Go-Ventures Rebranding Jadi Argor, Umumkan Dana Kelolaan Baru

Lengan investasi dari GoTo, Go-Ventures, mengumumkan rebranding menjadi Argor Capital Management (Argor), sekaligus umumkan dana kelolaan senilai $240 juta (lebih dari 3,6 triliun Rupiah) dalam bentuk komitmen modal untuk dana kelolaan kedua, serta beberapa fasilitas yang dikelola secara terpisah.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (20/6), dana kelolaan tersebut berasal dari Sovereign Wealth Fund (SWF), investor institusi, korporasi, dan family office yang berasal dari Asia, Timur Tengah, Australia, Eropa, dan Amerika Serikat. Meskipun GoTo tetap menjadi investor di dana kelolaan Argor, strategi dan keputusan investasi Argor tetap dilakukan secara independen.

Argor merupakan nama unik yang berasal dari kombinasi kata ‘ardor (semangat)’, ‘rigor (tegas)’, dan ‘go (maju)’. Nama ini mencerminkan gairah serta semangat kemitraan yang tim kami miliki dalam berinvestasi dan membantu perusahaan-perusahaan portofolio kami di Asia Tenggara mengubah hidup jutaan orang menjadi lebih baik. Meskipun perubahan nama ini dilakukan pada masa ekspansi, kata ‘Go’ pada nama kami menjadi pengingat penting akan kesuksesan serta dukungan kuat yang telah kami terima dari GoTo serta para investor awal sejak perjalanan ini di mulai pada tahun 2018,” kata Partner Argor Aditya Kamath.

Dalam kiprahnya sejak 2018, perusahaan menutup dana kelolaan pertamanya pada 2020 dengan total komitmen sebesar $175 juta. Dana ini telah diinvestasikan di 19 startup regional, yang mana startup tersebut berhasil menggalang pendanaan lanjutan dari investor pihak ketiga dengan total mencapai $1,4 miliar.

Berdasarkan keberhasilan tersebut, Go-Ventures memutuskan untuk mengubah nama menjadi Argor agar memperkuat kemandirian perusahaan, serta memperluas kemampuannya untuk mendorong pertumbuhan perusahaan portofolionya. Meski demikian, Argor menegaskan tetap menjaga hubungan erat yang dimiliki dengan GoTo dan investor-investor perusahaan lainnya.

“Kami sangat berterima kasih kepada para investor yang telah mendukung langkah baru ini. Walau menghadapi tantangan makro secara global, kami tetap optimis dengan potensi yang dimiliki ekosistem teknologi di Asia Tenggara, yang mana didukung oleh konsumsi serta adopsi teknologi di kalangan konsumen dan juga bisnis. Kami akan tetap fokus dalam mencari dan memberikan dukungan kepada startup-startup terbaik di Asia Tenggara.”

Selama dua tahun terakhir, Argor telah secara cepat memperluas kemampuan investasi serta dukungan untuk portofolionya dengan bergabungnya Siddharth Pisharody dan Adrian Foo sebagai Partner. Selain itu, Argor mengalami pertumbuhan ukuran tim sebesar tiga kali lipat. Penambahan anggota tim baru ini termasuk eksekutif industri terkemuka di berbagai bidang seperti teknologi, produk, data science, talenta, dan pemasaran.

Dengan dirampungkannya penggalangan dana teranyar ini, Argor berencana untuk meningkatkan dampak yang diciptakannya terhadap ekosistem teknologi di Asia Tenggara dengan berinvestasi di startup-startup tahap awal dan menengah yang menyasar peluang-peluang pasar besar dan menarik sambil terus mendorong terciptanya dampak sosial yang signifikan.

“[..] Kami akan tetap agnostik dalam menyelusuri sektor industri, dan berfokus pada investasi ke perusahaan-perusahaan dengan jumlah terbatas namun memiliki tingkat keyakinan tinggi yang memberikan hasil bagi investor kami sekaligus mentransformasikan kehidupan masyarakat di Asia Tenggara,” pungkasnya.

Hingga kini, Argor telah mendanai tujuh perusahaan dari permodalan ventura keduanya yang menjangkau berbagai sektor, seperti marketplace B2B, bisnis konsumen berbasis teknologi, platform digitalisasi UKM, teknologi lingkungan, serta sistem keuangan.

Adapun portofolio perusahaan adalah sebagai berikut:

Pickup Coffee (Filipina) Juragan Material
Paper.id Segari
Fairatmos Pluang
AgriAku Food Market Hub (Malaysia)
KitaBeli NOICE
KitaLulus Skuad
Mobile Premier League (India) eFishery
Rebel Foods (India) SafeBoda (Uganda)
Narasi TV Kumparan
Vara (exit,  acquired di 2021) Vietcetera (Vietnam)
PasarPolis Mall91 (India)

Paper.id Dikabarkan Mendapat Pendanaan Seri B Dipimpin Go-Ventures

Paper.id dikabarkan telah merampungkan penggalangan dana lanjutan di putaran seri B. Menurut data yang telah disubmisi ke regulator, putaran ini dipimpin oleh Go-Ventures dan didukung sejumlah investor seperti BM Capital, Skystar Capital, PT Kaya Alam Internasional, Living Lab Ventures, dan Redbadge Pacific.

Investasi yang diperoleh diperkirakan sekitar $12 juta atau sekitar 187 miliar Rupiah. Kami sudah mencoba melakukan konfirmasi ke tim terkait untuk meminta pernyataan.

Pertengahan tahun lalu perusahaan sempat memberikan informasi kepada DailySocial.id bahwa mereka tengah melakukan penggalangan dana Seri B. Co-Founder & CEO Paper.id Jeremy Limman menyebutkan, saat itu perusahaan dalam proses finalisasi dan rencananya dana segar tersebut digunakan untuk mendukung perkembangan produk yang sudah terbukti berkembang pesat selama pandemi ini.

