitra yang tepat untuk memodifikasi sistem transportasi umum dari sistem teregulasi dengan rute terjadwal menjadi angkutan yang sesuai permintaan dan dinamis. Via memiliki algoritma khusus untuk itu semua. Alhasil, konsumen bisa mendapat kepastian waktu tempuh, kapan supir sampai ke tujuan, dan sebagainya.

“Secara global, teknologi Tron itu sudah diakui. Mereka sudah beroperasi di lebih dari 60 kota di 15 negara. Kita mau masuk per kota karena petanya untuk masing-masing [trayek] itu berbeda sehingga butuh waktu untuk mengintegrasikannya ke Tron.”

Model bisnis Tron

Aplikasi ride sharing khusus angkutan umum Tron / Tron
Aplikasi ride sharing khusus angkutan umum Tron / Tron

David menjelaskan pengguna yang ingin menggunakan Tron cukup mengunduh aplikasi, kemudian menentukan lokasi penjemputan yang dilalui oleh angkutan tersebut atau menunggu di halte virtual yang telah ditentukan oleh Tron. Halte virtual ini bisa berupa lokasi yang umum dipakai pengemudi untuk menunggu dan mengangkut penumpang. Pengemudi akan menjemput sesuai titik penjemputan apabila ada konsumen yang melakukan permintaan.

Pengguna dapat memesan bangku lebih dari satu untuk rekan yang pergi bersama. Nanti Tron akan memberi rekomendasi moda transportasi yang sesuai dengan permintaan.

“Konsep ini kami sebut fleksibilitas yang terkontrol. Ada rute khusus yang dibuat untuk mendekatkan supir dengan penumpang di pemukiman. Jadi opsi ini hanya bisa dilalui supir apabila ada permintaan saja.”

Cara kerja supir pun akan jadi berubah. Mereka tidak perlu fokus mencari penumpang dengan berlama-lama mengetem di satu titik karena penumpang sudah pasti didapat lewat Tron. Mereka tidak lagi dikejar-kejar setoran, hanya perlu meningkatkan pelayanannya agar pengguna nyaman.

Saat ini aplikasi baru mengakomodasi pembayaran menggunakan uang tunai. Rencananya dalam waktu dekat akan segera terintegrasi dengan KasPro dan pemain uang elektronik lainnya.

Menurut David, apabila opsi tanpa tunai ini tersedia, tarifnya akan mengikuti aturan yang berlaku. Tidak ada tarif buatan dari Tron khusus untuk penggunanya. Pengguna akan dikenakan biaya pemesanan ditambah tarif yang langsung dipotong setiap kali bertransaksi.

“Supir akan mendapat insentif dan upah harian yang besarannya sesuai aturan. Biaya sewa dan bensin pun kami tanggung. Tidak ada biaya berlangganan untuk supir. Kami tidak memperbolehkan supir tembak untuk mengoperasikan Tron. Ada verifikasi yang harus dilakukan.”

Bekasi dipilih sebagai pilot project Tron, lantaran merupakan kota satelit yang berdekatan dengan Jakarta. Ketersediaan angkutan umum di kota ini tergolong di ambang kepunahan. Meskipun demikian, Pemerintah Kota Bekasi tertarik dengan konsep Tron karena berkeinginan menghidupkan kembali angkutan umum.

Tron dimulai dengan 150 unit angkutan umum yang terbagi dari dua trayek, K-11 yang terbagi jadi tiga rute dan K-12 yang terdiri dari satu rute. Secara bertahap implementasi Tron akan menyasar seluruh kota Bekasi agar bisa dinikmati seluruh warga.

Strategi dan rencana Tron

Tron akan memperluas penetrasinya ke lima kota pinggiran Jakarta, seperti Tangerang dan Depok. Perusahaan tengah bersiap gandeng berbagai pengelola angkutan umum, seperti Koasi (Koperasi Angkutan Bekasi), Organda (Organisasi Angkutan Darat), dan sebagainya untuk menjaring para pemilik angkutan umum.

