Apakah Pemblokiran Efektif Memerangi Pembajakan?

Beberapa waktu lalu, melalui Satgas Anti-Pembajakan yang pernah diinisiasi, Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif) mengumumkan telah menutup puluhan situs online yang menyebarkan karya musik dan film digital bajakan. Mungkin langkah semacam ini bukan hal baru yang pernah kita dengar. Sebelumnya pemerintah melalui badan lainnya juga sering melakukan perang konten negatif dengan cara yang sama. Hasilnya terlihat booming sesaat, namun tak signifikan mengubah. Mati satu, tumbuh seribu.

Muncul sebuah pertanyaan, “apakah proses pemblokiran adalah langkah tepat di tengah lautan digital Indonesia yang makin terfragmentasi?”.

Menurut Ketua Satgas Anti-Pembajakan Bekraf Ari Juliano Gema, pemblokiran dinilai efektif menurunkan arus pengguna, meskipun selalu ada cara untuk mengakali, misalnya dengan mengganti nama domain. Selain itu langkah penutupan situs ini juga dilakukan untuk mengurangi periklanan judi dan pornografi yang biasa dipakai situs film dan musik bajakan.

“Dengan hancurnya traffic, iklan tidak mau datang. Situs ilegal itu pasti kesulitan bertahan karena mereka butuh server yang biayanya tidak murah,” ungkap Ari seperti dikutip dari BeritaSatu.

Layanan streaming belum mendominasi, tapi ada potensi tinggi di dalamnya

Sebagai representasi pemerintah untuk membereskan kasus di industri kreatif, Bekraf sudah menawarkan beberapa alternatif untuk suksesi industri ini. Sebut saja rencana pengembangan Gempita, sebuah paket komplit yang menyajikan kepada industri musik keperluan pemasaran, perlindungan HAKI hingga penyampaian produk ke konsumen. Layanan yang dinilai akan mirip Spotify tersebut (di sisi konsumen) dilansir lantaran tren pengguna sudah mulai ke sana.

Dalam sebuah survei tentang penikmat musik di Indonesia, DailySocial mengemukakan sebuah fakta bahwa tren ini masih belum menyeluruh. Tercatat hanya 29,54 persen dari responden survei yang mendengarkan musik melalui layanan streaming, sedangkan 70,46% sisanya masih memilih jalur offline. Namun menariknya lebih dari separuh responden mengatakan memiliki kemauan untuk segera beralih ke layanan musik streaming yang saat ini sudah mulai ramai di pasaran.

Model streaming adalah salah satu yang bisa dioptimalkan untuk penyampaian karya digital ke tangan konsumen dengan cara yang legal. Cara lain pun masih banyak yang bisa dioptimalkan, misalnya dengan memberikan ruang penjualan yang lebih luas dan edukasi dini tentang HAKI. Di lapangan sangat banyak orang yang sebenarnya tidak sadar, bahwa apa yang mereka konsumsi (karya digital) adalah sesuatu yang tidak legal. Carut-marut konten di internet membuatnya kadang sulit dibedakan oleh masyarakat awam.

Membatasi yang ilegal, menyuburkan yang legal

Kami pun coba meminta pendapat dari pelaku di industri musik sekaligus digital di Indonesia saat ini, terkait dengan langkah antisipasi yang pas untuk melindungi bisnis tersebut.

“Aksi anti pembajakan oleh Bekraf is politically necessary. Efektivitas nomor dua. Bayangkan, aksi anti pembajakan itu kayak satpam dan metal detector di mall. It acts as a deterrence rather than actual enforcement or prevention,” ujar Ario Tamat, salah satu profesional di bidang entertainment dan digital.

Jika dilihat dari satu sisi, aksi pemblokiran ini akan terlihat efektif. Memburu sumber konten pembajakan dan menghentikannya bisa menjadi cara yang pas dengan tujuan dan strategi yang jelas.

“Pokoknya hidup pembajak dibuat sesusah mungkin, begitu sih kata Bekraf. Kalau objektifnya ini sih saya setuju. Gempita, TELMI, tidak cukup. Harus bisa membuka jalan untuk pengusaha creative economy dengan membuat solusi-solusi bagi industri musik dan film juga. Buka peluang bisnis sebesar-besarnya untuk bisa bersaing di pasar, jangan cuma memikirkan inisiatif level nasional.” lanjut Ario.

