Sphero Akuisisi LittleBits Demi Semakin Mendominasi Industri STEAM Toys

Sphero dan LittleBits adalah dua nama yang cukup dikenal di industri STEAM toys (Science, Technology, Engineering, Art and Math). Keduanya sama-sama mulai berkiprah sejak tahun 2011, dan kini sudah menjadi kepercayaan berbagai institusi pendidikan di banyak negara.

Baik Sphero maupun LittleBits sama-sama memulai kiprahnya lewat program accelerator Disney. Masing-masing juga sempat menelurkan produk bertema franchise milik Disney dengan lisensi resmi, mulai dari Star Wars (Sphero BB-8 dan LittleBits Droid Inventor Kit) sampai Avengers (Sphero Spider-Man dan LittleBits Avengers Hero Inventor Kit).

LittleBits Droid Inventor Kit / LittleBits
LittleBits Droid Inventor Kit / LittleBits

Sekarang, keduanya memutuskan untuk bersatu di bawah nama Sphero. Ya, Sphero baru-baru ini mengumumkan rencananya untuk mengakuisisi LittleBits, meski tidak ada nominal mahar yang disebutkan.

Berkat tambahan aset dari LittleBits, portofolio produk Sphero kini mencakup lebih dari 140 paten di bidang robotik, elektronik, software dan Internet of Things (IoT). Akuisisi ini juga diharapkan bisa membantu Sphero melancarkan ekspansi internasionalnya, sekaligus rencana ke depannya untuk mengakuisisi perusahaan lain demi memperluas portofolio penawarannya di ranah STEAM toys.

Sphero RVR / Sphero
Sphero RVR / Sphero

Ini bukan pertama kalinya Sphero mengakuisisi perusahaan yang bergerak di bidang serupa. Tahun lalu, mereka sempat mengakuisisi Specdrums, startup yang hardware bikinannya berfokus pada area pendidikan musik. Sejauh ini, produk Specdrums masih dipasarkan di bawah brand yang terpisah, sehingga ada kemungkinan Sphero juga bakal menerapkan kebijakan yang sama untuk produk-produk LittleBits.

Arah perkembangan Sphero sebagai perusahaan sejatinya semakin jelas sejak mereka memutuskan untuk sepenuhnya mengalihkan fokusnya ke ranah edukasi. Di samping portofolio produk, aset terbesar yang Sphero punyai adalah jalinan kemitraan dengan sejumlah institusi pendidikan, sehingga pada akhirnya masuk akal apabila mereka tidak segan berinvestasi besar demi semakin memperluas penawarannya.

Sumber: 1, 2, 3.

Street Fighter V dan Konten Season 3 Bisa Dinikmati Gratis di Bulan Agustus 2019

Saat Street Fighter V meluncur di awal 2016, banyak orang mengeluhkan minimnya konten dan pilihan karakter, serta sejumlah kendala teknis yang mengurangi kualitas pengalaman bermain. Akibat masalah-masalah itu, penjualan Street Fighter V gagal mencapai target yang Capcom tetapkan. Menariknya, hal ini punya dampak positif: developer terpanggil untuk meluncurkan permainan secara lebih lengkap lewat Arcade Edition.

Kini, Street Fighter V merupakan salah satu judul esport fighting terfavorit. Dan ada kabar gembira jika Anda, seperti saya, ingin mencobanya namun masih ragu buat membelinya atau Anda bermaksud buat lebih dulu mencari tahu seberapa bersahabat komunitasnya. Lewat akun Twitter resmi Street Fighter, Capcom mengumumkan agenda untuk menggratiskan game selama kurang lebih 10 hari.

