Peluang dan Strategi “Hyperlocal” Agriaku Tangani Isu Agraris Bagian Hulu

Belakangan, upaya mendemokratisasi industri agrikultur semakin kencang lewat kehadiran berbagai startup agritech. Mereka ada mencoba untuk menyelesaikan bagian hulu dan hilir, mencari titik masalah yang selama ini mendera para petani dengan kapabilitas yang ada. Agriaku pun turut berpartisipasi dengan masuk ke segmen pra-panen sebagai fase awalnya.

Co-founder dan CEO Agriaku Danny Handoko membagikan pandangan dan harapannya di industri ini dalam sesi #SelasaStartup yang digelar kali ini. Agriaku hadir sebagai solusi bagi para mitra AgriAku (trader dan pemilik toko pertanian) untuk mendapatkan saprotan (sarana produksi pertanian) dengan harga yang terjangkau. Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut rangkumannya:

Selesaikan isu di bagian hulu

Danny menjelaskan, dalam sistem rantai pasok di industri agrikultur, terdiri atas pra-panen, produksi, pasca-panen, dan pengolahan, sampai akhirnya sampai ke tangan konsumen. Solusi yang disediakan oleh pemain agritech sejauh ini pun beragam, ada yang fokus dengan menyediakan solusi e-commerce untuk konsumen, finansial untuk bantu petani beli pupuk, dan sebagainya. Namun, solusi di hulu tepatnya di pra-panen belum banyak yang melirik.

Adapun solusi di pra-panen itu, bagaimana barang-barang pertanian dari prinsipal dapat memiliki rantai pasok yang transparan dan sampai merata di seluruh toko tani yang ada di Indonesia. Toko tani itu sendiri adalah unsur terdekat yang ada di petani yang menghubungkan petani dengan produsen atau distributor tingkat pertama. Semakin baik rantai pasok distribusi barang, maka memungkinkan petani mendapatkan katalog produk pertanian yang lengkap dengan harga yang jauh lebih terjangkau.

“Toko tani ini sudah lama ada di Indonesia, jumlah sekitar 200 ribu toko di seluruh Indonesia. Karena sudah lama, maka sudah terbangun kepercayaan dengan para petani,” kata Danny.

Dengan latar belakang demikian, maka Agriaku menyediakan platform e-commerce yang menyediakan saprotan terlengkap dibanding toko tani biasa, mulai dari benih, obat-obatan dan nutrisi, pupuk dan juga alat pertanian. Dengan sistem pencatatan dan kasir AgriAku, agen juga dapat membuat rekaman digital akurat sehingga bisa mempermudah pekerjaan dan mempercepat perkembangan bisnis.

Diklaim saat ini Agriaku telah menggaet puluhan ribu toko tani untuk memakai aplikasi Agriaku dengan average revenue per user tembus di angka puluhan juta. Para penggunanya tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, dan beberapa titik di Sulawesi. Pencapaian terus akan ditingkatkan demi mewujudkan ambisi Agriaku menjadi pemain yang dominan di segmen ini.

Pendekatan terlokalisasi

Salah satu poin menarik yang disampaikan Danny adalah di industri agri ini tidak bisa serta merta mencaplok solusi yang ada di global langsung diterapkan di Indonesia. Di global sudah mengenal mekanisasi dengan menggunakan perangkat drone untuk meningkatkan presisi operasional para petani.

Namun, solusi tersebut tidak 100% tidak bisa diimplementasikan di Indonesia karena di sini para petani rata-rata memiliki lahan sekitar dua hingga tiga hektar. Sedangkan di negara maju, satu petani bisa mengelola ribuan hektar lahan. Untuk membawa solusi global ke Indonesia, maka implementasinya harus hyperlocal.

Terlebih, infrastruktur koneksi internet di sini masih banyak blind spot sehingga seluruh proses bisnis tidak bisa dipaksakan sepenuhnya online. Alhasil, pendiri startup perlu menyeimbangkan operasional di online dan offline, agar tetap efisien.

“Ini tantangan menarik bagi tech player, di negara maju yang penetrasi internetnya baik, pasti lebih mudah adopsinya ketika diperkenalkan solusi baru. Tapi di Indonesia keterbatasan ini menjadi tantangan tersendiri.”

Bagi Agriaku, agar menjadi hyperlocal maka pendekatan di lapangan punya peranan yang cukup krusial. Tim perlu memperkenalkan aplikasinya ke para pemilik toko tani untuk menarik kepercayaan dan mau digunakan. Fungsi aplikasi tidak hanya permudah mereka mendapatkan produk pertanian terbaik, juga meningkatkan pundi-pundi pendapatan mereka karena dapat harga yang lebih hemat.

Berbasis Komunitas, Ini Tips Meniti Karir di Dunia NFT!

Kata NFT mulai banyak diperbincangkan oleh khalayak ramai di Indonesia. Walaupun terbilang cukup baru, komunitas penikmat karya seni digital ini pun sudah semakin mudah ditemui di Indonesia. Para kreator berbakat dari berbagai latar belakang dan kolektor seni pun mulai banyak merambah ke dunia NFT.

Di Indonesia sendiri, bisa dikatakan fenomena viralnya Ghozali Everyday yang meraup untung Rp1,5 Miliar dari penjualan NFT-nya membantu menyebarkan lebih luas konsep NFT dengan cepat ke berbagai kalangan.

Senada dengan hal ini, Irvin Domi selaku NFT Enthusiast & Gallery Keeper RURU Gallery pada acara #SelasaStartup 15 Maret 2022 lalu, mengatakan keunikan dan konsistensi dari kreator NFT lah yang membuat karya NFT bisa terkenal dan laku dijual.

Domi juga menambahkan, kriteria karya NFT yang bagus terkadang subjektif, tetapi poin krusial menurut pandangannya adalah bagaimana kreator NFT memperlakukan sesama kreator lain dan atau kolektornya. Menurutnya, NFT berbasiskan komunitas, sehingga penting untuk menjaga ekosistem dan menjalin hubungan di dalamnya bukan sekadar jual-beli dan ingin untung besar saja.

Proses, Istilah, dan Strategi

Bagi yang ingin mencoba menjadi kreator dan kolektor NFT, Domi bersama host #SelasaStartup Wiku Baskoro, Co-founder Hybrid.co.id, membahas secara runut alur proses masuk ke dunia NFT. Mulai dari persiapan membuka akun digital wallet khusus kripto, memilih marketplace NFT dan strategi bagaimana menjual dan membeli karya NFT.

Alur Proses

Dijelaskan oleh Domi, hal yang paling mendasar adalah mengerti terlebih dahulu konsep blockchain, lantas setelahnya membuat akun digital wallet kripto untuk bisa masuk ke marketplace NFT, ia menyontohkan memakai crypto wallet Kukai. Proses membeli koin kripto pun mudah seperti money changer saja di berbagai platform seperti Indodax ataupun Tokocrypto. Perlu di perhatikan juga dompet digital harus disesuaikan pula dengan jenis token yang tersedia. Seperti Kukai yang memakai koin tezos dan marketplace pun menyesuaikan yang bisa menerima koin tezos ini. Setelah dompet digital kripto siap, dengan mudahnya Anda bisa langsung berselancar hunting karya-karya NFT yang ingin dikoleksi.