Nyatanya pembajakan seperti sebuah virus yang sudah bertahun-tahun dihadapi tapi tak pernah punah.

“Pembajakan sih tidak akan hilang, tapi untuk mereka beroperasinya saja yang dipersulit. Dengan dukungan yang sesuai untuk alternatif pilihan layanan dan metode distribusi musik lain, baru jalan. Harus jalan bareng,” pungkas Ario.

Webcam Terbaru Logitech Didedikasikan untuk Gamer yang Kerap Mangkal di Twitch dan YouTube

Dewasa ini semakin banyak gamer yang mangkal di Twitch atau YouTube, menyiarkan sesi gaming-nya yang intens dan terkadang diselipi lelucon-lelucon konyol. Bagi mereka, ada satu peripheral tambahan yang termasuk wajib, yaitu webcam.

Logitech baru-baru ini memperkenalkan webcam baru yang sepertinya didedikasikan untuk kombo gamer + streamer ini. Dari namanya saja sebenarnya sudah kelihatan: Logitech C922 Pro Stream Webcam, mengindikasikan kalau ia lebih ditujukan untuk streaming ketimbang aktivitas video call kasual.

Streaming maupun perekaman video berlangsung pada resolusi 1080p 30 fps atau 720p 60 fps, dengan dukungan fitur autofocus dan bidang pandang seluas 78 derajat. Logitech tidak lupa membekali C922 dengan sepasang mikrofon omni-directional berteknologi noise cancelling, dan perangkat sendiri duduk di atas tripod untuk memudahkan pengaturan angle.

Logitech C922 Pro Stream Webcam datang bersama sebuah tripod untuk memudahkan pengaturan angle / Logitech
Logitech C922 Pro Stream Webcam datang bersama sebuah tripod untuk memudahkan pengaturan angle / Logitech

Akan tetapi yang membuat C922 sangat istimewa bagi para streamer adalah fitur pengganti latar belakang, dimana kamera bisa mengenali bentuk wajah dan badan pengguna dan melakukan cropping secara otomatis, lalu menambatkannya ke tampilan game yang tengah di-stream tanpa harus mengandalkan setup green screen yang kompleks.

Menutup semua itu, setiap unit C922 datang bersama lisensi software broadcasting ternama XSplit Premium selama 3 bulan. Bagi yang tertarik, Logitech C922 Pro Stream saat ini sudah dipasarkan seharga Rp 2,1 juta.

Sumber: Logitech via The Verge.

Layanan “Video on Demand” Catchplay dan Ekspansi Bisnisnya di Indonesia

Pilihan layanan Video on Demand (VOD) di Indonesia kini semakin beragam, terutama dengan bergabungnya Catchplay di pasar. Sebelumnya, layanan VOD asal Taiwan yang masuk ke Indonesia pada Juni 2016 ini hanya tersedia untuk pelanggan IndiHome dari Telkom saja. Kini, Catchplay bisa diakses oleh publik melalui skema berlangganan Movie Fan (gratis) dan Movie Lover (berbayar).

Catchplay adalah perusahaan distribusi dan produksi film yang berdiri pada tahun 2007 dan dengan cepat menjadi yang terbesar di Taiwan dan wilayah Tiongkok. Dengan perkembangan teknologi yang kian pesat, di Maret 2016 Catchplay meluncurkan layanan Video on Demand di Taiwan.

Keunggulan yang coba ditawarkan dari layanan VOD tersebut adalah, 80-90 persen film yang tersedia di Catchplay adalah film yang belum lama tayang di bioskop, baik itu film Hollywood ataupun blockbuster lokal. Rentang waktu yang dijanjikan untuk ketersediannya yakni di antara 3-6 bulan setelah film rilis di bioskop. Terkadang, 60-70 persen dari film yang ada merupakan ketersediaan eksklusif.

