Pelaku Industri Bahas Permasalahan Sektor E-Commerce di Indonesia Tahun 2016

Banyak catatan menarik yang didapatkan dalam acara yang digelar oleh idEA, yaitu Diskusi “@5minutes for E-Commerce 2016”. Acara yang dibuka Ketua Umum idEA Daniel Tumiwa menyoroti kemajuan yang dialami di sektor e-commerce dalam 5 tahun terakhir. Dalam sambutannya Daniel juga memberikan apresiasi kepada pemerintah yang saat ini sudah merampungkan peta jalan e-commerce.

“Sejak awal saya bertemu dengan Chief Rudiantara (Menkominfo) beliau menanyakan apa yang bisa saya lakukan dalam hal ini pemerintah, kemudian setelah proses yang panjang lahir juga roadmap e-commerce ini,” kata Daniel.

Dalam acara yang digagas oleh idEA, masing-masing nara sumber yang berjumlah 15 orang diminta untuk memberikan presentasi terkait dengan kinerja serta kontribusi perusahaan mereka di sektor e-commerce di Indonesia.

Mulai dari isu utama yang merupakan tantangan terbesar bagi industri e-commerce di Indonesia pada masa awal yaitu kepercayaan pelanggan, hingga perlunya riset yang komprehensif serta akurat terkait dengan kemajuan industri UKM dan e-commerce di Indonesia, dan pembahasan mengenai pentingnya dibangun National Internet Backbone yang hingga saat ini masih minim dan kalah jauh dengan negara lainnya di Asia Tenggara.

Pembahasan tersebut diberikan secara lugas oleh nara sumber yang merupakan pelaku e-commerce, startup, peneliti, pengajar, hingga lembaga dan perusahaan.

Hal-hal terkait lainnya yang turut dibahas dalam forum diskusi tersebut adalah, masih mahalnya pengiriman logistik dari kota di luar Jabodetabek, masih maraknya “ads war” di kalangan e-commerce di Indonesia, hingga masih banyaknya pengaduan pelanggan terkait dengan perlindungan konsumen e-commerce di Indonesia.

Sementara itu turut dibahas pula mengenai liability atau perlindungan kepada marketplace yang sangat berisiko mengalami masalah, seperti penjual yang palsu hingga pengaduan pelanggan. Semua masalah tersebut dikupas tuntas oleh setiap narasumber selama 5 menit saja.

Acara yang turut dihadiri oleh pimpinan e-commerce terkemuka di Indonesia, seprti CEO Mataharimall Hadi Wenas dan Founder dan CTO Kaskus Andrew Darwis, merupakan acara pembuka menjelang pagelaran IESE (Indonesia E-Commerce Summit and Expo 2016) bertajuk “Transforming Towards Indonesia Digital Economy” yang akan diselenggarakan idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia) 27 – 29 April 2016 mendatang di Indonesia Convention Exhibition (ICE).


Disclosure: DailySocial adalah media partner event @5minutes for E-Commerce 2016

Pemerintah Segera Longgarkan Kebijakan Pembangunan Data Center di Indonesia

Layanan teknologi yang makin dibutuhkan di berbagai lini kegiatan masyarakat membuat para penyedia jasa/layanan untuk memperkuat infrastruktur pendukung. Data center menjadi salah satu infrastruktur krusial yang harus dikuatkan untuk menjamin kelancaran proses operasionalitas. Melihat persaingan industri yang semakin ketat, Menkominfo Rudiantara mengatakan bahwa dalam waktu dekat akan melakukan revisi draft peraturan terkait data center untuk bisa menjadi lebih longgar.

Persyaratan pembangunan data center di Indonesia akan berkurang, karena selain akan memberikan efisiensi harga jual suatu layanan, juga akan menumbuhkan kekuatan lokal untuk persaingan global, begitu ujar Rudiantara seperti dikutip dari The Jakarta Post. Pemerintah sendiri mengatur kebijakan pendirian data center dalam peraturan No. 82 Tahun 2012 pada pasal pengelolaan transaksi dan sistem elektronik. Pusat pemulihan data akibat bencana untuk pelayanan publik harus berada perangkat fisiknya di dalam negeri.

Upaya ini dilakukan Rudiantara didasarkan pada masukan dari para pemain industri, khususnya dari perusahaan perbankan dan penerbangan, untuk meningkatkan daya saing dan harga konsumen yang lebih bersahabat.

Sebelumnya pada Oktober tahun lalu OJK juga pernah menerbitkan peraturan tentang kewajiban bagi bank asing untuk membangun onshore data center (ODC) di Indonesia. Rudiantara juga menanggapi baik aturan tersebut, namun ia menekankan bahwa regulasi juga harus disesuaikan, karena beberapa perusahaan hanya bertindak sebagai cabang, tanpa operasionalitas penuh di sini.

