Update Terbaru Stardew Valley Jadikan Game-nya Lebih Future Proof dan Semakin Mod-Friendly

Modding memegang peranan yang sangat penting dalam dunia PC gaming. Tidak jarang, modding memungkinkan game yang sudah bagus untuk disempurnakan lebih jauh lagi. Dalam beberapa kasus, modding bahkan bisa membantu memperpanjang ‘umur’ game. Tidak percaya? Lihat saja Skyrim, yang belum lama ini dirilis ulang oleh Bethesda dengan menyertakan segudang konten bikinan komunitas modder-nya.

Stardew Valley merupakan contoh lain game yang mod-friendly, meski memang jumlah mod-nya belum selevel game-game bikinan Bethesda. Mulai dari mod simpel yang menyisipkan elemen UI ekstra, sampai yang benar-benar menambahkan segudang konten baru untuk dimainkan, Stardew Valley punya semuanya.

Kreator Stardew Valley, Eric “ConcernedApe” Barone, mendukung penuh komunitas modding dari game bikinannya tersebut. Hal itu ia buktikan lewat patch terbaru untuk Stardew Valley (versi 1.5.5), yang membawa pembaruan amat substansial terkait modding.

Utamanya, patch anyar ini memindahkan Stardew Valley dari framework XNA ke MonoGame. Meski keduanya sama-sama merupakan framework untuk mengembangkan game, XNA sudah berhenti dikembangkan sejak 2013, sementara MonoGame merupakan proyek open-source yang masih terus aktif dikembangkan.

Menurut Eric, tujuan dari migrasi framework ini tidak lain supaya Stardew Valley bisa lebih future-proof, sekaligus untuk meningkatkan batasan RAM yang dapat diakses oleh mod menjadi lebih dari 4 GB. Dengan kata lain, modder Stardew Valley punya fleksibilitas ekstra dalam berkreasi pasca update terbaru ini.

Mod seperti Stardew Valley Expanded menghadirkan segudang konten baru yang membuat game-nya jadi terasa baru / FlashShifter

Di samping pembaruan dari sisi arsitektur game, patch 1.5.5 turut menghadirkan sejumlah pembaruan QoL (quality of life) seperti kemampuan untuk membeli kembali barang yang tidak sengaja terjual, serta beberapa bug fix. Patch note lengkapnya dapat Anda baca sendiri di blog resmi Stardew Valley.

Belum puas sampai di situ saja, Eric juga tengah menyiapkan patch versi 1.5.6 yang bakal semakin memudahkan pekerjaan para modder. Untuk mewujudkannya, Eric bahkan memutuskan untuk bekerja sama langsung dengan PathosChild, pencipta SMAPI yang merupakan tool esensial untuk sebagian besar mod di Stardew Valley.

Update versi 1.5.6 kabarnya juga akan menghadirkan sejumlah konten baru, tapi tidak akan sampai sesignifikan patch 1.5 yang dirilis tahun lalu — cukup wajar mengingat Eric sedang sibuk mengerjakan game baru. Selagi menunggu, tidak ada salahnya kita bermain-main dulu dengan sejumlah mod esensial untuk Stardew Valley.

Via: Rock Paper Shotgun.

LoL Wild Rift Terpilih Sebagai Game iPhone Terbaik 2021

Menjelang penutupan tahun, Apple kembali mengumumkan para pemenang ajang App Store Award. Berbeda dari yang dilakukan Google pada Google Play’s Best of 2021, Apple tidak memisahkan daftar aplikasi dan game terbaik berdasarkan tiap-tiap negara, melainkan hanya satu daftar saja berdasarkan hasil penilaian tim editorial globalnya.

