Layanan “Go-Car L” Sudah Bisa Dinikmati di Beberapa Kota

Go-Car salah satu layanan andalan Gojek saat ini memiliki variasi baru, yakni Go-Car L. Sebuah pilihan yang memungkinkan pengguna memesan layanan Go-Car dengan tempat yang lebih luas, yakni berkapasitas hingga 6 orang. Layanan ini bisa menjadi alternatif mereka yang bepergian ramai-ramai maupun mereka yang memiliki bawaan lebih. Sesuai dengan kode namanya “L” atau Large.

Saat ini Go-Car L sudah bisa dinikmati oleh pengguna Gojek yang berada di Surabaya (termasuk Gresik dan Sidoarjo), Manado, Solo, Bali (termasuk Gianyar dan Tabanan), Padang, Bandar Lampung, Pekanbaru, Malang, Bandung, Yogyakarta, Semarang (termasuk Salatiga dan Ungaran), Medan, Makassar, dan Jabodetabek.

Dalam aturan penggunaannya, Go-Car L sama seperti dengan layanan Go-Car. Untuk pembayaran bisa menggunakan Go-Pay atau tunai, begitu pula untuk jarak, sama-sama memiliki maksimal jarak 100 Km.

Layanan Go-Car L selain menghadirkan pilihan tumpangan bagi pengguna juga memberikan kesempatan bagi mitra driver yang memiliki mobil dengan jumlah kursi yang besar. Karena dengan mengaktifkan Go-Car L harga yang didapatkan tentu akan berbeda dengan layanan Go-Car biasa.

Layanan ini secara jelas dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan penumpang yang membutuhkan kursi lebih banyak untuk tumpangan ramai-ramai atau hanya sekedar untuk menaruh barang yang berlebih. Selain Gojek yang menawarkan Go-Car L, layanan “kursi yang lebih banyak” juga telah ditawarkan pesaing mereka Grab, melalui GrabCar 6 seater.

Application Information Will Show Up Here

Laporan LD FEB UI: Tahun 2018 Mitra Gojek Berkontribusi 44 Triliun Rupiah untuk Perekonomian Indonesia

Berawal dari layanan ride-hailing, Gojek kini bertransformasi menjadi aplikasi untuk pembayaran, pengiriman barang hingga pemesanan berbagai kebutuhan. Bukan hanya mengajak lebih banyak masyarakat mengadopsi teknologi, Gojek juga sudah memudahkan pelaku UKM mempromosikan dan menjual produk secara cepat dan lebih mudah.

Untuk melihat peranan dan efek yang ditimbulkan oleh Gojek kepada mitra hingga pelaku UKM di Indonesia, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) memaparkan hasil riset terbarunya yang bertajuk “Dampak Gojek terhadap Perekonomian Indonesia pada Tahun 2018”. Hasil Riset LD FEB UI ini menemukan kontribusi mitra Gojek dari empat layanan, yaitu layanan Go-Ride, Go-Car, dan Go-Food kepada perekonomian Indonesia mencapai 44,2 triliun Rupiah.

“Secara langsung Gojek sudah memudahkan pelaku UKM secara khusus untuk meningkatkan penjualan memanfaatkan aplikasi. Mulai dari pemesanan hingga pembayaran non-tunai,” kata Wakil Kepala LD FEB UI Paksi Walandouw.

Meningkatkan taraf hidup mitra

Survei yang dilakukan oleh LD FEB UI mengacu kepada total sampel sebanyak 6 ribu lebih responden yang terdiri dari 3886 mitra Go-Ride, 1010 mitra Go-Car, 1000 mitra Go-Resto dan 836 gabungan dari mitra Go-Life dan Go-Clean. Wilayah survei yang dilakukan oleh LD FEB UI untuk semua mitra kecuali mitra Go-Life berasal dari Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Balikpapan, Makassar dan Palembang.

