Parentalk Menerima Pendanaan Awal dari Emera Kapital

Bertepatan dengan perayaan hari ibu, hari ini (22/12) Emera Kapital yang merupakan bagian dari MRA Group mengumumkan pendanaan awal untuk Parentalk. Parentalk merupakan sebuah perusahaan media digital rintisan yang berfokus pada konten untuk orang tua millenial. Sejauh ini Parentalk memulai debut kontennya melalui media sosial (Instagram). Rencananya situs resmi Parentalk.id akan mulai diluncurkan ke publik esok hari.

Parentalk didirikan oleh Nucha Bachri. Latar belakang pendirian Parentalk dimulai dari pengamatan dan pengalaman pribadi serta orang-orang di sekitarnya tentang kebutuhan untuk mendapatkan informasi yang relevan dan terpercaya seputar kehamilan dan serba-serbi menjadi orang tua. Selain relevansi, konten yang dibutuhkan tersebut juga selayaknya sesuai dengan perubahan kebiasaan di era digital saat ini.

Founder Parentalk Nucha Bachri / Parentalk
Founder Parentalk Nucha Bachri / Parentalk

“Informasi yang mudah dan familiar untuk kami akses adalah di Instagram. Untuk itu kami membutuhkan sebuah sumber yang bisa dipercaya, merasakan hal yang kami alami saat kehamilan dan menjalani fungsi sebagai orang tua, dan kemudahan berada di platform media sosial yang sehari-hari kami gunakan,” ujar Nucha selaku Founder Parentalk.

Dimulai sejak November 2017, dan masih berfokus di platform Instagram, Parentalk memiliki pertumbuhan pengikut yang cukup cepat di Instagram. Konten Instagram Live menjadi salah satu ciri khas dari Parentalk sejauh ini. Selain itu menurut pemaparan Nucha, kekuatan lain Parentalk juga ada di data customer sebagai dasar untuk menyusun konten-kontennya. Itu kenapa pertumbuhan organik menjadi cukup cepat.

Bersama dengan pendanaan yang didapat, Parentalk berencana untuk membangun tim kreatif yang lebih solid serta melakukan riset dan pengembangan untuk teknologi yang lebih baik. Tahun 2018 akan ada konten berbasis Virtual Reality (VR) yang disuguhkan kepada penikmat Parentalk.

“Saya melihat kerja sama dengan Emera Kapital bisa membantu Parentalk untuk berkembang lebih baik, dikarenakan pengalaman MRA memiliki media-media baik cetak maupun radio. Saya dan tim pun melihat kepercayaan MRA kepada visi dan misi kami untuk tetap menjadi content creator yang jujur dan kekinian, menjadi faktor yang membuat kami tertarik bekerja sama,” imbuh Nucha.

Bagi Emera Kapital, ini adalah keterlibatan strategis kedua yang resmi dilakukan sejak berdiri di tahun 2017 ini. Sebelumnya MRA juga menjalin kemitraan strategis bersama DailySocial.

“Bagi kami, berinvestasi di perusahaan yang berfokus di digital adalah langkah strategis untuk semakin menguatkan lini bisnis kami. Parentalk, kami lihat memberikan ide-ide yang berani dan disruptive dalam membuat konten di segmen parenting dan sangat relevan dengan orang tua, ayah dan ibu millenial. Dengan pengalaman kami yang saat ini telah memiliki media Mother and Baby, keduanya kami yakini akan saling menguatkan,” sambut Michael Tampi selaku Managing Partner Emera Kapital

Strategi Penjualan Bhinneka di Tahun 2018

Menyongsong tahun 2018, layanan e-commerce Bhinneka telah menyiapkan beberapa rencana berkaitan dengan visi strategisnya. Rencana tersebut didasarkan pada peninjauan kembali hasil kinerja yang telah ditorehkan pada tahun 2017. Strategi yang digulirkan saat ini juga menitikberatkan pada pergeseran kebutuhan masyarakat Indonesia sebagai konsumen layanan e-commerce. Tahun depan, Bhinneka akan memperbanyak pilihan produk perangkat berkaitan dengan gaya hidup dan kebutuhan rumah tangga.

“Kami yakin 2018 akan menjadi tahun yang dinamis bagi Bhinneka. Berbekal internal business review pada 2017 ini, kami telah menyusun sejumlah fokus yang diharapkan berpotensi maksimal. Kami mewaspadai gejala shifting pada ritel Indonesia, serta perkembangan gaya hidup kelompok millennials. Tentunya di samping faktor-faktor penting lainnya,” ungkap Irina Marwan selaku Brand Marketing Manager Bhinneka.

