Rilis Tampilan Baru, DANA Komitmen Tingkatkan Pengalaman Pengguna

Diinisiasi oleh komitmen DANA terhadap kehadiran teknologi finansial yang semakin esensial dalam membawa perubahan yang progresif di masyarakat, DANA memperkenalkan tampilan baru DANA versi 2.0 pada acara DANA Tech Talk yang bertajuk “Gold Recipe in Building Experience to Tens of Millions Users” pada Jumat, 27 Agustus lalu.

Acara yang didukung oleh DailySocial.id ini tak hanya mengupas berbagai terobosan baru, DANA juga berkesempatan membahas berbagai perkembangan teknologi yang mampu berdampak luas untuk memperkaya pengalaman pengguna hingga peningkatan literasi keuangan digital.

Gagasan ini dibangkitkan oleh literasi keuangan atau pengetahuan dan keyakinan dalam melakukan pengelolaan keuangan yang masih rendah. Sehingga, memunculkan keraguan pada masyarakat untuk beralih ke transaksi nontunai. Dalam survei nasional literasi dan inklusi keuangan ketiga yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2019 menunjukan bahwa, indeks literasi keuangan baru mencapai 38,03% dan indeks akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan (inklusi keuangan) sebesar 76,19%, artinya ini masih menjadi disparitas yang cukup signifikan antara literasi dan inklusi keuangan.

Prakarsa ini juga diinisiasi oleh situasi pandemi Covid-19 yang tak berkesudahan. Pandemi mendorong pergeseran masyarakat dalam memanfaatkan layanan berbasis digital untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Salah satunya adalah pemanfaatan layanan dompet digital yang terus bertumbuh secara signifikan di era pandemi.

Laporan e-Conomy SEA 2020 dalam Fintech Report 2020 oleh DailySocial.id mengemukakan, Indonesia mampu meraih US$44 Miliar Gross Merchandise Value (GMV) hasil kontribusi dari eCommerce, on-demand services, online travel, dan sektor fintech. Menurut analis, pandemi Covid-19 telah mengakselerasi pertumbuhan fintech di berbagai area. Subsektor yang mengalami pertumbuhan termasuk investasi (116%), remitansi (43%), asuransi (30%), pembayaran digital (3%), dan layanan pinjaman (<1%).

DANA yang menjadi salah satu pemain di layanan pembayaran digital pun seiring dengan teknologi yang maju dan kebutuhan pengguna, berevolusi lebih dari sekadar dompet digital. DANA telah menjelma menjadi lifestyle digital wallet yang terintegrasi dengan kehidupan keseharian penggunanya.

DANA sebagai penyedia layanan keuangan digital terus berupaya untuk menghubungkan dan memahami basis penggunaannya agar manfaat teknologi yang dihasilkan semakin inklusif dan bernilai bagi pengalaman bertransaksi. Salah satu wujud itu dibuktikan dengan pembaruan tampilan UI/UX yang optimal.

Seperti yang dipaparkan oleh Chief Technology Officer DANA Indonesia, Norman Sasono. “Hal pertama yang akan dipikirkan DANA adalah menyajikan manfaat yang besar bagi pengguna. Ini semua tentang di mana kita membawa customer ke situasi yang lebih baik dengan menggunakan teknologi,” paparnya.

Tampilan teranyar DANA itu menawarkan pengalaman pengguna yang dipersonalisasi sehingga memudahkan hampir segala aspek kehidupan pengguna. Adapun berbagai pembaharuan yang sudah bisa dinikmati pengguna sejak 17 Agustus lalu adalah adanya perubahan fitur yang semakin ramah pemakaian kepada setiap pengguna, fitur limitasi untuk mengatur pengeluaran harian, fitur DANA Statement yang kini bisa ditambahkan dengan widget di iOS sehingga pengguna dapat dengan cepat melihat keseluruhan pengeluaran mereka tanpa harus masuk ke aplikasi, dan fitur terakhir adalah adanya Smart Pay yang dapat merekomendasikan pembayaran alternatif bila saldo DANA tidak mencukupi.

Senada dengan ini, CEO dan Co-Founder DANA Indonesia, Vincent Iswara mengatakan, dalam merespon kebutuhan pengguna, keamanan dan kenyamanan menjadi aspek utama dalam setiap rencana pengembangan DANA.

“Secara progresif DANA mengutamakan keamanan bertransaksi dan solusi keuangan yang terintegrasi dengan teknologi pintar yang memudahkan pengguna dalam bertransaksi. Berbagai penyesuaian terus DANA lakukan termasuk mengubah tampilan agar lebih nyaman mengakomodir berbagai kebutuhan pengguna,” ujar Vincent.

Tampilan baru sebuah aplikasi bukan hanya sekadar memikirkan desain yang menarik, lebih jauh dari itu, yang terpenting adalah bagaimana aplikasi layanan tersebut mampu mempertemukan solusi yang dibutuhkan oleh pengguna.

Sehingga, harapannya evolusi yang dilakukan DANA dengan DANA v.2.0 ini mampu mengakselerasi teknologi yang semakin inklusif untuk semua masyarakat dan membawa perubahan yang progresif dalam memudahkan berbagai aktivitas hingga memberdayakan masyarakat ke kehidupan yang lebih baik.

***

Advertorial ini didukung oleh DANA Indonesia

Luncurkan Pembaruan, Aplikasi DANA 2.0 Tingkatkan Personalisasi Pengguna

Bertujuan untuk memberikan kemudahan dan personalisasi kepada pengguna, DANA melakukan pembaruan pada aplikasinya. Dalam acara Tech Talk yang digelar perusahaan, Co-Founder & CEO Vince Iswara menyebutkan, DANA 2.0 yang diluncurkan merupakan bentuk keseriusan mereka dalam menjawab tantangan yang ada di masyarakat.

