Intudo Ventures Siapkan 706 Miliar Rupiah untuk Diinvestasikan ke Startup Tahap Awal di Indonesia

Intudo Ventures kemarin (14/2) secara resmi mengumumkan penutupan pengumpulan dana senilai $50 juta (706 miliar Rupiah) yang akan difokuskan untuk investasi pada startup tahap awal di Indonesia. Pemodal ventura yang dipimpin oleh Managing Partner Eddy Chan dan Patrick Yip memulai debutnya di Indonesia sejak pertengahan tahun 2017. Kala itu mereka mengumpulkan $10 juta, lalu ditingkatkan menjadi $20 juta pada awal 2018.

Dalam pernyataannya, pihak Intudo Ventures menyampaikan bahwa dana tersebut dikumpulkan dari Limited Partners (LP) di tiga negara, meliputi Amerika Serikat, Indonesia dan Taiwan. Beberapa nama yang berpartisipasi seperti Founders Fund, Wasson Enterprise, Walgreens, WiL, CTBC Group dan lebih dari dua puluh keluarga konglomerat Indonesia yang tidak disebutkan detailnya.

Mereka juga cukup yakin dengan pertumbuhan pangsa pasar terhadap produk yang dihadirkan startup. Ada dua alasan utama, pertama terjadi peningkatan konsumsi yang cukup cepat; dan yang kedua adanya peningkatan kelas menengah yang signifikan di Indonesia.

Mereka mensyaratkan, startup yang akan mendapatkan pendanaan harus: berbasis di Indonesia, beroperasi secara independen, berada di tahap awal, dan memiliki portofolio yang terkonsentrasi. Beberapa nama startup yang sudah mendapatkan investasi dari Intudo Ventures meliputi: BeliMobilGue, CoHive, Xendit, Ride Jakarta, Nalagenetics, Dana Cita, Oriente, EMQ dan ARTOTEL.

Strategi di Indonesia

Intudo Ventures
Founding Partner Intudo Ventures Eddy Chan dan Patrick Yip / Intudo Ventures

Dalam operasionalnya, Intudo Ventures menghubungkan startup dengan akses pendanaan dari pemodal internasional. Mereka juga bekerja sama dengan pemodal lokal dan mitra distribusi untuk menciptakan peluang pertumbuhan bagi startup yang masuk dalam portofolionya. Mereka menyebutnya sebagai “beach-head strategy”.

Intudo Ventures merupakan perusahaan modal ventura independen. Setiap LP dibatasi memberikan dana maksimal 10% dari total di setiap putaran. Dengan pendekatan “return-driven manner”, mereka optimis dapat merangkul banyak mitra untuk turut serta.

Targetnya akan ada 12-16 perusahaan yang diinvestasi dengan putaran dana kali ini. Kisaran dana yang akan diberikan untuk masing-masing startup antara $500 ribu – $5 juta. Namun tidak menutup kemungkinan Intudo juga akan berinvestasi pada seri A dan seri B. Diharapkan startup portofolionya juga memiliki gairah untuk menumbuhkan pasar di area regional.

Dari wawancara sebelumnya dengan DailySocial, Eddy Chan menyebutkan bahwa mereka fokus startup tahap awal di bidang konsumer, finansial, kesehatan, pendidikan, dan media. Dipilihnya beberapa sektor tersebut bukan tanpa alasan. Pihaknya mengemukakan bahwa bidang tersebut diyakini akan berkembang pesat seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas di Indonesia.

Genesia Ventures: “Go Public”-nya Startup Unicorn Akan Perkaya Ekosistem Startup Indonesia

Takahiro Suzuki adalah sosok yang tidak asing dalam komunitas startup di Asia Tenggara. Sebagai seorang investor kawakan, Suzuki  pernah menjabat CEO CyberAgent Ventures (CAV) Indonesia hingga beberapa bulan lalu. Ia juga seorang investor awal bagi startup unicorn Indonesia Tokopedia.

Suzuki, baru-baru ini bergabung dengan Genesia Ventures sebagai General Partner. Sebuah perusahaan investasi tahap awal yang fokus di Jepang dan Asia Tenggara, Genesia baru saja mengumpulkan dana startup keduanya yang bernilai US$80 juta.

Dalam interview bersama e27, Suzuki berbagi pengalaman tentang pendanaan sebelumnya, industri startup di Asia Tengggara dan Jepang, serta rencana ke depan.

Dibawah ini adalah sebagian cuplikan yang sudah disunting:

Sekarang ada banyak VC untuk startup tahap awal di Asia Tenggara. Mengapa wilayah ini masih membutuhkan pendanaan? Apa pendekatan unik Anda?

Ya, ada lumayan banyak VC untuk startup tahap awal di Asia Tenggara, namun di Genesia kami memiliki tiga pendekatan unik. Pertama, kami bisa membuat investasi besar pada tiap perusahaan. Sementara investasi awal kami fokus pada pendanaan seri A, kami bisa mengucurkan hingga US$5 juta pada masing-masing perusahaan dalam pendanaan lanjutan di putaran selanjutnya. Kami yakin pendanaan lanjutan ini akan memberikan kekuatan bagi penggalangan dana startup selanjutnya.

