Rakuten Tutup Rakuten Belanja Online di Indonesia (UPDATED)

Rakuten dalam laporan keuangan tahun buku 2015 mengumumkan transformasi bisnis e-commerce dengan wujud Vision 2020. Selain target pencapaian finansial lima tahun mendatang, mereka melakukan fokus ulang terhadap bisnis yang dimiliki, dengan menutup layanan di pasar yang mereka tidak menjadi pemimpin di kawasan Asia Tenggara, yaitu Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Rakuten tetap memiliki kantor regional di Singapura sembari mencari cara lain untuk bertumbuh di pasar Asia Tenggara.

Penutupan Rakuten Belanja Online (RBO), yang berdiri sejak tahun 2011, tidaklah mengejutkan. Selain konflik internal dengan partnernya, raksasa media MNC Group, yang berujung perpisahan bisnis, secara bisnis mereka tidak mampu bersaing di kawasan Asia Tenggara melawan Lazada dan layanan lokal lainnya.

Dibanding Rocket Internet, yang belakangan hadir, RBO bisa dibilang kurang memahami pasar lokal dan terlalu banyak berpegang pada prinsip-prinsip negeri asalnya. Meskipun banyak modifikasi telah dilakukan seiring perjalanan bisnisnya di sini, RBO tetap tak mampu menyandingkan namanya sejajar dengan Lazada, Tokopedia, atau Bukalapak.

Selain bisnis marketplace, Rakuten juga membuka Rakuten University di Indonesia yang memberikan program dukungan bagi usaha kecil dan menengah untuk bisa masuk ke ranah e-commerce.

Rakuten menyatakan akan fokus ke pasar domestik Jepang, Taiwan, kawasan Asia Timur, dan bisnisnya di Amerika Serikat melalui Ebates.

Kami masih menunggu konfirmasi apakah penutupan ini bersifat immediate effect atau ada waktu tenggangnya, terutama berkaitan dengan proses transaksi yang telah terjadi dan bagaimana mereka mengatur segala urusan yang masih tersisa dengan konsumen dan merchant.

Update: Kami mendapat konfirmasi penutupan RBO dilakukan per 1 Maret 2016

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Kembangkan Inisiatif untuk Membantu Meningkatkan Efisiensi Pelayanan Publik (UPDATED)

East Ventures mengumumkan pembentukan unit Creating Shared Value (CSV) di Indonesia untuk mendukung perbaikan kinerja pemerintahan dan pelayanan publik. Sejalan dengan rencana ini, mereka merekrut Pandu Putra, yang pernah terlibat dalam kegiatan Code for Bandung dan Code4Nation untuk menjadi Associate of Civic Project. Salah satu kegiatan unit CSV saat ini adalah mendukung kegiatan komunitas Code4Nation dan mereka terbuka dengan proyek-proyek publik lainnya.

CSV sendiri adalah konsep ekonomi, yang diungkapkan Michael Porter dan Mark Kramer dari Harvard, yang menegaskan bagaimana perusahaan yang membuat proyek CSR bisa menciptakan suatu nilai (tambah) baru.

Managing Director East Ventures Willson Cuaca dalam pernyataannya mengatakan:

“Jelas ada celah antara teknologi dan praktek yang diterapkan startup digital dengan sektor publik. Sebagai sektor komersial yang terus melaju, kami melihat peluang berkontribusi di sektor publik dan kami berharap bisa memperkecil celah [yang ada] dengan sektor privat dengan mengkontribusikan pengetahuan dan membagikan nilai [yang kami miliki]. Hal ini akan membantu mengkatalisasi ekosistem startup jika sektor publik dapat beroperasi seefisien lingkungan startup. Hal ini akan menjadi peluang yang mungkin tidak akan berulang puluhan tahun lagi. Kami sangat senang terlibat di kalangan akar rumput. Dengan hadirnya Pandu, yang masih berkuliah, kami harap ia bisa berkontribusi penuh dalam gerakan seperti Code4Nation. Tujuan yang ia miliki jelas; menjadikan hal ini terwujud.”

Salah satu proyek komunitas yang menjadi role model unit CSV ini adalah bagaimana Kawal Pemilu, sebagai sebuah inovasi teknologi, membantu mengawasi Pemilihan Presiden 2014 menjadi lebih transparan.