Agus Kurniadi selaku Manajer IDC Indonesia menerangkan bahwa kelonggaran aturan pendirian data center (khususnya untuk perusahaan perbankan) akan memiliki efek signifikan untuk Bank di Indonesia, karena data nasabah dan berbagai transaksi lainnya akan disimpan di Indonesia. Dari penelitian IDC tahun 2014 juga disebutkan bahwa Indonesia termasuk negara yang minim akan data center. Sebagian besar data center perusahaan asing ditempatkan di Singapura untuk wilayah Asia Tenggara.

Kurangnya infrastruktur yang memadai dan distribusi listrik yang tidak merata disebutkan sebagai tantangan utama para perusahaan luar untuk membangun data center di Indonesia. Di Indonesia setiap harinya juga ada 8 miliar transaksi perbankan asing. Seluruh bank asing tersebut masih menempatkan data center dan data recovery center di luar negeri. Kendati demikian sebenarnya di Indonesia sudah ada sekitar 14 perusahaan data center yang siap menjadi mitra.

Pemerintah Ingin Kirim 200 Teknopreneur Tiap Tahun Jalani Inkubasi di Silicon Valley

Demi mewujudukan rencana pemerintah untuk menghasilkan 200 teknopreneur setiap tahunnya dan secara keseluruhan 1000 teknopreneur hingga tahun 2020, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika akan melakukan kemitraan kepada startup dan perusahaan teknologi yang berbasis di Silicon Valley, Amerika Serikat. Nantinya perusahaan raksasa seperti Google, Facebook, Microsoft, serta startup dan inkubator lainnya diminta untuk menampung 200 teknopreneur yang telah dinyatakan lulus seleksi di Indonesia.

“Saya sudah berbicara dengan Sergey Brin, kalau bisa jangan hanya 7 startup asal Indonesia saja yang diinkubasi [dalam program Google Launchpad Accelerator] tapi 200 startup asal Indonesia juga bisa diberikan mentoring dari pakar serta pelaku perusahaan teknologi dan startup di Silicon Valley,” kata Menkominfo Rudiantara saat acara Gelar Diskusi “@5minutes for E-Commerce 2016” idEA di Hotel Le Meridien Jakarta (22/01).

Rudiantara menegaskan selama ini di Indonesia fungsi inkubator, kegiatan seperti hackathon, dan lainnya tidak memiliki kelanjutan yang pasti. Para pemenang dan peserta tidak diberikan informasi pembelajaran lebih lanjut untuk bisa mengembangkan startup yang sukses dan bertahan untuk jangka panjang.

Untuk itu, selain mengembangkan kegiatan mentoring di Indonesia, Kominfo, dibantu dengan para pelaku e-commerce, pemilik startup lokal, dan asing, diharapkan bisa bersama mengumpulkan dana serta memberikan kontribusi kepada calon pelaku e-commerce di Indonesia.

“Saya harapkan melalui program CSR masing-masing perusahaan, uang yang ada bisa dialokasikan untuk rencana kami [pemerintah] mewujudkan teknopreneur handal dan berkualitas di Indonesia,” kata Rudiantara

Secara aktif pemerintah juga masih melakukan kegiatan promosi kepada para investor asing untuk mulai berinvestasi di Indonesia untuk menanamkan modal di industri e-commerce, teknologi dan lainnya. Salah satu kegiatan yang disebutkan Rudiantara adalah melakukan pendekatan dengan pengusaha yang dikenal sebagai ‘super angel’ asal Kanada yang kerap berinvestasi dan menyediakan seed funding untuk early stage startup, Wesley Clover.

“Secara khusus saya mengajak Wesley untuk ikutan berinvestasi di Indonesia, terutama untuk e-commerce, startup serta perusahaan teknologi lainnya asal Indonesia yang saat ini semakin menggairahkan,” kata Rudiantara.

Penanganan pajak yang adil serta dukungan kementrian perdagangan

Di kesempatan yang sama, perwakilan Ditjen Pajak (DJP) juga turut memberikan dukungannya kepada industri e-commerce di Indonesia. Salah satu bukti nyata yang dilakukan Ditjen Pajak untuk e-commerce di Indonesia adalah dengan membentuk tim e-commerce di DJP yang secara khusus mengatur, memonitor, dan mendukung jalannya usaha e-commerce lokal hingga asing.

“Kami dari DJP ingin menjadi rekan serta partner para pelaku e-commerce bukannya menjadi penghalang, untuk itu menjadi hal yang penting bagi DJP untuk menerapkan pajak yang adil untuk para pelaku e-commerce dan bisnis lainnya,” kata perwakilan Ditjen Pajak Yulianingsih.

