PlayDay Live Siap Ramaikan Pasar Layanan Game Interaktif

PicMix, aplikasi jejaring berbagi foto besutan PT Inovidea Magna Global, sempat berjaya di Indonesia. Perusahaan dapat mengantongi ribuan pengguna tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk promosi. Namun, PicMix sulit dimonetisasi karena retensi pelanggannya rendah.

Tak ingin berlama-lama dalam situasi ini, Inovedia menyiapkan platform baru bernama PlayDay Live yang diyakini menjadi bisnis andalan di masa depan. PlayDay Live merupakan platform live video dan interaktif dalam bentuk aplikasi (Android dan iOS) dan akan hadir dalam versi mobile web.

Sebagai pilot project, PlayDay Live akan menayangkan konten kuis trivia. Selain sedang booming, konten semacam ini dinilai mudah dipahami masyarakat Indonesia. Founder dan CEO PlayDay Live Calvin Kizana mengungkapkan pihaknya saat ini telah bekerja sama dengan Yamaha.

“Untuk konten trivia, kami akan kick off dengan Yamaha di mana menyasar komunitas rider yang kini ada 8 juta. Ini awal yang bagus bagi kami untuk mengakuisisi pengguna secara organik tanpa harus mengeluarkan budget [untuk promosi],” ujar Calvin dalam wawancaranya dengan DailySocial.

Menurut Calvin, PlayDay Live memiliki keunggulan dibanding layanan serupa karena platform ini menampilkan konten secara live dan bukan pre-recorded. Adapun tayangannya disiarkan dari studio milik Inovidea.

Sejak awal PlayDay Live dirancang sebagai stasiun TV mobile yang tayang 24 jam. Slotnya dapat diisi dengan berbagai macam konten sehingga PlayDay Live memiliki kontrol penuh terhadap program yang disiarkan.

Ke depannya, siapapun, baik perorangan maupun perusahaan, dapat menayangkan berbagai macam konten sesuai dengan segmen pasar. Misalnya, tayangan interaktif untuk kelas memasak, tutorial kecantikan, edukasi, hingga talent show.

“Karena ini tidak ada yang pre-recorded, kami set up studio dan ada prompter. Ada host-nya juga, tetapi kami casting terlebih dahulu. Semua ditayangkan di studio kami untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,” tuturnya.

Monetisasi bisnis layanan ini disebut lebih mudah dan jelas dibandingkan PicMix. Tak heran jika pelan-pelan fokus perusahaan akan beralih dari PicMix ke PlayDay Live.

Saat ini, perusahaan mengandalkan iklan dan sponsor sebagai model bisnisnya. Sesuai posisinya sebagai stasiun TV mobile, PlayDay Live juga memiliki rate card sendiri.

“Pendapatan dari stream jelas dan feasible, makanya kami punya rate card standar. Meski pilihan channel dan view-nya tidak sampai jutaan, kami bisa kontrol konten. Memang, ada challenge untuk meyakinkan brand-brand [untuk pakai platform ini],” jelas Calvin.

Ke depannya, PlayDay Live akan bisa mengakomodasi berbagai jenis kebutuhan konten, mulai dari home shopping, edukasi, hingga kecantikan untuk mendorong pertumbuhannya lebih luas. Dengan begitu, perusahaan lebih mudah untuk mendapar sponsor dan memonetisasinya.

I’m not gonna pay them karena sudah saya kasih slot dan bandwith. Mereka tinggal mencari viewer-nya, nanti kan dapat sponsor, iklan. Konsepnya sama seperti TV, semakin banyak eyeballs, iklan akan masuk. Kita tinggal bagi hasil.”

Konten video terdesentralisasi

Inovidea juga akan memanfaatkan teknologi blockchain pada penyimpanan konten-konten video yang tayang di PlayDay Live. Rencanannya, perusahaan akan membuat sistem terdesentralisasi sehingga konten-kontennya tak hanya tersimpan di satu server saja.

“Saat ini semua video [tersimpan] di server kita semua, yang mana [memakan] biaya. Tim IT kami yang sudah masuk ke dunia blockchain, sudah mulai mempelajari [untuk buat sistem] terdesentralisasi pada konten karena itu akan mengurangi biaya,” papar Calvin.

Jika direstui para investor, Inovidea juga akan menggelar Initial Coin Offerings (ICO) di mana tokennya akan dimanfaatkan sebagai insentif bagi pihak yang terlibat pada distribusi konten.

“Kalau orang mau bantu host konten kami, mereka bisa dapat insentif dalam bentuk token. Sebetulnya storage, bandwith, dan machine itu diinsentif. Jadi seperti mining. Di situ lah nanti token economy akan mukai berkembang,” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here

Quadrant Protocol Membuka Akses Terhadap Data Otentik dan Terdesentralisasi

Data kini menjadi aset bernilai yang dapat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Sejumlah perusahaan di dunia mulai mengandalkan big data untuk membuat keputusan dalam bisnisnya. Di era ekonomi data, perusahaan berskala kecil terhambat berinovasi  karena sulit mendapat akses terhadap data yang belum tentu jelas sumbernya. Belum lagi rendahnya insentif yang diterima penyedia data sehingga menghambat mereka dalam menyediakan data otentik.