David menargetkan setidaknya pada tahun ini perusahaan dapat mendigitalkan 7 ribu unit angkutan umum, yang terdiri atas berbagai jenis moda, seperti angkutan kota, bajaj, bus, mikrolet, dan lainnya yang belum tersentuh implementasi digital.

“Investor kami cukup serius untuk mengembangkan Tron supaya terintegrasi dengan berbagai jenis angkutan umum yang menghubungkan jalur MRT dan KRL. Bahkan kami siap rekrut ahli tata kota untuk bantu sistem pemetaan di tiap kota agar semakin cepat tersedia di Tron.”

Terkait strategi dengan para pemain besar, David menyebut perusahaan memiliki proposisi yang cukup kuat karena memiliki visi mendigitalkan angkutan umum agar tetap memiliki nilai di lapangan. Angkutan umum adalah moda transportasi berpelat kuning yang resmi dari pemerintah sehingga Tron diharapkan tidak menambah penuh kendaraan di jalan.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Claims Performance “Milestone”, Transaction Exceeds 127 Trillion Rupiah in 2018

Gojek’s Founder and CEO, Nadiem Makariem said the gross transaction value (GTV) has increased by 13.5 times up from 2016 to 2018. In terms of nominal, it has exceeded $9 billion (around Rp127 trillion) in 2018 and reached two billion transaction a year in total.

Gojek has now acquired 1.7 million drivers, around 400 merchants, and more than 60 thousand service providers in Southeast Asia. The app has been downloaded over 142 million times.

According to the three researches Makariem has mentioned, the Financial Times Confidential (2018), DailySocial and Jakpat (2018), and YouGov (2019), the entire report stated Go-Pay as the number one payment method in Indonesia.

“9 billion dollar for gross transaction has outperformed the competitor, although we just started expanding abroad. [..] Go-Pay, according to the three research institution, is top of the list. Soory to clarify, what really matter is the impact. A real work rather than show off,” he said yesterday (4/11).

Two of Gojek’s main businesses, Go-Food and Go-Pay performance are also revealed. Go-Food is the largest service in Southeast Asia and at the third position in the world.

Go-Food’s Chief Commercial Expansion, Catherine Hindra Sutjahyo said, Go-Food has win over Go-Ride as transportation service. Go-Food is said to develop four times bigger than GrabFood.

The number of its order has reached 30 million per month in Southeast Asia, increased by 7 times from December 2016 to December 2018. 80% of Go-Food’s orders aren’t coming of big merchants, but SMEs. Delivery time in average is 27 minutes.

“Go-Food Merchants has reached more than 300 thousand, 125 thousand in April last year. It’s countable, the monthly growth,” she said.

Aldi Haryopratomo, Go-Pay’s CEO added, since walking out from Go-Jek’s ecosystem, the rate has gone up 25 times since the first time it was introduced. It encourages Go-Pay as the most popular e-money service in Indonesia according to three different research institutions.

Go-Pay is now partnered up with 28 financial institutions, accepted by more than hundred thousands merchants in 370 cities in Indonesia.Go-Pay infrastructure is supported by various services, including Spots – an online multifuction cashier app.

Spots can receive Go-Food’s orders, Go-Pay’s payment, print the bill, and create daily report of various kinds of payment methods. Midtrans payment gateway also support online merchants to receive payment from many kinds of financial institutions.

Declare an “open war”

Makariem implisitly quipped, and questioned Grab’s claim of many issues. For example, Grab‘s market penetration in Indonesia, and super app.

He claims Gojek as the first super app in the world. Not only one app, there are three apps has been developed. Those are Gojek end user app for transaction, Go-Biz (rebranding from Go-Resto) for SMEs merchants, and Gojek Driver for the drivers.

“We have the first super app in the world consists of big pillars, each to be explored further. Those are human transportation, logistics, payment, and fintech.”

