QRIS dari Bank Indonesia Akan Jadi QR Code Tunggal di Indonesia

Bank Indonesia akhirnya resmi memperkenalkan dan meluncurkan QR Code Indonesian Standard (QRIS) ke publik bertepatan dengan perayaan hari ulang tahun Indonesia, tanggal 17 Agustus lalu. BI menciptakan QRIS untuk menyederhanakan sistem pembayaran menggunakan QR Code di seluruh Indonesia.

QRIS berfungsi mendukung pembayaran melalui aplikasi uang elektronik berbasis server, dompet elektronik, atau mobile banking. Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan QRIS akan menjadi standar QR Code tunggal yang berlaku di seluruh Indonesia.

“Jadi ini betul-betul QRIS, satu-satunya yang berlaku di Indonesia tidak boleh ada yang lain. Yang lain harus tunduk pada QRIS ini dan InsyaAllah unggul  (universal, gampang, untung, langsung),” ucap Perry seperti dikutip dari CNBC Indonesia.

QRIS beroperasi dengan metode merchant present mode. Artinya pihak pedagang yang akan menampilkan QR Code untuk dipindai para konsumen.

Konsumen dapat menggunakan fasilitas QRIS ini lewat semua aplikasi pembayaran digital, dompet elektronik, atau mobile banking yang memiliki fitur QR Code sebagai metode pembayaran. BI menegaskan tidak ada biaya tambahan bagi konsumen saat bertransaksi menggunakan QRIS.

Untuk pihak merchant, biaya yang dibebankan dalam transaksi QRIS ini cukup bervariasi. BI mematok biaya merchant discount rate (MDR) sebesar 0,7 persen dari transaksi. Khusus untuk sektor pendidikan, biayanya menjadi 0,6 persen, untuk pembelian bahan bakar minyak di SPBU menjadi 0,4 persen, dan untuk donasi jadi 0 persen.

QRIS menjadi upaya BI menggenjot efisiensi perekenomian dan keuangan inklusif dalam bentuk nontunai. Dengan QRIS, merchant tak perlu lagi menyediakan sejumlah QR Code dari sejumlah penerbit berbeda. QRIS disusun berdasarkan standar internasional EMV Co yang memungkinkan interoperabilitas antar penyelenggara, antar instrumen, termasuk antar negara.

BI dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) merupakan pihak yang mengembangkan QRIS. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran atau penerbit QR Code diberi waktu hingga 31 Desember 2019 untuk melakukan transisi dan per 1 Januari 2020 QRIS berlaku menyeluruh di seluruh Indonesia.

ASEAN LegalTech Officially Introduced in Indonesia, an Association for Legal Tech Startups

ASEAN LegalTech officially introduced in Indonesia. It is the first association in Southeast Asia to connect legaltech ecosystem or legal-based digital startups in the region.

Justika‘s CEO, Melvin Sumapung is one of the ASEAN LegalTech representatives for Indonesia. He explained the purpose of introducing this association to the public as the voice of communities, further the ecosystem and the bridge for Southeast Asia’s stakeholders.

“This advocacy emphasized more on promotion to various kinds of stakeholders. For legaltech happened not only from startup or law firm but the combination of various parties. Therefore, on the side of the founding board, there are law firms, legaltech startups, and others,” he told DailySocial

ASEAN LegalTech was founded by 6 people from different countries. Those are Eric Chin from Alpha Creates, Hanim Hamzah from ZICO Law, Cherilyn Tan from Interstellar Group, Thomas Thoppil from Hewlett Packard Enterprise, Michael Law from Rajah & Tann Technologies, and Andrew Stoutley from Tilleke & Gibbins.

The association has representatives in almost all Southeast Asia;s countries. Along with Melvin, there is also Hukumonline’s CTO, Arkka Dhiratara who is also appointed as ASEAN LegalTech representative for Indonesia.

LegalTech potential in Southeast Asia

Legaltech market in Southeast Asia still leaves great space to develop further. ASEAN LegalTech research has found 88 registered legaltech in Southeast Asia. Dominated by Singapore and Indonesia for 25 and 21 startups.

It is bigger than the number mentioned on Codex Techindex on legaltech startup worldwide. It is said in the index, only 16 startup listed in Southeast Asia.

However, the market share available in the region consists of 645 million population, 3,825 registered company on the exchange and 650 million SMEs. While the lawyer population in Southeast Asia just reached 248 thousand.