Pendanaan terakhir yang diterima oleh Paper.id adalah tahun 2019 lalu untuk tahapan seri A dari perusahaan fintech Modalku dan Golden Gate Ventures. Awal tahun 2018 mereka juga telah mengantongi pendanaan awal dari Golden Gate Ventures.

Perluas layanan dan kemitraan

Sejak awal pandemi Paper.id mengklaim jumlah pengguna telah berkembang hampir 3x lipat dari sebelumnya. Jumlah invoice yang telah diproses pun mencapai level tertinggi hingga Rp9 triliun lebih, angka tersebut diklaim naik 2x lipat dari periode yang sama di tahun lalu. ​

Saat ini Paper.id memiliki 300 ribu pengguna dan tersebar di lebih dari 300 kota dan kabupaten di Indonesia.

Didirikan pada akhir 2016, Paper.id dapat diintegrasikan dengan sistem ERP perusahaan besar lewat API atau menjadi solusi end-to-end bagi UMKM sehingga menghubungkan dan mendigitalisasikan seluruh proses supply chain.

Paper.id menyediakan berbagai fitur untuk mendukung digitalisasi invoice, pembayaran bisnis dengan berbagai metode salah satunya dengan kartu kredit, penagihan dan pencatatan bisnis dalam satu platform dengan model freemium.

Perusahaan juga telah meluncurkan produk paylater atau Buy Now, Pay Later (BNPL) B2B. Bagi buyer, mereka bisa mendapatkan manfaat berupa perpanjangan tempo. Supplier juga bisa merasakan manfaat lainnya dari produk ini melalui fitur baru bernama “Get Paid Faster”.

Application Information Will Show Up Here

Startup Teknologi Iklim “Fairatmos” Dapat Pendanaan Awal 69 Miliar Rupiah

Fairatmos, startup teknologi karbon lokal, mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $4,5 juta (lebih dari 69 miliar Rupiah) dipimpin Go-Ventures dan Kreasi Terbarukan TBS, lengan investasi dari perusahaan energi lokal Toba Bara Sejahtera. Vertex Ventures SEA and India dan angel investor terkemuka turut serta dalam putaran tersebut.

Dana segar bakal digunakan untuk memperkuat platform dengan menyediakan inovasi digital baru di pasar karbon, menjangkau lebih banyak komunitas dan pengembang proyek, serta memperluas tim di berbagai fungsi, termasuk pakar analitik penginderaan jauh, produk, dan engineer.

Startup yang baru didirikan pada tahun ini berambisi  mendemokratisasi akses ke pasar karbon melalui platform yang mendukung pengembangan proyek penyerapan karbon bagi komunitas, korporasi, dan pihak lain. Selain itu, membantu pengembang proyek dalam aspek pendanaan bersama entitas komersial dan individu.

Di bawah Perjanjian Paris 2015, sebanyak 196 negara mendukung tujuan global untuk mempertahankan kenaikan suhu global sebesar 1,5 derajat Celcius, yang berarti mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 50% pada tahun 2030. 702 perusahaan di seluruh dunia telah menjanjikan nol bersih mereka sasaran, yaitu pertumbuhan yang sangat pesat pada tahun sebelumnya, termasuk di Indonesia.

“Salah satu cara bagi perusahaan untuk memenuhi targetnya adalah dengan mengimbangi emisi mereka melalui kredit karbon,” jelas Founder dan CEO Fairatmos Natalia Rialucky dalam keterangan resmi, Senin (5/12).

Produk Fairatmos

Natalia melanjutkan, mengembangkan proyek penyerapan karbon yang berkualitas tinggi dan terukur bukanlah tugas yang mudah. Terlepas dari potensi yang melimpah bagi Indonesia untuk menjadi penyerap karbon dunia, secara historis hanya ada sedikit proyek di Indonesia, karena ada banyak hambatan teknis dan biaya di muka yang mempersulit masyarakat dan organisasi untuk berpartisipasi.

Fairatmos bertujuan untuk mendemokratisasi akses ke pasar karbon. Misi perusahaan adalah meningkatkan mata pencaharian masyarakat petani kecil melalui pendapatan tambahan dari keterlibatan dalam proyek karbon dan mengurangi degradasi ekosistem di sekitarnya. Fairatmos sedang membangun solusi inovatif yang membantu masyarakat, pemilik aset, dan pengembang proyek untuk merancang dan memverifikasi proyek karbon, selain itu memberikan panduan teknis dan studi pra-kelayakan digital gratis.

Produk pertamanya adalah Digital Pre-Feasibility Study (Pre-FS) untuk penyerapan karbon melalui konservasi mangrove. Platform tersebut membantu proses verifkasi karbon dengan ringkas yang mencakup identifikasi, standardisasi, dan pemilihan metodologi, hingga pengecekan kelayakan proyek berdasarkan metodologis.

Menurut Natalia, dengan proses biasa dapat memakan waktu 60 hari sehingga memerlukan biaya yang tinggi. Sementara dengan platform Pre-FS ini dapat dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari secara gratis.

Platform Pre-FS dibangun dengan teknologi Remote Sensing dan Machine Learning yang diklaim dapat memprediksi potensi proyek penyerapan karbon secara tepat. Dalam pengembangan, Fairatmos selalu merujuk pada basis data yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti National Forest Reference Emission Level for Forest Deforestation and Forest Degradation yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Beberapa proyek Digital Pre-FS yang sedang dijalankan oleh Fairatmos termasuk di antaranya program restorasi bakau di Muara Badak Ulu, pedesaan Handil Terusan di Kalimantan Timur, dan program restorasi bakau di Cilacap, Desa Ujungalang di Jawa Barat.