Willson kepada DailySocial memastikan bahwa CSV ini akan bersifat jangka panjang dan mereka tidak ada rencana komersial atau mendanai proyek tertentu karena kebanyakan proyeknya akan berhubungan dengan publik atau pemerintahan.

Pandu saat ini bekerja secara penuh waktu, atas inisiatif East Ventures, membantu berbagai proyek, termasuk yang saat ini dijalankan bersama Code4Nation. Unit CSV ini telah menjalin kerja sama dengan sejumlah Kementerian untuk memastikan bagaimana aplikasi dan inisiatif proyek-proyek ini, sebagai bentuk inovasi teknologi, berjalan efektif membantu masyarakat dan pemerintah.

Tujuan akhir yang dicapai, seperti diungkapkan Pandu, adalah secara strategis meningkatkan efisiensi pemerintahan dan bagaimana layanan publik dilakukan, dengan cara bermitra dengan pemerintah dan komunitas pengembang.

Lamudi Umumkan Perolehan Pendanaan untuk Pengembangan Operasi di Amerika Selatan dan Asia

Property marketplace Lamudi mengumumkan perolehan pendanaan 29 juta Euro (sekitar 440 miliar Rupiah) dari tiga investor, yaitu Asia Pasific Internet Group (APIG, ventura gabungan Rocket Internet dan Ooredoo), Holtzbrink Ventures, dan Tengelmann Ventures. Lamudi yang telah beroperasi di 9 negara Asia dan Amerika Selatan, termasuk Indonesia, akan memanfaatkan pendanaan ini untuk memperkuat posisi bisnisnya.

Setahun lalu, Lamudi telah mendapatkan investasi serupa senilai 16 juta Euro dan investasi kali ini, dengan fokus yang sama, menegaskan bahwa mereka memang sudah fokus di pasar-pasar yang mereka miliki saat ini. Selain di Indonesia, Lamudi hadir di Filipina, Bangladesh, Myanmar, Pakistan, Sri Lanka, Meksiko, Kolombia, dan Peru.

CEO APACIG Hanno Stegmann dalam pernyataannya menyebutkan, ”Kami sangat senang dengan perkembangan Lamudi dalam portofolio kami. Terdapat permintaan yang tinggi untuk platform iklan baris sangat tinggi di pasar negara berkembang dan perbatasan di wilayah APAC. Lamudi telah membuktikan kemampuan yang kuat untuk beradaptasi dengan pasar yang berbeda dan menawarkan pengalaman pengguna yang terbaik. Kami yakin dapat melihat bisnis tumbuh dengan baik ke depannya.”

Co-Founder dan Managing Director Lamudi Global Kian Moini menambahkan, ”Tujuan kita adalah untuk membangun platform real-estate terbesar dari Filipina hingga Meksiko. Tambahan dana investasi memungkinkan kami untuk mencapai kepemimpinan dan dominasi pasar dengan pangsa yang besar dan tingkat yang lebih cepat. Tahun lalu adalah tahun yang intens dan sukses, penuh dengan milestone perusahaan yang sangat penting, termasuk akusisi MyProperty.ph dan penyampaian produk-produk developer yang berdedikasi.”

Berbeda dengan properti Rocket Internet kebanyakan yang setidaknya berbahan bakar investasi dalam 5-7 tahun pertama, Lamudi berharap bisa memperoleh profit lebih cepat, setidaknya dua tahun lagi. Tanpa memberikan detil kondisi keuangannya, Lamudi mengklaim pihaknya memperoleh peningkatan pendapatan penjualan sebesar 460% dibanding tahun sebelumnya.

Di Indonesia sendiri Lamudi bersaing ketat dengan beberapa layanan lokal dan regional, seperti Rumah, Rumah123, dan Urbanindo. Tahun lalu Lamudi menjadi layanan Rocket Internet pertama yang mengakuisisi layanan lokal dengan mengambil alih kepemilikan PropertyKita.

Uber Uji Coba Pembayaran dengan Uang Tunai di Jakarta

Melanjutkan langkah uji coba penggunaan uang tunai untuk pembayaran di Bandung, Surabaya, dan Pulau Bali, Uber melanjutkan eksperimennya ke ibukota. Layanan yang baru saja mengubah logo dan identitas warna perusahaan ini mengumumkan ketersediaan pembayaran dengan uang tunai untuk kalangan terbatas, sambil melihat bagaimana penerimaan masyarakat terhadap alternatif pembayaran ini.