DJP mencatat hingga kini masih sulit untuk melakukan pengawasan kepada industri e-commerce. Selain jumlahnya yang makin bertambah, tidak ada laporan yang jelas siapa saja pelaku e-commerce dan UKM di Indonesia, hingga belum transparannya laporan keuangan dan transaksi yang ada.

“Untuk itu, bagi DJP penting untuk segera dibuatnya National Payment Gateway, agar pihak-pihak terkait seperti Bank Indonesia, OJK, Ditjen Pajak bisa memonitor seluruh kegiatan keuangan yang terjadi di e-commerce,” kata Yulianingsih.

Ditjen Pajak juga berharap nantinya semua perusahaan teknologi serta e-commerce asing yang memiliki induk perusahaan di luar negeri agar bisa melaporkan perusahaannya di Indonesia, bukan hanya cabang perusahaan saja agar bisa dikenakan pajak yang sesuai oleh Ditjen Pajak. Hal ini penting agar perlakuan yang adil kepada seluruh e-commerce yang ada Indonesia bisa terwujud.

Sementara itu Kementerian Perdagangan yang diwakili Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Sri Agustina mengungkapkan nantinya akan dibuat regulasi yang secara jelas menuliskan bahwa semua investor asing yang menanamkan modal kepada startup dan layanan e-commerce di Indonesia harus berfungsi sebagai mitra.

“Kami juga nantinya akan mengatur peraturan yang sifatnya light touch regulation, yaitu peraturan yang sifatnya meringankan para pelaku UKM serta e-commerce pemula,” kata Sri Agustina.

Hingga kini Kemendag, dibantu oleh Kominfo, DJP, idEA dan asosiasi serta lembaga e-commerce lainnya, masih menyusun peraturan serta regulasi yang jelas dan tentunya memudahkan, agar UKM dan lembaga e-commerce di Indonesia, bisa mengakomodir dan memberikan layanan lebih baik kepada masyarakat Indonesia yang saat ini makin antusias menerima berbagai ragam e-commerce.

Huawei dan Kemenkominfo Resmikan Pusat Inovasi di Jakarta

PT Huawei Tech Investment (Huawei Indonesia) dan Kemenkominfo baru saja meresmikan Pusat Inovasi Kominfo-Huawei di Jakarta. Dengan hadirnya Pusat Inovasi tersebut diharapkan mampu melahirkan lebih banyak inovator muda lokal yang hasil karyanya dapat memberikan kontribusi langsung terhadap tingkat kandungan dalam negeri pada produk telematika di Indonesia.

Dalam sambutan Rudiantara mengungkapkan akan menargetkan 200 technopreneur baru setiap tahunnya.

“Pada tahun 2020, value dari e-commerce Indonesia diharapkan mencapai angka minimal 130 miliar dolar AS dan dengan lahirnya 200 technopreneur baru setiap tahun, ini akan meningkatkan aktivitas e-commerce di Indonesia, sehingga diharapkan e-commerce dapat menjadi pendorong ekonomi digital di Indonesia,” ujarnya.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Balitbang SDM) Kementerian Kominfo Basuki Yusuf Iskandar menambahkan bahwa dibangunnya Pusat Inovasi Kominfo-Huawei ini diperuntukkan sebagai wadah bagi para calon technopreneur muda untuk bergabung dalam sebuah ekosistem dan meningkatkan kemampuan sehingga mereka dapat mengeksplorasi ide untuk menjadi sebuah inovasi yang siap diserap oleh pasar.

Pusat Inovasi ini nantinya akan memiliki beberapa program, mulai dari pelatihan di bidang TIK, memfasilitasi penelitian bersama, hingga menyediakan konsultasi di bidang TIK. Kegiatan tersebut dilakukan untuk membentuk ekosistem digital yang membantu melahirkan lebih banyak technopreneur muda, didukung infrastruktur berupa ruang kelas dan perangkat Virtual Desktop Infrastructure milik Huawei.

CEO Huawei Indonesia Sheng Kai mengharapkan dengan kerja sama ini bisa membuka akses bagi lebih banyak talenta lokal untuk mengasah kemampuan mereka, khususnya di bidang konten dan aplikasi.

“Pusat Inovasi dan berbagai program di dalamnya merupakan bentuk komitmen Huawei untuk memberdayakan talenta lokal. Setelah di Jakarta, kami akan segera membangun Pusat Inovasi di Yogyakarta sebagai salah satu kota pelajar di Indonesia,” ujarnya.