“ASEAN LegalTech aims to connect Indonesia, Singapore, Malaysia, Vietnam with other countries, and it’s not only 16 but 88 players unnoticed by the whole universe while they exist,” Sumapung added.

He also said to target 21 legaltech in Indonesia joined the association. Other institutions, such as law firms and regulators might be a member of this network.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Tujuh Startup Sektor Pariwisata Ikuti Program Akselerasi Digitaraya dan tiket.com

Digitaraya dan tiket.com menggelar demo day untuk startup yang beririsan dengan industri pariwisata. Tujuh startup dari berbagai negara di Asia tercatat mengikuti akselerasi tersebut.

Tujuh startup yang mengikuti demo day tersebut adalah Bobobox (Indonesia), Frame a Trip (Indonesia), Hungry Hub (Thailand), Local Alike (Thailand), Zipevent (Thailand), Luxstay (Vietnam), dan ScoutMyTrip (India). Jumlah ini merupakan hasil kurasi puluhan startup yang mendaftar.

Demo day ini merupakan bagian rangkaian dari program akselerasi yang diusung Digitaraya dan tiket.com. Sejumlah pihak turut hadir dalam ajang itu, mulai dari regulator hingga venture capital.

“Kami berkomitmen untuk terus menghubungkan startup Indonesia dengan pemain global. Bersama tiket.com, kami beraharap program akselerasi ini dapat ikut berkontribusi mendorong industri pariwisata Indonesia lebih dikenal dunia,” ujar Managing Director Digitaraya Nicole Yap.

Turut hadir dalam acara itu adalah Staf Ahli Kementerian Pariwisata Priyantono Rudito. Priyantono menyebut, program akselerasi tersebut diperlukan untuk merangsang pertumbuhan sektor pariwisata yang didorong penggunaan teknologi. Ia mengatakan hal itu selaras dengan rencana strategis Kemenpar yang menitikberatkan paradigma teknologi dalam menggenjot industri pariwisata lokal.

The Travel and Tourism Competitiveness Report 2017 menyebut digitalisasi dalam sektor penerbangan, pariwisata, dan perjalanan, dapat menciptakan nilai keekonomian mencapai $305 miliar dan menghasilkan manfaat senilai $700 miliar untuk konsumen dan masyarakat lebih luas.

Dalam laporan itu juga disebut bahwa daya saing pariwisata Indonesia menempati peringkat 42. Posisi ini di bawah negara tetangga di kawasan, seperti Singapura (13), Malaysia (26), dan Thailand (34).

Banyaknya destinasi wisata menarik, keragaman budaya, dan keterjangkauan biaya wisata, menjadi unggulan Indonesia. Namun laporan tersebut menggarisbawahi Indonesia masih lemah dalam pelestarian lingkungan, infrastruktur pendukung pariwisata, dan ketersediaan kamar hotel. Pemerintah sendiri menargetkan 20 juta pengunjung pada tahun ini.

Meski berasal dari beragam negara, startup yang terpilih dalam program akselerasi ini mengusung ide yang berpotensi menjawab kebutuhan industri pariwisata Indonesia.

“Mereka yang tidak bisa mengintegrasikan teknologi ke dalam industri pariwisata pasti akan tertinggal,” ucap Priyantono.

Logisly Announces Seed Funding from SeedPlus, Genesia Ventures and Convergence Ventures

A logistics transportation solution startup, Logisly, today (8/15) announced seed funding with undisclosed value. The round was led by SeedPlus, Genesia Ventures and Convergence Ventures.

“With the founder’s experience on logistics and construction, we’re glad to support Logisly that we believed to have a unique position in providing innovative solutions for all the industry problems,” Tiang Lim Foo of SeedPlus said in the official release.

Logisly is a platform that connects producers (shippers) with logistics truck (transporters). Approximately 5 thousand trucks and hundreds of transporters are available with some variants, such as van, trailer, tronton, and flatbed.

The startup aims for B2B logistics market in Indonesia. They estimated for 8 million unit trucks all over Indonesia with economic value reaching up to US$100 billion.

As predicted, the logistics industry in Indonesia worth as much as Rp797.3 trillion last year and predicted to grow 11.56 per cent to Rp889.4 trillion this year. Logisly aims for 1,000 transporters and 1,000 shippers.

“As a B2B platform, we guarantee the consistency of our service and product quality, consumers can rely on us to be part of their supply chain,” Logisly’s CEO, Roolin Njotosetiadi said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Logisly Umumkan Pendanaan Awal dari SeedPlus, Genesia Ventures dan Convergence Ventures

Startup solusi transportasi logistik Logisly hari ini (15/8) mengumumkan perolehan pendanaan awal. Putaran investasi tersebut dipimpin oleh SeedPlus, Genesia Ventures dan Convergence Ventures. Tidak disebutkan besaran nominal dana yang diperoleh.

