Fold AR Adalah Game Mirip Pokemon Go, Tapi yang Isinya Bitcoin Ketimbang Monster

Apa jadinya kalau deretan monster di Pokémon Go kita ganti dengan bitcoin? Jadi ketimbang mengelilingi komplek di sekitar rumah untuk berburu Pokémon anyar, yang diburu justru adalah pecahan-pecahan mata uang crypto. Kedengarannya mungkin kelewat utopis, tapi inilah visi yang tengah diwujudkan oleh sebuah startup asal Amerika Serikat bernama Fold.

Tidak tanggung-tanggung, Fold memutuskan untuk langsung bekerja sama dengan pengembang Pokémon Go itu sendiri, Niantic, dalam mewujudkan visinya. Hasil kolaborasinya adalah Fold AR, sebuah game augmented reality sederhana yang banyak terinspirasi oleh Pokémon Go.

Cara bermainnya sangat sederhana: setiap 10 menit, pemain bisa menemukan sebuah blok yang muncul secara acak di sekitarnya dalam radius 15 meter. Hampiri dan buka blok tersebut, maka pemain bakal menerima hadiah. Hadiahnya bisa bervariasi, tapi yang paling utama adalah satoshi — satuan terkecil bitcoin, dengan nilai 1 satoshi setara 0,00000001 BTC.

Premisnya sepintas terdengar seperti mining, tapi yang dapat dilakukan hanya dengan bermodalkan sebuah smartphone. CEO Fold, Will Reeves, percaya bahwa ini bisa menjadi cara termudah bagi banyak orang untuk mendapatkan bitcoin pertamanya.

“Siapapun bisa menggunakan aplikasi kami untuk mendapatkan Bitcoin dan hadiah-hadiah lain dengan menjelajahi dunia di sekitarnya. Bagi kami, sangatlah penting untuk memberikan kemudahan berpartisipasi dalam ekonomi Bitcoin bagi siapapun, terlepas dari latar belakang pendidikan atau pehamahan teknisnya,” terang Will seperti dikutip oleh VentureBeat.

Dalam sebuah posting blog, Will juga sempat menyinggung soal “bitcoin metaverse” dan bagaimana mereka tertarik dengan konsep real-world metaverse yang digagaskan oleh Niantic. Apapun itu, yang pasti bentuk gamification semacam ini memang berpeluang untuk menggaet partisipasi dari banyak orang sekaligus.

Terlepas dari betapa simpel permainannya, Fold AR terus memperkuat tren game play-to-earn (P2E) yang sedang marak belakangan ini, dengan Axie Infinity dan berbagai judul game P2E lain yang terus menjadi topik perbincangan publik.

Sumber: The Verge.

Hitman 3 Janjikan Beragam Lokasi, Alur Cerita, dan Mode Gameplay Baru di Tahun 2022

Dalam waktu kurang dari dua bulan, Hitman 3 bakal merayakan ulang tahunnya yang pertama, dan IO Interactive selaku pengembangnya sudah punya rencana besar untuk game tersebut di tahun keduanya.

Lewat sebuah posting blog, IO mengonfirmasi bahwa Hitman 3 bakal kedatangan sejumlah lokasi baru, alur cerita baru, sekaligus mode baru di tahun 2022. IO sejauh ini belum punya detail soal konten-konten baru yang sudah mereka persiapkan, akan tetapi mereka sudah menjadwalkan update besar untuk Hitman 3 di musim semi tahun depan.

Untuk sekarang, IO baru memberikan teaser lokasi anyarnya dalam bentuk gambar di bawah ini.

Sementara itu, salah satu mode baru yang sudah dikonfirmasi adalah Elusive Target Arcade. Tidak diketahui apa saja perubahan formula yang diterapkan jika dibandingkan dengan mode Elusive Target di Hitman dan Hitman 2, namun yang pasti semua konten Elusive Target Arcade di Hitman 3 bersifat permanen. Di kedua game sebelumnya, konten Elusive Target akan hilang dengan sendirinya beberapa saat setelah dirilis.

Dari sisi teknis, Hitman 3 versi PC bakal kedatangan dukungan ray tracing mulai tahun depan, plus mode virtual reality (VR) di bulan Januari 2022. Detail mengenai platform VR yang didukung baru akan disingkap pada tanggal 20 Januari 2022.

Kemungkinan besar salah satunya adalah SteamVR — cuplikan singkat pada video di atas (menit 1:20) dengan jelas menunjukkan headset Valve Index beserta sepasang controller-nya — terutama mengingat hak distribusi eksklusif Hitman 3 yang dipegang Epic Games akan berakhir tepat setahun setelah peluncurannya.