“Seluruh proyek ini mengikutsertakan komunitas petani dan inisiatif bisnis lokal. Tujuan untuk memperbaiki ekosistem lingkungan seperti wanatani dan bakau, melestarikan habitat natural seperti pohon bakau, membuat peluang turisme dengan ekoturisme, dan memfasilitasi inisiatif bisnis lokal dalam produk bakau,” tutur Natalia seperti dikutip secara terpisah dari SWA.

Di masa mendatang, Fairatmos berencana untuk menghubungkan pengembang dengan perusahaan dan individu yang ingin mengimbangi mereka emisi karbon sebagai bagian dari tujuan net-zero mereka. Dalam waktu kurang dari satu tahun beroperasi, Fairatmos telah mendapatkan daya tarik yang kuat dan bekerja dengan lebih dari 40 pengembang proyek di beberapa proyek penyerapan karbon di hutan bakau, hutan dan pertanian.

“Dengan tutupan hutan lebih dari 126 juta hektar, Indonesia secara global dikenal sebagai ‘paru-paru dunia’. Potensi pasar karbon di Indonesia sangat besar, dengan nilai $565 miliar nilai ekonomi karbon,” kata Partner Go-Ventures Aditya Kamath.

Sebelumnya hubungan bisnis antara Go-Ventures (dalam hal ini GoTo Group) dengan Kreasi Terbarukan TBS di bidang energi terbarukan sudah terjalin sejak pembentukan perusahaan patungan PT Energi Kreasi Bersama, bersama PT Rekan Anak Bangsa. Perusahaan ini bergerak kendaraan motor listrik, termasuk perakitan, perdagangan, pembiayaan, perakitan baterai hingga menyediakan stasiun penukaran baterai.

Fairatmos telah bermitra erat dengan pemerintah Indonesia untuk mengikuti panduan peraturan dalam mengembangkan proyek karbon. Perusahaan terpilih sebagai mitra resmi inisiatif netral karbon pada KTT B20 baru-baru ini pada November 2022, forum dialog resmi komunitas bisnis global G20.

Fairatmos dipimpin oleh tim pendiri yang kuat, dengan pengalaman  dan rekam jejak yang terbukti dalam iklim dan keberlanjutan. Natalia Rialucky, memiliki lebih dari 10 tahun pengalaman memimpin inisiatif keberlanjutan untuk berbagai proyek pertanian dan iklim. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Chief Strategy and Social Impact Officer di TaniHub dan Head of Social Impact di Boston Consulting Group.

Perusahaan baru-baru ini mengangkat Karida Niode sebagai Head of Climate Solutions, yang sebelumnya adalah Konsultan di sebuah perusahaan ESG  berbasis di New York dan perusahaan multinasional lainnya untuk manajemen ESG; Aruna Pradipta sebagai VP of Growth and Partnerships, sebelumnya bekerja di Systemiq memimpin berbagai proyek dalam pengelolaan hutan dan masyarakat; Fredric Tanuwijoyo, sebagai VP of Strategy and Project Development, sebelumnya menjadi konsultan di McKinsey.

“Ke depan, kami bertujuan untuk terus mendobrak hambatan dan mengembangkan inovasi teknologi untuk platform kami yang akan memungkinkan akses yang lebih besar ke modal dan keahlian teknis untuk proyek penyerapan karbon,” tutupnya.

Go-Ventures Pimpin Pendanaan Seri A “Skuad”, Startup HRIS Pekerja Remote

Startup SaaS penyedia solusi manajemen karyawan (HRIS) untuk pekerja remote “Skuad” mengumumkan perolehan pendanaan seri A yang dipimpin oleh lengan investasi GoTo, Go-Ventures. Sejumlah investor lain seperti Beenext, Anthemis, Boleh Capital, dan angel investor turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Keterlibatan Go-Ventures tentunya menambah daftar portofolio startup asal luar Indonesia, setelah Safeboda (Uganda), Leanerbly (Inggris), Mobile Premier League (India), Mall91 (India), dan lainnya.

Skuad adalah startup HRIS asal Singapura yang didirikan pada 2020. Startup ini berfokus pada penyederhanaan proses menemukan dan mengelola talenta global sembari menghilangkan friksi-friksi yang ada. Hal tersebut memungkinkan perusahaan untuk membangun tim terdistribusi dengan mempekerjakan talenta global, tanpa mendirikan badan hukum di pasar baru. Layanannya mencakup orientasi, penggajian, tunjangan, pajak, dan kepatuhan lokal.

“Kami memulai Skuad karena kami menyadari bahwa bakat ada di mana-mana, tetapi peluang tidak. Dengan kompleksitas perekrutan di pasar luar negeri dan pembayaran lintas batas, perusahaan merasa sulit untuk menemukan dan merekrut bakat yang tepat dan membangun tim global,” ucap Founder dan CEO Skuad Sundeep Sahi dalam keterangan resmi seperti yang dikutip dari e27.

Solusi Skuad

Sahi menjelaskan, misi skuad adalah mengatasi tidak efisiensinya pasar perekrutan, dengan menyesuaikan antara peningkatan jumlah orang yang dapat kerja di mana saja dengan pemberi kerja yang membutuhkan jasa mereka.

Ada dua solusi yang ditawarkan Skuad, yakni membantu klien menemukan  talenta dan mengelola ketenagakerjaan untuk organisasi. Sehingga tidak perlu khawatir tentang regulasi, pajak, penggajian, dan aturan lokal lainnya.

Distribusi talenta terbaik, sambungnya, tidaklah merata. Secara sederhana, ekonomi di negara maju memiliki terlalu sedikit orang untuk mengisi terlalu banyak peran yang membutuhkan keterampilan khusus. Sementara, di negara berkembang, kondisinya terbalik. “Dalam hal ini, pengusaha ekonomi maju perlu membangun tim terdisitribusi dengan orang-orang berbakat yang tinggal dan bekerja di negara berkembang.”