Sebagai layanan yang menjadi pembuka jalan bagi layanan lainnya, Go-Ride telah memberikan kontribusi sebesar 16,5 triliun Rupiah per tahun ke perekonomian Indonesia pada 2018. Untuk mitra yang bergabung rata-rata sebelumnya memiliki penghasilan sekitar 1 juta Rupiah, setelah bergabung menjadi mitra Gojek mengalami peningkatan hingga 6 juta Rupiah. LD FEB UI mencatat penghasilan rata-rata mitra Go-Ride di Jabodetabek adalah 4,9 juta Rupiah. Sementara mereka yang tinggal di luar Jabodetabek 3,8 juta Rupiah.

Hal serupa juga terjadi dengan mitra Go-Car, yang kebanyakan memiliki latar belakang lebih tinggi dari mitra ride-hailing roda dua Gojek. Penghasilan mitra Go-Car berkontribusi 8,5 triliun Rupiah per tahun ke perekonomian Indonesia di tahun 2018.

Secara demografi LD FEB UI mencatat, 66% mitra pengemudi berusia 21-40 tahun. Sebanyak 71% mitra pengemudi memiliki tingkat pendidikan SMA ke bawah, 43% mitra pengemudi sebelumnya pernah bekerja menjadi karyawan swasta dan 90% mitra pengemudi memiliki tanggungan. Setelah bergabung menjadi mitra Gojek, penghasilan rata-rata mereka meningkat menjadi 42%. Sementara pengeluaran rata-rata mitra pengemudi meningkat 32% setelah bergabung menjadi mitra Gojek.

Membantu mitra mengadopsi teknologi

Sementara itu untuk layanan yang saat ini makin digemari oleh pengguna dan terpisah dari aplikasi induk di Gojek yaitu Go-Life, sudah memberikan kontribusi sekitar 1,2 triliun Rupiah per tahun ke perekonomian Indonesia di tahun 2018. LD FEB UI juga mencatat meskipun masih terbatas di beberapa wilayah, Go-Life juga didominasi oleh mitra yang 95% berasal dari kalangan perempuan, sangat relevan dengan beberapa layanan yang ditawarkan oleh Go-Life.

Setelah bergabung menjadi mitra Go-Life LD FEB UI mencatat, penghasilan rata-rata meningkat menjadi 72%. Sementara pengeluaran mitra meningkat 19% setelah bergabung menjadi mitra Go-Life. Omzet mitra UKM Go-Food berkontribusi 18 triliun RUpiah per tahun. Para mitra yang bergabung bisa mendapatkan keuntungan sekitar 15 juta Rupiah.

Yang menjadi fokus utama dari LD FEB UI adalah bagaimana Gojek sudah membantu pelaku UKM khususnya industri kuliner untuk memasarkan, mempromosikan hingga melakukan transaksi secara online. Bukan hanya menambah jumlah pelanggan lebih luas lagi jangkauannya, Gojek juga sudah mengajarkan pelaku UKM dan pengguna untuk melakukan transaksi secara non-tunai.

Sebanyak 75% responden UKM juga telah menerapkan pembayaran non-tunai setelah menjadi mitra dari Go-Food. Sementara itu 93% mitra UKM langsung go online dengan alasan menjadi mitra dari Go-Food. LD FEB UI juga mencatat, 72% mitra UKM klasifikasi “usaha mikro” dengan omzet 300 juta Rupiah per tahun.

Teknologi dinilai telah membantu pelaku UKM membuka jaringan dan menambah jumlah pelanggan. LD FEB UI mencatat 90% mitra bergabung dengan Go-Food untuk meningkatkan pemasaran, 78,5% mitra bergabung untuk mengadopsi perkembangan teknologi.

Application Information Will Show Up Here

Dengan Aturan Baru, Pemerintah Regulasi Tarif Taksi Online dan Perlindungan Pengemudi

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah mengesahkan aturan terbaru Permenhub Nomor 118 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus, aturan tersebut menggantikan Permenhub Nomor 108 Tahun 2017.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi dan Direktur Angkutan dan Multimoda Ahmad Yani menyatakan bahwa pihak Kemenhub tetap mengutamakan keselamatan dengan menerapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM), penerapan batas tarif, serta penerapan suspensi.