Terakhir, IO tidak lupa mengumumkan bahwa ketiga game Hitman bikinannya (trilogi World of Assassination) telah berhasil menggaet 50 juta pemain secara total, dan Hitman 3 sendiri disebut sebagai game Hitman yang paling sukses sepanjang masa — sekaligus yang terbukti mampu meningkatkan laba perusahaan hingga 136% dibanding tahun sebelumnya.

Via: Game Informer.

Epic Games Akuisisi Harmonix, Musik Bakal Punya Peran Lebih Besar Lagi di Fortnite

Epic Games mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi Harmonix. Buat yang tidak tahu, Harmonix merupakan developer di balik seri rhythm game populer Rock Band dan Dance Central. Mereka juga bertanggung jawab atas pengembangan Guitar Hero orisinal yang dirilis di tahun 2005 untuk PlayStation 2.

Nilai akuisisinya tidak disebutkan, dan baik Harmonix maupun Epic juga belum mau menyingkap rencana ke depan mereka secara spesifik. Satu hal yang pasti, Harmonix akan berkolaborasi dengan Epic untuk mengembangkan “musical journeys and gameplay” buat Fortnite. Menurut Epic sendiri, ini merupakan bagian dari langkah awal mereka dalam membangun metaverse.

Co-Founder and Chairman Harmonix, Alex Rigopulos, mengatakan: “Bersama-sama kami akan mendorong batasan kreatif dari apa yang mungkin dan menemukan cara baru bagi pemain kami untuk membuat, membawakan, dan membagikan musik.”

Musik di Fortnite bukanlah suatu hal baru. Sejak tahun lalu, Fortnite sudah beberapa kali dijadikan venue untuk konser virtual dari musisi-musisi ternama macam Marshmello, Travis Scott, dan Ariana Grande. Oktober kemarin, Fortnite juga menggelar festival musik bertajuk Soundwave Series yang melibatkan musisi-musisi dari berbagai belahan negara.

“Musik telah menyatukan jutaan orang di Fortnite, dari emote sampai konser dan event global kami,” ucap Alain Tascan, Vice President of Game Development at Epic Games, dalam sebuah siaran pers. “Bersama dengan tim Harmonix kami akan mengubah cara pemain menikmati musik, dari yang tadinya pendengar pasif menjadi partisipan aktif,” imbuhnya.

Buat Harmonix sendiri, mereka memastikan bahwa akuisisi ini tidak akan mempengaruhi komitmen mereka terhadap game-game bikinan mereka sendiri. Konten DLC untuk Rock Band 4 masih akan tetap digarap, dan event di Fuser pun masih akan terus berlanjut. Semua game besutan Harmonix juga masih akan tetap tersedia di Steam maupun console.

Sumber: Epic Games dan Harmonix via Games Industry.

8 Smartphone di Bawah 10 Juta dengan Penyimpanan Internal 64 GB

Seiring bertambah besarnya ukuran game mobile dan resolusi kamera smartphone, kapasitas penyimpanan terus menjadi salah satu faktor penentu utama saat membeli smartphone baru. Ekspansi via kartu microSD merupakan nilai plus, tapi itu tetap tidak bisa menyamai pengalaman seamless yang ditawarkan storage internal.

Belum lagi melihat tren virtual RAM expansion yang sedang marak belakangan ini, semuanya kian menambah alasan betapa esensialnya penyimpanan internal yang besar di smartphone. Kalau diharuskan menyebut angka yang spesifik, saya mungkin akan memilih 64 GB sebagai standar paling minimum.

Kabar baiknya, opsi smartphone dengan kapasitas penyimpanan internal yang besar kini kian melimpah di semua segmen harga. Di artikel ini, saya telah merangkum 8 smartphone di bawah 10 juta rupiah dengan penyimpanan internal 64 GB atau lebih.

1. Samsung Galaxy A52s 5G

Ponsel yang dirilis pada bulan September kemarin ini menawarkan banyak keunggulan di harga Rp6.499.000. Ia dibekali layar Super AMOLED 6,5 inci dengan resolusi FHD+ (1080p) dan refresh rate 120 Hz, tidak ketinggalan pula chipset Qualcomm Snapdragon 778G, RAM 8 GB, penyimpanan internal sebesar 256 GB.

Storage sebesar itu penting mengingat ponsel ini bahkan dapat merekam video 4K menggunakan kamera depannya. Kamera belakangnya sendiri mencakup kamera utama 64 megapiksel, kamera ultra-wide 12 megapiksel, kamera makro 5 megapiksel, dan kamera depth 5 megapiksel. Soal baterai, A52s mengandalkan kapasitas 4.500 mAh dan dukungan fast charging 25 W.