Istilah-Istilah Dasar

Di rangkum dari #SelasaStartup berikut adalah beberapa istilah dasar dalam dunia NFT:
1. Flipper

Orang yang sering membeli karya NFT yang diprediksi akan populer dan menjualnya kembali ke kolektor yang tidak sempat ikut lelang.

2. Creator

Orang yang membuat karya NFT dan menjualnya tetapi terkadang membeli juga, namun fokusnya adalah menciptakan karya
3. Minting 

Mengunggah karya

4. Listing

Menjual karya

5. Marketplace

Seperti marketplace biasa pada umumnya, tempat jual-beli karya NFT.

6. Edisi

Kopi atau eksemplar bila di dunia penerbitan buku. Di NFT karya juga bisa ditentukan ingin dijual sedikit atau sebanyak apa.

7. Royalti

Yang menjadi ciri khas NFT dan berkontribusi baik bagi para kreator adalah sistem royaltinya. Kreator akan terus dapat royalti dari karya NFT yang dijual kembali oleh koletor.

Strategi Bermain di Dunia NFT

Bagi kreator pemula, Domi menyarankan membangun ‘nama’ dahulu dan selalu konsisten berprogres. Ketika ingin menjual pun, disarankan dimulai dengan harga rendah sehingga diharapkan lebih banyak yang tertarik membeli dan menyebarkan karya-karya NFT Anda. Satu yang Domi tekankan sebelum menutup sesi #SelasaStartup, NFT adalah sektor yang berbasiskan komunitas, sehingga perlu untuk menjaga ekosistem dengan menjalin hubungan dengan para pelaku di industri NFT.

Diprakarsai oleh hal ini, Anda bisa bertemu dan berkoneksi dengan berbagai komunitas NFT sekaligus menikmati karya NFT secara langsung di dunia nyata dengan mengikuti acara Indo NFT Festiverse yang akan berlangsung secara offline pada tanggal 9 – 17 April 2022 di Galeri R.J. Katamsi Yogyakarta secara gratis. Mendukung pameran NFT ini, NFT marketplace pertama di Indonesia, TokoMall, pun turut mensponsori acara ini.

Tak ketinggalan, DailySocial.id juga akan turut serta hadir meliput dan menyajikan suguhan diskusi menarik dalam talkshow yang akan disiarkan melalui streaming pada akun Youtube Live dan Instagram Live DailySocial.id. Anda bisa berkunjung ke langsung ke laman art-popup.com untuk informasi dan pemesanan.

Bila ingin mengetahui lebih dalam terlebih dahulu, Anda juga bisa mengikuti webinar #SelasaStartup pada tanggal 22 Maret 2022 nanti yang akan menjelaskan lebih lanjut detil acara Indo NFT Festiverse ini di sini.

SS-Indo NFT Festiverse

Daftar #SelasaStartup “Art at The Junction With Tech”: http://dly.social/ssxnft3

Dampak Layanan Fintech untuk Masyarakat dan Pelaku UMKM di Indonesia

Dalam dua tahun terakhir layanan fintech berkembang secara cepat menawarkan pilihan yang saat ini sudah banyak digunakan secara rutin oleh masyarakat. Mulai dari dompet digital, fintech lending, wealth management, paylater, insurtech, hingga fintech enabler. Dalam sesi #SelasaStartup bersama Editor in Chief DailySocial.id Amir Karimuddin, dibahas seperti apa tren dan perkembangan layanan fintech di Indonesia.

Pertumbuhan platform fintech enabler

Secara khusus saat ini sebagian besar masyarakat Indonesia makin terbiasa dengan penggunaan dompet digital hingga paylater untuk pembayaran. Namun dalam waktu dua tahun terakhir layanan fintech juga mulai diramaikan dengan platform baru yang juga dikenal sebagai fintech enabler. Istilah baru pun bermunculan, ada open banking, open finance, hingga banking as a service (BaaS) yang seluruhnya ini sebenarnya memanfaatkan keberadaan Open API dengan sasaran target yang berbeda.

“Khusus untuk enabler, emebded finance atau open finance semua fokus kepada segmen B2B. Ada bisnis baru yang memberikan warna, yang juga menjadi keyword di Fintech Report 2021. Platform fintech ini dengan layanan yang bervariasi, nantinya apakah ada ada di satu rumah atau antar platform bisa saling berkomunikasi lebih baik dengan menggunakan API. Ke depannya open finance, embeded finance akan lebih banyak lagi diaplikasikan di berbagai macam platform,” kata Amir.

Ditambahkan olehnya untuk bisa memberikan layanan yang seamless, pada umumnya produk tersebut dibungkus layaknya produk keuangan seperti investasi dan lainnya masuk dalam opsi di marketplace, yang menjalin kerja sama strategis dengan fintech enabler tersebut. Di Indonesia pemain yang menyasar industri tersebut di antaranya adalah Brankas, Finantier, dan AyoConnect.

Edukasi dan keamanan

Satu hal yang juga menjadi perhatian semua pihak terkait dengan layanan fintech adalah menjawab pertanyaan: apa layanan fintech dibutuhkan dan sesuai untuk kebutuhan mereka? Sehingga akan terhindar dari penyalahgunaan platform hingga penawaran yang disebar secara bebas memanfaatkan media sosial. Pemahaman atau literasi keuangan digital perlu disampaikan banyak pihak, baik stakeholder yang terlibat langsung, media, hingga masyarakat pada umumnya.

“Untuk platform biasanya sudah masuk dalam asosiasi, misalnya AFPI yang secara bersama melakukan edukasi. Dala hal ini saya melihat bukan hanya literasi produk, tapi juga literasi digital yang memang harus terus digalakkan, jika kita melihat begitu banyak orang meneruskan pesan di WhatsApp tanpa verifikasi kebenarannya untuk layanan pinjol dan lainnya, termasuk di media sosial,” kata Amir.

Dari sisi keamanan, hingga saat ini belum ada kasus yang cukup besar yang merugikan nasabah hingga platform. Semua platform sudah bekerja dengan baik melindungi pengguna/nasabah mereka dari ancaman hacker dan lainnya. Namun demikian untuk terus bisa menjaga keamanan, semua platform terkait wajib untuk terus mengikuti aturan yang diberlakukan oleh regulator. Apakah itu menjaga keamanan data pengguna hingga akun pengguna.