Sheng Kai menambahkan Huawei sudah sejak tahun 2013 bekerja sama dengan Kemenkominfo melalui program Student Training. Program tersebut memberikan kesempatan bagi 450 mahasiswa berkesempatan mengikuti pelatihan dan ujian sertifikasi standar internasional dan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

ICT Training Pusat Inovasi Kominfo-Huawei akan menggandeng para ahli di bidangnya untuk mendorong setiap calon technopreneur dengan memberikan motivasi melalui testimoni orang-orang yang berhasil. Selain mengajarkan teori, pusat onovasi Kominfo-Huawei juga diajarkan aturan di bidang HAKI agar mereka memahami pentingnya melindungi merek dan produk yang telah diciptakan. Di Pusat Inovasi tersebut juga akan diadakan kelas regulasi dan etika bisnis.

Pusat Inovasi Kominfo-Huawei memiliki empat materi edukasi untuk membentuk para calon technopreneur dengan modul yang telah disesuaikan dengan SKKNI. Empat silabus tersebut adalah E-Commerce, Mobile Application, Networking dan Virtual Reality. Setiap pelatihan berdurasi dua pekan kecuali Virtual Reality yang akan berlangsung selama tiga pekan.

Melalui pelatihan tersebut, peserta diharapkan dapat mempelajari berbagai hal seperti pembuatan program (programming) e-commerce, HAKI terkait produk yang akan dipasarkan, serta dukungan inkubasi untuk mengembangkan platform.

“Hak atas kekayaan intelektual yang dihasilkan dari Pusat Inovasi ini bukan milik Kemenkominfo atau Huawei, namun milik pribadi atau kelompok. Kami juga akan mengadakan kompetisi di mana pemenangnya akan kami bantu untuk mendaftarkan HAKI atas karya mereka,” tambah Sheng Kai.

Bersamaan dengan dibukanya Pusat Inovasi ini, Kemenkominfo dan Huawei juga membuka pelatihan e-commerce bagi 100 orang yang dibagi dalam dua batch, 19 Januari – 2 Februari 2016 dan 15 – 26 Februari 2016. Sebanyak 1.270 orang mendaftar untuk mengikuti pelatihan berdurasi dua pekan ini. Mereka adalah para pemilik atau pengelola toko online yang berjualan melalui akun di media sosial dan blog. Proses seleksi dilakukan dengan melihat ide bisnis.

Huawei secara terpisah juga menyiapkan Pusat Solusi TIK bernama Customer Solution Innovation and Integration Experience Center (CSIC) untuk memberikan inspirasi teknologi yang memungkinkan para pengunjung dapat merasakan berbagai pengalaman di bidang TIK dan melihat langsung bagaimana teknologi bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga diharapkan bisa memberi ide bagi peserta pelatihan maupun pengunjung lainnya untuk melahirkan inovasi baru di bidang TIK.

Netflix Diberi Satu Bulan Untuk Merampungkan Perizinan

Hasil rapat oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) serta Badan Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pada hari Rabu (13/1) lalu diputuskan sebuah persyaratan untuk kehadiran layanan Netflix di Indonesia. Keputusan tersebu terkait dengan legalitas penyedia layanan video on-demand Netflix untuk memiliki izin badan usaha. Pemerintah memberikan deadline satu bulan bagi Netflix menyelesaikan persyaratan tersebut.

Sesuai isyarat Menkominfo Rudiantara, untuk dapat memberikan konten ke masyarakat Indonesia, Netflix harus berbadan hukum tetap atau bekerja sama dengan operator telekomunikasi lokal. Opsi lain yang ditawarkan adalah Netflox harus memiliki izin sebagai penyelenggara penyedia konten digital. Peraturan tersebut dilandasi oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.

Sebelumnya juga muncul isu bahwa konten di Netflix akan bermasalah karena tidak diproses oleh lembaga sensor kredibel di Indonesia, dalam hal ini Lembaga Sensor Film (LSF). Namun Rudantara memastikan bahwa layanan tersebut tidak akan diblokir, tetapi akan diatur dengan pendekatan berbasis regulasi konten. Rudiantara mengatakan bahwa untuk layanan sejenis supaya dapat beroperasi legal hanya perlu mendapat izin menteri terkait dan mendaftarkan sebagai penyelenggara sistem elektronik.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kehadiran layanan baru seperti Netflix di pangsa pasar Indonesia (dengan prosedur yang tepat) akan memberikan angin segar bagi edukasi masyarakat dan industri itu sendiri. Bagi masyarakat, edukasi yang diberikan adalah membiasakan mereka dengan akses konten legal, terlebih biaya berlangganan Netflix relatif lebih terjangkau dari layanan pesaing (dalam hal ini TV kabel, DVD, blu ray dan konten digital yang dihimpun di marketplace).