These pillars, he added, are proof that local concept can gain benefit, not only Indonesia, but also for all around Southeast Asia. Whereas, Gojek has just ‘got out of the cage‘.

He also mentioned, the war is started from the time Gojek received US$2 million funding, while Grab has reached US$250 million. Gojek is considered as the main power due to understanding of user’s demand and aware of consumer’s opinion.

“Therefore, being the largest is important, but not the priority. What matter most is Gojek’s real impact to public. Win over Indonesia, in Southeast Asia. [..] We’re glad to accept new challenge [from Grab] that is why we always create new innovations everyday,” he added.

Another advantage is, Gojek started from two-wheeler transportation, which creates efficiency. Drivers can work all day long, picking up people, delivering package and food, also offering Go-Pay top up. He said driver’s income has outrun Grab’s.

Support from investors are essential. He claimed, everytime they did fundraising, it always going well, effective, and successful. The investors are also diversed of various classes.

Regarding decacorn status, Makariem argued that valuation is not for public information due to company’s culture.

“Our culture is not to celebrate ourselves. Let people celebrate. Valuation is important, but not everyting. What matter the most is the numbers, the impact to the country we are proud of, Indonesia,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Gojek Klaim “Milestone” Pencapaian, Transaksi Tembus 127 Triliun Rupiah di 2018

Gojek mengungkap sejumlah data teranyar terkait pencapaiannya sejak delapan tahun beroperasi. Data tersebut sengaja diungkap untuk mementahkan klaim kompetitor terkuatnya, Grab, tentang pencapaian transaksi di Indonesia sepanjang 2018.

Founder dan CEO Gojek Global Nadiem Makariem mengungkapkan, pertumbuhan gross transaction value (GTV) naik 13,5 kali lipat dari 2016 ke 2018. Secara nominal mencapai lebih dari $9 miliar (setara Rp127 triliun) di 2018 dan total volume transaksi setahun mencapai 2 miliar.

Berikutnya jumlah pengguna aktif bulanan diklaim lebih tinggi hingga 1,5 kali dari kompetitor yang mengacu pada laporan “The State of Mobile 2019” dari App Annie yang menyebut Gojek sebagai aplikasi on demand dengan jumlah pengguna aktif bulanan terbanyak di Indonesia sepanjang 2018.

Gojek kini memiliki 1,7 juta mitra pengemudi, hampir 400 ribu mitra merchants, dan lebih dari 60 ribu penyedia layanan di Asia Tenggara. Aplikasi Gojek sendiri telah diunduh lebih dari 142 juta kali.

Menurut tiga riset yang dikutip Nadiem, yaitu Financial Times Confidential (2018), DailySocial dan JakPat (2018), dan YouGov (2019), semuanya menyebut Go-Pay sebagai alat pembayaran nomor satu di Indonesia.

“9 miliar dollar untuk gross transaction itu di atasnya kompetitor, meski kita baru ke luar negeri. [..] Go-Pay menurut tiga lembaga riset kita jadi terdepan, nomor satu. Mohon maaf harus diklarifikasi, yang terpenting adalah dampaknya. Kerja nyata saja, daripada terus gombar gambir prestasi,” kata Nadiem, kemarin (11/4).

Dua bisnis penggenjot utama Gojek, Go-Food dan Go-Pay juga turut diungkap pencapaiannya. Layanan Go-Food diklaim jadi terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ketiga di dunia.

Chief Commercial Expansion Go-Food Catherine Hindra Sutjahyo menyebut, Go-Food bahkan sudah mengalahkan layanan transportasi Go-Ride. Go-Food disebut-sebut sudah tumbuh minimal empat kali lebih besar dari GrabFood.

Jumlah order Go-Food sebesar 30 juta per bulan di Asia Tenggara dengan pertumbuhan tujuh kali lipat dari Desember 2016 ke Desember 2018. Sebanyak 80% pesanan Go-Food justru bukan datang dari merchant besar, melainkan dari merchant UMKM. Durasi pengiriman rata-rata 27 menit.