Dijelaskan lebih lanjut, pengaruh pergeseran pada perubahan pola belanja di tanah air akan bergulir dan terus meluas. Melihat data sepanjang 2017 yang dimiliki Bhinneka, diproyeksikan akan terjadi pertumbuhan first purchaser (orang yang belanja online untuk pertama kali) antara 10-20 persen di tahun depan. Menunjukkan makin banyaknya masyarakat yang melek bertransaksi elektronik.

“Tren ini tidak lepas dari keberadaan para millennials, yang sejak beberapa tahun terakhir disorot sebagai kelompok konsumen baru yang potensial dengan karakteristik berbeda dibanding generasi sebelum mereka. Termasuk dalam pola berbelanja,” singgung Irina.

Di ranah consumer retail atau konsumsi perorangan, Bhinneka tetap berkonsentrasi pada kategori perangkat komputer, komunikasi, dan elektronik. Utamanya pada gadget dan perangkat rumah tangga, yang lebih mengarah kepada gaya hidup.

Disampaikan Iriana, untuk produk gadget tingkat penyerapan pasarnya sangat dipengaruhi tren dan geliat para produsen. Salah satu contohnya, 2017 merupakan tahunnya smartphone dengan beragam rentang harga, dari yang terjangkau hingga yang super premium. Dimulai dari brand senior yang muncul kembali seperti Motorola dan Blackberry. Juga brand smartphone yang mengunggulkan seri khusus.

Nama-nama di atas ditambah sejumlah flagship premium, seperti iPhone 7 dan iPhone 7 Plus yang baru resmi dipasarkan di Indonesia pada kuartal pertama 2017. Ada pula Samsung Galaxy S8, disusul Samsung Galaxy Note 8. Belum lagi iPhone 8, iPhone 8 Plus, dan iPhone X menjelang akhir tahun. Semuanya hadir dengan teknologi kamera yang telah ditingkatkan, termasuk kamera depan.

“Kemungkinan besar tren dan antusiasme pada produk-produk smartphone akan berlanjut di tahun depan, dan tidak hanya dari kelompok konsumen muda saja. Jadi di 2018 mendatang, Bhinneka akan lebih dalam mengeksplorasi gadget dan consumer electronic pada ranah gaya hidup. Adapun peralatan rumah tangga yang masuk ke dalam kategori ini seperti blender atau food processor, mixer, coffee maker, sampai robot penyedot debu,” tuturnya.

Bhinneka juga berpegang hasil riset terakhir GfK (Society for Consumer Research, Jerman) Indonesia tentang prediksi pasar Indonesia 2018, yang dirilis secara terbatas pada Oktober lalu. Pertumbuhan serapan di telekomunikasi, menempati posisi dua teratas sebesar 7,8 persen pada tahun ini. Sedangkan prediksi pertumbuhan serapan small domestic appliances meningkat hampir 5 persen.

Small domestic appliances identik dengan efisiensi, portabel, lebih menitikberatkan pada gaya hidup. Persepsinya berbeda dengan home appliances pada umumnya yang dikaitkan dengan pekerjaan rumah tangga,” lanjut Irina.

Application Information Will Show Up Here

BBM Implements “m.uber”, Allows User To Book Uber

Uber recently announced strategic partnership with BBM. It allows BBM users to use all Uber services available in Indonesia without having to switch apps, even without having to install Uber app. The services can be accessed by “Discover” option in BBM app, booking can be done as per usual.

“BBM is the first Asia-Pacific partner using m.uber platform, a web client for global market giving such experience as using Uber app regardless of the location, internet connection or phone types,” said Uber Indonesia’s representative to DailySocial.

Regarding the payment system, users in BBM will be given options previously available in Uber app, it is by cash, credit or debit card payment. So far, there is no information related to the presence of new payment model, for example through existing payment channel in BBM like DANA.

This is not the first Uber’s strategic partnership. Uber previously partners with LINE allowing users to book online transportation using Uber LINE@ account. The integration is available in the late 2016 for LINE users in several cities in Indonesia.

On the other hand, BBM is quite aggresive in seeking partnership with company such as Uber in its platform. The latest is DANA’s beta version, a payment platform of Emtek and Ant Financial (Alipay) joint venture. In addition, there is another partnership helping to present some new services in “Discover” menu, including for ticket booking, job vacancies and online shopping.