Gerbang akses gratis bermain Street Fighter V akan dibuka pada tanggal 1 Agustus dan berakhir di 11 Agustus 2019. Menariknya, Capcom tak hanya mempersilkan kita menikmati konten dasar saja, tapi juga menyertainya bersama seluruh karakter Season 3. Itu artinya, kita disuguhkan lebih dari 20 pilihan petarung – beberapa adalah nama-nama familier dan ada pula tokoh-tokoh baru. Ini dia daftar lengkapnya:

  • Birdie
  • Cammy
  • Chun-Li
  • Dhalsim
  • F.A.N.G.
  • Karin
  • Ken
  • Laura
  • M. Bison
  • Nash
  • Necalli
  • R. Mika
  • Rashid
  • Ryu
  • Vega
  • Zangief

Karakter di DLC Season 3:

  • Blanka
  • Cody
  • Falke
  • G
  • Sagat
  • Sakura

Di versi cuma-cuma ini, kita tidak bisa memilih tokoh-tokoh Season 1 dan 2 semisal Alex, Guile, Abigail serta Akuma. Jika kebetulan sudah mempunyai permainan, Anda bisa memainkan petarung-petarung Season 3 hingga periode free trial usai. Selain itu, kita juga dipersilakan menikmati mode story serta mengumpulkan kredit in-game. Semua progres tersebut akan tersimpan dan bisa dilanjutkan begitu Anda memutuskan untuk membeli game.

Walaupun usianya sudah menginjak tiga tahun lebih, Street Fighter V ialah salah satu permainan esports genre fighting terpopuler saat ini. Ambil contohnya di turnamen EVO 2019. Street Fighter V menempati urutan kedua dengan peserta terbanyak (di belakang Super Smash Bros. Ultimate), melampaui Tekken 7, Mortal Kombat 11, Dragon Ball FighterZ serta Soulcalibur 6.

Street Fighter V versi gratis tersaji di dua platform, yaitu PC via Steam serta PlayStation 4. Jika tertarik membelinya, Capcom menawarkan permainan dalam beberapa pilihan edisi: standar, Arcade Edition (plus konten Season 1 dan Season 2), serta Arcade Edition Deluxe (semua konten yang ada sejauh ini). Tersedia pula DLC berisi bundel kostum dan stage musim 2016.

Via DualShockers.

Steam Summer Sale 2019 Dimulai, Ayo Kita Cari Penawaran Terbaik Musim Ini

Pertengahan tahun merupakan periode paling nanti oleh para gamer karena biasanya tak lama setelah Electronic Entertainment Expo usai, para publisher dan penyedia layanan distribusi melangsungkan program diskon terhadap permainan-permainan yang dijual di platform mereka. Dan di antara nama-nama familier di ranah gaming, Steam Sale tentu saja ialah yang paling populer.

Tepat di tanggal 25 Juni kemarin, Valve Corporation resmi memulai Summer Sale bertema Steam Grand Prix. Event diskon game besar-besaran ini rencananya akan berlangsung hingga tanggal 9 Juli 2019, dan itu berarti kita diberikan waktu selama dua minggu untuk kembali mengumpulkan backlog (sembari menumpuk rasa bersalah, karena saya tahu kita punya daftar panjang permainan yang masih belum diselesaikan).

Meski mengusung tema berbeda, Steam Summer Sale 2019 disajikan secara familier. Valve akan meng-update susunan dan tampilannya setiap hari, menyodorkan kita penawaran-penawaran yang sulit ditolak. Dan lewat artikel ini, saya mencoba memandu Anda untuk menemukan harga terbaik.

Steam Grand Prix Summer Sale 1

Baiklah untuk mulai berbelanja, silakan buka page Steam atau log-in via software client dan Anda akan segera disambut laman utama Summer Sale. Saat artikel ini ditulis, Valve meng-highlight tiga judul blockbuster baru yang mendapatkan diskon cukup besar, yaitu Resident Evil 2 remake (Rp 330 ribu), Far Cry New Dawn (Rp 260 ribu), dan Sekiro: Shadows Die Twice (Rp 583 ribu). Lebih lengkapnya, Steam menyediakan kolom ‘More Featured’ di bawah dengan potongan harga yang bervariasi.

Steam Grand Prix Summer Sale 3

Selanjutnya, Steam membagi permainan dalam genre, misalnya ada action role-playing dan simulasi mengemudi. Jika tak bisa menemukan judul yang sedang dicari, jangan lupa klik tombol ‘see more…‘ di pojok kanan bawah dan Anda segera disodorkan daftar lengkap game di genre itu. Seperti biasa, Anda juga bisa mengurutkan permainan berdasarkan kategori ‘New and Trending’, kepopuleran, hingga penjualan terlaris.