“Merchant Go-Food sekarang lebih dari 300 ribu, April tahun lalu ada 125 ribu. Itu bisa dihitung penambahan perbulannya seperti apa,” kata Catherine.

CEO Go-Pay Aldi Haryopratomo menambahkan, sejak keluar dari ekosistem Gojek, penggunaan Go-Pay disebutkan telah naik 25 kali lipat sejak pertama kali diperkenalkan. Hal ini mendongkrak pamor Go-Pay sebagai layanan e-money paling banyak dipakai di Indonesia menurut riset tiga lembaga yang berbeda.

Go-Pay kini bermitra dengan 28 institusi keuangan, telah diterima di lebih dari ratusan ribu rekan usaha di 370 kota di Indonesia. Infrastruktur Go-Pay didukung berbagai layanan, termasuk Spots — sebuah aplikasi kasir online multifungsi.

Spots dapat menerima pesanan Go-Food, pembayaran Go-Pay, mencetak resi, hingga menulis laporan harian berbagai macam tipe pembayaran. Payment gateway Midtrans juga mendukung merchant online menerima pembayaran dari berbagai institusi keuangan.

Nyatakan “perang terbuka”

Nadiem secara implisit menyindir, sekaligus mempertanyakan klaim Grab tentang banyak hal. Misalnya penetrasi pasar Grab di Indonesia, dan super app.

Nadiem mengklaim Gojek menjadi super app pertama di dunia. Tidak hanya satu aplikasi, ada tiga super app yang sudah dikembangkan perusahaan. Mereka adalah aplikasi end user Gojek untuk transaksi, Go-Biz (rebranding dari Go-Resto) untuk merchant UMKM, dan Gojek Driver untuk mitra pengemudi.

“Kita punya super app pertama di dunia yang terdiri dari pilar besar, yang tiap pilarnya akan terus kita dalami. Pilar tersebut transportasi manusia, logistik, makanan, payment, dan fintech.”

Pilar-pilar ini, sambungnya, menjadi bukti bahwa konsep yang dibuat orang lokal bisa membawa manfaat, tidak hanya untuk Indonesia tapi juga di seluruh penjuru Asia Tenggara. Padahal, Gojek bisa dikatakan baru keluar kandang.

Nadiem menyebut pertempuran dengan Grab pertama kali dimulai saat Gojek masih mendapat pendanaan sebesar US$2 juta, sementara posisi Grab sudah sampai pendanaan US$250 juta. Gojek dianggap jadi kekuatan utama lantaran kemampuan untuk mengerti kemauan dan mendengar masukan dari konsumen.

“Jadi yang paling besar itu penting, tapi bukan yang paling utama. Yang terpenting adalah dampak nyata Gojek untuk masyarakat luas. Menang di Indonesia, menang di Asia Tenggara. [..] Kami senang dapat tantangan begitu besar [dari Grab] karena itu kami selalu buat hal baru setiap hari,” katanya.

Keunggulan lainnya yang disebut Nadiem adalah Gojek dimulai dari transportasi roda dua, sehingga ada efisiensi. Mitra dapat seharian bekerja, mengantar orang, kurir barang, antar makanan, bahkan berjualan top up Go-Pay. Dia menyebut pendapatan mitra lebih tinggi daripada Grab.

Dukungan dari investor pun juga tak kalah besar. Nadiem mengklaim setiap kali Gojek ingin lakukan pendanaan selalu lancar, berjalan efektif, dan sukses. Jajaran investor di balik Gojek pun terdiversifikasi dari berbagai penjuru.

Saat ditanya mengenai tanggapan status decacorn, Nadiem berdalih valuasi bukanlah hal yang diumumkan ke publik karena bukan budaya perusahaan.