Dalam menjawab kendala-kendala di atas, startup Quadrant Protocol mengembangkan protokol berbasis blockchain yang menyediakan sistem data terdesentralisasi. Dengan demikian, individual hingga perusahaan dapat membuat, mengakses, dan mendistribusikan data yang otentik.

DailySocial berkesempatan berbincang dengan Founder Quandrant Mike Davie mengenai bisnisnya beberapa waktu lalu. “Kami lebih ke [menyediakan] infrastruktur teknologi yang memampukan transfer dan pemetaan data,” ujar Davie.

Davie menyebutkan startup asal Singapura ini menawarkan berbagai jenis portofolio, mulai dari akses data, distribusi data, produksi data, hingga data stamping. Produknya dapat digunakan oleh segmen pemerintahan, korporasi, organisasi, hingga perorangan.

Quadrant mengembangkan sejenis blueprint yang menyediakan sistem terstruktur untuk mengutilisasi data yang terdesentralisasi. Perusahaan menggunakan sejumlah metode dalam pengolahan data, seperti Nurseries (memproduksi data mentah hingga memetadakan ke Quadrant) dan Pioneers (memetakan kumpulan data mentah berbeda dan menjadikannya sebagai produk data).

Pada dasarnya, ungkap Davie, Quadrant ingin membuka jalan terhadap perusahaan-perusahaan yang tak mampu mengakses dan mendapat data otentik untuk menyelesaikan persoalan bisnis. Berbeda dengan perusahaan seperti Google, Facebook, dan Amazon, mereka pada dasarnya memiliki akses terhadap data.

Menilik kondisi sebelumnya, ungkap Davie, banyak sekali perusahaan yang mengeluarkan investasi untuk mengumpulkan data dengan menginstal data system. Namun, ketika data terkumpul dan akan dianalisa oleh data scientist, data tersebut ternyata tidak cukup banyak dan tidak jelas keasliannya.

Setidaknya, ada 80 persen perusahaan yang membutuhkan tambahan data eksternal karena volume data yang dimiliknya tidak cukup. Di sini, peran Quadrant untuk menjawab berbagai masalah di atas.

“Bagaimana dengan perusahaan kecil yang ingin berinovasi. Data itu ada, tetapi perusahaan semacam Google tak mungkin membagikannya kepada mereka. Ini peran kami untuk memberikan akses terhadap sumber data kepada data scientist, startup, dan innovation hub,” tuturnya.

Dalam menyediakan sumber data yang otentik dan terdesentralisasi, Quadrant memanfaatkan blockchain yang dinilai tepat untuk membuat public ledger. Selain itu, legalitas sumber data kini semakin relevan bagi kepentingan bisnis. Penting bagi perusahaan, organisasi, maupun sektor pemerintahan untuk memastikan sumber data.

“Kami memakai blockchain karena melihat banyaknya data yang tidak otentik. Kami pikir blockchain bagus untuk public ledger. Kalau mereka nanti create data, mereka bisa stamp untuk signature data secara real-time. Jadi data jelas dari mana data berasal,” jelasnya.

Dalam hal ini, Quadrant tidak sendiri. Startup yang berdiri di 2018 ini berkolaborasi dengan penyedia data, seperti Thomson Reuters, Data Spark, dan Factset. Termasuk dengan mitra lain, seperti AmaZix, Draper Venture Network, dan Openspace Ventures. Setiap data yang masuk ke Quadrant akan langsung dipetakan dari berbagai macam sumber berbeda.

Disebutkan, Quadrant menyasar dua segmen pasar untuk men-deliver bisnisnya. Pertama, segmen yang memproduksi, menyuplai, dan memonetisasi data. Kedua, perusahaan Artificial Intelligence (AI) karena segmen ini sangat bergantung pada real data.

Menurutnya, perusahaan berskala kecil di bidang ini kesulitan untuk membuat inovasi kecerdasan buatan karena kurangnya akses terhadap volume data yang dibutuhkan untuk algoritmanya.

“Anda buat chatbot untuk customer service, tapi data yang dimasukkan salah, jawabannya bisa salah. Makanya, mereka perlu data otentik kalau mau buat machine learning. Kalau tidak, model mereka tidak akan berguna,” paparnya.

Terkait pasar Indonesia, Davie menyebutkan bahwa pihaknya tengah melakukan ekspansi. Utamanya, perusahaan menyasar perusahaan analitik yang membutuhkan data. “Soal klien kami, poin terpentingnya mereka harus tahu cara mengolah data. Ini sulit kami temukan di dunia. Kami harap bisa serve pasar Indonesia juga.”

ZPX Tawarkan Kemudahan Berinvestasi Kripto Lewat Proyek “108 Token”

Aset mata uang virtual alias crypto asset adalah satu dari sekian banyak jenis produk blockchain yang mulai diminati sejumlah pelaku bisnis di dunia. Investasi dalam bentuk crypto asset dapat dilakukan dengan menggelar Initial Coin Offering (ICO) atau trading.

Kedua hal ini menjadi lahan bisnis menggiurkan bagi Zenprivex (ZPX), startup asal Singapura, untuk masuk ke pasar Indonesia. Alasannya, investasi kripto dinilai sangat mudah karena tidak memerlukan pemahaman lebih dalam. Investasi ini dinilai cocok menyasar segmen anak muda di era digital.