Link pembelian: Samsung Galaxy A52s 5G

2. OPPO Reno6 5G

Dibanderol Rp7.999.000, Reno6 5G mengusung desain yang tak kalah premium dari smartphone flagship. Seperti yang sudah menjadi tradisi seri Reno, kamera kembali menjadi aspek andalan, dengan kamera utama 64 megapiksel, kamera ultra-wide 8 megapiksel, kamera makro 2 megapiksel, dan kamera depan 32 megapiksel.

Perangkat mengusung layar AMOLED 6,4 inci dengan resolusi FHD+ dan refresh rate 90 Hz, sementara performanya ditunjang oleh chipset MediaTek Dimensity 900, RAM 8 GB, dan penyimpanan internal sebesar 128 GB. Baterainya tercatat memiliki kapasitas 4.310 mAh, lengkap dengan dukungan fast charging 65 W.

Link pembelian: OPPO Reno6 5G

3. Xiaomi 11T

Harga mid-range, performa high-end; kira-kira begitulah cara banyak orang mendeskripsikan Xiaomi 11T. Harganya tidak lebih dari Rp5.999.000, akan tetapi spesifikasinya mencakup chipset MediaTek Dimensity 1200-Ultra, RAM 8 GB, dan memori internal sebesar 256 GB. Layarnya sendiri merupakan panel AMOLED 6,67 inci dengan resolusi FHD+ dan refresh rate 120 Hz.

Xiaomi 11T dibekali baterai 5.000 mAh dan mendukung fast charging 67 W. Untuk kameranya, perangkat mengandalkan kamera utama 108 megapiksel, kamera ultra-wide 8 megapiksel, kamera makro 5 megapiksel, dan kamera depan 16 megapiksel.

Link pembelian: Xiaomi 11T

4. Realme GT Neo2

Realme menutup tahun 2021 dengan ponsel yang cukup bombastis. Dijual seharga Rp6.499.000, Realme GT Neo2 menawarkan spesifikasi yang amat menggiurkan: Snapdragon 870, RAM 12 GB, storage internal 256 GB, dan baterai 5.000 mAh yang mendukung fast charging 65 W.

Melengkapi spesifikasinya adalah layar AMOLED 6,62 inci beresolusi FHD+ dan refresh rate 120 Hz, tidak ketinggalan juga kamera utama 64 megapiksel, kamera ultra-wide 8 megapiksel, kamera makro 2 megapiksel, dan kamera depan 16 megapiksel.

Link pembelian: Realme GT Neo2

5. Vivo X60

X60 memang bukan flagship terbaru Vivo, akan tetapi ia masih pantas direkomendasikan kalau melihat harganya, dan lagi selisih umurnya pun tidak terlalu jauh dari X70. Seperti suksesonya, X70 juga mengemas kamera yang sangat mumpuni hasil kerja sama Vivo dan Zeiss.

Spesifikasinya pun masih sangat relevan di akhir 2021 ini: Snapdragon 870, RAM 8 GB, penyimpanan 128 GB, dan baterai 4.300 mAh dengan dukungan fast charging 33 W. Layarnya merupakan panel AMOLED 6,56 inci dengan resolusi FHD+ dan refresh rate 120 Hz.

Link pembelian: Vivo X60

6. Asus ROG Phone 5

Bagi yang lebih mementingkan gaming ketimbang kamera, ROG Phone 5 tentu merupakan opsi yang lebih ideal. Sebagai sebuah ponsel gaming, tentu saja spesifikasinya tidak mengecewakan: Snapdragon 888, RAM 8 GB, penyimpanan internal 128 GB, dan baterai 6.000 mAh yang mendukung fast charging 65 W.

Ponsel seharga Rp8.999.000 ini dibekali layar AMOLED 6,78 inci dengan resolusi FHD+ dan refresh rate 144 Hz. Meski bukan prioritas, Asus setidaknya masih membekali ponsel ini dengan kamera utama 64 megapiksel, kamera ultra-wide 8 megapiksel, kamera makro 2 megapiksel, dan kamera depan 24 megapiksel.

Link pembelian: Asus ROG Phone 5

7. Xiaomi Redmi Note 10S

Buat yang memiliki bujet tidak lebih dari Rp2.699.000, sulit mencari ponsel lain dengan spesifikasi yang lebih baik ketimbang Redmi Note 10S. Ia mengemas layar Super AMOLED 6,43 inci dengan resolusi FHD+, sementara performanya mengunggulkan chipset MediaTek Helio G95, RAM 6 GB, dan storage internal sebesar 64 GB.