“Dengan pengalaman para pendiri di sektor logistik dan bangunan, kami senang dapat mendukung Logisly yang kami percaya punya posisi unik untuk menghadirkan solusi yang inovatif untuk memecahkan tantangan di industri ini,” ucap Tiang Lim Foo dari SeedPlus dalam pernyataan tertulisnya.

Logisly merupakan platform yang menghubungkan produsen barang (shipper) dengan truk logistik (transportir). Saat ini ada sekitar 5 ribu truk dari ratusan mitra transportir yang tersedia dengan berbagai varian, mulai dari van, trailer, tronton, hingga flatbed.

Logisly menyasar pasar logistik B2B di Indonesia. Mereka memperkirakan ada 8 juta unit truk di seluruh Indonesia dengan potensi nilai ekonomi mencapai US$100 miliar.

Diperkirakan juga industri logistik di Indonesia bernilai hingga Rp797,3 triliun pada tahun lalu dan diprediksi tumbuh 11,56 persen menjadi Rp889,4 triliun tahun ini. Logisly sendiri menargetkan dapat menggaet 1.000 mitra transportir dan 1.000 shipper.

“Sebagai platform B2B, kami menjamin konsistensi kualitas produk dan layanan kami, konsumen mengandalkan kami sebagai bagian penting rantai suplai mereka,” tutur CEO Logisly Roolin Njotosetiadi.

Application Information Will Show Up Here

ASEAN LegalTech Diperkenalkan di Indonesia, Asosiasi yang Menaungi Startup di Bidang Hukum

ASEAN LegalTech resmi memperkenalkan keberadaannya di Indonesia. Mereka adalah asosiasi pertama di Asia Tenggara yang menghubungkan ekosistem legaltech atau startup digital yang bergerak di bidang hukum di seluruh kawasan.

Melvin Sumapung, CEO Justika, merupakan salah satu duta ASEAN LegalTech untuk Indonesia. Melvin menjelaskan bahwa asosiasi yang ia perkenalkan ke publik hari ini bertujuan menjadi suara komunitas, membangun ekosistem, dan menghubungkan para pemangku kepentingan dalam di Asia Tenggara.

“Advokasi ini lebih ke promosi ke berbagai macam stakeholder. Karena legaltech ini tidak bisa hanya dari startup atau law firm saja, harus ada penggabungan dari berbagai pihak. Makanya kalau dilihat dari founding board-nya itu ada law firm, legaltech startup, dan lain-lain,” ujar Melvin kepada Dailysocial.

ASEAN LegalTech digagas oleh 6 orang dari berbagai negara. Mereka adalah Eric Chin dari Alpha Creates, Hanim Hamzah dari ZICO Law, Cherilyn Tan dari Interstellar Group, Thomas Thoppil dari Hewlett Packard Enterprise, Michael Law dari Rajah & Tann Technologies, dan Andrew Stoutley dari Tilleke & Gibbins.

Asosiasi juga memiliki duta di hampir semua negara di Asia Tenggara. Selain Melvin, ada CTO Hukumonline Arkka Dhiratara yang juga ditunjuk sebagai duta ASEAN LegalTech di Indonesia.

Potensi LegalTech di Asia Tenggara

Potensi pasar legaltech di Asia Tenggara saat ini dinilai punya ruang yang begitu luas untuk berkembang. Riset dari ASEAN LegalTech menemukan ada 88 startup legaltech di seluruh Asia Tenggara. Singapura dan Indonesia merupakan paling dominan di kawasan dengan masing-masing 25 dan 21 startup.

Angka itu terbilang jauh lebih besar ketimbang indeks dari Codex Techindex yang memetakan pasar legaltech di seluruh dunia. Dalam indeks tersebut, Asia Tenggara tercatat hanya memiliki 16 startup.

Adapun pasar yang dapat digarap di seluruh kawasan terdiri dari 645 juta orang, 3.825 perusahaan yang terdaftar di bursa efek, 650 juta UKM. Sementara jumlah pengacara di Asia Tenggara saat ini sekitar 248 ribu.

“ASEAN LegalTech mencoba menghubungkan Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan lainnya, dan ini bukan hanya 16 tapi ada 88 pemain yang tidak pernah terdengar di dunia sedangkan di seluruh dunia sudah ada (asosiasi),” imbuh Melvin.