ZPX, yang baru saja mendapat pendanaan $1,3 juta dari SeedPlus, menggeber rencana bisnisnya saat ini dengan menggarap token kripto dan bursa kripto berbasis blockchain. Dapat dikatakan, ZPX merupakan investor aset, pengembang, dan sekaligus inkubator bisnis berbasis blockchain.

Dalam lawatannya ke Jakarta beberapa waktu lalu, co-founder ZPX Gautam Shesdari membeberkan lebih dalam mengenai proyek token kripto bernama 108 Token dan bursa mata uang virtual Decentralized Crypto Exchange.

Seperti halnya Indodax, ZPX menggunakan jurisdiksi berbeda dalam mengembangkan Decentralized Crypto Exchange. Meski sama-sama terdesentralisasi, produk ini dibangun di atas protokol 0X, sebuah layer protokol dalam ekosistem kripto. Bursa kripto ini akan segera diluncurkan dalam beberapa minggu ke depan.

“Salah satu proyek yang membawa saya ke Indonesia adalah 108 Token yang dirancang sebagai index token dan akan membuka akses terhadap top 15 crypto network kepada investor,” kata Shesdari.

Shesdari menjelaskan, secara sederhana 108 Token menampilkan Index Token terhadap 15 mata uang kripto teratas. Index ini menjadi acuan terhadap nilai koin kripto. Setiap bulannya, posisi ke-15 koin dapat berubah menyesuaikan kenaikan harganya.

“Apabila nilai kripto naik, nilai token juga naik, dari $1 menjadi $5 misalnya. Posisinya juga bisa berubah, dari posisi 15 ke 8, atau mungkin terlempar dari Index. Nah, kita bisa jual ke ZPX dan dapat profit,” terangnya.

Begitu pengguna membeli koin dari 108 Token, pengguna akan mendapat akses terhadap 15 koin kripto teratas. Dana yang dikumpulkan dari 108 Token dapat digunakan untuk membeli koin tertentu dari index tersebut.

“Sebetulnya, tidak usah melakukan apa-apa untuk investasi. Hold the token dan Anda dapat market expossure ke asset class. Di Indonesia, ada banyak sekali modal, tetapi soal kripto masih early. Index Token [di dalam 108 Token] dapat mengatasi masalah akses kepada para investor,” ungkapnya.

Asset class yang dimaksud dalam hal ini adalah aset dalam bentuk ekuitas, saham, surat utang, dan lainnya.

ZPX optimistis produknya diminati Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar. Jumlah populasi anak muda di Indonesia juga tinggi dan awam dengan teknologi mobile, menjadikannya sasaran empuk untuk investasi aset kripto.

Terlebih Indonesia masih berada di tahap awal soal investasi kripto. Shesdari menyebut minat Indonesia terhadap aset kripto sangat tinggi, akan tetapi belum banyak yang berani melakukannya. Maka itu, lawatannya ke Indonesia dimanfaatkan untuk mencari investor dan partner distribusi potensial untuk proyek 108 Token.

Crypto network scale as a system memang dibuat untuk segmen pasar mobile. Kami sedang melihat dan menilik produk seperti apa yang cocok untuk pasar Indonesia. Kami punya harapan besar karena kami serius garap 108 Token ini. Tentu kami akan comply dengan regulasi setempat.”

Kripto sebagai investasi pasif

Shesdari sebelumnya menyebutkan investasi kripto lebih mudah dipahami segmen pasar anak muda karena tidak memerlukan pengetahuan mendalam mengenai aset atau cryptocurrency.

Make sense ini produk index yang pasif. Artinya investor tak perlu tahu soal crypto network, mereka tinggal investasi token pada kami dan dapat akses terhadap asset class yang bakal naik nilainya dan token juga demikian. Tapi mereka tak harus punya strong view tentang bitcoin atau ethereum,” paparnya.

Sebagian besar uang yang diinvestasikan di pasar modal menggunakan instrumen pasif. Dari perspektif biaya, produk pasif dinilai lebih efisien dan tak perlu pemahaman lebih dalam. Dengan hal ini lah, perusahaan ingin menekankan poin utama tentang mudahnya melakukan investasi.

“Sebanyak 90 persen tidak melakukan [investasi aset] karena tidak ada pengetahuan soal itu. Nah, [investasi kripto] sangat mudah aksesnya dan tidak memerlukan deep knowledge,” tutupnya.

Quora Introduces Bahasa Indonesia Version to Improve The Community’s Knowledge

Quora, the platform for information and knowledge sharing, is now officially supporting Bahasa Indonesia. In accessing the website from Indonesia, there will be options in Bahasa Indonesia. It becomes the first in Southeast Asia region.

Veni Johanna, Quora’s Engineering Manager, is assured, with Bahasa Indonesia support Indonesia’s users will have more contribution to knowledge and information distribution, particularly in the younger generation.

“Indonesia is one of the biggest markets that still have difficult access to information and knowledge. Given the big number of internet users active on social media in Indonesia,” she said.

In the launching on Wednesday (5/30) in Jakarta, she admits the additional language in its platform is in line with Quora mission to distribute and develop the good quality of knowledge worldwide.