Scroll lebih jauh ke bawah, dan Anda akan menjumpai potongan harga tertinggi (sampai 75 persen) serta permainan-permainan dengan harga Rp 90 ribu ke bawah. Jangan terburu-buru, karena ada pula opsi game seharga kurang dari Rp 45 ribu.

Steam Grand Prix Summer Sale 2
Untuk sekarang 10 produk terlaris di Steam Grand Prix Summer Sale meliputi:

  1. The International 2019 Battle Level Bundle
  2. Monster Hunter: World
  3. PlayerUnknown’s Battlegrounds
  4. Grand Theft Auto V
  5. Sekiro: Shadows Die Twice
  6. Rust
  7. Borderlands: The Handsome Collection
  8. The Witcher 3: Wild Hunt – Game of the Year Edition
  9. Total War: Three Kingdoms
  10. Divinity: Original Sin 2 – Definitive Edition

Valve juga mengimplementasikan sejumlah fitur untuk membuat Summer Sale 2019 jadi tambah seru, berupa Boost Meter yang dipengaruhi pembelian dan wish list Anda. Secara teori, penyajiannya seharusnya sederhana, tetapi prakteknya cukup membingungkan dan jadi pembahasan seru (dan penuh meme) di Reddit. Anda tak perlu memusingkan hal ini, cukup beli apapun yang Anda inginkan selama Steam Summer Sale berlangsung…

Akan Hadir di Steam Secara Gratis, Gamer Destiny 2 di Stadia dan Steam Tak Bisa Bermain Bersama

Ada banyak kejutan menyenangkan diungkap di ajang E3 2019 minggu lalu, dari mulai partisipasi Google demi mempromosikan platform on demand Stadia sembari memamerkan game-game yang didukungnya, pengumuman judul-judul blockbuster baru, hingga kehadiran Keanu Reeves di presentasi Cyberpunk 2077 yang disambut begitu meriah oleh pengunjung (dan tentu saja khalayak internet).

Sebelum E3, mungkin Anda juga sudah mendengar soal rencana tim Bungie untuk menghadirkan Destiny 2 yang tadinya hanya dapat di akses dari Battle.net ke Steam. Mengagetkannya lagi, Bungie memutuskan untuk memodifikasi model bisnis game dari pay-to-play menjadi free-to-play. Dan tak hanya sampai di sana, Destiny 2 juga jadi salah satu permainan yang memperkuat formasi konten Google Stadia.

Dengan tersedianya Destiny 2 di layanan gaming on demand Stadia bulan November 2019 nanti, Anda bisa menikmati permainan shooter online bertema sci-fi dari perangkat mana pun yang punya browser Chrome atau smartphone Pixel 3. Dengan premis unik ini, banyak orang berharap Stadia dapat merangkul lebih banyak pemain dan menyatukan gamer. Namun ada satu fakta yang harus kita pahami dari Stadia.

Di laman FAQ di bawah pertanyaan ‘Apakah Destiny 2 Stadia ditopang fitur cross-play dengan Steam dan platform lainnya?’, Bungie menjelaskan bahwa Stadia mempunyai ekosistem sendiri. Dan sayang sekali, gamer Destiny 2 di Stadia hanya bisa bermain dengan sesama pengguna Stadia. Meski demikian, tidak berarti versi yang berbeda itu betul-betul ‘terpisah’. Versi Stadia Destiny 2turut ditopang fitur cross-save, sehingga Anda dapat meneruskan progres game setelah sebelumnya bermain di Steam, Xbox One atau PlayStation 4.

Di bawah ini, saya akan mencoba merangkum secara singkat apa saja yang berubah dari transisi Destiny 2 ke free-to-play.