Bagi industri kehadiran layanan Netflix memicu mereka untuk bermain lebih kreatif. Terlebih layanan sejenis (iflix dan HOOQ) dikabarkan akan segera hadir di Indonesia juga. Selain itu bagi penyedia konten ala TV kabel juga akan dipaksa untuk menciptakan inovasi sehingga tetap dicintai oleh penggunanya. Kehadiran layanan baru memberikan alternatif baru juga bagi konsumen.

Tren pembaruan ini dinilai masih akan terus berkembang, setelah musik sudah mulai terganggu layanan streaming dan layanan transportasi terganggu layanan on-demand.

Menjadi Program Nasional, Roadmap E-Commerce Siap Diluncurkan Akhir Januari 2016

Sejak diluncurkan wacana pembentukan roadmap (peta jalan) e-commerce Desember 2014 silam, pemerintah melalui Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian secara resmi menetapkan roadmap e-commerce menjadi program nasional. Dan roadmap tersebut akan diluncurkan pada akhir Januari 2016 mendatang.

“Rencana peluncuran resmi peta jalan e-commerce Indonesia sebagai program nasional (akan dilakukan) di akhir bulan Januari 2016,” ujar Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ismail Cawidu dalam siaran pers yang diterbitkan dalam situs Kemenkominfo.

Dengan diselesaikannya roadmap tersebut nantinya penunjukan PMU (Program Management Unit) akan dikoordinasikan oleh kementrian/lembaga dalam implementasi roadmap. Sedangkan yang bertidak untuk memantau perkembangan adalah masing-masing inisiator di kementrian atau lembaga terkait.

Roadmap e-commerce ini melibatkan delapan kementerian yang terdiri dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Badan Ekonomi Kreatif. Turut hadir dalam pertemuan perumusan roadmap tersebuat pejabat eselon 1 dan 2 dari kementrian serta lembaga terkait, wakil Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA), PT Pos Indonesia dan Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Asperindo.

5 prinsip dasar implementasi e-commerce

Dari hasil pembahasan serta lokakarya yang telah digalakkan menghasilkan 5 prinsip dasar dalam mengimplementasikan e-commerce, yakni :

  1. Seluruh warga Indonesia harus diberi kesempatan untuk mengakses dan melakukan transaksi e-commerce.
  2. Seluruh warga Indonesia harus dibekali dengan keahlian dan kemampuan untuk memanfaatkan keuntungan dari ekonomi informasi.
  3. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) harus diminimalkan selama proses transisi menuju ekonomi internet, dan tambahan lapangan pekerjaan bersih harus positif setelah dikurangi oleh dampak creative destruction.
  4. Kerangka hukum yang jelas harus diterapkan untuk menjamin industri e- commerce yang aman dan terbuka, termasuk di dalamnya netralitas teknologi, transparansi, dan konsistensi internasional.
  5. Pemain nasional, terutama startup digital dan UKM, harus dilindungi dengan sebaik- baiknya. Bisnis lokal dan pertumbuhan industri nasional harus menjadi prioritas utama.

Hasil Rancangan petajalan e-commerce kemudian dikonsultasikan kepada setiap kementerian dan lembaga yang terlibat serta kepada stakeholder terkait termasuk idEA dan PT Pos Indonesia, sehingga solusinya mudah dipraktikkan dan dikerjakan. Dari hasil eksplorasi berbagai stakeholder yang meliputi 6 area/permasalahan dan menggunakan 5 prinsip dasar di atas, menghasilkan sejumah 31  inisiatif yang bersifat cross-cutting antar kementerian, lembaga dan stakeholder lainnya.

“Apabila 31 inisiatif tersebut diimplementasikan secara disiplin dan tepat waktu serta tepat sasaran, maka diperkirakan nilai transaksi (e-commerce) akan mencapai $130 miliar pada 2020. Dengan syarat implementasi harus sudah dimulai akhir Januari 2016 ini,” ungkap Ismail.

Roadmap e-commerce merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden RI Joko Widodo agar industri e-commerce di Indonesia dapat tumbuh dengan baik, seperti yang telah dilakukan di negara maju seperti Tiongkok dan Amerika Serikat.

Menkominfo Persiapkan Regulasi untuk Active Network Sharing

Menkominfo Rudiantara mengungkapkan pihaknya akan segera menyiapkan Peraturan Menteri terkait rencana active network sharing. Mekanisme tersebut coba diambil dalam rangka efisiensi, keberlajutan investasi industri, dan keterjangkauan layanan telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam keterangannya Menkominfo Rudiantara mengatakan:

“Selain menyiapkan PM (Peraturan Menteri) tentang active network sharing, pada Desember 2015, saya sudah kirim surat ke Setneg untuk revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 53/2000. Intinya, agar tidak terulang lagi kasus IM2 (Indosat Mega Media).”