Layanan VOD itulah yang kemudian diperkenalkan ke Indonesia dan Singapura melalui kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi di masing-masing negara. Indonesia dengan Telkom, Singapura dengan StarHub.

Meski awalnya hanya tersedia untuk pelanggan Indihome dari Telkom, namun dalam acara temu media di Sea Grain kemarin (28/9) CEO Catchplay Dephne Yang menyampaikan bahwa kini Catchplay sudah tersedia untuk publik. Ada dua skema berlanggan yang ditawarkan bila ingin menggunakan layanan Catchplay, yaitu Movie Fan untuk pengguna gratis dan Movie Lover untuk pengguna berbayar yang ingin berlangganan per bulan.

Movie Fan menawarkan keanggotaan gratis untuk selamanya dan pengguna juga bisa menikmati satu film gratis setiap bulannya melalui skema ini. Sedangkan Movie Lover menawarkan tontonan tanpa batas dari kepustakaan Catchplay, ditambah satu judul film terbaru tiap bulan yang dapat dipilih sendiri.

Keanggotaan Movie Lover baru dapat diperoleh dengan pendaftaran kartu kredit atau debit, yang bisa dihentikan oleh pelanggan kapan saja dan akan dikenakan biaya Rp66.000 per bulannya. Pilihan lainnya yang tersedia yaitu Single Rental yang bisa digunakan pelanggan Movie Fan bila ingin menonton lebih dari satu film tiap bulan dengan dikenakan biaya Rp18.000 untuk film lama dan Rp27.000 untuk film yang lebih baru.

Mengenai pilihan pembayaran yang masih terbatas, Dephne mengatakan, “Kami sadar bahwa pengguna kartu kredit di Indonesia masih kecil, namun saat ini metode tersebut yang baru kami punya dan kami ingin mendorong penggunaan terlebih dahulu. […] Kami juga saat ini sedang berdiskusi dengan beberapa operator telekomunikasi Indonesia dan diharapkan dalam beberapa bulan ke depan pengguna sudah bisa dapat menggunakan metode carrier billing.”

Di samping penambahan metode pembayaran, Dephne juga mengungkap bahwa dalam beberapa minggu ke depan Catchplay akan meluncurkan fitur Parental Control. Lebih jauh, tak menutup kemungkinan juga Catchplay untuk berinvestasi di ekosistem perfilman Indonesia seperti yang sudah dilakukannya dengan film berbahasa Mandarin seperti “Paradise in Services”, “20 Once Again” hasil kerja sama dengan Korea’s CJ Entertainment, atau The Revenant yang dibintangi Leonardo DiCaprio.

Di Indonesia sendiri Catchplay telah bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang bergelut di industri perfilman Indonesia. Beberapa di antaranya Prima Cinema, MD Pictures, StarVision, Cinemaxx, dan CGV Blitz.

Dengan bergabungnya Catchplay di pasar Indonesia, artinya pilihan masyarakat untuk menikmati layanan VOD menjadi semakin beragam. Selain Catchplay, layanan VOD lain yang bisa dinikmati di Indonesia adalah iflix, HOOQ, Viu, Tribe, dan Mox. Yang terakhir merupakan pemain lokal.

Application Information Will Show Up Here

Google Tutup Layanan Live Streaming, Hangouts on Air

Anda tentu sepakat bahwa Google dulunya berharap Google+ dapat menjadi sebuah layanan populer sekelas atau bahkan mampu menjegal jejaring sosial Facebook. Tapi, sayangnya rencana itu tidak berjalan dengan mulus. Bahkan kini Google tampaknya punya rencana lain untuk Google+.

Perubahan radikal baru saja ditempuh oleh Google yang secara resmi mengumumkan pencopotan fitur Hangouts on Air, layanan streaming live terhitung sejak 12 September 2016. Bagi pengguna yang ingin meneruskan jadwal yang telah dibuat sebelumnya atau membuat siaran baru dapat beralih ke layanan YouTube Live pasca penutupan layanan.

Dalam halaman bantuannya, Google juga memberikan petunjuk langkah demi langkah bagaimana memulai, membuat jadwal dan mengatur siaran pasca pengalihan. Namun pengguna dipastikan kehilangan fitur tanya jawab yang sebelumnya ada di Hangouts on Air. Sebagai alternatif, Google menawarkan fitur serupa melalui Google Slides yang juga dapat dipergunakan di YouTube Live.

Hangouts on Air diciptakan pada tahun 2012 ketika Google melakukan sejumlah pembaruan ke layanan komunitas utamanya. Layanan ini sempat populer dan menjadi pilihan event-event akbar untuk menyiarkan acaranya. Dua di antara melibatkan nama besar Obama dan Pope Francis.

Tapi rupanya YouTube Live dipandang mempunyai kans yang lebih baik untuk berkembang dan berkontribusi. Layanan ini pun punya banyak kecocokan dengan tren terkini dan ekosistem yang sudah terbangun di layanan YouTube. Pertimbangan inilah yang sepertinya mendorong Google untuk menutup layanan Hangouts on Air dan mengalihkan fokus ke YouTube Live.

Penutupan ini merupakan langkah baru yang cukup mengejutkan setelah di tahun lalu Google juga memangkas pakem Google+ dengan memberikan kebebasan kepada pengguna untuk meninggalkan komentar di YouTube dan review aplikasi di Play Store tanpa akun. Sebuah keputusan yang makin menguatkan dugaan bahwa Google sudah menyerah mengejar Facebook.

Sumber berita Google.

Layanan Streaming Bigo Live Mulai Ramai Digunakan di Indonesia

Layanan video beberapa tahun terakhir terus berkembang pesat. Hal ini tidak lepas dari kualitas internet di beberapa negara berkembang terus mengalami peningkatan, termasuk Indonesia. Kini terobosan layanan video sudah menyentuh tahap video streaming, layanan seperti Periscope, Facebook Live, dan lain sebagainya mulai dimanfaatkan sebagian orang untuk berkreasi. Salah satu layanan streaming video yang sedang ramai dibicarakan adalah Bigo Live.

Aplikasi ini dari segi konsep sebenarnya tidak jauh berbeda dengan layanan streaming milik Periscope atau Facebook Live. Bedanya aplikasi ini memungkinkan para pemirsa tayangan streaming untuk memberikan hadiah virtual kepada penyiar atau yang disebut dengan broadcaster seperti pada layanan Cliponyu.

Bigo Live sendiri berasal dari Singapura, di bawah naungan perusahaan Bigo yang juga mempunyai produk lain seperti Bigo Call. Mungkin karena konsepnya yang bisa disebut menggabungkan antara layanan Periscope dan Cliponyu yang memungkinkan setiap orang memiliki siaran streaming-nya sendiri, Bigo Live lantas laris manis di Thailand, Singapura, dan Indonesia. Hal ini bisa dilihat di beranda Facebook maupun timeline Twitter Bigo Live yang mempromosikan layanan mereka dengan berbagai macam bahasa selain bahasa Inggris.

Banyaknya official broadcaster (pengguna yang bekerja sama dengan Bigo Live untuk melakukan siaran) dari masing-masing negara menjadi salah satu tanda Bigo Live mendapat sambutan baik di negara-negara tersebut. Bigo Live pada awalnya didesain untuk mengakomodir para pengguna internet yang memiliki bakat seperti menyanyi, menari, memasak, dan lain sebagainya untuk bisa lebih dikenal melalui tayangan live berkembang begitu pesat di kawasan Asia Tenggara. Dari catatan unduhan di Google Play saja, Bigo Live mendapat unduhan dengan total lebih dari 5 juta.

Sambutan yang luas dari konsumennya di Indonesia membuat Bigo Live antusias untuk membuka kantor operasional di Indonesia. Country BD Manager Bigo Live Kelly Zhang kepada Okezone menyebutkan pihaknya sudah menjajaki pembukaan kantor di sini, termasuk mengontak pihak Kementerian Kominfo. Mereka juga berminat merekrut karyawan lokal dan meletakkan konten di server Indonesia.

