Firmware Update Sempurnakan Kompatibilitas Fujifilm X-T3 dengan Gimbal dan Drone

Reputasi Fujifilm di ranah kamera mirrorless tentu sudah tidak perlu diragukan lagi. Namun di saat pabrikan-pabrikan lain sudah sejak lama menawarkan kombinasi yang pas antara kapabilitas fotografi dan videografi, Fujifilm baru memulai tren tersebut tahun lalu, tepatnya ketika Fujifilm X-H1 dirilis.

Fujifilm X-T3 yang diluncurkan beberapa bulan setelahnya terus mempertahankan tren tersebut. Selain sangat cekatan dalam memotret, kemampuan merekam videonya pun turut menuai banyak pujian. Ya, kamera mirrorless Fujifilm akhirnya mulai dilirik kalangan videografer, dan sejumlah profesional di bidang ini bahkan tidak segan memakainya untuk kebutuhan komersial dengan bantuan sebuah gimbal.

Masalahnya, saat X-T3 dipasangkan ke gimbal seperti DJI Ronin S atau Ronin SC, skema kontrol via USB-nya jadi amat terbatas. Beruntung Fujifilm merupakan salah satu pabrikan yang paling peduli terhadap suara konsumen, dan mereka baru saja merilis firmware update untuk membenahi masalah tersebut.

DJI Ronin SC / DJI
DJI Ronin SC / DJI

Berkat firmware versi 3.10 ini, pengguna jadi bisa mengoperasikan lebih banyak fungsi selagi kamera tersambung ke gimbal atau drone via USB. Kalau sebelumnya mereka hanya bisa mengaktifkan tombol shutter, sekarang mereka akhirnya dapat memulai dan menghentikan perekaman video, tidak ketinggalan juga mengatur fokus secara manual.

Pengaturan parameter exposure untuk perekaman video juga dapat disesuaikan lewat kontrol pada gimbal atau drone. Jadi tanpa harus menyentuh kamera secara langsung, pengguna sudah bisa mengganti shutter speed, aperture, ISO maupun exposure compensation-nya. Singkat cerita, update ini bakal semakin memudahkan penggunaan X-T3 bersama gimbal atau drone.

Sumber: Cinema5D dan Fujifilm.

Fokus di Videografi, OPPO Reno2 Mulai Dijual

Dirilis pertama kali pada tanggal 8 Oktober 2019, OPPO pada tanggal 31 Oktober 2019 menggelar acara penjualan perdana untuk Reno2 di Promenade Lumina Atrium, Mall Central Park Jakarta. Sebelumnya Reno2 bisa dipesan secara pre-order dari tanggal 8 sampai 30 Oktober dengan harga Rp7.999.000.

Nah yang menarik dari Reno2 adalah pergeseran fokus OPPO dari fotografi ke videografi. Bisa dibilang Reno2 merupakan smartphone pertama OPPO yang ditujukan untuk para content creator.

PSX_20191101_130013

“Tantangan kami adalah merubah mindset dari kamera depan untuk selfie yang sudah melekat di brand OPPO, ke kamera belakang (fotografi), dan akhirnya ke video. Mulai dari sekarang OPPO akan concern pada videografi smartphone,” ujar PR Manager OPPO Indonesia Aryo Meidianto.

Sebagai ‘smartphone for videografer‘, setidaknya terdapat enam aspek unggulan dari Reno2. Seperti fitur 5X Hybrid Zoom yang bisa digunakan di mode foto maupun video, serta video bokeh yang tak hanya mengandalkan software tapi juga hardware NPU dedicated.

PSX_20191101_130023

Konfigurasi kameranya sendiri, Reno2 mengandalkan kamera utama 48MP dengan sensor Sony IMX586 (OIS). Kemudian ada 8MP dengan lensa wide-angle 116 derajat, 13MP dengan lensa telephoto, dan 2MP dengan lensa black & white.