Solusi yang ditawarkan Skuad bisa dibilang mendapat respons positif dari pasar. Dalam dua tahun terakhir, Skuad telah menjaring pengguna dari kalangan perusahaan yang tersebar di 34 negara (sekitar 50% di antaranya datang dari Amerika Utara dan Eropa) dan talenta di 94 negara (sekitar 80% dari negara berkembang).

Kemudian, memproses $120 juta pembayaran tahunan dalam 50 mata uang di seluruh dunia, dan mencatatkan kenaikan ARR (Annual Recurring Revenue) 3x lipat sejak Januari 2022. Sejumlah klien Skuad yang berasal dari Indonesia di antaranya Amartha, Akseleran, Funding Societies, dan Sayurbox.

Perusahaan akan melipatkagandakan pencapaiannya tersebut dengan mengambil sejumlah rencana strategis. Salah satunya, mengakuisisi Codejudge, platform penilaian bakat berbasis data yang mengotomatiskan proses wawancara. Nilai lebih yang ditawarkan tentunya akan memperkuat kemampuan perekrutan di Skuad. Disebutkan akuisisi terhadap startup berbasis di Amerika Serikat ini masih dalam tahap penyelesaian.

Agriaku Secures Series A Funding Worth of 520 Billion Rupiah

The agritech startup, Agriaku, announced a Series A funding round of $35 million (approximately 520 billion Rupiah) led by Alpha JWC Ventures. Previous investors, including MDI Growth (ARISE, Centauri, and MDI) and Go-Ventures participated in this round, along with new investors, BRI Ventures, and Mandiri Capital Indonesia.

In addition, Agriaku added the list of strategic investors, such as Gentree Fund, K3 Ventures, and public company Thai Wah, which will help the company’s international expansion in the future. Alto Partners, InnoVen Capital, and Mercy Corps Social Ventures Fund also participated in the latest round.

On the same occasion, Agriaku also welcomed two new figures in its leadership ranks, Abraham Seodjito (CSO) and Valmik Mirani (CCO). Abraham previously worked at Traveloka Thailand as Chief Product Officer of Financial Services. Meanwhile, Mirani is Assistant Vice President at Paytm and Vice President for Marketplace Strategy Office at Tokopedia. These two leaders will strengthen technology-based solutions and operational performance at Agriaku.

In an official statement, some Agriaku investors also have a statement. Alpha JWC Ventures’ partner, Eko Kurniadi said that agriculture is one of the biggest contributors to the Indonesian economy, but this sector still faces many inefficiencies, including in the supply chain.

Agriaku is best positioned to empower Toko Tani by securing a consistent supply of agricultural tools at transparent prices, expanding its supplier network, and providing the necessary financing to grow its business. “We are happy to collaborate and be a part of Agriaku’s journey,” he said, Monday (11/7).

ARISE’s Partner, Aldi Adrian Hartanto added, “It was an honor to witness the extraordinary execution by the Agriaku team from day one. We are proud to continue to support the team for the third time and beyond to empower more Toko Tani and other agricultural stakeholders across the archipelago.”

Agriaku product

Source Agriaku

Agriaku was founded by Irvan Kolonas and Danny Handoko in May 2021. This startup aims to increase farmers’ productivity and income backed by technology. This is because the agricultural sector in this country contributes 13.7% of GDP 2020. However, the upstream agricultural market is highly fragmented with an unorganized value chain.

“The fragmented upstream agriculture industry makes it difficult for farmers, suppliers, and retailers to get what they need on time, resulting in frequent supply and price volatility. In addition, they also have problems with low manual work efficiency, inadequate logistics services, and limited access to financing,” Agriaku’s Co-founder and President, Irvan Kolonas said.

In overcoming these problems, Agriaku provides a B2B marketplace platform, connecting producers and suppliers so that they can provide farming tools directly to retailers (Toko Tani) at competitive prices. Furthermore, Toko Tani will distribute the products directly to farmers. Agriaku has two applications, Agria Aku Mitra App (to serve Farmers’ Shops) and Agriaku Seller Web (for suppliers).

It is said that Agriaku is now available in more than 500 cities in Java, Sumatra, and Sulawesi. The company is to expand services, establishing its position as a provider of comprehensive agribusiness solutions. The fresh funds will be used to expand Toko Tani’s network and its distributors, also the product and technology team, therefore, they can continue to innovate.

Irvan said AgriAku will focus on optimizing the economic unit and expanding revenue with innovation through value-added services, including logistics and financing to distributors and manufacturers to help them grow operationally with the AgriAKU platform. “We will strengthen market penetration by expanding toko tani and distributor networks, as well as business expansion to provide agricultural products.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup Pertanian Agriaku Peroleh Pendanaan Seri A 520 Miliar Rupiah

Startup agritech Agriaku mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $35 juta (sekitar 520 miliar Rupiah) dipimpin Alpha JWC Ventures. Investor sebelumnya, yakni MDI Growth (ARISE, Centauri, dan MDI) dan Go-Ventures berpartisipasi dalam putaran ini, bersama investor baru, BRI Ventures dan Mandiri Capital Indonesia.

Tak hanya itu, Agriaku turut menambah kehadiran investor strategis, seperti Gentree Fund, K3 Ventures, dan perusahaan publik Thai Wah, yang ke depannya akan membantu ekspansi internasional perusahaan. Alto Partners, InnoVen Capital, dan Mercy Corps Social Ventures Fund turut serta dalam putaran terkini.

Pada saat yang bersamaan, Agriaku juga menyambut dua sosok baru dalam jajaran kepemimpinannya yakni Abraham Seodjito (CSO) dan Valmik Mirani (CCO). Abraham sebelumnya bekerja di Traveloka Thailand sebagai Chief Product Officer Financial Services. Sementara Mirani adalah Assistant Vice President di Paytm dan Vice President untuk Marketplace Strategy Office di Tokopedia. Kedua sosok ini akan memperkuat solusi berbasis teknologi dan kinerja operasional di Agriaku.