Poin-poin yang tertera dalam beleid ini antara lain pemerintah melarang perusahaan aplikasi menetapkan tarif dan memberikan promosi tarif di bawah tarif batas bawah yang telah ditetapkan. Ahmad Yani menjelaskan, tarif batas bawah dan atas tidak berubah kendati aturan baru terbit.

Tarif batas ini dibagi jadi dua wilayah. Wilayah I meliputi Jawa, Sumatera, Bali dengan tarif batas bawah Rp3.500 per km dan batas atas Rp6.000 per km. Wilayah II meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua dengan tarif batas bawah Rp3.700 dan batas atas Rp6.500.

“Artinya promo enggak bisa langsung di bawa tarif batas minimal, enggak boleh. Itu saja prinsip dasarnya. [..] Tarif Rp3.500 itu sudah kita hitung, batas minimal ada keuntungannya driver supaya dia sustain,” terang Yani.

Poin berikutnya, perusahaan angkutan sewa khusus dapat menyelenggarakan aplikasi di bidang transportasi secara mandiri atau bekerja sama dengan perusahaan aplikasi. Oleh karenanya, perusahaan angkutan sewa khusus wajib memiliki izin.

Beberapa persyaratan yang harus dipatuhi diantaranya, mereka harus berbadan hukum Indonesia, mengutamakan keselamatan dan keselamatan transportasi, memberikan akses digital dashboard kepada menteri perhubungan atau gubernur sesuai kewenangan, dan sebagainya.

Selanjutnya, poin mengenai perlindungan untuk pengemudi taksi online yang kini tidak bisa diberhentikan oleh perusahaan aplikasi sesuka hati. Perlindungan tersebut meliputi layanan pengaduan dan penyelesaian masalah pengemudi, pendaftaran yang dilakukan secara tatap muka, kriteria pengenaan penonaktifan akun, dan pemberitahuan sebelum dinonaktifkan.

Lalu, perlindungan mencakup klarifikasi, hak sanggah beserta pendampingan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) kemitraan, dan pendaftaran ulang dalam hal pengemudi dikenai penonaktifan.

“Kemhub sudah meminta aplikator untuk membagi suspend ke dalam beberapa kriteria yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat,” terang Yani.

Sementara itu, perlindungan buat penumpang juga tercantum dalam beleid ini. Meliputi keselamatan dan keamanan, kenyamanan, serta layanan pengaduan dan penyelesaian permasalahan penumpang. Ditambah, kepastian mendapat angkutan dan kepastian tarif sewa khusus sesuai tarif yang telah ditetapkan per kilometer.

Budi Setiyadi menambahkan aturan ini akan terus disosialisasikan ke seluruh operator transportasi online dan para pengemudinya di Indonesia sampai akhir Mei 2019 mendatang. Hal tersebut gencar dilakukan sebelum resmi berlaku pada awal Juni 2019.

“Masa sosialisasi berlaku sampai enam bulan ke depan, sekarang masih masa peralihan. Kalau enggak salah, sampai bulan lima [Mei]] 2019. Artinya, semua orang harus mengetahui bahwa itu [Permenhub 118/2018] akan kami berlakukan nanti [setelah] Mei 2019.”

Aturan yang dihapus

Tidak hanya menambah poin-poin di atas, ada aturan yang dihapus oleh pemerintah dalam beleid terbaru ini. Aturan yang dihapus ini adalah ketentuan yang tidak dibatalkan Mahkamah Agung, termasuk penghapusan ketentuan pemasangan stiker pada kendaraan taksi online. Stiker tersebut memuat informasi wilayah operasi, tahun penerbitan kartu pengawasan, nama badan hukum, dan latar belakang logo Perhubungan.

Namun, pengemudi harus memiliki Kartu Elektronik Standar Pelayanan yang memuat nomor surat keputusan, nomor induk pelayanan, nama perusahaan, nama pimpinan perusahaan, masa berlaku Kartu Elektronik Standar Pelayanan, wilayah operasi, tanda nomor kendaraan bermotor, daya angkut, dan riwayat pemeliharaan kendaraan sesuai standar APM.