Selanjutnya sistem stabilization yang disebut ‘ultra steady video‘, dengan fitur ini penonton kalian tidak akan kabur gara-gara pusing melihat video yang gerakannya kayak gempa bumi. Untuk meredam goncangan, Reno2 menggunakan sensor gyroscope dengan frekuensi 800Hz yang dua kali lebih besar dibanding yang ada di kebanyakan smartphone.

PSX_20191101_130036

Tidak hanya itu, Reno2 juga dibekali double anti shake dengan optical image stabilization (OIS) dan sekaligus electronic image stabilization (EIS). Sistem stabilization ini bisa digunakan pada resolusi 1080p 30/60fps, video 4K belum didukung fitur tersebut.

Kualitas suaranya juga didukung dengan fitur audio zoom dan audio focus. Setelah Anda merekam video, Anda bisa langsung mengedit video tersebut di smartphone menggunakan aplikasi smart video editor SOLOOP yang saat ini tersedia secara ekslusif di Reno2.

PSX_20191101_130018

Pada first sale event Reno2, OPPO juga menghadirkan seorang YouTuber traveling yakni Kevin Hendrawan yang sudah menggunakan Reno2 bahkan sebelum smartphone ini resmi diluncurkan. Menurutnya berkat fitur ultra steady video ini, tinggal bawa jalan dan langsung record – hasilnya sudah seperti menggunakan gimbal. Kevin juga menceritakan bagaimana pengamalannya menggunakan aplikasi SOLOOP.

Kalau konsepnya ialah editing di smartphone – yang biasa dilakukan adalah editing cepat. Laptop tentunya masih menjadi perangkat utama untuk mengedit video yang berat, tapi kalau yang ditargetkan ialah waktu – pakai SOLOOP bisa cepat-cepat upload. Yang jelas dengan smartphone ini, kita bisa langsung bikin konten dan tidak usah memperdulikan faktor teknis,” ungkap Kevin Hendrawan.

Hasil Penjualan OPPO Reno2

PSX_20191101_130027

Untuk penjualan Reno2, smartphone ini mendapatkan respon positif dari konsumen di Indonesia, terutama di kota Jakarta. Uniknya warna baru Luminous Black 3 kali lebih banyak dibandingkan dengan Sunset Pink yang memang disajikan untuk kaum hawa.

Jakarta dan Surabaya menjadi kota yang mengukir pemesanan terbanyak perangkat OPPO Reno2, memang target pasar perangkat Reno2 ini kebanyakan berada di kedua kota ini, yakni konten kreator,” tambah Aryo.

PSX_20191101_130115

Saya juga sempat mewawancarai salah satu pembeli pertama Reno2 pada first sale event Reno2 kemarin. Adalah Wicianto Zen atau panggil saja Anto, ia menggunakan smartphone OPPO F9 dan sebelumnya lagi menggunakan OPPO Find 7.

“Alasan saya membeli Reno2 ialah karena fitur fast charging dan NFC yang sempat hilang pada OPPO F9 kembali ada di Reno2. Selain itu, Reno2 juga sesuai dengan kebutuhan karena saya juga merupakan seorang fotografer wedding dan juga sekaligus bermain video,” ujar Anto.

Adapun untuk dapur pacunya Reno2 hadir dengan chipset Qualcom Snapdragon 730G, didukung RAM 8GB LPDDR4X dan penyimpanan internal UFS 2.1 sebesar 256GB. Perangkat ini juga dilengkapi dengan NFC dan Bluethooth 5.0. Reno2 memiliki baterai besar 4000 mAh yang dilengkapi dengan pengisian daya cepat, VOOC 3.0, perangkat dapat di isi penuh dalam waktu 80 menit.

Adobe Premiere Rush Akhirnya Tiba di Android

Adobe Premiere Rush resmi diluncurkan pada bulan Oktober tahun lalu. Dibanding Adobe Premiere CC yang ditargetkan untuk kalangan profesional, Premiere Rush lebih bisa merakyat dengan segala kesederhanaannya. Sayangnya ini tidak dibarengi dengan ketersediaannya di salah satu platform paling vital terhadap misinya menjadi aplikasi edit video mainstream, yaitu Android.

