Fintech Agregator Alami Segera Rambah Bisnis P2P Lending Syariah

Startup fintech agregator Alami segera rambah bisnis p2p lending syariah tahun depan. Potensi bisnis syariah yang masih luas menjadi alasan dibalik perluasan bisnis ini.

“Alami masih explore rencana bisnis [masuk ke p2p lending], kemungkinan dalam waktu dekat. Kami melihat potensi bisnis syariah itu cukup besar, lagipula startup p2p lending yang murni bergerak di syariah itu baru ada dua yang sudah tercatat di OJK,” kata Co-Founder dan CEO Alami Dima Djani, Rabu (21/11).

Dima juga menuturkan saat ini Alami masih dalam proses pendaftaran untuk masuk ke regulatory sandbox sebagai startup agregator, mengikuti aturan POJK Nomor 13 Tahun 2018. Apabila sudah mendapat kepastian dari OJK, maka perusahaan akan merealisasikan rencana tersebut.

Di samping itu, perusahaan juga siap mengembangkan cakupan layanan ke wilayah baru. Ada dua lokasi yang dibidik, yakni Jawa dan Sumatera. Alami juga bakal menambah mitra institusi keuangan agar peminjam bisa memperoleh banyak opsi sumber dana.

“Secara dokumen dan SOP semuanya sudah siap, tinggal tunggu kepastian dari OJK saja kami masuk ke regulatory sandbox atau tidak. Mereka [OJK] bilangnya akan diumumkan serentak bulan depan.”

Alami bergerak di bidang agregator untuk memudahkan UKM mendapatkan pinjaman dari institusi keuangan syariah. Ada lima mitra yang sudah bekerja sama, yakni Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah, Bank Mega Syariah, Jamkrindo Syariah, dan Kapital Boost.

Dima menjelaskan Alami melakukan penyaringan calon penerima pembiayaan sebelum bertemu institusi keuangan. Dengan credit scoring yang sudah disusun sesuai standar berlaku, UKM cukup mengisi dokumen yang dibutuhkan. Mulai dari data detail perusahaan, NPWP, kepatuhan syariah, agunan (apabila ada), dan lainnya.

Besaran nominal yang bisa diajukan UKM mulai dari Rp200 juta sampai Rp30 miliar. Apabila data sudah terisi semua, Alami akan melakukan rating tingkat risiko mulai dari 1 (terbaik) sampai 6 (terburuk). Rating ini akan dipakai oleh mitra dalam menentukan kupon dan tenor yang sesuai dengan risiko.

“Setelah mitra melakukan penawaran, peminjam bisa membandingkan penawaran mana yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Kalau tertarik, nanti mitra akan mendapat notifikasi yang berisi kontak detil peminjam untuk proses akhirnya.”

Diklaim dengan platform Alami, proses screening dapat selesai dalam waktu satu hari, dengan persentase keberhasilan diterima mitra sebesar 80%. Selanjutnya, mitra tersebut akan melakukan verifikasi data calon peminjam sesuai SOP sebelum proses pencairan dana.

Selama enam bulan terakhir, Alami telah membantu 10 UKM di Indonesia dengan total pembiayaan sebesar Rp20 miliar. Selain itu dari 80 UKM yang mendaftar, ada 50 UKM yang lolos screening awal dan berada di tahap analisis pihak mitra.

Umumnya, penerima pembiayaan berasal dari industri halal dengan bidang usaha manufaktur, industri kreatif, perdagangan, jasa kesehatan, dan pendidikan. Dima memastikan seluruh aktivitas usahanya memenuhi prinsip syariah dengan penerapan bisnis model bersifat sharia-driven, satu langkah lebih maju dari penerapan sharia-compliance.

Platform Jual Beli Emas Tamasia Rilis Fitur Kirim dan Jual Emas

Platform jual beli emas Tamasia merilis fitur kirim dan jual emas dalam aplikasi versi terbaru 1.2.0 yang telah hadir di Google Play dan App Store. Kehadiran fitur tersebut diharapkan dapat mendongkrak pengguna Tamasia yang ditargetkan mencapai 300 ribu orang sampai akhir tahun ini.