Kedua adalah pengambilan keputusan untuk investasi cepat. Kami memiliki satu general partner di Jepang dan satu di Jakarta. Tentunya kami memiliki proses due diligence sebelum finalisasi investasi, tetapi keputusan bisa diambil dalam waktu beberapa minggu saja.

Ketiga, kami telah berpengalaman dalam investasi VC di Jepang dan Asia Tenggara. Kami juga telah membangun koneksi bisnis yang luas di seputar Asia. Ketika industri konvensional belum sepenuhnya berkembang di Asia Tenggara, ada banyak bidang di mana bisnis digital telah berkembang pesat sebelum industri konvensional. Terdapat juga beberapa industri di mana bisnis seperti Grab dan Gojek telah melampaui Jepang. Informasi seperti itu sangat membantu dalam membuat keputusan investasi yang lebih baik dan merancang strategi bisnis perusahaan portofolio kami di Jepang.

Di Jepang, di sisi lain, industri konvensional sedang dirombak ulang dan kami berinvestasi di banyak startup B2B dengan harapan membawa transformasi digital. Transformasi digital diharapkan menjadi gerakan besar di Asia Tenggara nantiny, dan dapat dipastikan kami juga membawa pengalaman investasi di Jepang.

Selanjutnya, banyak perusahaan Jepang sedang fokus pada pertumbuhan masa depan Asia. Mitra terbatas kami terdiri dari perusahaan besar dan bank Jepang, juga pengalaman investasi di CAV memungkinkan kami menjalin relasi dengan perusahaan dan VC di Jepang dan Asia Tenggara. Kami percaya hal ini akan mengarahkan kami melalui proses untuk menemukan perusahaan portofolio serta menjalin aliansi dengan mereka. Dalam pandangan kami, pengalaman investasi dan jaringan bisnis kami di Jepang dan Asia Tenggara menjadikan kami perusahaan modal ventura yang berbeda dari yang lain.

Tidak ada kelangkaan dana untuk startup tahap awal di Asia Tenggara, tetapi wilayah ini terlihat jelas kekurangan investasi Seri B dan C. Selain itu, ada persepsi kurangnya startup berkualitas di Asia Tenggara. Bagaimana pendapat Anda?

Kami ingin berkontribusi dalam pengembangan masyarakat Asia dalam pendanaan awal dengan tiga poin penjualan unik yang diuraikan di atas. Mengenai persepsi kurangnya startup berkualitas di Asia Tenggara, kami juga merasa ada lebih banyak startup yang berkualitas di AS dan Tiongkok dalam hal jumlah, tetapi ini semata-mata karena memang ada lebih banyak startup di sana, dibandingkan di Asia Tenggara.

Kami percaya bahwa startup berkualitas akan sama baik di Asia Tenggara maupun wilayah lainnya. Seiring dengan ekosistem startup yang semakin cepat bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini, kami yakin akan ada banyak startup yang akan tumbuh secara substansial.

Anda adalah investor awal di Tokopedia, yang sekarang menjadi unicorn. Apa yang mendorong Anda untuk berinvestasi dalam startup saat itu? Pernahkah Anda mengira perusahaan ini akan menjadi unicorn di masa depan? Apakah Anda sudah menuai hasil dari investasi ini?

Karena pasar telah didominasi oleh perusahaan unicorn di mana-mana, saya berinvestasi di Tokopedia berharap bahwa ia akan menjadi perusahaan unicorn di masa depan. Saya tidak mengira bahwa akan secepat ini.

Alasan terbesar untuk investasi adalah keputusan pendirinya, William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison. Mereka dengan kuat mengatakan bahwa mereka serius ingin membuat masyarakat Indonesia lebih baik lagi melalui Tokopedia. Saya ingin mendukung mereka dalam misi ini dan memutuskan untuk berinvestasi di dalamnya.

Apakah saya memegang saham mereka atau tidak adalah informasi non-publik dan oleh karena itu saya tidak dapat mengungkapkannya.

Apa menurut Anda beberapa hal yang dilakukan Tokopedia dengan baik untuk membantu menaklukkan industri e-commerce di Indonesia?

Menurut saya pribadi, Tokopedia bisa tumbuh begitu cepat karena tiga alasan berikut:

1- Pengembangan layanan yang mengutamakan pelanggan (mengedepankan kenyamanan konsumen dan pedagang)

2- Ekspansi nasional, bukan hanya Jakarta (khususnya, mereka mulai merekrut pedagang secara nasional pada tahap awal)

3- Visi dan tim yang kuat (mereka memiliki visi yang kuat untuk membentuk Indonesia menjadi negara yang lebih baik dan bisa menciptakan [tim] Nakama yang percaya dengan visi tersebut)

Menurut Anda, apakah Indonesia memiliki potensi untuk melahirkan unicorn lainnya seperti Tokopedia? Apakah Anda menaruh minat pada salah satu perusahaan teknologi untuk mengikuti laju pertumbuhan yang sama di negara ini?

Ya. Kami percaya bahwa banyak perusahaan unicorn akan muncul dari Indonesia. Kami juga selalu mencoba yang terbaik dalam berinvestasi pada perusahaan yang berpotensi menjadi unicorn.

