Marketplace “Asamreges” Mudahkan Jual Beli Aneka Produk dan Jasa Otomotif

Pengguna mobil dan motor sering kali merasa kesulitan saat ingin berbelanja produk otomotif, entah itu aksesoris ataupun onderdil, harus mencari di tempat terpisah. Yang mana lokasinya bisa jadi berjauhan satu sama lainnya. Jika ingin cari di tempat yang sama, harus masuk ke forum otomotif online demi mendapatkan rekomendasi terbaik.

Pengalaman tersebut dialami oleh Co-founder Asamreges Fiki Rottriana dan lebih dari 73% pengguna kendaraan lainnya yang ia survei selama dua bulan. Hal ini menginsipirasinya untuk mendirikan Asamreges pada Juli 2018.

Tidak sekadar ingin jadi marketplace untuk onderdil otomotif, Asamreges juga mengakomodir segmen jasa, sehingga montir jalanan dan tukang tambal dapat memperluas cakupan pelanggan.

“Asamreges akan jadi satu tempat untuk menjawab seluruh masalah yang sama dialami oleh pecinta otomotif. Apalagi jumlah kendaraan di Indonesia lebih dari 100 juta unit,” terang Fiki kepada DailySocial.

Nama Asamreges sendiri diambil dari lokasi pasar di Jakarta Barat dengan nama sama yang dikenal sebagai pusat suku cadang dan aksesori otomotif terbesar di Asia Tenggara pada era 1960-an.

Fiki memposisikan Asamreges sebagai marketplace dengan dua fungsi, menjual barang dan jasa yang terintegrasi dan belum ada di layanan sejenis sebelumnya. Asamreges melayani semua jenis kendaraan, baik motor, mobil, forklift, escavator, hingga dump truck. Metode pencarian dapat berdasarkan merek kendaraan, model, varian, dan tahun.

Terdapat fitur Beli + Pasang, memungkinkan konsumen untuk berburu, berbelanja, sekaligus memasang di tempat yang sama. Platform ini dilengkapi pula dengan Garansi Virtual, sehingga konsumen dapat menyimpan kendaraan dalam profil.

Apabila konsumen ingin mencari jasa montir, sementara ini baru tersedia untuk motor. Ke depannya akan diperluas untuk mobil. Konsumen dapat memilih jadwal servis, pilihan montir berdasarkan keahlian, waktu, reputasi, dan lokasi di mana konsumen berada, dan harga yang transparan.

“Asamreges ini mulai dikembangkan pada 2018, secara platform masih versi beta. Namun secara bisnis, belum launching secara resmi karena kami masih fokus engage dengan merchant di Jabodetabek, terutama di pasar Asem Reges.”

Dia menyebut untuk bergabung ke Asamreges sebagai merchant, tidak ada biaya langganan yang diberlakukan. Mereka cukup mengisi biodata lengkap, KTP, dan rekening tabungan. Juga tidak dibatasi minimal item yang harus mereka jual, satu item pun diperbolehkan.

Sementara ini lebih dari 150 merchant yang bergabung dan menyajikan lebih dari 6.800 produk di situs Asamreges. Seluruh merchant ini berlokasi di Jabodetabek dan montir yang sudah mendaftar baru tersedia di Tangerang saja.

Rencana Asamreges

Fiki menjelaskan secara layanan, Asamreges baru bisa diakses lewat situs desktop dan mobile. Aplikasi masih dalam proses pengembangan, hanya saja nantinya bakal tersedia untuk versi Android terlebih dahulu. Versi iOS akan mulai dikembangkan pada pertengahan tahun ini.

Lantaran Asamreges belum hadir secara resmi, perusahaan belum melakukan monetisasi. Fiki mengatakan saat sudah resmi beroperasi pihaknya menyiapkan sistem sharing profit untuk montir dan premium member untuk merchant.

“Saat ini funding masih bootstrapping. Rencana fundraising ada karena dibutuhkan untuk pertumbuhan yang agresif di masa yang akan datang,” pungkasnya.

Platform E-Commerce “Wellness” Fits.id Dekatkan Konsumen dengan Gaya Hidup Sehat

Gaya hidup sehat kini mulai jadi pilihan sejumlah masyarakat di Indonesia. Hal ini bisa terlihat dari munculnya komunitas olahraga, timbulnya kesadaran untuk diet dan memilih makanan sehat demi menghindari penyakit. Potensi tersebut ingin diseriusi lebih dalam oleh e-commerce “wellness” Fits.id yang telah resmi sejak 11 Februari 2019.