“Inovasi teknologi, termasuk UI/UX, akan terus kami lakukan secara konsisten dan senantiasa menjadi fokus dalam pengembangan dompet digital DANA demi pengalaman bertransaksi yang terbaik untuk para pengguna.”

Tampilan antarmuka dalam versi teranyar ini diklaim menjadi lebih bersih dengan sajian informasi kontekstual yang lebih baik untuk setiap komponen. Misalnya kemunculan informasi aktivitas pengguna; menu ‘Hanya Untukmu’ untuk mengecek langsung kode referral, voucher, dan lainnya; hingga fitur DANA Protection.

Mereka juga menyederhanakan langkah-langkah dalam fitur Kirim Uang. Pengguna kini dapat dengan mudah memanfaatkan kolom pencarian untuk transfer yang lebih praktis. Selain itu, pada tampilan barunya juga memajang deretan tujuan transaksi yang terakhir dilakukan.

Kedua pilihan ini menjadi jalan pintas bagi pengguna untuk mempercepat transfer pada tujuan yang sama baik sesama pengguna ataupun rekening bank. Selain itu DANA juga memperbarui fitur DANA Statement dengan menambahkan widget di iOS.

Dihadirkan pula fitur Daily Limit yang memungkinkan pengguna mengatur batas pembelanjaan harian untuk setiap kartu sehingga penggunaan makin terkontrol dan terkendali. DANA juga menambahkan lapisan keamanan ekstra untuk kartu pengguna. Melalui fitur Smart Pay, membantu memberikan rekomendasi metode pembayaran terbaik untuk pengguna. Dengan demikian, pengguna tidak perlu khawatir apabila saldo tidak mencukupi untuk bertransaksi.

Perluas edukasi pengguna

Webinar Dana Tech Talk / Dana

Meskipun saat ini DANA telah memiliki sekitar 80 juta pengguna, namun demikian masih besarnya potensi untuk menjangkau pengguna baru menjadi fokus. Dalam hal ini cara paling efektif yang dilakukan adalah terus memberikan edukasi secara online dalam aplikasi. Untuk membuat tampilan informasi menjadi lebih menarik, DANA juga menyuguhkan format infografik yang diklaim lebih menarik untuk dinikmati.

Menurut CTO Dana Norman Sasono, salah satu cara untuk bisa menjangkau lebih banyak pengguna baru adalah menghadirkan UI/UX yang user friendly dan mengedepankan personalisasi. Disinggung apakah ke depannya DANA akan bertransformasi menjadi super app, Norman menegaskan saat ini fokus Dana adalah meningkatkan fitur-fitur yang menjadi unggulan.

Sejak diluncurkan hingga saat ini fitur Kirim Uang menjadi pilihan banyak pengguna. Melalui pembaruan aplikasi DANA 2.0, fitur tersebut ditingkatkan lagi fungsinya untuk mempermudah semua pengguna Dana.

Menurut Head of UX & Design DANA Den Widhana, cara paling efektif untuk memberikan pengalaman UI/UX terbaik adalah dengan memanfaatkan data dan statistik sebagai navigator dan juga UI/UX method yang kemudian dikustomisasi menyesuaikan tujuan dan objektivitas masing-masing produk.

Layanan pembayaran mobile

Menurut laporan “Mobile Wallets Report 2021” yang dirilis Boku, hingga tahun 2020 ada sekitar 63,6 juta pengguna layanan mobile wallet di Indonesia dan diproyeksikan bisa tembus di angka 202 juta pada 2025 mendatang. Nilai transaksinya pun fantastis, sudah mencapai $28 miliar pada tahun 2020 dengan 1,7 miliar volume transaksi.

Didasarkan pada market share, dari total pemain yang ada, laporan tersebut juga menyoroti pemain yang masuk 5 besar, meliputi OVO (38,2%), ShopeePay (15,6%), LinkAja (13,9%), Gopay (13,2%), dan DANA (12,2%).

Pangsa pasar mobile wallet di Indonesia / Boku Report
Pangsa pasar mobile wallet di Indonesia / Boku Report

Kondisi tersebut membuat peneliti menyimpulkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan mobile payment paling cepat di dunia. Namun demikian, fragmentasi pasar masih menjadi tantangan terbesar.

Application Information Will Show Up Here

Sejumlah Startup Masih Terus Kembangkan Fitur Uang Elektronik “Closed Loop”

Meskipun sempat menjadi polemik, eksistensi uang elektronik berkonsep closed loop tetap berkembang , khususnya di antara startup non-finansial. Dengan konsep closed loop, uang elektronik (biasanya berbentuk kredit) bisa digunakan untuk bertransaksi di dalam platform (internal) saja dan memiliki nominal dana kelolaan dengan limitasi tertentu.

Menurut CEO Dana Vincent Iswara, salah satu platform uang elektronik (open loop) terdepan di Indonesia, perkembangan platform uang elektronik closed loop ini bisa dianggap sebagai hal positif. Salah satunya adalah semakin terbiasanya konsumen berbelanja secara digital.

“Konsep transaksi digital yang makin banyak diadopsi oleh masyarakat ini menjadi pertanda bahwa masyarakat tidak lagi resisten dengan transaksi nontunai. Kecenderungan mereka untuk memiliki lebih dari satu aplikasi dalam ponsel mereka pun harus disambut dengan baik, dengan begitu kita bisa sama-sama melihat kemampuan mereka beradaptasi,” kata Vincent.