Pertama, permainan ‘dasarnya’ yang disuguhkan secara cuma-cuma kini mengusung tajuk Destiny 2: New Light. Di dalamnya termasuk misi-misi, aktivitas dan reward year one; termasuk mode Strikes (dungeon kooperatif untuk tiga pemain), mode PvP Crucible, serta mode raid Leviathan.

Kedua, expansion pack Shadowkeep (tiba di bulan September 2019 di Steam) akan disajikan secara standalone, dan Anda tidak membutuhkan add-on sebelumnya untuk mengakses Shadowkeep. Selanjutnya, konten-konten tambahan Destiny 2 di waktu ke depan juga dihidangkan sebagai add-on standalone.

Dan ketiga: dengan berakhirnya kesepakatan antara Bungie dan Activision Blizzard, tim pencipta trilogi Halo itu mendapatkan kebebasan dalam memublikasikan versi PC dari Destiny 2. Ke depannya, tidak ada lagi konten yang eksklusif. Seluruh senjata, armor, peta dan aktivitas akan tersedia di seluruh platform.

Via PC Gamer.

Microsoft akan Bawa Lebih Banyak Game ke Steam

Kabar baik datang dari raksasa teknologi dunia, Microsoft. Mereka mengumumkan bahwa Microsoft akan membawa lebih banyak game-game Xbox Game Studios ke Steam.

Keputusan tersebut merupakan bagian dari strategi layanan langganan Xbox Game Pass untuk PC yang diumumkan tanggal 30 Mei 2019.

Mengutip dari PC Gamer; Phill Spencer, Kepala divisi Xbox dari Microsoft, mengatakan, “tujuan kami adalah membuat game-game PC dari Xbox Game Studios tersedia di berbagai toko (digital), termasuk Microsoft Store on Windows milik kami, saat perilisannya. Kami percaya bahwa Anda harusnya punya pilihan di mana Anda ingin membeli game PC.”

Xbox Game Pass untuk PC. Sumber: Microsoft
Xbox Game Pass untuk PC. Sumber: Microsoft

Sebelumnya, sebagian besar dari game mereka memang eksklusif di Microsoft Store yang berarti berbentuk Universal Windows App (UWA). Format UWA sendiri memang punya banyak kekurangan karena tak mendukung moddingoverlays, dan berbagai ekstensi semacam ReShade. Padahal, hal-hal itulah yang sebenarnya membuat PC gaming superior dibandingkan platform gaming lainnya.

Sejumlah game rilisan Microsoft seperti Halo Wars sudah dirilis di Steam. Seri Master Chief Collection juga akan dirilis di Steam tahun ini, yang dimulai dari Halo Reach.

Pada saat pengumumannya, Age of Empires 1-3 Definitive Editions dan Gears 5 akan masuk gelombang pertama yang akan dirilis di Steam. Sayangnya, belum ada kejelasan untuk gamegame yang memang eksklusif untuk Microsoft Store seperti Sea of Thieves ataupun seri Forza Horizon.

Namun demikian, mungkin kita boleh sedikit optimis karena Microsoft juga menambahkan pernyataan berikut ini:

“Memungkinkan para gamers untuk bermain bersama cross-platform dan cross-network di PC Windows 10 dan console adalah hal yang krusial. Membangun komunitas antar pemain, terlepas dari toko ataupun platform yang mereka gunakan (console ataupun PC), juga sama pentingnya karena hal tersebut dapat menyatukan para gamer, memungkinkan game-game nya mendapatkan pasar terbesar, dan membangun kebersamaan sebagai potensi yang sesungguhnya dari kegiatan bermain.”

Steam akan menjadi tujuan pertama sebelum Microsoft membawa game-game mereka ke toko-toko lainnya. “Kami tahu jutaan PC gamers memercayai Steam sebagai tempat untuk mendapatkan game mereka dan kami mendengar masukan bahwa para gamer PC ingin punya opsi. Kami juga tahu bahwa ada toko-toko lain di PC dan kami berupaya untuk memberikan lebih banyak pilihan bagi para gamer untuk menemukan game-game Xbox Game Studios di lebih banyak toko.”

Jadi, apakah nanti kita juga dapat melihat ada game Microsoft di GOG?