Selanjutnya, ketentuan untuk uji KIR khusus, penyediaan pool, dan bengkel untuk taksi online juga dihapus.

Aturan mengenai Rancangan Peraturan Menteri (RPM) yang membahas mengenai ojek online saat ini masih digarap oleh pihak Kemhub. Yani memastikan pihaknya tetap tidak melegalkan ojek online sebagai angkutan umum.

“Pihak Kemhub tetap tidak melegalkan ojol sebagai angkutan umum, tetapi hanya ingin menjaga keamanan di angkutan karena dinilai sangat perlu diterapkan. Mengingat penyumbang angka kecelakaan terbesar adalah sepeda motor dengan jumlah persentase sebesar 70%,” tutupnya.

Go-Car is Now Providing Six-Capacity Transportation

The on-demand service for four-wheeler transportation Go-Car released a new update. Customers can now select a vehicle with the capacity of 4-6 people called Go-Car (L). The latest update is available for Go-Jek customers using the iOS platform.

Previously, the available capacity was only for one to four people. In addition to Go-Car, customers can also choose Go-BlueBird with Blue Bird taxi. The feature is similar to what GrabCar has introduced through GrabCar 6.

Go-Car has been available in 51 cities all over Indonesia, include Madiun, Jember, Banda Aceh, Banyuwangi, and Palu. Overall, Go-Jek for Go-Ride has been available in 70 cities, including Merauke as the latest one.

Go-Pay feature updates

On the same occasion, Go-Jek also announced Go-Pay’s new interface. Go-Pulsa, Go-Bills, and Go-Nearby are all included under one shortcut in Go-Pay. Pay menu is included to combine Transfer and Scan QR feature.

All these updates are part of Go-Jek business in encouraging Go-Pay penetration to all corners. Not only payment via Go-Jek’s platform but also various offline merchants.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Go-Car Kini Akomodasi Opsi Layanan Transportasi Berkapasitas Enam Penumpang

Layanan on-demand untuk transportasi roda empat Go-Car merilis pembaruan terbaru. Pengguna dapat memilih jenis kendaraan untuk kapasitas empat sampai enam orang, bertajuk Go-Car (L). Pembaruan ini sementara baru bisa dinikmati pengguna Go-Jek yang menggunakan aplikasi versi iOS.

Sebelumnya kapasitas yang tersedia hanya untuk satu sampai empat orang. Selain memilih Go-Car, pengguna juga dapat memilih opsi Go-BlueBird dengan taksi Blue Bird. Fitur ini serupa dengan yang sudah diperkenalkan GrabCar melalui GrabCar 6.

Go-Car sendiri sudah tersedia di 51 kota di seluruh Indonesia, termasuk di Madiun, Jember, Banda Aceh, Banyuwangi, dan Palu. Sementara secara keseluruhan layanan Go-Jek untuk Go-Ride sudah hadir di 70 kota, dengan Merauke sebagai kota terbaru yang disambanginya.

Pembaruan fitur Go-Pay

Dalam kesempatan yang sama, Go-Jek juga mengumumkan pembaruan tampilan Go-Pay. Go-Pulsa, Go-Bills, dan Go-Nearby kini masuk dalam bentuk shortcut di dalam menu Go-Pay. Menu Pay juga dihadirkan untuk menggabungkan fitur Transfer dan Scan QR.

Seluruh pembaruan ini menjadi bagian usaha Go-Jek mendorong adopsi Go-Pay makin masif ke seluruh pelosok. Tidak hanya pembayaran di dalam platform Go-Jek, tetapi juga penggunaan di berbagai merchant offline.

Application Information Will Show Up Here

Per 1 Juli Aturan Tarif Baru “Taksi Online” Mulai Berlaku

Juli tahun 2017 menjadi babak baru industri transportasi on-demand di Indonesia. Revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016 menetapkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan moda transportasi online roda empat atau banyak disebut dengan istilah “taksi  online”.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah mulai berlakunya tarif batas bawah dan batas atas. Tanggal 1 Juli adalah batas tenggat waktu yang diberikan oleh pemerintah untuk penyesuaian tarif ini.