Head of Marketing Strategic and Partnership Fits.id Pondra Nala Permana menjelaskan, Fits.id berangkat dari pemikiran holistik tentang arti kesehatan serta minimnya platform yang dapat dituju masyarakat untuk mencari produk dan jasa kesehatan. Selama ini keberadaan kategori produk sehat kurang beragam sehingga kurang bisa memenuhi kebutuhan kesehatan secara holistik.

“Fits.id hadir sebagai pionir di bidang wellness e-commerce untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan produk dan jasa kesehatan terpercaya,” terangnya dalam keterangan resmi.

Dikutip dari data Nielsen’s New Global Health and Ingredient-Sentiment Survey 2016, disebutkan 70% masyarakat modern Indonesia sudah menjalani diet tertentu untuk menghindari penyakit degeneratif. Sementara 68% lainnya memilih berinvestasi lebih pada makanan dengan kandungan yang sesuai dengan diet mereka.

Alhasil berbagai produk dan jasa kesehatan merupakan kata kunci yang kerap dicari para pembeli online. Mulai dari makanan sehat, alat olahraga, perawatan medis, bahkan asuransi kesehatan.

“Seluruh produk yang ada di Fits.id telah kami kurasi untuk dapat menunjang kebutuhan masyarakat akan kesehatan raga, pikiran, dan jiwa karena kami percaya konsep kesehatan itu tidak bisa berdiri sendiri,” tambah E-Commerce Manager Fits.id Sheila Rizkia.

Fits.id mengurasi merchant agar dapat menyediakan 12 pilihan produk dan jasa kesehatan yang secara holistik mencakup makanan sehat, produk olahraga, perawatan diri, medical check-up, paket wisata, hingga asuransi. Di samping itu, ada fitur potongan harga Hot Deals dan Wellness Calculator untuk memberikan rekomendasi produk asuransi dan wellness yang sesuai.

Tersedia pula fitur Insurance Comparison untuk memudahkan konsumen membandingkan produk asuransi sesuai gaya hidup masing-masing konsumen. Fits.id, sambung Sheila, didukung situs agregator produk asuransi Integra. Baik Integra maupun Fits.id adalah perusahaan afiliasi dengan nama badan hukum berbeda.

Rencana tahun ini

Secara terpisah kepada DailySocial, Sheila menambahkan sejauh ini layanan Fits.id baru bisa diakses via desktop dan akan terus disempurnakan agar konsumen nyaman berbelanja di situs. Fitur akan terus ditambah, begitu pula dengan kategori produk baru agar konsumen punya banyak pilihan.

Rencana peluncuran aplikasi masih dalam proses pematangan konsep dan user experience, agar ketika diluncurkan dapat diterima dengan baik oleh konsumen. “Untuk jangka panjangnya, tentunya kami ingin menjadi satu-satunya one stop wellness e-commerce yang dituju masyarakat Indonesia.”

Seiring dengan target tersebut, Sheila menyebut saat ini perusahaan belum berencana memonetisasi bisnisnya. Layaknya perusahaan e-commerce lain di awal pertumbuhan, perusahaan masih fokus memperbaiki konten, meningkatkan kualitas user experience, brand awareness, menumbuhkan kepercayaan, dan reputasi.

“Ketika fase tersebut sudah sempurna, kami yakin seluruh pihak di Fits.id akan tumbuh bersama dengan meningkatnya volume penjualan yang tinggi dan meningkatnya margin pendapatan. Secara operasional kami juga ada toko offline yang sudah memiliki basis konsumen yang cukup luas.”

Sheila menyebutkan pendanaan operasional masih berasal dari shareholder internal Fits.id dan belum berencana untuk penggalangan dana, meski tidak menutup opsi tersebut di masa depan.

Aplikasi Fellacook Mungkinkan Pengguna “Pre-Order” Masakan dari Koki Rumahan

Berawal dari pengalaman salah satu founder yang mengalami kesulitan dalam mencari masakan khas rumahan, Fellacook dilahirkan. Aplikasi yang dikembangkan startup asal Yogyakarta ini memfasilitasi proses jual beli masakan rumahan dengan sistem pre-order.

Dengan mekanisme tersebut, mitra koki rumahan yang tergabung tidak perlu memiliki stok terlalu banyak seperti layaknya rumah makan, diharapkan dapat meminimalisir risiko pengembalian modal.

Aplikasi yang sudah mulai dikembangkan sejak tahun 2016 ini sudah memiliki beberapa fitur. Selain pre-order, ada juga fitur lelang masakan. Fitur lelang memungkinkan pengguna untuk menuliskan makanan seperti apa yang diinginkan, lalu mitra koki dapat mengajukan diri untuk memasakkannya dengan penawaran harga.