Meskipun antusiasme konsumen lokal tinggi, potensi penyalahgunaannya tidak kalah besar. Sama seperti layanan media sosial yang lain, Bigo Live menyimpan potensi besar untuk hal-hal yang berbau seks dan pornografi. Beberapa rekaman siaran Bigo Live yang diunggah di YouTube dan beberapa situs lain tercatat memiliki konten yang menyerempet topik tersebut.

Seharusnya jika ingin bisa lebih berkembang dan aman untuk digunakan segala usia, Bigo Live harus menyematkan fitur kontrol usia atau fitur sejenisnya dan proaktif memberikan teguran untuk broadcaster yang menyiarkan siaran yang tidak pantas. Setidaknya hingga kini pemerintah Indonesia yang terkenal reaktif terhadap konten negatif belum melarang Bigo Live untuk mengudara di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

 

Cara Bikin Siaran Langsung (Live Streaming) Menggunakan Facebook Android

Selain mendapatkan berbagai perbaikan bugs dan performa, Facebook mobile juga terus memperoleh bekal berupa fitur-fitur baru. Yang paling menggembirakan adalah kehadiran fitur Live yang berguna untuk menyiarkan video streaming secara langsung dari tempat kejadian.

Bagi Anda yang masih merasa asing dengan fitur ini, saya akan coba berikan panduan membuat video siaran langsung streaming dari perangkat Android.

  • Jalankan Facebook seperti biasa, kemudian tap Status.
wpid-wp-1468800376918.jpeg
Fitur facebook Live memang belum merata tersedia di platform Android
  • Berikutnya, tap menu Go Live.
wpid-wp-1468800367757.jpeg
Update aplikasi Facebook Anda untuk mendapatkan giliran fitur serupa
  • Buat judul untuk siaran Anda seperti menamai sebuah berkas.

wpid-wp-1468800329771.jpeg

  • Tentukan juga siapa saja yang boleh melihat video, apakah publik, hanya teman atau hanya Anda sendiri. Jika sudah, tap menu Go Live di sudut kanan bawah.
wpid-wp-1468800335210.jpeg
Privasi video dapat diatur, sehingga siapa saja yang bisa menonton video dapat ditentukan sendiri
  • Berikutnya posisikan kamera di tempat yang ingin Anda siarkan. Anda juga dapat mengubah dari kamera belakang ke depan dan sebaliknya.
wpid-wp-1468800250627.jpeg
Menyiarkan video di Facebook Live dapat dilakukan tanpa batasan, tapi resolusi yang ditampilkan dipengaruhi oleh kualitas jaringan

Selamat mencoba, semoga tutorial ini bermanfaat.

Sumber gambar header Thecountrycaller.

Gandeng Beberapa Label Musik Lokal, Tuned Global Luncurkan Nada Kita

Layanan streaming musik tampaknya akan menjadi masa depan musik Indonesia, baik dari sisi konsumen maupun industri. Setelah beberapa bulan lalu Indonesia diserbu layanan streaming musik seperti Spotify dan JOOX, Indonesia kembali kedatangan aplikasi streaming musik baru. Kali ini giliran Tuned Global, pengembang aplikasi mobile asal Australia bekerja sama dengan beberapa label lokal untuk membuat aplikasi streaming Nada Kita, yang saat ini sudah tersedia untuk platform iOS maupun Android.

Disebutkan dalam rilisnya Nada Kita menonjolkan legalitas musik dan personalisasi konten yang bisa didapat penggunanya. Konten yang dimaksud antara lain pesan video atau audio dari para musisi langsung kepada penggemarnya. Selain itu karena didukung banyak label, seperti Aquarius Musikindo, Musica Studio, MyMusic, Nagaswara, Trinity dan VMC, Nada Kita menjanjikan kemungkinan album atau lagu rilis lebih awal di platform mereka. Selain itu Nada Kita akan memuat jadwal penampilan Clive para musisi lokal dan memiliki fitur berbagai Musi stadion yang telah dikurasi oleh para editor musik lokal yang berkompeten di bidangnya.

“Nada Kita memberikan keuntungan yang luar biasa bagi para label dan musisi lokal, dan telah memungkinkan kita untuk streaming katalog musik Indonesia lebih luas lagi, membantu para musisi untuk terhubung dengan para penggemarnya dengan cara yang lebih personal, ” jelas Managing Director Musica Studios Gumilang Ramadhan.