Dikutip dari CNN Indonesia Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto Iskandar, ketentuan tarif nantinya dihitung berdasarkan jarak per kilometer dan dibedakan berdasarkan wilayah.

Misalnya untuk ketentuan tarif batas bawah wilayah I yang meliputi Sumatera, Jawa dan Bali tarif batas bawahnya adalah Rp3.500 per kilometer, sedangkan tarif batas atas Rp6.000 per km.

Angka tersebut berbeda dengan daerah yang masuk dalam wilayah II. Dalam hal ini Kalimantan, Sulawesi sampai Papua. Tarif batas bawah sedikit lebih tinggi, yakni Rp3.700 per km sedangkan tarif batas atas berada pada angka Rp6.500 per kilometer.

Sementara itu pihak dua layanan yang terkena pengaruh layanan ini, Grab (GrabCar) dan GoJek (GoCar) tampaknya sudah siap dengan penerapan tarif baru ini.

Dikutip dari Detik, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata. Ia mengungkapkan pihaknya siap bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan untuk memastikan regulasi yang ada ditelah diterapkan, sesuai dengan komitmen Grab dalam menaati hukum dan peraturan yang berlaku.

Masih dari sumber yang sama, Senior Vice President Operational GoJek Arno Tse juga mengungkapkan hal senada. Pada intinya pihaknya akan selalu mengikuti apa yang sudah menjadi kebijakan pemerintah dan selalu berkoordinasi dengan kementerian terkait.

Kemudahan akses masih menjadi senjata utama layanan on-demand transportasi

Seperti yang diketahui bersama bahwa layanan on-demand transportasi mulai merebak di Indonesia bukan hanya karena kemudahan akses tapi juga karena terjangkau. Dengan diterapkannya aturan batas bawah dan batas atas ini sedikit banyak akan mempengaruhi harga layanan.

Melihat tren yang ada saat ini tampaknya kemudahan (dari segi akses dan penggunaan aplikasi) akan menjadi keunggulan utama “taksi online” dibanding moda transportasi lainnya. Selama dua tahun belakangan masyarakat sudah mulai terbiasa dengan unsur praktis dan mudah yang ditawarkan oleh penyedia layanan “taksi online“ yang ada.

GO-CAR Berekspansi di Sepuluh Kota Baru di Indonesia

Layanan on-demand untuk transportasi mobil GO-CAR mengumumkan langkah ekspansi ke 10 kota baru di Indonesia. Adapun 10 kota baru tersebut termasuk Sidoarjo, Pontianak, Padang, Banjarmasin, Pekanbaru, Jambi, Gresik, Mataram, Sukabumi dan Bandar Lampung.

Dengan ekspansi ini, artinya GO-CAR telah beroperasi di 24 kota di Indonesia. Secara bertahap layanan lain yang dimiliki GO-JEK juga terus diperlebar jangkauannya. Strateginya selalu dimulai dengan layanan ojek online, lalu layanan yang difasilitasi dengan ojek, dan pada akhirnya layanan transportasi mobil.

Optimalisasi GO-PAY juga terlihat terus digencarkan di setiap kota basis GO-JEK. Selain dengan promo untuk menikmati layanan (seperti GO-FOOD atau GO-LIFE), layanan pembelian tiket online dan transaksi lainnya (termasuk pembelian pulsa dan transfer) juga menjadi salah satu daya tarik yang terus ditawarkan.

Jika dibanding dengan layanan lain, memang GO-JEK terlihat paling cepat manuver ekspansinya. Dua pesaingnya Grab dan Uber di Indonesia cakupannya belum sebanyak GO-JEK. Di kota besar di luar Jabodetabek, seperti Yogyakarta, debut Grab dan Uber masih sangat baru dan sebatas pada layanan dasar mereka, ride hailing.

Application Information Will Show Up Here

Go-Jek dan Blue Bird Umumkan Kemitraan Baru Lewat Go-Blue Bird

Menjelang pemberlakuan revisi PM Perhubungan No. 32/2016, hari ini (30/1) Go-Jek dan Blue Bird meresmikan kemitraan strategisnya lewat peluncuran layanan terbaru Go-Blue Bird yang ditanam dalam aplikasi Go-Jek. Sebelumnya, kedua perusahaan ini memang telah menjalin kemitraan lewat layanan Go-Car beberapa bulan lalu.

Peluncuran ini juga dihadiri Menteri Perhubungan Budi Karya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, dan Staf Ahli Menkominfo Bidang Teknologi Herry Abdul Aziz.

Sekarang, konsumen akan memiliki dua pilihan berkendara saat ingin menggunakan taksi online dari Go-Jek, entah memilihnya lewat layanan Go-Car atau Go-Blue Bird. Yang berbeda terletak di sisi tarif. Bila memilih Go-Car, tarif akan mengacu berdasarkan standar Go-Jek, sementara kalau memilih Go-Blue Bird akan mengikuti argo taksi konvensional. Go-Blue Bird juga akan didukung dengan sistem pembayaran yang tersedia di Go-Jek, yakni Go-Pay.

“Ini simbol Go-Jek yang pro kompetisi sehat. Kami tidak sekadar kompetisi tapi juga merangkul semua pihak terbantu karena teknologi,” ucap CEO Go-Jek Nadiem Makarim.

Direktur Blue Bird Adrianto Djokosoetono menambahkan layanan Go-Blue Bird ini menjadi strategi perusahaan untuk memberikan layanan terbaik terhadap pelanggan dengan memiliki multi channel access. Peluncuran Go-Blue Bird menjadi senjata perusahaan memperkuat layanan, sehingga konsumen jadi makin mudah mendapatkan jasa Blue Bird.

Mengenai perbedaan tarif dengan Go-Car, Adrian mengatakan Go-Car dan Go-Blue Bird memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kalau Go-Blue Bird lebih cocok dipakai untuk mampir-mampir, perjalanan yang fleksibel, atau tidak menuju satu tujuan. Di sisi lain, Go-Car memiliki tarif flat.

Ketika ditanya mengenai kemungkinan kolaborasi lainnya dengan perusahaan transportasi, Nadiem memastikan bahwa saat ini perusahaan masih fokus kerja sama dengan Blue Bird.

Saat ini Blue Bird memiliki sekitar 35 ribu armada di 18 lokasi di Indonesia, sementara aplikasi Go-Jek telah diunduh lebih dari 40 juta kali. Untuk tahap awal, layanan ini tersedia di lima wilayah, yakni Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Medan, dan Semarang.

Layanan Go-Blue Bird akan dihadirkan secara bertahap. Pengguna Android akan menerima lebih dahulu dibandingkan pengguna iOS.

Strategi Blue Bird tingkatkan pemesanan

Dikutip dari Bisnis, kemitraan dengan Go-Jek menjadi salah satu strategi Blue Bird yang ingin fokus mengembangkan diversifikasi saluran pemesanan taksi tahun ini.

Sepanjang tahun lalu perusahaan menghadapi tantangan yang cukup berat dari pertumbuhan transportasi berbasis aplikasi, berimbas pada penurunan kinerja. Belanja modal yang disiapkan untuk tahun ini sekitar Rp1 triliun, angka itu turun dibanding tahun-tahun sebelumnya.

“Tahun ini capex kami tidak akan terlalu ekspansif, kami akan concern dengan capex untuk pengembangan teknologi. Kami ingin lebih agresif untuk kembangkan teknologi, anggaran kemungkinan akan sedikit di atas Rp1 triliun,” ucap pihak Investor Relation Blue Bird Michael Tene.