Karun Arya, Communications Lead Uber Asia Tenggara, dalam pernyataannya mengatakan, “Uber menyadari bahwa pembayaran tunai sangat diminati oleh banyak masyarakat di Jakarta. Tujuan kami adalah menyediakan layanan transportasi yang aman, terjangkau dan tepercaya kepada siapa pun dan di mana pun, hanya dengan satu sentuhan jari. Melalui sistem pembayaran tunai yang baru saja digulirkan, platform teknologi yang Uber miliki kini siap menjangkau siapa pun yang berdomisili di Jakarta secara lebih luas. Pertumbuhan bisnis kami di Indonesia mengalami peningkatan sebesar tiga puluh kali lipat (30x) dalam beberapa tahun terakhir. Hal inilah yang membuat kami senantiasa bersemangat untuk menyediakan beragam solusi baru bagi kebutuhan pengguna Uber yang terus mengalami pertumbuhan pesat.”

Berdasarkan obrolan saya dengan sejumlah pengemudi, kendala penerapan pembayaran menggunakan uang tunai adalah kehandalan sistem yang menggunakan teknologi seluler. Berbeda dengan argo yang tidak terpengaruh teknologi eksternal, besaran biaya yang dikeluarkan setelah mencapai tujuan dikalkulasi oleh sistem dan saya melihat sendiri cukup lama bagi sistem untuk menunjukkan besaran biaya perjalanan di aplikasi smartphone pengemudi. Hal ini menjadi PR Uber dalam penerapan penggunaan uang tunai secara luas.

Keterbatasan kepemilikan kartu kredit di Indonesia memang sedikit banyak “menghambat” akuisisi pengguna Uber di Indonesia. Pihak Uber sendiri terus mencari alternatif metode pembayaran yang bisa digunakan secara luas di sini. Selain menggunakan uang tunai, mereka juga telah menerima pembayaran menggunakan kartu debit Mandiri.

Kini DailySocial Sajikan Rangkuman Informasi Harian Langsung Melalui WhatsApp!

Ada lebih dari satu miliar pengguna aktif WhatsApp di dunia ini, artinya 1 dari 7 orang memiliki akun layanan yang diakuisisi Facebook dua tahun lalu. Di Indonesia sendiri, WhatsApp adalah salah satu layanan messaging terpopuler. Tidak salah jika kini DailySocial mencoba lebih dekat dengan pembacanya melalui layanan rangkuman informasi harian yang disampaikan melalui WhatsApp.

Kami akan mengirimkan rangkuman berita teknologi terpopuler dari DailySocial, baik di sisi Business maupun Lifestyle, setiap sekitar jam 5 sore, hari Senin sampai Jumat. Kami berjanji tidak akan memanfaatkan nomor yang terdaftar untuk spam atau promosi kartu kredit dan asuransi!

Untuk berlangganan, masukkan nomor DSDAILY di +62-811-9200-404 ke dalam phonebook Anda, kemudian kirimkan pesan “DSDAILY” ke kontak tersebut. Tunggu kami mengantarkannya setiap hari langsung melalui WhatsApp. Tentu saja semuanya tanpa biaya.

Jika ingin berhenti berlangganan, silakan kirimkan “UNSUB” ke nomor yang sama. Kami tunggu!

GrabTaxi Kini Menjadi Grab

GrabTaxi secara resmi mengumumkan pengubahan nama perusahaan menjadi Grab. Nama dan domain baru ini dirasa sejalan dengan perluasan layanan Grab yang tak hanya digunakan untuk melakukan reservasi taksi, tetapi juga pemesanan armada GrabBike dan GrabCar.

Sebagaimana diungkapkan CEO Grab Anthony Tan, sudah terjadi evolusi layanan Grab sejak pertama kali layanannya diluncurkan tahun 2012. Kini mereka menambah jasa transportasi baru di seluruh wilayah, baik dengan mobil ataupun sepeda motor, juga jasa pengiriman. Tak heran jika nama GrabTaxi menjadi tidak relevan.