Untuk memastikan proses transaksi berjalan baik, di fase awal ini seluruh pembayaran akan dilakukan melalui rekening Fellacook. Mereka bertindak sebagai perantara untuk pembayaran. Visi utama Fellacook adalah membantu meningkatkan perekonomian masyarakat dengan cara berjualan masakan via aplikasi, tanpa harus menyiapkan modal banyak.

Fellacook didirikan oleh tujuh orang co-founder dengan berbagai latar belakang. Untuk menyokong operasionalnya, saat ini Fellacook sudah mendapatkan pendanaan awal dengan detail yang tidak diinformasikan. Kendati demikian mereka mengaku juga sedang melakukan fundraising untuk pendanaan lanjutan guna mempercepat penetrasi pasar.

“Model bisnis Fellacook adalah B2C. Kami mendapatkan bagi hasil dari harga makanan yang diunggah koki ke aplikasi. Persentasenya kurang lebih 25% dari harga makanan. Selain itu kami juga menyediakan layanan Fellasend, yakni jasa pengirian makanan ke konsumen,” ujar Co-Founder & CMO Fellacook Andri Purwanto.

Kendati sudah didirikan sejak tahun 2016, Fellacook baru akan mulai beroperasi tahun ini. Menurut pemaparan Andri, ada beberapa kendala dalam pengembangan bisnis. Saat ini Fellacook masih terus mengeksplorasi pasar di Yogyakarta untuk mengumpulkan mitra koki sebanyak-banyaknya.

Fellacook
Tim Fellacook saat melakukan sosialisasi dengan mitra koki rumahan

Salah satu strategi yang dilakukan untuk melakukan akuisisi pengguna dan mitra ialah dengan mengadakan berbagai acara, termasuk melakukan sosialisasi melalui kegiatan arisan ibu-ibu.

“Target Fellacook tahun ini adalah publikasi dan mengedukasi masyarakat tentang mudahnya berbisnis makanan memanfaatkan teknologi. Fellacook juga menargetkan ekspansi ke beberapa kota di luar Yogyakarta,” imbuh Andri.

Application Information Will Show Up Here

Giladiskon Luncurkan Layanan Berlangganan dan “Referral Program”

Bertujuan untuk mengakuisisi lebih banyak pengguna dan brand, platform gaya hidup Giladiskon, meluncurkan layanan berlangganan khusus untuk anggota Giladiskon bernama GD+ (Giladiskon Plus). Platform yang mengklaim sebagai komunitas pecinta diskon terbesar di Indonesia ini hadir di situs, aplikasi, dan media sosial (khususnya Instagram) dengan jumlah pengikut yang cukup besar.

Kepada DailySocial, CEO Giladiskon Fandy Santoso mengungkapkan, peluncuran subscription plan menyesuaikan tren dan kebiasaan masyarakat di ibukota yang sudah mulai terbiasa memanfaatkan layanan Go-Food, GrabFood, hingga Zomato Gold.

“Sebelumnya kita hanya mengeluarkan voucher dalam bentuk satuan saja. Namun setelah Zomato merilis Zomato Gold dan mengklaim mendapatkan jumlah anggota yang cukup besar dari layanan berlangganan tersebut, akhirnya memberikan motivasi bagi kami untuk juga meluncurkan layanan serupa namun menyasar segmen pasar yang berbeda.”

Dengan hanya Rp100 ribu / per tahun, anggota Giladiskon bisa menikmati penawaran diskon di fast food chain seperti KFC, Pizza Hut, atau Mcdonald’s. Juga penawaran di sejumlah supermarket di Indonesia.

“Meskipun baru diluncurkan, saat ini sudah ada 30 brand fast food chain yang bergabung dengan Giladiskon. Sementara supermarket yang juga sudah resmi bergabung di antaranya adalah Giant, Lotte Mart, dan Carrefour,” kata Fandy.

Referral program

Selain meluncurkan layanan berlangganan, Giladiskon juga berencana meluncurkan referral program untuk anggota. Bakal ada keuntungan lebih bagi mereka yang berhasil mengajak anggota baru untuk bergabung. Program referral ini rencananya akan diluncurkan akhir bulan April 2019.

“Misalnya mereka bisa mengajak 10 orang saja penghasilan tambahan hingga Rp500 ribu bisa mereka kantongi dengan mudah. Cara ini yang hampir mirip dengan agen. Tentunya bisa menjadi penghasilan tambahan bagi ibu-ibu rumah tangga atau kalangan lainnya yang tertarik,” kata Fandy.