For BBM, this partnership completes its app to be an all-in-one consumer platform. Meanwhile for Uber, widely market penetration becomes a priority to keep the pace against its two major competitors in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Visio Incubator Umumkan 15 Startup Terpilih untuk Dibina

Melanjutkan debut pertamanya untuk menginkubasi startup di Indonesia, khususnya wilayah Sumatera, Visio Incubator kembali mengumumkan 15 startup yang berhasil lolos dan berhak mengikuti program inkubasi sesi kedua. Dalam program inkubasi bertajuk “Visio Incubator Batch 2”, selama tiga bulan para startup terpilih akan dididik oleh mentor berkelas nasional. Sebelumnya proses pendaftaran sudah diadakan selama dua bulan, mulai September 2017 lalu. Total ada 169 startup yang mendaftarkan dirinya di program ini.

“Top 15 startup ini disaring dari 169 aplikasi yang masuk yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.  Setelah dilakukan seleksi yang ketat, maka diloloskanlah 15 startup yang akan memulai perjalanan mereka untuk mendapatkan inkubasi di program ini,” ujar Co-founder & CEO Visio Incubator Hendriko Firman.

Turut disampaikan Firman, ada beberapa kriteria penilaian yang dilakukan, yakni berdasarkan permasalahan yang coba diselesaikan, solusi yang ditawarkan, dampak yang coba disajikan, model bisnis, traksi, profil pendiri, dan kesiapan startup secara keseluruhan. Untuk kegiatan inkubasi intensif sendiri akan dimulai awal tahun depan.

Selanjutnya setelah menyelesaikan inkubasi, para startup terpilih akan diminta mengikuti kegiatan “Demo Day and Date with Investor”, estimasinya diselenggarakan bulan April 2018 nanti. Dalam Demo Day, mereka akan berkesempatan melakukan pitching langsung di hadapan para investor dan stakeholder potensial. Dengan kata lain, kesempatan networking maupun memperoleh pendanaan dari para investor semakin terbuka lebar.

“Indonesia adalah the next investment dari seluruh penjuru dunia. Untuk bisa mempersiapkan startup terbaik yang product market-fit dan memiliki sinyal menjadi unicorn, maka harus diberikan program basic semacam program inkubasi intensif. Top 15 startup tahap dua inilah yang akan dibimbing dan didorong hingga ke depannya diharapkan akan mengikuti jejak Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, BukaLapak menjadi startup unicorn Indonesia selanjutnya,” ujar Co-founder & CMO Visio Incubator Ogy Winenriandhika.

Berikut daftar 15 startup yang berhasil lolos seleksi inkubasi Visio Incubator tahap 2:

Nama Startup Keterangan
Worqers Penyedia teknologi rekognisi dan sistem reward untuk para karyawan dalam sebuah perusahaan agar mereka menjadi semakin produktif dan menyatu terhadap perusahaan
GroupBuyId Layanan e-commerce untuk pembelian barang tertentu dalam jumlah banyak sehingga harga satuannya semakin terjangkau
Spasium.com Galeri online untuk pembelian karya seni (fotografi, lukisan, ilustrasi dll) hasil karya seniman lokal dari Indonesia
Musikmall Marketplace yang mempertemukan guru musik dengan calon siswa untuk belajar musik secara privat
Amproker Platform mobile yang memungkinkan pembeli dapat menyebutkan barang apa yang ingin dibeli, dan penjual nantinya akan bersaing memberikan penawaran terbaik terkait barang tersebut
Swivel Coffee Marketplace khusus kopi dan teh, dimulai dari e-commerce untuk mendapatkan traction, data, market, penjualan serta pendapatan dan keuntungan
Muztreat Layanan on-demand untuk salon kecantikan khusus muslimah
Cilsy Platform online penyedia tutorial IT eksklusif
KlikAcara Marketplace penghubung vendor dan penyelenggara acara dengan menyediakan layanan jual-beli serta sewa-menyewa kebutuhan penyelenggaraan acara
Qelisa Aplikasi untuk petani agar petani lebih akuntabel, pengetahuan keuangannya meningkat, dan aksesnya untuk layanan keuangan semakin mudah
Tripi Aplikasi one-stop-solution pariwisata bagi para wisatawan (membantu perencanaan perjalanan wisatawan)
AdaKopi.id Platform penghubung petani kopi dengan konsumen akhir dengan dua skema penjualan yang mampu meningkatkan keuntungan petani hingga lebih dari 50%
Design for Dream Sebuah platform untuk membantu penyandang disabilitas di Indonesia
Tanijoy Platform penghubung antara landowner dengan petani kecil yang tidak memiliki lahan bertani
AntriBos Platform untuk mendapatkan informasi antrean terkini dan booking antrean dengan memanfaatkan pengembangan aplikasi mobile