Sebagai startup transportasi regional terbesar di kawasan Asia Tenggara, Grab telah bergabung dengan Ola di India, Didi di Tiongkok, dan Lyft di Amerika Serikat untuk bersama-sama berkompetisi melawan Uber. Mereka juga telah mendirikan engineering center di Seattle, Amerika serikat, untuk mencari talenta-talenta di bidang teknis.

Di Indonesia sendiri Grab telah meluncurkan berbagai layanan, dalam bentuk GrabTaxi, GrabBike, dan GrabCar. Kini mereka telah beroperasi di Jakarta, Padang, Surabaya, Bali, dan Bandung.

Menurut data Grab, yang dikutip dari Detik, sejak pertengahan tahun 2015, tercatat Grab memperoleh pertumbuhan jumlah tumpangan 75% untuk GrabBike dan 35% untuk GrabCar di Asia Tenggara.

Ahlijasa Umumkan Perolehan Pendanaan dan Kehadiran Aplikasi untuk Android

Layanan online berbasis servis Ahlijasa mengumumkan perolehan pendanaan pre-seed sebesar 6 digit dalam dollar Amerika Serikat (antara 1 hingga 13 miliar Rupiah) dari angel investor yang berbasis di Singapura. Meski tidak disebutkan namanya, diinformasikan bahwa putaran pendanaan ini dipimpin oleh seorang pengusaha tambang ternama Singapura. Dana akan digunakan untuk mengembangkan produk dan memperkuat pasar di Jabodetabek.

Ahlijasa didirikan oleh Jay Jayawijaningtias dan Made Dimas Astra Wijaya, keduanya bertemu saat sama-sama bekerja di Singapura. Ahlijasa hadir karena pengalaman Jay yang kesulitan mencari layanan laundry yang mau mengambil (dan mengantar) pakaian ke rumah dan bahkan mengalami kehilangan pakaian saat mencuci di laundry kiloan.

Berangkat dari pengalaman tidak nyaman tersebut, Ahlijasa berkembang menjadi layanan laundry on-demand, pembersihan dan servis AC, dan pembersihan rumah. Selain akses melalui desktop, Ahlijasa juga hadir sebagai aplikasi di platform Android.

Berdasarkan timbal balik yang mereka peroleh, mereka mengklaim mendapatkan respon positif dengan 70% pelanggan melakukan repeat order. Setelah ini mereka berencana mencari pendanaan awal (seed round) untuk membantu mereka secara agresif mengembangkan jaringan kemitraan dan menambah jenis layanan. Mereka juga berharap semakin memperkuat pasar di Jabodetabek dengan segera meluncurkan kampanye pemasaran beberapa bulan mendatang.

Ini adalah layanan laundry on-demand ketiga yang kami bahas bulan ini, meskipun Ahlijasa tak hanya sekedar mengurusi laundry, setelah WAZ8 di Medan dan Taptopick yang segera hadir di Jakarta. Dengan kondisi lalu lintas dan kesibukan masyarakat ibukota yang begitu padat, sangat wajar jika service marketplace menjadi salah satu the next big thing tahun ini. Go-Jek sudah memulainya dan kini mulai bermunculan layanan-layanan on-demand di beberapa hal spesifik.

Mencoba Memahami Langkah Telkom Memblokir Netflix

Grup Telkom hari ini menggegerkan industri digital dengan memutuskan memblok akses ke Netflix. Konsumen tidak bisa lagi menggunakan layanan IndiHome, WiFi.id, dan Telkomsel untuk mengakses layanan streaming video paling populer yang baru saja melebarkan usahanya di Indonesia ini. Mengingat pemerintah sendiri tidak menjatuhkan keputusan Netflix, disinyalir hal ini adalah antisipasi persaingan bisnis yang kurang elegan.

Sebelumnya Menkominfo Rudiantara sudah menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memblok Netflix dan memberikan tenggat waktu satu bulan bagi Netflix untuk mengurus perizinan badan usaha (atau bersinergi dengan layanan lokal) dan memastikan kontennya lulus sensor. Hal ini berbeda dengan sikap pemerintah yang memblok Vimeo karena disinyalir memiliki konten dianggap “tidak sesuai”.

Ternyata Grup Telkom, yang notabene adalah perpanjangan tangan pemerintah, mendahului pemerintah dalam hal “memutuskan hubungan” dengan Netflix.