Saat ini brand secara gratis bisa berpromosi dan memberikan penawaran terbaik ke anggota Giladiskon. Tidak menutup kemungkinan, jika nantinya pertumbuhan program ini positif, paid membership untuk brand bisa diterapkan.

Tidak melulu soal promosi, brand bisa melakukan targeted campaign yang diklaim dampaknya lebih efektif.

“Saat ini saja jika brand tersebut ingin mengumpulkan survei atau feedback langsung yang bersifat organik dari pelanggan, bisa memanfaatkan platform Giladiskon. Selain lebih real sifatnya, brand juga bisa secara langsung mendapatkan feedback tersebut dari pelanggan,” kata Fandy.

Belum galang dana eksternal

Giladiskon, yang merupakan bagian dari Frontier Group, saat ini belum memiliki rencana menggalang dana. Dengan jumlah tim yang masih belum terlalu besar jumlahnya, perusahaan mengklaim sudah bisa menghidupi perusahaan dari profit yang didapatkan. Namun, jika nantinya traksi layanan berlangganan menunjukkan hasil yang positif, tidak menutup kemungkinan penggalangan dana akan dilakukan.

“Kita mau lihat dulu seperti apa respon dan hasil dari layanan berlangganan Giladiskon. Jika memang positif tentunya kita berencana untuk memperbesar layanan ini dan kegiatan penggalangan dana tentunya akan kita lakukan,” kata Fandy.

Application Information Will Show Up Here

Layanan Fintech Salim Group “OttoPay” Percepat Usaha Mikro Adopsi Pembayaran Digital

Tersedianya opsi pembayaran digital di merchant besar sudah jadi hal wajib saat ini. Namun opsi ini belum tentu ada di merchant kecil, terutama skala mikro. OttoPay mencoba menghadirkan solusi lewat stiker kode QR dan bisa digunakan berbagai penerbit layanan pembayaran yang sudah bergabung ke layanannya.

OttoPay (PT Reksa Transaksi Sukses Makmur) adalah layanan terafiliasi Salim Group yang resmi beroperasi di Januari 2018. Selain OttoPay, Layanan fintech yang berada di bawah grup adalah OttoCash, iSaku, dan Pede (hasil JV dengan Allianz SE).

CTO OttoPay Budi Hartono menjelaskan OttoPay memosisikan diri sebagai payment aggregator via kode QR dari berbagai penyedia e-money yang sudah bekerja sama. Konsep ini masih cukup baru di Indonesia.

“Kami coba bangun jaringan merchant yang sifatnya open loop atau agnostik, sehingga siapapun pemain [e-money] bisa bergabung dengan kami sehingga mereka bisa fokus ke penambahan user saja,” terangnya, kemarin (26/3).

Perusahaan juga menyasar usaha mikro dan level di atasnya untuk bergabung sebagai mitra. Bila ditotal kini telah mencapai sekitar 600 ribu merchant tersebar di Sumatera dan Jawa. Persentasenya 95% adalah pengusaha UMKM dan toko ritel.

Gerai ritel besar pun juga ada, termasuk KFC, Warunk Upnormal, Yogya Dept Store, Popolamama, dan platform e-commerce Elevenia. Seluruh merchant ini bisa menerima pembayaran dari JakOne, BNI Yap (kini LinkAja), OCBC NISP, BRI Syariah, iSaku, Pede, dan OttoCash. Kemitraan terbaru adalah dengan adalah True Money.

“Visi kami adalah bangun transaksi digital di merchant, regardless apapun aplikasi e-money atau e-wallet yang dipakai konsumen.”

Proses akuisisi yang dilakukan OttoPay di setiap merchant diklaim hanya memakan waktu sampai 15 menit. Penjual hanya perlu mengunduh aplikasi dan memindai stiker QR yang sudah diberikan tim sales OttoPay.

Setelah memasukkan nomor ponsel dan sejumlah syarat keamanan, setiap pembayaran dari konsumen akan ditampung ke rekening sementara OttoCash. Penjual dapat langsung mencairkannya dari rekening tersebut dalam bentuk tarik tunai atau transfer ke rekening yang dimilikinya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur True Money Indonesia Rio da Cunha menambahkan bergabungnya TrueMoney sebagai mitra terbaru OttoPay adalah bentuk nilai tambah untuk para anggota dan agennya. Dana yang tersimpan di aplikasi True Money bisa dimanfaatkan buat pembayaran di merchant OttoPay, selain untuk bayar PPOB dan kirim uang.

“Target kita dari awal adalah menjangkau orang-orang yang belum terjangkau oleh institusi keuangan. Ini sejalan dengan apa yang dilakukan OttoPay, makanya kami tertarik untuk kerja sama,” kata Rio.