“Kultur kita bukan merayakan diri sendiri. Biar orang lain saja yang merayakan. Valuasi itu hal penting, tapi bukan yang terpenting. Yang terpenting adalah angka-angkanya, dampak kepada Indonesia yang kita banggakan, bukan valuasi,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Laporan LD FEB UI: Tahun 2018 Mitra Gojek Berkontribusi 44 Triliun Rupiah untuk Perekonomian Indonesia

Berawal dari layanan ride-hailing, Gojek kini bertransformasi menjadi aplikasi untuk pembayaran, pengiriman barang hingga pemesanan berbagai kebutuhan. Bukan hanya mengajak lebih banyak masyarakat mengadopsi teknologi, Gojek juga sudah memudahkan pelaku UKM mempromosikan dan menjual produk secara cepat dan lebih mudah.

Untuk melihat peranan dan efek yang ditimbulkan oleh Gojek kepada mitra hingga pelaku UKM di Indonesia, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) memaparkan hasil riset terbarunya yang bertajuk “Dampak Gojek terhadap Perekonomian Indonesia pada Tahun 2018”. Hasil Riset LD FEB UI ini menemukan kontribusi mitra Gojek dari empat layanan, yaitu layanan Go-Ride, Go-Car, dan Go-Food kepada perekonomian Indonesia mencapai 44,2 triliun Rupiah.

“Secara langsung Gojek sudah memudahkan pelaku UKM secara khusus untuk meningkatkan penjualan memanfaatkan aplikasi. Mulai dari pemesanan hingga pembayaran non-tunai,” kata Wakil Kepala LD FEB UI Paksi Walandouw.

Meningkatkan taraf hidup mitra

Survei yang dilakukan oleh LD FEB UI mengacu kepada total sampel sebanyak 6 ribu lebih responden yang terdiri dari 3886 mitra Go-Ride, 1010 mitra Go-Car, 1000 mitra Go-Resto dan 836 gabungan dari mitra Go-Life dan Go-Clean. Wilayah survei yang dilakukan oleh LD FEB UI untuk semua mitra kecuali mitra Go-Life berasal dari Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Balikpapan, Makassar dan Palembang.

Sebagai layanan yang menjadi pembuka jalan bagi layanan lainnya, Go-Ride telah memberikan kontribusi sebesar 16,5 triliun Rupiah per tahun ke perekonomian Indonesia pada 2018. Untuk mitra yang bergabung rata-rata sebelumnya memiliki penghasilan sekitar 1 juta Rupiah, setelah bergabung menjadi mitra Gojek mengalami peningkatan hingga 6 juta Rupiah. LD FEB UI mencatat penghasilan rata-rata mitra Go-Ride di Jabodetabek adalah 4,9 juta Rupiah. Sementara mereka yang tinggal di luar Jabodetabek 3,8 juta Rupiah.

Hal serupa juga terjadi dengan mitra Go-Car, yang kebanyakan memiliki latar belakang lebih tinggi dari mitra ride-hailing roda dua Gojek. Penghasilan mitra Go-Car berkontribusi 8,5 triliun Rupiah per tahun ke perekonomian Indonesia di tahun 2018.

Secara demografi LD FEB UI mencatat, 66% mitra pengemudi berusia 21-40 tahun. Sebanyak 71% mitra pengemudi memiliki tingkat pendidikan SMA ke bawah, 43% mitra pengemudi sebelumnya pernah bekerja menjadi karyawan swasta dan 90% mitra pengemudi memiliki tanggungan. Setelah bergabung menjadi mitra Gojek, penghasilan rata-rata mereka meningkat menjadi 42%. Sementara pengeluaran rata-rata mitra pengemudi meningkat 32% setelah bergabung menjadi mitra Gojek.

Membantu mitra mengadopsi teknologi

Sementara itu untuk layanan yang saat ini makin digemari oleh pengguna dan terpisah dari aplikasi induk di Gojek yaitu Go-Life, sudah memberikan kontribusi sekitar 1,2 triliun Rupiah per tahun ke perekonomian Indonesia di tahun 2018. LD FEB UI juga mencatat meskipun masih terbatas di beberapa wilayah, Go-Life juga didominasi oleh mitra yang 95% berasal dari kalangan perempuan, sangat relevan dengan beberapa layanan yang ditawarkan oleh Go-Life.