Direktur Consumer Telkom Dian Rachmawan mengatakan:

“Kami blokir Netflix karena tidak memiliki izin atau tidak sesuai aturan di Indonesia, dan banyak memuat konten yang tidak diperbolehkan di negeri ini. Kami ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN), harus menjadi contoh dan menegakkan kedaulatan Negara Kedaulatan Republik Indonesia (NKRI) dalam berbisnis.

Kita maunya kalau berbisnis itu harus mematuhi aturan Indonesia. Di luar negeri mereka (Netflix) lakukan kerja sama dengan beberapa operator, masa di sini tidak? Padahal, jika kerja sama dengan operator lokal banyak manfaat didapatkan kedua belah pihak.”

Kalau kerja sama langsung, kita bisa kelola Netflix melalui platform Over The Top (OTT) yang dimiliki Telkom.”

Ada beberapa hal tersirat dari pernyataan Dian tersebut. Kami melihat masalah utama Telkom terhadap Netflix adalah keengganannya untuk bekerja sama dengan pihak lokal, sebagaimana yang dilakukan dengan beberapa operator di negara lain. Telkom mengisyaratkan sebaiknya Netflix jika ingin berbisnis di Indonesia harus bermitra dengan pihak lokal.

Selain itu, Telkom sesungguhnya memiliki beberapa layanan video on-demand yang secara langsung bersaing dengan Netflix. Mereka adalah Moovigo (yang dimiliki Telkomsel), UseeTV, dan yang akan datang HOOQ (yang dibawa SingTel Group melalui Telkomsel).

Sulit untuk memahami langkah Telkom ini di luar unsur persaingan bisnis, mengingat pemerintah sebagai pemilik Telkom belum memutuskan blokir terhadap Netflix.

Telkom menganggap Netflix masih kecil dan tidak masalah untuk diblokir, tapi data menunjukkan pertumbuhan konsumsi video online (atau on-demand) di Indonesia bertumbuh sangat pesat dan suatu saat bakal mengguncang hegemoni televisi. Bagi Netflix, meskipun merugikan, langkah Grup Telkom ini adalah publikasi gratis yang justru mendorong masyarakat ingin tahu lebih banyak mengapa sampai Telkom melakukan hal ini.

Dalam sebuah kolom di The Motley Fool, penulis Anders Bylund empat hari lalu menuliskan ia memahami Indonesia sebagai pasar sulit tetapi harus menjadi prioritas Netflix mengingat potensi 250 juta penduduknya tidak bisa dianggap remeh. Ia menyarankan CEO Reed Hastings untuk segera datang ke Jakarta dan menyelesaikan masalah ini dengan pihak terkait untuk memastikan Netflix memiliki posisi yang kuat ketika layanan video on-demand sudah booming di sini.

Buat kami, langkah Telkom ini semata-mata adalah keputusan strategis bisnis dan cukup disayangkan jika langkah yang diambil kurang elegan. Memblokir layanan legal dan tetap membolehkan akses terhadap layanan ilegal, seperti torrent, berarti tidak memperbesar pasar industri konten yang selama ini dimakan oleh pembajakan.

Kehadiran Netflix bersifat disruptive, seperti halnya Uber terhadap layanan transportasi. Meskipun pelaku bisnis yang sudah ada tidak menyukai mereka, demand (dan perlawanan) pasti akan ada jika konsumen menyukai layanan yang ditawarkan. Kita tunggu bagaimana reaksi Netflix dan pemerintah, dan kompromi seperti apa yang akan dilakukan.

Startup Fintech AlgoMerchant Peroleh Pendanaan Awal 12,6 Miliar Rupiah dari East Ventures

Startup fintech AlgoMerchant yang berbasis di Singapura mengumumkan perolehan pendanaan awal SG$1,3 juta (atau senilai 12,6 miliar Rupiah) dari East Ventures. AlgoMerchant didirikan oleh orang-orang Indonesia yang melanjutkan studi di NTU dan NUS, di antaranya Justin Tjoa, Marco Raditya, Anjar Wicaksono, dan Aditya Santoso. Dengan pendanaan ini, AlgoMerchant berharap bisa mengakselerasi pertumbuhan, meningkatkan jumlah anggota tim, dan merealisasikan visinya untuk membawa invesstasi ritel ke tahap selanjutnya.