Active network sharing merupakan sebuah mekanisme penggunaan infrastruktur aktif telekomunikasi antar operator di suatu negara. Saat ini ada lima model network sharing, yakni CME Sharing, Multi Operator Radio Access Network (MORAN), Multi Operator Core Network (MOCN), Roaming, dan Mobile Virtual Network Operator (MVNO).

Disampaikan Rudiantara dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Percepatan Pitalebar Indonesia yang Efisien Melalui Kebijakan Network Sharing” dibahas mengenai network sharing ini dari berbagai macam aspek, mulai dari aspek bisnis, teknologi, vendor, regulasi, persaingan usaha dan dampaknya terhadap masyarakat luas.

Ia lebih jauh juga menjelaskan bahwa para pembicara dalam FGD telah berhasil menunjukan bahwa dari segi bisnis mekanisme network sharing ini bisa membawa manfaat. Ia juga percaya bahwa network sharing bisa mendorong efisiensi industri telekomunikasi di Indonesia.

“Bagi saya yang penting adalah bagaimana membuat industri telekomunikasi makin efisien, terjangkau (affordable) dan bisa terus berinvestasi (sustainable),” ujar Rudiantara.

Meski demikian, nantinya aturan tentang network sharing itu tidak akan bersifat wajib bagi seluruh operator telekomunikasi. Aturan yang akan dikeluarkan pun nantinya bersifat membolehkan.

“Dalam penerapannya nanti, network sharing itu tidak dipaksakan atau wajib, tapi tetap B2B (Business to Business),” terang Rudiantara.

Sementara itu Telkomsel yang juga turut hadir dalam FGD tersebut, diwakili oleh Vice President Technology and System Group Telkomsel Ivan C. Permana memaparkan:

Active network sharing hanya bisa mempercepat pencapaian pitalebar jika tidak ditujukan untuk efisiensi biaya operator dan penghematan devisa, namun harus ditujukan untuk percepatan pembangunan BTS di seluruh pelosok dalam bentuk komitmen pembangunan.”

Ivan dalam kesempatan tersebut juga membeberkan data mengenai dominasi Telkomsel dalam hal pembangunan infrastruktur. Sehingga active network sharing akan dirasa tidak fair bagi Telkomsel.

“Perlu juga penyempurnaan sistem reward and punishment sehingga operator yang melebihi komitmen mendapatkan insentif lebih,” kata Ivan.

Implementasi active network sharing menurutnya tidak memberikan manfaat lebih bagi pelanggan dan operator. Yang ia khawatirkan semakin banyak ketersediaan layanan dibagi, maka berkurang kontrol terhadap kapasitas layanan yang nantinya bisa mengakibatkan penurunan kualitas layanan.

“Efisiensi yang didapatkan dari active network sharing belum tentu memberikan manfaat dalam percepatan broadband jika tidak disertai komitmen pembangunan percepatan broadband yang lebih besar. Dan implementasi ini dampaknya hanya 0,13% – 0,27% dari total impor Indonesia,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa saat ini masih membutuhkan pembangunan BTS yang banyak untuk bisa menyamai layanan broadband di negara maju. Hal ini karena di Indonesia pembangunan broadband masih belum merata dan seimbang.

 

Pemerintah Segera Buka Peluang 100% Kepemilikan Asing di Layanan E-Commerce

Peta jalan (roadmap) e-commerce, yang juga mengatur ketentuan perpajakan e-commerce, telah disepakati pemerintah dalam Rapat Koordinasi yang berlangsung kemarin malam di Jakarta. Setidaknya ada 31 inisiatif yang diusulkan untuk produk e-commerce. Pemerintah juga mengindikasikan akan membuka peluang pihak asing untuk 100% memiliki sebuah perusahaan e-commerce, tanpa perlu bermitra dengan partner lokal.

Dikutip dari Metro TV news, Menkominfo Rudiantara menyampaikan, “Ada 31 usulan inisiatif produk e-commerce. Dari sisi investasi, nanti membuka DNI [Daftar Investasi Negatif] buat e-commerce. Sekarang kan gak boleh [kepemilikan oleh asing]. Nanti [setelah DNI dibuka] boleh asing, sejalan dengan FDI [Foreign Direct Investment]. Tapi tidak di UMKM karena harus diproteksi, yang besar, yang marketplace kita harapkan [kepemilikan] 100 persen.”

Meski pintu investasi asing telah dibuka, namun pemerintah juga menjanjikan untuk melindungi pemain lokal yang masih kecil. Kepemilikan 100 persen untuk platform marketplace oleh asing hanya terbuka bila aset marketplace yang bersangkutan bernilai di atas Rp 10 miliar.