Setelah bergabung menjadi mitra Go-Life LD FEB UI mencatat, penghasilan rata-rata meningkat menjadi 72%. Sementara pengeluaran mitra meningkat 19% setelah bergabung menjadi mitra Go-Life. Omzet mitra UKM Go-Food berkontribusi 18 triliun RUpiah per tahun. Para mitra yang bergabung bisa mendapatkan keuntungan sekitar 15 juta Rupiah.

Yang menjadi fokus utama dari LD FEB UI adalah bagaimana Gojek sudah membantu pelaku UKM khususnya industri kuliner untuk memasarkan, mempromosikan hingga melakukan transaksi secara online. Bukan hanya menambah jumlah pelanggan lebih luas lagi jangkauannya, Gojek juga sudah mengajarkan pelaku UKM dan pengguna untuk melakukan transaksi secara non-tunai.

Sebanyak 75% responden UKM juga telah menerapkan pembayaran non-tunai setelah menjadi mitra dari Go-Food. Sementara itu 93% mitra UKM langsung go online dengan alasan menjadi mitra dari Go-Food. LD FEB UI juga mencatat, 72% mitra UKM klasifikasi “usaha mikro” dengan omzet 300 juta Rupiah per tahun.

Teknologi dinilai telah membantu pelaku UKM membuka jaringan dan menambah jumlah pelanggan. LD FEB UI mencatat 90% mitra bergabung dengan Go-Food untuk meningkatkan pemasaran, 78,5% mitra bergabung untuk mengadopsi perkembangan teknologi.

Application Information Will Show Up Here

Philippines’ Transportation Regulator Still Refuse to Allow Gojek Services

Gojek’s submission for business operation in Philippines still not approved by Philippines’ transportation regulator. They’re considered to violate the rule of foreign ownership limitation.

Quoted from Nikkei Asia Review, The Land Transportation Franchising and Regulatory Board (LTFRB) refuse the reexamination of the previous result submitted by Gojek’s affiliation, Velox Technology Philippines.

The company is considered to disobey the rule regarding local ownership that requires 60%. Major investor (99%) is Velox South East Asia Holdings based in Singapore.

Philippines’ regulator representative, Jay Sabale said this is no different from the previous decision.

“They can’t run business here[Philippines] unless they follow the regulation.”

Regarding this, Gojek’s representative shows his disappointment to LTFRB and on its way to find another option.

“Gojek is disappointed with LTFRB’s rejection [..]. The players in Singapore, Vietnam, Thailand, and Indonesia obtain benefits from our technology everyday. However, due to this results, Philippines’ drivers and customers might have to wait longer,” he added.

Previously, Gojek is said to talk with local konglomerate, Ayala Corp, to penetrate the country, although there’s no confirmation yet. In other countries besides Indonesia, Gojek has partnered up with locals, even adopting local branding in Vietnam and Thailand.

After the Uber shut down, Grab is practically dominating the online transportation business.

Earlier this year, Gojek has announced acquisition of a blockchain-based digital payment, coins.ph worth of $72 million (over 1 billion Rupiah per today’s rate).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Regulator Transportasi Filipina Kembali Tolak Permohonan Gojek untuk Beroperasi

Permohonan Gojek untuk izin operasional di Filipina kembali ditolak regulator transportasi Filipina. Gojek dianggap melanggar aturan yang ditetapkan terkait pembatasan kepemilikan asing.

Dikutip dari Nikkei Asia Review, The Land Transportation Franchising and Regulatory Board (LTFRB) menolak permohonan peninjauan kembali keputusan sebelumnya yang diajukan perusahaan afiliasi Gojek, Velox Technology Philippines.

Perusahaan tersebut dianggap tidak mematuhi persyaratan kepemilikan saham lokal minimal 60%. Pemodal mayoritas perusahaan tersebut (99%) adalah Velox South East Asia Holdings yang berbasis di Singapura.