Potensi platform berbasis closed loop

Salah satu platform yang mengembangkan konsep closed loop ini adalah Strongbee melalui Strongbee Credit. Menurut Founder Strongbee Farah Suraputra, sejak diluncurkan bulan Juli 2020 lalu, saat ini penggunaan Strongbee Credit komposisinya 50-50% dibandingkan dengan pilihan pembayaran lainnya.

Strongbee mengembangkan fitur Credit untuk mempermudah pengguna bertransaksi di dalam aplikasi. Fitur ini sangat mendukung promosi-promosi perusahaan, misalnya in-app purchase yang lebih murah jika menggunakan Strongbee Credit dibanding metode pembayaran lainnya.

“Sampai saat ini Strongbee Credit hanya bisa digunakan untuk transaksi booking di aplikasi Strongbee. Strongbee Credit itu bukan berupa dompet digital karena Strongbee Credit tidak bisa diuangkan. Bentuknya juga closed loop, hanya bisa untuk pembayaran dari pelanggan ke kita dan bukan untuk pembayaran dari kita ke partner,” kata Farah.

Sementara menurut CEO D-Laundry Ridhwan Basalamah, D-Pay, yang sebelumnya bernama D-Wallet, digunakan untuk mengisi D-Laundry Coin.

“[..] D-Pay yang sudah terhubung ke berbagai bank, fintech, dan instansi layanan masyarakat sehingga pengguna D-Laundry memiliki banyak pilihan untuk melakukan pengisian D-laundry Coin,” kata Ridhwan.

D-Pay disebut dirancang untuk melengkapi ekosistem yang sudah ada. Selain bekerja sama dengan platform pembayaran yang sudah ada, D-Pay berkomitmen merambah kolaborasi ke berbagai instansi untuk memudahkan konsumen menggunakan layanan ini.

Sementara semenjak diluncurkan Oktober 2018 lalu, perkembangan Ralali Wallet diklaim mendapatkan feedback positif. Sampai Q3 2020 terdapat lebih dari 200 ribu pengguna Ralali yang sudah mengaktifkan fitur ini. Kontribusi metode pembayaran melalui wallet ini rata-rata 30,13% dari jumlah transaksi setiap bulannya. Angka ini yang mendorong pihak internal untuk melakukan banyak pembaruan fitur.

“Pada awal peluncuran Wallet, fitur ini [..] sesuai visi untuk memberikan solusi untuk market B2B di Indonesia khususnya di area financial business. Fitur ini bisa memudahkan Ralali users untuk melakukan pembayaran order pesanan mereka secara cepat dan terintegrasi. Akun wallet ini juga bisa menjadi wadah untuk menerima cashback promo untuk loyal user Ralali,” kata CTO Ralali Irwan Suryady.

Ralali melihat aspek finansial adalah salah satu hal fundamental di pasar B2B. Ralali Wallet berencana memperkuat KYC dan KYB pengguna dengan standarisasi yang berlaku. Ralali Wallet akan menjadi wadah disbursement untuk pilihan pembayaran paylater yang terkoneksi dengan beberapa mitra fintech.

Regulasi

Saat ini D-Pay sudah memiliki lisensi dari Bank Indonesia sehingga mempermudah D-Laundry memperluas fungsi uang elektronik closed loop ini untuk

“Ekspansi kami baru dimulai pada awal tahun 2020 ini sejak diluncurkannya fitur pembayaran cashless, yang sebelumnya [..] hanya bisa melakukan pembayaran secara tunai. Tahun ini, kami mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia untuk D-Pay dan diterapkan kepada seluruh produk dan layanan kami,” kata Ridhwan.

Sementara Strongbee belum berniat mendaftarkan fitur miliknya ke regulator.

“Fungsi dari dompet itu sendiri untuk setiap dana yang diisikan hanya bisa dipakai untuk booking atau pemesanan saja. Sehingga setiap transaksi akan jadi lebih mudah, lebih ringkas, dan instan dibandingkan pembayaran menggunakan payment method lainnya. Pengguna pun bisa menikmati tambahan dana, senilai 40% dari nilai yang dibayarkan,” kata Farah.

Gandeng Pluang, Dana Tambah Fitur Investasi Emas di Aplikasi

Dana menjadi pemain uang elektronik berikutnya yang merilis fitur investasi emas digital di dalam aplikasinya dengan fitur Dana eMas. Pluang menjadi mitra penyedia untuk fitur tersebut — sebelumnya juga bermitra dengan Gojek untuk merilis GoInvestasi.

Dituliskan dalam keterangan resminya, pandemi telah menciptakan ketidakpastian di pasar modal dan keuangan yang menyebabkan aset-aset investasi bereksiko tinggi berguguran. Para investor kemudian menata ulang portofolio investasinya dengan menempatkan uangnya pada instrumen safe-haven, salah satunya emas.

Secara historikal pun, harga emas dunia terus menanjak dan terus mencetak rekor baru. Di pasar lokal, harga emas Antam sepanjang tahun ini (year-to-date) naik lebih dari 30%.

“Di tengah kondisi ketidakpastian akibat pandemi Covid-19, kami melihat masyarakat mulai mengurangi pengeluaran yang tidak perlu dan memilih untuk berinvestasi jangka panjang dengan membeli emas. Melalui fitur Dana eMas yang ada di aplikasi Dana, pengguna kini dapat memulai investasi emas secara online dengan praktis,” kata Co-Founder dan CEO Dana Vincent Iswara, Jumat (7/8).