State of Decay 2 yang masih belum tersedia untuk Steam. Sumber: Microsoft
State of Decay 2 yang masih belum tersedia di Steam. Sumber: Microsoft

Selain Microsoft akan merilis game-game mereka di Steam, Microsoft Store juga akan memberikan dukungan ke game-game Win32. Hal ini berarti jika para publisher ataupun developer ingin menaruh game mereka di Microsoft Store, mereka tak lagi harus me-repackage game mereka jadi berbentuk UWA.

Akhirnya, Microsoft Store sendiri mungkin memang tidak populer di kalangan gamer PC. Namun Windows adalah sistem operasi terbaik untuk gaming dan DirectX juga sudah sangat berjasa besar dalam perkembangan sejarah gaming sampai hari ini (setidaknya menurut pendapat saya). Jadi, sudah sewajarnya juga jika berbagai komponen lain dari Microsoft turut memberikan dukungan yang terbaik buat para loyalis PC Master Race.

Epic Games Store Tantang Steam untuk Terapkan Sistem Bagi Hasil yang Sama

Di titik ini, saya yakin hampir semua gamer PC sudah mendengar soal Epic Games Store, alternatif baru Steam yang menawarkan sederet game blockbuster secara eksklusif, macam The Division 2, Metro Exodus, maupun Borderlands 3. Epic Games tentunya bukan pemain baru di industri gaming, tapi itu bukan alasan utama mengapa mereka mampu memperoleh hak distribusi eksklusif dari developer.

Alasan utamanya tidak lain dari sistem bagi hasil yang jauh dari kata pelit: 88% developer, 12% Epic Games Store. Steam yang tadinya begitu mendominasi, sekarang jadi kehilangan beberapa klien prioritasnya. Dari sini mungkin banyak yang melihat Epic Games sebagai pihak antagonis, akan tetapi Epic justru memanfaatkan momen ini untuk menantang balik Steam.

Lewat Twitter, Tim Sweeney selaku pendiri sekaligus CEO Epic Games, menjelaskan bahwa apabila Steam berkomitmen mengganti sistem bagi hasil mereka menjadi sama seperti Epic Games Store tanpa syarat-syarat yang memberatkan, maka Epic akan segera mengabaikan hak distribusi eksklusif yang mereka peroleh (dengan catatan pihak developer memberi lampu hijau), sehingga game yang tadinya eksklusif untuk Epic Games Store juga bisa didistribusikan lewat Steam.

Dari sini sebenarnya bisa kita lihat bahwa strategi agresif yang diterapkan Epic Games Store bukanlah murni untuk mengejar hak distribusi eksklusif saja. Mereka juga punya visi jangka panjang untuk membenahi apa yang mereka anggap salah dari industri ini, yaitu sistem bagi hasil yang terlalu memberatkan developer, terutama developer kecil/indie.

Steam, seperti yang kita tahu, menerapkan sistem bagi hasil 70%:30%. Belum lama ini, mereka sempat mengubah kebijakannya agar rasio tersebut bisa naik menjadi 75%:25% atau bahkan 80%:20%, akan tetapi itu baru berlaku apabila total penjualan suatu game berhasil mencapai $10 juta dan $50 juta.

Inilah yang dimaksud Tim Sweeney sebagai “syarat yang memberatkan”, sebab realistisnya sulit bagi developer kecil/indie untuk menembus angka penjualan $10 juta, bahkan untuk game andalannya sekalipun. Sayangnya sejauh ini belum ada respon sama sekali dari Valve selaku penggagas Steam.

Epic Games Store merebut klien prioritas Steam mungkin terkesan antagonistis, namun seandainya Steam menyetujui ide yang digagaskan Epic, maka yang diuntungkan adalah semua pihak; developer bebas memasarkan karyanya di banyak platform dan mengambil keuntungan yang maksimal, dan di saat yang sama konsumen pun juga tidak harus terbelenggu oleh satu platform tertentu.

Sumber: Variety.