Beruntung Adobe bergerak cepat. Setelah lebih dulu hadir di iOS, Premiere Rush akhirnya datang juga ke Android. Namun lagi-lagi masih ada yang membuat kecewa; perangkat yang kompatibel sangatlah terbatas, spesifiknya sebagai berikut:

  • Samsung Galaxy S10/S10+, S10e, S9/S9+, Note 9, Note 8
  • Google Pixel 3/3XL, 2/2XL
  • OnePlus 6T

Di mana OnePlus 7 dan OnePlus 7 Pro? Pastinya tinggal menunggu waktu kalau kedua itu, mengingat spesifikasinya berada di atas OnePlus 6T. Yang masih misterius adalah Google Pixel 3a dan Pixel 3a XL, namun dugaan saya dukungan atas ponsel tersebut masih harus menunggu lebih lama selagi ponsel-ponsel kelas flagship yang belum kebagian jatah diprioritaskan terlebih dulu.

Terlepas dari itu, setidaknya sekarang para kreator konten yang menggunakan salah satu dari perangkat di atas sudah bisa menikmati fitur-fitur menarik yang ditawarkan Premiere Rush. Dari kacamata sederhana, premis yang ditawarkan Rush adalah bagaimana kreator dapat merekam, menyunting sekaligus mengunggah video karyanya dengan cepat dan efisien.

Adobe Premiere Rush bukanlah aplikasi gratis, tapi Anda punya opsi untuk mencobanya secara cuma-cuma dengan memilih Starter Plan. Selama mencoba, Anda bebas menciptakan sebanyak mungkin proyek, akan tetapi yang bisa di-export hanya tiga saja, dan kapasitas cloud storage yang tersedia juga dibatasi di angka 2 GB saja.

Kalau memang sudah cocok, konsumen bisa berlangganan Premiere Rush Plan seharga $10 per bulan. Benefit-nya mencakup jumlah export tidak terbatas sekaligus kapasitas cloud storage sebesar 100 GB (bisa ditambah lagi sampai 10 TB, tergantung budget).

Sumber: SlashGear.

Canon Luncurkan Empat Camcorder Profesional Seri XA, dengan Perekam Video 4K dan 5-axis OIS

Canon telah meluncurkan empat camcorder profesional seri XA dengan kemampuan perekaman video 4K pada 25/30p, yaitu XA55, XA50, XA45, dan XA40. Keempatnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para videografer profesional dan telah dibekali sistem 5-axis Intelligent Optical Image Stabilization.

Pada dasarnya camcorder Canon XA50 dan XA55 adalah kamera yang sama, bedanya terletak pada penambahan HD-SDI (3G-SDI di Eropa) di XA55. Keduanya menggunakan sensor CMOS tipe 1 inci dan dilengkapi sistem Dual Pixel AF andalan Canon.

Canon XA55
Canon XA55
Canon XA50
Canon XA50

Baik Canon XA50 maupun XA55 menawarkan fitur zoom sebanyak 15x dengan lensa kisaran focal length setara 25.5-382.5mm di sistem full frame. Mereka juga memiliki mode Wide Dynamic Range Gamma yang akan meningkatkan dynamic range hingga 800 persen untuk mendapat detail pada area yang di-highlight dan guna menghasilkan warna yang lebih akurat.

Canon XA45
Canon XA45
Canon XA40
Canon XA40

Beralih ke Canon XA45 dan XA40, mereka menggunakan sensor berukuran lebih kecil yakni 1/2.84 inci dan menawarkan kemampuan zoom 20x dengan lensa focal lenght 29.3-601mm. Selain mampu merekam video 4K pada 30p, mereka juga menyediakan mode footage HD yang over-sampled.

Satu lagi, Canon juga memperkenalkan camcorder VIXIA/LEGRIA HF G60 4K UHD yang budget-friendly dengan dimensi body lebih compact dan ringan. Kamera ini mengusung sejumlah fitur yang terdapat XA55 dan menggunakan sensor tipe 1 inci, memiliki sistem Dual Pixel AF, dan zoom 15x dengan aperture variable.