Fitur ini, lanjut Vincent, diperuntukkan bagi pemilik akun Dana Premium. Untuk mulai membeli emas, pengguna dapat memilih mulai dari 0,01 gram atau kurang dari Rp10 ribu secara langsung tanpa biaya. Selain transaksi emas jual dan beli, pengguna bisa membeli emas dengan program cicilan dari 3-24 bulan.

Co-Founder Pluang Claudia Kolonas mengatakan bahwa kedua perusahaan percaya bahwa kunci pemberdayaan adalah menciptakan produk yang tidak terlalu mengintimidasi dan membangun keyakinan bahwa produk keuangan yang baik dapat dinikmati oleh siapa pun, bukan hanya segelintir orang saja.

“[..] Semua orang berhak untuk mempunyai tabungan demi masa depan yang lebih cerah. Kerja sama Pluang dengan Dana meluncurkan Dana eMas bertujuan untuk membantu kami memenuhi visi dan misi tersebut,” ucap Claudia.

Perlu dicatat, fitur ini belum menyediakan emas fisik saat penarikan atau penjualan dari portofolio pengguna Dana. Namun, pihak Pluang memastikan bahwa investasi ini aman karena perusahaan ada di bawah PT PG Berjangka yang sudah terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Emas nasabah sepenuhnya disimpan dan dijamin oleh Kliring Berjangka Indonesia (KBI). “Dengan begitu, semua transaksi yang terjadi tidak hanya tercatat dalam aplikasi, tapi juga tercatat di badan pemerintah yang berwenang dan fisik emas disimpan dan dijamin oleh KBI yang statusnya BUMN,” tandas Vincent.

Paling banyak pemain

Emas merupakan salah satu komoditas tertua di dunia dan investasi safe haven. Sejumlah kelebihan ini akhirnya membuat pamor investasi emas tergolong tinggi dan familiar di telinga orang Indonesia. Oleh karenanya, investasi emas sering kali menjadi gerbang awal untuk menjaring investor baru terjun ke instrumen investasi lainnya.

Adapun, aplikasi yang sejauh ini hanya menyediakan investasi emas selain Pluang, ada Tamasia, E-mas, Lakuemas, IndoGold, Treasury, dan Pegadaian. Semua pemain ini menawarkan kemudahan membeli dan menjual emas secara digital. Pemain tersebut akhirnya digaet oleh pemain digital lainnya. Misalnya ada Bareksa, Tanamduit, Tokopedia, Bukalapak, dan Gojek.

Berkat kemitraan tersebut, total kontribusi pembelian emas secara online mencapai 10% dari transaksi secara nasional. Kontribusinya turut dipicu oleh dampak pandemi, menurut laporan dari The Ken.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Dana Introduces Home Shopping Feature, Adjusting to the Pandemic Situation

Dana digital payment platform has introduced a home shopping service that allows users to shop for goods, food and beverages from merchants through the application. Furthermore, the order will be delivered directly to the designated address. This service is one of the initiatives in response to physical distancing and PSBB policies that directly impact sellers or merchants.

“One of the most impacted by the pandemic is the food and beverage industry which experienced a very significant decrease in income in almost all locations in Indonesia. Affected parties are include the public as consumers, as well as business people ranging from micro-scale to large scale retail entrepreneurs,” Dana‘s Co-Founder & CEO, Vincent Iswara said.

This feature is designed to connect sellers or merchants with users through WhatsApp instant messaging services. Furthermore, consumers can directly order goods or food from merchants and continue payment transactions using the QRIS Fund.

Some available merchants in the system include Martha Tilaar Shop, Senopati Pharmacy, Bengawan Solo Coffee, Burgreens, Le Viet, Dailybox, Genki Sushi, Momoiro, Bariuma Ramen, Steak 21, Roti O, and several others. DANA also promises to continue improving the list of merchant partners available on this feature.

DANA Home Shopping
Dna Home Shopping

Adjusting to the pandemic situation

What Dana did was a form of business adjustment amid the pandemic. The home shopping feature will not only have an impact on users and merchants, but also the overall Dana service ecosystem.

In Singapore, Google Pay does the same thing. The “Menu Discovery” feature, which is present exclusively in Singapore’s Google Pay, offering a list of merchants selling food stalls available for orders to users.

The strategy of digital payment developers is said to be a realistic strategy. As one of the large-scale e-money users in Indonesia, DANA has not been integrated with the delivery service, while the other two players, Ovo and Gopay have been integrated with GrabFood and GoFood.

Ovo and Cashbac have launched similar innovation amid this pandemic. They offer options for users to do shoping from home. In fact, they didn’t launch exclusive features, only connect users with merchants through digital channels, both communication and payment.

Pandemic will have an impact on many things, including conditions that are often referred to as the new normal. Business reactions or innovations such as DANA may be one of many other forms of adjustment, the objective is to maintain the stability of the current business ecosystem.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dana Luncurkan Fitur “Home Shopping”, Upaya Penyesuaian di Tengah Pandemi

Platform pembayaran digital Dana meluncurkan layanan home shopping, memungkinkan pengguna berbelanja barang, makanan dan minuman dari merchant melalui aplikasi. Selanjutnya pesanan akan diantarkan langsung ke alamat tujuan. Layanan ini merupakan salah satu inisiatif menanggapi kebijakan physical distancing dan PSBB yang berdampak langsung bagi para penjual atau merchant.