Valve Resmi Berkecimpung di Ranah Hardware VR Lewat Valve Index

Virtual reality sempat mencuri perhatian seisi industri teknologi kira-kira tiga sampai lima tahun silam. Ketika itu beberapa nama dianggap sebagai pionir produk VR kelas konsumen: Oculus VR yang kini dipunyai Facebook, HTC sang produsen Vive, serta Valve yang turut mengembangkan SteamVR. Kondisi ini direspons oleh para produsen lewat penyediaan hardware-hardware hingga deretan aksesori pendukungnya.

Sejauh ini, SteamVR merupakan kontribusi besar Valve Corporation terhadap ranah virtual reality. Sederhananya, SteamVR adalah platform virtual reality yang memungkinkan HMD serta pernak-perniknya bekerja optimal, dan saat ini telah mendapatkan dukungan penuh dari engine Unity serta terintegrasi dalam Unreal Engine 4. Selain dari sisi software, Valve memang sudah lama punya ketertarikan pada aspek penggarapan piranti keras. Dan di penghujung minggu lalu, perusahaan resmi mengungkap Valve Index.

Eksistensi Valve Index dikonfirmasi melalui kemunculan laman resminya di situs Steam Store. Hampir tidak ada informasi apa-apa mengenainya di sana kecuali penampilan head-mounted display, serta kalimat ‘upgrade your experience‘ dan ‘Mei 2019’ yang boleh kita asumsikan sebagai waktu rilis atau momen sang produsen mengungkap detailnya lebih jauh. Untuk sekarang, kita bisa membuat hipotesis dari apa yang tidak muncul di page tersebut.

Lihat lebih teliti dan Anda akan sadar absennya branding HTC yang telah lama menjadi mitra Valve dalam mengembangkan Vive. Ada kemungkinan, Index dibangun sendiri oleh perusahaan tanpa bantuan pihak ketiga. Kemudian Valve juga tidak turut mengiklankan tiga permainan berbasis virtual reality yang dikonfirmasi oleh co-founder Gabe Newell sendiri di bulan Oktober 2017. Game-game tersebut dibangun menggunakan engine Unity dan Source 2 – salah satunya di-setting di jagat Half-Life.

Rumor mengenai headset VR buatan Valve sendiri sebetulnya sudah beredar sejak bulan November tahun lalu lewat beredarnya foto-foto unit purwarupa yang menampilkan lensa, sirkuit, hingga wujud perangkat secara garis besar. Perlu digarisbawahi bahwa gambar di teaser punya penampakan hampir serupa prototype, dilihat dari penempatan kamera/sensor eksternal. Berdasarkan laporan narasumber UploadVR, HMD Valve itu punya field of view seluas 135 derajat dan resolusi setara Vive Pro.

Di teaser, Anda bisa melihat kehadiran slider di area bawah. Menurut Arstechnica, slider ini boleh jadi berfungsi untuk mengubah interpupillary distance. Fungsinya adalah agar display dapat disesuaikan dengan jarak antar mata kita sehingga pemakaiannya lebih nyaman.

Kita perlu menunggu hingga bulan Mei 2019 untuk mengetahui informasi mengenai Valve Index lebih lengkap lagi.

Via The Verge.

Rayakan Ulang Tahun ke-50, Konami Siap Luncurkan Bundel Game Klasik ke Platform Current-Gen

Di saat Capcom sedang menikmati kesuksesan remake Resident Evil 2 dan Devil May Cry 5, sang rival senegaranya Konami dikabarkan tengah mencurahkan perhatian mereka untuk membangun pusat kegiatan esports di jantung kota Tokyo. Namun ada satu kesamaan esensial antara dua perusahaan asal Jepang itu: mereka ialah pemegang franchise permainan populer yang dicintai jutaan penggemarnya.

Fans Konami tahu, Maret adalah periode istimewa bagi sang publisher. Di bulan inilah perusahaan resmi didirikan, dan tepat di tanggal 21 Maret 2019 besok, ia genap berusia separuh abad. Konami tentu saja sudah menyiapkan kejutan buat memanjakan para gamer-nya. Minggu ini, mereka mengumumkan agenda peluncuran Anniversary Collection Arcade Classics, yakni sebuah seri bundel permainan berisi judul-judul legendaris mereka.