Manfaat untuk UMKM

Layanan fintech secara langsung sangat menguntungkan para pelaku UMKM. mereka yang masuk dalam kategori mikro, selama ini tidak memiliki catatan keuangan atau pembukuan yang lengkap dan kebanyakan masih dilakukan secara konvensional. Sehingga menyulitkan mereka ketika ingin melakukan pengembangan usaha untuk mendapatkan pinjaman modal dari bank.

Sebagai penyedia layanan keuangan konvensional, perbankan memiliki aturan dan batasan, sehingga mereka kesulitan untuk menjangkau pelaku UMKM yang masih belum bisa memiliki data keuangan dan usaha yang akurat. Dalam hal ini layanan fintech dengan proses KYC dan proses lainnya yang lebih fleksibel, bisa menjembatani pihak perbankan dengan mereka.

Misalnya melalui marketplace yang menyimpan data para pelaku UMKM, atau komunitas tertentu yang sudah dijangkau oleh para institusi finansial untuk pembiayaan. Memanfaatkan proses tersebut, nantinya bank bisa mendukung pelaku UMKM melalui kerja sama strategis dengan layanan fintech.

Fintech memiliki cara untuk melakukan analisis KYC atau screening yang lebih baik untuk memastikan bahwa usaha yang susah diakses dan dihindari oleh perbankan, kemudian bisa dijangkau memanfaatkan layanan fintech,” kata Amir.

3 Catatan Penting dalam Membangun Layanan “Quick Commerce”

Dalam dua tahun terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan ritel online yang cukup signifikan. Memang kontribusinya masih sangat kecil, sekitar 10% terhadap total penjualan ritel nasional, namun pertumbuhan ini terbilang signifikan jika dibandingkan beberapa tahun lalu yang kontribusinya hanya 2%-4%.

Pertumbuhan ini turut didorong meningkatnya permintaan belanja on-demand di masa pandemi Covid-19. Masyarakat mulai memanfaatkan platform digital untuk berbelanja produk, terutama untuk kebutuhan sehari-hari atau (grocery).

Seiring dengan pertumbuhan permintaan, ekspektasi masyarakat terhadap pengiriman produk juga ikut meningkat. Para pelaku startup mulai mengembangkan inovasi untuk mengakomodasi kebutuhan belanja online secara cepat atau disebut sebagai quick commerce.

Pada sesi #SelasaStartup kali ini, Co-Founder dan CEO Astro Vincent Tjendra berbagi pandangan dan pengalamannya dalam membangun bisnis quick commerce di Indonesia. Berikut rangkuman selengkapnya.

Unsur kecepatan

Bicara quick commerce, pada dasarnya istilah ini punya konsep serupa dengan e-commerce. Bedanya, pengiriman barang di quick commerce dilakukan secara instan, setidaknya dalam kurun waktu satu jam.

Mengacu laporan RedSeer, quick commerce didefinisikan sebgai pengiriman barang habis pakai dalam rentang waktu 45 menit dengan biaya pengiriman normal. Faktor penggerak utama quick commerce di antaranya adalah  peningkatan permintaan pengiriman produk kebutuhan sehari-hari, perilaku belanja impulsif atau tidak terencana, termasuk perubahan perilaku konsumen akibat Covid-19.

Dalam mengembangkan Astro, Vincent menekankan unsur kecepatan dengan melakukan pengiriman hanya dalam 15 menit. Berbeda dengan pengiriman instan atau same day delivery yang memakan waktu lebih dari satu jam.

Menurutnya, penentuan waktu pengiriman 15 menit ini sesuai dengan riset yang telah dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan on-demand masyarakat yang betul-betul membutuhkan produknya saat itu juga, misalnya bahan masakan.

Namun, komitmen untuk memenuhi pengiriman dalam 15 menit saja dinilai cukup sulit dikarenakan Jakarta dan sekitarnya rentan macet. Ia menilai salah satu kunci untuk mengatasi hal ini adalah membangun titik (hub) penyimpanan produk sehingga memungkinkan pengirimannya ke lokasi terdekat pengguna.

“Di Jakarta saja rasanya tidak mungkin mengirimkan barang dalam 10-15 menit. Tetapi, dari transaksi yang dilakukan konsumen, 15 menit menjadi waktu yang cukup pas untuk mencapai radius tertentu. Kami juga melihat, meski konsep ini terbilang baru, konsumen mengapresiasi layanan [quick commerce] tuturnya.

Kurasi produk

Salah satu yang membuat e-commerce cukup banyak diminati dibandingkan toko ritel fisik adalah ketersediaan produk yang lebih beragam. Lalu, bagaimana platform quick commerce dapat mengurasi produk yang dapat dikirim secara cepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat?

Pada kasus Astro, pihaknya memilih fokus mengakomodasi kebutuhan sehari-hari, seperti produk segar, bahan pokok, makanan dan minuman, hingga bahan-bahan darurat. Menurutnya, kata kunci kurasi produk didasarkan pada barang yang betul-betul dibutuhkan saat itu juga.

“Dengan kurasi ini, platform dapat memastikan ketersediaan produk karena stok sudah pasti akurat, pelayanan jadi lebih efisien karena mengurangi waktu untuk menanyakan ketersediaan produk. Platform jadi bisa fokus pada pengiriman saja,” ujar Vincent.

Meskipun demikian, pengecualian diberikan bagi produk segar. Menurutnya, ketersediaan stok tidak selalu equal dengan kualitas. Stok bisa jadi ada, tetapi belum tentu layak untuk dikirim. Mengingat produk segar selalu berkejaran dengan waktu konsumsi, penting untuk melakukan penyimpanan di kulkas dan pengecekan secara berkala di setiap hub. Ini yang menjadi salah satu tantangan dalam menjalani layanan quick commerce untuk produk segar.

Selain itu, Vincent juga menyoroti pentingnya penerapan harga produk yang tepat dalam menjalankan bisnis ini. Meski mengusung kecepatan, tak serta merta harga harus lebih murah atau mahal dibandingkan platform sejenis.

Pricing yang kompetitif itu penting, tetapi yang utama adalah menerapkan harga yang wajar bagi pembeli,” tambahnya.

Evaluasi pasar

Lebih lanjut, Vincent menilai bahwa ruang pertumbuhan quick commerce masih sangat besar mengingat penetrasi e-grocery saja hanya 0,4% dari total penetrasi e-commerce di Indonesia. Menurutnya, ini juga menjadi momentum untuk mengevaluasi peluang-peluang baru.

“Astro memang menitikberatkan value kecepatan kepada konsumen. Namun, kita perlu melihat apakah kecepatan menjadi sesuatu yang penting bagi pasar di tier 2 dan 3? Bisa jadi pasar-pasar di luar tier 1 lebih mementingkan harga atau kualitas produk. Ini menjadi hal yang perlu dipikirkan untuk bisa reach lebih banyak konsumen,” ujarnya.