Meski murah, perangkat masih dilengkapi NFC. Baterainya pun besar di angka 5.000 mAh, dan dukungan fast charging-nya cukup lumayan di 33 W. Soal kamera, Redmi Note 10S dibekali kamera utama 64 megapiksel, kamera ultra-wide 8 megapiksel, kamera makro 2 megapiksel, kamera depth 2 megapiksel, dan kamera depan 13 megapiksel.

Link pembelian: Xiaomi Redmi 10

8. Apple iPhone SE

Rp9.499.000 untuk sebuah iPhone keluaran tahun 2020 dengan penyimpanan internal sebesar 256 GB; ini menurut saya merupakan opsi yang cukup menarik terutama bagi kreator konten yang rutin membuat video. Sudah bukan rahasia kalau kualitas video yang dihasilkan iPhone sangat baik, dan model ini pun juga termasuk walau kamera belakangnya cuma satu.

Desain dan layarnya memang jauh lebih inferior ketimbang standar 2021, tapi setidaknya performanya setara dengan iPhone 11 (yang masih sangat kencang untuk ukuran sekarang). Buat videografer yang butuh kamera cadangan untuk mengunggah story atau TikTok, iPhone SE bisa jadi pertimbangan.

Link pembelian: Apple iPhone SE

Gambar header: Malte Helmhold via Unsplash.

Kojima Productions Buat Divisi Baru Khusus untuk Menggeluti Bidang Film, TV dan Musik

Developer Death Stranding, Kojima Productions, mengumumkan pembukaan divisi baru yang didedikasikan untuk berkarya di bidang film, TV, dan musik. Studio baru yang bermarkas di kota Los Angeles ini nantinya akan berfokus untuk mengembangkan IP (intellectual property) milik perusahaan ke luar ranah video game.

Sebagai studio yang masih relatif baru, Kojima Productions sejauh ini memang baru punya satu IP orisinal saja, yaitu Death Stranding, akan tetapi sudah bukan rahasia kalau Hideo Kojima sendiri sangat terobsesi dengan film, terbukti dari elemen-elemen sinematik yang begitu kental pada deretan game bikinannya, bahkan sejak ia masih di Konami.

Death Stranding sendiri merupakan game yang amat sarat adegan sinematik, dan sejumlah karakternya pun diperankan oleh aktor dan aktris Hollywood ternama, mulai dari Norman Reedus, Mads Mikkelsen, Guillermo Del Toro, sampai Léa Seydoux. Singkat cerita, penggemar loyal Kojima tidak akan terkejut mendengar kabar ini.

Studio baru ini akan dipimpin oleh Riley Russell, seorang veteran yang sebelum ini mengabdi di tim PlayStation selama hampir 28 tahun. Menurut Riley, ekspansi ke ranah film, TV, dan musik ini penting untuk menjadikan karya-karya Kojima Productions sebagai bagian yang lebih integral lagi dari pop culture.

Sejauh ini belum ada kejelasan mengenai proyek yang akan digarap oleh studio kedua Kojima Productions ini, apakah berdasar pada Death Stranding atau IP lain yang belum diumumkan. Perilisan game baru kemudian disusul oleh film atau serial TV-nya tentu bisa membangun hype yang lebih besar. Di saat yang sama, serial TV Death Stranding pun juga terdengar tak kalah menarik, dan itu semestinya bisa memberi kita kesempatan untuk mendalami lore uniknya lebih jauh lagi.

Keputusan Kojima Productions menjajaki segmen media hiburan lain ini langsung mengingatkan saya pada Riot Games. Seperti yang kita tahu, franchise League of Legends kini tak hanya mencakup game MOBA semata, melainkan juga musik dan film. Baru-baru ini, Riot juga merilis serial animasi Arcane di Netflix yang pada dasarnya berhasil mematahkan stigma buruk video game yang diadaptasikan ke film.

Sumber: The Verge dan Games Industry.

8 Gamepad Pilihan untuk PC Gaming yang Dapat Dibeli di Indonesia

Salah satu kelebihan utama PC gaming adalah terkait fleksibilitas yang ditawarkannya. Anda lebih suka bermain menggunakan gamepad ketimbang mouse dan keyboard? Silakan saja, dan lebih enaknya lagi, opsi gamepad yang tersedia bukan cuma terbatas pada satu platform tertentu saja.