Di awal kemunculannya Nada Kita juga akan bermitra dengan SPC Mobile, produsen perangkat mobile Indonesia. Disebutkan Nada Kita selanjutnya akan tertanam langsung di perangkat baru produksi SPC Mobile karena dianggap mempunyai visi yang sama dengan SPC Mobile dalam hal mengangkat konten lokal.

“Kita telah bertahun-tahun mempergunakan musik untuk membangun brand awareness dan menciptakan emotional connection dengan para costumer kita. Nada Kita adalah kelanjutan dari hal tersebut, untuk menciptakan inovasi baru aplikasi streaming musik yang benar-benar gratis, dan bersifat sangat personal bagi para penggunanya, ” jelas General Manager SPC Mobile Raymond Tedjokusumo

Dengan menggunakan tagline “Nggak Pake Ribet” Nada Kita percaya bahwa dengan menyuguhkan aplikasi gratis untuk konten legal tidak akan membuat para musisi atau label rugi. Nada Kita justru memiliki semangat untuk memerangi pembajakan atas karya dari para musisi, pasalnya para musisi dan label akan tetap mendapatkan pembagian royalti secara fair dan terbuka.

Application Information Will Show Up Here

Laugh.ly Ibarat Spotify-nya Stand-up Comedy

Dalam beberapa tahun terakhir, kita melihat perkembangan yang cukup pesat di dunia stand-up comedy. Di Indonesia sendiri, beragam acara TV telah disiarkan dengan fokus pada stand-up comedy. Nama-nama seperti Raditya Dika atau Ernest Prakasa tentunya sudah tidak asing lagi di telinga para penggemar stand-up comedy.

Kalau Anda merupakan penggemar stand-up comedy, layanan bernama Laugh.ly ini nantinya bisa menjadi idola baru. Konsep yang ditawarkan Laugh.ly sederhana saja, yakni menjadi Spotify-nya stand-up comedy, menawarkan layanan streaming atas beragam konten yang siap membuat kita tertawa terbahak-bahak.

Laugh.ly rencananya akan mulai beroperasi pada musim panas nanti, dan bakal menampung konten dari sekitar 400 pelawak. Di sisi lain, komedian-komedian yang baru memulai karirnya juga bisa memanfaatkan Laugh.ly untuk membangun reputasi dan mengumpulkan audiens.

Pengguna nantinya bisa melakukan pencarian terhadap potongan-potongan lelucon maupun channel yang menyiarkan seorang pelawak atau sejumlah topik sekaligus. Menurut pengembangnya, Laugh Radio, layanan mereka akan didukung teknologi yang relevan, seperti misalnya penyajian kualitas audio yang optimal untuk monolog.

Seperti Spotify, Laugh.ly akan hadir dalam versi gratis dengan selipan iklan, atau berbayar senilai $8 per bulan. Paket berbayar ini ibarat membeli tiket “kursi depan”, dimana pengguna akan disuguhi konten yang lebih beragam dan tanpa iklan.

Sayangnya sejauh ini belum ada keterangan apakah Laugh.ly nantinya bakal menyuguhkan channel khusus yang menampung pelawak-pelawak lokal. Mungkin di awal kita hanya akan menjumpai stand-up comedian berbahasa Inggris terlebih dulu.

Sumber: TechCrunch.

VREAL Merupakan Twitch-nya Virtual Reality

Mengambil contoh esport dan kegemaran khalayak terhadap platform seperti Twitch serta YouTube buat berbagi pengalaman mereka menikmati video game, hiburan jenis ini menjadi populer berkat aspek sosial. Tapi konsep VR sendiri cukup bertolak belakang karena umumnya device dikenakan untuk mengisolasi pengguna dan membawa mereka ke alam virtual.

Namun dalam waktu dekat, hal itu tak lagi jadi kendala. Satu startup asal Seattle mengajukan sebuah solusi menarik: platform Virtual Reality Entertainment and Livestreaming, atau disingkat VREAL. Sesuai namanya, pengembang mencoba mengintegrasikan tren live-streaming dan interaksi sosial ke ranah virtual reality. Singkatnya, VREAL merupakan Twitch-nya VR. Tapi tentu saja, penerapannya dan teknologi di belakangnya tidak sesederhana itu.