Untuk kategori game iPhone terbaik 2021, titel juaranya dipegang oleh League of Legends: Wild Rift. Ya, tahun ini rupanya adalah tahunnya MOBA, sebab seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, gelar game Android terbaik untuk tahun ini jatuh pada Pokémon Unite (versi Amerika Serikat). Meski sudah tidak bisa dibilang baru lagi, nyatanya LoL Wild Rift memang baru meluncur di kawasan Amerika pada tahun 2021 ini.

Sementara untuk gelar game iPad terbaik 2021, pemenangnya adalah Marvel Future Revolution. MMORPG keluaran Netmarble ini memiliki kualitas grafik yang cukup menakjubkan untuk ukuran game mobile, dan itu sangat ideal untuk mendemonstrasikan performa hardware iPad Pro yang fenomenal. Di tablet termahal Apple tersebut, Marvel Future Revolution bahkan bisa berjalan di 120 fps.

Beralih ke game Apple Arcade terbaik 2021, jawaranya adalah Fantasian. Buat yang tidak tahu, Fantasian merupakan RPG baru karya Hironobu Sakaguchi, yang tidak lain merupakan pencipta franchise Final Fantasy. Selain mengandalkan iringan musik gubahan Nobuo Uematsu (komposer yang juga langganan mengisi musik di seri Final Fantasy), Fantasian juga banyak dipuji karena grafiknya yang unik, dengan setting dunia yang semuanya merupakan diorama buatan tangan.

Selain game iPhone dan iPad, Apple tidak lupa memberi penghargaan buat game Apple TV terbaik dan game Mac terbaik, yang masing-masing dimenangkan oleh Space Marshals 3 dan Myst. Space Marshals 3 dengan sistem tactical combat-nya sangat cocok dimainkan di layar besar, sementara Myst merupakan game petualangan keluaran tahun 1993 yang kini telah di-remake untuk platform virtual reality sekaligus diadaptasikan ke platform gaming modern.

Daftar lengkap pemenang App Store Awards 2021, termasuk untuk aplikasi-aplikasi non-gaming, dapat Anda lihat langsung di tautan ini.

Sumber: Apple.

Rumor: Sony Bakal Satukan PlayStation Plus dan PlayStation Now Menjadi Layanan Subscription Baru

Berdasarkan rumor terbaru yang dilaporkan oleh Bloomberg, Sony tengah sibuk menyiapkan layanan subscription baru untuk PlayStation sebagai respons atas popularitas layanan Xbox Game Pass yang terus mencuat belakangan ini.

Sejauh ini, Sony memang sudah punya dua layanan berlangganan yang ditujukan untuk konsumen PlayStation, yakni PlayStation Plus dan PlayStation Now, akan tetapi layanan baru yang secara internal dikenal dengan codename Spartacus ini kabarnya bakal menyatukan kedua layanan tersebut.

Sekadar mengingatkan, PlayStation Plus merupakan layanan yang diperlukan untuk memainkan sebagian besar game multiplayer sekaligus yang memberi bonus sejumlah game secara gratis, sedangkan PlayStation Now memungkinkan pelanggan untuk mengunduh atau streaming koleksi game yang sudah beredar selama beberapa waktu.

Spartacus di sisi lain bakal hadir dalam tiga tingkatan (tier) yang berbeda. Tier yang pertama menawarkan fasilitas serupa seperti PlayStation Plus. Tier yang kedua menambahkan akses ke sederet game PlayStation 4, dan ke depannya, PlayStation 5. Untuk tier yang ketiga sekaligus yang paling mahal, pelanggan juga bakal mendapat sejumlah demo dan fitur streaming, serta akses ke koleksi judul-judul game klasik yang pernah dirilis di PS1, PS2, PS3, dan bahkan PSP.

Bloomberg juga bilang bahwa ada kemungkinan Sony tetap mempertahankan branding “PlayStation Plus” untuk layanan baru ini. Peluncurannya dikabarkan bakal berlangsung di musim semi 2022, dan akan tersedia untuk pengguna PS4 sekaligus PS5.