Cerita Menarik tentang Pembagian Ekuitas antar Founder Startup

Ada sebuah “curhatan” menarik yang kami temukan di situs tanya-jawab Quora dari seorang co-founder yang menceritakan kasus internal di startup yang didirikan, yakni berkaitan dengan pembagian ekuitas. Startup tersebut terdiri dari dua orang co-founder, anggap saja si A (co-founder yang menuliskan cerita di Quora) dan si B (rekannya). Si B menginginkan membagi ekuitas 65:35, yakni 65 persen untuk si B dan sisanya untuk si A. Lantaran merasa mendirikan startup dari nol secara bersama-sama, si A merasa ini tidak adil.

Namun dari yang diceritakan si A, ada beberapa hal yang menjadikan si B tetap ambisius untuk memiliki ekuitas mayoritas.  Pertama karena si B adalah seorang PhD (S3), sedangkan si A adalah seorang MSc (S2). Dari sisi pendidikan si B merasa lebih berpengalaman, oleh karenanya peran di startup si B menjadi CEO dan si A menjadi CTO. Yang kedua, si B berperan dalam mengembangkan bisnis dan kemitraan, sementara si A fokus pada pengembangan produk –bisa dikatakan bahwa produk yang ada sepenuhnya diprogram oleh si A, tapi yang menjual si B.

Si B beralasan, karena ia memiliki pendidikan yang lebih tinggi –keduanya sama-sama teknis—maka sebenarnya dia bisa melakukan apa yang si A lakukan. Dalih lainnya, berkat jaringannya yang kuat, si B dapat meyakinkan investor untuk menggulirkan dananya. Di titik ini, si A menyadari bahwa si B melakukan apa yang tidak ia bisa lakukan sebagai seorang engineer. Namun di sisi lain, apa yang ia kerjakan untuk produk seharusnya berimbang dengan hasil kemitraan yang selama ini didapat.

Dari cerita awal tersebut, diskusi pun dimulai. Ada beragam tanggapan, sehingga dapat ditarik beberapa pembelajaran dari kejadian tersebut.

Mendirikan startup adalah sebuah komitmen

Banyak yang menyayangkan kejadian ini, pasalnya terkait ekuitas sebenarnya menjadi sebuah diskusi “alami” yang sudah dibicarakan sejak awal –atau setidaknya sejak monetisasi bisnis mulai terlihat arahnya. Memang tidak ada prinsip khusus yang bisa diterapkan, karena kepemilikan bersifat sangat personal antar co-founder. Akan tetapi ketika startup sudah di titik “penggalangan dana” atau “revenue”, maka pembagian yang disepakati harus menjadi agenda awal untuk dijadikan komitmen bersama.

“Ekuitas sederhananya didasarkan pada yang telah dilakukan, bukan apa yang ingin dilakukan ke depan,” tulis seorang mengomentari.

Bisa jadi seperti itu, namun ada sebuah nilai yang kadang tidak bisa dihilangkan, yakni bersifat psikologis. Itu sangat berkaitan dengan bagaimana membangun spirit di dalam bisnis. Sangat tersirat, namun cukup berpengaruh, terlebih orang-orang tersebut menjadi penggerak penting dalam tubuh bisnis. Sebut saja si B menerima keputusan si A apa adanya, konsekuensinya ia tidak bahagia. Namun sebut saja si B menolak, bisa saja si A akhirnya memilih menemukan orang lain, startup pun retak.

Co-Founder dijalin dari sebuah kerpercayaan

Kasus yang ada di atas juga dapat diartikan sebagai dampak dari ketidakpercayaan. Si B merasa dirinya mengerjakan lebih dari si A, sementara si A cukup ragu dengan apa yang sudah dilakukan untuk meyakinkan dirinya bahwa seharusnya berhak mendapatkan nilai ekuitas lebih. Namun dapat dilihat, bahwa si A dan si B mengerjakan sesuatu dari aliran berbeda, bisnis dan pengembangan. Ada dua kemungkinan, si A yang kurang percaya diri, si B yang tidak percaya penuh dengan si A, atau si B yang terlalu percaya diri. Sayangnya memiliki startup adalah sebuah harmoni antar co-founder.