VREAL tak hanya memudahkan pengguna untuk me-live stream sebuah konten, namun juga mengusung penontonnya masuk ke game via virtual reality. Misalnya, jika Anda sedang bermain Surgeon Simulator di VR, pemirsa juga menyaksikan pemandangan yang sama dengan memakai headset, seolah-olah berdiri bersama-sama sang streamer. Selain itu, mereka bisa berjalan-jalan di sana buat melihat dari sudut lain.

VREAL 02
Seperti inilah cara VREAL bekerja.

Uniknya lagi, jika streamer menginginkannya, ia dapat melihat atau mendengar komentar para penonton. Viewer juga dipersilakan melakukan hal serupa: tampil atau malah tersembunyi dari Anda.

Elemen live-streaming, interaksi sosial dan virtual reality memang terdengar familier, tapi ketika ketiganya dikombinasikan, hasilnya betul-betul baru. Contoh skenario Surgeon Simulator di atas menggambarkan bagaimana VREAL mengaburkan batasan antara kreator dengan viewer.

“Sederhananya, VREAL ialah cara terbaik untuk men-streaming permainan VR,” jelas developer di website. “Kami menghadirkan hiburan tingkat selanjutnya pada gamer lewat memperkenalkan live stream full native. Sejauh ini, pengalaman streaming virtual reality masih mengecewakan. VR hanya bisa dirasakan melalui headset. Streaming video 2D atau bahkan video 360 belum mampu menyuguhkan sensasinya.”

Implementasi VREAL tidak sesederhana Twitch, dan teknologi yang memungkan platform dihidangkan merupakan senjata andalan developer. VREAL tak sekedar menyalurkan rekaman, ia mensinkronisasi dunia virtual di host dan para pemirsanya. Penonton mendapatkan konten dengan visual berkualitas serta kebebasan bergerak di sana. VREAL membutuhkan integrasi khusus antara platform dan aplikasi via SDK, sudah dibekali plug-in Unity dan Unreal, kompatibel ke HTC Vive dan Oculus Rift.

Kabarnya, program beta VREAL akan dimulai pertengahan tahun ini.

Via Forbes. Sumber: VREAL.

Pertegas Elemen Sosial, Twitch Umumkan Fitur Friends List

Tahun demi tahun, komunitas pengguna Twitch terus meluas tanpa ada tanda-tanda akan berhenti. Fitur Whisper yang dirilis di pertengahan tahun kemarin menjadi bukti pentingnya elemen sosial dalam komunitas Twitch, dan di tahun ini mereka kembali menitikberatkan aspek tersebut lewat fitur Friends List.

Berkat fitur ini, pengguna Twitch nantinya bisa menambahkan hingga 500 teman, mengetahui siapa saja yang sedang online, dan tentu saja mengirimkan Whisper dengan mudah. Gampangnya, Twitch kini telah berkembang menjadi sebuah jejaring sosialnya para gamer.

Diumumkan di ajang PAX East, fitur Friends List ini sejatinya masih dalam tahap beta dan baru akan diuji dengan sejumlah komunitas terpilih. Pun begitu, mereka yang sudah bisa menikmati fitur ini juga dapat mengirimkan undangan kepada pengguna lain untuk ikut menjajal fitur Friends List.

Bersamaan dengan itu, Twitch juga mengumumkan rencananya merombak channel Twitch Creative dengan tampilan yang lebih mudah dinavigasikan. Tampilan baru ini nantinya akan menempatkan sejumlah hashtag di bagian atas, dimana pengguna bisa langsung mengakses kategori-kategori yang populer di channel Creative dengan mudah.

Terakhir dan yang rupanya paling banyak dinanti oleh pengguna, Anda nantinya dapat menikmati video dari broadcaster favorit tanpa harus diganggu iklan. Syaratnya hanya satu, yakni menjadi subscriber.

Sumber: Twitch Blog dan Engadget. Gambar header: Twitch via Shutterstock.