Rencana OttoPay

Tampilan aplikasi OttoPay / OttoPay
Tampilan aplikasi OttoPay / OttoPay

Memasuki tahun kedua beroperasi, Budi menyebut perusahaan memasang target ambisius untuk menggaet dua juta merchant mitra tahun ini. Lokasinya akan diperluas sampai ke Kalimantan dan Sulawesi. Kemitraan dengan pemain e-money lainnya juga bakal terus ditambah, meski dia enggan menyebut detailnya.

Jumlah transaksi yang sudah diproses OttoPay pun juga enggan disebut. Budi beralasan ini bergantung pada pihak pemain itu sendiri, sehingga butuh proses edukasi yang lebih intensif agar orang-orang semakin paham.

“Dari kita menyarankan ke pihak issuer untuk tidak ikut-ikutan pakai promo diskon karena itu buat short term saja. Juga enggak begitu edukatif buat masyarakat.”

Budi mengaku saat ini OttoPay belum melakukan monetisasi bisnis. Perusahaan masih menunggu aturan standarisasi kode QR disahkan Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran. Di samping itu, aturan mengenai merchant discount rate (MDR) juga belum rampung.

OttoPay tidak tergabung sebagai peserta uji coba kode QR yang diselenggarakan BI, namun Budi mengaku perusahaan terus melakukan komunikasi yang intensif dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) bersama para peserta uji coba demi mendapat kabar terbaru.

Pihaknya tidak ingin buru-buru melakukan monetisasi karena bisa jadi penghalang dalam adopsi penetrasi pembayaran digital di merchant. Saat ini merchant yang bergabung hanya dikenakan biaya 500 Rupiah setiap bulan sebagai ongkos untuk pemeliharaan sistem.

“Yang penting kita kenalkan dulu konsep OttoPay sembari menunggu uji cobanya selesai,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Saturdays Tawarkan Produk Lifestyle dengan Konsep Penjualan O2O

Saturdays mungkin bukanlah satu-satunya startup yang menawarkan produk lifestyle di Indonesia. Meskipun demikian, mereka hadir dengan konsep direct-to-consumer dengan meniadakan perantara dalam menjual produknya.

Dengan eyewear sebagai bisnis utamanya saat ini, Saturdays.id menawarkan kacamata berkualitas dengan harga terjangkau. Produksi lensa dan frame dilakukan sendiri mulai dari desain, manufaktur, hingga pengiriman langsung ke konsumen.

Dari sisi penjualan, Saturdays memanfaatkan konsep online-to-offline (O2O) melalui penjualan online dan toko retail. Toko flagship pertamanya baru dibuka pada Februari 2019 di Lotte Shopping Avenue. Toko ini terintegrasi dengan gerai kopi untuk memberi sentuhan lifestyle.

Kepada DailySocial, CEO Saturdays Rama Suparta mengatakan, kini perbedaan online retail dan offline retail semakin tidak nyata karena industri ritel mulai fokus dalam memberikan kenyamanan berbelanja kepada konsumen.

Menurutnya sejumlah perusahaan ritel tradisional sudah merambah penjualan online melalui website, marketplace, dan media sosial. “Begitu juga [perusahaan] retail online kini punya offline channel agar konsumen bisa coba produk dan berinteraksi langsung,” ujar Rama.

Rama berharap tahun ini akan ada semakin banyak gerai fisik Saturdays di Indonesia yang tetap konsisten mengusung konsep lifestyle.

Selain toko flagship, Saturdays saat ini sudah hadir di sejumlah mall di Jakarta. Pihaknya juga bermitra dengan 13 lifestyle store di Jakarta, Bali, Surabaya, Bandung, dan Yogyakarta.

Kolaborasi fintech dan pengembangan aplikasi

Tahun ini Saturdays telah mengagendakan sejumlah rencana untuk mendorong pertumbuhan bisnisnya dan meningkatkan pengalaman berbelanja, baik di toko online maupun toko offline.

Dari sisi teknologi, Rama mengungkapkan pihaknya tengah mengembangkan aplikasi mobile untuk penjualan produk kacamata Saturdays. Ia juga tak menampik kemungkinan diversifikasi produk lain yang berhubungan dengan lifestyle dan teknologi ke depannya.

Tak kalah penting, pihaknya kini tengah menjajaki kerja sama dengan beberapa penyedia layanan fintech dan perusahaan teknologi untuk memberikan pengalaman belanja O2O yang lebih baik di masa depan.

