Lewat Media Sosial dan Situs Web, Kanva Tingkatkan Peluang Pangsa Pasar Produk Dekorasi Rumah

Mengusung konsep direct to consumer (DTC), platform yang menyediakan keperluan dekorasi rumah Kanva didirikan oleh Andi Kurniaty (Nuny) tahun 2015. Selain konsep DTC, Kanva juga memiliki beberapa proyek khusus dengan beberapa korporasi (B2B).

“Seluruh produk Kanva is proudly made in Indonesia dengan pengrajin kita dari beberapa pelosok Indonesia. Tujuannya adalah bagaimana menghadirkan kualitas produk lokal bisa bersaing,” kata Nuny.

Saat ini Kanva telah memiliki sekitar 6 pengrajin yang tersebar di beberapa tempat seperti Jakarta, Cianjur, Jepara, dan Solo. Produk awal Kanva sendiri adalah produk custom wall decor/canvas print dengan sistem pre-order.

“Semua berawal dari media sosial sampai akhirnya bisa memiliki situs web sendiri,”kata Nuny.

Untuk memudahkan transaksi, sejumlah opsi pembayaran sudah disediakan meliputi via bank transfer, kartu kredit, dan payment gateway Midtrans.

Bermarkas di Jakarta, saat ini pelanggan yang dilayani bukan hanya datang dari Jawa, Kanva juga telah menerima beberapa pesanan dari Bangka Belitung, Goronalo, hingga Papua. Baru-baru ini produk Kanva juga sudah tersedia di Singapura dan Malaysia, melalui kerja sama dan kolaborasi dengan salah satu e-commerce di negara tersebut.

Masih menjalankan bisnis secara bootstraping, Kanva saat ini terus membuka kolaborasi dengan investor yang memiliki kesamaan visi untuk mendukung bisnisnya.

“Untuk saat ini masih dalam fase bootstraping tetapi ada beberapa investor yang telah menghubungi Kanva. Semoga ke depan, dengan membaiknya perekonomian, Kanva bisa berkembang lebih baik lagi,” kata Nuny.

Startup yang menawarkan consumer product dengan konsep direct to consumer sebelumnya sudah banyak bermunculan. Khususnya mereka yang mulai menerapkan teknologi untuk optimasi bisnis. Mulai dari produk kecantikan Base, SYCA, Amazara dan MENA Indonesia.

Pandemi dorong pertumbuhan usaha

Saat pandemi, Kanva melihat kondisi ini sebagai peluang besar untuk semakin melebarkan sayapnya. Di masa yang dianggap serba sulit ini, pihaknya justru berusaha all out memperbesar pangsa pasar, memperluas rangkaian produk, dan meningkatkan volume penjualan. Work From Home ditranslasikan Kanva menjadi peluang cemerlang. Pasalnya rumah merupakan ‘area bermain’ Kanva.

Menurut Nuny, kembali ke rumah adalah momentum yang harus dielaborasi dengan baik. Perusahaan mengklaim penjualan beberapa produk dekorasi rumah ini justru meningkat pesat. Besaran kenaikannya terhitung signifikan, yaitu mencapai 200% di semester pertama 2020.

“Pada saat awal pandemi, kami sangat khawatir ini akan memberikan impact yang berat kepada kami. Tapi dengan kondisi #dirumahaja ini, ternyata banyak orang yang mulai menata dan menghias rumahnya sehigga menjadikan Kanva sebagai salah destinasi mereka. Kenaikan signifikan untuk sales kami juga terasa, karena dimasa pandemi ini saat orang tidak bisa bertemu, banyak yang saling kirim mengirim gift dalam rangka hari spesial seperti wedding, birthday, dan house warming,” kata Nuny.

Kanva juga mengadakan berbagai webinar melalui platform Instagram Live. Hal ini dilakukan tidak semata-mata untuk menaikkan engagement, tetapi juga menjadi platform informasi bagi para pengikutnya. Di tengah pandemi, Kanva juga menggandeng beberapa bisnis lokal lainnya untuk berkolaborasi baik secara digital, maupun menghasilkan produk kolaborasi.

“Tidak dimungkiri kami pun senang sekali bisa membantu para pelaku bisnis lokal lainnya. Sebagai bisnis lokal yang relatif masih kecil, kita mau mengajak teman-teman lainnya untuk bahu-membahu saling menyelamatkan, setidaknya selama pandemi ini. Ke depannya juga, kami berharap bisa lebih bermanfaat lagi bagi lingkungan, bagi sesama, dan besar harapan kami untuk juga bisa membantu mengurangi angka pengangguran,” tutup Nuny.

Jenius Starts Targeting SMEs, Introducing Two New Services

Aiming to support new business owners, Jenius launched two new services, the Jenius business account, and the Bisniskit application. Rolled out for free, the application offers some features to new business owners or SME players.

“Through the spirit and process of co-creation, Jenius continues to get ideas, input, and insights from digital-savvy. From this process, we find that there is an aspiration to develop a bigger business. Jenius is here for business needs, therefore, those digital-savvy can easily manage their businesses.” Head of BTPN’s Digital Banking Business Product, Waasi Sumintardja said.