Canon VIXIA / LEGRIA HF G60 4K
Canon VIXIA / LEGRIA HF G60 4K

Menurut Canon, camcorder XA55 dan XA45 sangat cocok digunakan untuk news reporting dan shooting documentary. Sedangkan, XA50 dan XA40 lebih ditujukan untuk sekolah broadcasting, agen pemerintah, dan perusahaan corporate. Lalu, VIXIA HF G60 ditujukan untuk videografer amateur hingga advanced untuk dokumentasi wedding atau proyek film mahasiswa.

Untuk harga dan ketersediaannya di pasar global, XA55 dibanderol US$$2.699, sedangkan XA50 dijual US$2.199 dan akan dikirim pada bulan Juni 2019. Sementara, XA45 dibanderol US$2.199 dan XA40 US$1.699, mereka akan tersedia pada akhir bulan April. Satu lagi, VIXIA/LEGRIA HF G60 dibanderol US$1.699.

Sumber: DPreview

Sony a6400 Usung Peningkatan Performa yang Signifikan dan Ideal untuk Vlogger

Setelah hampir tiga tahun, Sony a6300 akhirnya punya penerus. Sony baru saja memperkenalkan a6400 sebagai model flagship pada lini kamera mirrorless APS-C miliknya. Dilihat dari kulit luarnya, kamera ini seakan tidak membawa pembaruan apa-apa, sebab memang hampir semua yang baru tersembunyi di dalam.

Sensor yang digunakan pun masih sama, APS-C 24,2 megapixel, akan tetapi prosesor yang mendampinginya sudah diganti dengan generasi teranyar. Kamera ini pada dasarnya mewarisi sejumlah keunggulan Sony a9, utamanya perpaduan 425 titik autofocus phase-detection dan contrast-detection yang diklaim sanggup mengunci fokus dalam waktu 0,02 detik saja.

Sony a6400

Lebih lanjut, a6400 turut dibekali Real-time Eye-AF dan Real-time Tracking yang diyakini mampu meningkatkan performa secara signifikan. Kemampuan menjepret tanpa hentinya pun juga impresif: hingga 11 fps dalam posisi AF/AE tracking aktif dan menggunakan shutter mekanis.

Selebihnya, a6400 sebenarnya tidak jauh berbeda dari a6300, yang terbukti sudah sangat mumpuni baik untuk urusan fotografi maupun videografi. Namun masih ada satu lagi pembaruan yang sangat menarik, yaitu layar sentuh yang bisa dilipat 180° hingga menghadap ke depan, sangat ideal untuk para vlogger.

Sony a6400

Selisih tiga tahun untuk pembaruan semacam ini memang terkesan kurang gereget. Namun kabar baiknya, Sony a6400 justru dibanderol lebih murah ketimbang a6300 saat pertama dirilis: $900 body only, atau $1.000 bersama lensa 16-50mm f/3.5-5.6, dan $1.300 bersama lensa 18-135mm f/3.5-5.6.

Kendati demikian, kehadiran a6400 ini berpotensi membuat bingung konsumen, sebab jauh sebelumnya sudah ada Sony a6500 yang dirilis hanya beberapa bulan setelah a6300. Dari pengamatan saya, a6500 unggul dalam satu aspek dibanding a6400: image stabilization 5-axis, tapi harganya dipatok $1.400 ketika pertama diluncurkan.

Sumber: DPReview.

DJI Osmo Pocket Adalah Kamera 4K Mungil yang Duduk di Atas Gimbal 3-Axis

Lahir sebagai kamera handheld yang duduk di atas gimbal, DJI Osmo pada akhirnya berevolusi menjadi gimbal untuk smartphone dengan Osmo Mobile. Masing-masing sudah memiliki iterasi yang kedua, namun Osmo kini memilih untuk berevolusi kembali menjadi kamera handheld.