Masih mengacu laporan RedSeer, saat ini quick commerce masih didominasi oleh konsumen di kota metropolitan. Segmen rumah tanggan berpenghasilan menengah ke atas di kota tier 1 ini diprediksi menjadi pendorong pertumbuhan, terutama segmen konsumen yang memilih kenyamanan dan belanja cepat pada produk habis pakai.

RedSeer memproyeksi penetrasi pasar quick commerce sebesar $0,3 miliar di 2021 dan akan tumbuh 10-15 kali lipat menjadi $5 miliar dalam lima tahun mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Platform Perencanaan Digital Fasilitasi Literasi dan Kemandirian Finansial

Dewasa ini, kemandirian finansial kerap menjadi perbincangan khalayak, terutama generasi muda di Indonesia.  Kemandirian finansial sendiri diartikan sebagai kondisi di mana seseorang tidak terbebani dengan hutang konsumtif serta memiliki sumber penghasilan pasif yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan sehari-hari.

Setiap orang memiliki tolok ukur berbeda dalam hal kemandirian finansial. Satu hal yang pasti, untuk mencapai tujuan tersebut, perencanaan keuangan yang baik sangat dibutuhkan. Penggunaan teknologi seperti pencatatan keuangan dan platform investasi bertujuan mempermudah orang mencapai tujuan finansial, namun tidak sedikit yang masih belum paham mengenai perencanaan keuangan yang efektif.

COO dan Co-Founder Sribuu Nadia Fadila mengungkapkan fenomena di industri fintech lima tahun ke belakang adalah fokus pada inklusi. Perusahaan fintech berlomba mengajak masyarakat menggunakan platform digital seperti uang elektronik, memperkenalkan bank online, dan mempermudah akses investasi.

“Menurut data OJK, 80% orang indonesia sudah punya akses ke perbankan. Namun, tingkat literasi keuangan masih 30%. Masih ada masalah yang bisa kita tackle ke depannya sebagai [platform] fintech. Bagaimana orang bisa menggunakan berbagai akses sesuai dengan kecerdasan finansial mereka,” ujar perempuan yang kerap disapa Dila ini.

Berangkat dari fenomena ini, Sribuu ingin memfasilitasi dan membantu mengarahkan para generasi muda untuk bisa memiliki perencanaan keuangan yang baik demi mencapai tujuan-tujuan finansial mereka, tentunya dibantu dengan pemanfaatan teknologi terkini.

Literasi seiring inklusi

Sebelum masuk ke era teknologi, masyarakat melakukan perencanaan keuangan secara manual dengan mencatat di buku. Lalu, seiring kemajuan zaman, mereka beralih menggunakan aplikasi Spreadsheet. Saat ini pengguna semakin dimudahkan dengan kehadiran platform pencatatan keuangan berbasis AI yang bisa memberi rekomendasi terpersonalisasi berdasarkan rekam jejak dan preferensi pengguna. Rekomendasi ini tak luput dari tinjauan para penasihat keuangan yang bersertifikasi.

Di samping mempermudah proses perencanaan keuangan, platform teknologi juga berkontribusi dalam meningkatkan literasi keuangan di tengah masyarakat. Sribuu, misalnya, aktif memberi edukasi terkait literasi keuangan melalui media sosial dan artikel yang ada dalam aplikasi.

Untuk jangkauan luar jaringan, perusahaan mulai dari sebuah komunitas dan ingin memperluas jangkauan. Salah satunya melalui kerja sama dengan lebih dari 30 kampus di lebih dari 10 kota dengan program kampus ambasador Sribuu.

Ketika pandemi pertama kali mencuat, banyak orang yang mulai peduli dengan kesehatan finansial mereka. Semakin banyak orang yang tertarik untuk mengetahui lebih jauh terkait investasi, asuransi diiringi meningkatnya traksi pada banyak instrumen keuangan. Namun, dengan latar belakang, tanggung jawab, dan penghasilan yang berbeda pada tiap orang, tidak ada satu formula khusus yang bisa diaplikasikan untuk semua. Di sini, literasi finansial sangat dibutuhkan dalam memutuskan instrumen yang cocok untuk perencanaan keuangan yang efektif.

Siklus perencanaan keuangan

Di diskusi #SelasaStartup yang mengambil topik “Road to Financial Freedom: Mendalami Peran Teknologi Dalam Mencapai Kebebasan Finansial”, Business Development Sribuu Achmad Farhan Noor memaparkan tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam usaha mencapai tujuan finansial. Hal pertama yang harus ditentukan adalah target jangka waktu untuk mencapai kemandirian finansial dan berapa banyak yang dibutuhkan untuk sampai pada titik tersebut.

Setelah menetapkan tujuan, maka siklusnya dimulai dengan menentukan budget yang dibagi dalam kategori. Salah satunya adalah alokasi untuk tabungan, di sini bisa mulai melihat kalau ada instrumen investasi sesuai profil risiko yang bisa digunakan untuk bisa mencapai tujuan lebih cepat. Lalu, mulai melaksanakan pencatatan transaksi harian. Untuk kemandirian finansial, biasanya memiliki jangka waktu yang lama, maka dari itu dibutuhkan evaluasi selang beberapa waktu untuk memastikan tetap berada di jalur yang tepat.

Dalam menjalankan siklus ini, dibutuhkan komitmen yang tidak sedikit. Selain harus tekun mencatat pengeluaran, harus bisa menahan diri untuk tidak menghabiskan lebih dari budget yang sudah ditetapkan. Sebagai platform teknologi, fokusnya adalah membantu mempermudah prosesnya, juga mengingatkan, namun komitmen datang dari masing-masing individu.

Farhan menambahkan, “Rata-rata anak muda sekarang memiliki pengeluaran sekitar 10-20 persen lebih besar dari pendapatannya. Hanya sekitar 10% yang bisa membeli salah satu akses paling penting, yaitu rumah.”

Berbagai platform digital menawarkan kemudahan untuk akses layanan perbankan. Di satu sisi, hal ini memberi dampak positif dalam mendorong inklusi, namun jika tidak digunakan dengan baik juga bisa menjerumuskan. Salah satu yang jadi penghalang dalam mencapai kemandirian finansial adalah utang. “Rumus singkatnya, utang tidak boleh lebih besar dari 30% jumlah pendapatan,” ujar Dila.

Satu hal yang menarik adalah perencanaan keuangan bisa diterapkan oleh semua orang, terlepas memiliki penghasilan tetap atau tidak. Dila mengungkapkan, pengguna Sribu juga ada yang pekerja lepas (freelancer). Menurutnya, sangat penting untuk memiliki dana darurat paling tidak 6-12 bulan pengeluaran bulanan untuk kondisi yang tidak bisa diprediksi.

Proteksi sebelum investasi

Karena literasi yang masih minim, Farhan juga menyebutkan sering terjadinya miskonsepsi. Sebelum menetapkan tujuan keuangan, ada dua hal yang tidak kalah penting untuk dimiliki terlebih dahulu, yaitu asuransi dan dana darurat. Dua hal ini adalah untuk proteksi, ketika hal itu sudah terpenuhi, maka baru bisa pakai instrumen investasi.