To date, Jenius has recorded a total of 90 thousand users. The Jenius business and Bisniskit accounts can only be used by small business owners. Companies or business owners who are classified as large and already have their own company accounts, cannot take advantage of both applications.

“Unlike the other POS platforms, our Jenius business and Bisniskit accounts are free of charge. In addition, all new users and those previously registered with Jenius can take advantage of this application for free for a lifetime,” Waasi said.

A complete integrated feature

The Jenius business account has several excellent features. First, a “Send It”, menu to make it easier to send money; second, an “In & Out” menu for transaction history; and the third, “mCard” virtual debit card for online transactions.

In addition, users also get $Cashtag and a new account number to send and receive money with Jenius Contacts, which functions to store phone numbers and e-mails for business purposes. Until now, the Jenius Bisnis application has been used by users for daily transactions around 2-3 times per day.

Meanwhile, the Bisniskit application from Jenius is presented to simplify business inquiries for users. Bisniskit has two main menus, shop and cashier.

Through the Shop menu, users can manage their business by using unique features, such as “Dashboard” which provides information and current business or store conditions, “Products” to record products and browse stocks, “Expenses” to record, schedule, and view expense history, “Customers” to store and view customer data, and “Shop Settings” to manage stores and provide access to employees.

“In this application, Bisniskit can be used by 10 people. It is expected that the new business owners can employ family or close relatives to facilitate their business going digital,” Waasi added.

Previously, Youtap has launched a similar service targeting SMEs who want to adopt the digital business. What makes Youtap different is the platform can use QR Code and provide SKU up to 2 thousand more to users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Jenius Mulai Incar Pelaku UKM, Luncurkan Dua Layanan Baru

Bertujuan untuk membantu pemilik usaha baru, Jenius meluncurkan dua layanan baru yakni akun bisnis Jenius dan aplikasi Bisniskit. Digulirkan secara gratis, aplikasi tersebut menawarkan sejumlah kemudahan kepada pemilik usaha baru atau di tingkat UKM.

“Melalui semangat dan proses kokreasi, Jenius terus mendapatkan ide, masukan serta insight dari digital savvy. Dari proses tersebut, kami menemukan adanya aspirasi mengembangkan bisnis lebih besar lagi. Kini Jenius juga hadir untuk kebutuhan bisnis sehingga digital savvy dapat dengan mudah mengelola kebutuhan bisnisnya,” kata Digital Banking Business Product Head BTPN Waasi Sumintardja.

Secara keseluruhan saat ini Jenus sudah memiliki sekitar 90 ribu pengguna. Adapun akun Jenius bisnis dan Bisniskit hanya bisa digunakan oleh pemilik usaha kecil saja. Untuk perusahaan atau pemilik usaha yang tergolong besar dan sudah memiliki rekening perusahaan sendiri, tidak bisa memanfaatkan kedua aplikasi tersebut.

“Berbeda dengan platform POS lainnya, akun Jenius bisnis dan Bisniskit kami tidak dikenakan biaya. Jadi semua pengguna baru dan yang sebelumnya sudah terdaftar di Jenius bisa memanfaatkan aplikasi ini secara cuma-cuma untuk seterusnya,” kata Waasi.

Fitur lengkap terintegrasi

Akun bisnis Jenius memiliki beberapa fitur unggulan. Pertama ada “Send It”, memudahkan untuk kirim uang; kedua da “In & Out” untuk mencatat dan menelusuri histori transaksi; dan yang ketiga “m­Card” kartu debit virtual untuk transaksi online.

Selain itu para pengguna juga mendapatkan $Cashtag dan nomor rekening baru untuk kirim dan terima uang serta Jenius Contacts yang berfungsi untuk menyimpan nomor telepon dan email untuk keperluan bisnis. Jenius mencatat hingga saat ini untuk aplikasi Jenius Bisnis sudah digunakan oleh pengguna untuk transaksi harian sekitar 2-3 kali per harinya.

Sementara aplikasi Bisniskit dari Jenius dihadirkan agar membantu pengguna mengelola bisnis dengan lebih simpel. Bisniskit memiliki dua menu utama, yaitu Toko dan Kasir.

Melalui menu Toko, pengguna dapat mengelola bisnisnya dengan menggunakan fitur-­fitur unik, seperti “Dashboard” yang menyajikan informasi dan kondisi terkini bisnis atau toko, “Produk” untuk mencatat produk dan mengetahui stok yang dimiliki, “Pengeluaran” untuk mencatat, membuat jadwal, dan melihat histori pengeluaran, “Pelanggan” untuk menyimpan dan melihat data pelanggan, dan “Pengaturan Toko” untuk mengelola toko dan memberikan akses kepada karyawan.

“Dalam aplikasi tersebut Bisniskit bisa digunakan oleh 10 orang, harapannya bagi pemilik usaha baru bisa mempekerjakan famili atau kerabat dekat agar bisnis mereka lebih mudah dijalankan secara digital,” kata Waasi.