Tak hanya kerja sama dengan Go-Jek, Blue Bird juga akan mengembangkan fitur lainnya untuk aplikasi yang dimiliki perusahaan, My Blue Bird. Perusahaan berencana mengembangkan fitur Easy Ride yang memungkinkan konsumen membayar secara non tunai meskipun memesan taksi melalui pemberhentian di pinggir jalan tanpa memesan dari aplikasi. Rencananya fitur tersebut akan diluncurkan pada kuartal kedua tahun ini.

Blue Bird juga berencana membuka pemesanan semua layanan Blue Bird dari aplikasi, mulai dari bus, limousine, dan mobil sewa Golden Bird.

“Fokus kami sekarang sebenarnya untuk memastikan transformasi bisnis kami bisa berjalan, sehingga membuat keuangan sehat, market share terjaga, dan secara jangka panjang bisa survive,” terang Direktur Blue Bird Sigit Priawan Djokosoetono.

Kolaborasi yang baik

Menteri Perhubungan Budi Karya mengatakan kerja sama antara kedua perusahaan ini membuktikan bahwa taksi konvensional dan perusahaan transportasi berbasis teknologi dapat berkolaborasi. Dia pun mengibaratkannya dengan satu titik yang telah mencair.

“Ini satu titik yang mencair. Saya katakan ini tidak mudah. Tapi satu titik yang mencair. Sangat bagus kedua perusahaan ini saling berkoalisi agar saling bertumbuh,” kata Budi.

Terkait revisi PM Perhubungan Nomor 32/2016, menurutnya selama ini pemerintah telah melakukan penyesuaian aturan dengan sangat hati-hati. Dia berharap aturan tersebut nantinya dapat memberikan pengaruh positif bagi perkembangan transportasi di Indonesia.

“Kami lakukan deregulasi dengan sangat hati-hati. Sebab taksi sudah menjadi pekerjaan yang menghidupi banyak orang. Kami coba cari formulasi dengan menetapkan tarif batas atas dan bawah, agar tidak ada lagi dikotomi konflik horizontal.”

Dia melanjutkan, “Pelaku usaha bisa bersama-sama berbisnis dengan baik. Masyarakat juga tidak dibodohi dengan trik tertentu. Tidak ada keinginan mencederai kenikmatan, mengalahkan satu dengan yang lainnya.”

Application Information Will Show Up Here

Armada Transportasi Berbasis Aplikasi Diperbolehkan Gunakan Pelat Hitam dan STNK Pribadi

Untuk memajukan industri startup perlu adanya peran serta pemerintah. Salah satu peranan pemerintah yang sangat ditunggu adalah produksi regulasi yang bisa mengatur industri dan melindunginya untuk berkembang, termasuk regulasi mengenai transportasi online atau yang berbasis aplikasi. Khusus untuk regulasi ini, tak hanya bisnis startup yang berharap aturan ini segera keluar, para pebisnis konvensional, dalam hal ini pengusaha taksi juga berharap aturan ini segera terbit.

Seperti diberitakan Kompas, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) menegaskan bahwa angkutan berbasis aplikasi seperti Uber atau Grab diperbolehkan untuk memakai kendaraan berpelat nomor hitam atau pribadi, dengan syarat pengemudi harus tergabung dalam koperasi. Selain itu Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) juga tidak diwajibkan atas nama badan hukum.

Kabar tersebut bersumber pada pernyataan Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram. Menurut Agus pernyataan mengenai STNK dan pelat hitam telah diterima sebagai kesimpulan rapat.

“Prinsip koperasi tegas menyebutkan pengguna adalah pemilik, dan pemilik adalah pengguna. Karena itu, pemilik taksi online yang tergabung dalam koperasi berarti juga pemilik koperasi, bukan pekerja,” jelas Agus seperti dikutip dari Kompas.

Agus lebih jauh menjelaskan bahwa aset yang dimiliki anggota koperasi yang digunakan sebagai alat produksi tidak beralih menjadi aset perusahaan. Berbeda dengan supir taksi konvensional yang merupakan pekerja dari perusahaan. Jadi jika taksi atau kendaraan yang digunakan adalah mobil milik anggota koperasi, maka harus tetap ber-STNK pribadi.