In order to provide the qualified information, Quora emphasized the credibility value required by users, such as birth name, credential, and biography, also other links to another social media.

However, Quora focused on the politeness among users and its anonymity whether the question related to the sensitive issue.

In the same occasion, Budi Rahardjo as an expert, tech observer, and Quora user find out that Bahasa can encourage many students to have questions and give comprehensive answers.

“As an academic person using Quora, I find the intention and desire to be better by helping to answer the questions,” said the man which also an active blogger.

Meanwhile, Ivan Lanin as an activist of Bahasa Indonesia thinks that Quora has an additional point in the questions among users. In fact, the questions asked in Quora must be structured.

“In Quora, [writing] questions is no joke. It is the strong point of Quora. Therefore, the questions asked in Quora are sometimes appeared in Google search and facilitate users who have been looking for answers or information,” he said.

Quora was founded in 2009 by the former Chief Technology Officer (CTO) of Facebook, Adam D’Angelo. The company which based in Mountain View, California, has been supported in seven languages with more than 200 million unique visitors per month.

Combining technology and human to prevent hate speech

Quora has its own way to prevent hate speech distribution in its platform. By combining technology and community, Quora optimist to prevent the distribution of hate speech content.

“We combine machine learning and human to detect those content. It actually works, our machine learning can detect content which contains hate speech,” she said.

Nevertheless, if these kinds of content were found in Bahasa version, Quora will do the same thing. They will place the people who qualified in Bahasa to moderate content.

“We’re confident with the strong combination of technology and community, it can prevent the [existence] content.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Quora Hadirkan versi Bahasa Indonesia untuk Dorong Pengetahuan Masyarakat

Platform berbagi informasi dan pengetahuan Quora kini resmi mendukung bahasa Indonesia. Jika kita mengakses situs Quora dari Indonesia, tersedia pilihan untuk mengakses konten dalam bahasa Indonesia. Hal ini menjadi versi pertamanya untuk kawasan Asia Tenggara.

Menurut Engineer Manager Quora Veni Johanna, dukungan bahasa Indonesia diyakini dapat mendorong pengguna di Tanah Air berkontribusi terhadap penyebaran informasi dan pengetahuan, terutama anak-anak muda.

“Indonesia salah satu pasar terbesar di mana akses terhadap informasi dan pengetahuan di internet masih sulit. Apalagi, pengguna internet di Indonesia banyak dan aktif di media sosial,” ungkap Veni.

Dalam peluncurannya di Jakarta, Rabu (30/5/2018), Veni juga mengungkap bahwa penambahan bahasa di platformnya sejalan dengan misi Quora untuk menyebarkan dan mengembangkan pengetahuan dunia yang berkualitas.

Untuk menyajikan informasi berkualitas ini, Quora menekankan pentingnya nilai-nilai kredibilitas yang wajib dipenuhi pengguna, seperti kebijakan nama asli, kredensial dan biografis, hingga tautan ke profil medisa sosial lain.

Selain itu, Quora mengutamakan kebijakan sopan santun antarpengguna dan anonimitas pengguna apabila pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan isu atau topik sensitif.

Dalam kesempatan sama, akademisi, pengamat teknologi, dan pengguna Quora Budi Rahardjo menilai bahwa kehadiran dukungan bahasa Indonesia dapat mendorong banyak pelajar untuk mau menyumbang pertanyaan dan memberikan jawaban secara komprehensif.

“Sebagai akademisi yang juga menggunakan Quora, saya menemukan keinginan atau nuansa untuk menjadi lebih baik dengan membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan,” ujar pria yang juga aktif sebagai blogger ini.

Sementara, aktivis Bahasa Indonesia Ivan Lanin justru menilai Quora memiliki nilai lebih pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan antarpengguna. Perlu diketahui, pertanyaan yang diajukan di Quora harus terstruktur.

“Di Quora, [menulis] pertanyaannya tidak bisa asal. Ini yang menjadi kekuatan di Quora. Nah, karena ini juga, pertanyaan di Quora sering muncul di hasil pencarian Google sehingga memudahkan pengguna yang ingin mencari jawaban atau informasi,” tuturnya.

Quora didirikan pada 2009 oleh eks-Chief Technology Officer (CTO) Facebook Adam D’Angelo. Perusahaan berbasis Mountain View, California, ini telah didukung dalam tujuh bahasa dengan lebih dari 200 juta pengunjung unik per bulan.

Padukan teknologi dan manusia untuk tangkal hate speech

Quora juga memiliki cara tersendiri untuk mencegah penyebaran konten berbau ujaran kebencian (hate speech) di platformnya. Menggabungkan kekuatan teknologi dan komunitas, Quora meyakini kedua hal di atas dapat menangkal keberadaan konten-konten tersebut.

“Kami memadukan machine learning dan manusia untuk mendeteksi konten-konten tersebut. Ini cukup berhasil, machine learning kami bisa mendeteksi konten yang mengandung hate speech,” ujar Veni.

Pun demikian, apabila konten semacam ini ditemukan di platform bahasa Indonesia, Quora juga akan melakukan yang sama. Quora akan menempatkan orang yang memiliki pemahaman bahasa Indonesia untuk melakukan moderasi konten.