Melvin mengatakan pihaknya menargetkan 21 legaltech di Indonesia turut bergabung ke dalam asosiasi tersebut. Ia pun mempersilakan institusi lain seperti firma hukum hingga regulator untuk turut bergabung ke dalam jejaring tersebut.

BeliMobilGue Umumkan Perolehan Investasi 429 Miliar Rupiah dan Penunjukan Johnny Widodo sebagai CEO

Platform jual-beli mobil bekas, BeliMobilGue, menunjuk Johnny Widodo sebagai CEO baru mereka menggantikan Rolf Monteiro. Dari penugasan ini Johnny bertekad menggenjot volume transaksi perusahaan sampai mendapat predikat platform jual-beli mobil bekas nomor satu di Indonesia.

Johnny sebelumnya menjabat sebagai direktur OVO. Selama berkarier di sana, ia terbilang sukses membawa OVO sebagai salah satu pemimpin pasar pembayaran digital di Indonesia. Sementara dalam bisnis mobil bekas ini, Johnny memandang belum ada satu pun pelaku yang mendominasi pasar.

“Artinya tidak ada pemain saat ini yang nomor satu,” ujar Johnny.

Potensi pasar yang begitu besar juga jadi pertimbangan Johnny bergabung ke BeliMobilGue. Data dari Gaikindo menunjukkan penjualan mobil baru pada 2018 menyentuh 1,15 juta unit, sedangkan untuk mobil bekas Johnny memperkirakan ada 3,5 juta unit mobil bekas yang diperjualbelikan.

“Dengan kemitraan bersama FCG (Frontier Car Group) dan OLX saya sangat yakin kita bisa mendominasi market,” tegas Johnny.

Dalam kesempatan tersebut, BeliMobilGue juga mengumumkan mereka baru menerima investasi sebesar US$30 juta (setara dengan 429,5 miliar Rupiah) dari FCG untuk dua tahun ke depan. Suntikan dana ini memperdalam modal mereka, pada awal tahun ini mendapat pendanaan seri A senilai US$10 juta.

Layanan lokapasar BeliMobilGue fokus untuk memudahkan konsumen menjual mobil bekas di platform mereka, mulai dari valuasi secara online, pengecekan kondisi mobil, hingga penjualan mobil. Platform BeliMobilGue dapat melakukan semua proses itu dalam satu jam.

Sejak beroperasi pada April 2017, BeliMobilGue saat ini mengklaim memiliki 10.000 lebih konsumen, 1.000 lebih diler, 51 lokasi inspeksi mobil di 4 kota, dengan kenaikan pertumbuhan nilai bisnis 20 kali lipat sejak awal berdiri.

Kendati demikian, Johnny belum mau membagi rencana monetisasi BeliMobilGue. Ia mengatakan pihaknya akan terlebih dahulu fokus menggenjot volume transaksi.

“Harapan saya dalam 2-3 tahun ke depan kita sudah dapat traksi yang cukup baik dan bisa menjadi pilihan utama dalam menjual mobil,” pungkas Johnny.

Jakarta Named on the List of Cities with Most Competitive Startup Ecosystem

Indonesia’s Communication and Creative Industry People (MIKTI) with Indonesia’s Creative Economy Agency (Bekraf) stated a total of 1,019 startups made in Indonesia by 2018. Both institutions said Jakarta named into the list of cities with the competitive startup ecosystem in global.

Based on Genome’s Global Startup Ecosystem Report 2019, Jakarta-based startups labeled as “Late-Globalization Phase”, along with 8 other top-tier cities, such as Sydney, Paris, San Diego, and Sao Paulo. This category is only a row under the top startup ecosystem mostly placed in cities as Silicon Valley, New York, Beijing, Singapore, and London.

There are reasons why Genome put Jakarta on the list. One is for the government’s regulation of creating specific acceleration board for stock exchange for startup by Indonesia’s Stock Exchange (IDX) and the rise of incubator and accelerator program in Jakarta.

Head of MIKTI, Joddy Hernady said that this is Indonesia’s first time to include in improving global startup ecosystem. It should brief them of Indonesia’s position on the global map of the digital startup.

“That is why MIKTI provides our data to Genome and meet the current position,” he said.

MIKTI data shows the 529 startups based in Jabodetabek. It makes 52% of the whole country.

Several factors would create a better startup ecosystem in Jakarta. As Joddy speaks one of it is to enter the global market. His observation eyes very lack Indonesian-based startups to make it into the global market besides Gojek.