Sepintas layanan baru ini kedengarannya menjanjikan, namun sayangnya Sony dikabarkan tidak akan menyertakan judul-judul game baru di hari pertama peluncurannya masing-masing seperti yang Microsoft lakukan dengan Xbox Game Pass. Jadi saat Gran Turismo 7 dirilis pada tanggal 4 Maret 2022, kemungkinan besar game-nya tidak akan langsung tersedia di layanan baru tersebut.

Hal ini kontras dengan yang ditawarkan Xbox Game Pass; Forza Horizon 5 yang dirilis pada tanggal 9 November lalu langsung tersedia buat pelanggan Xbox Game Pass sejak hari pertama, yang pada akhirnya membuat game tersebut dimainkan oleh lebih dari 10 juta orang dalam sepekan pertamanya. Sony tampaknya masih belum seberani itu.

Terlepas dari itu, layanan baru ini semestinya bakal memiliki daya tarik yang lebih besar ketimbang dua layanan subscription PlayStation yang eksis sekarang.

Sumber: Bloomberg. Gambar header: Charles Sims via Unsplash.

EA Ingin Ciptakan “Battlefield Universe” dengan Beberapa Proyek yang Saling Terhubung Satu Sama Lain

Peluncuran Battlefield 2042 baru-baru ini diwarnai oleh banyak problem. Namun hal itu tidak mencegah EA memiliki rencana besar untuknya. Bagaimanapun juga, Battlefield sudah menjadi salah satu franchise andalan EA semenjak mereka mengakuisisi DICE di tahun 2006.

Berdasarkan laporan dari GameSpot, EA tengah sibuk menyiapkan rencana untuk menciptakan sebuah “Battlefield universe“. Rencana spesifiknya seperti apa masih belum diketahui, tapi yang pasti bakal melibatkan lebih dari satu proyek dari berbagai studio sekaligus, dan yang semuanya saling terhubung satu sama lain.

Guna mengeksekusi wacana tersebut, EA pun menunjuk Vince Zampella, co-founder sekaligus CEO Respawn Entertainment (studio yang membuat Titanfall dan Apex Legends), untuk mengawasi pengembangan franchise Battlefield secara umum. Ripple Effect, studio yang bertanggung jawab atas mode Portal di Battlefield 2042, kabarnya juga bakal mengerjakan sebuah “experience baru” di universe Battlefield 2042.

Tidak cukup sampai di situ saja, EA juga tengah menyiapkan sebuah studio baru di kota Seattle yang akan dikepalai oleh Marcus Lehto, co-creator franchise Halo sekaligus pencipta karakter Master Chief. Lehto bergabung dengan EA pada bulan Oktober lalu setelah sempat menjalankan studionya sendiri, V1 Interactive, selama sekitar lima tahun.

Studio baru yang belum bernama ini kabarnya bakal berkolaborasi dengan DICE dan Ripple Effect untuk memperluas narasi dan pengembangan karakter di seri Battlefield. Apakah ini berarti ke depannya Battlefield 2042 bakal kedatangan single-player campaign? Mungkin saja, tapi tidak menutup kemungkinan juga Lehto dan timnya bakal mengerjakan game Battlefield baru.

Asumsinya, sosok seberpengalaman Lehto tidak mungkin cuma dipercaya mengembangkan konten pelengkap semata. Byron Beede, eks veteran Activision yang belum lama ini direkrut oleh EA, mengatakan bahwa apa yang dikerjakan studio baru di bawah kepemimpinan Lehto itu bakal menjadi fondasi atas semua hal yang berhubungan dengan narasi di universe Battlefield.

Dalam kesempatan yang sama, general manager DICE, Oskar Gabrielson, memutuskan untuk hengkang, dan posisinya kini digantikan oleh mantan studio director Ubisoft Annecy, Rebecka Coutaz. Sepintas ini mungkin terdengar sebagai buntut dari banyaknya permasalahan yang dialami Battlefield 2042, tapi kalau memang demikian, semestinya bakal ada jeda sebelum EA menunjuk penggantinya.

