Fasilitas Supercharger Tak Lagi Bisa Dinikmati Pemilik Baru Mobil Tesla Secara Cuma-Cuma

Menjadi pemilik Tesla Model S atau Model X berarti Anda sudah move on dari SPBU. Sebagai gantinya, mobil Anda cas semalaman di garasi rumah, atau berkunjung ke fasilitas Tesla Supercharger ketika sedang dalam perjalanan jauh.

Selama empat tahun terakhir, Tesla sudah menyediakan lebih dari 4.600 Supercharger yang tersebar di Amerika Serikat, Eropa sampai ke Tiongkok maupun Jepang – Indonesia belum kebagian jatah. Konsumen pun selama ini sama sekali tidak dipungut biaya, akan tetapi situasinya akan berubah mulai tahun depan.

Demi terus memperbanyak jumlah fasilitas Supercharger, Tesla menetapkan kebijakan baru: bagi konsumen yang memesan mobil Tesla setelah 1 Januari 2017, Supercharger tak lagi bisa dinikmati secara cuma-cuma. Mereka hanya akan mendapat jatah gratis sebanyak 400 kWh (setara sekitar 1.600 kilometer) selama setahun.

Lebih dari itu, konsumen akan ditarik biaya kecil secara berkala. Pun demikian, Tesla menegaskan bahwa fasilitas Supercharger tidak akan mereka jadikan sarana mengambil untung; harga yang harus ditebus konsumen dipastikan lebih murah ketimbang biaya yang diperlukan untuk mengisi bahan bakar mobil tradisional dengan jarak tempuh yang sama.

Pemilik lawas atau yang sedang menunggu pesanan mobilnya tidak perlu khawatir, dengan catatan mobil akan dikirim sebelum tanggal 1 April 2017. Ini berarti semua pemilik Model 3 nantinya juga terkena imbas dari kebijakan baru Tesla, mengingat mobil tersebut baru akan diproduksi di pertengahan 2017.

Sejatinya kebijakan ini Tesla ambil juga untuk mengantisipasi banjir konsumen Model 3. Banderol harga $35.000 menjadikan mobil tersebut terjangkau banyak kalangan. Alhasil, Tesla harus gerak cepat menambah fasilitas Supercharger di berbagai titik supaya mereka tidak kewalahan.

Rincian biayanya baru akan diumumkan setidaknya sebelum pergantian tahun. Untuk sekarang, Tesla hanya bisa bilang bahwa tarifnya akan naik-turun dari waktu ke waktu, dan berbeda-beda di tiap lokasi berdasarkan tarif listrik di kawasan tersebut.

Sumber: Tesla.

Heads-Up Display Navdy Ingin Hapuskan Kebiasaan Memakai Ponsel Selagi Mengemudi

Entah alasannya sibuk atau memang bandel, menggunakan smartphone selagi mengemudi merupakan kebiasaan yang harus benar-benar dihilangkan. Sayangnya perkembangan teknologi setiap tahunnya membuat kita semakin tergantung dengan smartphone, sehingga sulit rasanya untuk menghindari kebiasaan buruk ini.

Kehadiran aksesori untuk menggantungkan smartphone di dashboard atau di kaca depan setidaknya bisa sedikit membantu, tapi cara ini pun masih bisa membuat perhatian kita teralihkan. Lain ceritanya dengan heads-up display alias HUD, yang menyajikan informasi dalam tampilan yang bening serta diposisikan pas di tengah-tengah pandangan pengemudi.

Saat ini memang sudah ada beberapa perangkat HUD yang dijual di pasaran, tapi sepertinya belum ada yang seambisius Navdy. Pertama kali diperkenalkan dua tahun yang lalu melalui sistem crowdfunding, Navdy kini sudah siap meluncur ke pasaran.

Navdy mengklaim proses pemasangan unitnya hanya memakan waktu 15 menit saja / Navdy
Navdy mengklaim proses pemasangan unitnya hanya memakan waktu 15 menit saja / Navdy

Fungsi utama Navdy adalah memproyeksikan informasi ke kaca depan, sehingga pengemudi bisa memantaunya tanpa mengalihkan pandangan sama sekali. Mengingat Navdy tersambung ke port OBD II milik mobil, informasi tersebut mencakup kecepatan, sisa bahan bakar, plus info lain seperti panduan navigasi dan notifikasi berkat konektivitasnya dengan smartphone.