Apakah Anda menyesal tidak berinvestasi pada perusahaan seperti Go-Jek dan Grab yang kemudian menjadi unicorn?

Tidak. Saya mendapat kesempatan untuk berinvestasi, namun tidak menyesal karena tidak mengambil kesempatan itu. Tetapi saya banyak belajar karena tidak mengira bahwa bisnis akan menjadi seberagam ini. Saya ingin bisa meramal sebuah bisnis dapat tumbuh dalam keadaan saat ini.

Bagaimana keseluruhan ekosistem startup di Asia Tenggara. Negara mana di wilayah ini yang berpotensi bersaing dengan Silicon Valley? Apa pendapat Anda tentang kegiatan startup yang terjadi di Malaysia?

Sekarang, banyak orang di AS, Cina, India, Korea Selatan berinvestasi dalam startup Indonesia, dan ekosistem semakin kaya. Kami merasa bahwa ekosistem startup akan menjadi lebih kaya jika perusahaan unicorn mulai menunjukkan diri di bursa saham. Silicon Valley ya Silicon Valley. Akan tidak masuk akal untuk membandingkannya dengan Asia Tenggara.

Kami percaya bahwa startup yang berbisnis di Indonesia lebih berpotensi menjadi unicorn dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Ada banyak startup luar biasa di Malaysia dan beberapa di antaranya sudah menuai profit. Di sisi lain, sebagai negara, potensi kenaikan pasar terbatas, jadi kami merasa bahwa jika perusahaan tumbuh besar, ia akan memiliki model bisnis yang mampu melakukan ekspansi ke luar negeri seperti Grab.

Menurut Anda, apa saja perusahaan yang dapat mengubah lanskap startup di Asia Tenggara?

Untuk memperkaya ekosistem startup, kami berharap perusahaan seperti Go-Jek, Grab, Tokopedia, bisa mengajukan IPO atau mengamankan dana lebih besar untuk secara proaktif melakukan M&A dan lain-lain. Kami juga berharap bisa melihat lebih banyak pengusaha dengan pengalaman kerja di unicorn.

Mengapa Genesia memilih Jakarta sebagai kantor pusat di Asia Tenggara?

Hal itu karena Indonesia adalah negara terbesar dan pasar yang paling kompetitif di Asia Tenggara.

Berapa banyak perusahaan yang ada dalam rencana investasi lanjutan Genesia? Sudahkah Anda mengidentifikasi startup untuk investasi? Selain pendanaan, apa lagi yang Anda berikan kepada perusahaan portofolio Anda?

Kami belum memutuskan berapa banyak perusahaan yang akan kami investasikan dari dana kedua ini, tetapi kami tidak akan menambah jumlahnya menjadi tiga atau empat tahun. Kami akan tetap selektif dalam keputusan investasi kami. Sudah ada beberapa perusahaan yang kami janjikan untuk berinvestasi.

Selain pendanaan, kami mendukung mereka melalui diskusi strategi bisnis, konsultasi mengenai struktur organisasi dan rencana rekrutmen, dan penggalangan dana (memberikan dukungan untuk membuat pitch deck dan jaringan dengan investor tidak hanya di Jepang dan Asia Tenggara tetapi juga wilayah lain).

Berapa rata-rata investasi Anda? Apakah akan berbeda untuk pasar di kawasan ini?

Kebijakan investasi kami pada dasarnya sama di mana pun di Asia Tenggara. Karena investasi awal kami menargetkan putaran pra-Seri A, ukuran tiket rata-rata adalah US$300.000-$600.000. Jumlah investasi lanjutan bervariasi dari perusahaan ke perusahaan. Rencana kami adalah membuat jumlah investasi rata-rata per perusahaan $1-2 juta, termasuk investasi lanjutan.

Apakah Genesia I sudah kehabisan dana? Apakah ada exit yang tersorot?

Kami tidak lagi melakukan investasi awal dari dana I. Kami hanya memiliki anggaran untuk investasi lanjutan. Jadi kami akan melakukan investasi awal dari dana II di masa depan. Tidak banyak exit sejauh ini karena baru berjalan dua tahun sejak dana I keluar, tetapi ada beberapa yang tersorot.

Bagaimana pengalaman Anda sebagai General Partner dari CyberAgent Ventures? Mengapa Anda meninggalkan Perusahaan untuk bergabung dengan Genesia?

Pekerjaan saya dengan beberapa pengusaha di Asia Tenggara dan Jepang telah mendorong minat saya untuk menjadi Mitra Umum di perusahaan VC institusional, melawan kemungkinan bekerja untuk CVC.

Sebagian besar, jika tidak semua, dari Limited Partner Genesia berasal dari Jepang. Apakah mereka optimis tentang industri startup di Asia Tenggara?

Walaupun Jepang masih merupakan ekonomi terbesar ketiga di dunia, pasarnya tidak akan tumbuh dengan cepat di masa depan. Karena itu banyak perusahaan Jepang memandang Asia sebagai pasar penting bagi pertumbuhan mereka di masa depan. Kami berusaha untuk menjadi platform yang menghubungkan perusahaan Jepang dan perusahaan tahap awal di Asia.