“Kami yakin perpaduan teknologi dan komunitas yang kuat dapat menangkal [keberadaan] konten-konten tersebut.”

Application Information Will Show Up Here

Adopsi Tanda Tangan Elektronik yang Lebih Luas Butuh Kehadiran Identitas Digital

Saat ini sektor pemerintahan di Indonesia sudah mulai mengadopsi tanda tangan elektronik atau digital. Beberapa di antaranya adalah pelayanan eFaktur di Ditjen Pajak, eSPM di Ditjen Perbendaharaan, Pengadaan Pemerintah Secara Elektronik, ePTSE di Kemandagri, dan SK Kenaikan Pangkat PNS Kemkominfo.

Penggunaan tanda tangan digital, menurut Plt Direktur Keamanan Informasi Kemkominfo, Riki Arif Gunawan, dalam lingkup pemerintahan sangat bermanfaat dalam meningkatkan efisiensi biaya dan waktu, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan izin.

“Untuk satu izin saja, dokumennya sangat tebal. Petugas harus mengecek satu per satu. Kalau [pakai tanda tangan] digital, lebih otomatis, dan waktu lebih efisien. Kepala dinas perizinan juga bisa tanda tangan hal lain di manapun dan kapanpun tanpa harus ada di kantor pusat,” tutur Riki ditemui usai menjadi pembicara di Talkshow Tanda Tangan Digital di kantor PrivyID, Jakarta.

Ia mengakui dunia digital rentan dengan peretasan dan penipuan karena mudah dimodifikasi dan dimanipulasi oknum-oknum tertentu. Untuk itu ia menekankan pentingnya jaminan berbentuk digital, yakni kepastian identitas pengguna, keutuhan bentuk digital, dan nirsangkal perbuatan. Tanpa ada jaminan ini, sulit untuk mempercayai pembuktian dokumen atau hal tertentu.

“Dengan menggunakan tanda tangan digital, kita dapat memastikan bahwa kapan sebuah dokumen tersebut ditandatangani dan oleh siapa,” ungkap Riki.

Bicara soal pemanfaatannya di Indonesia, Riki menilai tanda tangan digital di Indonesia belum bisa memanfaatkan teknologi yang lebih tinggi atau advanced. Alasannya, masyarakat Indonesia belum memiliki sebuah identitas digital yang dapat terverifikasi.

Beberapa negara maju, seperti Korea Selatan dan Estonia, sudah menggunakan teknologi advance dalam pemanfaatan tanda tangan digital. Artinya, tanda tangan digital dapat digunakan dalam lingkup aktivitas sehari-sehari dan tidak terbatas pada sektor tertentu saja, seperti sektor industri dan pemerintahan.

“Negara maju menggunakan [tanda tangan] digital yang lebih tinggi karena identitas penggunaannya bisa diverifikasi. Sementara, kalau kita belanja di marketplace dengan data nama dan nomor telepon, orang lain bisa saja mengaku sebagai kita,” papar Riki.

Apabila tanda tangan digital digunakan untuk layanan lain untuk pembeliaan produk yang memiliki nilai tinggi, pembuktiannya akan lebih sulit karena masyarakat belum bisa memberikan identitas digital yang terpercaya.

Username dan password yang kita pakai, hanya bisa dipercaya oleh satu layanan, tetapi pihak lain tidak bisa. Contoh internet banking, data kita bisa dipakai bank A, kalau bank lain tidak bisa karena bank A saja yang dipercaya,” ungkapnya.

Tantangan lainnya adalah perihal jaminan transaksi. Ia menilai sulit untuk memiliki bukti berbasis digital yang dapat dipercaya dan terverifikasi mengingat dokumen digital dapat dimanipulasi. Berbeda dengan bukti manual yang tersedia dalam bentuk dokumen kertas atau kuitansi.

Di Indonesia sendiri sudah ada penyedia tanda tangan digital serta sertifikat elektronik dan sertifikat digital yang sah, yakni PrivyID. Menurut Riki, jika layanan semacam ini diterapkan, Indonesia bisa melangkah jauh dalam hal pemanfaatan tanda tangan digital.

“Di Korea Selatan, implementasinya langsung di sektor perbankan karena penggunanya terverifikasi dengan eKTP, mereka paham cara menggunakannya, dan hal ini juga diwajibkan. Jika pengguna diberikan identitas digital, mereka akan menjadi pengguna terpercaya. Kami jadi lebih mudah untuk memberikan layanan lain yang lebih advance,” tambahnya.

Soal regulasi, implementasi tanda tangan digital telah berada di bawah Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012. Kendati demikian, Riki menilai bahwa Indonesia tetap membutuhkan regulasi yang mewajibkan implementasi di wilayah industri.

“Di PP memang disebutkan tidak wajib [menggunakan tanda tangan digital]. Maka itu, yang punya kuasa sektornya.”

Tak Cuma Soal Smartphone, Wiz Phone Tawarkan Ekosistem

Pernahkan Anda terbayang bertransaksi melalui kredit digital yang tertanam dalam ponsel Anda? Ponsel ini memudahkan pengguna untuk mengantongi reward dari setiap transaksi kredit tanpa bunga di minimarket.