Dalam keterangan resmi, sejumlah investor Agriaku turut memberikan pernyataannya. Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi menyampaikan, pertanian adalah salah satu kontributor terbesar perekonomian Indonesia, namun sektor ini masih menghadapi banyak inefisiensi, termasuk di rantai pasoknya.

Agriaku memiliki posisi terbaik untuk memberdayakan Toko Tani dengan mengamankan pasokan alat pertanian secara konsisten dengan harga yang transparan, memperluas jaringan pemasok mereka, dan menyediakan pembiayaan yang diperlukan untuk mengembangkan usaha mereka. “Kami senang dapat bermitra dan menjadi bagian dari perjalanan Agriaku,” ucapnya, Senin (11/7).

Partner ARISE Aldi Adrian Hartanto menambahkan, “Merupakan suatu kehormatan untuk menyaksikan eksekusi yang luar biasa oleh tim Agriaku sejak hari pertama. Kami bangga dapat terus mendukung tim untuk ketiga kalinya dan seterusnya untuk memberdayakan lebih banyak Toko Tani dan pemangku kepentingan pertanian lainnya di seluruh nusantara.”

Produk Agriaku

Sumber: AgriAku

Agriaku didirikan oleh Irvan Kolonas dan Danny Handoko pada Mei 2021. Startup ini memiliki misi ingin meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani dengan bantuan teknologi. Pasalnya, sektor pertanian di negara ini kontribusinya sebesar 13,7% dari PDB 2020. Namun, pasar pertanian hulu sangat terfragmentasi dengan rantai nilai yang tidak terorganisir.

“Industri hulu pertanian yang terfragmentasi mempersulit petani, pemasok, dan pengecer untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan tepat waktu yang mengakibatkan seringnya terjadi ketidakstabilan pasokan dan harga. Selain itu, mereka juga menghadapi masalah rendahnya efisiensi kerja manual, layanan logistik yang tidak memadai, serta terbatasnya akses pembiayaan,” ucap Co-founder dan President Agriaku Irvan Kolonas.

Dalam mengatasi masalah-masalah tersebut, Agriaku menyediakan platform B2B marketplace, menghubungkan produsen dan pemasok agar dapat menyediakan langsung alat tani ke pengecer (Toko Tani) dengan harga kompetitif. Kemudian Toko Tani akan mendistribusikan langsung produk ke para petani di lapangan. Agriaku memiliki dua aplikasi, yaitu AgriaAku Mitra App (untuk melayani Toko Tani) dan AgriAku Seller Web (untuk supplier).

Diklaim, Agriaku kini telah hadir di lebih dari 500 kota di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Perusahaan akan menambah layanannya, menjadikan posisinya sebagai penyedia solusi agribisnis yang komprehensif. Dana segar yang diperoleh juga akan dimanfaatkan untuk perluas jaringan Toko Tani dan distributornya, memperluas tim produk dan teknologi agar dapat terus berinovasi.

Menurut Irvan, AgriAku akan fokus pada optimalisasi unit ekonomi dan memperluas pendapatan dengan berinovasi dalam menawarkan layanan-layanan yang bernilai tambah, seperti logistik dan pembiayaan kepada para distributor dan produsen untuk membantu mereka berkembang dari segi operasional dengan platform AgriAku. “Kami juga akan memperkuat penetrasi pasar di perluasan toko tani dan jaringan distributor, serta ekspansi bisnis seperti penyediaan hasil pertanian.”

Application Information Will Show Up Here

Platform Lowongan Kerja KitaLulus Tutup Pendanaan Seri A, Segera Ekspansi Bisnis

KitaLulus, platform lowongan kerja berorientasi komunitas, hari ini (24/5) mengumumkan perolehan pendanaan seri A dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin oleh Tiger Global. Selain itu, Goodwater Capital, Rocketship.vc, Indogen Capital, FEBE Ventures, dan Go-Ventures turut berpartisipasi dalam putaran ini..

Putaran ini diraih selang kurang dari tiga bulan sejak diumumkan perolehan pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh Go-Ventures.

Perusahaan akan memanfaatkan dana segar ini untuk tiga hal. Yakni, menskalakan platform teknologinya; membangun tim produk dan teknik kelas dunia; dan memperluas posisi terdepan pasarnya di Indonesia dengan merambah ke 20 kota baru, seperti Balikpapan, Kediri, dan Cirebon. Saat ini KitaLulus hadir di 15 kota di seluruh Indonesia.

Diklaim, perolehan dana segar ini didukung oleh traksi kuat yang berhasil dicapai KitaLulus dibandingkan pemain sejenisnya dalam waktu enam bulan sejak diluncurkan pertama kali di tahun lalu. Terdapat lebih dari satu juta pengguna aktif yang menggunakan KitaLulus untuk mencari pekerjaan, meningkatkan keterampilan, dan jaringan.

Platform ini memfasilitasi hampir dua juta lamaran pekerjaan yang memenuhi syarat setiap bulan, dengan lamaran pekerjaan meningkat dua kali lipat dari bulan ke bulan sejak diluncurkan. Berbagai perusahaan berbondong-bondong bergabung dengan KitaLulus dan rata-rata menemukan kandidat yang cocok dalam tiga hari. Nama-namanya, mulai dari Shipper, Mustika Ratu, Japfa Group, Segari dan Trans F&B.

“[..] Seluruh tim kami bekerja sangat keras untuk mengikuti pertumbuhan yang cepat ini, dan memastikan pemberi kerja dan pengguna senang. Ini termasuk memperkuat tim produk dan teknik kami di Indonesia untuk membangun platform yang sangat skalabel untuk melayani jutaan pengguna”, kata Co-Founder KitaLulus Wei Chuan Chew (Wibowo) dalam keterangan resmi.