Selain masalah selera, masih ada banyak alasan untuk memakai gamepad ketimbang mouse dan keyboard di PC, semisal untuk memainkan fighting game atau racing game, macam Forza Horizon 5 misalnya. Nyatanya, beberapa game memang akan terasa lebih ideal jika dimainkan menggunakan gamepad. Kalau berdasarkan pengalaman pribadi, saya baru bisa menamatkan Hades setelah menggunakan gamepad.

Di artikel ini, saya telah merangkum rekomendasi 8 gamepad pilihan untuk PC gaming yang dapat dibeli di Indonesia. Berikut daftarnya.

1. Xbox Wireless Controller

Controller bawaan Xbox Series X dan Series S ini sepintas kelihatan sangat mirip seperti controller milik Xbox One, dan itu berarti kenyamanannya pun sudah sangat terbukti. Layout tombol-tombolnya tidak berubah, akan tetapi bentuk D-pad-nya kini dibuat menyambung sehingga bakal lebih memudahkan di fighting game atau platformer.

Anda bebas menyambungkannya ke PC via kabel atau Bluetooth, atau bisa juga via sambungan wireless 2,4 GHz menggunakan dongle USB yang dibundel. Kekurangan terbesarnya cuma satu: ia mengandalkan baterai AA ketimbang baterai yang rechargeable. Harganya? Rp1.179.000.

Link pembelian: Xbox Wireless Controller Bundle

2. Xbox Elite Wireless Controller Series 2

Kalau bujet bukan masalah, maka gamepad seharga Rp2.975.000 ini bisa jadi pilihan, terutama jika Anda mengutamakan aspek kustomisasi. Pasalnya, kustomisasi pada gamepad ini tak hanya bisa dilakukan dari sisi software saja, melainkan juga hardware. Anda bahkan bisa mengatur seberapa tegang stik analognya jika perlu.

Seperti saudaranya yang non-elit, controller ini juga menawarkan tiga jenis koneksi: kabel, Bluetooth, dan wireless 2,4 GHz. Yang berbeda, versi elit ini menggunakan baterai yang dapat diisi ulang dengan daya tahan sekitar 40 jam per charge.

Link pembelian: Xbox Elite Wireless Controller Series 2

3. Sony DualSense Wireless Controller

Controller ini merupakan salah satu alasan di balik kesuksesan PlayStation 5, terutama berkat fitur-fitur seperti advanced haptics dan adaptive trigger. Sayang kecanggihan yang ditawarkan belum sepenuhnya bisa dinikmati di PC, sebab kalangan developer harus memperbarui game-nya masing-masing terlebih dulu. Sejauh ini, jumlah game yang mendukung kedua fitur tersebut di PC belum banyak.

Jumlahnya seiring waktu dipastikan bakal terus bertambah, apalagi mengingat Steam sepenuhnya mendukung controller ini secara resmi. Di Indonesia, gamepad ini bisa dibeli secara resmi seharga Rp1.149.000.

Link pembelian: Sony DualSense Wireless Controller

4. Sony DualShock 4 Wireless Controller

Alternatif yang lebih terjangkau tentu adalah DualShock 4, yang dijual dengan garansi resmi seharga Rp799.000. Ia memang tidak secanggih dan seergonomis saudaranya tadi, tapi setidaknya build quality-nya tetap sangat baik, dan tetap terasa nyaman terutama untuk pengguna yang bertangan kecil.

Kekurangan terbesar DualShock 4 adalah, Anda perlu menginstal software tambahan agar ia bisa bekerja di PC. Untungnya ada software DS4Windows yang gratis dan cukup mudah digunakan.

Link pembelian: Sony DualShock 4 Wireless Controller

5. Razer Wolverine V2 Chroma

Sebagai sebuah perangkat dengan banyak tombol yang dapat diklik, gamepad perlu menawarkan sensasi taktil yang mantap agar penggunanya bisa betah memakainya. Kalau itu yang dicari, maka Wolverine V2 Chroma bisa jadi pilihan berkat mechanical switch yang bernaung di balik tombol action dan D-pad-nya.

Kustomisasi lengkap via software juga merupakan salah satu nilai jual utama dari controller ini. Sayangnya, di angka Rp2.499.000, harganya tidak bisa dibilang murah, apalagi mengingat ia tak dibekali koneksi nirkabel sama sekali. Well, setidaknya pengguna gamepad ini tidak akan dibuat frustrasi karena kehabisan daya baterai.