Battlefield 2042 boleh memberikan impresi awal yang buruk, akan tetapi statusnya sebagai sebuah live service game berarti EA dapat terus menyempurnakannya seiring berjalannya waktu. Dan ternyata rencana mereka bukan sebatas membenahi saja, melainkan juga mengembangkan franchise-nya lebih luas lagi.

Sumber: GameSpot.

Valve Pamerkan Packaging dan Prototipe Versi Final Steam Deck

Belum lama ini, Valve mengumumkan bahwa mereka harus menunda peluncuran Steam Deck selama dua bulan akibat krisis chip global yang terus berkelanjutan. Selagi konsumennya bersabar menunggu, Valve kembali memberikan update mengenai konsol genggam calon penantang Nintendo Switch tersebut.

Dikatakan bahwa Valve baru saja merampungkan prototipe final dari Steam Deck, dan bersamanya mereka juga ingin memperlihatkan seperti apa packaging yang bakal diterima konsumen mulai Februari 2022. Seperti yang bisa kita lihat, boks kemasan Steam Deck ini tampak begitu minimalis dan nyaris tanpa branding.

Selain unit konsol Steam Deck itu sendiri, paket penjualannya turut mencakup sebuah adaptor daya untuk charging, kontras dengan tren yang terus bertambah populer di dunia smartphone, dengan semakin banyaknya ponsel yang dijual tanpa charger sama sekali. Valve juga bilang bahwa jenis colokan adaptornya akan disesuaikan dengan region dari masing-masing konsumen, meski sayangnya Indonesia masih belum termasuk salah satunya, setidaknya di tahap pemesanan awalnya ini.

Setiap unit Steam Deck juga akan datang bersama sebuah carrying case, termasuk untuk varian termurahnya. Gambar di bawah adalah carrying case untuk varian 64 GB dan 256 GB, sedangkan varian 512 GB bakal disertai case yang lebih spesial yang masih misterius.

Menurut Valve, prototipe versi final dari Steam Deck ini bakal mereka gunakan untuk sejumlah pengujian tambahan, sekaligus sebagai dev kit yang akan mereka kirim ke kalangan developer. Prototipe final ini mengemas sejumlah penyempurnaan jika dibandingkan dengan versi yang sempat didemonstrasikan ke awak media pada bulan Agustus lalu, akan tetapi Valve tidak merincikan apa saja yang berubah.

Valve juga bilang bahwa akan ada sejumlah perubahan minor pada versi finalnya yang bakal diproduksi secara massal setelah ini. Dengan kata lain, prototipe terakhirnya ini pun masih belum 100% merepresentasikan versi ritel yang bakal diterima konsumen nantinya.

Dengan segala daya tariknya, Steam Deck berpotensi menjadi salah satu gadget terpanas tahun depan. Valve sendiri tampaknya cukup pandai membangun momentum; update singkat mengenai packaging dan prototipe versi final ini jelas dimaksudkan untuk semakin menumbuhkan hype yang sudah tergolong besar, namun di saat yang sama juga membantu membangun image Valve sebagai perusahaan yang transparan.

November kemarin, Valve juga sempat membahas Steam Deck dari sudut pandang teknis secara merinci melalui sebuah live stream.

Sumber: PC Gamer dan Valve.

Lewat Snapdragon 8cx Gen 3, Qualcomm Siap Usik Pasar Laptop di Tahun 2022

Awal Desember ini merupakan periode yang sibuk buat Qualcomm. Melalui acara tahunan Snapdragon Tech Summit, Qualcomm mengumumkan sederet chipset baru yang bakal mengotaki sejumlah perangkat di tahun 2022. Di samping chipset flagship anyar untuk smartphone dan chipset baru yang dikhususkan untuk konsol genggam, Qualcomm turut menyingkap generasi terbaru dari chipset laptop-nya yang membawa peningkatan yang amat signifikan.

Chipset yang dimaksud adalah Snapdragon 8cx Gen 3, yang kini dibangun di atas proses pabrikasi 5 nm. Dibandingkan pendahulunya (8cx Gen 2) yang bisa dijumpai di perangkat-perangkat seperti Microsoft Surface Pro X maupun HP Elite Folio, 8cx Gen 3 menjanjikan peningkatan performa single-core hingga 40%, multi-core hingga 85%, dan peningkatan kinerja GPU hingga 60%.

Peningkatan yang substansial ini dimungkinkan berkat sejumlah faktor. Yang pertama adalah kehadiran “Prime” performance core baru pada 8cx Gen 3. Juga tidak kalah penting adalah fakta bahwa efficiency core milik 8cx Gen 3 kini mampu menyamai kinerja dari performance core milik prosesor generasi sebelumnya.

Terkait kinerja GPU-nya, Qualcomm mengklaim perangkat yang ditenagai 8cx Gen 3 sanggup menjalankan game di resolusi 1080p dengan refresh rate hingga 120 fps. Respons perangkat saat dipakai untuk mengedit foto maupun video pastinya juga bakal lebih gegas ketimbang sebelumnya. Lalu kalau untuk urusan AI, Qualcomm bilang 8cx Gen 3 punya kapabilitas AI tiga kali lebih baik dari pendahulunya.

Sebagai prosesor berarsitektur ARM, 8cx Gen 3 tentu tetap menjunjung tinggi efisiensi daya. Menurut Qualcomm, perangkat yang ditenagai 8cx Gen 3 mempunyai daya tahan baterai yang sama awetnya seperti yang dibekali 8cx Gen 2, yang dalam kasus tertentu bisa mencapai angka 25 jam atau lebih.

Perihal konektivitas, 8cx Gen 3 menjanjikan koneksi 5G yang lebih reliabel berkat penggunaan modem baru. Qualcomm juga tidak lupa menyematkan modul Wi-Fi 6E generasi terbaru yang mendukung fitur Wi-Fi Dual Station demi menekan latensi lebih jauh lagi.

Selain 8cx Gen 3, Qualcomm turut memperkenalkan Snapdragon 7c+ Gen 3 yang ditujukan untuk perangkat di segmen harga yang lebih terjangkau. Dibandingkan generasi sebelumnya, chipset 6 nm ini menjanjikan peningkatan performa CPU hingga 40% dan GPU hingga 35%. Untuk pertama kalinya di seri 7c, ia kini juga kebagian jatah modem 5G, demikian pula chip Wi-Fi 6E seperti yang digunakan oleh kakaknya.

Qualcomm optimistis kedua prosesor laptop baru ini bakal merambah konsumen lebih cepat daripada sebelumnya. Menurutnya, deretan laptop yang ditenagai Snapdragon 8cx Gen 3 dan 7c+ Gen 3 akan hadir di babak pertama 2022.

Melihat peningkatan yang dijanjikan 8cx Gen 3 dan 7c+ Gen 3, Qualcomm semestinya punya potensi yang lebih besar untuk mengusik pangsa pasar yang dikuasai Intel dan AMD di tahun 2022. Semoga saja isu kompatibilitas yang melanda Windows versi ARM bisa segera ditangani, dan jumlah laptop yang menggunakan prosesor terbaru Qualcomm ini bisa lebih banyak daripada di tahun-tahun sebelumnya.

Sumber: Windows Central dan Qualcomm.

Game City Building Townscaper Kini Dapat Dimainkan Secara Gratis Lewat Browser

Townscaper merupakan salah satu mutiara terpendam yang saya temukan di Steam beberapa bulan lalu, dan yang hingga kini masih menjadi andalan saya di kala penat melanda. Game ini merupakan sebuah city building sederhana dengan grafik low poly yang tidak memiliki narasi maupun tujuan; cuma sebatas sandbox untuk bermain-main dan menumpahkan kreativitas.

Kecintaan saya terhadap game ini semakin menguat setelah melihat sifat dermawan pengembangnya, Oskar Stålberg. Lewat Twitter, Oskar mengumumkan bahwa Townscaper kini dapat dimainkan secara cuma-cuma langsung melalui browser komputer.

Versi web-nya ini memang cuma sebatas demo, tapi saat saya coba, pengalaman yang saya dapat benar-benar identik seperti ketika memainkan versi penuhnya di Steam. Yang berbeda hanyalah luas area yang dapat dibangun; pada versi web-nya ini, kita hanya bisa membangun di atas area yang lebih kecil ketimbang di versi penuhnya.

Cara bermain Townscaper luar biasa mudah: klik kiri untuk membangun, klik kanan untuk menghapus. Sudah itu saja, namun berkat teknik procedural generation yang diterapkan, variasi bangunan yang bisa diciptakan di game ini benar-benar sangat beragam, dan tidak jarang saya menghabiskan waktu berjam-jam memainkannya selagi mendengarkan playlist favorit di Spotify. Seiring bermain, perlahan Anda juga pasti mulai hapal dengan pola-pola tertentu untuk menciptakan model bangunan yang spesifik.

Menurut saya pribadi, game ini bahkan lebih mudah dimainkan ketimbang menyusun balok-balok Lego. Bahkan anak saya yang masih berusia tiga tahun (dan yang baru saja bisa mengoperasikan mouse) pun mampu menciptakan kreasi-kreasi yang menarik di Townscaper. Kalau mau lebih santai, versi Steam-nya yang dapat dibeli seharga Rp48.999 juga mendukung pengoperasian via gamepad.

Selain di PC, Townscaper juga tersedia di Nintendo Switch, dan belum lama ini port versi Android sekaligus iOS-nya pun juga telah dirilis. Buat yang penasaran, sekarang Anda bisa mencobanya dulu di browser sebelum membeli. Percayalah, Anda bakal berterima kasih pada saya sudah meluangkan waktu sejenak untuk menjajalnya.

Via: Destructoid.

Titanfall Resmi Ditarik dari Peredaran, Namun Server-nya Masih Akan Tetap Aktif

Game FPS multiplayer Titanfall resmi ditarik dari peredaran mulai hari ini. Lewat Twitter, Respawn Entertainment selaku pengembangnya turut menjelaskan bahwa game Titanfall yang pertama ini juga akan dicabut dari berbagai layanan subscription pada tanggal 1 Maret 2022. Kendati demikian, Respawn memastikan bahwa server Titanfall masih akan terus aktif buat para penggemar loyalnya.

Respawn memang tidak mengelaborasi alasan di balik keputusannya menyetop penjualan Titanfall orisinal, namun besar kemungkinan ini berkaitan dengan serangan DDoS yang rutin diterima server Titanfall selama dua tahun terakhir (dan yang sampai menjalar ke Apex Legends), sehingga game-nya sering kali jadi tidak dapat dimainkan sama sekali.

Problemnya pun terus berkelanjutan karena Respawn hanya bisa mengalokasikan 1-2 orang untuk menangani Titanfall orisinal. “Kalau game-nya tidak bisa dimainkan, lalu kenapa masih dijual?” Kira-kira begitulah keluhan yang dilontarkan fans loyal Titanfall selama ini, dan tampaknya EA selaku publisher-nya pun akhirnya sudah tobat.

Tentu saja kita juga tidak boleh lupa akan fakta bahwa Titanfall sudah cukup berumur. Game ini pertama dirilis di bulan Maret 2014, dan dalam kurun waktu tujuh tahun pasca peluncurannya, Titanfall sudah menerima satu sekuel beserta dua game spin-off (salah satunya Apex Legends itu tadi).

Jumlah pemainnya yang masih aktif juga sudah tersisa sangat sedikit. Berdasarkan data dari SteamDB, jumlah terbanyak pemain yang online secara bersamaan dalam 24 jam terakhir cuma 9 orang (pastinya lebih banyak kalau ditambah pemain yang online via Origin, tapi semestinya tidak akan signifikan).

Di titik ini, tidak berlebihan jika kita menganggap bahwa masa hidup Titanfall sudah tamat. Namun para penggemarnya tidak perlu bersedih, sebab mereka masih punya Titanfall 2. Sekuelnya itu memang juga tidak luput dari serangan DDoS yang sama, tapi setidaknya ia masih punya single-player campaign yang fenomenal, satu elemen krusial yang absen pada Titanfall orisinal.

Bagaimana dengan Titanfall 3? Sebaiknya jangan terlalu berharap banyak, mengingat mayoritas tim Respawn masih akan terus berfokus ke Apex Legends, yang sendirinya merupakan salah satu anak emas EA dengan pemasukan yang luar biasa.

Sumber: IGN.

Nvidia Luncurkan RTX 2060 12 GB, Performa Sedikit di atas Versi Standarnya

Februari lalu, Nvidia mengungkap rencananya untuk memproduksi kembali RTX 2060 dan GTX 1050 Ti sebagai salah satu solusi untuk mengantisipasi isu kelangkaan stok kartu grafis yang terus berkelanjutan. Ketimbang sebatas berwacana, Nvidia rupanya sudah siap untuk mengeksekusi rencana tersebut dalam waktu dekat.

Kepada The Verge, Nvidia mengonfirmasi bahwa mereka akan segera merilis varian baru RTX 2060 Founders Edition yang dibekali VRAM sebesar 12 GB, dengan pemasaran yang dijadwalkan berlangsung mulai 7 Desember 2021. Selain versi Founders Edition, nantinya juga akan ada versi custom dari pihak OEM.

Kenapa kapasitas VRAM-nya harus didobel? Nvidia memang tidak memberi penjelasan, tapi bisa diasumsikan ini demi mengantisipasi tuntutan game yang semakin tinggi. Di game seperti Battlefield 2042 misalnya, pengujian yang dilakukan Tom’s Hardware menunjukkan bahwa GPU Nvidia dengan VRAM 6 GB atau kurang kerap mengalami stuttering apabila setelan texture quality-nya dalam posisi mentok — meski perlu diingat juga bahwa game itu memang masih dilanda banyak kendala teknis.

Namun yang ditingkatkan rupanya bukan cuma kapasitas VRAM-nya saja. Dibandingkan varian standarnya, RTX 2060 12 GB turut mengemas jumlah CUDA core yang lebih banyak (2.176 dibanding 1.920) dan base clock speed yang lebih tinggi (1.470 MHz dibanding 1.365 MHz), sehingga performanya pun dipastikan bakal lebih baik. Juga sedikit bertambah adalah konsumsi dayanya, dari 160 W menjadi 185 W.

Menariknya, jumlah CUDA core dan base clock speed-nya itu sama persis seperti yang dimiliki RTX 2060 Super. Yang berbeda adalah spesifikasi memory bus width dan total memory bandwith-nya. Terkait dua hal ini, RTX 2060 Super masih lebih unggul dengan bus width 256-bit dan total bandwith sebesar 448 GB/detik, sehingga performanya secara keseluruhan semestinya tetap bakal lebih kencang daripada RTX 2060 12 GB.

Sayang sekali Nvidia sejauh ini belum mengungkap harga jual resmi RTX 2060 12 GB. Mereka cuma bilang bahwa berhubung ini merupakan versi premium dari RTX 2060 6 GB, harganya pun bakal menyesuaikan. Sebagai konteks, RTX 2060 6 GB dihargai $349 saat pertama dirilis di tahun 2019.

Sumber: The Verge.

Tepati Janji, Rockstar Mulai Perbaiki Sederet Problem di GTA Trilogy Definitive Edition

Grand Theft Auto: The Trilogy – The Definitive Edition yang dirilis pada 11 November 2021 kemarin benar-benar dilanda segudang masalah. Saking parahnya, Rockstar sampai memutuskan untuk meminta maaf secara terbuka, dan mereka berjanji untuk memperbaiki versi remastered dari tiga game legendaris tersebut secara bertahap.

Kabar baiknya, janji tersebut sudah mulai ditepati oleh Rockstar. Mereka baru saja merilis update anyar (versi 1.03) untuk GTA Trilogy Definitive Edition yang membenahi banyak problem sekaligus; dari yang paling mengganggu seperti efek hujan yang super-jelek dan bermasalah, sampai yang sepele seperti typo pada beberapa objek yang memiliki teks di dalam game.

Versi 1.03 ini juga mengembalikan efek kabut yang tampak di kejauhan. Seperti diketahui, salah satu penyempurnaan visual yang ditawarkan versi remastered ini adalah peningkatan draw distance sehingga pemain bisa melihat lebih banyak di kejauhan. Masalahnya, hal ini justru membuat dunia di dalam ketiga game jadi terasa begitu kecil (karena bagian ujungnya bisa kelihatan dengan jelas dari kejauhan).

Tampilan kabut di kejauhan pada GTA: San Andreas pasca update versi 1.03 / Sumber: GTA Forums

Pada versi orisinalnya di PlayStation 2, efek kabut ini diterapkan demi mengakali keterbatasan performa hardware terkait draw distance, tapi di saat yang sama itu juga memberikan efek artistik yang membuat dunia di dalam game jadi terasa masif.

Salah satu keluhan terbesar lain dari para pemain GTA Trilogy Definitive Edition adalah terkait penampilan sejumlah karakter yang jadi sangat berbeda dari versi aslinya. Rockstar diam-diam rupanya mendengarkan masukan-masukan semacam itu, terbukti dari kembalinya penampilan asli seorang karakter minor di GTA: San Andreas bernama Old Reece. Saat versi remastered-nya pertama dirilis, wajah karakter tersebut tampak jauh berbeda dari yang ada di versi aslinya.

Update versi 1.03 untuk GTA Trilogy Definitive Edition juga mengembalikan penampilan karakter Old Reece sesuai versi orisinalnya / Sumber: Twitter

Tak hanya problem yang terlihat secara kasatmata, Rockstar rupanya juga memperbaiki isu-isu lain yang mungkin tidak begitu mengganggu buat para pemain yang baru pertama kali menikmati trilogi GTA ini, seperti misalnya perkara sound effect saat mengakses menu.

Saat pertama diluncurkan, ketiga game dari GTA Trilogy Definitive Edition menggunakan sound effect yang sama yang diambil dari GTA: San Andreas. Berkat update baru ini, tiap game kini telah dilengkapi sound effect-nya masing-masing seperti versi orisinalnya. Sepele, tapi krusial bagi mereka yang sempat menikmati versi aslinya dua dekade silam.

PR yang harus dikerjakan Rockstar memang masih banyak, dan kondisi GTA Trilogy Definitive Edition pasca update versi 1.03 pun masih jauh dari apa yang diharapkan banyak penggemarnya. Kendati demikian, ini tetap merupakan awal yang baik sekaligus menunjukkan komitmen Rockstar dalam menepati janjinya.

Saya sendiri masih akan terus menunggu sampai game-nya benar-benar dalam kondisi ‘sehat’ sebelum membelinya, sama halnya seperti saya menunggu expansion pack Cyberpunk 2077 sebelum memainkannya kembali. Kalau ingin tahu daftar lengkap problem yang diperbaiki di versi 1.03 ini, silakan langsung berkunjung ke laman support Rockstar.

Sumber: Game Informer dan IGN.