Bagaimana pembagian ekonomi di wilayah ini? Apakah ia berpotensi tumbuh lebih besar?

Karena real estat, mobil dan sepeda, serta peralatan konstruksi dan pertanian adalah aset yang mahal, menurut kami berbagi ekonomi untuk aset-aset tersebut memiliki potensi untuk berkembang. Karena itu kami telah berinvestasi di Luxstay, platform berbagi rumah di Vietnam. Selain itu, kami juga berinvestasi di Sukedachi (platform pencocokan pekerjaan berdasarkan permintaan untuk kontraktor dan pekerja konstruksi) dan Taimee (platform pekerjaan sementara berdasarkan permintaan) di Jepang. Kami juga mengawasi gig economy di Asia Tenggara.


Disclosure: Tulisan tamu yang dibuat oleh Sainul Abudheen K. ini awalnya dimuat di e27. Diterjemahkan (oleh Kristin Siagian) dan disunting atas izin penulis.

Tips Menggalang Dana untuk Startup Pemula

Saat startup baru didirikan, hal yang menjadi perhatian pendiri startup adalah bagaimana caranya mendapatkan tambahan modal. Modal awal bisa dari kocek sendiri, teman, atau keluarga, tetapi ada masanya ketika perusahaan membutuhkan kapital yang lebih besar dan para pendiri mulai membidik dana dari investor. Investor yang biasanya terlibat di proses pendanaan awal bertipe venture capital (VC).

Tidak mudah bagi sebuah startup untuk bisa langsung mendapatkan tambahan modal. Di sisi lain, pihak investor juga tidak mau sembarangan memilih startup untuk diinvestasi. Ada beberapa poin yang mereka tentukan dan wajib untuk diperhatikan.

Traksi dan pertumbuhan

Salah satu cara mengetahui apakah startup sudah waktunya melakukan penggalangan dana tahapan awal adalah berdasarkan traksi dan pertumbuhan positifnya. Untuk itu pastikan startup telah memiliki traksi, telah memiliki jumlah pengguna yang cukup besar, dan tervalidasi model bisnisnya.

“Menurut kami, saat yang tepat untuk melakukan fundraising adalah pada saat startup itu terbukti menghasilkan traksi yang signifikan pertumbuhannya. Memang jika dilihat dari data permintaan yang masuk ke RenovAsik cukup lumayan yaitu bisa sekitar 5-8 permintaan yang ingin mengajukan renovasi setiap harinya, namun banyak kendala dari klien yang masih menjadi pekerjaan rumah besar kami untuk bisa disolusikan sampai tuntas, sehingga akan lebih banyak project deal yang bisa kami dapatkan,” kata Founder & Chief Strategy Officer RenovAsik Indra Setiawan.

Ketika traksi sudah mulai diperoleh, hindari memberikan informasi yang kurang akurat kepada calon investor. Jangan ditambahkan secara sengaja guna menarik perhatian mereka. Berikan informasi yang benar, sesuai dengan traksi yang memang sudah didapatkan.

Hal ini, menurut Analyst East Ventures Devina Zhang, bisa diketahui secara langsung oleh investor saat proses due diligence, ketika semua data akan dipelajari. Jadi hindari mengembangkan angka-angka karena investor pada akhirnya akan mengetahuinya.

“Jangan pernah memberikan informasi yang tidak benar soal pertumbuhan dan traksi startup. Ceritakan prestasi dan pencapaian yang telah diraih oleh startup. Informasikan juga kegagalan yang telah terjadi, dengan demikian investor mengetahui dengan benar kondisi startup,” kata CMO KoinWorks Jonathan Bryan.

Tentukan dana yang dibutuhkan

Hal lain yang wajib diperhatikan adalah menentukan sejak awal berapa jumlah dana yang dibutuhkan startup untuk mulai menjalankan bisnis. Meskipun banyak startup memulai usaha secara bootstrap, ketika produk mulai berkembang dan traksi sudah cukup besar, tambahan kapital dengan nominal yang besar mungkin diperlukan oleh startup. Untuk itu tentukan berapa jumlah uang yang diperlukan, untuk apa saja dana tersebut digunakan, dan berapa lama dana tersebut bisa disimpan.

VC seperti East Ventures tidak memiliki formula yang pasti untuk kalkulasi pemberian dana dan pembagian saham startup. Semua tergantung dari beberapa faktor, seperti jumlah dana yang diinginkan startup, performa startup, dan proyeksi masa depan. Saham yang kemudian didapatkan perusahaan akan diklaim tergantung kesepakatan dengan startup terkait.

Sementara bagi Venturra Discovery, normal dilution untuk putaran pendanaan awal biasanya akan diambil sekitar 20-25% untuk setiap startup.

“Semuanya memiliki harga, hanya saja berapa harga yang menjadi masalah. Penting untuk memahami harapan [baik dari Anda dan investor]. Jumlahnya harus masuk akal dan menunjukkan nilai pendiri, gagasan, bagaimana Anda dapat menghasilkan uang bagi investor,” kata Co-Founder & Managing Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe.

Tentukan investor yang tepat

Kehadiran berbagai VC lokal dan asing yang makin bertambah membuat proses penggalangan dana seharusnya lebih mudah. Namun demikian, demi sinergi masa depan yang lebih lancar, pilih investor seperti apa yang memang relevan dengan model bisnis dan tentunya cocok dengan Anda sebagai pendiri startup. Sangat penting untuk melakukan riset, mengumpulkan informasi, hingga melakukan pertemuan secara informal dengan investor yang relevan.

“Pelajari perbedaan-perbedaan dari investor dan coba pahami apa yang mereka inginkan dalam portofolio / investasi mereka. Pahami juga profil individual dari VC yang disasar, terutama GP (General Partners). Temukan kesamaan atau kepentingan bersama antara Anda (dan perusahaan Anda) dan investor yang Anda tuju,” kata Jefrey.

Buatlah daftar investor yang akan ditemui, termasuk rincian sebanyak mungkin tentang investor tertentu (perusahaan, lokasi, dan jumlah investasi). Nantinya akan terlihat investor yang relevan berdasarkan investment size, investment stage, pengalaman di industri perusahaan, begitu juga lingkup geografi mereka.

“Ada banyak cara untuk menjangkau investor, cara terbaik adalah melalui perkenalan dengan seseorang yang diketahui investor. Jika tidak, Anda selalu dapat menjangkau investor melalui situs mereka, atau bahkan Linkedin,” kata Partner Venturra Discovery Raditya Pramana.

Menurut Jefrey, cobalah menjalin perkenalan di awal dengan baik secara langsung. Hindari penggunaan email atau langsung menghubungi melalui telepon.

“VC menerima ratusan proposal / pitch deck setiap bulannya dan salah satu cara terbaik untuk unggul [stand out] di antara tumpukan tersebut adalah dengan cara diperkenalkan oleh orang yang kenal dengan GP atau tim dari VC tersebut. Referral is always a good way to be prioritized.”

Presentasi dan “elevator pitch”

Saat pertemuan sudah dijadwalkan, proses selanjutnya adalah presentasi atau yang biasa disebut dengan “pitching“. Secara umum, Anda akan diminta mempresentasikan materi yang berisi gambaran umum dasar perusahaan (produk, tinjauan industri, ukuran pasar, dan lainnya).

Deck ini akan menjadi buku panduan pendiri startup untuk memandu investor melalui pertemuan pertama, jadi buatlah dek tersebut secara terstruktur, sederhana namun kaya akan detail penting yang ingin Anda tonjolkan.

“Kami sangat percaya akan motto ‘founder first’, yang berarti bahwa pendiri startup yang baik tentunya akan menghasilkan produk yang baik, juga mempertimbangkan potensi pasar. Dengan demikian, pendiri yang memiliki latar belakang dan keahlian yang tepat memiliki poin bonus,” kata Devina.

Penting bagi startup menyiapkan bahan, proposal, hingga materi presentasi saat pitching berlangsung. Menurut Chairman dan Pendiri Gorry Holdings William Susilo, pastikan mempersiapkan pitch deck yang mudah dibaca, termasuk masalah apa yang sedang diselesaikan. Hal-hal utama harus mencakup seberapa mendesak masalah tersebut, ukuran pasar, model bisnis, model pendapatan, produk, alokasi dana, daya tarik dan profil pendiri.

“Persiapkan dengan lengkap traksi bisnis. Pastikan hal tersebut sejalan dengan persyaratan setiap tahap investasi. Misalnya MVP tidak cukup untuk pendanaan Seri A, sementara itu mungkin cukup untuk putaran seed,” kata William.

Menurut Raditya,saat pitching berlangsung sebaiknya pendiri startup tidak bersikap defensif ketika investor mengajukan pertanyaan sulit. Jangan ragu untuk memperlakukan sesi pitching seperti percakapan kasual. Semua pertanyaan yang diajukan investor mengenai perusahaan Anda seharusnya bisa dijawab.

“Walaupun startup Anda baru jalan tiga bulan misalnya, dengan data kami bisa melihat apakah founder mempunyai kemampuan eksekusi bisnis yang mumpuni. Banyak juga hal lain juga yang harus diperhatikan, seperti kemampuan founder, market size, product building capability, executional capability, dan lainnya,” kata Raditya.

ATM Capital Plans to Pour $200 Million for Startup Investment in Southeast Asia

ATM Capital, a Venture Capital from Beijing, China kicks off the year by closing an investment worth of $200 million. It is to be used for Southeast Asia startups, including the ones in Indonesia. Some investors involved in ATM Capital are include Alibaba eWTP Technology Innovation Fund, 58 Group, Wang Xiaochuan, and several Chinese businessman.

Starting from the expertise in China’s internet industry, ATM Capital considers that Southeast Asia has similar characteristic. It was proven from the Chinese investors involvement in supporting unicorn in Southeast Asia, such as Gojek, Grab, Lazada, and others. ATM Capital, to ensure the smooth maneuver, has acquired local partners in Southeast Asia – a related source said some are based in Jakarta.

To date, ATM Capital has invested in several companies in Indonesia, Gojek and ReWork are in the portfolio. In Indonesia, they’re focus to invest in logistics, retail, and insurtech. This venture capital, supported by Qu Tian, has a vision to develop strategic local partners and create long-term vision, including to connect it with resources through its network in China.

His debut in Indonesia has been started since last year. In September 2018, Tsinghua University and ATM Capital successfully held the “Southeast Asia Unicorn Growth Program” in Jakarta. It was expected to improve communication among potential startups to find opportunities for collaboration with partners from Southeast Asia and China


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

ATM Capital Siapkan $200 Juta untuk Investasi Startup di Asia Tenggara

ATM Capital pemodal ventura asal Beijing, Tiongkok mengawali tahun dengan mengumumkan penutupan pertama dana investasi senilai $200 juta. Dana tersebut akan difokuskan ke startup Asia Tenggara, tak terkecuali di Indonesia. Beberapa jajaran investor yang tergabung di ATM Capital termasuk Alibaba eWTP Technology Innovation Fund, 58 Group, Wang Xiaochuan dan beberapa pengusaha Tiongkok lainnya.

Kendati berangkat dari keahlian industri internet di Tiongkok, ATM Capital menilai bahwa Asia Tenggara memiliki karakteristik serupa. Hal tersebut dibuktikan dari keterlibatan investor Tiongkok dalam mendukung unicorn di Asia Tenggara, seperti Gojek, Grab, Lazada dan lainnya. Untuk memastikan manuvernya mulus, ATM Capital kini telah memiliki mitra lokal di Asia Tenggara — dari sumber terkait mengatakan ada yang berbasis di Jakarta.

Sejauh ini ATM Capital telah berinvestasi di beberapa perusahaan di Indonesia, Gojek dan ReWork masuk ke dalam jajaran portofolionya. Di Indonesia, ATM Capital fokus berinvestasi di perusahaan di bidang logistik, ritel, dan insurtech. Modal ventura dengan dana dari Qu Tian ini memiliki visi untuk membangun mitra lokal strategis dan membentuk visi jangka panjang, termasuk menghubungkan dengan sumber daya melalui jaringannya di Tiongkok.

Debutnya di Indonesia juga sudah dimulai sejak tahun lalu. Pada bulan September 2018, Tsinghua University dan ATM Capital sukses mengadakan acara bertajuk “Southeast Asia Unicorn Growth Program” di Jakarta. Acara tersebut diharapkan dapat meningkatkan komunikasi startup berpotensi untuk menemukan peluang kolaborasi dengan mitra di Asia Tenggara dan Tiongkok.

Startup Funding Starts Taking Significant Part in Local Venture Capital Industry

The performance of Indonesian venture capital has reached Rp8.13 trillion per October or increased by 18.12% year-on-year. Investment in the conventional sector is still the primadonna, despite the increasing trend which comes from the business support and other sectors in which there’s funding for startups and the creative industry.

Based on economic sector review, investment for restaurant and hotel trading is dominating with Rp3.61 trillion. Followed by other sectors of Rp1.07 trillion, and business support for Rp827 million (around 20 percent of total funding).

Business support has increased rapidly compared to the other services by 50% year-on-year. In fact, in October 2017, this sector contributes only Rp551 billion.

Quoted from Kontan, Eddi Danusaputro, Mandiri Capital’s CEO explained that business support services and other sectors include technology companies, such as fintech, health, education, agriculture, and e-commerce. In addition, there are creative consulting, design, and digital companies. He also predicts the investment in this sector will keep increasing by next year.

“We’re still bullish for next year. We [Mandiri Capital] are still focused on fintech and agritech. In terms of fintech, the one that currently in demand is insurtech, wealth management, and big data,” he said.

Jefri R. Sirait, the Chairman of Indonesian Venture and Startup Capital Association (Amvesiondo) mentioned the investment increase was indeed followed by the tourism sector, such as restaurant and hotel. In addition, infrastructure and lifestyle also affect the growth of other tourism business, such as the creative industry engaged in food, fashion, and handicrafts.

“This condition makes the investment and capital demand of entrepreneurs increasing”, he explained.

Based on OJK’s data, as seen from venture capital performance of business activity types, revenue sharing is dominating with a value of R6.25 trillion and year-on-year growth reaching 26.06%. Followed by share investment of Rp1.38 trillion and convertible bond of Rp484 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan untuk Startup Mulai Ambil Porsi Signifikan Industri Modal Ventura Lokal

Kinerja industri modal ventura Indonesia kini tembus Rp8,13 triliun hingga Oktober 2018 atau tumbuh 18,12% secara year on year. Penyertaan modal sektor konvensional masih menjadi primadona, meski terjadi tren peningkatan dari sektor jasa pendukung bisnis dan sektor lain-lain yang di dalamnya terdapat pendanaan untuk startup dan industri kreatif.

Bila dilihat berdasarkan sektor ekonomi, penyertaan modal untuk sektor perdagangan restoran, dan hotel mendominasi secara keseluruhan sebesar Rp3,61 triliun. Kemudian diikuti sektor lain-lain Rp1,07 triliun dan jasa pendukung bisnis Rp827 miliar (sekitar 20-an persen dari total kucuran dana).

Jasa pendukung bisnis mengalami kenaikan paling drastis dibandingkan lainnya yakni 50% secara year on year. Padahal pada Oktober 2017, sektor ini baru menyumbang Rp551 miliar.

Dikutip dari Kontan, CEO Mandiri Capital Eddi Danusaputro menjelaskan, sektor jasa pendukung bisnis dan sektor lain-lain meliputi perusahaan teknologi seperti fintech, kesehatan, pendidikan, agrikultur, dan e-commerce. Selain itu, ada perusahaan konsultan, desain, dan digital kreatif. Dia pun memprediksi, penyertaan modal di sektor ini akan terus tumbuh pada tahun depan.

“Kami tetap bullish untuk tahun depan. Kami [Mandiri Capital] masih fokus di fintech dan juga agritech. Untuk fintech, sektor yang diminati sekarang itu adalah insurtech, wealth management, dan big data,” ujarnya.

Ketua Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Jefri R. Sirait menambahkan, kenaikan penyertaan modal memang diikuti pertumbuhan di sektor pendukung wisata, seperti restoran dan hotel. Di samping itu, kondisi infrastruktur dan perubahan gaya hidup juga memengaruhi tumbuhnya usaha pendukung wisata lainnya, misalnya industri kreatif yang bergerak di bidang makanan, fesyen, dan kerajinan tangna.

“Kondisi ini membuat kebutuhan investasi dan modal kerja para pengusaha jadi lebih besar,” terang Jefri.

Berdasarkan data OJK, bila melihat kinerja modal ventura berdasarkan jenis kegiatan usaha, pembiayaan bagi hasil mendominasi dengan nilai sebesar Rp6,25 triliun dan pertumbuhan secara year on year mencapai 26,06%. Lalu diikuti penyertaan saham sebesar Rp1,38 triliun dan obligasi konversi Rp484 miliar.

Cocoon Capital Prepares $20 Million for Investment to Early Stage Startups in Southeast Asia

A Singapore-based venture capital, Cocoon Capital, has announced fresh funding worth of $20 million for startup investment in Southeast Asia. They’re focusing on startup in the enterprise-tech industry with vertical related to deep-tech, fintech, and medtech.

“We saw startup potential in this area with young and tech-savvy talents who understand how to use technology in solving real problems. The idea quality has exceeded what you imagined. Southeast Asia has proven to be the right path for innovation,” Michael Blakey, Cocoon Capital’s Co-Founder and Managing Partner said.

Cocoon Capital’s market is early-stage startups. In addition to Singapore, they’ll also expand to other countries, such as Vietnam, Philippines, and Indonesia. The decision’s made because Cocoon Capital senses a gap in investment or funding for startups.

“Using billions of dollars from venture capital for this area, not many are targeting startups (early stage). Cocoon Capital intends to fill the gap. It’s even more common outside Singapore, that’s why we’re expanding to the neighbor countries,” Will Klippgen, Cocoon Capital’s Co-Founder and Managing Partner, added.

Cocoon Capital is now supported by several investors, such as Vulpes Innovative Technologies Investment Company, Martin Hauge, Playfair Capital, and some others. In addition to providing assistance in funding, Cocoon Capital strives to take business experience and connect strategic partners for startups.

They have a limit for the amount of investment made per year, therefore, partners have more time to give support. In the latest portfolio, Cocoon Capital involved in PropertyGuru and Anchanto funding.

“Southeast Asia is proven to have the capability in making the best results [startups], unicorn, and almost unicorn; including Grab, Tokopedia, Go-jek, Razer, and PropertyGuru. The number of Startups has reached $8 billion in 2017, it increased three times from 2016. We predict the increase to continue in the next few years,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Cocoon Capital Siapkan Dana Investasi $20 Juta untuk Startup Tahap Awal di Asia Tenggara

Pemodal ventura asal Singapura, Cocoon Capital, mengumumkan telah menyiapkan dana baru senilai $20 juta untuk investasi startup di Asia Tenggara. Mereka akan fokus pada startup yang menggarap solusi di bidang enterprise-tech dengan vertikal meliputi deep-tech, fintech, dan medtech.

“Kami melihat potensi startup di kawasan ini dengan talenta muda dan tech-savvy yang paham bagaimana memanfaatkan teknologi untuk memecahkan masalah nyata. Kualitas ide telah melampaui apa yang bisa dibayangkan. Asia Tenggara terbukti menjadi jalur tepat untuk tujuan inovasi,” terang Co-founder & Managing Partner Cocoon Capital Michael Blakey.

Cocoon Capital menargetkan startup tahap awal. Tidak hanya di Singapura, mereka juga akan melebarkan sayapnya ke negara lain seperti Vietnam, Filipina, dan Indonesia. Hal ini dilakukan karena pihak Cocoon Capital merasa masih adanya kesenjangan investasi atau pendanaan bagi startup.

“Dengan miliaran dolar yang tersedia dari venture capital untuk kawasan ini hanya sebagian kecil yang menargetkan startup (tahap awal). Cocoon Capital berusaha mengisi celah ini. Kesenjangan pendanaan bahkan lebih umum terjadi di luar Singapura, itulah sebabnya kami memperluas jangkauan ke negara-negara tetangga,” imbuh Co-founder & Managing Partner Cocoon Capital Will Klippgen.

Saat ini Cocoon Capital didukung oleh beberapa investor seperti Vulpes Innovative Technologies Investment Company, Martin Hauge, Playfair Capital, dan beberapa lainnya. Selain memberikan bantuan berupa pendanaan, Cocoon Capital juga berusaha untuk membawa pengalaman bisnis dan menghubungkan mitra strategis untuk para startup.

Cocoon turut membatasi jumlah investasi yang dilakukan per tahun, agar para mitra memiliki waktu yang cukup untuk memberikan dukungannya. Di portofolio terbarunya, Cocoon Capital terlibat dalam pendanaan PropertyGuru dan Anchanto.

“Asia Tenggara telah terbukti memiliki kemampuan untuk menghasilkan yang terbaik [startup], unicorn, dan yang mendekati unicorn; termasuk Grab, Tokopedia, Go-jek, Razer dan PropertyGuru. Startup di sini telah mencapai $8 miliar pada tahun 2017, tiga kali lipat dari tahun 2016. Kami memprediksi peningkatan berkelanjutan untuk talent dan capital di wilayah ini dalam beberapa tahun ke depan,” imbuh Will.

Laporan Bain & Company: Indonesia dan Vietnam Makin Diminati Investor Startup

Dalam laporan yang dirilis Bain & Company tercatat pertumbuhan investasi startup di Asia Tenggara yang cukup masif. Di tahun 2017, investasi yang digelontorkan kepada startup sebanyak 524 transaksi. Sementara itu di tahun yang sama private equity (dana ekuitas swasta) nilainya mengalami peningkatan 75% hingga $15 miliar.

Salah satu alasan mengapa banyak investor asing dan lokal yang mulai aktif memberikan dana segar kepada startup di Asia Tenggara adalah stabilitas dan kelancaran dari venture capital dan private equity.

Banyak investor baru yang tertarik dengan fundamental ekonomi makro yang kuat. Selain itu mulai banyak kesempatan untuk berinvestasi di negara-negara berkembang dan pendalaman pasar sekunder untuk transaksi di semua ukuran bisnis.

Laporan riset juga mengemukakan bahwa ekosistem investasi di Asia Tenggara telah melewati masa kritis dan memasuki fase pertumbuhan. Diprediksikan nilai transaksi selama lima tahun ke depan akan mencapai $70 miliar, dua kali lipat dari lima tahun sebelumnya. Diharapkan bisa menghasilkan sedikitnya 10 unicorn baru pada tahun 2024.

Perusahaan teknologi hingga layanan kesehatan

Perusahaan rintisan yang berbasis teknologi memiliki daya tarik tersendiri bagi venture capital asing dan lokal. Jumlah investasi meningkat banyak sekitar 40% di tahun 2017, dibandingkan tahun 2014 yang hanya sekitar 20% saja. Asia Tenggara juga menjadi kawasan yang mampu melahirkan startup unicorn, yang telah menghasilkan valuasi startup hingga $1 miliar atau lebih.

Sejak tahun 2012, 10 unicorn termasuk Grab, Go-Jek, dan Traveloka telah menciptakan nilai pasar gabungan sebesar $34 miliar, peringkat Asia Tenggara saat ini berada di posisi ketiga di kawasan Asia-Pasifik, setelah Tiongkok dan India.

Salah satu kategori yang saat ini mulai marak hadir dan telah menjadi favorit adalah layanan kesehatan berbasis teknologi (healthtech). Fullerton Health, misalnya, sekarang telah mengoperasikan lebih dari 500 klinik di delapan negara Asia-Pasifik, setelah didirikan pada tahun 2011 dengan mengakuisisi dua perusahaan penyedia layanan kesehatan di Singapura.

BookDoc, anak perusahaan Malaysia berumur tiga tahun dengan pendanaan venture capital, menghubungkan pasien dengan penyedia layanan kesehatan dan telah membangun platform online yang mencakup di lima negara. Kelompok rumah sakit Indonesia, Siloam, adalah salah satu mitra strategisnya.

Kebangkitan startup Indonesia

Meskipun Singapura tetap menjadi pusat investasi di Asia Tenggara, ekosistem startup yang dinamis mulai bermunculan di seluruh wilayah. Jumlah perusahaan di Indonesia yang meningkatkan pendanaan tahap pertama pada tahun 2017 meningkat lebih dari 300% dari tahun 2012.

Indonesia dan Vietnam telah menghasilkan 20% dari nilai kesepakatan private equity dalam waktu lima tahun terakhir dan persentase tersebut kemungkinan akan mengalami pertumbuhan. Laporan juga mencatat, hampir 90% dari investor menyebutkan pasar Asia Tenggara menjadi yang ‘terpanas’ di luar Singapura. Dan di tahun 2019 mendatang, Indonesia dan Vietnam akan menjadi pilihan.

Meskipun saat ini Investasi di Asia Tenggara mulai menunjukkan peningkatan, di sisi lain tantangan baru mewajibkan para investor untuk melakukan navigasi dan melancarkan strategi dengan cerdas. Bagi bisnis regional, mengamankan talenta terbaik, meningkatkan keunggulan komersial, dan memanfaatkan teknologi digital akan menjadi strategi terbaik untuk menghasilkan keuntungan yang solid yang ingin dicapai.