CEO dan Co-Founder Tamasia Muhammad Assad menuturkan kedua fitur ini diluncurkan seiring momen Lebaran yang segera berlangsung. Fitur kirim emas diyakini bisa jadi cara baru untuk memberikan THR ke orang terdekat.

Dia meyakini Tamasia sudah memitigasi risikonya dengan baik sehingga proses kirim emas tetap aman. Proses pengiriman emas dilakukan lewat aplikasi saja, tapi nilainya tidak hilang. Emas yang dibeli pengguna tetap dibeli dari Antam sebagai mitra korporat dan safe deposit box-nya tetap ada di sana.

“Kalau saya beli untuk teman artinya kan hanya perpindahan kepemilikan saja. Emasnya enggak gerak tetap ada di safe deposit box. Dari segi efektivitas ini lebih efektif karena kita enggak perlu cetak emas, enggak perlu keluarin kertas, tapi nilainya tetap ada. Tapi penerima bisa cairkan atau cetak,” terang Assad.

Dua fitur tambahan ini, sambungnya, melengkapi layanan Tamasia dari sebelumnya baru menyediakan fitur beli dan cetak emas. Dia berharap bisnis Tamasia dari sini dapat meningkatkan transaksi pembelian emas rata-rata menjadi 3 kg dari saat ini 1,5 kg per bulan.

Adapun pengguna yang dibidik diharapkan bisa mencapai 300 ribu orang sampai akhir tahun ini. Sekarang pengguna Tamasia diklaim telah mencapai sekitar 50 ribu orang, dengan total nilai pembelian emas 12 kg, atau setara 12 ribu gram emas.

“Kami akan perbanyak akuisisi pengguna dengan fitur tambahan yakni emas gratis melalui referral code untuk dorong transaksi baru sebanyak-banyaknya.”

Tamasia memiliki dua produk, Beli Suka-Suka (pembelian emas mulai dari Rp10 ribu) dan Beli Berkala (bebas menentukan sendiri berat gram emas dan jangka waktu transaksi pembelian). Tamasia juga menyediakan program kemitraan.

Segera proses sertifikat syariah

Saat ini Tamasia memang mengklaim menjalani bisnisnya secara syariah dengan akad mudharabah (jual-beli) yang mengacu pada Fatwa DSN MUI Nomor 77 Tahun 2010. Kendati demikian, Tamasia belum memiliki sertifikat resmi yang dikeluarkan oleh DSN MUI.

Assad bilang pihaknya akan segera mengajukan proses tersebut ke DNS MUI. Sementara ini, dalam proses bisnisnya Tamasia sudah membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai salah satu persyaratannya. Hanya saja, Assad enggan membeberkan nama-nama pengawasnya, salah satu di dalamnya terdapat Adiwarman Karim sebagai Wakil Ketua DSN MUI yang bertindak menjadi konsultan.

“Nama-nama pengawas di DPS kami belum mau di sebut, jadinya kita lebih konsultasi dulu saja. Pak Adiwarman itu salah satu konsultan kita.”

Tamasia menggunakan asas transaparan dan dijalankan sesuai syariah. Untuk produk Beli Berkala tidak diberlakukan DP, denda/penalti, dan jika gagal bayar uang dapat kembali setelah dikurangi biaya admin dan margin.

Untuk pengambilan margin, perusahaan menggunakan konsep komisi yang diambil dari setiap transaksi. Untuk Beli Berkala, komisinya sekitar 5-20% sedangkan untuk Beli Suka-Suka sebesar 3%.

Application Information Will Show Up Here

Fintech P2P Syariah “Ammana” Tawarkan Solusi Wakaf Digital

Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi penganut agama Islam terbesar di dunia, menyimpan jumlah potensi wakaf yang besar dan bisa diarahkan untuk ke sektor produktif. Hanya saja besarnya potensi wakaf belum dikelola dan diberdayakan secara profesional menjadi peluang bisnis bagi startup fintech p2p lending Ammana Fintek Syariah.

Startup yang didirikan Lutfi Adhiansyah, Supriyono Soekarno, dan Randy Bimantoro ini resmi beroperasi pada pertengahan tahun lalu. Untuk mengukuhkan posisi perusahaan di mata hukum, Ammana mengajukan proses izin dari OJK. Izin akhirnya berhasil dikantongi Desember 2017, menjadikan startup tersebut sebagai perusahaan fintech syariah pertama di Indonesia.

“Ammana hadir untuk memudahkan kolaborasi pendanaan usaha secara digital yang menguntungkan dan berkah bagi masyarakat, terutama di Indonesia,” ucap CEO Ammana Fintek Syariah Lutfi Adhiansyah dalam keterangan resmi.

Ammana beroperasi dan mendapat dukungan penuh dari Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Forum Wakaf Produktif (FWP). BWI merupakan badan yang diberi mandat untuk melakukan pembinaan terhadap nazir (penerima wakaf). Sementara FWP adalah forum berisi lembaga dan organisasi pemerintahan untuk mendorong fungsi wakaf ke arah lebih produktif.

Wakaf produktif adalah harta yang diberikan agar dapat dipakai untuk kegiatan produksi, hasilnya akan disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf.

Salah satu anggota FWP yang teken kerja sama dengan Amman adalah BNI Syariah. Sinergi antara keduanya adalah dalam hal pemanfaatan produk dan jasa perbankan syariah terhadap penghimpunan dana wakaf dengan menggunakan produk BNI Virtual Account (VA).

Lewat VA, wakif (orang yang berwakaf) akan dipermudah dengan pembayaran yang otomatis akan terkonfirmasi sehingga tidak perlu input kode bank ataupun memasukkan nominal pembayaran. Selain dengan Ammana, BNI Syariah telah bekerja sama dengan 17 nadzhir (lembaga wakaf) dari anggota FWP.

“Seperti diketahui bahwa fintech selama ini dilihat sebagai pesaing perbankan dengan terobosannya, tetapi bagi BNI Syariah hal ini dapat disinergikan dalam rangka membangun perekonomian syariah di Indonesia melalui wakaf produktif,” terang Pemimpin Divisi Dana Ritel BNI Syariah Bambang Sutrisno.

Terapkan manajemen risiko berlapis

Tampilan muka aplikasi Ammana / DailySocial
Tampilan muka aplikasi Ammana / DailySocial

Startup ini bekerja sama seperti halnya p2p lending lainnya, menghubungkan wakif dengan nazir dengan platform digital. Terdapat dua jenis pendanaan yang bisa dipilih wakif, yaitu musyarakah (para pihak saling berkontribusi modal) dan mudharabah (100% modal dari wakif).

Pendanaan musyarakah berarti wakif bersama Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) saling berkontribusi modal untuk membiayaai pelaku usaha yang dibina LKMS. Sedangkan pendanaan mudharabah berarti wakif berkontribusi modal 100% untuk membiayai pelaku usaha yang dibina LKMS.

LKMS itu seperti koperasi syariah, Baitul Maal wat Tamwil dan BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah). Lembaga tersebut berperan sebagai mitra lapangan dalam bermusyarakah bersama wakif. Mereka pulalah yang melakukan fungsi assesmen, skoring, pembiayaan, dan penagihan hasil usaha.

Secara terpisah kepada DailySocial, Lutfi melanjutkan kemitraan dengan LKMS sekaligus jadi upaya Ammana dalam menerapkan manajemen risiko. Setidaknya Ammana menerapkan keamanan hingga lapis lima. Pertama dimulai dari seleksi untuk seluruh calon mitra lapangan, mereka wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan Ammana dan mendapatkan rating dari sana.

Kemudian, mitra menggunakan standar scoring dari Ammana setiap kali melakukan penilaian terhadap calon pemohon pembiayaan. Tidak semua pembiayaan, beberapa diantaranya membutuhkan jaminan atau minimal tanggung renteng (pembiayaan kelompok) demi menjamin keberlangsungan usaha.

Berikutnya, semua permohonan yang masuk dari mitra akan melalui pengawasan komite risiko dan kepatuhan Ammana. Terakhir, semua prospek investasi yang tayang akan memiliki informasi scoring, detil pembiayaan, dan rating mitra. Sehingga seluruh keputusan dapat secara transparan dilihat oleh user.

“Secara definisi dari regulator kami adalah penyelenggara teknologi dan sebagai penyelenggara model bisnis yang diperbolehkan adalah mengambil komisi (fee/ujroh) dari layanan yang diberikan kepada user. Setiap pencairan yang dilakukan Ammana mendapatkan biaya jasa dari user.”

Target bisnis Ammana

Lutfi menuturkan saat ini perusahaan telah menjangkau 1.400 pengguna organik dan 420 diantaranya adalah investor. Penyaluran yang telah direalisasikan mencapai Rp2,5 miliar.

Dia merinci sampai akhir tahun, perusahaan menargetkan dapat merealisikan pembiayaan sebesar Rp250 miliar, terdiri atas Rp100 miliar pembiayaan kepada UMKM bersama BMT/koperasi syariah dan Rp150 miliar bersama program wakaf produktif dari FWP.

Adapun untuk jumlah investornya diharapkan bisa menyentuh angka 50 ribu, jumlah UMKM 20 ribu, 200 mitra BMT, dan 30 lembaga wakaf.

“Insya Allah, melalui Ammana mudah-mudahan lebih banyak lagi masyarakat yang merasa terbantukan, dan ibadah wakaf dapat dilaksanakan lebih baik.”

Ammana saat ini dalam waktu dekat belum membuka kemungkinan untuk melakukan penggalangan dana. Menurut Lutfi, perusahaan masih memiliki kecukupan dana untuk menjalani bisnis, apalagi persyaratan modal yang ditentukan OJK sudah cukup untuk beroperasi mandiri.

“Seluruh aktivitas Ammana adalah bootstrapping dari tiga founder yang ada, belum ada dari pihak luar. Ke depan ada rencana untuk dibuka ke pihak lain, namun tidak dalam waktu dekat,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Layanan Gadai Online Pinjam Segera Luncurkan Bisnis Syariah

Pinjam, startup yang bergerak di bisnis gadai online, mengungkapkan akan segera meluncurkan bisnis syariah sebagai langkah diversifikasi usaha. Rencananya bisnis ini akan hadir pada kuartal ketiga tahun ini.

“Jadi planning tahun ini kita insya Allah luncurin produk yang syariah based. PR-nya adalah masih cari DNA produk yang benar-benar syariah. Sehingga nanti kita launch itu apply-nya lebih cepat, bukan terkesan [bisnis] konvensional yang di-syariah-kan,” terang CEO dan Founder Pinjam Teguh B Ariwibowo seperti dikutip Digination.

Adapun untuk perkembangan bisnis barunya tersebut, pihaknya telah membentuk dewan pengawas syariah dan membuka kerja sama dengan berbagai pihak terkait seperti BMT (Badan Maal Wat Tamwil). Teguh juga mengungkapkan saat ini perusahaan telah bekerja sama dengan salah satu aplikasi yang sudah memiliki hampir dua juta agen.

Hal ini dilakukan agar saat diluncurkan nanti, layanan fintech ini sesuai dengan prinsip syariah dan mewadahi kebutuhan nasabah.

“Kita sudah punya dewan pengawas syariah, sudah kerja sama dengan salah satu aplikasi yang basisnya sudah sampai dua juta agen. Kemudian kita sudah ngobrol sama komunitasnya dan paralel ngobrol dengan BMT.”

Saat ini Pinjam memiliki dua produk utama, yaitu gadai online dan pinjaman mikro. Gadai online menyasar individu sebagai nasabah, nilai pinjaman yang bisa diajukan mulai Rp2 juta-Rp5 juta. Sementara pinjaman mikro khusus untuk pelaku UMKM dengan maksimal nilai pinjaman Rp100 juta.

Baru-baru ini, layanan p2p lending Investree telah meresmikan bisnis syariahnya. Dari hasil uji coba yang dilakukan perusahaan, lini bisnis ini telah menyalurkan dana pinjaman sebesar Rp2,7 miliar dengan 313 peminjam dan 1.340 penerima pinjaman.

Investree menjadi perusahaan fintech pertama yang mengantongi Surat Rekomendasi Penunjukkan Tim Ahli Syariah dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Dengan surat ini, Investree menjadi pihak yang turut merancang, memberi masukan, dan mengawasi berjalannya produk berbasis syariah sebagai bagian dari proses hadirnya Fatwa Fintech Syariah dalam waktu dekat.

Luncurkan Aplikasi Baru, Tamasia Rencanakan Fundraising Tahun Ini

Platform jual beli emas berbasis syariah Tamasia kembali meluncurkan aplikasi khusus untuk pengguna yang ingin memiliki emas dengan harga yang murah dan cara bayar yang mudah bernama “Beli Emas Suka-Suka”.

Kepada DailySocial  CEO & Co-Founder Tamasia Muhammad Assad menjelaskan, perbedaan dari kedua aplikasi tersebut yang sengaja dihadirkan.

“Aplikasi dengan fitur beli emas suka-suka mulai dari Rp10 ribu bisa digunakan oleh siapa saja tanpa ada biaya pendaftaran, sehingga pelanggan bisa memiliki emas dengan cara seperti menabung melalui aplikasi.”

Sebelumnya, Tamasia telah memiliki aplikasi dengan fitur beli emas berkala (cicil). Pengguna harus membayar registrasi terlebih dulu sebesar Rp99 ribu untuk sekali bayar. Keuntungan yang didapat antara lain, mendapat bagi hasil setiap mengajak reseller baru, mendapat cashback jika digunakan sendiri, dan mendapat keuntungan bagi hasil jika menjual emas ke pelanggan sekitar.

“Tujuannya agar pelanggan yang ingin memiliki emas tapi tidak mempunyai rekening bank bisa beli secara berkala melalui reseller Tamasia.”

Layanan lebih untuk pelanggan

Tamasia juga menyediakan penyimpanan emas yang sudah dibeli oleh pelanggan. Bila pelanggan ingin mencairkan emasnya, Tamasia akan membeli kembali dengan harga yang kompetitif di atas harga pasar.

Pelanggan juga bisa menerima emas dalam bentuk fisik dengan langsung mencetak emas melalui aplikasi. Emas pelanggan dapat dicetak sesuai dengan pilihan ukuran cetakan yang tersedia, mulai dari 1 gram. Emas tersebut kemudian dikirimkan langsung kepada pelanggan.

“Ke depannya kami ingin fokus ke arah inklusi finansial agar masyarakat yang sulit mendapatkan akses perbankan dapat memiliki emas dengan mengedepankan aspek keamanan dan kenyamanan melalui kedua aplikasi tersebut. Guna memfasilitasi kebutuhan pasar yang berbeda itulah maka kami meluncurkan aplikasi baru khusus pengguna,” lanjut Assad.

Rencana fundraising di tahun 2018

Sejak hadir bulan November tahun 2017 lalu, jumlah reseller Tamasia saat ini sudah mencapai 1354, dengan rata-rata transaksi terbanyak adalah emas seberat 5 gram.

Sebagai platform jual beli emas berbasis syariah, Tamasia telah menjalin kerja sama strategis dengan Antam sebagai penyuplai emas. Pelanggan juga akan mendapatkan sertifikat resmi dari Antam dan e-certificate dari Tamasia, sehingga tidak perlu khawatir dengan keaslian dan kualitas dari emas yang dibeli.

Tamasia memiliki rencana dan target yang ingin dicapai pada tahun 2018, salah satunya adalah menjangkau lebih banyak masyarakat Indonesia untuk memiliki emas dengan cara yang sangat mudah. Rencana lainnya adalah melakukan fundraising.

“Dan saat ini Tamasia juga sedang mencari pendanaan untuk seri seed funding sebesar $1 juta,” pungkas Assad.

Application Information Will Show Up Here

Layanan P2P Lending Investree Luncurkan Investree Syariah

Layanan teknologi finansial peer-to-peer lending (P2P Lending) Investree (PT Investree Radhika Jaya) hari ini (30/01) meluncurkan layanan terbaru berupa layanan P2P lending Syariah. Kepada media, Co-Founder dan CEO Investree Adrian Gunadi mengutarakan, diluncurkannya layanan terbaru ini merupakan rencana dari Investree, usai terdaftar dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kami juga melihat besarnya antusiasme dari masyarakat terhadap layanan fintech (Financial Technology) mendorong kami bersama dengan OJK dan Dewan Syariah Nasional (DSN) menggarap fatwa fintech financing  berbasis syariah yang akan dikeluarkan dalam waktu dekat,” kata Adrian.

Nantinya bagi peminjam (borrower) dan pemberi pinjaman (lender) bisa menerapkan prinsip syariah dalam hal pembiayaan yang dihadirkan oleh Investree syariah. Investree juga telah melakukan koordinasi dengan pihak regulator seperti OJK dan DSN MUI untuk meluncurkan layanan Investree Syariah yang uji coba layanannya sudah dilakukan sejak bulan November 2017 lalu.

Dari hasil uji coba yang telah dilakukan, hingga bulan Januari 2018 jumlah pembiayaan Investree syariah telah mencapai Rp 2,7 miliar dengan 313 jumlah borrower dan 1340 lender syariah.

“Kami harapkan skema yang kami miliki bisa menjadi acuan bagi pemain layanan P2P lending lainnya yang ingin mengembangkan layanan syariah. Bukan hanya itu, Investree juga ingin menjalin kolaborasi dengan bisnis syariah lainnya,” kata Adrian.

Investree merupakan layanan fintech syariah pertama yang mendapatkan Surat Rekomendasi Penunjukkan Tim Ahli Syariah dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk turut merancang, memberi masukan, dan mengawasi berjalannya produk yang berbasis syariah, sebagai bagian dari proses hadirnya Fatwa Fintech Syariah dalam waktu dekat. Surat rekomendasi tersebut juga menempatkan Profesor AH Azharuddin Lathif M.Ag M.H, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai penasihat teknis syariah khusus untuk Investree.

Keuntungan bagi peminjam dan pemberi pinjaman mengusung prinsip syariah

Investree syariah merupakan layanan usaha syariah yang dijamin menggunakan tagihan atau invoice (invoice financing). Secara umum terdapat beberapa keuntungan yang diklaim akan didapat oleh peminjam dan pemberi pinjaman jika memanfaatkan pembiayaan bisnis dengan prinsip syariah. Bagi peminjam keuntungan di antaranya adalah fasilitas dan layanan sesuai dengan prinsip syariah, sehingga peminjam dapat mengajukan pembiayaan secara aman, menganut konsep tanpa riba dan dijamin pembiayaan bebas bunga dan biaya tambahan.

Sementara untuk pemberi pinjaman keuntungan yang bisa didapatkan adalah, pendanaan yang sesuai dengan prinsip syariah, peminjam akan langsung menerima pengembalian dana sekaligus pendapatan berupa imbah hasil atas jasa penagihan yang dibayarkan pemberi pinjaman tanpa bebas biaya apapun, pendanaan dengan resiko yang terukur dan dana pembiayaan yang ditawarkan mulai dari 5 juta Rupiah.

“Kami menjamin borrower akan dapat mengembangkan bisnisnya dengan pembiayaan usaha yang prosedurnya mudah, berdasarkan prinsip syariah dan credit scoring modern,” kata Adrian.

Layanan fintech membuka akses keuangan untuk masyarakat

Turut hadir dalam acara tersebut adalah Muliaman D Haddad, praktisi dan pengamat ekonomi syariah serta Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah. Dalam sambutannya Muliaman mengungkapkan, layanan terbaru yang dihadirkan oleh Investree bukan hanya memberikan akses terbuka kepada masyarakat, namun juga sebagai acuan bagi pemain lainnya.

“Investree sudah memanfaatkan peluang yang tidak bisa dilakukan oleh bank, yaitu memberikan layanan pembiayaan secara online yang mudah dengan prinsip syariah, yang sebentar lagi akan dikeluarkan fatwanya oleh DSN MUI. Dengan demikian selanjutnya layanan ini bisa menjadi nasional,” kata Muliaman.

Sementara itu Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengungkapkan, sebagai salah satu layanan fintech lokal, Investree memiliki track record yang baik dalam hal inovasi keuangan digital. Diharapkan ke depannya, Investree syariah bisa memberikan porsi yang besar dan tidak kalah dengan layanan pembiayaan konvensional lainnya.

“Saya melihat Investree dengan rencana dan inovasinya mampu menggerakan kami dari OJK hingga Kementrian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengeluarkan peraturan terbaru, mulai dari pengembangan sistem penjualan Surat Berharga Negara (SBN) untuk investor ritel secara online hingga fintech syariah,” kata Hendrikus.

Application Information Will Show Up Here

SyarQ Tawarkan Layanan Kredit Berbasis Syariah untuk Pembelian Barang Secara Online

Tingginya peminat layanan belanja online memberikan kesempatan bagi berbagai elemen industri untuk turut meraup untung dari konsumen yang terus meningkat. Salah satunya bagi SyarQ, sebuah startup fintech yang mencoba menyuguhkan layanan kredit dengan mekanisme ekonomi syariah. SyarQ sudah diluncurkan sejak Maret 2017 dan saat ini layanan sudah bisa digunakan secara umum.

Proses bisnis yang dijalankan bukan dengan sistem kredit bunga, melainkan mengacu pada fatwa Dewan Syariah MUI tentang Murabahah, yakni perjanjian jual-beli antara penjual dengan pembeli. SyarQ mendapatkan keuntungan dengan mengambil margin profit, oleh karena itu harga cicilannya lebih mahal daripada harga pasar. Setiap penawaran SyarQ akan ditambah dengan profit terlebih dulu, baru dibagi berdasarkan jangka cicilan yang dipilih.

Proses transaksi di SyarQ tidak meminjamkan uang untuk membeli barang, namun membeli barang kemudian menjual kepada pembeli dengan cicilan. SyarQ membeli barang dari supplier, setelah pembayaran lunas dan secara prinsip menjadi milik SyarQ, barang tersebut kemudian dijual kepada pembeli. SyarQ tidak menjual barang yang belum menjadi kepemilikan SyarQ. Berbasis syariah, SyarQ tidak akan menerima pembayaran melalui kartu kredit.

“Dengan semangat anti riba dan menjunjung tinggi konsep ekonomi syariah, SyarQ lahir di tengah masyarakat yang membutuhkan solusi bagi mereka yang butuh cicilan barang-barang kebutuhan mereka namun ingin terhindar dari riba. Visi terdepan SyarQ adalah untuk menyediakan solusi keuangan syariah bagi masyarakat yang membutuhkan,” ujar Chief Marketing Officer SyarQ Corina Indrianti.

Saat ini SyarQ telah menjalin kemitraan dengan BMT/Koperasi untuk penyediaan dana pembelian dan bekerja sama dengan beberapa pemain e-commerce di Indonesia untuk penyediaan barang. Cara menggunakan cukup simpel, ketika pengguna sudah terdaftar dan terverifikasi, cari barang di layanan e-commerce terkait, lalu masukkan tautan barang tersebut ke sistem SyarQ. Dari sana akan ditampilkan penyesuaian harga dan jangka waktu kredit yang diberikan.

Sistem pengajuan kredit di SyarQ

SyarQ didirikan oleh M. Salman Alfarisy (CEO), Wisnu Manupraba (CTO), Raden Nanda Teguh Perkasa (COO), dan Corina Indrianti (CMO). Saat ini SyarQ dijalankan dengan pendanaan sendiri atau bootstrapping. Untuk roadmap dalam waktu dekat, SyarQ akan segera meluncurkan aplikasi mobile. Selain itu pihaknya juga menginginkan layanan SyarQ dapat menjadi payment channel marketplace, dan menjangkau masyarakat umum, karena saat ini sebagian besar pengguna adalah dari kalangan pegawai.

“Pertumbuhan startup di bidang fintech sangat cepat setahun ke belakang, dari informasi yang kami dapat sudah lebih dari 100 fintech dengan berbagai jenis layanan. Khusus untuk ekonomi syariah juga, peluang untuk tumbuhnya masih sangat besar karena market share-nya kurang lebih 5%-an, harapannya dengan munculnya fintech dapat memberikan kemudahan bagi para pengguna sehingga gap antara potential market share dengan actual market share-nya bisa menipis,” pungkas Corina.