Konsep di atas ingin direalisasikan PT Wiz Indonesia Nirwana lewat handset Wiz Phone. Ponsel ini menghadirkan ekosistem aplikasi yang dibutuhkan masyarakat golongan menengah ke bawah. Direncanakan diperkenalkan beberapa waktu ke depan, beragam aplikasi sudah pre-installed dan saling terhubung dan terintegrasi satu sama lain, meski spesifikasi dan tampilan ponselnya masih belum diketahui.

Dalam wawancaranya dengan DailySocial, Dez Mangowal, Direktur PT Wiz Indonesia Nirwana, mengatakan Wiz Phone menawarkan sebuah konsep ekosistem di mana satu handset memiliki banyak aplikasi yang dibutuhkan masyarakat. Untuk saat ini, Wiz Phone menawarkan nilai tambah produknya lewat aplikasi “Di Scan”, “Bayar Nanti”, “360 Max”, dan “Radio Max”.

Di Scan merupakan aplikasi scan barcode yang memudahkan pengguna untuk berbelanja di minimarket. Setiap produk yang di-scan akan menampilkan reward yang bisa didapatkan pengguna, misalnya paket data sebesar 5GB. Nantinya, data perilaku pengguna akan terekam lewat aktivitas scan produk, dibeli atau tidak. Aplikasi ini juga merekam lokasi si pengguna secara real time.

Aplikasi ini akan terhubung dengan Bayar Nanti yang berfungsi sebagai kanal lending. Disebut Bayar Nanti karena pengguna bisa menikmati reward, dengan catatan transaksi dilakukan lewat Wiz Phone.

Untuk saat ini, pihaknya telah berkolaborasi dengan Alfamart, Telkomsel, BNI, dan State Bank of India (SBI) sebagai mitra kerja sama.

Lebih lanjut, Dez menekankan pada kolaborasi dengan sejumlah pihak dibandingkan kolaborasi eksklusif yang dinilai lebih sulit untuk meraup pelanggan. Pihaknya meyakini Wiz Phone bisa sukses di pasaran karena mengutamakan kolaborasi.

“Seharusnya  jangan kompetisi terus, tetapi kolaborasi. Daripada mereka keluarkan budget marketing untuk promosi dan result yang tidak jelas, lebih baik kami manfaatkan untuk kasih benefit ke user. Kami kumpulkan benefit-nya, kasih ke user, mereka bakal loyal,” katanya.

Untuk mengakuisisi pengguna, pihaknya mengincar segmen underserved market yang dinilai masih besar dan potensial.

Underserved market itu sebetulnya mampu dan loyal. Beda dengan orang di kota, underserved market itu tidak punya banyak pilihan,” tutur Dez.

“Kredit digital tanpa bunga”

Wiz Phone akan memiliki aplikasi-aplikasi built-in yang saling terintegrasi, seperti Di Scan, Bayar Nanti, 360 Max, dan Radio Max. Pengguna akan mendapat reward dari setiap transaksi yang dilakukan melalui aplikasi tersebut.

Uniknya, sesuai nama aplikasinya Bayar Nanti, pengguna mendapat fasilitas “kredit tanpa bunga”. Setiap pengguna bisa mendapat plafon hingga Rp20 juta. Artinya, aplikasi ini memampukan pengguna untuk berbelanja dengan kredit.

“Pengguna dapat reward per transaksi jika pembayarannya dengan aplikasi ini. [Kita memudahkan orang untuk berutang] karena bunganya 0 persen. Ini seperti kredit digital tapi tanpa bunga. Nanti bunga ini ditanggung oleh subsidi dari mitra kerja sama kami,” papar Dez.

Pihaknya optimistis dengan model bisnis ini. Pasalnya, Dez meyakini bahwa akuisisi pengguna akan lebih mudah dengan memberikan reward yang konsisten. Selain itu, Wiz Phone memang menyasar segmen underserved market yang dinilai memiliki loyalitas lebih tinggi, terutama segmen pasar yang suka berbelanja di Alfamart.

“Kami tahu jualan ponsel itu profitnya sedikit, tapi kami percaya kalau terus kasih benefit ke pengguna, mereka akan datang dengan sendirinya. Justru mereka rugi kalau tidak ngutang, karena di aplikasi ini mereka dapat benefit per transaksinya,” ungkapnya.

Dez mengklaim, fasilitas kredit ini lebih mudah, yang bisa dinikmati langsung setelah melakukan registrasi awal menggunakan Wiz Phone.

Menciptakan ekosistem

Dez juga mengungkapkan rencana kolaborasinya bersama Qualcomm dengan misi menciptakan ekosistem Wiz Phone. Menurut Dez, pihaknya tidak menjual penjualan ponsel dengan merek sendiri, tetapi dengan cara co-branding.

Adapun, ekosistem ponsel yang dimaksud adalah lisensi merek Wiz Phone dapat dimiliki vendor-vendor ponsel lain. Konsepnya sama seperti seri Nexus milik Google yang diproduksi oleh Samsung, LG, HTC, dan Huawei.

Lewat kolaborasi yang lebih luas, benefit dari Wiz Phone dapat dinikmati oleh lebih banyak orang. “Kami menjadi platform [untuk menciptakan] ekosistem,” tuturnya.