Platform berbasis komunitas

KitaLulus adalah platform pekerjaan berorientasi komunitas pertama yang disetujui oleh Kementerian Tenaga Kerja di Indonesia. Melalui platform, pengguna dapat membuat profil, melihat pekerjaan yang tersedia, mengikuti tes penyaringan singkat, dan melakukan kontak langsung dengan calon pemberi kerja melalui WhatsApp.

Pengguna juga dapat bergabung dengan komunitas profesional atau pendidikan yang relevan di mana mereka dapat terlibat satu sama lain, bertukar catatan untuk tampil lebih baik dalam wawancara, dan berbagi kiat untuk meningkatkan pekerjaan mereka.

Selain itu, KitaLulus memungkinkan pengguna untuk mengambil kursus online untuk mempersiapkan diri mereka menghadapi ujian pemerintah dan profesional, dengan ribuan siswa yang membayar telah mendapat manfaat dari kursus di platform.

Co-Founder KitaLulus Stevien Jimmy menambahkan, Indonesia memiliki salah satu populasi usia kerja terbesar di dunia. Sayangnya, banyak orang kehilangan pekerjaan selama pandemi. Dengan tingkat perekrutan yang mulai bangkit, semua bisnis pun turut mempekerjakan kembali. Timnya berkomitmen untuk membangun KitaLulus demi membantu Indonesia kembali bekerja dengan memungkinkan orang untuk memperluas jaringan, meningkatkan keterampilan, dan menemukan pekerjaan impian mereka.

“Seiring waktu, kami juga bercita-cita untuk memberi mereka akses ke layanan keuangan dasar. Solusi tradisional termasuk media sosial, papan pekerjaan, dan agen perekrutan sama sekali tidak cocok untuk memecahkan tantangan yang dihadapi oleh massa”, kata Stevien.

“Kami terkesan dengan pertumbuhan organik KitaLulus yang kuat. KitaLulus berada di posisi yang tepat untuk membangun platform pekerjaan yang menentukan kategori di Indonesia, pasar internet terbesar ke-4 di dunia, dan kami sangat antusias untuk bermitra dengan mereka,” tambah Partner Tiger Global Griffin Schroeder.

Platform lowongan kerja di Indonesia

Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah banyak platform lowongan kerja yang menawarkan layanan perekrutan dengan nilai tambah yang berbeda. Misalnya Kalibrr yang menggabungkan platform perekrutan berbasis AI dan layanan employer branding untuk membantu perusahaan menunjukkan nilai-nilai mereka, menarik kandidat tepat, dan merealisasikan proses yang mulus.

Untuk pemain lokal juga ada beberapa platform yang menangani kebutuhan serupa seperti Urbanhire, Ekrut, Nusatalent, dan beberapa lainnya. Selama pandemi mereka juga cukup aktif membantu perusahaan untuk melakukan digitalisasi sistem HR. Misalnya, Urbanhire, kini mereka tidak hanya memosisikan diri sebagai portal lowongan pekerjaan saja, tetapi HR technology dan talent solutions, berkat kemitraan strategisnya dengan Mercer.

Sementara dengan pendekatan berbasis komunitas, Atma juga belum lama ini meluncur dengan fokus di kalangan blue collar. Debut mereka turut diiringi pendanaan pre-seed 73 miliar Rupiah dari sejumlah investor strategis.

Application Information Will Show Up Here

NOICE Umumkan Pendanaan Seri A 316 Miliar Rupiah Dipimpin Northstar

Hari ini (22/4), NOICE mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $22 juta atau setara 316 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Northstar dan diikuti oleh para investor sebelumnya, yaitu Alpha JWC, Go-Ventures, dan Kinesys. Capaian ini akan mendukung ambisi perusahaan menjadi platform audio terbesar di Indonesia melalui percepatan akuisisi konten serta pengembangan platform teknologi audio kreator.

Sebelumnya NOICE telah menutup putaran pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan Go-Ventures pada 2021 lalu. Belum lama ini, perusahaan juga mendapat dukungan investasi strategis dari RANS Entertainment milik Raffi Ahmad dan Nagita Slavina.

Menurut dari total perolehan yang ada, diperkirakan valuasi NOICE telah mencapai setingkat Centaur (di atas $100 juta).

Dirancang semula sebagai platform radio streaming, NOICE mulai memperlebar segmen layanannya dengan merambah pada konten audio on-demand. NOICE berdiri di bawah naungan PT Mahaka Radio Digital pada 2018 yang merupakan perusahaan patungan milik PT Mahaka Radio Integra Tbk (IDX: MARI) dan PT Quatro Kreasi Indonesia. Adapun Quatro adalah hasil konsorsium perusahaan rekaman di Indonesia, antara lain Musica, Aquarius, My Music, dan Trinity.

Dalam persaingan dengan pemain lokal dan global di industri platform audio streaming, NOICE mengedepankan strategi hyperlocal sebagai bagian dari hipotesis perusahaan yang ingin menjadi rumah konten audio di Indonesia. Sebelumnya, perusahaan juga telah mengenalkan NOICE Live, fitur social networking dalam format audio yang memungkinkan interaksi real-time antara kreator, pendengar, musisi, fans, hingga expert.

“Investasi ini akan kami gunakan untuk mengembangkan komunitas kreator, platform teknologi, dan memperluas cakupan konten audio series untuk menghadirkan cerita-cerita terbaik Indonesia dari komunitas penulis lokal dan mengadaptasinya ke dalam format audio. Kami telah menguji coba format baru ini dan melihat hasil interaksi dan retensi yang sangat menjanjikan. Ini benar-benar ruang baru yang menarik untuk dijelajahi dan memiliki banyak sekali potensi,” ujar CEO NOICE Rado Ardian.

Meluncurkan Noicemaker Studio

Prospek industri konten di Indonesia kian populer dengan semakin menjamurnya kreator yang menciptakan ragam karya melalui berbagai platform. Di tengah pandemi Covid-19, saat banyak sektor usaha turun, ekonomi kreatif melalui kreator konten justru menjadi peluang bagi generasi muda untuk terus berkarya.