Perwakilan regulator Filipina Jay Sabale mengatakan keputusan ini tidak berbeda dengan keputusan terhadap pelanggaran sebelumnya.

“Mereka tidak bisa datang ke sini [Filipina] kecuali mereka mengikuti apa yang tertulis dalam undang-undang.”

Menanggapi keputusan ini, perwakilan Gojek mengungkapkan kekecewaan terhadap LTFRB dan bersiap mencari opsi lain.

“Gojek kecewa dengan keputusan LTFRB untuk menolak mosi kami [..]. Penglaju di Singapura, Vietnam, Thailand, dan Indonesia mendapat manfaat dari teknologi kami setiap hari. Namun karena keputusan ini, tampaknya pengemudi dan penumpang di Filipina harus menunggu sedikit lebih lama,” terangnya.

Sebelumnya disebutkan Gojek telah melakukan pembicaraan dengan konglomerasi lokal, Ayala Corp, untuk memasuki negara tersebut, meskipun belum ada konfirmasi. Di negara-negara di luar Indonesia, Gojek menjalin kemitraan dengan perusahaan lokal, bahkan mengadopsi branding lokal di Vietnam dan Thailand.

Dengan penutupan layanan Uber di sana, Grab praktis masih menjadi penguasa bisnis transportasi online.

Awal tahun ini Gojek mengumumkan akuisisi terhadap perusahaan pembayaran digital berbasis blockchain Coins.ph senilai $72 juta (lebih dari 1 miliar Rupiah menurut kurs hari ini).

Application Information Will Show Up Here

Grab Introduces “Grab Defence” for Partners to Prevent Fraud

Grab announces the latest technology to detect and prevent fraud for Grab partners in Grab Defence series. Grab’s Head of User Trust, Wui Ngiap Foo explained, Grab’s machine learning technology analyzed millions of data everyday in real time to detect fraud, both old and the current pattern. Grab Defence is developed as a place to share skills with partners.

“Fraud will always evolve, therefore, we create algorithm that also capable to evolve and learn the pattern to be one step ahead of the con man. Fraud exists not only in ride-hailing industry. It is the main general issue among digital economy players. We want to share some techniques with partners having the same difficulty. We have to work in team in order to solve this problem and make it into better technology ecosystem, stronger and trusted in Southeast Asia,” Wui Ngiap Foo added.

Grab representative claims to make a large investment for better system with machine learning and artificial intelligence technology support to identify and prevent fraud in Grab’s platform.

Grab Defence’s three main features, such as Event Risk Management Suite, a feature that allows business players to value risk of an event or transaction through a series of API, to evaluate risks, supported by machine learning. This feature can be used in real time, set some fraud standards according to the business model and requirement, and diagnose suspicious acts.

Next, there’s Entity Intelligence Services, a service using Grab’s database to identify criminal entity, such as phone number, email, and others for requirements to predict risk potential to all users making interaction on the platform.

As an example, business players using this service to get the risk value from the new users, if the number is low, they can choose to permit users to enter the app.

The last main feature in Grab Defence is Device & Network Intelligence Services, a service that can detect con man using data from user’s devices. Another benefit is to help business player take care of themselves from fake account, as a result of lost devices, including cyber detection.

“Every business using online transaction will get benefit from Grab Defence. A unique technology we’ve built with infographic, can be an additional value to the previous anti-fraud system. We all have important roles in reducing fraud in Southeast Asia. The collaboration that involves parties which helps us to reach the target,” Wui Ngiap Foo explained.

However, Grab Indonesia’s President, Ridzki Kramadibrata said, there’s a syndicate in Indonesia that benefits illegaly through fake GPS app. Grab Indonesia has issued anti-fraud campaign called Grab Lawan Opik!.

“We’re proud with what we’ve done and will do to reduce fraud in our platform. We’re glad to deliver Grab Defence to our strategic partner to develop a healthy technology ecosystem in Indonesia,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here