Adalah DJI Osmo Pocket yang menjadi evolusi terbarunya. Wujudnya bahkan lebih kecil lagi dari Osmo Mobile maupun Osmo Mobile 2, akan tetapi ia dilengkapi unit kameranya sendiri dengan sensor 1/2,3 inci beresolusi 12 megapixel, sanggup merekam video 4K 60 fps dengan bitrate 100 Mbps.

Untuk perekaman dalam resolusi 1080p, frame rate-nya malah bisa ditingkatkan lagi menjadi 120 fps untuk mengambil adegan slow-motion. Semuanya tanpa melupakan akar Osmo sebagai gimbal 3-axis yang mampu meredam guncangan dengan sangat efektif, sehingga video yang dihasilkannya tetap kelihatan mulus dalam kondisi apapun.

DJI Osmo Pocket

Untuk mengoperasikan Osmo Pocket, tersedia dua buah tombol beserta layar sentuh kecil (1 inci) yang juga merangkap peran sebagai viewfinder. Lewat layar ini juga kita bisa mengaktifkan fitur ActiveTrack dan FaceTrack, yang memungkinkan kamera untuk bergerak dengan sendirinya mengikuti subjek yang dipilih maupun wajah seseorang secara otomatis.

Fitur lain yang tak kalah menarik adalah 3×3 Panorama; kamera akan mengambil total sembilan foto dari angle yang berbeda, kemudian menyatukannya menjadi satu gambar panoramik beresolusi tinggi. Timelapse dan Motionlapse juga tersedia, demikian pula FPV Mode untuk mengikuti perspektif sang pengguna; ikut miring ketika posisi tubuh pengguna sedang miring.

DJI Osmo Pocket

Andai layar tersebut terlampau kecil buat Anda, Osmo Pocket masih menyimpan jurus lain: di antara layar dan sepasang tombolnya, ada dongle kecil yang bisa dilepas, dibalik, lalu disambungkan langsung ke smartphone. Lalu dengan bantuan aplikasi DJI Mimo, ponsel Anda pun bisa difungsikan menjadi panel kontrol yang lebih kapabel.

DJI tidak lupa membekali Osmo Pocket dengan seabrek aksesori, di samping kompatiblitasnya dengan beragam aksesori action cam. Casing anti air pun tidak dilupakan, sehingga pengguna bisa membawa Osmo Pocket menyelam sampai kedalaman 60 meter dan mengabadikan keindahan bawah laut.

Gerbang pre-order DJI Osmo Pocket saat ini sudah dibuka. Harganya dipatok $349, dan pemasarannya akan berlangsung mulai bulan Desember nanti.

Sumber: DPReview.

Bereksperimen dengan Dua Canon EOS 5DS, Storm Chaser Hasilkan Video Timelapse Beresolusi 16K

Coba Anda putar salah satu video 8K di YouTube, lalu pilih opsi resolusi tertingginya: 4320p alias 8K. Saya cukup yakin videonya akan menolak untuk berjalan. Kalaupun internet Anda sedemikian cepat sehingga dapat memutarnya tanpa buffering, kemungkinan besar videonya bakal terlihat patah-patah.

Ini dikarenakan begitu besarnya performa grafis yang dibutuhkan untuk mengolah pixel dalam jumlah luar biasa banyak itu. Maka dari itu, kreator yang menggunakan kamera 8K seperti bikinan RED misalnya sering kali hanya mengincar detail dan fleksibilitas ekstra ketika hasil akhirnya dikonversi menjadi 4K.

Singkat cerita, 8K mustahil bakal menjadi mainstream dalam waktu dekat. Namun hal itu tidak mencegah seorang storm chaser bernama Martin Lisius untuk bereksperimen, dan pada akhirnya mencoba merekam video dalam resolusi 16K. Ya, bahkan YouTube maupun Vimeo yang menjadi tempat videonya diunggah pun belum mampu menampilkannya dalam resolusi sebenarnya.