“Teknologi merupakan bagian penting dari bisnis kami. Sejak awal didirikan, visi kami adalah dengan menggabungkan desain, teknologi, dan giving back,” tuturnya.

Mencermati perkembangan konsep new retail

Sebagai penyedia layanan O2O, Saturdays tak mengabaikan konsep new retail yang diprediksi bakal menjadi perkembangan commerce di masa depan. New retail sendiri digagas Alibaba yang menggabungkan teknologi dalam memberikan pengalaman belanja yang lebih baik.

Rama menyebutkan konsep ini sebetulnya dapat berguna untuk lebih memahami perilaku berbelanja konsumen, tidak hanya sekadar soal kenyamanan berbelanja yang lebih personal dan efisien. Menurutnya, konsep new retail telah diadopsi sejumlah brand besar, seperti Amazon dan Nike.

Untuk saat ini, ia mengaku masih mencermati perkembangan teknologi, seperti augmented reality, online eye testing, dan chatbot. Nantinya teknologi ini dapat diimplementasi untuk memberikan pengalaman berbelanja terintegrasi dan seamless kepada konsumen Saturdays.

Sidebeep App Facilitates Consumer to Find Curated Services

Looking for high quality and trusted services might be difficult, usually it requires recommendation from colleagues due to trust issue. It doesn’t happen to only a few, but most people including Sidebeep Founder & CEO, Henry Sutioso. It inspired him to release Sidebeep service marketplace.

The business model is quite simple, gathering service providers in one. There are several categories available, from tattoo artist, custom motorcycle, premium sneakers laundry, mobile spa, premium waterless carwash home service, make up artist, trip organizer, gadget repair, fashion & accesories repair, and many more.

Sidebeep’s CMO, Yogi Apriandi said these service providers are already passed the curation process. Starts from administrative data of prospective providers online, the interview process via phone to find out more about provider’s experience. We need to know how long they’ve been running business, how many transactions have been made, and the customers.

“In the final stage, there’s survey to their locations, in case they’ve meet the standard or not. It means, every provider in Sidebeep must be professional. Either it’s personal or a brand,” he said to DailySocial.

He said that currently, there are 100 service providers in average joining Sidebeep, most of them are in Jakarta. In total, the current users are around 10,000 since the general launching in November 2018.

“Many users feel satisfied with our service because they really don’t have to bother coming to an outlet for repair, or laundry. Although some people aren’t really satisfied, It only becomes more challenging to make innovations.”

Business plan this year

He continued, during this year, Sidebeep will start to expand to various major cities outside Jakarta, due to the rapid development of lifestyle. In addition, the demand to contribute for more people. In terms of technology, it’ll be finalized. They want to assure the best experience in selling or booking a service.

Each category in Sidebeep app will be designed according to its characteristic. Moreover, each people will have different experience in selling or booking a service. Currently, Sidebeep is accessible via desktop and Android.

“It’s different when you make order to the tattoo artist and booking a trip organizer. When booking a beauty saloon and ordering laundry sneakers. This is our priority this year.”

In addition, the company plans for business monetizing. There will be subscription feature for service providers. It will be different with the one you get for free in app. Consumers will guarantee more benefits over costs spent.

To date, Sidebeep has received funding from angel investor with no further detail of the value. The plan to get follow-on funding is there. However, it is when the product has reached market-fit with increasing progress, it’s expected to attract investors by the late 2019.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Medigo Perkenalkan Layanan Kesehatan Digital Terintegrasi

Medigo, startup penyedia platform layanan kesehatan, resmi memperkenalkan tiga solusinya untuk rumah sakit, klinik, dan pasien. Ketiga solusi ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem digital terintegrasi di industri kesehatan.

Kepada DailySocial, CEO Medigo Harya Bimo mengungkapkan misinya untuk menghubungkan ekosistem industri kesehatan (pasien, dokter, rumah sakit, dan klinik) dengan teknologi digital.

Menurutnya, ada banyak masalah yang melingkupi industri kesehatan di Indonesia, termasuk belum terintegrasinya sistem rumah sakit, klinik, asuransi, dan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya.

Birokrasi yang rumit juga menyulitkan pasien untuk mendapat akses terhadap rekam medis mereka saat pergi ke rumah sakit rujukan. Apalagi industri kesehatan terbilang konvensional, ketika rekam medis masih ditulis secara manual.

“Bagi kami bukan pasien yang menjadi permasalahan utama tetapi provider-nya. Industri ini sangat high regulated dan tertutup,” ujar pria yang karib disapa Bimo ini.

Dibanding kebanyakan startup healthtech yang menyasar sisi hilir (pasien), Medigo memilih menyasar segmen hulu (penyedia layanan kesehatan).