“We aim for more. The overseas exit is good, IPO cross-country is fine. That is the thing, for our startups to spread,” he added.

Talents are centralized in Jakarta

Bekraf’s Deputy of Infrastructure, Hari Santosa Sungkari explained the rich ecosystem of digital startups in Jakarta can’t be separated from universities in Jabodetabek.

The high concentration of universities around Jakarta has taken the wheel of the startup ecosystem.

“There are 389 universities and some incubators in Jabodetabek. Specifically placed from Jakarta to the west through BSD, there are some in Depok, but mostly in West Jakarta,” he said.

From the current situation, plans have made to build-up the digital startup ecosystem in Bandung, Yogyakarta, and Makassar. Joddy said those cities are as potential as Jakarta for many high-quality universities to drive the ecosystem.

MIKTI’s data says Yogyakarta and Bandung are two cities with most startup population after Jakarta. Such finest technology universities are everywhere as each benchmark.

In order for the ecosystem to not only grow in those three areas, MIKTI is to open online training for an easy way to monitor startup development throughout Indonesia.

“We are making the curriculum, there will be special courses for talent development and the business startup. The incubation will be online and we’re on development,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Upaya Hellobill Mencuri Pasar Gemuk POS di Indonesia

Industri layanan point of sales (POS) atau mesin kasir pintar tak pernah sepi pemain. Hellobill adalah salah satu startup penantang pasar POS yang berfokus pada pelanggan di bidang restoran, salon kecantikan, dan toko ritel.

CEO Hellobill Ponky Sutanto menceritakan, startup ini ia dirikan bersama dua kawannya pada 2015 silam. Lama berkarier di perusahaan distributor mesin kasir jadi pemicu Ponky dan kedua kawannya tadi untuk merebut peluang di pasar POS.

“Saya lihat mana yang harus dijadikan kiblat yakni Silicon Valley. Kita pelajari market di sana, bisnis model seperti apa, dan lain-lain. Akhirnya saya nekat tinggalkan yang lama, bareng beberapa teman kita dirikan Hellobill,” ujar Ponky di Block71, Jakarta Selatan, tempat Hellobill berkantor.

Produk Hellobill dijual dengan sistem berlangganan secara bulanan atau tahunan. Layanan Hellobill tak sekadar sebagai kasir digital, mereka juga menyajikan data yang sudah diolah dari bisnis terkait.

Pasar yang besar

Saat ini restoran menjadi entitas pelanggan terbanyak di Hellobill denga porsi 80:20 dibanding dari sektor ritel. Secara keseluruhan, total pelanggan yang sudah mereka gaet mencapai 1.700 yang tersebar hampir di 100 kota di seluruh Indonesia.

“Kalau kita lihat sekarang industri F&B konsumsinya luar biasa. AC Nielsen saja mengatakan sektor kedua dengan spending terbesar di Indonesia ya dari F&B dan otomatis itu tercermin di kami,” imbuh Ponky.

Ponky mengatakan saat ini potensi pasar POS di Indonesia begitu besar. Sekitar 2 juta restoran, 2 juta lebih toko ritel, dan 100 ribu salon, yang tersebar di seluruh penjuru nusantara menurut Ponky mewakili betapa kompetisi di POS begitu menjanjikan. Itu pun menurutnya belum menyertakan jumlah usaha mikro dan kecil menengah (UMKM) yang angkanya jauh lebih besar.

Namun di tengah besarnya potensi pasar tersebut, Hellobill masih jauh dari menguasai pasar. Mereka mengakui saat ini hanya sekitar 0,75 persen hingga 1 persen pasar yang mereka kuasai. Ponky mengatakan mereka setidaknya bersaing dengan sekitar 50 penyedia layanan POS lain di Indonesia.

“Tapi kalau melihat market posisi kami bisa di top 10 di Indonesia,” akunya.

Strategi merebut pasar

Ponky mengakui pihaknya tak punya dana untuk pemasaran besar-besaran. Secara sumber daya pun mereka belum cukup besar untuk menembus pasar yang melimpah di luar kota.

Di sisi lain, Hellobill sejatinya sudah menerima seed funding, namun mereka masih enggan membeberkan nama investor tersebut.

Kendati begitu, Ponky percaya layanan purnajual mereka dapat menjadi jurus mujarab agar produk mereka dikenal lebih luas dengan keadaan saat ini.

“Salah satu key point kami adalah aftersales karena itu marketing paling murah, makanya kami sangat perhatikan itu,” sambung Ponky.

Selain itu, Hellobill juga memperkuat layanan mereka dengan bermitra ke sejumlah penyedia layanan pendukung mulai dari sistem loyalitas, pencatatan keuangan, hingga opsi pembayaran digital. Mereka yang telah bekerja sama dengan Hellobill di antaranya adalah Tada, Stamps, Jurnal (kini menjadi bagian Mekari), Zahir, Cashlez, dan Ovo.

Sementara untuk monetisasi produk, Hellobill belum memilih belum ke arah sana karena masih berfokus pada produk utama mereka.

“Target tahun ini kami bisa masuk ke 2.500 outlet,” pungkas Ponky optimis.

Application Information Will Show Up Here

Jakarta Masuk Daftar Kota dengan Ekosistem Startup Paling Potensial

Masyarakat Industri Kreatif dan Komunikasi Indonesia (MIKTI) dan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) mengemukakan jumlah startup di Indonesia mencapai 1.019 buah pada 2018. Kedua instansi itu mengumumkan bahwa Jakarta masuk ke dalam jajaran kota dengan ekosistem startup yang bersaing secara global.

Berdasarkan Global Startup Ecosystem Report 2019 dari Startup Genome, ekosistem startup di Jakarta dilabeli ‘Late-Globalization Phase’, bersanding dengan 8 kota besar lain seperti Sydney, Paris, San Diego, Sao Paulo. Kategori yang disematkan kepada Jakarta itu hanya satu strip di bawah kategori ekosistem terbaik yang dihuni kota-kota seperti Silicon Valley, New York, Beijing, Singapura, dan London.

Ada beberapa alasan Genome memasukkan nama Jakarta ke dalam daftar tersebut. Contohnya adalah relaksasi peraturan dari pemerintah seperti pembentukan papan akselerasi tempat jual beli saham khusus startup oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dan keberadaan inkubator serta akselerator yang sudah cukup mapan di Jakarta.

Ketua Umum MIKTI Joddy Hernady mengatakan ini pertama kalinya Indonesia ikut serta dalam pemeringkatan ekosistem startup global. Pemeringkatan ini membantu mereka memahami posisi Indonesia dalam peta startup digital global.

“Makanya MIKTI memberikan data-data kita ke Genome dan ketemulah posisi ini yang sekarang,” ujar Joddy.

Data MIKTI menunjukkan 529 startup bermukim di Jabodetabek. Ini berarti hampir 52 persen dari totak startup seantero negeri.

Ada sejumlah faktor agar ekosistem startup di Jakarta bisa lebih baik. Joddy menyebut salah satunya adalah akses ke pasar global. Menurutnya masih sangat sedikit startup digital asal Indonesia yang sanggup menembus pasar luar negeri selain Gojek.

“Kita berharap yang seperti itu lebih banyak. Exit-nya bisa di luar, IPO bisa di luar. Itu yang disebut paling top, startup kita bisa ke mana saja,” sambung Joddy.

Talenta Masih Terpusat di Jakarta

Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Santosa Sungkari menjelaskan suburnya ekosistem startup digital di Jakarta salah satunya tak lepas dari banyaknya perguruan tinggi di Jabodetabek.

Konsentrasi perguruan tinggi yang padat di sekitar Jakarta dinilai menggerakkan roda ekosistem startup.

“Ada 389 universitas di Jabodetabek dan beberapa inkubator ada di sana. Kalau mau spesifik Jakarta ke barat lalu BSD itu yang paling banyak walaupun ada juga di Depok, tapi yang paling banyak di Jakarta Barat,” tutur Hari.

Berkaca dari keadaan tersebut, ada rencana memperkuat ekosistem startup digital di Bandung, Yogyakarta, dan Makassar. Joddy menyebut ketiga kota itu punya potensi seperti Jakarta karena memiliki perguruan tinggi berkualitas yang dapat memotori ekosistem.

Dari data MIKTI, Yogyakarta dan Bandung merupakan dua kota yang memiliki jumlah startup terbesar setelah Jakarta. Keberadaan kampus-kampus teknik ternama bisa jadi tolok ukur potensi kedua kota itu.

Agar ekosistem tak berkembang hanya di tiga kota besar tadi, MIKTI berniat membuka pelatihan online untuk memudahkan geliat startup di seluruh kota di Indonesia.

“Kita lagi bikin kurikulumnya, akan ada course untuk pengembangan bakat dan startup itu sendiri. Jadi inkubasinya lewat online dan kita lagi bikin platform itu,” pungkas Joddy.