Kamera yang sanggup merekam video 16K belum eksis, akan tetapi Martin tidak kehabisan akal. Ia menjejerkan dua Canon EOS 5DS, kamera full-frame dengan sensor 50 megapixel, di atas sebuah tripod dengan dudukan khusus, lalu memosisikannya secara presisi agar hasilnya bisa di-stitch menjadi satu gambar super lebar, dengan jumlah pixel yang luar biasa banyak.

Prairie Wind 16K

Hasil stitching-nya adalah foto berukuran 15.985 x 5.792 pixel. Foto-foto ini kemudian digabung lagi menjadi video timelapse, dan prosesnya jelas sangat memakan waktu. 700 foto yang digabung menjadi klip berdurasi 23 detik memakan waktu pengerjaan sekitar dua hari.

Sama seperti fleksibilitas penyuntingan yang ditawarkan rekaman 8K yang diedit menjadi 4K, rekaman 16K pun juga demikian ketika diedit menjadi video 8K berdasarkan pengakuan Martin. Detail ekstra menurutnya juga kelihatan pada hasil akhir video beresolusi 8K-nya.

Seperti yang saya bilang, videonya masih belum bisa kita tonton dalam resolusi penuh 16K. Di Vimeo, videonya dapat diputar dalam resolusi 8K, tapi di YouTube rupanya hanya dalam resolusi full-HD saja.

Sumber: Digital Trends.

Lume Cube Air Adalah Solusi Lighting Portable bagi Kreator Konten

Membeli kamera baru adalah cara termudah untuk meningkatkan kualitas foto atau video yang dihasilkan oleh seorang kreator konten, tapi juga sekaligus cara yang termahal. Alternatifnya, para kreator bisa mencoba berbenah dalam hal lighting, sebab sering kali yang salah sebenarnya bukanlah kamera yang digunakan, melainkan kondisi pencahayaan pada saat pengambilan gambar.

Sebagian besar mungkin tidak membutuhkan perlengkapan lighting profesional yang harganya mencapai jutaan. Mereka mungkin hanya sebatas butuh sumber cahaya tambahan yang fleksibel dan bisa disesuaikan dengan gaya bekerja mereka masing-masing. Kalau itu yang dicari, mungkin perangkat bernama Lume Cube Air ini bisa dilirik.

Perangkat ini pada dasarnya merupakan sebuah kubus kecil berisi lampu LED. Dari jarak 1 meter, lampunya bisa menyala dengan tingkat kecerahan 400 lumen, sedangkan suhu warnanya berada di kisaran 5700K. Tentu saja tingkat kecerahannya ini bisa diatur sesuai kebutuhan.

Lume Cube Air

Pengoperasiannya mengandalkan aplikasi Android atau iOS yang menyambung via Bluetooth, tapi yang menarik adalah bagaimana pengguna bisa menghubungkan beberapa unit Lume Cube Air sekaligus, ibarat memiliki studio mini yang dapat dibawa ke mana-mana.

Semini apa memangnya? Dimensi Lume Cube Air hanyalah 41 x 41 x 29 mm, dengan bobot sekitar 57 gram. Menggunakannya di kala hujan bukan masalah mengingat ia tahan air sampai kedalaman 10 meter. Bagian belakangnya dilengkapi magnet sehingga ia mudah sekali dipasangkan ke permukaan logam, namun dudukan tripod standar juga tersedia bila diperlukan.

Charging-nya mengandalkan micro USB, tapi sayang pengembangnya tidak menyebutkan seberapa lama Lume Cube Air bisa bertahan dalam satu kali pengisian. Saat ini ia telah dipasarkan seharga $70, dan paket penjualannya mencakup diffuser berwarna putih maupun oranye.

Sumber: DPReview.

Atomos Ninja V Adalah External Recorder 4K untuk Kamera Mirrorless Maupun Xbox One X

Produsen external recorder asal Australia, Atomos, baru saja merilis produk yang cukup menarik. Namanya Atomos Ninja V, dan ia tak hanya memikat bagi kalangan videografer saja, tapi juga buat para gamer.