“Banyak kondisi di mana belum ada proteksi langsung terjun investasi. Ketika ada dalam situasi genting, tanpa dana darurat, investasi terpaksa harus dicairkan,” ujarnya.

Salah satu topik yang sering muncul pada bahasan terkait perencanaan keuangan untuk generasi muda adalah eksistensi generasi sandwich. Generasi ini diartikan sebagai kondisi ketika seseorang harus memenuhi kebutuhan tidak hanya untukdiri sendiri, tetapi juga dua (atau lebih) generasi — di atas dan di bawah. Pilihannya adalah bagaimana menetapkan alokasi yang baik untuk kebutuhan maupun keinginan. Jika ada kekurangan, maka harus ada kesadaran untuk mencari pemasukan tambahan.

Terkait instrumen investasi, saat ini Sribuu sedang mengembangkan komunitas dalam mengakomodasi tujuan finansial tertentu, seiring dengan usaha edukasi dari sisi investasi. Namun integrasi dengan instrumen investasi belum tersedia dalam aplikasi.

Beberapa waktu lalu, Sribuu berhasil mengantongi pendanaan tahap awal dari Beenext dan beberapa angel investor. Pendanaan ini disebut akan fokus pada pengembangan rekomendasi keuangan yang lebih terpersonalisasi serta teknologi advisory membantu pengguna meraih tujuan-tujuan finansial.

Sejak beroperasi penuh di awal tahun 2021 lalu, Dila mengungkapkan, tantangan terbesar, selain literasi keuangan, adalah belum adanya sistem open banking yang diregulasi OJK.

Selain Sribuu, aplikasi sejenis yang juga sudah populer di Indonesia, termasuk Finansialku, Pay Ok, PINA, Finoo, Moni, Xettle, Finku, Neu (Fazz Financial Group). Sebagian dari mereka sudah mengantongi kepercayaan dari investor dalam bentuk perolehan dana segar.

“Jangan takut untuk mulai bermimpi mencapai kemandirian finansial. Pahami realita, lalu tentukan tujuan. Bangun komitmen yang kuat untuk merencanakan keuangan. Banyak yang takut ketika berbicara mengenai perencanaan keuangan. Namun, ketika sudah mengerti kondisinya, masalah keuangan jadi tidak seberat yang dipikirkan di awal. Mulai dari yang kecil, yang penting mulai dulu,” tutup Dila.

Application Information Will Show Up Here

Kolaborasi Pemerintah dan Swasta Dukung Lahirnya Startup Berkualitas

Indonesia telah menjadi startup hub terbesar di Asia Tenggara. Bukan hanya terkait banyaknya pendanaan yang masuk, namun juga jumlah startup yang terus muncul setiap tahunnya. Meskipun sudah banyak di antara startup tersebut yang menuai sukses, namun masih ada yang belum memiliki dampak nyata.

Dalam sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial.id mengulas topik seputar kolaborasi regulator dan swasta dalam mewujudkan perekonomian digital di Indonesia. Bersama dengan Program Director Antler Indonesia Kanta Nandana dan Koordinator Startup Digital Kementerian Kominfo Sonny Sudaryana.

Kolaborasi pemerintah dan pihak terkait

Salah satu keberhasilan startup untuk mempercepat pertumbuhan bisnis adalah dengan menjalin kolaborasi antara startup, korporasi, dan pemerintah. Cara tersebut ternyata juga dinilai paling efektif. Bukan hanya menyediakan infrastruktur yang bisa dimanfaatkan pelaku industri, tapi juga untuk menjangkau lebih banyak pengguna di pelosok daerah yang belum tersentuh dengan teknologi.

Melalui Gerakan 1000 Startups dan Sekolah Beta yang memberikan literasi dasar mengenai startup, diharapkan bisa menjadi wadah yang bisa membantu pendiri startup mendapatkan informasi yang relevan, akses pendanaan, hingga jaringan dengan investor. Di sisi lain, Kominfo juga ingin mengatasi adanya permasalahan ketimpangan sumber daya manusia yang saat ini masih terfokus di kota-kota besar saja.

“Salah satu kolaborasi yang terlihat jelas saat ini adalah Pedulilindungi yang bisa diakses di berbagai platform. Bukan hanya aplikasi milik pemerintah saja, tapi juga startup dan perusahaan teknologi lainnya. Diharapkan kolaborasi seperti ini bisa diperluas menjadi bentuk yang berbeda,” kata Sonny.

Sementara sebagai program akselerasi startup, Antler Indonesia melihat perlu adanya dukungan dan pemahaman yang jelas antara pemain konvensional dan mereka startup digital yang ingin mendisrupsi. Sehingga adanya kolaborasi yang menguntungkan antara mereka.

Transformasi digital

Pemerintah melalui Kominfo saat ini sedang mengupayakan untuk bisa menyukseskan transformasi digital. Dalam hal ini bukan hanya fokus kepada startup saja, namun juga sektor lainnya. Pemerintah, bisnis hingga masyarakat, harus bekerja sama untuk mewujudkan transformasi digital yang merata.

Dari sisi pemerintah harus paham kebijakan apa yang akan diatur, program apa yang ingin dilancarkan dan bagaimana pemerintah bisa mencetak lebih banyak perusahaan rintisan yang berkualitas. Untuk itu penting juga bagi pemerintah untuk memberikan literasi digital, agar semua pihak baik swasta hingga pelaku UMKM bisa menjadi bagian dari transformasi digital tersebut.

“Dalam hal ini pemerintah akan memberikan resource yang relevan dan tentunya dibutuhkan oleh mereka penggiat startup. Selain itu kami juga bisa mempertemukan mereka kepada investor yang tepat dan akses langsung ke pasar, khususnya untuk wilayah yang baru terkoneksi ke digital,” kata Sonny.

Bukan hanya pendanaan yang dibutuhkan oleh pendiri startup, namun juga mentorship hingga konsultasi dengan pakar terkait untuk bisa menjadikan startup yang berkualitas. Dalam hal ini Antler Indonesia yang mulai fokus kepada startup di tanah air, berupaya untuk mempertemukan para co-founder yang relevan, demi menciptakan tim startup yang solid.

Antler Indonesia yang juga telah hadir di 17 negara dan memiliki jaringan dengan 300 perusahaan secara global, memiliki bekal pakar yang bisa menjadi mentor dan membantu pendiri startup untuk memahami lebih lanjut ide bisnis mereka, agar bisa memberikan impact dan tentunya profitable.

“Sejak awal kita berupaya untuk mengajarkan para pendiri startup masalah apa yang ingin dipecahkan. Bukan fokus kepada produk atau aplikasi, namun bagaimana ide bisnis tersebut tervalidasi dan bisa menjadi solusi terbaik untuk orang banyak,” kata Kanta.