Navdy memiliki komponen mikrofon dan speaker-nya sendiri, memungkinkannya untuk berinteraksi dengan pengemudi via perintah suara. Contohnya, ketika status bahan bakar terdeteksi kritis, Navdy akan merekomendasikan pengemudi untuk mampir ke SPBU dan otomatis menampilkan rute navigasinya.

Selain gesture, Navdy juga bisa dikendalikan menggunakan scroll wheel yang dijepitkan ke setir / Navdy
Selain gesture, Navdy juga bisa dikendalikan menggunakan scroll wheel yang dijepitkan ke setir / Navdy

Navigasinya sendiri mengandalkan perpaduan Google Maps di ponsel dan Here Maps beserta chip GPS internal yang tertanam dalam bodi Navdy. Sederhananya, ketika koneksi internet di ponsel sedang kurang baik, Navdy akan otomatis beralih ke database Here Maps yang bisa ia akses secara offline.

Panggilan telepon yang masuk ke ponsel juga bisa langsung diterima lewat Navdy dengan melambaikan tangan, atau bisa juga dengan menggunakan aksesori berupa scroll wheel yang dijepitkan ke setir. Selagi ini berlangsung, interface-nya akan dibagi menjadi dua sehingga panduan navigasi masih bisa terus ditampilkan.

Interface-nya yang sederhana terkesan semakin efektif berkat proyeksi yang berkualitas. Navdy mengklaim tingkat kecerahan proyeksinya lebih terang 40 persen daripada layar smartphone, dan ketajaman warna sekaligus gambarnya dijamin tetap konsisten dalam kondisi pencahayaan apapun – cukup terang di siang hari, tidak membutakan di malam hari.

Saat ada panggilan telepon masuk, interface-nya akan dibagi dua supaya panduan navigasi tetap bisa ditampilkan / Navdy
Saat ada panggilan telepon masuk, interface-nya akan dibagi dua supaya panduan navigasi tetap bisa ditampilkan / Navdy

Semua ini bakal terdengar semakin menarik berkat integrasi Google Assistant dan Siri. Dengan begitu, memilih dan memutar lagu bisa dilakukan semudah menginstruksikan kedua asisten virtual tersebut, termasuk halnya mencari lokasi di peta.

Navdy saat ini sudah bisa dibeli seharga $799. Kalau mobil Anda dilengkapi port OBD II – hampir semua yang diproduksi di tahun 1996 ke atas memilikinya – maka Navdy pun kompatibel dan siap digunakan.

Sumber: CNET dan Navdy.

Didirikan Mantan Karyawan Tesla, Lucid Motors Siapkan Penantang Model S di Tahun 2018

Seperti Apple, Tesla juga punya banyak ‘musuh’; mulai dari yang sekelas Mercedes-Benz atau Porsche, sampai yang masih seumur jagung seperti Faraday Future. Ini memang resiko menjadi pionir industri, dan seiring berjalannya waktu, persiapan yang dimiliki para penantangnya akan semakin matang.

Kalau tidak percaya, coba tengok Lucid Motors. Pabrikan mobil anyar yang sebelumnya bernama Atieva ini didirikan oleh sejumlah mantan karyawan Tesla, dan misinya tidak lain dari bersaing dengan Elon Musk dkk. Setidaknya itulah yang sedang mereka persiapkan melalui sedan elektrik perdananya.

Sepasang motor elektrik milik mobil ini diklaim dapat menyemburkan daya hingga sebesar 900 hp / Lucid Motors
Sepasang motor elektrik milik mobil ini diklaim dapat menyemburkan daya hingga sebesar 900 hp / Lucid Motors

Sama seperti Porsche Mission E, mobil yang sejauh ini belum bernama tersebut dirancang untuk menjadi ‘pembunuh’ Tesla Model S. Lucid Motors sendiri belum mau mengungkap wujudnya secara menyeluruh, namun dari bagian moncongnya yang mirip Chevrolet Camaro saja sudah bisa menjadi indikasi bahwa desainnya cukup sporty.