Link pembelian: Razer Wolverine V2 Chroma

6. Nintendo Switch Pro Controller

Pilihan paling bijak bagi gamer PC yang juga punya Nintendo Switch, controller ini sepenuhnya didukung oleh Steam, dan bakal langsung dikenali sebagai controller Xbox. Namun tidak seperti controller Xbox, ia dibekali baterai rechargeable yang mampu bertahan hingga 40 jam pemakaian dalam sekali pengisian.

Selain menggunakan kabel USB, controller dengan banderol Rp849.000 ini juga dapat dihubungkan via Bluetooth. PC Anda tidak punya Bluetooth? Tambahkan saja adaptor bikinan 8Bitdo yang bisa dibeli seharga Rp175.000.

Link pembelian: Nintendo Switch Pro Controller

7. Logitech F310

Bagi yang memerlukan opsi terjangkau, Anda bisa mempertimbangkan Logitech F310. Dengan banderol cuma Rp285.000, gamepad ini sudah bisa memenuhi kebutuhan gamer PC dalam beberapa judul game yang kurang ideal dimainkan menggunakan mouse dan keyboard. Perangkat ini juga bersifat plug-and-play, yang berarti ia dapat langsung digunakan tanpa perlu menginstal driver atau software ekstra.

Link pembelian: Logitech F310

8. Razer Raion

Khusus penggemar fighting game, Anda bisa melirik Razer Raion. Layout-nya tampak unik dan banyak terinspirasi arcade stick tradisional, dengan enam buah tombol di sebelah kanan dan D-pad 8 arah di kiri. Seperti Razer Wolverine tadi, Raion juga dibekali mechanical switch agar setiap klik tombolnya selalu terasa mantap.

Kebetulan Razer dulunya merancang controller ini buat PlayStation 4, sehingga ia turut dibekali touchpad kecil yang bakal sangat membantu ketika dibutuhkan. Stok perangkat ini di Indonesia sudah cukup langka sekarang, akan tetapi masih ada yang menjualnya seharga Rp690.000 saja (tanpa garansi).

Link pembelian: Razer Raion

Gambar header: Sam Pak via Unsplash.

Riot Ungkap Lebih Banyak Detail Soal Fighting Game yang Sedang Digarapnya, Project L

2019 lalu, Riot Games sempat mengumumkan bahwa salah satu proyek baru yang sedang mereka garap adalah sebuah fighting game dengan codename Project L. Setelah sekian lama bungkam, Riot akhirnya berani buka-bukaan lebih banyak soal game tersebut.

Project L dideskripsikan sebagai sebuah tag-team style fighting game, yang berarti setiap pemain akan menjalankan dua karakter sekaligus secara bergantian. Menurut Riot, kontrol di Project L “mudah untuk dipelajari tapi sulit untuk dikuasai”, dan ini mereka yakini sebagai cara terbaik untuk mengakomodasi semua kalangan pemain, dari yang amatir sampai yang pro.

Kalau melihat cuplikan videonya di bawah, gameplay-nya sejauh ini memang sudah kelihatan cukup matang, akan tetapi Project L sebenarnya masih jauh dari kata selesai (bahkan judul finalnya pun belum ada). Riot belum punya estimasi jadwal perilisannya, tapi yang pasti tidak tahun ini ataupun tahun depan.

Beberapa aspek esensial, seperti misalnya core gameplay, kontrol, dan art direction untuk Project L memang sudah hampir selesai difinalisasi, namun Riot masih punya banyak PR terkait karakter, stage, menu, UI, maupun sistem ranking. Belum diketahui berapa banyak karakter yang akan tersedia nantinya, tapi yang sudah terkonfirmasi sejauh ini adalah Jinx, Darius, Ahri, dan Ekko.

Aspek teknis seperti rollback netcode juga tidak dilupakan, dan Riot berniat mengintegrasikan sejumlah teknologi yang sudah mereka gunakan sekarang, macam RiotDirect yang terbukti efektif dalam meminimalkan ping di League of Legends maupun Valorant.

Riot menegaskan bahwa pengembangannya tidak akan dilakukan secara terburu-buru karena mereka ingin menciptakan game yang dapat dimainkan oleh komunitas pencinta fighting game selama bertahun-tahun. Rencananya, mereka bakal menyingkap update anyar seputar Project L paling cepat di awal babak kedua tahun 2022.

Sebulan terakhir ini merupakan periode yang sangat produktif buat Riot Games. Mereka merilis serial animasi Arcane di Netflix yang menuai banyak pujian positif, tidak ketinggalan pula dua game spin-off League of Legends berjudul Ruined King dan Hextech Mayhem. Mereka bahkan juga sempat mengumumkan dua game lain yang siap diluncurkan tahun depan, yakni Song of Nunu dan Conv/rgence.

Sumber: Riot Games via PC Gamer.

Susul Nickelodeon, Warner Bros. Umumkan Crossover Fighting Game Berjudul MultiVersus

Warner Bros. Games baru saja mengumumkan MultiVersus, sebuah crossover fighting game anyar dengan deretan karakter yang berasal dari koleksi IP milik mereka, mulai dari Looney Tunes, DC Comics, Scooby Doo, bahkan sampai Game of Thrones.

Tentu saja ini bukan pertama kalinya sebuah franchise besar mencoba meniru formula sukses yang dipopulerkan oleh Nintendo lewat seri Super Smash Bros., sebab ada Nickelodeon All-Star Brawl yang baru saja dirilis bulan lalu. Namun tidak seperti kedua game tersebut, MultiVersus merupakan sebuah game free-to-play (F2P).

Selain mode 1v1, MultiVersus juga menawarkan mode 2v2 dan 4-Player Free For All. Dalam mode 2v2, para pemain dituntut untuk menerapkan strategi kerja sama yang efektif, sebab karakter-karakter dalam MultiVersus memang dirancang untuk melengkapi satu sama lain secara dinamis.

Salah satu contohnya, ketika Bugs Bunny menggunakan skill untuk menggali terowongan di bawah tanah, rekan setimnya juga bisa ikut masuk ke lubang tersebut dan melancarkan serangan kejutan dari titik keluar di sisi yang berlawanan.

Sejauh ini MultiVersus memiliki 13 karakter, masing-masing dengan pengisi suara aslinya, namun jumlahnya dipastikan bakal bertambah seiring berjalannya waktu. Selain dari IP yang sudah terkenal, WB turut merancang karakter baru untuk MultiVersus.

Sebagai game F2P, sudah sewajarnya MultiVersus menawarkan konten in-app purchase, semisal skin untuk tiap karakter — Superman dengan skin Black Lantern kelihatan sangat keren — dan WB Games berniat menghadirkannya dalam format season-based. Cuplikan di trailer-nya juga sempat memperlihatkan elemen dari sistem battle pass.

Cross-play dan cross-progression merupakan fitur standar untuk MultiVersus, dan pengembangnya berjanji untuk menyediakan dedicated server dari hari pertama peluncuran guna meminimalkan problem seputar koneksi. Selain online, MultiVersus juga mendukung local multiplayer.

MultiVersus dikembangkan oleh studio baru bernama Player First Games. Permainan rencananya akan dirilis di tahun 2022 di PC, PlayStation, dan Xbox. Entah kenapa alasannya, WB Games tampaknya tidak punya rencana untuk menghadirkan game ini di Nintendo Switch.

Bagi yang sudah tidak sabar, pengembang MultiVersus berencana menggelar sesi playtest dalam waktu dekat. Kalau tertarik, silakan mendaftarkan diri melalui situs resminya.

Sumber: IGN.

MediaTek Umumkan Chipset Anyar Dimensity 9000, Bakal Jadi Andalan Smartphone Gaming?

Sudah bukan rahasia kalau gaming menuntut performa perangkat yang tinggi, dan itulah mengapa hampir semua smartphone gaming selalu datang membawa chipset kelas flagship dengan performa terbaik pada masanya. Untuk tahun depan, ada kemungkinan smartphone gaming bakal ditenagai oleh chipset terbaru besutan MediaTek berikut ini.

Dijuluki Dimensity 9000, ia disebut sebagai chipset paling perkasa yang pernah MediaTek buat sejauh ini. Ia dibuat menggunakan proses pabrikasi 4 nm milik TSMC, dan itu pada dasarnya sudah menjadi jaminan atas peningkatan performa sekaligus efisiensi daya yang diusungnya.

Chipset ini mengemas prosesor 8-core dengan konfigurasi 1+3+4: satu core Cortex-X2 dengan kecepatan maksimum 3,05 GHz, tiga core Cortex-A710 dengan kecepatan hingga 2,85 GHz, dan empat sisanya adalah efficiency core Cortex-A510 dengan kecepatan 1,8 GHz. Untuk RAM, Dimensity 9000 mendukung LPDDR5x dengan kecepatan hingga 7.500 Mbps.

Dalam benchmark CPU single-core, MediaTek mengklaim ada peningkatan performa hingga 35% dibanding chipset flagship Android saat ini (asumsinya Snapdragon 888), tapi di saat yang sama konsumsi dayanya juga 37% lebih rendah. Untuk benchmark multi-core, MediaTek malah tidak segan menyebut performanya setara dengan chip A15 milik iPhone 13.