Meskipun saat ini sudah mulai banyak modal yang masuk dari venture capital lokal hingga asing dan mulai banyaknya startup yang lahir, namun belum banyak pendiri yang memiliki kualitas yang baik. Dalam hal ini Sonny menegaskan kolaborasi pemerintah dengan pihak terkait seperti program akselerasi Antler Indonesia, bisa menjadi cara yang tepat untuk mencetak pendiri startup yang berkualitas.

“Tantangan saat ini adalah bagaimana mencari founder material yang cocok dan berkualitas. Dengan banyaknya program saat ini menurut saya bisa membantu menemukan founder yang ideal. Menjadi penting untuk mendapatkan akses ke mentor untuk membantu psikologi founder, bukan hanya pendanaan saja,” kata Sonny.

Mendorong Literasi Kesehatan Mental Melalui Platform Konseling Online

Tak dapat dimungkiri, pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor yang memicu gangguan kesehatan mental (mental health) masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan di sepanjang 2020, sebanyak 18.373 orang mengalami gangguan kecemasan, lebih dari 23.000 mengalami depresi, dan 1.193 orang melakukan percobaan bunuh diri.

Meningkatnya kesadaran terhadap pentingnya kesehatan mental sejak beberapa tahun terakhir mulai dimanfaatkan oleh sejumlah pelaku startup untuk membantu menghubungkan masyarakat dengan ahli psikolog melalui teknologi.

Di antaranya adalah platform Kalbu yang didirikan oleh Founder & Chief Visionary Officer Iman Hanggautomo karena tergerak untuk meningkatkan kesehatan mental di Indonesia, terutama bagi anak-anak.

Pada sesi #SelasaStartup, memaparkan berbagai insight menarik dari Iman terkait upayanya memperkenalkan literasi kesehatan mental dan menjangkau masyarakat yang membutuhkan pertolongan.

Kesehatan mental saat pandemi

Iman menilai, kesehatan mental dulu masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu di kalangan masyarakat Indonesia. Bisa jadi dikarenakan kesehatan mental tidak diajari dalam sistem pendidikan. Menurutnya, sektor sekolah menjadi jalan masuk yang tepat untuk memperkenalkannya

“Kami berkolaborasi dengan sekolah untuk meningkatkan literasi kesehatan mental sejak dini karena platform-platform semacam ini tidak dapat berjalan sendiri. Ini juga yang tengah diupayakan Kalbu untuk menjadikan kesehatan mental sebagai kurikulum sekolah,” tuturnya.

Berkaca dari situasi beberapa tahun terakhir ini, Iman menilai kesehatan mental mulai menjadi salah isu yang paling sering dibicarakan. Sejumlah kasus yang memicu gangguan mental terjadi selama pandemi Covid-19. Di antaranya, ungkap Iman, angka perceraian naik 15% sehingga banyak permintaan konseling untuk pasangan. Kemudian, kekerasan orang tua terhadap anak meningkat sebesar 42%.

Orang tua mengalami burn out karena aktivitas kerja dari rumah (WFH) yang membuat tidak ada batas antara jam kerja dan waktu di rumah. Belum lagi, mereka harus beres-beres rumah dan menemani anak sekolah (home learning). Mental anak pun ikut drop.

“Kita harus sukses dalam menjalankan aspek kerja, hubungan, hobi, dan self- reward sehingga hidup bisa berkualitas. Jadi jangan coba menolong diri sendiri, seek professional. Pentingnya platform ini agar masyarakat tidak self-diagnose. Kesehatan mental bukan untuk anak saja, tetapi orang tua,” tambahnya.

Lebih efektif dan optimal

Dalam mendorong penggunaan platform konseling online, Iman berupaya melakukan edukasi kepada pengguna dan psikolog bahwa konseling secara online sama optimalnya dengan konvensional. Salah satunya melalui sejumlah program edukasi, seperti workshop.

Dari sudut pandang psikolog, konseling online dapat membantu mereka yang selama ini memiliki keterbatasan akses. Bisa jadi karena lokasi jauh dan harganya lebih mahal apabila melakukan konseling tatap muka (offline).

Dengan dukungan teknologi, psikolog dapat mengadakan sesi konseling online dengan pengguna melalui video call. Menurut Iman, konseling bisa saja dilakukan melalui telepon, tetapi kurang efektif karena psikolog tidak dapat mengobservasi mimik muka dan ekspresi si pengguna.

“Pada konseling konvensional, biasanya psikolog akan menggali masalah. Namun, saya melihat konseling online punya efektivitas tersendiri. Pengguna mengisi consent form ketika mendaftar dan mereka bisa isi apa masalahnya. Dari situ, psikolog lebih mudah menyiapkan solusi pada pertemuan pertamanya karena mereka sudah punya semacam kisi-kisi dari consent form,” ujarnya.

Dari sudut pandang pengguna, konseling online lebih terjangkau dan efisien karena mereka tidak perlu menghabiskan waktu di jalan. Penyedia platform dapat mengurangi sejumlah biaya sehingga harga konseling bisa lebih murah. Dengan kata lain, platform ini memungkinkan siapa saja untuk memakai.

Hambatan konseling online

Terlepas dari efektivitasnya, Iman melihat tetap ada hambatan ketika konseling online. Beberapa di antaranya adalah potensi pengguna melakukan aktivitas lain ketika sesi (multitasking) sehingga menyulitkan mereka untuk fokus. Bisa saja sambil mengecek pekerjaan kantor. Faktor lain yang menghambat adalah kestabilan koneksi internet.

“Tapi kami sudah menyiapkan langkah mitigasi melalui code of conduct kepada pengguna. Misalnya mereka harus berada di ruangan private dan tidak memikirkan hal lain agar lebih fokus,” paparnya.

Di Kalbu sendiri, Iman mengungkap bahwa pihaknya tengah meningkatkan sejumlah aspek, seperti tampilan website, fitur baru, dan aplikasi mobile, untuk meningkatkan kualitas layanan konseling.

“Semenjak akhir 2021, kami lihat gangguan dan kesehatan mental semakin menjamur, khususnya di kalangan anak muda dan generasi Z. Banyak yang bahas anxiety, depresi, dan impostor syndrome di media sosial. Apabila sudah ada demand, supply saja semakin banyak, artinya ekosistemnya mulai matang.”

Penerapan Strategi “Product-led Growth” di Startup

Dalam menjalankan sebuah startup, penting bagi founder untuk bisa menentukan strategi yang tepat untuk bisa mengembangkan bisnis menjadi berkelanjutan. Ada bermacam-macam strategi pertumbuhan yang bisa dilakukan perusahaan baik dari sisi produk maupun sales.

Dalam kesempatan kali ini, #SelasaStartup ingin mengupas lebih dalam terkait product-led growth bersama tim produk dari tiga startup yaitu Amplitude, Vidio, dan Pluang.