“Percakapan ini terlambat, sudah jelas apa yang Anda lakukan harusnya mendapatkan pembagian 50/50, atau setidaknya jika sudah mulai berbicara dengan investor, bisa jadi 25/25, sisanya untuk putaran investasi,” tulis seorang lainnya dalam diskusi.

Sekali lagi, memilih co-founder adalah sebuah intrik personal. Oleh karenanya mungkin sering mendengar, bahwa seorang pendiri startup kesulitan untuk menemukan rekanan yang tepat untuk dijadikan co-founder. Umumnya selain memiliki pemahaman teknis tentang bidang bisnis yang berbeda –misal teknologi dan bisnis—hubungan co-founder lebih dari itu, karena ini tentang kepercayaan satu sama lain, dan bagaimana masing-masing dapat menghargai satu sama lain dengan peran yang berbeda.

Pencapaian bisnis harus selalu bisa terukur

Tidak bisa dimungkiri juga, kadang secara aktual kontribusi antar co-founder memang berbeda. Bisa jadi si A dan si B memang demikian, bahwa si B mengerjakan lebih banyak. Dari sini dapat dijadikan pembelajaran bahwa setiap pencapaian harus bisa diukur, karena pada dasarnya walaupun yang dikerjakan berbeda, tapi ada capaian yang dapat dinilai. Misalnya terkait produk, bisa dicocokkan dengan roadmap yang sudah didefinisikan, atau didasarkan pada analisis performa sistem. Sedangkan dari bisnis, bisa juga diukur dari ROI (Return of Investment) yang berhasil dikembalikan.

Dengan adanya capaian yang lebih terukur, akan lebih mudah penyelesaiannya jika terjadi debat tentang kepemilikan. Angka-angka tersebut setidaknya bisa menjadi justifikasi yang lebih absah untuk mendasari keputusan berdasarkan kinerja masing-masing co-founder. Terlepas dari itu semua, semangat membangun startup seharusnya ditanam sejak awal untuk menuai hasil sukses bersama untuk para pendirinya.

Indonesia Entrepreneur Center Adakan Seminar Seputar Teknologi Blockchain

Bagi banyak orang teknologi blockchain masih sangat asing, baik itu terkait cara kerjanya maupun implementasinya. Blockchain sendiri lahir sekitar tahun 2009, tujuannya untuk merombak sirkulasi perbankan. Teknologi ini digadang-gadang menjadi salah satu terobosan yang berpengaruh, pasalnya memungkinkan adanya transaksi antar pengguna yang terjadi secara langsung, tanpa adanya perantara. Teknologi yang ada saat ini juga membuat proses lebih singkat, bahkan lebih murah dibanding dengan institusi finansial lainnya.

Analogi cara kerja blockchain hampir mirip seperti buku kas di bank yang mencatat transaksi penggunanya. Perbedaannya, hanya pihak berwenang yang dapat mengakses informasi transaksi di buku kas bank, sementara transaksi melalui blockchain dapat dilihat oleh semua pengguna karena informasi yang dikumpulkan juga didistribusikan ke semua orang yang menjalankan server. Di lain sisi, blockchain memungkinkan konsensus jaringan untuk mencatat dan memvalidasi setiap transaksi, hal ini sekaligus untuk menjamin bahwa data yang mengalir tidak dapat dipalsukan, hilang, rusak, atau dimanipulasi.

Implementasinya sendiri sudah sangat luas, tidak hanya sebatas kegiatan keuangan, teknologi blockchain juga dimanfaatkan oleh sektor lain. Contohnya yang dilakukan oleh Sony Global Education bekerja sama dengan IBM guna menerbitkan artikel dan ijazah dalam jaringan blockchain sehingga ijazah tersebut tidak dapat dipalsukan, rusak atau hilang.

Banyaknya fungsi yang ditawarkan oleh teknologi blockchain dan tingkat keamanan yang dimilikinya, membuat teknologi ini semakin diminati di tahun yang marak dengan perkembangan teknologi ini. Memahami cara kerja teknologi blockchain dan keunggulannya dapat memberikan keuntungan tersendiri bagi pengembang dan bisnis.

Untuk itu, Indonesia Entrepreneur Center (IDEC) mengadakan  seminar bertajuk “How Blockchain will Transform Your Business and Society” pada 28 Desember 2017 mendatang. IDEC ingin mengajak entrepreneur Indonesia untuk memperdalam pengetahuan mengenai teknologi blockchain dan bagaimana teknologi ini dapat mengubah kehidupan sosial. Sesi ini akan diisi oleh Pandu W Sastrowardoyo selaku Ketua Dewan Direksi di Blockchain Zoo. Blockchain Zoo sendiri merupakan sebuah asosiasi yang terdiri dari pakar-pakar blockchain.

IDEC Blockchain

Saat ini pendaftaran masih dibuka. Untuk informasi lebih lanjut bisa kunjungi situs registrasi resminya di sini.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner Indonesia Entrepreneur Center.

Grace Tahir: Healthtech Akan Menjadi Bidang Digital Atraktif

Selain dikenal sebagai angel investor –yang juga tergabung dalam ANGIN—Grace Tahir merupakan Co-Founder dan CEO Medico, sebuah pengembang layanan manajemen klinik dokter/kesehatan berbasis SaaS (Software as a Services). Medico sendiri bukan karya pertama Grace di bidang teknologi kesehatan (healthtech), karena sebelumnya ia juga mendirikan Dokter.id, sebuah kanal online untuk konsultasi kesehatan.

Yang menjadi menarik di sini, sektor kesehatan menjadi fokus dalam pengembangan produk digital. Lantas bagaimana Grace melihat healthtech di Indonesia ke depan? Menurut pengamatannya dengan 30 tahun berpengalaman di industri kesehatan, saat ini industri healhtech secara keseluruhan terus meningkat. Banyak hal yang masih perlu dipelajari, akan tetapi kebutuhan dari sisi pangsa pasar sudah jelas ada.

Healthcare industry secara keseluruhan terus meningkat, expenditure untuk healthcare pun terus meningkat, maka tidaklah heran jika healthtech akan menjadi salah satu bidang digital yang attractive,” ujar Grace kepada DailySocial.

Untuk membuat healthtech bisa menjadi “the next fintech/e-commerce”, menurut Grace komponen utamanya pada produk yang dikembangkan itu sendiri.

“Kuncinya adalah product apa yang sebenarnya diperlukan. Banyak healthtech companies yang mengeluarkan produk tetapi tidak banyak adoption rate, maka itu a deep and better understanding atas industri ini adalah kunci. Demand is there but it is a demand for the right product,” lanjut Grace.

Menurut data yang pernah dikumpulkan Medico, per tahun 2016 belanja sistem teknologi informasi layanan kesehatan mencapai $2 miliar dan diproyeksikan akan berkembang menjadi lebih dari $6 miliar di tahun 2019. Dari sisi pangsa pasar, layanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, dan apotek kini mencapai hampir 30 ribu unit dan diperkirakan bakal terus naik 10-13% dalam 4 tahun ke depan

Kabar terkini layanan Medico

Layanan yang disajikan dalam apliaksi Medico / Medico
Layanan yang disajikan dalam apliaksi Medico / Medico

Belum lama ini Medico mengumumkan kemitraan strategis bersama BPJS. Yakni berupa integrasi sistem Medico dengan aplikasi P-Care BPJS. Tujuannya untuk memudahkan klinik atau rumah sakit yang mengimplementasikan Medico dalam memonitor pencapaian indikator seperti Angka Kontak dan Rasio Peserta Prolanis Rutin.

“Ini adalah salah satu tujuan utama Medico yaitu untuk meningkatkan efisiensi sehingga dokter, perawat, tenaga medis dan manajemen lebih dapat berfokus untuk pelayanan ke pasien,” imbuh Grace.

Sejak mulai beroperasi pada tahun 2016 lalu dengan dukungan pendanaan dari East Ventures, saat ini Medico telah membukukan tingkat pertumbuhan bulanan mencapai lebih dari 30 persen. Dalam meraih capaian tersebut Grace pun menyebutkan beberapa tantangan, terutama dalam kaitannya dengan penyesuaian layanan.

“Secara garis besar, isu yang kami hadapi bukanlah isu, melainkan suatu challenge untuk memperbaiki diri. Kami banyak mendengar permintaan dokter dan providers agar sistem kami user friendly tapi di waktu yang sama lengkap fiturnya. Maka itu proses development kami di awal lebih extended,” ujar Grace.

Untuk agenda di tahun 2018, Medico berencana merilis sistem manajemen untuk rumah sakit. Saat ini sudah ada beberapa kontrak dengan rumah sakit lokal untuk implementasi sistem tersebut. Beberapa kerja sama juga sudah mulai digagas, termasuk dengan perusahaan dari luar negeri. Tahun depan, akan menjadi agenda yang cukup menarik untuk pengembangan bisnis dan produk Medico, sekaligus menguatkan debutnya bersama ekosistem healhtech di Indonesia.