Performa menjadi salah satu fokus utama Lucid Motors dalam mengembangkan sedan perdananya ini. Salah satu petingginya, Peter Rawlinson yang menjabat sebagai CTO sempat menyebutkan bahwa daya yang dihasilkan sepasang motor elektrik milik mobil ini bisa mencapai kisaran 900 hp, dengan kecepatan maksimum setidaknya 320 km/jam.

User interface intuitif dan navigasi berbasis perintah suara yang alami juga merupakan fitur andalan Lucid Motors / Lucid Motors
User interface intuitif dan navigasi berbasis perintah suara yang alami juga merupakan fitur andalan Lucid Motors / Lucid Motors

Soal jarak tempuh, versi produksinya nanti akan mengusung baterai berkapasitas 87 kWh, sanggup melaju sejauh 480 kilometer sebelum perlu mampir ke titik charging terdekat. Rawlinson bahkan tidak segan menyebutkan rencananya untuk mengembangkan versi yang sanggup menempuh jarak 640 km – rasa percaya dirinya didasari oleh riset baterai yang dilakukan selama perusahaan masih bernama Atieva.

Lucid Motors berharap bisa membawa mobil ini ke pasaran pada tahun 2018. Meski tidak ada detail yang lebih merinci, dipastikan mobil ini juga akan dilengkapi sejumlah elemen kemudi otomatis dan navigasi berbasis perintah suara yang alami.

Sumber: The Drive dan Lucid Motors.

Tesla Lengkapi Semua Mobil yang Sedang Diproduksi dengan Hardware Autopilot Baru

Di saat pabrikan mobil lain sedang sibuk menyiapkan mobil elektrik perdananya, Tesla yang sudah mencuri start bisa berfokus ke bidang lain yang tidak kalah penting perannya terhadap industri otomotif. Yup, apalagi kalau bukan teknologi kemudi otomatis?

Tesla sadar betapa pentingnya teknologi ini, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk membekali semua mobil yang tengah diproduksi – termasuk Model S, Model X dan Model 3 – dengan hardware yang diperlukan untuk menyanggupi eksekusi kemudi otomatis secara penuh, atau dengan kata lain, lebih komprehensif dari yang ditawarkan fitur Autopilot saat ini.

Perlengkapan tersebut mencakup 8 kamera 360 derajat dengan jangkauan pandang sejauh 250 meter, 12 sensor ultrasonik dengan kemampuan mendeteksi objek dua kali lebih baik dari sebelumnya, serta radar dengan kinerja yang lebih maksimal. Semuanya demi menyajikan ‘penglihatan’ di luar batas indera manusia sebagai pengemudi.

Tesla tidak lupa menyematkan sistem komputer baru yang memiliki performa 40 kali lebih cepat ketimbang sebelumnya. Bersamaan dengan itu, Tesla juga mengembangkan sistem neural network sendiri untuk mengolah semua data dari computer vision, sonar dan radar.

Perlu dicatat, semua fitur yang ditawarkan hardware baru ini tidak bisa langsung dinikmati begitu saja dalam waktu dekat. Tesla akan lebih dulu melakukan kalibrasi sistem melalui data-data yang dikumpulkan oleh mobil-mobil buatannya yang sudah ada dijalanan sekarang.

Hal ini dilakukan semata untuk alasan keselamatan pengemudi dan guna memastikan sistem bisa berjalan secara optimal. Saat semuanya sudah siap, lagi-lagi Tesla akan mendistribusikannya lewat software update. Di saat yang sama, Tesla juga berjanji untuk tidak melupakan konsumen loyalnya dan berkomitmen untuk terus menyempurnakan mobil-mobil lawas buatannya melalui software update.

Sumber: Tesla.

DHL Ciptakan Mobil Elektrik Sendiri Sebagai Bentuk ‘Tamparan’ Bagi Pabrikan Otomotif

Belum lama ini, Mercedes-Benz sempat menunjukkan secanggih apa mobil pengiriman di masa yang akan datang lewat konsep bernama Vision Van. Namun bagi perusahaan logistik sekelas DHL, konsep saja tidak cukup, mereka membutuhkan mobil elektrik yang praktis dan efisien untuk dipakai sekarang juga.