Nantinya perusahaan berharap bisa menjadi penghubung (healthcare gateway) pihak layanan kesehatan dengan asuransi, perbankan, farmasi, hingga perusahaan swasta yang terlibat di industri ini.

Tawarkan solusi industri kesehatan terintegrasi

Medigo menawarkan platform untuk rumah sakit agar dapat mengatasi masalah pada pasien rawat jalan, seperti proses administrasi yang lama dan manual.

Lewat platform ini, pihak rumah sakit dapat mengelola pendaftaran pasien, sistem antrian dan slot pasien, dan jadwal dokter secara online.

Selanjutnya, aplikasi Qlinik diperuntukkan bagi klinik-klinik untuk mengoptimalkan pengelolaan pasien rawat jalan, mulai dari pendaftaran hingga jadwal dokter. Aplikasi ini sudah dapat diunduh di Play Store.

Terakhir adalah aplikasi untuk pasien yang ingin berkonsultasi, mengecek resume, dan melakukan pembayaran. Aplikasi ini terhubung dan terkustomisasi dengan sistem rumah sakit. Saat ini aplikasi tersebut belum dirilis ke publik.

“Kami ingin memberikan pengalaman seamless, termasuk obat langsung dikirim ke rumah. Makanya, kami kerja sama dengan Qasir untuk Point of Sales dan Prosehat untuk pengiriman obat,” ungkap Bimo.

Per Maret 2019, Medigo sudah melakukan pilot dengan dua rumah sakit (RSPP dan RSPJ), lebih dari 100 klinik, dan layanannya telah mengantongi 100 ribu interaksi. Tahun ini, Medigo akan mendorong kerja sama dengan sepuluh rumah sakit, 500 klinik, dan membidik tiga juta transaksi.

Medigo baru saja menerima pendanaan di Q4 2018 dari Venturra Discovery dengan nilai yang tidak bisa disebutkan. Tim Medigo terdiri 27 orang termasuk dengan para advisor.

“The next big thing

Bimo meyakini bahwa layanan kesehatan digital (healthtech) akan booming di masa depan setelah layanan fintech. Dalam lima tahun terakhir sektor kesehatan di Indonesia diprediksi tumbuh tiga kali lipat menjadi $21 miliar.

“Memang untuk startup healthtech jarang ada yang sustained, karena industri kesehatan itu sangat high regulated. Kami yakin untuk bisa tumbuh, apalagi masih banyak puluhan ribu klinik belum terdaftar. Saat ini, kami ingin perkuat layanan kami di Jawa dan Sumatera,” tuturnya.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Sidebeep Permudah Konsumen Cari Layanan Jasa Terkurasi

Mencari jasa yang berkualitas dan terpercaya seringkali sulit ditemukan, biasanya mengandalkan rekomendasi dari orang terdekat karena erat dengan unsur percaya. Kejadian seperti ini tidak hanya dialami oleh segelintir orang saja, hampir semua orang termasuk Founder dan CEO Sidebeep Henry Sutioso. Akhirnya, menginspirasi Henry dengan merilis marketplace jasa Sidebeep.

Model bisnis Sidebeep cukup sederhana, mengumpulkan berbagai penyedia jasa dalam satu tempat. Ada beberapa kategori jasa yang tersedia, mulai dari tattoo artist, kustom motor, premium sneakers laundry, mobile spa, premium waterless carwash home service, make up artist, trip organizer, gadget repair, fashion & accesories repair, dan masih banyak lagi.

CMO Sidebeep Yogi Apriandi menerangkan dalam menghadirkan penyedia jasa ini, sudah melalui proses kurasi. Mulai dari mengecek data-data administrasi calon penyedia secara online, proses interview via telepon untuk mengetahui lebih detail pengalaman penyedia dalam menyediakan layanannya. Menanyakan berapa lama sudah terjun, berapa banyak transaksi yang dihasilkan, hingga pelanggannya.

“Di tahap akhir ada survei ke lokasi dari penyedia jasa apakah sesuai dengan standar atau tidak. Intinya setiap penyedia jasa di Sidebeep harus benar-benar profesional. Mau itu jasa secara personal atau pun sebuah brand,” terang Yogi kepada DailySocial.

Dia menyebut saat ini kurang lebih ada 100 penyedia jasa yang bergabung di Sidebeep, mayoritas berlokasi di Jakarta. Sementara total pengguna sampai hari ini kurang lebih 10.000 sejak pertama kali dirilis secara umum di November 2018.