Alasan untuk memperbolehkan pelat hitam dan STNK pribadi ini adalah prinsip dasar dan model pengelolaan koperasi sebagai badan hukum. Koperasi punya tata cara yang berbeda dengan perseroan, sehingga perlakukan dalam kasus ini sedikit berbeda.

Kabar ini jelas berbeda dengan yang diutarakan Direktur Jendral Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Pudji Hartanto Iskandar beberapa waktu lalu. April silam, Pudji seperti diberitakan mengungkapkan bahwa selain izin operasional, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para perusahaan transportasi online, di antaranya adalah memiliki minimal lima kendaraan yang dibuktikan dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) atas nama perusahaan, memiliki pool, adanya fasilitas perawatan, dan pengemudi dengan SIM umum.

Seharusnya pemerintah segera menerbitkan aturan pasti mengenai transportasi online ini. Kondisi ini, jika dibiarkan dalam ketidakjelasan, akan membuat pengusaha, mitra pengemudi, dan semua pihak yang terlibat dalam bisnis ini menjadi bingung dan membuat kondisi usaha tidak kondusif.

Perusahaan Taksi White Horse Gandeng Penyedia Sistem On-Demand

Transportasi online sekarang ini menjelma menjadi layanan yang digandrungi masyarakat sekaligus membuat pusing pengusaha taksi konvensional. Salah satu cara yang dilakukan pengusaha taksi konvensional untuk bertahan dalam persaingan adalah dengan mengoptimalkan teknologi atau menggandeng penyedia layanan transportasi online untuk mengoptimalkan armada mereka. Cara inilah yang coba diambil oleh PT Weha Transportasi Indonesia Tbk. (White Horse)  dengan mencoba menjalin kerja sama dengan penyedia layanan transportasi online seperti Go-Jek, Grab dan juga Uber.

Di tahun 2016 ini White Horse berusaha melakukan transformasi dari layanan taksi konvensional menjadi taksi online. Hal ini dikarenakan keuntungan mereka mengalami penurunan yang cukup drastis di periode 2015. Jika di tahun 2014 mereka berhasil mendapat keuntungan sebesar Rp 96,14 miliar di tahun 2015 turun lebih dari separuh menjadi Rp 34,18.

Seperti diberitakan SWA, Direktur Utama White Horse Angreta Chandra mengatakan langkah transformasi yang diambil adalah dengan mengoptimalkan armada non-produktif untuk bisa bekerja sama dengan perusahaan transportasi online.

Idle capacity yang kami miliki bisa dimanfaatkan untuk kerja sama dengan Go-Jek, Grab, atau Uber,” ujarnya.

Sejauh ini di tahun 2016 White Horse telah mengurangi 200 armada taksi dari total 700 armada di tahun sebelumnya. Sekarang komposisi armada taksi White Horse terdiri dari 200 taksi eksekutif dan 300 taksi reguler.

Sebelumnya pada April silam melalui anak perusahaannya PT Panorama Mitra Sarana White Horse telah menjalin kerja sama dengan Go-Car dalam hal penyediaan izin usaha dan izin operasi angkutan sewa atas nama White Horse kepada mitra individu Go-Car.

Cukup menarik melihat berbagai macam strategi perusahaan taksi konvensional atas respons terhadap hadirnya layanan transportasi online. Ada yang memutuskan memperbarui aplikasi mereka agar lebih mudah dan nyaman digunakan, ada pula yang akhirnya menjalin kerja sama dengan penyedia layanan transportasi online. Bentuk manuver seperti ini lebih masuk akal dibanding dengan melakukan demo besar-besaran yang ujung-ujungnya merugikan banyak pihak seperti beberapa waktu lalu.

Langkah yang diambil White Horse ini juga bisa menjadi bukti bahwa regulasi adalah hal yang paling dibutuhkan untuk menjembatani industri konvensional dengan startup yang membawa perubahan melalui teknologi. Diatur untuk sama-sama menguntungkan, baik sesama pelaku bisnis maupun pengguna.