Untuk itu, mereka pun memutuskan untuk langsung turun tangan dan mengembangkan mobil elektriknya sendiri. Tentu saja tidak sendirian, melainkan dibantu oleh RWTH Aachen University asal jerman, supplier otomotif Bosch dan Hella, serta ahli software asal AS bernama PTC.

Dijuluki StreetScooter, jangan bayangkan mobil ini secanggih buatan Tesla Motors maupun pabrikan yang lain. DHL sengaja merancangnya sebagai sebuah alat untuk membantu para karyawannya di lapangan, jadi tidak banyak standar yang harus dipenuhi oleh mobil ini.

Memang benar, baterai berkapasitas 20,6 kWh-nya hanya mampu membawa mobil melaju hingga sejauh 80 kilometer saja. Akan tetapi ini saja sebenarnya sudah cukup untuk kebutuhan DHL dalam melakukan pengiriman di kawasan urban di negara-negara Eropa tanpa mencemarkan udara di daerah tersebut.

Kecepatan maksimumnya berkisar 80 km/jam, sedangkan muatan maksimumnya sekitar 650 kilogram. Pun demikian, DHL juga tengah menyiapkan versi yang lebih besar dengan muatan maksimum sekitar 1 ton dan volume ruang kargo 7.900 liter.

StreetScooter jauh dari kata cantik, tapi fungsional, praktis serta tahan lama / DHL
StreetScooter jauh dari kata cantik, tapi fungsional, praktis serta tahan lama / DHL

Akan tetapi yang lebih penting bagi DHL adalah sisi praktis dari mobil ini. DHL dan mitranya mengembangkan mobil-mobil ini agar bisa dipakai enam hari setiap minggu selama 16 tahun. Pintu-pintunya didesain agar bisa dibuka-tutup sebanyak 200 kali setiap hari, dan motor elektriknya sendiri tidak membutuhkan perawatan intensif.

Inisiatif DHL ini juga bisa dilihat sebagai ‘tamparan’ bagi industri otomotif bahwa perusahaan logistik bukan cuma membutuhkan mobil elektrik yang canggih saja, tetapi mereka juga butuh cepat mengingat zona rendah emisi mulai banyak diberlakukan di berbagai kawasan.

Sumber: Road & Track.

Akhir Tahun Ini, Mobil Buatan Volvo Bisa ‘Berbicara’ Satu Sama Lain

Judul di atas tidak mengada-ada. Komunikasi antar mobil sudah menjadi wacana umum di industri otomotif dalam beberapa tahun terakhir selain mobil elektrik dan sistem kemudi otomatis, dan Volvo sepertinya sudah siap untuk menerapkannya sebelum pergantian tahun.

Semua mobil seri 90 Volvo akan kebagian jatah teknologi ini pada akhir tahun. S90, V90 dan XC90 bisa saling berkomunikasi meski tipenya berbeda. Hal ini dikarenakan komunikasi mereka sebenarnya dijembatani oleh cloud.

Jadi saat suatu mobil melewati jalan licin atau berhadapan dengan berbagai macam rintangan dan kondisi jalan lain, informasi tersebut akan langsung ditampung di cloud. Selanjutnya, mobil yang melaju ke arah tersebut akan menerima informasi yang sama sehingga pengemudinya bisa mengatasi dengan sigap.

Ilustrasi cara kerja sistem komunikasi antar mobil berbasis cloud milik Volvo / Volvo
Ilustrasi cara kerja sistem komunikasi antar mobil berbasis cloud milik Volvo / Volvo

Volvo mengembangkan teknologi ini bersama dengan Ericsson. Meski mengharuskan mobil untuk terus terhubung dengan internet, sistem berbasis cloud seperti ini dapat memastikan distribusi informasi yang ideal bagi setiap mobil. Sederhananya, kalau Anda tidak mengarah ke jalan licin tadi, mobil Anda tidak akan menerima informasinya sehingga terkesan sia-sia dan tidak relevan.

Dalam waktu dekat, sistem ini akan diterapkan di kawasan Eropa terlebih dulu. Volvo punya rencana untuk membawanya ke kawasan lain, tapi menolak untuk memastikan kapan.

Di sisi lain, Volvo bukan satu-satunya pabrikan yang sibuk mengembangkan sistem komunikasi antar mobil ini. Sebelumnya Mercedes-Benz sudah menerapkan sistem serupa pada seri E-Class di Eropa, Amerika Serikat dan Tiongkok. Toyota pun juga demikian, dimana seri Crown-nya sudah bisa saling bertukar informasi sejak tahun lalu di Jepang, bahkan dengan infrastruktur sekalipun.

Pabrikan lain macam Cadillac, Audi dan Jaguar Land Rover juga tengah sibuk mengembangkan dan menguji sistem serupa. Setidaknya tahun depan kita bisa menjumpai lebih banyak mobil yang dapat ‘berbicara’ satu sama lain.

Sumber: Automotive News.

Mercedes-Benz Tunjukkan Kesiapannya Bersaing di Industri Mobil Elektrik Lewat Konsep Bernama Generation EQ

Elon Musk patut berbangga. Pasalnya, Tesla Motors berhasil memepolori tren mobil elektrik, dan kini hampir semua pabrikan mengikuti jejaknya. Bahkan pabrikan mobil Jerman yang notabene merupakan pionir industri otomotif, mulai dari Volkswagen sampai Mercedes-Benz, benar-benar serius menyikapi tren ini.

Di ajang Paris Motor Show 2016, Mercedes-Benz memamerkan prototipe mobil konsep bernama Generation EQ. Menurut CEO Daimler yang merupakan induk perusahaan Mercy, Generation EQ lebih dari sekadar mobil elektrik. Mobil ini sekaligus menandai kesiapan Daimler beserta anak-anak perusahaannya untuk meluncurkan deretan mobil elektrik dari segala segmen.

Mercedes-Benz Generation EQ sendiri merupakan sebuah SUV dengan penampilan futuristis. Wujudnya sepintas tampak seperti Porsche Cayenne, tapi dengan lekukan dan garis-garis yang lebih berani. Melihat bagian sampingnya, EQ tampak begitu bersih; spionnya digantikan oleh kamera, dan handle pintunya juga tidak ada, mengindikasikan kalau pintunya akan terbuka secara otomatis ketika pemilik mobil mendekatinya.

Mercedes-Benz Generation EQ sanggup menempuh jarak 500 km dalam satu kali charge / Daimler
Mercedes-Benz Generation EQ sanggup menempuh jarak 500 km dalam satu kali charge / Daimler

Mercedes-Benz membekali Generation EQ dengan sepasang motor elektrik yang sanggup menyemburkan tenaga sebesar 402 hp. Akselerasinya termasuk gahar untuk ukuran SUV; 0 – 100 km/jam di bawah lima detik, meski masih belum sekelas Tesla Model X. Suplai energi datang dari baterai berkapasitas 70 kWh yang sanggup membawa mobil menempuh jarak sejauh 500 km dalam satu kali charge.

Charging juga berlangsung sangat cepat, selama regulasi membolehkan. Untuk sekarang, daya charging berada di kisaran 50 kW sampai 150 kW, menyesuaikan dengan standar yang ada. Namun Mercy telah merancangnya agar mampu mengatasi daya charging sebesar 300 kW, yang secara teori sanggup memberikan jarak tempuh sejauh 100 km dalam waktu lima menit saja.

Sistem peta digital dalam Mercedes-Benz Generation EQ akan ditampilkan dalam wujud 3D / Daimler
Sistem peta digital dalam Mercedes-Benz Generation EQ akan ditampilkan dalam wujud 3D / Daimler

Masuk ke dalam, pengemudi akan disambut oleh layar super-lebar berukuran 24 inci yang menjadi pusat dari segala informasi maupun navigasi. Bicara soal navigasi, Generation EQ ditenagai oleh sistem besutan HERE yang kini berada di bawah naungan Daimler, Audi dan BMW.

Peta digital besutan HERE di sini punya cara kerja yang cukup unik. Peta akan disajikan dalam wujud 3D, tapi ketimbang menampilkan semua bangunan yang ada, sistem hanya akan memilih bangunan yang relevan terhadap proses navigasi untuk meminimalkan kebingungan. Lebih lanjut, EQ dilengkapi sistem untuk menerima data dari mobil lain, bangunan maupun infrastruktur yang sudah ada.