Product-led growth atau strategi pertumbuhan yang bertumpu pada produk ini merupakan metodologi bisnis di mana akuisisi pengguna, ekspansi, konversi, dan retensi semuanya dikendalikan oleh produk itu sendiri. Hal ini menciptakan keselarasan seluruh perusahaan di seluruh tim—dari teknisi hingga tim penjualan dan pemasaran—di sekitar produk sebagai sumber terbesar pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan dan terukur.

Tidak ada strategi satu-untuk-semua

Diskusi #SelasaStartup terkait product-led growth ini menghadirkan tiga startup yang memiliki segmen berbeda. Amplitude dengan produk SaaS platform analitiknya, Vidio yang menawarkan layanan video-on-demand, juga Pluang dengan produk investasinya. Ketiga produk ini hanyalah beberapa jenis dari sekian banyak produk yang ditawarkan di luar sana.

Dalam menerapkan product-led growth, VP of Product Pluang Robert Tan mengungkapkan fakta bahwa “there’s no one strategy that fits to all” atau tidak ada satu strategi yang akan cocok untuk semua segmen. Contohnya saja, ketika Pluang berusaha meningkatkan penetrasi dengan memungkinkan e-KYC lintas platform, hal ini tidak berlaku di layanan video karena bisnisnya tidak mengharuskan pengguna untuk melakukan KYC.

Robert turut menambahkan bahwa product-led growth bukan semata-mata tanggung jawab tim produk dalam suatu perusahaan. Growth atau pertumbuhan adalah tugas dari semua tim. Bagaimana semua tim bisa berkoordinasi dengan baik guna memaksimalkan value yang diterima pengguna. Maka dari itu, dibutuhkan waktu khusus untuk semua divisi berkumpul dan mengorkestrasikan strategi ini bersama sehingga tidak ada fungsi yang overlap.

Ketika cahaya melewati prisma, warna berbeda yang membentuk cahaya putih menjadi terpisah dan menciptakan efek pelangi. Sumber: productled.org

Prisma di atas dapat diibaratkan sebagai perusahaan yang bertumpu pada produk. Warna yang berbeda adalah semua tim yang berbeda—pemasaran, penjualan, CS, desain, teknisi—yang biasanya beroperasi pada panjang gelombang yang berbeda. Alih-alih memisahkan mereka, prisma yang dipimpin produk menyatukan tim-tim ini. Panjang gelombang gabungan mereka membentuk cahaya terang dan fokus terhadap pengalaman pengguna (user experience).

Penggunaan data

Terkait waktu yang tepat untuk memulai product-led growth, Enterprise Account Executive Amplitude SEA Karina Gunawan mengatakan, banyak startup yang merasa tidak siap jika belum mencapai tahap tertentu dalam bisnisnya. Namun, dalam dinamika industri teknologi saat ini, kita dituntut untuk bisa bergerak cepat. Tentunya, tetap dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang.

Untuk bisa bergerak lebih dinamis, tentunya tidak mudah dan penuh tantangan. Contohnya dari sisi data, tidak mudah untuk bisa memproses dan menganalisis semua data yang ada. Bahkan untuk mendapatkan data tersebut juga tidak mudah. Sugesti dari Karina adalah agar perusahaan rintisan bisa menentukan prioritas, apa yang menjadi goal, sehingga ketika berhadapan dengan data, mereka bisa lebih selektif. “Tidak perlu mendapatkan semua data, cukup yang relevan saja,” ujarnya.

Dari sisi data, ada banyak cara untuk mendapatkan data-data yang relevan, seperti terlibat langsung dengan pengguna, seperti melakukan survey atau wawancara. Pilihan lainnya, bisa dengan investasi di perusahaan data atau pihak ketiga untuk bisa mendapatkan data yang layak dan bisa digunakan untuk mendorong perkembangan perusahaan.

Menyederhanakan proses, memaksimalkan hasil

Chief Product Officer Vidio Dhiku Hadikusuma Wahab membagikan prinsipnya terkait penerapan product-led growth dalam perusahaan rintisan. Pertama, mulai dari masalah pengguna, masing-masing tim sebagai representasi pengalaman pengguna dan menuangkan inisiatif untuk ke depannya dimasukkan ke dalam roadmap. Kedua, fokus pada core feature, nilai seperti apa yang ingin diberikan. Vidio sebagai platform video-on-demand fokus pada player.

Yang ketiga adalah simplicity. Pastikan nilai-nilai yang ditawarkan dapat diterima dengan mudah oleh pengguna. Selain itu, dari sisi teknis, satu hal yang perlu diperhatikan yaitu reusability. Ketika mengembangkan sebuah produk, sebisa mungkin pastikan bahwa produk itu bisa di replikasi dan implementasi di hal lain, sehingga bisa mendorong efisiensi pekerjaan.

Pada akhirnya, semua strategi yang dilancarkan semata-mata bertujuan untuk bisa membawa pengguna kembali ke platform/layanan atau yang sering disebut customer retention. Bagaimana bisa mereplikasi pengalaman dari pengguna yang puas serta mengimplementasikannya pada pengguna yang belum puas. Aha moment is real, ketika pengguna dapat merasakan value yang ditawarkan, maka hal ini juga yang akan menentukan keberlanjutan bisnis perusahaan.

Amplitude, Vidio dan Pluang Terapkan Strategi Product-led Growth untuk Bangun Customer Retention

Sebagai perusahaan rintisan, tentunya mencapai growth yang cepat jadi salah satu tujuan yang didambakan. Nyatanya tidak semudah itu, terlebih melihat persaingan industri digital yang kian ramai.

Menjawab keresahan tersebut, DailySocial.id berkolaborasi dengan Amplitude mengundang Karina Gunawan, Enterprise Account Executive Amplitude, Robert Tan, VP of Pluang dan Dhiku Hadikusuma Wahab, Chief Product Officer of Vidio dalam acara webinar #SelasaStartup yang bertajuk: “Growth Webinar: Build for Product-Led Growth”, bersama pada Selasa, 18 Januari 2022 lalu.

Bagaimana produk digital yang kita buat lebih dipilih?

Untuk mengatasi persoalan ini, para pemain di industri digital pun ramai-ramai menerapkan strategi product-led growth. Perusahaan yang melakukan strategi product-led growth lebih cepat bisa menjadi lebih lebih efisien dan scalable dalam mengakuisisi, mengelola engagement, retention dan loyalitas user, terlebih di tengah kompetisi industri digital, menarik pengguna untuk mencoba dan tetap ‘sticky’ terhadap produk bisnis Anda menjadi satu tantangan tersendiri.

Dalam diskusi ini, kami mendatangkan platform wealthtech Pluang, yang baru saja berhasil meraih pendanaan tambahan di putaran lanjutan Seri B senilai $55 juta atau setara Rp787 miliar pada Januari 2022 ini. Selain itu perwakilan dari perusahaan yang masuk dalam jajaran centaur, Vidio, juga turut menceritakan pengalaman mereka serta berbagi tips dan best practice membangun growth bisnis perusahaan digital sukses tersebut.