Dari sisi kinerja grafis, Dimensity 9000 mengandalkan GPU Mali-G710 dengan 10-core. Dukungan ray tracing bahkan juga tersedia, meski memang implementasinya masih berbasis software ketimbang hardware. Terlepas dari batasan tersebut, setidaknya ini masih punya potensi untuk meningkatkan kualitas visual pada game.

Di luar konteks gaming, Dimensity 9000 tetap menunjukkan potensi yang sangat besar, misalnya ISP (image signal processor) yang mampu merekam video HDR beresolusi 4K dari tiga kamera sekaligus secara bersamaan. ISP ini juga siap mengakomodasi sensor kamera dengan resolusi maksimum 320 megapiksel.

Dari segi konektivitas, Dimensity 9000 merupakan chipset smartphone pertama yang dibekali Bluetooth 5.3, tidak ketinggalan pula Wi-Fi 6E 2×2. Cukup disayangkan ia belum mendukung 5G mmWave, tapi setidaknya kecepatan maksimumnya di sub-6GHz diklaim sudah bisa mencapai angka 7 Gbps.

Terakhir, untuk pemrosesan AI, MediaTek mengklaim ada peningkatan hingga empat kali lipat dibanding generasi sebelumnya. MediaTek bahkan kinerja AI-nya sekitar 16% lebih gegas ketimbang chip Tensor milik Google Pixel 6 (yang sendirinya sangat membanggakan performa AI).

Menimbang semua itu, jangan heran kalau MediaTek Dimensity 9000 bakal jadi kepercayaan sejumlah smartphone gaming dan smartphone flagship yang dirilis tahun depan. Pun demikian, kita tidak boleh lupa bahwa Qualcomm juga tengah bersiap untuk mengumumkan chipset flagship barunya dalam waktu dekat. Terlepas dari itu, ponsel pertama yang ditenagai MediaTek 9000 kabarnya bakal hadir pada akhir kuartal pertama 2022.

Sumber: GSM Arena dan AnandTech.

Beyerdynamic Luncurkan Dua Headset Gaming Baru, MMX 100 dan MMX 150

Veteran audio asal Jerman, Beyerdynamic, kembali meluncurkan headset gaming baru. Bukan cuma satu, melainkan dua sekaligus, yakni MMX 100 dan MMX 150.

MMX 100 merupakan headset gaming analog yang ideal untuk pengguna console (karena bisa langsung dicolokkan ke controller), sementara MMX 150 didedikasikan untuk gamer PC berkat koneksi USB dan sound card terintegrasinya.

Kedua headset sama-sama mengemas driver berdiameter 40 mm yang telah dioptimalkan untuk menghasilkan “suara yang jernih dan presisi di semua genre“. Maksud kata presisi di sini tentu merujuk pada aspek positioning yang krusial dalam game FPS kompetitif, serta mampu menambah kesan immersive dalam game RPG.

Pengalaman panjang Beyerdynamic di industri audio yang hampir satu abad tak hanya ditumpahkan ke output-nya, melainkan juga input. Baik MMX 100 maupun MMX 150 sama-sama dibekali mikrofon cardioid yang dijuluki Meta Voice (tidak ada hubungannya sama sekali dengan Facebook).

Detachable mic dengan kapsul sebesar 9,9 mm ini diyakini mampu meredam suara-suara latar yang mengganggu selagi di saat yang sama masih mempertahankan kesan natural pada suara pengguna yang ditangkap. Supaya memudahkan, Beyerdynamic tak lupa menyematkan tombol fisik untuk mute/unmute di earcup sebelah kiri, persis di depan kenop volumenya.

Khusus pada MMX 150, ada fitur ekstra bernama Augmented Mode. Fitur ini pada dasarnya memiliki cara kerja serupa seperti fitur transparency mode atau ambient mode di berbagai TWS noise cancelling, yakni membiarkan suara-suara yang ada di sekitar pengguna masuk. Dengan begitu, pengguna tetap bisa berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya tanpa perlu melepas headset sama sekali.

Secara estetika, kedua headset punya penampilan yang hampir identik, dengan bantalan telinga membulat yang dilapisi kulit sintetis. Konstruksinya sendiri banyak mengandalkan aluminium, dan bobot keduanya sama-sama berada di kisaran 300 gram.

Di pasar Amerika Serikat, Beyerdynamic MMX 100 dan MMX 150 saat ini telah dijual masing-masing seharga $99 dan $149. Keduanya sama-sama tersedia dalam pilihan warna hitam atau abu-abu.

Sumber: Pocket-lint dan Beyerdynamic.