BBM Implementasikan “m.uber”, Mungkinkan Pengguna Pesan Layanan Uber

Baru-baru Uber mengumumkan kerja sama strategisnya bersama BBM. Kerja sama ini memungkinkan pengguna layanan pesan BBM untuk menggunakan semua layanan Uber yang telah tersedia di Indonesia tanpa harus berpindah aplikasi, termasuk tanpa harus memasang aplikasi Uber di ponselnya. Layanan Uber ini dapat diakses pada opsi “Discover” di laman aplikasi BBM, selanjutnya pemesanan dapat dilakukan seperti pada umumnya.

“BBM adalah mitra pertama di Asia Pasifik yang menggunakan platform m.uber, sebuah web client untuk market global yang memungkinkan pengalaman seperti menggunakan aplikasi Uber terlepas dari lokasi di manapun mereka berada, kecepatan jaringan internet, maupun jenis ponselnya,” ujar perwakilan Uber Indonesia kepada DailySocial.

Terkait sistem pembayaran, pengguna di BBM tetap disuguhkan dengan opsi yang sebelumnya terdapat di aplikasi Uber, yakni melalui pembayaran tunai, kartu kredit, maupun kartu debit. Sejauh ini belum ada informasi seputar hadirnya model pembayaran baru, misalnya melalui kanal pembayaran yang sudah ada di BBM seperti DANA.

Kerja sama strategis seperti ini bukan yang pertama kali, karena sebelumnya Uber juga sudah bekerja sama dengan LINE untuk memungkinkan pengguna memesan layanan transportasi online melalui akun LINE@ yang dimiliki Uber. Integrasi tersebut sudah tersedia sejak akhir tahun 2016 untuk pengguna LINE di beberapa kota di Indonesia.

Di lain sisi, BBM juga cukup agresif membuka kesempatan kerja sama dengan mitra seperti Uber di platformnya. Terakhir ada versi beta dari DANA, sebuah platform pembayaran  hasil joint venture Emtek dan Ant Financial (Alipay). Selain itu ada kerja sama lain yang turut menghadirkan beberapa layanan baru di menu “Discover”, termasuk untuk pemesanan tiket, mencari pekerjaan, hingga berbelanja online.

Bagi BBM, kemitraan ini menjadikan aplikasinya semakin lengkap untuk menjadi sebuah all-in-one consumer platform. Sedangkan bagi Uber sendiri, penetrasi pasar seluas-luasnya menjadi kepentingan untuk tetap berpacu melawan dua pesaing besarnya di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

“Experience Store” is Ramayana Strategy to Attract E-Commerce Consumers

Ramayana becomes one of retail business affected by decreasing public consumerism. In 2017, there are at least eight stores closed. However, Ramayana recently opens new store with more updated strategy.

Ramayana is aware of its strength as offline store, however, they have to be strategic in dealing with digital shift market. The new store is using Experience Store as an approach, in collaboration with Lazada Indonesia.

Experience Store is a concept as physical store displaying e-commerce products. Firstly, it will be focused on electronic products expecting to facilitate customers who unsure about the shape or price list of online products.

Quoted from CNN Indonesia, Ramayana’s General Marketing Jane Melinda Tumewu said, “In fact, this is an era where we buy electronics online, but the price is somehow expensive, people need an offline store for comparison. Therefore, Ramayana collaborates with Lazada in developing Experience Store.”

There is other collaboration of Ramayana and Lazada in opening Ramayana Official Store in Lazada. It is expected to get Ramayana involved in maximizing Harbolnas moment. Melinda said, “By this (collaboration), we want to show online consumers by shifting into the new era, Ramayana exists in ‘zaman now’.”

Is it really due to e-commerce?

Besides Ramayana, there are also other unfortunate retail stores which forced to shutdown their offline stores nowadays such as 7-eleven, Matahari and Lotus Department Store. While public points out to online business as the cause, Tokopedia’s CEO William Tanuwijaya has different view.

For him, it was not true that e-commerce market causing offline retail shutdown, according to his data there is only 1% retail transaction getting online. The observation should be focus on macroeconomic conditions in general.

“I think, online and offline trends are going to be mutual in the future,” said Tanuwijaya.