Sebelum membahas soal perannya di dunia gaming, mari menyoroti keunggulan utamanya yang menyangkut portabilitas. Dimensinya yang ringkas – tebalnya cuma 2,5 cm, dengan bobot 320 gram – membuatnya ideal digunakan bersama kamera DSLR maupun mirrorless, akan tetapi di saat yang sama masih menawarkan kemudahan memonitor sesi perekaman berkat layar 5,2 inci beresolusi full-HD.

Atomos Ninja V

Layarnya sendiri cukup istimewa karena telah mendukung HDR, dengan tingkat kecerahan mencapai 1.000 nit dan lapisan anti-reflektif. Pengguna bisa memakainya untuk merekam video 4K 60 fps 10-bit, baik dalam format Apple ProRes atau Avid DNxHR. Semuanya hanya memerlukan satu sambungan HDMI 2.0 ke kamera.

Fitur-fiturnya tidak kalah lengkap jika dibanding produk Atomos lainnya, dan yang pasti bakal memudahkan pengguna dalam memonitor berbagai parameter perekaman, termasuk halnya menampilkan hingga 10+ stop dynamic range secara real-time ketika merekam dalam format Log/PQ/HLG.

Atomos Ninja V

Namun seperti yang saya katakan, Ninja V juga menarik buat para gamer yang hendak merekam sesi bermainnya. Output 4K 60 fps dan dalam format HDR bisa dihasilkan selama PC atau console Anda mendukung. Ia sejatinya merupakan pendamping yang ideal untuk Xbox One X.

Atomos Ninja V sekarang sudah tersedia seharga $695. Harganya memang tidak murah, dan lagi ia memang ditujukan buat kalangan profesional, atau gamer berkantong tebal yang sanggup membeli TV HDR.

Sumber: DPReview.

Foxconn dan RED Tertarik Mengembangkan Kamera 8K dengan Harga yang Lebih Terjangkau

Bagi sebagian besar orang, kamera mirrorless buatan Sony atau Panasonic sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan video dengan kualitas jauh di atas kamera smartphone. Namun kalau uang memang bukan masalah, saya yakin kamera-kamera buatan RED yang terkadang bisa seharga mobil mewah bakal menjadi pertimbangan.

Apakah situasinya harus selamanya demikian? Tidak, kalau menurut Foxconn. Baru-baru ini, perusahaan perakit perangkat elektronik itu mengungkap rencananya untuk bekerja sama dengan RED, dengan tujuan untuk menciptakan kamera yang sanggup merekam dalam resolusi 8K, tapi dengan dimensi dan banderol harga sepertiga dari yang ada sekarang.

Kalau kita lihat, kamera 8K ‘termurah’ RED sekarang adalah Epic-W yang mengemas sensor Helium 8K S35. Untuk bodinya saja, konsumen harus merogoh kocek sedalam $29.500. Kalau sepertiganya, berarti kamera baru hasil kolaborasi Foxconn dan RED ini nanti bakal dibanderol kurang lebih sekitar $10.000.

Angka itu memang masih sangat mahal kalau dibandingkan dengan kamera termahal Panasonic sekalipun, yakni Lumix GH5S yang dijual seharga $2.500 untuk bodinya saja. Namun perlu diingat, kemampuan merekam Lumix GH5S ‘hanya’ mentok di 4K, sedangkan yang Foxconn dan RED incar adalah kamera 8K.

Pertanyaan berikutnya, mengapa Foxconn? Jawabannya karena keduanya memang sudah punya hubungan baik selama ini. Foxconn selama ini sudah berjasa merakitkan komponen LSI circuit yang digunakan pada kamera-kamera besutan RED, dan rencana baru ini sejatinya bakal semakin memperdalam kemitraan mereka.

Tidak ada sama sekali yang menyinggung soal waktu maupun jadwal perilisan di sini. Realisasinya mungkin masih membutuhkan beberapa tahun, dan mungkin ketika sudah siap, Sony dan Panasonic juga sudah menyiapkan kamera mirrorless yang sanggup merekam video 8K.

Sumber: DPReview dan EOSHD. Gambar header: Jakob Owens via Unsplash.