“Banyak user merasa puas atas layanan kami karena mereka benar-benar tidak perlu repot datang ke outlet untuk sekadar reparasi, atau laundry. Meski ada beberapa yang masih belum merasa terpuaskan, justru ini membuat kami lebih semangat untuk berinovasi.”

Rencana tahun ini

Yogi melanjutkan sepanjang tahun ini Sidebeep akan mulai ekspansi ke berbagai kota besar di luar Jakarta, lantaran terjadinya perkembangan gaya hidup yang mulai pesat. Ditambah keinginan untuk berkontribusi ke lebih banyak orang. Dari sisi teknologi juga akan terus disempurnakan. Pihaknya ingin memastikan pengalaman terbaik saat menjual atau memesan jasa.

Tiap kategori yang tersedia di aplikasi Sidebeep akan didesain sesuai dengan karakteristik masing-masing. Pasalnya, pengalaman seseorang baik dalam menjual atau membeli sebuah jasa itu akan berbeda di tiap kategori. Untuk sementara, Sidebeep baru bisa diakses lewat desktop dan Android saja.

“Akan beda jika Anda memesan jasa kepada tattoo artist dengan memesan jasa trip organizer. Atau memesan jasa salon kecantikan dengan memesan jasa laundry sneakers. Ini yang akan kami prioritaskan untuk dikembangkan tahun ini.”

Di samping itu, perusahaan tengah berencana untuk melakukan monetisasi bisnis. Akan tersedia fitur berbayar yang bisa didapat oleh penyedia jasa melalui sistem berlangganan. Kehadiran fitur ini tentunya akan berbeda dengan fitur yang biasa didapat secara gratis di aplikasi. Konsumen bakal menjamin lebih banyak manfaat daripada biaya yang dikeluarkan.

Sejauh ini, Sidebeep telah mendapat pendanaan dari angel investor dengan detail yang tidak disebutkan oleh Yogi. Rencana untuk mendapatkan pendanaan tahap lebih lanjut, tentunya ada. Namun Yogi menyebut, saat produk sudah benar-benar sampai ke level market-fit dan progress yang terus meningkat, diharapkan sampai akhir tahun ini bisa dilirik oleh para investor.

Application Information Will Show Up Here

Startup Logistik Kargo Technologies Peroleh Dana Segar dari Sequoia India dan Pendiri Uber Travis Kalanick Senilai 107 Miliar Rupiah

Kargo Technologies, marketplace logistik yang menghubungkan perusahaan dan layanan penyedia truk, mengumumkan perolehan pendanaan senilai $7,6 juta (lebih dari 107 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Sequoia India dan 10100 Fund — yang terakhir ini didirikan oleh Co-Founder Uber Travis Kalanick. Ini merupakan investasi pertama Travis di Asia Tenggara.

Pertama kali di-cover oleh DealStreetAsia, turut berpartisipasi dalam pendanaan ini sejumlah investor, yaitu Pandu Sjahrir dari Agaeti Ventures, Co-Founder Northstar Group Patrick Walujo, Intudo Ventures, Zhenfund, ATM Capital, dan Innoven Capital. Dana disebutkan akan digunakan untuk memperkuat infrastruktur dan tim teknologi perusahaan.

Didirikan oleh mantan Country Manager Uber Indonesia Tiger Fang (CEO) dan Yodi Aditya (CTO), Kargo Technologies melihat permasalahan selama ini truk pulang tanpa muatan setelah pengantaran di sentra-sentra produksi. Kargo Technologies berharap bisa meminimalisir hal ini sambil memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan e-commerce dan FMCG.

Berkembangnya industri e-commerce di Indonesia, diperkirakan mencapai $53 miliar di tahun 2025 menurut studi Google dan Temasek, turut mendukung berkembangnya industri logistik yang lebih efisien dan pintar.

Kargo Technologies menawarkan platform berbasis mobile, saat ini dalam beta dan akan diluncurkan dalam waktu dekat, di platform Android untuk memudahkan perusahaan pengguna dan pengirim berinterasi dan memantau pergerakan kiriman secara real time.

Cikal bakal Kargo yang sekarang adalah Kargo yang didirikan Yodi Aditya tahun 2016 dan sempat didukung oleh East Ventures. Kami mendapatkan informasi bahwa East Ventures telah full exit dan perusahaan dijual ke Tiger Fang yang menjadi CEO baru. Di segmen logistik dan pergudangan kini East Ventures mendukung Waresix.

Dalam pernyataannya, Tiger menyebutkan, “Kargo didesain untuk mengoreksi masalah ketersediaan, transparansi harga dan kurangnya kepercayaan dalam proses pembayaran melalui satu aplikasi yang gampang dipakai.”