“Salah satu yang paling terdampak oleh pandemi adalah industri makanan dan minuman yang mengalami penurunan pendapatan sangat signifikan hampir di seluruh lokasi di Indonesia. Mereka yang terdampak adalah masyarakat sebagai konsumen, serta para pelaku usaha mulai dari skala mikro hingga pengusaha ritel berskala besar,” terang Co-Founder & CEO Dana Vincent Iswara.

Fitur ini didesain untuk bisa menghubungkan para penjual atau merchant dengan pengguna melalui layanan pesan instan WhatsApp. Selanjutnya konsumen dapat langsung memesan barang atau makanan dari merchant dan melanjutkan transaksi pembayaran menggunakan Dana QRIS.

Adapun beberapa merchant yang sudah tersedia dalam sistem antara lain Martha Tilaar Shop, Apotek Senopati, Bengawan Solo Coffee, Burgreens, Le Viet, Dailybox, Genki Sushi, Momoiro, Bariuma Ramen, Steak 21, Roti O, dan beberapa lainnya. Pihak DANA juga menjanjikan akan terus menambah daftar mitra merchant yang ada pada fitur ini.

DANA Home Shopping
DANA Home Shopping

Menyesuaikan diri menghadapi pandemi

Apa yang dilakukan Dana adalah salah satu bentuk penyesuaian bisnis di tengah pandemi. Kehadiran home shopping ini nantinya tidak hanya akan berdampak pada pengguna dan merchant, tetapi juga ekosistem layanan Dana secara keseluruhan.

Di Singapura, Google Pay melakukan hal yang serupa. Fitur “Menu Discovery” yang hadir eksklusif di Google Pay Singapura tersebut menghadirkan daftar merchant yang menjajakan warung makanan yang juga bisa dipilih atau dipesan penggunanya.

Strategi para pengembang pembayaran digital bisa dibilang jadi strategi yang realistis. Sebagai salah satu e-money yang cukup besar penggunanya di Indonesia sebelumnya hanya DANA yang belum terintegrasi dengan layanan pesan antar, sementara dua pemain lainnya, Ovo dan Gopay sudah terintegrasi dengan GrabFood dan GoFood.

Inovasi di tengah pandemi yang serupa juga dilakukan oleh Ovo dan Cashbac. Mereka menghadirkan pilihan bagi pengguna untuk berbelanja dari rumah. Bedanya keduanya tidak menghadirkan fitur eksklusif tetapi hanya menghubungkan pengguna dengan merchant melalui kanal digital, baik komunikasi maupun pembayaran.

Pandemi akan berdampak pada banyak hal, termasuk kondisi yang banyak disebut sebagai new normal. Reaksi atau inovasi bisnis seperti yang Dana ini mungkin adalah satu dari banyak bentuk penyesuaian lainnya, tujuannya tentu untuk tetap menjaga stabilitas ekosistem bisnis yang sudah dibangun selama ini.

Application Information Will Show Up Here

Bagaimana Seharusnya Startup Menerapkan “Bakar Uang”

Kurang dari muncul pemberitaan yang menyebutkan Lippo Group melepas sebagian sahamnya di platform dompet digital Ovo. Salah satu alasan yang diungkapkan adalah ketidakmampuan Lippo Group menyokong kegiatan cash burn rate atau “bakar duit” yang dilakukan secara masif.

Pertimbangan

“Bakar uang” bisa saja dilakukan namun tidak harus dilakukan. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan startup yang baru memulai bisnis dan menggunakan uang yang didapatkan dari investor untuk keperluan bisnis sebelum perusahaan menghasilkan keuntungan. Dari pendanaan yang diperoleh, kebanyakan startup menghabiskan uang yang besar jumlahnya untuk kegiatan tersebut. Alasannya tentu saja beragam, mulai dari akuisisi pengguna, brand awareness hingga keperluan untuk menambah tim hingga memindahkan kantor baru.

Saat ini, ketika banyak layanan e-commerce, penyedia dompet digital, hingga layanan transportasi ride-hailing melakukan kegiatan “bakar uang”, apakah menjadikan kegiatan tersebut wajib untuk dilakukan? Jawabannya tentu saja tidak. Jika pada akhirnya kegiatan ini menjadi rencana startup Anda, ada baiknya untuk melakukan pertimbangan dan kalkulasi akurat sebelum melancarkan kegiatan ini.

Burn rate selalu memiliki anggaran dan perlu dikeluarkan untuk mempercepat pertumbuhan. Ini bisa sepenuhnya dihindari tetapi sebagai hasilnya pertumbuhan akan melambat tetapi tidak berhenti. Jika pertumbuhan berhenti tanpa burn rate maka ada yang salah dengan produk,” kata CEO Dana Vincent Iswara.

Vincent melanjutkan, saat yang tepat untuk melakukan kegiatan ini adalah ketika produk sudah mengalami pertumbuhan sebelum kegiatan “bakar uang” mulai dilakukan. Kemudian saat yang tepat untuk berhenti adalah ketika biaya akuisisi mulai melebih anggaran yang ditentukan.

“Tentunya setiap industri memiliki kalkulasi yang berbeda-beda, tergantung dari customer lifetime value. Intinya adalah burn rate harus lebih rendah nilainya dari customer lifetime value,” kata Vincent.

Menurut Director of GK Plug and Play Indonesia Aaron Nio, kegiatan ini sah-sah saja dilakukan, tergantung pada industri yang disasar. Aturan umum praktis yang baik adalah kegiatan ini paling tidak sudah dipastikan hanya berjalan sekitar 6 bulan saja dan startup memiliki kemampuan untuk bisa bertahan. Dengan demikian ketika adanya perubahan yang terjadi secara drastis, semua bisa diantisipasi sejak awal.