Berkaitan dengan pajak, pemerintah juga akan meregulasi pemain e-commerce besar untuk membayar pajak lebih tinggi dibanding dengan yang kecil, tapi, ketentuan pajaknya hingga saat ini masih dihitung. Rencananya aturan baru tersebut akan diumumkan bersamaan dengan revisi DNI.

Rudiantara mengatakan, “Pajak ada aturan yang bisa dipakai final satu persen [untuk UMKM]. UMKM e-commerce masuk aturan yang ada. Yang besar nanti kami lihat lagi, yang penting harus bayar pajak. Orang berbisnis harus diberi kemudahan.”

Rudiantara juga menyebutkan roadmap tersebut direncanakan dapat berjalan tahun ini. Bila dapat diterapkan sesuai rencana dan disiplin, menurut Rudiantara, nilai e-commerce Indonesia bisa mencapai $130 miliar di tahun 2020 mendatang.

Riuhnya Sambutan Kehadiran Netflix di Indonesia

Keputusan ekspansi layanan streaming video global Netflix di 130 negara pada 7 Januari silam telah menimbulkan beragam reaksi, terutama di Indonesia. Meski sempat mendapat sambutan positif, nyatanya Netflix tak dapat begitu saja melenggang mulus di sini. Sudah ada banyak batu sandungan yang mulai menyambut, mulai dari sisi legalitas, sensor konten hingga ketentuan pembentukan Badan Usaha Tetap (BUT).

Masuknya Netflix di Indonesia sebenarnya cukup mengejutkan, mengingat Netflix pernah menyebutkan bahwa kehadirannya di Asia Tenggara akan fokus di Singapura saja. Di Indonesia, Netflix hadir dengan tiga paket yang dapat dibayar hanya melalui kartu kredit. Untuk konten, meski belum selengkap versi Amerika, konsumen sudah dapat berlangganan melalui tiga kanal, yakni di situs resmi Netflix, iTunes dan GooglePlay.

Suara bising legalitas dari industri terkait

Isu pertama datang berkaitan dengan urusan sensor film. Dilansir oleh Detik, Kepala Humas dan Pusat Informasi Kemenkominfo Ismail Cawidu menyebutkan bahwa perangkat hukum dan pelaksana Lembaga Sensor Film (LSF) masih belum siap untuk menyortir serbuan film di Internet.  Pun begitu LSF sendiri telah menyuarakan untuk meminta Netflix memenuhi aturan sensor di Indonesia.

Isu kedua datang dari pemerintah. Menkominfo Rudiantara yang awalnya terkesan terbuka dengan kehadiran Netflix, belakangan juga mulai terlihat berubah haluan. Dikutip dari Kompas, Rudiantara mengatakan:

“Netflix akan diwadahi dari sisi regulasi, karena ada kepentingan masyarakat yang harus diproteksi, terutama dari sisi konten.”

Meski tidak sampai pada keputusan untuk memblokir layanan, namun Rudiantara berharap Netflix dapat membuka BUT bila ingin beroperasi di Indonesia. Ini adalah keputusan sama yang dijatuhkan pada layanan OTT asing lain seperti Google, Facebook dan Uber. Dengan menjadi BUT artinya Netflix harus tunduk dengan UU yang berlaku dan setiap transaksi akan dikenakan pajak.

Terakhir datang dari Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel). Sandungan ini cukup keras, karena Mastel dengan tegas menyatakan bahwa Netflix layak dihentikan operasinya di Indonesia. Alasannya, Netflix dianggap telah melanggar sejumlah aturan penyiaran dan perfilman di Indonesia.

Berdasarkan ketentuan Perpres No. 39 tahun 2014, Mastel beranggapan bahwa Netflix seharusnya juga dikenakan ketentuan yang sama dengan penyelenggara jasa perfilman dan TV berbayar lainnya. Sementara itu pasal 25 ayat (1) & (2) UU No.32 tahun 2002 tentang penyiaran mengindikasikan keinginan Mastel agar Netflix membentuk badan hukum terlebih dahulu.

Sedangkan pada UU 33 tahun 2009 tentang perfilman, pada pasal 29 dan 30 juga mengindikasikan tentang kewajiban memiliki badan hukum untuk pelaku usaha pertunjukkan film. Pada pasal 41 dijelaskan bahwa pemerintah seharusnya melarang masuk film impor yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan.

Ketua Umum Mastel Kristiono menyebutkan, “Netflix menjadi salah satu contoh pelaku perdagangan global yang turut memperpanjang daftar OTT asing yang menyingkat berbagai aspek ketaatan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.”

“Padahal selama ini pemerintah sangat tegas menegakkan aturan-aturan tersebut kepada pelaku industri perfilman, telekomunikasi, penyelenggara penyiran ataupun TV berbayar,” lanjutnya.