Sebelumnya Youtap juga telah meluncurkan layanan serupa yang juga menyasar pelaku UKM yang ingin mengadopsi bisnis mereka secara digital. Bedanya untuk layanan Youtap sudah bisa menggunakan QR Code dan menyediakan SKU hingga 2 ribu lebih kepada pengguna.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Cerita Tazbiya, Optimalkan Kanal Digital Kembangkan Brand Produk Busana Muslim

Meskipun sempat mengalami penurunan traksi saat awal menyebarnya Covid-19, namun saat ini penjualan produk fesyen baik online maupu offline sudah kembali menunjukkan peningkatan. Termasuk bagi Tazbiya Brands, sempat mengalami kendala saat pandemi, kini kembali menjalankan bisnis secara normal.

Founder Tazbiya Brands Ferdinand Aliwarga bercerita, bisnisnya mengedepankan konsep online to offline (O2O) dan direct to consumer (D2C). Bermula dari toko kecil di kawasan ITC Kuningan.

“Waktu itu kami jual macam-macam produk. Mulai dari gamis, daster, sampai terakhir kami mencoba menjual mukena motif. Ternyata mukena motif banyak peminatnya. Dan setelah riset pasar, ternyata untuk mukena, belum ada brand yang dominan di Indonesia. Jadi kami memutuskan untuk mulai serius je sana, dengan kanal penjualan offline maupun online,” kata Ferdinand.

Seiring berjalannya waktu, kini Tazbiya Brands telah menambah varian brand, seperti Oriana Homewear untuk baju sehari-hari, Baneska Official untuk fast fashion muslimah, Taruni Indonesia untuk batik anak muda, dan masih ada beberapa brand lainnya.

Tazbiya Brands melihat pasar fesyen di Indonesia masih sangat segmented. Akhirnya perusahaan mencoba secara perlahan untuk membuat brand baru. Terutama untuk kategori di pasar yang hingga kini belum terlayani dengan baik.

Ekspansi lewat e-commerce

Tim dan jajaran manajemen Tazbiya Brands
Tim dan jajaran manajemen Tazbiya Brands

Untuk setiap brand dalam naungan Tazbiya, target pasar dan kegiatan pemasaran yang dilancarkan juga berbeda. Sehingga tidak semua dipatok rata, tidak semua dioptimalkan lewat e-commerce. Contohnya adalah brand Baneska, yang memiliki target pasar ibu rumah tangga yang belum terbiasa berbelanja melalui layanan e-ecommerce.

“Untuk memudahkan mereka melakukan transaksi, 90% dari pembeliannya adalah transaksi dengan cara COD (cash on delivery) yang dilakukan melalui landing page khusus kemudian diarahkan langsung melalui WhatsApp,” kata Ferdinand.

Selain bisa diakses di website, Tazbiya Brands juga memanfaatkan channel official store di layanan marketplace terkemuka. Mulai dari Shopee, Tokopedia hingga Lazada. Sementara itu untuk produk yang harganya premium, perusahaan menjual produk tersebut melalui website sendiri dan hanya bekerja sama dengan Zalora.

“Rencananya tahun ini kami juga akan meluncurkan 2 brand baru dalam waktu dekat. Yaitu Aneeska yang berfokus kepada Gamis Syar’i, dan Lizari yang berfokus mukena premium,” kata Ferdinand.

Mereka saat ini telah memiliki sekitar satu juta pelanggan. Untuk pengiriman produk yang dibeli secara online, mereka menjalin kerja sama strategis dengan perusahaan logistik. Sementara untuk pembayaran secara online perusahaan memanfaatkan payment gateway Doku.

Guna mempercepat pertumbuhan bisnis, perusahaan juga memiliki rencana untuk meningkatkan kapasitas gudang dan peningkatan kualitas operasional.

“Kami juga mencoba untuk memperluas pasar ke luar Indonesia. Untuk produk mukena kami sudah menjadi seller kategori Shopee Mall di Malaysia dan Singapura,” kata Ferdinand.

Pandemic Creates Opportunity for Youtap to Accelerate Digitization in Traditional Retails

After officially launched last February, Youtap’s e-money processing platform and point-of-sales platform were hit by the fact that pandemic makes it difficult for SME owners to run their business. In order to solve this problem, the Youtap team jumped into the market and met target users to launch a campaign on the importance of using cashless and touchless system.

Through the campaign, YouTap claims to be able to increase adoption to 300%. Youtap Indonesia’s CEO, Herman Suharto said the company has been always consistent with the vision to be present at every level of business in helping and empowering business actors to get the best achievements.

“We present appropriate technology that can help businesses obtain comprehensive digital business solutions in just one application. We are sure that the Youtap Trade Application will make our merchant partners, especially SMEs, be more productive in developing their business,” he said.

Youtap currently has 50 thousand merchant partners and has processed around 1 million transactions. The target is, Youtap can acquire around 1 million merchants throughout Indonesia by the end of 2020. They also plan to expand their partnerships with financial services to big brands like McDonald’s and others.

“Big brands such as McDonald’s have also experienced our services during the pandemic. We have succeeded in increasing their sales by implementing e-vocabulary which facilitates the purchase and payment process at outlets,” Herman said.

Regarding the competitive landscape, Youtap is dealing with many players. For example LinkAja, currently, they are helping to optimize the distribution of services for market and hawkers. Other applications, such as Dana, are also maneuvering to rely on QRIS, which is currently being intensified its penetration. In terms of POS, Indonesia already has several services, starting from Moka and Nadipos which already involved in Gojek group, also Qasir, Pawoon, and others.