Hal lain yang patut diperhatikan startup ketika ingin melakukan kegiatan bakar uang adalah unit ekonomi bisnis harus masuk akal.

“Saat yang tepat untuk mulai melakukan burn rate adalah ketika startup sudah melewati proses Product Market Fit, telah melakukan penggalangan dana untuk fokus kepada pertumbuhan, dan memiliki obyektif yang jelas serta target yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut.”

Cara menghitung burn rate

Pada dasarnya tidak sulit untuk melakukan kalkulasi burn rate perusahaan. Yang perlu diperhatikan, burn rate dapat dihitung dengan atau tanpa faktor pendapatan dimasukkan ke dalam persamaan. Perhitungan “dengan penghasilan” dapat membantu agar lebih memahami kelayakan jangka panjang dari pengeluaran perusahaan. Skenario “Tanpa penghasilan” adalah perhitungan skenario terburuk yang menunjukkan berapa lama perusahaan mampu bertahan jika semua penghasilan tiba-tiba terputus.

Untuk menghitung rata-rata burn rate bulanan dalam setahun, kurangi uang tunai saat ini dari modal awal Anda, lalu bagi dengan 12. Misalnya, jika perusahaan memiliki $500.000 pada tanggal 1 Januari dan $200.000 pada tanggal 31 Desember:

($500.000 – $200.000) ÷ 12 bulan = burn rate $25.000

“Menurut saya cara tepat melakukan kalkulasi burn rate adalah it’s anywhere you spend your money on, biasanya per bulan. Pengeluaran per bulan berapa, sama dengan kita manage our own financial kali ya. Sebulan habis berapa buat makan, bensin/transport, hiburan, utilitas. So a startup calculate their burn rate based on their monthly expense,” kata Investment Manager Merah Putih Inc Chrisvania Handita Nyssa.

Terlepas dari situasi tersebut saat perusahaan mulai melakukan kegiatan “bakar uang”, pastikan setidaknya kegiatan tersebut dilakukan selama enam bulan. Kurang dari itu bisa jadi perusahaan tidak siap menerima perubahan pendapatan atau pengeluaran yang tidak terduga.

Dengan kata lain, pengeluaran bulanan perusahaan tidak boleh masuk ke modal minimum yang dibutuhkan, agar bisnis tetap berjalan selama enam bulan ke depan.

Pertumbuhan vs profit

Saat ini sudah banyak investor yang memilih untuk fokus ke profit dibandingkan growth. Jika sebelumnya metrik growth menjadi raja, kini tren tersebut sudah mulai beralih ke profit atau margin dan bagaimana perusahaan bisa memperoleh pendapatan positif tanpa harus bergantung kepada kegiatan “bakar uang”.

Menurut Managing Partners Jungle Ventures David Gowdey, langkah tersebut sebaiknya diambil untuk menghindari potensi permasalahan di masa mendatang.

“Sejak awal kita selalu mengajak pendiri startup untuk memikirkan margin atau profit dibandingkan GMV, sehingga rencana dan target dalam jangka panjang sudah bisa ditentukan, bukan hanya prediksi atau target saja. Kita juga melakukan pendekatan yang unik saat mencari startup yang memiliki potensi, yaitu startup yang sedang tidak melakukan penggalangan dana. Mereka yang kami cari,” kata David.

Perusahaan yang meningkatkan pendapatan dengan cepat dan dengan margin kotor yang tinggi seringkali harus berinvestasi lebih banyak dari modal yang mereka miliki ke pertumbuhan.

Ketika perusahaan telah menemukan Product Market Fit, perusahaan akan tumbuh dengan cepat dan kesempatan untuk merebut market share terbuka lebar sebelum persaingan dengan pemain lainnya. Idealnya investasi yang baik dari dana tersebut adalah memperkuat tim engineer, kantor baru (jika memang benar-benar dibutuhkan), dan kegiatan pemasaran.

“Pada akhirnya memang burn rate tidak bisa dihindari, namun jika digunakan secara tepat dan efisien, ke depannya bisa memberikan hasil yang positif untuk perusahaan. Yang paling mengerti bagaimana mengelola kegiatan ini tentu saja pendiri startup dan tim terkait, karena mereka yang paling familiar dengan berbagai kendala dan tantangan yang ditemui. Untuk itu pastikan mengambil keputusan yang tepat, apakah kegiatan ‘bakar uang’ ini perlu dilakukan, untuk keperluan apa atau tidak perlu dilakukan,” kata Chrisvania.

Tanggung jawab pendiri

Menurut Paul Graham dari Y Combinator, penyebab jatuhnya startup adalah kehabisan uang atau keputusan mundur para pendiri. Seringkali keduanya terjadi secara bersamaan.

Hal lain yang wajib diperhatikan startup baru adalah memahami dengan benar pengeluaran perusahaan. Kebanyakan pendirinya tidak mengetahui berapa pengeluaran dan operasional perusahaan, karena fokus pendiri adalah bagaimana perusahaan bisa tumbuh dengan cepat. Pendiri startup wajib memonitor dan melakukan ulasan pengeluaran secara berkala, agar bisa merumuskan langkah tepat saat “bakar uang” tidak perlu dilakukan lagi.

Pendiri startup harus memastikan perusahaannya memiliki neraca yang kuat dan bisnis yang tumbuh dengan baik sehingga memungkinkannya mendapatkan modal lanjutan untuk mendukung kegiatan “bakar uang”.