IndoGold is Going Aggressive for Fintech Partnership This Year

A gold trading platform, IndoGold, will tighten its partnership with other fintech this year, payment gateway in particular. Some of which are digital wallet platform Doku and Go-Pay.

On company’s observation, the partnership with other fintech may smoothen the transaction. Moreover, partnerships are getting wide open, given the fintech company are spreading in Indonesia.

“This is an era of partnership. Unlike the old days, we haven’t decided whom to partner. There aren’t any fintech to partners with,” Amri Ngadiman, CEO of IndoGold, said on IndoGold Talkshow in Jakarta Convention Center (JCC), Thu (4/20).

He said that there are ongoing partnerships with some fintech companies. Doku, for example, the partnership with this e-wallet platform has been going for four months, but haven’t realized.

Currently, IndoGold is doing API integration with Doku’s. Later, Doku’s users won’t have to register in IndoGold for a cashless gold transaction in the platform.

“We’re in development to connect Doku’s API with ours, it’ll soon to be launched. There’s also few fintech on progress, not only Doku. Considering this is a digital era, it takes time to integrate two systems,” he explained.

Mobile app re-launch

In addition, IndoGold is developing the new app to be re-launched in late 2018. Currently, in iOS and Android, IndoGold app is still in beta version.

IndoGold’s CEO said on the current development, it’s expected to facilitate users to invest. Given the example that users have to click many buttons to make a transaction.

“Then, in the latest update, we’ll introduce many additional features. It’s still on the list. No need to worry, the current app can be used for transactions.”

PT Sinar Rezeki Handal, IndoGold’s parent company, provides an online platform for gold trading since 2011. The transaction can be done through the website or mobile app. IndoGold also a part of Indonesia’s Fintech Association and Indonesia’s E-Commerce Association.

The mobile app has been downloaded 118,000 times since the first launching in 2013. Meanwhile, the site already has 63,000 members since 2011.

Up until now, Ngadiman considers gold as the best instrument of investment. Mobile platform for gold trading is expected to attract other segments of the market, particularly today’s generation.

“In the old days, we have to buy gold in retail and get the physical form. Nowadays, it’s getting easier and credible. In this way, we expect today’s generation to invest in gold, like the oldies.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

“Hybrid Advertising” Gabungkan Kekuatan Media Offline dan Online

Tak dapat dimungkiri, TV saat ini masih menjadi medium paling efektif untuk beriklan. TV unggul karena memiliki jangkauan yang luas, cocok untuk pasar Indonesia. Namun, belanja iklan TV masih paling mahal dibandingkan media-media lainnya.

Pada masanya, produk cetak dan offline menjadi beberapa alternatif utama para pengiklan untuk memasarkan produk. Koran, majalah, dan billboard adalah contoh media iklan yang paling sering kita temui.

Bergerak menuju era internet, pengiklan kini mulai melirik media digital sebagai sarana yang efektif untuk memperkenalkan sebuah produk. Selain minim biaya dan ide kontennya lebih beragam, iklan digital dinilai lebih terukur karena mengandalkan jumlah klik.

Sebetulnya, belanja iklan digital belum melampaui belanja iklan konvensional, seperti media offline maupun media cetak. Namun, sejumlah survei memprediksi belanja iklan digital akan tumbuh pesat seiring semakin meluasnya adopsi internet.

Kami akan membahas tren hybrid advertising sebagai konsep sharing economy baru dalam dunia periklanan. Konsep ini disebut-sebut bakal menjadi tren baru dunia periklanan karena menggabungkan kekuatan dari media offline dan online.

Konsep hybrid advertising saat ini diterapkan UBiklan. Secara singkat, Ubiklan merupakan startup lokal yang menghadirkan platform teknologi untuk layanan iklan berjalan. Ubiklan mengklaim jasa yang ditawarkannya lebih ekonomis, efektif, dan tepat sasaran.

Untuk tahu lebih lanjut mengenai hal ini, simak selengkapnya paparan menarik dari Glorio Yulianto, CEO UBiklan (sebuah layanan car advertising) pada sesi #SelasaStartup berikut ini.

Jangan lupakan media offline

Glorio menilai media offline kini mulai dilupakan sebagai salah satu alternatif utama untuk beriklan. Media digital kini lebih dilirik karena hasilnya lebih terukur dan hal tersebut lebih diinginkan oleh perusahaan.

Diakuinya media offline memiliki kelemahan. Ambil contoh billboard, medium ini memiliki keterbatasan pada pesan yang ingin disampaikan, hanya ada komunikasi satu arah, dan sulit terukur.  Belum lagi isu teknis mulai dari mahalnya teknologi yang ingin dipakai pada billboard hingga sulit untuk memonitor.

Padahal, menurutnya media offline justru memunculkan potensi baru dalam dunia periklanan, terutama di era sharing economy yang banyak diterapkan di banyak perusahaan rintisan.

Mengutip sebuah survei, kata Glorio, saat ini ada 40 persen segmen pembaca media cetak. Namun begitu media online ada, segmen pembaca media online hanya bertambah menjadi 49 persen. Jika dilihat irisannya, cuma 11 persen yang berpindah ke media online.

“Dengan kata lain, masih ada segmen pasar yang tidak berada di dua segmen tersebut. Orang-orang yang online memang penting, tetapi mereka yang tidak pernah akses web (offline) juga sama pentingnya,” tuturnya.