Melengkapi diskusi ini, tak luput perusahaan pionir digital optimization penyedia layanan data dan analisis produk, Amplitude, turut hadir memberikan pandangan bagaimana strategi product-led growth dapat memacu pertumbuhan startup digital

“Saya melihat banyak startup merasa belum ready […]. Padahal, karena kompetisi makin cepat dan customer juga ekspektasinya makin tinggi, makanya penting untuk cepat melakukannya (product-led growth) di awal,” terang Karina.

Amplitude juga membuka kesempatan bagi para perusahaan rintisan melalui program scholarship. Para startup diberikan akses data komprehensif dan support dari tim Amplitude secara gratis selama satu tahun. Program ini bisa Anda ikuti di tautan ini atau email melalui [email protected].

Penasaran bagaimana sepak terjang ketiga perusahaan ini membangun growth?

Simak webinar #SelasaStartup “Growth Webinar: Build for Product-Led Growth” selengkapnya di sini!

Kiat Tepat Membangun “Growth” Bisnismu Melalui Pengembangan Produk

Banyak cara dilakukan untuk menarik dan meyakinkan orang agar membeli produk Anda. Salah satunya adalah membuat orang langsung mencoba produk Anda secara gratis.

Seperti metode freemium atau free trial yang lumrah banyak digunakan oleh perusahaan digital ternama sebagai strategi untuk menarik banyak pengguna. Keduanya, ternyata merupakan bagian dari adaptasi tren pendekatan product-led growth yang populer mulai tahun 2020 ini. Strategi diklaim menjadi masa depan strategi bisnis untuk berkembang.

Product-led growth (PLG) sendiri merupakan metode memusatkan produk sebagai penggerak utama untuk mengakuisisi, mengaktivasi, dan mengelola pengguna (user). Strategi ini fokus pada end-user langsung dengan memangkas langkah-langkah panjang yang biasa perusahaan lakukan dengan metode marketing-led/sales-led growth.

Sejumlah brand ternama sudah memanfaatkan strategi product-led growth

Fokus pada mempercepat penyampaian value produk, versi semacam ‘try-before-you-buy’ seperti freemium dan free trial ini mempermudah pengguna sehingga mereka bisa langsung merasakan sendiri manfaat dan seluruh fitur produk sepanjang mereka inginkan serta merasakan langsung bagaimana ternyata produk tersebut bisa mengatasi masalah mereka dengan mudah.

Akumulasi dari experience langsung dan terus menerus ini kemudian idealnya membuat pengguna tertarik untuk memutuskan pembelian produk atau terus menggunakan produk tersebut sebagai solusi permasalahan mereka.

Hal ini senada dengan survei dari Forrester yang menyebutkan, 75% B2B condong memilih self-serve model. 3 dari setiap 4 B2B buyers lebih memilih self-educate dibandingkan belajar tentang produk dari tim sales perusahaan.

Strategi product-led growth ini bisa kita lihat dari brand kenamaan luar negeri yang berkecimpung di industri digital berbasis cloud seperti teleconference maupun desain online. Produk mereka banyak diadopsi oleh pengguna karena mudah digunakan dan terlebih lagi memiliki opsi fitur tanpa berbayar.

Pada akhirnya, bisnis brand-brand besar ini tumbuh dengan cepat dengan sedikit uang yang dikeluarkan untuk pemasaran (marketing-led growth). Produk mereka terpasarkan dengan sendirinya dari cerita mulut-ke-mulut para pengguna ‘gratis’ yang puas akan produk tersebut.

Kiat membangun strategi product-led growth

Mengimplementasikan product-led growth mempunyai manfaat yang besar, seperti memperluas jangkauan pengguna, meningkatkan kepuasaan pelanggan, dan mengurangi biaya akuisisi pengguna.

Adapun kiat dalam membangun product-led growth sebagai berikut:

1. Jadikan customer experience yang pertama

Ketika membuat produk, visi yang harus dibangun adalah bagaimana produk tersebut memberikan pengalaman terbaik bagi yang menggunakannya. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh PwC, 73% konsumen mengatakan customer experience merupakan faktor esensial dalam melakukan keputusan pembelian.

2. Kuasai road map produk

Setelah memiliki visi yang fokus pada pengalaman pengguna, selanjutnya adalah membuat peta jalan produk sebagai petunjuk bagi founder sendiri maupun tim produk akan apa saja yang harus dilakukan untuk menyukseskan tujuan atau program yang coba dibangun.

3. Fokus pada adopsi dan engagement user/customer

Membuat produk dengan segala fitur canggih saja tidak cukup. Produk yang dibuat harus bisa menarik dan membantu pengguna untuk terus menggunakan produk Anda. Salah satu caranya adalah memperkenalkan dan menuntun pengguna anda mengoptimalkan fitur-fitur produk lain yang belum terjamah seperti fitur guides.

4. Selalu kembangkan produk

Selalu kembangkan produk mengikuti kebutuhan pengguna. Cara ini memberikan makna bahwa perusahaan Anda selalu peduli dan berusaha memberikan solusi yang terbaik. Lebih lagi, ini bisa memupuk kesetiaan pengguna.

5. Kuatkan strategi dengan data

Ingin membuat produk yang bagus dan disukai oleh banyak orang artinya membutuhkan data perilaku pengguna target pasar produk Anda. Anda bisa meminta feedback langsung dari pengguna atau melihat data tracking saat pengguna mencoba produk Anda.

Misalnya, kenapa fitur A lebih sedikit digunakan dibanding fitur B. Dari data tersebut Anda bisa mengambil keputusan mana yang harus diperbaiki dan terus dikembangkan. Cobalah mulai untuk menggali permasalahan apa yang sedang dihadapi dari data tersebut dan mencari solusinya.

Terlihat mudah, namun menjalankan strategi product-led growth juga membutuhkan pemaham yang lebih mendalam baik bagi seorang founder maupun product manager. Belajar memahami langsung dari praktisi profesional bisa menjadi salah satu jawabannya.

Mengakomodasi hal ini, DailySocial akan mengupas tuntas strategi product-led growth pada Selasa, 18 Januari 2022 mendatang dalam webinar #SelasaStartup dengan topik “Growth Webinar: Build for Product-Led Growth.”

Kiat-Tepat-Membangun-Growth-Bisnismu-Melalui-Pengembangan-Produk

Acara yang digelar daring ini nantinya akan menjelaskan product-led growth lebih mendalam disertai berbagai tips dan best practice langsung dari Amplitude, perusahaan pionir dalam bidang digital optimization dan Robert Tan, VP of Pluang serta Dhiku Hadikusuma Wahab, Chief Product Officer of Vidio .

Mulai “growth” bisnismu melalui pengembangan produk sekarang. Daftar #SelasaStartup melalui tautan ini.