Yang perlu diingat adalah semakin masif kegiatan “bakar uang” dilakukan, semakin tinggi pengaruh investor terhadap perusahaan jika pada akhirnya mereka mulai kehabisan uang dan tidak memiliki opsi lain.

Potensi Perluasan “Cashless Society” di Indonesia

Sejak tahun 2017 lalu, lebih dari tiga perempat masyarakat Tiongkok menggunakan pembayaran digital dan jumlahnya terus meningkat dengan cepat. Dukungan infrastruktur, teknologi, dan penetrasi internet yang meluas menjadikan negara Tirai Bambu tersebut sebagai cashless society paling terdepan secara global.

Tidak hanya pembayaran nontunai, Tiongkok juga sudah menjadi negara di Asia yang mengalami pertumbuhan paling agresif dalam hal pembayaran peer-to-peer, di mana penggunanya bisa saling melakukan pembayaran menggunakan teks. Menurut laporan Worldpay, hampir dua pertiga penjualan online dan lebih dari sepertiga pembayaran di toko ritel dilakukan melalui operator mobile dompet elektronik terkemuka, termasuk Alipay dan WeChat Pay.

Posisi Indonesia saat ini

Meluasnya cashless society di Tiongkok, yang sudah memasuki kota tier 3 dan 4, menjadi motivasi tersendiri bagi Indonesia, yang memiliki program Strategi Nasional Keuangan Inklusif, untuk mengikuti jejaknya.

Pemerintah berupaya memfasilitasi perluasan kehadiran cashless society dengan dua cara. Pertama perluasan infrastruktur konektivitas hingga ke pelosok melalui peluncuran Palapa Ring, sebuah proyek infrastruktur telekomunikasi di seluruh Indonesia sepanjang 36.000 kilometer.

Dukungan lain adalah peluncuran QR Code Indonesian Standard (QRIS) ke publik. Resmi diterbitkan bulan Agustus 2019 lalu, QRIS yang berlaku per tahun 2020 diharapkan menghadirkan efisiensi lalu lintas transaksi menggunakan uang elektronik dan perangkat digital lain yang mengadopsi kode QR.

Menurut pihak Ovo dan Dana, dua tantangan untuk memperluas adopsi penggunakan layanan nontunai adalah infrastruktur dan edukasi. Hal kedua ini terkait kebiasaan penggunaan uang tunai yang sudah membudaya.

“Mengapa pada akhirnya kita lebih fokus kepada kota-kota di tier 1, karena lokasinya yang lebih luas juga kesiapan masyarakat di kawasan tersebut untuk mulai mengadopsi pembayaran nontunai untuk kebutuhan sehari-hari. Sehingga memudahkan kami untuk menjangkau mereka, meskipun misi kami tentunya bisa hadir secara nasional,” ujar CEO Dana Vincent Iswara.

Sudah stabilnya konektivitas internet yang didukung rutinitas setiap hari yang membutuhkan akses ke skema nontunai menjadikan Jabodetabek paling ideal sebagai pilot project berbagai layanan nontunai.

“Di Ovo sendiri hingga saat ini kami sudah berada di 354 kota termasuk kota-kota di Papua seperti Nabire dan masih banyak lagi. Hal tersebut membuktikan bahwa dengan penyebaran informasi yang merata dan edukasi yang masif, memungkinkan inklusi finansial terjadi di kota-kota tersebut,” kata Managing Director Ovo Harianto Gunawan kepada DailySocial.

CEO Investree Adrian Gunadi berpendapat, “Tantangan untuk bisa menyebarkan adopsi cashless society ke mereka adalah edukasi. Setidaknya untuk tahapan awal edukasi wajib untuk diberikan. Edukasi tersebut bisa dilakukan dengan cara menjalin kerja sama dengan komunitas desa, lembaga keuangan yang mungkin sudah tersebar ke pelosok desa tersebut yang bisa menjadi salah satu kunci keberhasilan perluasan edukasi,”

Ia menambahkan, mulai maraknya startup yang menjangkau pedesaan dan menawarkan pembiayaan dan konsultasi untuk meningkatkan hasil lahan pertanian, paling tidak bisa dimanfaatkan oleh pihak terkait untuk mempelajari data agar semua bisa terukur dengan baik.

“Dengan kehadiran dan strategi yang dilancarkan oleh pemain fintech tentunya akan bisa men-leverage dari infrastruktur tersebut. Tidak hanya kota-kota besar tapi juga pedesaan sehingga ekonomi bisa meningkat sesuai dengan komitmen awal kami sebagai pemain fintech meng-cater masyarakat yang masih underserved dan unbanked dengan tujuan mengakselerasi pertumbuhan,” kata Adrian.

QRIS mendorong cashless society

Bank Indonesia menciptakan QRIS untuk menyederhanakan sistem pembayaran menggunakan QR Code di seluruh Indonesia. QRIS berfungsi mendukung pembayaran melalui aplikasi uang elektronik berbasis server, dompet elektronik, atau mobile banking. Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, QRIS akan menjadi standar QR Code tunggal yang berlaku di seluruh Indonesia.

Adanya QRIS, menurut penyedia layanan dompet digital seperti Ovo dan Dana, dipercaya bisa mempercepat penyebaran cashless society di Indonesia secara merata. Harianto menegaskan, diterbitkannya QRIS secara efisien bisa menjadi leapfrog untuk mempercepat pemerataan inklusi finansial.

Harianto melihat jika semua berjalan secara bersama (perbankan, fintech lending, penyedia dompet digital) dan saling mendukung proses yang ada tentunya bisa terintegrasi. Bukan hanya memudahkan proses, transaksi kode QR dinamis tergolong lebih aman, karena mesin EDC menghasilkan kode QR yang unik. Sementara melalui kode QR statis cenderung riskan.