Hal ini dilihat sebagai peluang oleh NOICE, perusahaan rintisan teknologi asal Indonesia yang berfokus untuk menghadirkan platform konten audio terlengkap. Dirancang semula sebagai platform radio streaming, NOICE mulai memperlebar segmen layanannya dengan merambah pada konten audio on-demand.

NOICE resmi menghadirkan “Noicemaker Studio”, sebuah ruang digital tanpa batas bagi para kreator untuk dapat mengoptimalkan karya mereka di industri konten audio tanah air. Melalui kanal ini, semua konten kreator dari seluruh daerah di Indonesia dapat menghadirkan karya mereka, khususnya podcast, ke dalam aplikasi NOICE dan menjangkau audiens secara lebih luas melalui jaringan ekosistem perusahaan.

Rado menjelaskan bahwa Noicemaker Studio memungkinkan para konten kreator (Noicemaker) memasukkan konten podcast mereka ke aplikasi NOICE dengan mudah, serta memiliki akses langsung ke dasbor akun kreator NOICE untuk melihat performa karya mereka secara detail. Hal ini secara langsung akan memudahkan mereka untuk mendapatkan berbagai insight menarik yang tentunya akan mendorong kualitas karya mereka ke depan.”

Platform Noicemaker Studio dapat diakses oleh semua kreator tanpa terkecuali. Akan dilakukan screening berkala setiap minggunya untuk memonitor kualitas konten podcast. Selain itu, untuk melindungi sekaligus memastikan kualitas konten tetap terjaga, NOICE juga menghadirkan fitur report bagi pengguna untuk melaporkan jika ada konten yang dirasa vulgar atau tidak layak tayang.

Untuk mulai menggunakan platform ini, kreator dapat mengakses Noicemaker Studio melalui halaman website dan mendapatkan akses untuk menghadirkan konten mereka di NOICE dengan cara memasukkan tautan RSS podcast mereka ke halaman website tersebut. Selain para kreator baru, Noicemaker Studio juga dapat dimanfaatkan oleh para kreator terdaftar untuk melihat performa dari berbagai konten yang mereka hadirkan.

Co-founder & CBO NOICE Niken Sasmaya mengungkapkan “Noicemaker Studio merupakan langkah awal yang kami hadirkan untuk mengembangkan potensi konten kreator yang bergabung dan tumbuh di dalam ekosistem NOICE. Noicemaker Studio sendiri merupakan bagian dari Noicemaker Club Program (NCP), sebuah program terintegrasi yang dihadirkan NOICE untuk mendukung para konten kreator untuk tumbuh dan berkembang seiring dengan kesuksesan performa konten mereka.”

Program ini diharapkan bisa melampaui segala batasan bagi para kreator untuk memperkenalkan dan mempopulerkan karya mereka ke masyarakat secara luas. “Siapapun bisa jadi konten kreator dan podcaster. Dengan hampir 2 juta pendengar NOICE yang terus bertumbuh, kami yakin hal ini akan sangat membantu dalam mewujudkan komitmen NOICE untuk memajukan industri konten audio di tanah air, sejalan dengan posisi kami saat ini sebagai produsen IP (intellectual property) konten audio terbesar di Indonesia ,” ungkap Niken.

Application Information Will Show Up Here

Go-Ventures Leads 86 Billion Rupiah Pre Series A Funding for Agritech Startup AgriAku

Agritech startup focused on supply chain solutions, AgriAku, announced a Pre-Series A funding of $6 million or more than 86 billion Rupiah led by Go-Ventures. The previous investor, MDI Arise also participated, followed by MDI Centauri, Mercy Corps Social Venture Fund, and several business angels.

The company plans to use this fresh fund on three purposes; Hiring more talents in the operations, supply chain, product and technology areas; Strengthen the penetration of agri-supply B2B marketplaces across the country; and Growing innovation and capability of the product ecosystem to improve the agricultural value chain in Indonesia.

Indonesia’s agricultural industry is considered to have a significant contribution to the economy, around 13.5% of GDP. However, the upstream agricultural market is highly fragmented with unorganized value chains for agricultural supplies such as seeds, fertilizers and chemicals. Farmers, suppliers and retailers are facing the same problems – supply and price instability, inefficient manual workflows, and limited access to formal finance.

“AgriAku’s B2B input market platform is ideally positioned to increase price transparency and market access for all stakeholders in the agricultural input sector. Over time, we hope that AgriAku can significantly increase farmer productivity and improve farmers’ standard of living,” Go-Ventures’ Partner , Aditya Kamath said.

AgriAku, founded by Irvan Kolonas and Danny Handoko in 2021, holds a mission to create a transparent network between all stakeholders in the agricultural product supply chain system. They’re using an approach that builds a market called “Toko Tani”, directlu connected with first-tier producers or distributors. This method is claimed to allow farmers have a complete catalog of agricultural products at a much more affordable price.

In late February 2022, the company officially introduced an update for the AgriAku untuk Mitra app on the Google Play Store. This platform provides the most complete range of agricultural products compared to the common farmer shops, ranging from seeds, medicines and nutrients, fertilizers and agricultural tools. With Agriaku’s reporting and cash register system, agents can also make accurate digital records to simplify work and accelerate business development.

Agri Aku is not the first agritech funded by the Gojek’s investment arm. Previously, Go-Ventures also led the follow-on funding of Segari online grocery and several startups with similar business models, including eFishery (Fresh), FoodMarketHub, and KitaBeli. This strategic action has proven Gojek’s mission to strengthen the online grocery line.

Indonesia’s agritech startups

For hundreds of years, Indonesia has been known as an agricultural region and has exported many commodities and foodstuffs around the world. However, the agricultural industry is still considered not to provide a fair opportunity for farmers to improve their quality of life and business to date. As the world’s population increases to 8 billion, with Indonesia contributing around 280 million, the role of the agricultural sector will be even greater to meet the growing human needs.