It is approved by idEA’s Chairman Aulia Ersyah Marinto. He objects to the accusation of online store causing several retail business’ shutdown. He said the actual reason for its shutdown is repositioning, not because the market has fully taken by online players.

Online-offline synergy has come to its form

Experience Store model is actually a trend in Indonesia. It seemed to be applied much in the future, except for companies who has their own system.

However, the challenge for retail business is inevitable. For example, the existence of e-commerce and marketplace can provide opportunity for brands to supply their brand directly as an Official Store, as recently applied by many. Thus, if the manufacture doing direct sales, offline retail should really think hard, in order to provide more experience for consumers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Ide Saja Tidak Cukup, Butuh Kesiapan Lebih sebelum Menghadap ke Investor

Pada umumnya, proses terbentuknya sebuah startup baru berawal dari seseorang (founder) yang menemukan sebuah ide produk atau bisnis, lalu berusaha ingin merealisasikannya. Di tahap awal, walaupun mungkin jumlahnya tidak signifikan, ada banyak modal yang harus dipenuhi. Mulai dari waktu untuk mengerjakan produk tersebut, fasilitas pendukung, hingga hal lain berkaitan dengan operasional. Startup butuh modal awal, dan salah satu cara untuk memenuhinya dengan menggandeng rekanan investor guna mendapatkan seed-funding (pendanaan tahap awal).

Ide-ide baru yang dicetuskan startup tahap awal selalu menarik, mencoba menyelesaikan permasalahan yang ada dengan cara yang selalu diklaim lebih efisien dan lebih terjangkau. Nyatanya beberapa startup memang membuktikan bahwa ide yang dimilikinya berhasil “mengubah dunia”, sebut saja cikal-bakal GO-JEK atau Tokopedia. Tapi sekarang startup tengah menjadi tren, setiap hari selalu ada ide baru yang muncul, ada startup baru yang dilahirkan.

Fenomena tersebut sedikit menggeser pandangan tentang sebuah startup, yang tadinya memfokuskan pada penyelesaian masalah dengan ide-ide segar, kini banyak yang tidak konsisten dalam melakoninya. Publikasinya startup baru, tapi yang disampaikan ke konsumen atau investor hanya sebatas nama startup, logo dan landing page, tanpa ada progres yang berkelanjutan.

Mendapat investasi menjadi agenda yang banyak diinginkan startup baru, tujuannya untuk cepat merealisasikan ide tersebut menjadi bisnis yang nyata. Namun investor butuh diyakinkan tidak hanya menggunakan ide atau visi yang ditulis dalam slide. Ada beberapa hal yang seharusnya disiapkan dengan baik.

Ide yang sudah tervalidasi, berdasarkan kebutuhan di lapangan

Memvalidasi ide bisa dilakukan dengan beragam cara. Bisa dengan menunjukkan angka-angka hasil riset atau survei terkait dengan permasalahan yang ingin dipecahkan, atau coba menunjukkan ide tersebut kepada khalayak, apakah sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Konsep dari produk yang sudah dijalankan MVP-nya

Ide menjadi gambaran yang sangat abstrak, memiliki Minimum Viable Product akan memberikan pemahaman yang lebih gamblang kepada investor tentang bagaimana solusi tersebut bekerja. Atau setidaknya sudah harus ada proof-of-concept. Karena ini sekaligus menunjukkan bahwa ide tersebut sangat memungkinkan untuk dieksekusi dan direalisasikan.

Memahami betul konsumen dari produk

Pada akhirnya produk dikembangkan untuk digunakan oleh pangsa pasar, karena dari situ proses bisnis akan bekerja. Yakinkan bahwa solusi dari ide yang saat ini ada benar-benar ada yang membutuhkan. MVP bisa menjadi cara terbaik untuk menguji, apakah hipotesis terkait dengan ide tersebut sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.

Meyakinkan tentang kapabilitas founder dan tim

Di luar dari hal berkaitan dengan produk, unsur internal juga penting untuk digambarkan dengan jelas. Yakni tentang siapa founder dari startup tersebut dan tim pendukungnya. Latar belakang founder dan tim akan sangat berpengaruh –atau memberikan keyakinan lebih, bahwa produk yang dikembangkan bisa berhasil, karena memiliki keterampilan dan penguasaan terhadap masalah.

Jadi, pada dasarnya ide saja tidak cukup. Temuilah investor dengan empat kesiapan di atas. Suguhkan presentasi terbaik dengan menunjukkan bukti-bukti terukur tentang rencana bisnis yang akan digerakkan bersama startup baru.