“Untuk itu saya menyambut baik jika semua kalangan mulai dari perbankan hingga sesama pemain untuk bekerja bersama dan saling melakukan kolaborasi demi terciptanya sinergi dan integrasi yang terpadu. Jika tujuan akhir adalah mempercepat pemerataan inklusi finansial, kolaborasi harus tercipta,” kata Harianto.

Vincent menambahkan, sudah waktunya para pemain untuk tidak melulu fokus ke strategi untuk meraup market share, tetapi lebih ke kerja sama dan tumbuh bersama.

Cashless society di masa mendatang

Dibutuhkan waktu yang cukup lama bagi Tiongkok untuk bisa menjadi negara cashless society terbesar di Asia. Jika kita berandai-andai apakah nantinya Indonesia bisa memasuki fase tersebut, baik Ovo, Dana, maupun Investree melihat potensi yang ada cukup positif.

“Kita lihat saja saat ini Indonesia termasuk yang paling cepat mengadopsi kebiasaan melakukan pembayaran nontunai. Didukung dengan makin seamless-nya teknologi yang ditawarkan oleh kami sebagai penyedia layanan dan berkembangnya ekosistem pendukung, saya melihat bukan tidak mungkin Indonesia akan bisa menjadi negara dengan cashless society yang besar jumlahnya,” kata Harianto.

Hal senada juga diungkapkan Vincent. Menurutnya, dengan teknologi yang relevan dan dukungan pihak perbankan yang melihat penyedia layanan uang elektronik sebagai kolaborator, bisa mempercepat penyebaran cashless society yang lebih merata.

“Pekerjaan rumah yang masih menjadi beban bagi kami adalah bagaimana bisa meyakinkan masyarakat lebih banyak lagi untuk terbiasa melakukan pembayaran secara nontunai. Saya melihat di kota tier 1 dan 2 saja ada beberapa di antara mereka yang masih enggan untuk mengunduh aplikasi Dana untuk melakukan pembayaran secara nontunai, meskipun sudah kami dampingi saat acara-acara offline. Artinya masih ada mindset di antara mereka yang enggan untuk mencoba,” kata Vincent.

Samsung Pay Resmi Gandeng Dana dan GoPay

Setelah sebelumnya diperkenalkan awal tahun 2019, Samsung Pay meresmikan kerja sama strategis dengan Dana dan GoPay untuk pengguna smartphone Samsung di Indonesia. Kepada media, Head of Product Marketing IT and Mobile Samsung Electronics Indonesia Denny Galant mengklaim, kehadiran Samsung Pay sebelumnya telah disambut baik di berbagai negara. Di Indonesia, Samsung Pay menggandeng Dana dan GoPay yang dinilai sudah memiliki positioning yang kuat dan platform dompet elektronik yang populer di Indonesia.

“Tujuan utama kami adalah memberikan kemudahan layanan kepada pengguna. hanya satu akses dan cara cepat dan mudah memanfaatkan camera, proses pembayaran menggunakan Dana dan GoPay bisa melalui smartphone Samsung.”

Semua smartphone Samsung yang diluncurkan tahun 2019 secara otomatis bisa memanfaatkan Samsung Pay secara pre-installed. Untuk seri lainnya juga bisa memanfaatkan Samsung Pay dengan mengunduh aplikasinya, selama versi OS smartphone tersebut adalah Android Pie. Samsung Pay hanya berfungsi sebagai akses, bukan dompet elektronik yang diterbitkan oleh Samsung.

“Kita berupaya untuk memberikan kemudahan kepada pengguna yang saat ini banyak menggunakan aplikasi dompet digital. Berdasarkan riset Kadence Indonesia tahun 2019, sebanyak 57% pengguna smartphone telah memiliki uang elektronik dalam aplikasi maupun kartu fisik,” kata Denny.

Samsung sendiri saat ini mengklaim telah memiliki 70% market share untuk seri premium. Jumlah tersebut bisa dimanfaatkan Dana dan GoPay untuk memperluas layanan sekaligus menambah jumlah pengguna. Untuk saat ini Samsung Pay dengan Dana sudah bisa dinikmati pengguna, sementara untuk GoPay, baru bisa diluncurkan awal tahun 2020 mendatang.

Jaminan keamanan Dana

Pengguna yang ingin menikmati akses akun Dana di Samsung Pay, tidak harus mengunduh aplikasi Dana. Di aplikasi Samsung Pay, integrasi platform Dana sudah lengkap dengan pilihan pembayaran, transfer, dan lainnya.

Pengguna tidak perlu lagi membuka aplikasi Dana jika ingin melakukan pembayaran. Hanya dengan akses camera, QR Code yang diminta untuk proses pembayaran bisa langsung di-scan dan secara otomatis akan terkoneksi dengan akun Dana pengguna.

“Sebagai global player yang telah memiliki jumlah pengguna yang besar, kami melihat kerja sama ini sangat menguntungkan Dana. Sesuai dengan misi dan visi dana memudahkan penyebaran cashless society di Indonesia,” kata CEO Dana Vincent Iswara.

Dari sisi keamanan, Dana menjamin semua proses berlapis telah diterapkan, sehingga para pemilik akun Dana tidak perlu merasa khawatir akan akses terbuka yang terdapat dalam Samsung Pay.

Setelah kerja sama dengan Dana dan GoPay, Samsung Pay juga memiliki rencana untuk menjalin kemitraan dengan platform dompet elektronik lainnya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here