In a publication entitled “Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration”, Arise highlighted four main pain points in the agricultural value chain. These are limited access to capital, fragmented and inefficient supply chains, lack of access to technology, and price uncertainty due to climate change.

While this sector held enormous potential, its value could exceed $500 billion of global GDP by 2030. Asia Pacific alone is projected to contribute 8.2% of the total value. On this trend, investment for Argitech continues to increase from year to year worldwide. In 2020, there were approximately 834 funding deals, accounting for more than $6.7 billion.

Some of the agritech players are getting more popular in this country and getting listed as a soonicorn, including Tanihub, Eden Farm, Aruna, and eFishery. The newcomer, Semaai has also secured fresh funding from Surge and Beenext.

Ekosistem solusi digital untuk sektor pertanian / Arise


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Go-Ventures Pimpin Pendanaan Pra Seri A 86 Miliar Rupiah untuk Startup Agritech AgriAku

Startup agrikultur yang fokus pada solusi rantai pasok, AgriAku, mengumumkan perolehan pendanaan Pra-Seri A senilai $6 juta atau lebih dari 86 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Go-Ventures. Investor sebelumnya, MDI Arise juga turut berpartisipasi, diikuti MDI Centauri, Mercy Corps Social Venture Fund, dan beberapa angel investor.

Dana segar ini rencananya akan digunakan perusahaan untuk tiga hal; Mengembangkan tim secara agresif di bidang operasional, supply chain, produk dan teknologi; Memperkuat penetrasi marketplace B2B agri-pasok di seluruh penjuru negeri; serta Memperkaya inovasi dan kapabilitas dari ekosistem produk demi meningkatkan rantai nilai agrikultur di Indonesia.

Industri pertanian Indonesia dinilai memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian, sekitar 13,5% dari PDB. Namun, pasar pertanian hulu sangat terfragmentasi dengan rantai nilai yang masih belum tertata untuk pasokan pertanian seperti benih, pupuk, dan bahan kimia. Baik petani, pemasok, maupun pengecer menghadapi masalah yang sama – ketidakstabilan pasokan dan harga, alur kerja manual yang tidak efisien, serta akses terbatas ke pembiayaan formal.

“Platform pasar input B2B AgriAku diposisikan secara ideal untuk meningkatkan transparansi harga dan akses pasar bagi semua pemangku kepentingan di sektor input pertanian. Seiring berjalannya waktu, kami berharap AgriAku dapat meningkatkan produktivitas petani secara signifikan dan meningkatkan taraf hidup petani,” ungkap Partner Go-Ventures Aditya Kamath.

AgriAku, yang didirikan oleh Irvan Kolonas dan Danny Handoko di tahun 2021,  memiliki misi menciptakan sebuah jaringan yang transparan antara semua pemangku kepentingan dalam sistem rantai pasok produk pertanian. Salah satu pendekatannya, mereka membangun pasar yang disebut sebagai “Toko Tani”, terhubung dengan produsen atau distributor tingkat pertama. Cara ini diklaim memungkinkan petani mendapatkan katalog produk pertanian yang lengkap dengan harga yang jauh lebih terjangkau.

Di akhir bulan Februari lalu, perusahaan resmi memperkenalkan pembaruan aplikasi AgriAku untuk Mitra di Google Play Store. Platform ini menyediakan rangkaian saprotan terlengkap dibanding toko tani biasa, mulai dari benih, obat-obatan dan nutrisi, pupuk dan juga alat pertanian. Dengan sistem pencatatan dan kasir AgriAku, agen juga dapat membuat rekaman digital akurat sehingga bisa mempermudah pekerjaan dan mempercepat perkembangan bisnis.

AgriAku bukanlah startup agrikultur pertama yang didanai unit investasi Gojek ini. Sebelumnya, Go-Ventures juga memimpin pendanaan lanjutan startup online grocery Segari dan beberapa startup yang memiliki model bisnis serupa, termasuk eFishery (Fresh), FoodMarketHub, dan KitaBeli. Aksi strategis ini memantapkan usaha Gojek untuk memperkuat lini online grocery.

Startup agrikultur di Indonesia

Selama ratusan tahun, Indonesia dikenal sebagai wilayah agraris dan telah mengekspor banyak komoditas dan bahan makanan ke seluruh dunia. Namun, hingga saat ini, industri agrikultur masih dianggap tidak memberikan kesempatan yang adil bagi para petani untuk meningkatkan kualitas hidup dan bisnis mereka. Seiring populasi dunia yang meningkat hingga 8 miliar, dengan Indonesia menyumbang sekitar 280 juta, peran sektor pertanian akan semakin besar untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terus berkembang.

Dalam publikasi bertajuk “Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration”, Arise menyoroti  empat pain points utama dalam value chain pertanian. Yakni keterbatasan akses ke permodalan, rantai pasok yang terfragmentasi dan kurang efisien, minimnya akses ke teknologi, dan ketidakpastian harga akibat perubahan iklim.

Sementara sektor ini memiliki potensi industri yang sangat besar, nilainya bisa melebihi $500 miliar terhadap GDP global di tahun 2030 mendatang. Asia Pasifik sendiri berpotensi menyumbangkan 8,2% dari nilai total tersebut. Melihat tren tersebut, di kancah global investasi untuk startup argitech juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2020, terdapat sekitar 834 kesepakatan pendanaan, membukukan lebih dari $6,7 miliar.

Beberapa pemain agritech yang namanya sudah populer di tengah masyarakat Indonesia dan jadi soonicorn termasuk Tanihub, Eden Farm, Aruna, dan eFishery. Pemain baru Semaai juga bulan lalu membukukan dana segar dari Surge dan Beenext.

Ekosistem solusi digital untuk sektor pertanian / Arise
Application Information Will Show Up Here