Kata ‘seri’ perlu ditekankan karena Konami berencana untuk melepas lebih dari satu Anniversary Collection. Edisi pertamanya sendiri diisi oleh delapan permainaan dari era 1980-an, disiapkan agar bisa dinikmati lagi di platform current generation. Selain game, Konami turut menyertakan bonus eBook berisi segala macam informasi mengenai delapan permainan tersebut, di antaranya wawancara dengan staf pengembang, pandangan developer soal kreasi mereka, serta desain, sketsa dan sejumlah dokumen yang selama puluhan tahun belum pernah dipublikasikan.

Ini dia delapan game yang ada di Konami Anniversary Collection Arcade Classics:

  • Haunted Castle
  • A-Jax
  • Nemesis (Gradius)
  • Vulcan Venture (Gradius II)
  • Life Force (Salamander)
  • Thunder Cross
  • Scramble
  • TwinBee

Anniversary Collection edisi pertama dijadwalkan untuk meluncur di Windows PC via Steam, PlayStation 4, Xbox One dan Nintendo Switch pada tanggal 18 April 2019. Tidak ada versi fisik. Apapun platform pilihan Anda, bundel permainan didistribusikan secara digital. Paket permainan tersebut bisa Anda beli seharga US$ 20, tetapi saya menduga akan ada penyesuaian harga ke rupiah khusus versi Steam.

Dalam beberapa bulan ke depan, Konami berniat untuk turut melepas Castlevania Anniversary Collection serta Contra Anniversary Collection. Kabarnya, dua bundel itu akan dirilis secara berbarengan di ‘musim panas’ 2019.

Di tiap edisi, ada empat judul yang telah dikonfirmasi, yaitu: Castlevania yang dahulu dilepas di NES, Castlevania II: Belmont’s Revenge, Castlevania III: Dracula’s Curse, and Super Castlevania IV; kemudian ada Contra, Super Contra, Super C, Contra III: The Alien Wars plus satu game lagi yang baru akan diumumkan nanti.

Via GameSpot.

App Baru Microsoft Mempersilakan Kita Bermain Game Steam di Xbox One

Sejumlah teknologi telah Microsoft sediakan dalam merealisasikan komitmen mereka buat menyajikan ‘game sebagai layanan’. Beberapa contohnya meliputi Xbox Play Anywhere, yakni program cross-buy yang memungkinkan sebuah game bisa dimainkan konsumen di Xbox One serta PC miliknya. Lalu perusahaan saat ini diketahui sedang menggodok platform Project xCloud yang ditopang teknologi Azure.

Ada dugaan kuat kita akan mendengar informasi lebih detail mengenai proyek dan layanan gaming anyar Microsoft di Game Developers Conference 2019 minggu depan. Tapi sebelum acara itu dimulai, perusahaan pencipta sistem operasi Windows itu meluncurkan aplikasi unik yang memperkenankan kita menikmati permainan-permainan PC – baik punya Microsoft sendiri ataupun Steam – via Xbox One.

App bernama Wireless Display itu bisa segera Anda unduh secara cuma-cuma, disiapkan untuk menghadirkan standar Miracast yang sebelumnya sudah ada di Surface Hub dan perangkat berbasis Windows 10 ke console current generation Microsoft tersebut. Dengan Wireless Display, segala konten di komputer dapat di-share ke layar tempat Anda memasangkan Xbox One; termasuk foto, video sampai koleksi ratusan permainan di Steam.

Wireless Display 2

Untuk menggunakannya, Wireless Display perlu di-download di Xbox One dan PC. Aktifkan kedua perangkat, lalu tekan tombol Windows dan P di komputer buat membuka menu Project, selanjutnya klik opsi Connect to a Wireless Display dan pilih console Xbox. Di sana terdapat sejumlah setting latency, salah satunya dispesialisasikan pada gaming, atau Anda bisa memilih mode bekerja atau video. Perlu diketahui bahwa optimal atau tidaknya mode-mode tersebut bergantung pada koneksi internet.