Disebutkan AlgoMerchant hadir untuk membantu investor pemula memahami bagaimana berinvestasi di pasar saham, karena sistem yang ada selama ini tidak memahami kebutuhan mereka yang membutuhkan pengetahuan lebih banyak. AlgoMerchant lahir dari program akselerator NTUitive, yang berbasis di kampus, dan sejauh ini telah mengklaim keberhasilan perolehan ratusan pengguna dalam waktu beberapa jam sejak diluncurkan, meskipun masih bersifat private beta.

AlgoMerchant saat ini menargetkan 1 juta investor ritel Singapura dan pasar global dalam jangka panjang. Mereka memiliki akses dukungan ke sistem bursa saham di Singapura dan Amerika Serikat. Tidak ada informasi apakah mereka juga berminat untuk memasuki pasar saham Indonesia.

Di Indonesia, ide yang mungkin beririsan disajikan oleh Stockbit yang baru saja memperoleh pendanaan dari Ideosource.

East Ventures sendiri mulai membidik startup fintech sebagai sasaran investasinya. Sebelumnya mereka juga telah berinvestasi di Jojonomic. Jojonomic sendiri saat ini terpilih mengikuti Google Launchpad Accelerator di kantor pusat Google di Silicon Valley.

Tentang pendanaan ini, Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan, “Dengan East Ventures semakin fokus ke [segmen] fintech tahun ini, tim dan visi Algomerchant cocok masuk ke dalam hipotesis kami. Kami sangat percaya pendekatan yang mereka lakukan akan ‘mengganggu’ bisnis investasi ritel dan mengenalkan cara baru untuk berdagang saham.”

Matahari Department Store Kini Miliki 10% Kepemilikan MatahariMall

Berselang dua minggu setelah peningkatan kepemilikan di PT Global eCommerce Indonesia (GEI) menjadi 5%, Matahari Department Store (MDS) hari ini mengumumkan telah meningkatkan kepemilikannya di layanan marketplace O2O milik Grup Lippo ini menjadi 10%. Meskipun sama-sama berada dalam satu grup, realisasi opsi ini disebutkan menjadi tolak ukur exposure online yang semakin dijelajahi MDS yang sudah lebih dari 130 outlet di seluruh Indonesia. MatahariMall sendiri menjalankan konsep bisa membeli secara online dan mengambil barang di gerai Matahari terdekat.

Tidak disebutkan berapa nilai akuisisi ini, tetapi berdasarkan pengumuman sebelumnya yang meningkatkan nilai kepemilikan MDS di MatahariMall dari 1,99% ke 5% senilai 53 miliar Rupiah, atau sekitar 17,6 miliar per 1% saham, nilai akuisisi kali ini kira-kira bernilai 88 miliar Rupiah.

GEI sendiri memiliki MatahariMall melalui anak perusahaannya PT Rekata Sinar Bumi dan PT Lenteng Lintas Benua, yang masing-masing memiliki kepemilikan 99% dan 1% di PT Solusi Ecommerce Global, perusahaan pengelola langsung MatahariMall.

CEO MDS Michael Remsen dalam pernyataannya menyebutkan, “Traksi dan pertumbuhan MatahariMall.com sangat mengesankan. Tim MatahariMall.com dan pencapaian yang mereka wujudkan dalam setahun terakhir sangat luar biasa. MDS sangat bangga untuk bisa menjadi bagian dari pertumbuhan ini dan kami juga berharap untuk terus dapat memperdalam pemahaman kami terhadap ruang ritel online”.

CEO MatahariMall Hadi Wenas menyambut langkah ini. Ia mengatakan, “Kami sangat berterima kasih atas dukungan MDS, dan kami menyambut MDS sebagai mitra strategis dan jangka panjang. Sangat sedikit peritel besar yang benar-benar memahami e-commerce, dan MDS adalah salah satunya.”

Secara struktur pendanaan, semua perusahaan ini dimiliki oleh Grup Lippo, tapi secara strategis, langkah ini dikatakan bakal meningkatkan kolaborasi bisnis ritel offline dan layanan online yang cukup mengguncang jagat e-commerce di Indonesia saat pengumuman komitmen investasi senilai $500 juta dari grup. Bisnis e-commerce sendiri, menurut data Kominfo, diperkirakan bakal meningkat menjadi lebih dari $130 miliar di tahun 2020.