Meski baru sebatas konsep, Mercy dengan tegas menyatakan niatnya untuk memproduksi mobil ini secara massal, paling lambat mulai tahun 2019. Mercy tidak lupa menjanjikan kalau versi produksinya nanti tidak akan jauh-jauh dari prototipe konsepnya yang ada sekarang.

Sumber: Autoblog.

Kalahkan Tesla Model 3, Chevrolet Bolt Sanggup Menempuh 383 Kilometer dalam Satu Kali Charge

Diumumkan di awal tahun 2015, mobil elektrik Chevrolet Bolt sudah semakin dekat dengan tahap produksi dan pemasaran. Akan tetapi Chevrolet juga harus siap untuk menghadapi tantangan yang cukup berat dari Tesla Model 3 yang bermain di segmen yang sama.

Baik Chevrolet Bolt dan Tesla Model 3 pada dasarnya punya tujuan untuk menjadikan mobil elektrik sebagai komoditas mainstream lewat banderol harga yang terjangkau. Di saat yang sama, efisiensi daya juga menjadi salah satu prioritas mengingat aspek ini merupakan kelebihan lain mobil elektrik setelah absennya emisi karbon.

Saat diumumkan pertama kali, Bolt diklaim sanggup menempuh jarak hingga 320 kilometer dalam satu kali charge. Angka ini sebenarnya sudah cukup memikat, tapi ternyata Chevrolet masih bisa mendongkraknya lebih lagi. Berdasarkan pernyataan resmi US Environmental Protection Agency (EPA), Bolt rupanya bisa menempuh 383 km sebelum baterainya perlu diisi ulang.

Chevrolet Bolt akan hadir di pasaran setahun lebih cepat dari Tesla Model 3 / Chevrolet
Chevrolet Bolt akan hadir di pasaran setahun lebih cepat dari Tesla Model 3 / Chevrolet

Sebagai perbandingan, jarak tempuh Tesla Model 3 hanya berkisar 346 km. Varian Model S yang termurah pun – 60 kWh, $67.200 – hanya sanggup melaju sejauh 338 km dalam satu kali charge. Tentu saja ini merupakan pencapaian yang luar biasa bagi Chevrolet, apalagi mengingat banderol harga Bolt tidak sampai separuh varian terbawah Model S tersebut.

Menurut Josh Tavel selaku pimpinan engineer Bolt, teknologi regenerative braking memegang peranan yang tak kalah penting dari sekadar baterai berkapasitas besar – 60 kWh tepatnya. Regenerative braking dalam mode Drive standar saja bisa menyumbangkan sekitar 64 km ekstra, yang berarti jarak tempuhnya bisa semakin jauh lagi saat mode Low diaktifkan.

Seandainya pernyataan Chevrolet pada saat pengumuman tidak meleset, banderol harga Bolt nantinya akan dimulai di angka $30.000. Mereka berencana untuk mulai memasarkannya pada akhir tahun ini juga, setahun lebih cepat ketimbang Tesla Model 3.

Sumber: Car & Driver. Sumber gambar: Chevrolet.

Tesla Maksimalkan Kinerja Radar pada Autopilot Lewat Software Update

Fitur Autopilot yang dimiliki Tesla memang belum bisa dikatakan sempurna. Akan tetapi Elon Musk dkk berkomitmen untuk terus memperbaikinya lewat software update, dan yang terbaru, Autopilot dirancang agar bisa lebih memaksimalkan kapabilitas radar pada mobil.

Sebelum ini, radar hanya berperan sebagai sensor pelengkap dari kamera dan teknologi pengolahan gambar. Hal ini disebabkan oleh sejumlah kelemahan radar yang bisa berakibat pada salah dugaan; salah satunya adalah ketika berhadapan dengan objek yang mempunyai permukaan reflektif seperti kaleng minuman bersoda, dimana radar akan mendeteksi ukuran objek tersebut jauh lebih besar daripada aslinya.

Sederhananya, konsumen tentu saja tidak mau mobilnya mengerem mendadak saat hanya ada sebuah kaleng minuman di depannya. Manuver ini jauh dari kata penting. Itulah mengapa Tesla telah memperbaiki cara kerja radar pada Software Update 8.0.