Terlepas dari pesatnya perkembangan digital, media offline diyakini masih memiliki sejumlah keunggulan. Masih banyak segmen pasar yang lebih percaya dengan melihat produk secara langsung ketimbang di dunia digital.

“Tantangan lain pada media offline adalah kreativitas, compeling activity. Kalau tidak ada itu, sama saja. Nah, masalah-masalah di atas yang ingin kita atasi,” ujar Glorio.

Hybrid advertising munculkan peluang baru

Sebagai jawaban atas masalah yang kerap ditemui di atas, Glorio mengungkap bahwa ada konsep baru dalam dunia periklanan yang memiliki potensi besar, yaitu hybrid advertising. Konsep ini menggabungkan kekuatan yang dimiliki media online dan offline.

Dalam hal ini, pengiklan tetap beriklan offline dengan mengandalkan kendaraan sebagai medianya. Sementara, sisi online tetap berperan dalam menyediakan analytic kepada si pengiklan. Dapat dikatakan iklan semacam ini disebut iklan berjalan di mana potensi jangkauannya lebih luas.

“Media offline sebagai media iklan, sedangkan analytic-nya berbasis online. We called it hybrid advertising media. Kami bisa ambil budget (pengiklan) dari dua divisi, yakni online dan offline,” ujar Glorio.

Ia mengungkap hybrid advertising menawarkan layanan atau jasa yang minim biaya, efektif, dan tepat sasaran. Di UBiklan, mereka menawarkan jasa sewa space untuk beriklan pada kendaraan mobil dan motor.

Setiap kendaraan dapat dilacak secara real-time dari GPS di aplikasi pengguna. UBiklan menyediakan dashboard di mana pengiklan dapat memonitor termasuk memasang rencana campaign iklan.

Glorio membandingkan biaya yang dikeluarkan untuk billboard dapat mencapai Rp100 juta, di mana biaya iklan berjalan hanya berkisar Rp1 juta per kendaraan per bulan di UBiklan.

Namun, lanjutnya, perlu dicatat bahwa tidak semua jenis produk dapat memanfaatkan keunggulan dari hybrid advertising demi tujuan awareness. Mass product dinilai lebih cocok untuk menggunakan jasa ini ketimbang produk tertentu yang segmen pasarnya terbatas.

“Bagaimana masa depan hybrid advertising? Ada saat di mana siklusnya akan berputar. Akan ada saat di mana (iklan) digital kembali ke konvensional, dengan catatan harus ada perubahan dan added value. Nanti akan seterusnya begitu, siklusnya kembali ke awal,” ujarnya.

OnlinePajak Applies Blockchain for Tax Transparency

Not many people are aware of OnlinePajak app that helps people for online accounting, reporting, and tax deposit. It’s a third-party application or an alternative for tax solution.

OnlinePajak finds a new solution for its mission to simplify the complicated administration process. By adopting blockchain technology to increase transparency in Indonesia’s tax system.

The blockchain implementation is announced on Friday (4/27). Also joining the ceremony were Minister of Communication and Information (Menkominfo) Rudiantara, General Secretary of Indonesia’s Blockchain Association (ABI) Steven Suhadi, and tax observer Yustinus Prastowo.

Charles Guinot, Founder & Director of Online Pajak, said in his speech that blockchain technology can ensure transparency not only for the public, but also for the government’s system.

“The main issue in the tax system is trust. They always questioning whether the tax they’ve paid is recorded or not. It happens too when purchasing a property, they didn’t know whether its tax has been paid by the previous owner,” he said.

Tax payment involves some parties, from DJP (Directorate General of Tax), DJP (Directorate General of Treasury), Bank Indonesia (BI), Perception Bank, and other third parties.

In this case, the involved parties will have notes on every tax transaction and capable to check the tax agreement. However, the taxpayer’s information remains safe.

Furthermore, Rudiantara expects blockchain to be widely adopted, not only for the government but also corporates. For him, it’ll trigger the other sectors to join.

“However, the public isn’t really aware of the technology, it’s complicated for them. The most important thing is to highlight the benefit. I hope this technology can be adopted for other corporate stuff, whether it (OnlinePajak) succeed, others will too,” Rudiantara said.

The support also coming from the newborn ABI (Indonesia’s Blockchain Association). It has a proactive vision to boost the blockchain implementation that still growing.

Potential new taxpayers

Rudiantara also said the positive impact of blockchain in tax payment system. For example, to push the OTT (over-the-top) entrepreneur to pay taxes, including potential SMEs for new taxpayers.

“In Go-Jek, how many drivers? Sellers in Tokopedia? It’s also SME. They’re taxpayers, not the object. Blockchain becomes the solution for an easy process [to pay taxes],” he added.

Yustinus Prastowo, a tax observer said that blockchain is now become a solution to make the complicated tax system easier.

“The current challenge is tax ratio, many taxpayers but the cake’s small. We have 50 million potential taxpayers, only 30 million registered. There’s still 20 million potential taxpayers. Why is that? It is about trust,” Prastowo said.

He also added, blockchain implementation is expected to increase transparency to raise public’s trust with the current system. In other words, the government can get more taxpayers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian