Finantier Dapatkan Pendanaan Awal Dipimpin Global Founders Capital dan East Ventures, Fokus Perluas Akses “Open Finance”

Startup pengembang platform open finance Finantier mengumumkan telah menutup pendanaan awal (seed funding) yang dipimpin Global Founders Capital dan East Ventures. Tidak disebutkan spesifik nominal yang berhasil dibukukan, disampaikan dana 7-digit yang didapat melebihi target perusahaan dan diperoleh pada valuasi post-money 20x dibanding saat pre-seed di bulan November 2020 lalu.

Beberapa investor baru di putaran ini meliputi Future Shape, Partech Partners, Saison Capital, dan GMO VenturePartners. Sementara investor terdahulu seperti AC Ventures, Y Combinator, Genesia Ventures, Two Culture Capital, dan sejumlah angel investor turut berpartisipasi di putaran teranyar ini.

Pendanaan tersebut akan digunakan perusahaan untuk meningkatkan dan memperbesar penawaran produk, melakukan ekspansi di Indonesia dan sekitarnya, serta menggandakan jumlah karyawan. Disampaikan sejak awal tahun, perusahaan telah menambah timnya menjadi 50 karyawan dan memperbanyak klien serta kemitraan hingga lebih dari 50% per bulannya. Mereka juga telah bekerja sama dengan lebih dari 150 perusahaan dan memberikan akses ke beragam set data.

Selain itu, Finantier merekrut Co-Founder & CEO Truelayer Francesco Simoneschi untuk bergabung dalam jajaran kelompok penasihatnya.

Potensi open finance

Produk open finance yang ditawarkan Finantier berbentuk infrastruktur teknologi berbasis API yang dapat dimanfaatkan fintech untuk menghadirkan layanan keuangan inklusif. Contohnya produk “Finantier Score“, yakni platform credit scoring teregulasi yang dapat dimanfaatkan institusi keuangan digital dalam menunjang layanan pinjaman dengan memastikan kelayakan calon nasabah.

Open finance adalah perpanjangan dari open banking, memungkinkan pertukaran data finansial nonperbankan termasuk kredit dan hipotek secara aman. Selain itu open finance juga memfasilitasi pertukaran terbuka data konsumen sehingga perusahaan dapat memanfaatkannya untuk menjangkau lebih banyak pelanggan sekaligus menciptakan layanan yang lebih dipersonalisasi,” jelas Co-Founder & CEO Finantier Diego Rojas.

Tingginya persentase masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, dinilai menghadirkan kesempatan baik bagi pemain open finance. Berbeda dengan open banking yang memfokuskan layanan yang terpusat di sekitar rekening bank, cakupan open finance lebih luas dan tidak terbatas di institusi keuangan berbasis bank.

“Finantier memudahkan akses ke layanan keuangan bagi jutaan orang yang tidak memiliki rekening bank, mulai dari warung-warung pinggir jalan (UKM), hingga pekerja gig economy, memperoleh keuntungan dari jejak data digital mereka. Dengan adanya akses ke layanan keuangan, kami dapat membantu mereka dan orang yang mereka cintai untuk memiliki kehidupan yang lebih baik,” imbuh Co-Founder & COO Finantier Edwin Kusuma.

Data Bank Indonesia mengatakan ada sekitar 90 juta orang dewasa di Indonesia yang tidak memiliki akses produk perbankan.

“Meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia sangatlah penting mengingat banyaknya orang yang belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Dengan akses yang lebih baik ke layanan keuangan, mereka bisa hidup dengan lebih baik dan dapat ikut meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Kami punya harapan untuk Finantier sejak awal dan yakin bahwa mereka berperan penting dalam mewujudkan harapan tersebut dengan menghubungkan mereka yang tidak memiliki akses keuangan ke fintech dan institusi keuangan di berbagai negara,” kata Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Open finance di Indonesia

Layanan open finance di Indonesia cukup berkembang, hal ini ditengarai maraknya pemain fintech dan penerimaan masyarakat luas terhadap produk yang dihadirkan. Dengan bentuk yang berbeda, selain Finantier ada beberapa pemain lain yang juga menjajakan platform serupa. Misalnya Ayoconnecet untuk API bill-payment, Brankas untuk API BaaS, Instamoney untuk API remitansi, dan sebagainya.

Dari sisi pengembang, jelas ini menyajikan kemudahan yang sangat berarti. Dan yang terpenting adalah makna “open” dari istilah yang digunakan, menandakan adanya keterbukaan –dalam kaitannya dengan pengelolaan data– yang bisa menjadikan ekosistem keuangan digital tersebut jauh lebih sehat. Berbagai inisiatif serupa nyatanya juga terus digencarkan para pemain fintech di Indonesia, misalnya yang diinisiasi AFPI untuk membangun pusat data bersama.

Lolos ke Y Combinator, Finantier Mulai Gaet Investor Baru untuk Pendanaan Awalnya

Finantier, startup pengembang platform open finance, hari ini (23/12) mengumumkan telah terpilih untuk mengikuti program akselerasi Y Combinator untuk batch Winter 2021 di tahun depan. Bersamaan dengan itu, mereka juga menambah jajaran investor yang turut andil dalam pendanaan awal mereka, yakni Y Combinator dan Two Culture Capital.

Sebelumnya di akhir November 2020 lalu, startup yang digawangi oleh Diego Rojas, Keng Low, dan Edwin Kusuma tersebut mengumumkan pendanaan pra-tahap awal (pre-seed) yang dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari AC Ventures dan Genesia Ventures.

Para founder mengharapkan, bergabungnya Finantier ke YC diharapkan dapat menyerap berbagai keahlian ala Silicon Valley untuk memperkuat bisnis dan produk yang dimiliki di pasar Asia Tenggara. Di sisi lain, mereka juga menjadi makin yakin karena isu-isu yang coba diselesaikan melalui teknologinya secara tidak langsung turut tervalidasi.

“Y Combinator adalah kesempatan unik bagi kami untuk mempercepat pertumbuhan dengan bantuan mentor kelas dunia, terhubung dengan beberapa investor tahap awal teratas, dan membangun kemitraan strategis untuk rencana ekspansi masa depan kami,” ujar CEO Finantier Diego Rojas.

Sejak menerima pendanaan pre-seed, Finantier telah menerima sekitar 20 klien di fase beta. Mereka menyuguhkan tiga kapabilitas utama, yakni verifikasi identitas (eKYC); membantu bisnis mengelola data mentah dengan machine learning (big data); dan menghadirkan fitur untuk mengakomodasi pembayaran yang dilakukan rutin atau langganan. Layanan disuguhkan kepada pemain fintech, diintegrasikan melalui mekanisme API.

Turut ditambahkan, dana dari investor baru akan difokuskan untuk meningkatkan tim, teknologi, dan pemasaran. Hadirnya Y Combinator dan Two Culture Capital ke dalam jajaran bisnisnya juga dipandang sebagai kesempatan untuk memperluas cakupan layanan, termasuk di luar Asia Tenggara.

Startup Indonesia di Y Combinator

Per awal tahun ini kami mencatat, setidaknya ada tujuh startup lokal yang sudah bergabung di Y Combinator – di paruh kedua 2020, BukuWarung turut andil dalam program ini. Tidak dimungkiri, program akselerasi berbasis di Mountain View menjadi salah satu katalisator lahirnya startup digital terkemuka. Dropbox, Stripe, Coinbase, Twitch, Reddit, Airbnb adalah beberapa nama-nama alumni program tersebut yang saat ini bisnisnya mendunia.

Y Combinator Startup Indonesia

Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari program ini. Sebelumnya kami pernah merangkum dalam tulisan bertajuk “Studi Banding ke Program Akselerator Y Combinator“.

Salah satu testimoni diberikan oleh Co-Founder Shipper Budi Handoko yang tergabung dalam YC W19. Ia mengatakan, “Orang-orang di YC itu semuanya entrepreneur. Dengan bergabung di program itu kita makin banyak dikenal mitra, investor. Ini kesempatan bagi kami untuk memvalidasi bisnis kepada top entrepreneur. Di sana kami belajar cara presentasi bisnis dengan sangat efisien dan efektif.”

Co-Founder Nustantara Tech & SuperApp.id Steven Wongsoredjo juga mengaku mendapat pengalaman menyenangkan dari keikutsertaannya di program tersebut. Ia bercerita, “Pengalaman YC benar-benar mengubah pola pikir saya. Mereka mengajarkan untuk membuat versi paling sederhana dari produk dan meluncurkan secepat mungkin. Tujuannya untuk menguji apakah tesis kami memiliki kecocokan di pasar. Waktu adalah komoditas paling berharga, jadi kita harus secepat mungkin memastikan itu semua, bukan sekadar berasumsi.”