Utamanya, radar milik mobil Tesla kini bisa mendeteksi lebih banyak objek beserta informasinya yang lebih mendetail dengan memakai hardware yang sama. Software akan membuat gambaran 3D dari berbagai hasil tangkapan radar sehingga objek bisa teridentifikasi secara lebih akurat.

Tesla tidak lupa memaksimalkan teknologi fleet learning untuk mengurangi kasus salah mengerem. Di sini mobil-mobil Tesla akan mengunggah data ke cloud selagi berada di jalan sehingga mobil lainnya tidak perlu mengalami nasib yang sama saat melaju di jalan tersebut.

Secara keseluruhan, radar kini punya peran yang lebih besar dalam sistem Autopilot Tesla. Hal ini krusial mengingat radar bisa mengidentifikasi objek yang tidak terlihat oleh kamera, seperti misalnya ketika ada pohon tumbang di jalanan yang diselimuti oleh kabut tebal.

Sumber: Tesla Motors.

Berbekal Drone dan Ruang Kargo Otomatis, Mercedes-Benz Vision Van Adalah Mobil Pengiriman Masa Depan

Mobil konsep, apalagi di era mobil elektrik dan mobil tanpa sopir ini, seringkali berwujud sedan mewah dengan kabin super-lega layaknya sebuah lounge berjalan. Namun Mercedes-Benz baru-baru ini mencoba melakukan hal yang berbeda. Mereka ingin menunjukkan bagaimana kemajuan teknologi otomotif bisa diterapkan pada mobil untuk kebutuhan komersial.

Di bidang ini, tipe mobil yang paling populer adalah van, terutama di industri logistik. Dijuluki Vision Van, konsep besutan Mercy ini tidak cuma mengandalkan motor elektrik sebagai nilai jual utamanya, tetapi juga konektivitas dan otomatisasi di berbagai aspek.

Penerapan teknologi elektrik menjadikan ruang kargo dalam Vision Van lebih lega ketimbang van seukurannya, mengingat bagian dasarnya benar-benar rata dan bagian depannya bisa dipendekkan karena tak perlu lagi dihuni oleh mesin. Ruang kargo yang lebih lega saja sebenarnya sudah merupakan nilai plus untuk perusahaan logistik, tapi Mercedes-Benz tidak mau berhenti sampai di situ saja.

Loading barang pada Mercedes-Benz Vision Van dikendalikan dari jauh dengan sistem berbasis cloud / Daimler
Loading barang pada Mercedes-Benz Vision Van dikendalikan dari jauh dengan sistem berbasis cloud / Daimler

Pada ruang kargonya, Mercy telah menyematkan sistem akomodasi barang yang bisa diotomatisasi. Loading barang bisa dilakukan secara lebih mudah dan lebih cepat berkat kemampuan sistem untuk menata barang-barang di atas rak secara otomatis, lalu mengeluarkannya kembali tanpa bantuan seseorang.

Semua ini bisa dikontrol dari kejauhan dengan mengandalkan konektivitas cloud, dan lagi perusahaan logistik juga bisa mengintegrasikannya ke sistem mereka sendiri.

Setelah mengerjakan tugasnya, drone akan kembali ke 'rumahnya' di atap Mercedes-Benz Vision Van / Daimler
Setelah mengerjakan tugasnya, drone akan kembali ke ‘rumahnya’ di atap Mercedes-Benz Vision Van / Daimler

Lebih lanjut, Mercedes turut membekali Vision Van dengan sepasang drone yang masing-masing sanggup menggotong objek berbobot 2 kilogram dan mengantarkannya hingga sejauh 10 kilometer. Drone ini dimaksudkan untuk menjangkau area dimana mobil tidak diperbolehkan masuk, atau sekadar mempermudah pekerjaan petugas pengiriman saat tiba di tujuan.

Mercedes-Benz Vision Van ini merupakan bagian dari strategi baru bernama adVANce, dimana pabrikan asal Jerman tersebut ke depannya tidak mau sekadar menjadi produsen mobil saja, tetapi juga penyedia sistem inovatif seperti ini untuk industri.

Sumber: Digital Trends.