Regarding financial records, recently new startups have also appeared, for example, BukuWarung and BukuKas. Both of them have secured pre-series A funding to expand their business throughout Indonesia, targeting micro retailers.

Conventional retail digitization will also take a long time. It must be comprehensive and form an ecosystem, which means not only from the merchant side to be facilitated but also from the side of the consumer. Meanwhile, the trend in the e-money service adoption among the public continues to increase. The thing is, there are more and more players with very tight competition.

Merchant-centric app

Claiming as more than an ordinary cashier platform, Youtap in Indonesia comes from a joint venture between the Salim Group and Youtap Global, a technology company from New Zealand. Through the application, all UKM owners can easily make financial reports, collect data, and even personalize notification features.

“This notification works similarly to a chat app like WhatsApp. Every morning we remind the number of sales from stalls or business owners so they can be more enthusiastic about running a business every day,” Head of Product Development Youtapm, M. Syaiful Anam said.

Although the Basic option can be accessed for free, users who want to enjoy various additional features and special tools can choose how to subscribe. In addition to making the process easier and faster, Youtap also continues to receive input from merchants, related to new features or tools that merchants want and of course need. Starting from home delivery to the process of promoting digitally to a wider target customer.

“We have already realized one of the feedbacks, and we plan to launch a new feature in the next month that can be useful for merchants during this pandemic,” Syaiful said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Pandemi Jadi Kesempatan Youtap untuk Percepat Digitalisasi Ritel Tradisional

Setelah resmi meluncur bulan Februari lalu, platform yang menyediakan pemrosesan e-money dan platform point-of-sales Youtap dihadapkan langsung dengan pandemi yang sempat menyulitkan pemilik UKM untuk menjalankan bisnisnya. Untuk mengakali kondisi tersebut, tim Youtap terjun ke pasar dan menemui target pengguna untuk melancarkan kampanye pentingnya penggunaan cashless hingga touchless.

Melalui kampanye yang dilancarkan, YouTap mengklaim mampu mengadopsi kenaikan hingga 300%. CEO Youtap Indonesia Herman Suharto mengatakan, perusahaannya selalu konsisten dengan visi untuk hadir di setiap lapisan usaha dalam membantu dan memberdayakan para pelaku usaha untuk mendapat pencapaian terbaik.

“Kami menghadirkan teknologi tepat guna yang bisa membantu para pelaku usaha mendapatkan solusi bisnis digital secara komprehensif hanya dalam satu aplikasi. Kami yakin Aplikasi Dagang Youtap akan membuat mitra merchant kami, khususnya UKM, dapat lebih produktif dalam mengembangkan usahanya,” kata Herman.

Saat ini Youtap telah memiliki 50 ribu mitra merchant dan telah memproses sekitar 1 juta transaksi. Targetnya hingga akhir tahun 2020, Youtap bisa mengakuisisi sekitar 1 juta merchant di seluruh Indonesia. Mereka juga berencana untuk memperluas kemitraan dengan layanan finansial hingga brand besar seperti McDonalds dan lainnya.

“Brand besar seperti McDonalds juga sudah merasakan layanan kami selama pandemi berlangsung. Kami berhasil meningkatkan penjualan mereka dengan menerapkan e-vocuher yang memudahkan proses pembelian dan pembayaran di gerai,” kata Herman.

Terkait lanskap persaingan, Youtap berhadapan dengan banyak pemain. Misalnya LinkAja, saat ini mereka turut mengoptimalkan sebaran layanan untuk pedagang pasar dan asongan. Aplikasi lain, misalnya Dana, juga turut bermanuver mengandalkan QRIS yang saat ini mulai digencarkan penetrasinya. Untuk POS sendiri, di Indonesia sudah memiliki beberapa layanan, mulai dari Moka dan Nadipos yang sudah masuk ke dalam grup Gojek, hingga Qasir, Pawoon, dan lain-lain.

Terkait pencatatan finansial, beberapa waktu terakhir startup-startup baru juga bermunculan, misalnya BukuWarung dan BukuKas. Keduanya sudah mendapatkan pendanaan pra-seri A untuk melakukan perluasan bisnis di seluruh Indonesia, menyasar peritel mikro.

Digitalisasi ritel konvensional juga akan membutuhkan waktu yang panjang. Karena sifatnya harus menyeluruh dan membentuk ekosistem, yang berarti tidak hanya dari sisi pedagang yang difasilitasi, namun dari sisi konsumen. Sementara trennya adopsi layanan e-money di kalangan masyarakat memang terus meningkat. Hanya saja, pemainnya pun sudah semakin banyak dengan persangian yang sangat ketat.

Aplikasi khusus untuk merchant

Mengklaim lebih dari platform kasir biasa, Youtap di Indonesia yang merupakan buah dari joint venture Salim Group dan Youtap Global, sebuah perusahaan teknologi yang berasal dari Selandia Baru. Melalui aplikasinya, semua pemilik UKM bisa lebih mudah membuat laporan keuangan, pendataan barang, hingga fitur notifikasi yang dibuat secara personal.

“Notifikasi ini cara kerjanya serupa dengan chat app seperti WhatsApp. Setiap pagi kami mengingatkan jumlah penjualan dari warung atau pemilik bisnis agar bisa lebih semangat lagi menjalankan bisnis setiap harinya,” kata Head of Product Development Youtap M. Syaiful Anam.

Meskipun untuk pilihan Basic bisa diakses secara gratis, namun bagi pengguna yang ingin menikmati berbagai fitur tambahan dan alat khusus bisa memilih cara berlangganan. Selain lebih mudah dan mempercepat proses, Youtap juga terus menerima masukan dari merchant, terkait dengan fitur baru atau tools apa yang diinginkan dan tentunya dibutuhkan oleh merchant. Mulai dari home delivery hingga proses untuk mempromosikan secara digital kepada target pelanggan lebih luas lagi.

“Salah satu feedback yang kami terima sudah kami realisasikan, dan rencananya satu bulan ke depan akan kami luncurkan fitur baru yang bisa bermanfaat bagi merchant saat pandemi ini,” kata Syaiful.

Application Information Will Show Up Here

Mutualism Between SMEs and Digital Startups to Drive Transformation On Track

Last Wednesday, (12/8), was celebrated as the 2020 National UMKM Day. Several virtual events entitled empowering small businesses were held by various organizers, both public and private. Apart from these symbolic aspects, Indonesian SMEs deserve the attention of various parties. This sector offers agile solutions in driving the national economy. Involving various components of society at large.

The number of SME players has consistently increased by the year. According to BPS data, there have been 64.2 million business units since 2018. They provide around 60.3% contribution to gross domestic product (GDP) and absorb 97% of the national workforce. Kemenkop data shows, the government is targeting at least 2 million SMEs to go digital this year. As of August 2020, the number is still around 1.4 million, around 2% of the total.

Embracing SME digitization

There are many programs held by various parties for SMEs to finalize digital strategies, including the government and the private sector. Digitization is clearly not just jargon, it allows SMEs to strengthen the foundations of business. The goal is very clear, expand business prospects and open new market share.

Digitization alone isn’t just about selling products online. More than that, there are many aspects to be optimized through a digital approach, including those related to the supply chain, logistics, marketing, to business operations.

In 2015, Deloitte surveyed 437 SME entrepreneurs in Indonesia. They have recorder the level of digitization in SME players. Mostly are in the primary and intermediate stages. In general, the use of new technology is limited to one or two processing, such as using online marketplaces to sell products, using electronic money to accept transactions, or using social media to market services.

Tingkatan digitalisasi UKM di Indonesia / Deloitte
Embracing SME digitization in Indonesia / Deloitte

The question is, is it enough? Indeed, the answer varies, whether by digitizing at that level they have achieved the expected goals. On the other hand, digital tools are also increasingly developed, enabling SMEs to do many things. Including making business processes more efficient.

Local startups support

The nature of startup founders is to try to solve problems with technological innovation, including for SMEs. According to the SME Empowerment 2020 research, DSResearch maps various local startup services that have been released and are targeting the resolution of financial/capital, operational, and expansion problems.

There are many forms. Most of them are packaged in the form of SaaS (Software as a Services), online marketplace, and other membership models. There are quite a lot of them with unique and specific platform types.

Platform digital untuk UKM dari startup Indonesia / DSResearch
Digital platform for SMEs by Indonesian startups / DSResearch

As an example, problem-solving in terms of finances. Some business operators in the regions have difficulty getting access to loans from banks. In fact, there are still many who do not have bank accounts. According to a McKinsey & Company report, this issue is experienced by around 50% of the total SME entrepreneurs in Indonesia.

Fintech services come with an easier mechanism. Some are even very unique. For example, what Amartha doing as a fintech lending platform. Loans are channeled through small business groups in each region. The concept is mutual assistance. Help and remind each other. This scheme facilitates the credit scoring process and reduces the number of defaults because the funds are guaranteed to be right on target and effective with an appropriate amount.

Moreover, what Wahyoo did is quite similar. They enable warteg (small restaurant) owners to get ingredients at the most efficient prices, help bring in new customers with digital promotions, and provide additional income using sticky ads in the display store.

Meanwhile, Titipku empowers millennials who are familiar with smartphones to help promote traditional SMEs in the neighborhood.

Optimizing empowerment

In the current state, digitization at the basic level has reached many SMEs. Almost every business takes advantage of social media, marketplaces, and others. The next challenge is coming. When everyone sells on social media and marketplaces, how can players survive and increase business amid the existing competition?

The answer is by continuing digitization to the next stage. On the operational side, for example, SMEs could begin to take advantage of record-keeping tools that would allow them to easily obtain business analysis and projections.

By utilizing a note-taking application, SMEs can see how their business trends over time. Business owners can make the right decisions. For a children’s clothing seller, transaction data helps them find out when is the right time to make additional capital. By analyzing the data, they can also capture the user’s interest in their products, for example, the consumption preferences of certain segments.

Many other operational aspects have also been transformed, such as logistics. More and more variants of SaaS are making it easier for SMEs to find the right delivery solution. Crewdible, for example, allows SMEs to have a temporary warehouse to streamline product distribution.

Armed with existing transaction data, SMEs can put their products in rented warehouses at certain points. For example, SME X has many customers in East Java, moreover, by placing product stock in Surabaya the delivery process can be faster and cheaper.

Continuous synergy

One of the economic sectors that is quite resistant to Covid-19 pandemic is agriculture. Meanwhile, a report entitled “Micro and Small Business in Indonesia’s Digital Economy” released by the Asia Pacific Foundation of Canada explained that the largest percentage of SMEs in Indonesia are in the agribusiness sector.

Sektor-sektor yang digeluti UKM Indonesia / APAC Foundation of Canada Report
SME sectors in Indonesia / APAC Foundation of Canada Report

This could be the basic foundation for supporting SMEs in order to maintain economic stability. The mutualism synergy between digital startups and players in the agro sector seems to be getting stronger during the pandemic. Various digital platforms pivot or strengthen their online grocery business. Some of them are collaborating with farmers in various regions to supply fresh ingredients.

However, in a general view, the pandemic has shattered business arrangements on various scales from micro to large. SMEs also hit with the bitter impact of the crisis. According to the latest survey conducted by Telkomsel, there are several issues that have become increasingly caused by pandemic. The three things that complained the most were a decrease in buyers, a decrease in spending, and logistics.

Ragam isu yang dikeluhkan pelaku UKM sebelum dan sesudah krisis / Telkomsel
Issues circulating Indonesian SMEs before and after the crisis / Telkomsel

The latest issues arise can be the next breakthrough for innovators. The synergy between innovators and UKM players must continue to be fostered through the formation of a healthy ecosystem. These ideals can only be formed if every stakeholder involved has the vision to form a healthy business climate harmony. It is hoped that digital startups and SMEs will continue to be the engine towards a better national economy.

Happy MSME Day, let’s support domestic MSMEs together by continuing to innovate and be good consumers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mutualisme UKM dan Startup Digital, Bawa Laju Transformasi Tepat Arah

Hari Rabu lalu, (12/8), diperingati sebagai Hari Nasional UMKM 2020. Beberapa acara virtual bertajuk pemberdayaan usaha kecil dilakukan berbagai instansi, baik publik maupun privat. Di luar aspek-aspek simbolis tersebut, UKM di Indonesia memang layak menjadi perhatian berbagai pihak. Sektor ini menawarkan solusi tangkas dalam menggerakkan ekonomi nasional. Melibatkan berbagai komponen masyarakat secara luas.

Jumlah penggiat UKM konsisten naik dari tahun ke tahun. Sejak tahun 2018, menurut data BPS, sudah ada 64,2 juta unit usaha di skala tersebut. Mereka memberikan 60,3% kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) dan menyerap 97% tenaga kerja nasional. Data Kemenkop menyebutkan, tahun ini pemerintah menargetkan minimal 2 juta UKM berhasil go digital. Hingga Agustus 2020, jumlahnya masih sekitar 1,4 juta, baru sekitar 2% dari jumlah total.

Tingkatan digitalisasi UKM

Program yang membawa UKM mematangkan strategi digital banyak digalakkan berbagai pihak, termasuk pemerintah dan sektor swasta. Digitalisasi jelas bukan sekadar jargon, karena memungkinkan UKM memperkuat fondasi bisnis. Tujuannya sangat jelas, memperluas prospek bisnis dan membuka pangsa pasar baru.

Digitalisasi sendiri tidak hanya tentang menjual produk secara online. Lebih dari itu, banyak aspek yang bisa dioptimalkan melalui pendekatan digital, termasuk terkait rantai pasokan, logistik, pemasaran, sampai operasional bisnis.

Di tahun 2015, Deloitte menyurvei 437 pelaku UKM di Indonesia. Mereka berhasil merekam tingkatan digitalisasi yang telah dilakukan pemain UKM. Sebagian besar berada di tahap dasar dan menengah. Umumnya di sini pemanfaatan teknologi baru terbatas pada satu-dua pemrosesan, seperti memanfaatkan online marketplace untuk menjual produk, menggunakan uang elektronik untuk menerima transaksi, atau memanfaatkan media sosial untuk memasarkan layanan.

Tingkatan digitalisasi UKM di Indonesia / Deloitte
Tingkatan digitalisasi UKM di Indonesia / Deloitte

Lantas pertanyaannya, apakah cukup? Jawabannya tentu beragam, nenjurus pada apakah dengan digitalisasi di tingkatan tersebut mereka sudah mencapai tujuan yang diharapkan. Di sisi lain, alat-alat digital yang berkembang juga semakin canggih, memungkinkan UKM melakukan banyak hal. Termasuk membuat proses bisnis menjadi lebih efisien.

Dukungan startup lokal

Tabiat founder startup adalah mencoba menyelesaikan permasalahan dengan inovasi teknologi, termasuk bagi para pelaku UKM. Menurut riset SME Empowerment 2020, DSResearch memetakan berbagai layanan startup lokal yang telah dirilis dan menyasar penyelesaian permasalahan finansial / permodalan, operasional, dan ekspansi.

Bentuknya bermacam-macam. Sebagian besar dibungkus berbentuk SaaS (Software as a Services), online marketplace, dan model keanggotaan lainnya. Jumlahnya cukup banyak dengan tipe platform yang unik dan spesifik.

Platform digital untuk UKM dari startup Indonesia / DSResearch
Platform digital untuk UKM dari startup Indonesia / DSResearch

Ambil contoh untuk penyelesaian masalah finansial. Tidak sedikit pelaku usaha di daerah yang kesulitan mendapatkan akses pinjaman ke perbankan. Bahkan masih banyak juga yang belum memiliki rekening bank. Menurut laporan McKinsey & Company, isu tersebut dialami sekitar 50% dari total pelaku UKM di Indonesia.

Layanan fintech hadir dengan mekanisme yang lebih mudah. Beberapa bahkan sangat unik. Misalnya yang dilakukan platform fintech lending Amartha. Pinjaman disalurkan melalui kelompok-kelompok usaha kecil di tiap daerah. Konsepnya gotong-royong. Saling membantu dan mengingatkan. Skema ini mempermudah proses skoring kredit maupun menekan angka gagal bayar, karena dana dipastikan tepat sasaran dan tepat guna dengan plafon yang sesuai takaran.

Pun demikian yang dilakukan Wahyoo. Mereka memungkinkan pemilik warteg mendapatkan stok bahan dengan harga yang paling efisien, membantu mendatangkan konsumen baru dengan promosi digital, dan memberikan penghasilan tambahan dengan kerja sama iklan tempel di kedai.

Sedangkan Titipku memberdayakan milenial yang akrab dengan smartphone untuk membantu mempromosikan UKM trandisional di sekitarnya.

Pemberdayaan yang lebih optimal

Sejauh ini, digitalisasi di tingkat dasar sudah bisa dikatakan menjangkau banyak kalangan UKM. Hampir setiap bisnis memanfaatkan media sosial, marketplace, dan lain-lain. Tantangan berikutnya hadir. Saat semua berjualan di media sosial dan marketplace, bagaimana pelaku bisa bertahan dan meningkatkan bisnis di tengah persaingan yang ada?

Jawabannya dengan melanjutkan digitalisasi ke tahap berikutnya. Di sisi operasional, misalnya, UKM bisa mulai memanfaatkan alat-alat pencatatan yang memungkinkan mereka mudah mendapatkan analisis dan proyeksi bisnis.

Dengan memanfaatkan aplikasi pencatatan, UKM dapat melihat bagaimana tren bisnisnya dari waktu ke waktu. Pemilik bisnis pun bisa menghasilkan keputusan yang tepat. Untuk seorang penjual pakaian anak, data-data transaksi membantu mereka mengetahu kapan waktu yang tepat untuk melakukan penambahan modal. Dengan analisis data itu pula, mereka bisa menangkap ketertarikan pengguna terhadap produknya, misalnya menjadi preferensi konsumsi segmen tertentu.

Aspek operasional lain juga banyak yang ditransformasi, seperti untuk urusan logistik. Makin banyak varian SaaS yang memudahkan UKM menemukan solusi pengiriman yang tepat. Crewdible, misalnya, memungkinkan UKM memiliki warehouse atau gudang sementara untuk mengefisienkan distribusi produk.

Berbekal data transaksi yang ada, UKM bisa menaruh produk-produknya pada gudang yang disewa di titik tertentu. Misal UKM X memiliki banyak pelanggan di Jawa Timur, maka dengan meletakkan stok produk di Surabaya proses pengiriman bisa menjadi lebih cepat dan murah.

Sinergi yang berkelanjutan

Salah satu sektor ekonomi yang cukup tahan terhadap pandemi Covid-19 adalah pertanian. Sementara laporan bertajuk “Micro and Small Business in Indonesia’s Digital Economy” yang dirilis Asia Pacific Foundation of Canada memaparkan bahwa persentase terbesar UKM di Indonesia adalah di bidang agribisnis.

Sektor-sektor yang digeluti UKM Indonesia / APAC Foundation of Canada Report
Sektor-sektor yang digeluti UKM Indonesia / APAC Foundation of Canada Report

Hal ini bisa jadi fondasi awal untuk mendukung UKM demi menjaga stabilitas perekonomian. Sinergi mutualisme antara startup digital dan pemain di sektor agro terlihat makin kencang di saat pandemi. Berbagai platform digital pivot atau memperkuat bisnis online grocerynya. Beberapa di antaranya menggandeng pengusaha tani di berbagai daerah untuk memasok bahan-bahan segar.

Namun, melihat kondisi umum, pandemi telah memorakporandakan tatanan bisnis di berbagai skala. Dari mikro sampai besar. UKM pun merasakan dampak getir dari krisis akibat virus ini. Menurut survei teranyar yang dilakukan Telkomsel, ada beberapa isu yang makin menjadi gara-gara pandemi. Tiga hal yang paling banyak dikeluhkan adalah penurunan pembeli, penurunan pembelanjaan, dan logistik.

Ragam isu yang dikeluhkan pelaku UKM sebelum dan sesudah krisis / Telkomsel
Ragam isu yang dikeluhkan pelaku UKM sebelum dan sesudah krisis / Telkomsel

Isu-isu baru yang mengemuka bisa menjadi terobosan selanjutnya bagi para inovator. Sinergi antara inovator dan pelaku UKM harus terus dibina melalui pembentukan ekosistem yang sehat. Cita-cita tersebut baru bisa terbentuk jika setiap stakeholder yang terlibat memiliki satu visi membentuk harmoni iklim bisnis yang sehat. Startup digital dan UKM diharapkan untuk tetap menjadi motor penggerak perekonomian menuju perekonomian bangsa yang lebih baik.