Wireless Display 1

Wireless Display juga menawarkan dukungan controller Xbox, sehingga Anda dapat menikmati game-game PC dengan gamepad Microsoft ini. Namun untuk sekarang, app belum dibekali kompatibilitas keyboard serta mouse. Dukungan dua periferal input itu sebetulnya sudah hadir di Xbox One via update tahun lalu, dan saya menduga akan tiba di app lewat pembaruan – apalagi opsi buat menyalakan fitur ini bertuliskan ‘Allow mouse, keyboard, touch, and pen input from this device‘.

Wireless Display 3

Sebelum mendarat di Xbox One, kapabilitas ini dikenal dengan nama Connect to Windows. Fungsinya adalah menampilkan konten di komputer ber-OS Windows 10 ke perangkat Surface Hub. Transformasinya menjadi Wireless Display tentu saja membuka lebih banyak potensi pemakaian, dan ia bisa jadi pilihan alternatif dari AirServer Xbox Edition yang dibanderol seharga US$ 20.

Via DigitalTrends & Engadget.

Valve Akan Hapus Bagian Penjualan Video di Steam

Tanpa lelah, Valve terus menambah dan menyempurnakan Steam sehingga layanan distribusi digital yang mereka luncurkan lebih dari 15 tahun silam itu memiliki fitur yang tak kalah melimpah dari jejaring sosial. Beberapa bulan setelah memperkenalkan fitur chat baru, sang developer mengungkap rencana untuk menerapkan pembaruan besar-besaran demi memastikan pengalaman pemakaian jadi lebih baik lagi.

Update tentu bisa hadir melalui penambahan atau malah pengurangan fitur. Dan lewat blog-nya, Valve mengabarkan keputusannya untuk menghilangkan storefront video di Steam. Selain permainan dan software non-game, video sudah cukup lama memeriahkan Steam. Mayoritas dari mereka adalah film-film pendek; ada yang disajikan secara berbayar, gratis, atau disuguhkan via metode rental.

Namun ketika menjelajahi daftarnya, Anda akan segera menemui judul-judul tidak jelas. Di halaman pertama bagian New and Trending saja, bermunculan film dengan tag ‘sexual content‘, ‘gore‘ dan ‘nudity‘. Valve mungkin sudah gerah dengan kehadiran mereka dan memilih untuk mengambil langkah tegas. Dalam beberapa minggu ke depan, video-video tersebut akan dihapuskan dari platform distribusi digital Steam.

Setelah melakukan peninjauan terhadap bagaimana penggunanya mengonsumsi video, Valve menyadari mereka perlu memfokuskan kembali penyajian konten pada tema-tema yang berkaitan dengan gaming, atau setidaknya dapat melengkapi permainan video dan software yang dijual di Steam. Caranya cukup mengejutkan, yaitu lewat penghapusan seluruh bagian penjualan video. Ke depannya, video cuma bisa diperoleh dari laman game atau software terkait.

Lalu bagaimana dengan kita yang sudah membeli banyak sekali film/video di Steam? Jangan khawatir, seluruh film koleksi Anda akan tetap aman di dalam library. Saat artikel ini ditulis, video-video tersebut masih dijual di Steam Store. Itu artinya, untuk sementara waktu Anda tetap dapat melakukan transaksi pembelian demi mengamankan judul-judul potensial buat ditonton di lain hari.

Boleh jadi, alasan lain mengapa bagian video dihapuskan dari Steam adalah terkait minimnya penonton. Lalu dari mengunjungi bagian top selling serta laman beberapa film populer, pengguna lebih terpicu untuk meninggalkan ulasan di judul-judul yang ditujukan buat penonton dewasa seperti Nekopara Ova atau Beach Volleyball Detectives (tidak perlu Anda search).

Sayangnya, film-film dokumentasi dan bertema game yang terlihat menarik semisal space.games.film, The Name of the Game atau Deliverance: The Making of Kingdom Come malah kurang populer.

Via Polygon.