Angin segar untuk melawan aktivitas pembajakan

Inilah Indonesia. Ketika datang suatu layanan yang dinilai “mengganggu” industri yang sudah mapan, maka sudah bisa dipastikan akan terjadi kebisingan, selain sambutan meriah dari pengguna akhir. Netflix hanya salah satu contohnya.

Sebenarnya kalau mau dilihat lebih jauh, Netflix dapat menjadi salah satu senjata edukasi melawan aktivitas pembajakan yang sudah mendarah-daging di Indonesia. Seperti yang diketahui, pembajakan di Indonesia sudah sampai pada titik tidak bisa lagi dihapus langsung. Solusi yang tersisa adalah memperluas alternatif untuk akses konten secara legal.

Teknologi yang melaju cepat dengan inovasinya saat ini memang telah menipiskan batas aturan konvensional yang tertata. Indonesia sebagai negara berkembang adalah salah satu yang terkena imbasnya akibat aturan yang belum siap.

Tapi seharusnya ini juga jangan dijadikan alasan untuk tidak menghormati tatanan yang sudah ada. Aturan yang nantinya diciptakan pun jangan sampai menjadi “rem” untuk inovasi sudah atau akan hadir.

Selain tekait dengan regulasi, ke depannya, Netflix yang sudah mampir ke Indonesia ini juga harus siap dengan hambatan-hambatan lain. Mulai dari belum meratanya adopsi Internet berkecepatan tinggi, belum tingginya penggunaan kartu kredit, dan rendahnya pemahaman untuk mengadopsi konten legal.

Dukung Bisnis E-Commerce di Indonesia, Pemerintah Targetkan 200 Teknopreneur Berkualitas Setiap Tahun

Upaya pemerintah untuk mendukung kemajuan para pelaku startup dan UKM di Indonesia nampaknya mulai menunjukkan hasil yang positif. Setelah hampir rampungnya roadmap e-commerce di Indonesia yang saat ini tengah memasuki 98%, pemerintah melalui Mentri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara berencana untuk menciptakan 1.000 pengusaha di bidang e-commerce hingga tahun 2020 mendatang.

Hal tersebut dilakukan setelah melihat kemajuan bisnis e-commerce di Indonesia selama 3 tahun terakhir yang mengalami peningkatan cukup signifikan. Diperkirakan jumlah uang yang beredar di industri e-commerce akan mencapai $130 miliar.

Untuk bisa mewujudkan rencana tersebut pemerintah menargetkan 200 teknopreneur baru yang berkualitas setiap tahunnya dan tentunya dapat memberikan kontribusi maksimal di bisnis e-commerce di Indonesia. Tentunya diperlukan pengembangan sumber daya manusia yang lebih sistematis.

“Kita ingin tumbuh lebih cepat, untuk itu kita harus hitung berapa startup dan inkubator yang masuk, berapa participant yang diadakan,” kata Rudiantara kepada Kompas.

Tantangan lain yang harus dihadapi pemerintah untuk mencetak tenaga teknopreneur berkualitas adalah melakukan penyaringan dari 8.000 orang teknopreneur yang dinilai memiliki ketertarikan yang besar serta potensi di dunia e-commerce. Selanjutnya proses penyaringan melalui kegiatan workshop, hackathon dan lainnya yang akan dilakukan demi menghasilkan 200 teknopreneur yang berkualitas.

Rudiantara menambahkan untuk menjalankan program tersebut pemerintah memerlukan dana sekitar 6-7 juta dolar AS per tahunnya. Diharapkan para pengusaha serta pelaku e-commerce di Indonesia dapat membantu untuk mengalokasikan dana, memberikan bantuan dan lainnya untuk mendukung upaya pemerintah.

“Manfaatnya nanti bukan hanya bagi pemerintah, tapi bagi industri secara keseluruhan,” kata Rudiantara.

Ekosistem e-commerce Indonesia

Selain roadmap yang tengah di finalisasi pembahasannya, saat ini pemerintah juga tengah mengupayakan untuk menciptakan ekosistem yang sempurna agar dapat mendorong ekonomi digital di Indonesia. Pembahasan lain yang juga tengah dijajaki oleh pemerintah diantaranya adalah mengenai isu investasi, dan rencana national payment gateway di Indonesia. Sistem pajak yang tepat juga menjadi bagian dari pembahasan yang tengah diselesaikan.

Saya berharap semua pembahasan tersebut dapat selesai dalam waktu dekat, untuk itu pemerintah bersama dengan pemangku kebijakan serta pihak terkait sedang bekerja keras untuk menyelesaikannya,” tuntas Rudiantara.