Selamat Hari UMKM, mari bersama-sama mendukung UMKM dalam negeri dengan terus berinovasi dan menjadi konsumen yang baik.

Payfazz Adds “Alat Warung” Feature to Support SME Operational

Payfazz agency-based financial service startup introduced a new innovation on its platform, Alat Warung. This solution is designed for micro, small and medium businesses to monitor operational performance and plan business development.

In the Alat Warung menu, several features are available including Kasir for recording transactions, setting selling prices, and sales reports; Catat Hutang to manage debt as well as reminders for overdue bills; also Grosir Terdekat and Tawarkan Produk for goods stock or becoming a reseller. Currently, all features are available to all agents who have updated the application since July 2020.

Gambar - Menu Alat Warung

The startup, which just announced its series B funding last July, also provides other financial services such as PPOB, fund transfers to banks, as well as product stock and resell for its agents. Currently, Payfazz has served more than 20 thousand stalls all over Indonesia.

Safina Saleh, as Payfazz Brand Manager in a press statement said, “In line with Payfazz’s vision to develop MSMEs in Indonesia, starting with an agency platform for financial literacy, Payfazz is now innovating as a partner for MSME entrepreneurs in the trade sector in terms of business, operations, and marketing.”

Targeting micro businesses

Previously, Payfazz was known to have launched a POS application called Sellfazz which has now changed its name to Post.app. Hendra Kwik as the Co-Founder and CEO of Payfazz said that Post.app will target middle to upper retailers more, while Payfazz alone will focus on micro businesses.

“The solutions we offer through Payfazz, including the Alat Warung menu, is merely targeting micro-businesses because they have different needs. We also have differentiation with integrated services provided on the Payfazz platform,” Hendra said in a separate interview.

He also admitted that he would continue to consistently issue other innovations for micro, small and medium traders so that they could further develop with the help of technology created and developed by the nation’s children.

Some startups have started to intensify this kind of services for small shops and businesses, such as BukuWarung, which recently also received seed funding, and there is also BukuKas.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Payfazz Tambah Fitur “Alat Warung”, Bantu UKM Kelola Operasional Bisnis

Startup layanan keuangan berbasis keagenan Payfazz memperkenalkan inovasi baru dalam platformnya, yaitu menu Alat Warung. Solusi ini ditujukan untuk pedagang mikro, kecil maupun menengah untuk memantau kinerja bisnis dan melakukan perencanaan pengembangan usaha.

Dalam menu Alat Warung tersedia beberapa fitur seperti Kasir untuk pencatatan transaksi, pengaturan harga jual, serta laporan penjualan; Catat Hutang untuk mengelola hutang serta pengingat tagihan jatuh tempo; serta Grosir Terdekat dan Tawarkan Produk untuk melakukan stok barang ataupun menjadi reseller. Saat ini, seluruh fitur sudah bisa dinikmati oleh seluruh agen yang telah melakukan pembaruan aplikasi sejak Juli 2020.

Gambar - Menu Alat Warung

Startup yang baru saja mengumumkan pendanaan seri B pada bulan Juli lalu ini juga menyediakan layanan finansial lain seperti PPOB, Transfer dana ke Bank, serta stock dan resell produk bagi para agennya. Hingga saat ini Payfazz telah melayani lebih dari 20 ribu warung yang tersebar di seluruh Indonesia.

Safina Saleh, selaku Brand Manager Payfazz dalam keterangan pers menyatakan, “Sejalan dengan visi Payfazz untuk mengembangkan UMKM di Indonesia, diawali dengan platform keagenan untuk literasi finansial, kini Payfazz berinovasi sebagai partner pengusaha UMKM bidang perdagangan baik dalam sisi bisnis, operasional maupun pemasaran.”

Menyasar usaha mikro

Sebelumnya, Payfazz sendiri diketahui pernah meluncurkan aplikasi POS bernama Sellfazz yang kini telah berganti nama menjadi Post.app. Hendra Kwik selaku Co-Founder dan CEO Payfazz menyampaikan bahwa Post.app ini akan lebih menyasar retail menengah ke atas, sementara Payfazz sendiri akan fokus pada pengusaha mikro.

“Solusi yang kita tawarkan melalui Payfazz, seperti menu Alat Warung ini lebih menyasar usaha mikro, karena kebutuhannya berbeda. Kami juga memiliki diferensiasi dengan layanan terpadu yang disediakan dalam platform Payfazz,” ungkap Hendra dalam wawancara terpisah.

Pihaknya juga mengaku akan terus konsisten mengeluarkan inovasi-inovasi lain bagi pedagang mikro, kecil dan menengah supaya dapat semakin berkembang dengan bantuan teknologi yang dibuat dan dikembangkan oleh anak bangsa.

Beberapa startup sudah mulai menggencarkan layanan pencatatan untuk warung dan usaha kecil, seperti BukuWarung, yang belum lama ini juga mendapatkan pendanaan tahap awal, juga ada BukuKas.

Application Information Will Show Up Here