Filosofi Gaming: Karena Hidup adalah Sebuah Permainan

Jika God Bless mengatakan bahwa dunia ini adalah sebuah panggung sandiwara, saya percaya betul bahwa hidup ini adalah sebuah permainan.

Di era matinya kepakaran dan perayaan kebebalan sekarang ini, mungkin banyak orang merasa berhak mendefinisikan teorinya masing-masing, tapi pernahkah Anda bertanya-tanya adakah landasan teori yang menjelaskan kenapa kita suka bermain game? Adakah relevansi bermain game dengan kehidupan kita sehari-hari? Dan bagaimana game bisa menjadi sebuah filosofi hidup?

Oh iya, sebelum Anda membaca lebih lanjut, bagi Anda yang lebih suka dengan jawaban-jawaban sederhana dan banal, mungkin sekarang saatnya menutup artikel ini karena saya tidak ingin membuang waktu Anda.

Jika Anda masih di sini, selamat! Anda sama anehnya dengan saya kwkwkwkwk… Meski memang pada akhirnya artikel ini adalah soal bagaimana sudut pandang saya dalam memaknai filosofi gaming, ada 3 buku yang saya jadikan landasan berpikir di sini. Ketiganya akan jadi bagian tersendiri dalam artikel ini.

Satu lagi sebelum kita masuk ke tiap bagian, saya mungkin juga harus memberikan penafian bahwa pemahaman saya atas ketiga buku itu bisa jadi sangat keterlaluan. Jadi, jika boleh saya memberikan saran, baca sendiri ketiga buku tadi. Dengan demikian, Anda mungkin bisa mendapatkan pencerahan yang berbeda dari hasil proses saya membaca buku-buku itu beberapa tahun silam.

Plus, tidak ada salahnya juga kan menggali ilmu dari membaca buku… Kata siapa gamer itu harus selalu berkisar pada drama, kebebalan, dan eksploitasi perempuan? Mari kita bahas satu persatu, sebelum saya malah jadi meracau bak influencer dan selebriti sosmed… Eh kwkwkwkw…

Homo Ludens: Manusia yang Bermain

Tidak sah rasanya jika tidak memasukkan buku tulisan Johan Huizinga ini ke dalam kerangka berpikir memandang hidup sebagai sebuah permainan. Berhubung saya memang tidak bisa berbahasa Belanda, buku yang saya baca adalah yang versi terjemahan, yaitu Homo Ludens: A Study of the Play-Element in Culture.

Dalam hasil pemikiran Huizinga yang paling sering digunakan di setiap karya ilmiah seputar gaming ini mengatakan bahwa bermain (play) bahkan sudah ada sebelum kita berbudaya dan bahkan hewan pun juga bermain meski tidak diajari.

Play is older than culture, for culture, however inadequately defined, always presupposes human society, and animals have not waited for man to teach them their playing.” (1).

Lebih jauh lagi, Huizinga juga berargumen bahwa esensi bermain juga dapat terlihat dari setiap aspek peradaban seperti perang, agama, politik, olahraga, ataupun karya seni. Berhubung bisa jadi terlalu panjang dan saya juga tidak merasa cukup mumpuni, saya tidak akan menuliskan rangkuman dari isi buku tersebut di sini. Anda bisa membaca salah satu rangkuman yang menurut saya cukup baik di tautan ini.

Credits: Leiden University Libraries
Credits: Leiden University Libraries

Saya mungkin memang tidak setuju dengan semua yang diutarakan Huizinga di buku setebal 220 halaman itu. Namun demikian, ada beberapa perkataannya di sana yang saya amini dan menjadi prinsip hidup saya. Salah satunya adalah kutipan di bawah ini.

But the following feature is still more important: the competitive “instinct” is not in the first place a desire for power or a will to dominate. The primary thing is the desire to excel others, to be the first and to be honoured for that.” (50).

Huizinga percaya bahwa ada elemen kompetitif di setiap permainan. Namun demikian, bermain bukanlah sekadar menghalalkan segala cara untuk menang. Kita memang harus bisa berusaha lebih baik dari yang lain namun bukan berarti dengan menanggalkan semua etika yang ada.

Hidup ini juga sebenarnya penuh dengan elemen kompetitif di setiap aspek — tidak hanya di esports saja. Anda, misalnya yang masih jomlo, harus bersaing dengan selusin pria lainnya dalam merebut perhatian gebetan Anda. Saya sendiri juga percaya bahwa saya harus bisa jadi penulis yang lebih baik dari hari ke hari; dan, bagi saya, penulis yang baik bukan hanya soal menulis di atas kertas atau media lainnya namun juga di benak orang-orang lain atau malah dirinya sendiri.

Jika Anda mengaku gamer sejati dan ingin menjadikan hobi tadi jadi lebih bermakna, Anda harus mengalami sendiri proses memahami pemikiran Huizinga. Namun demikian, izinkan saya menutup bagian ini dengan satu penggalan lagi dari bukunya.

Our point of departure must be the conception of an almost childlike play-sense expressing itself in various play-forms, some serious, some playful, but all rooted in ritual and productive of culture by allowing the innate human need of rhythm, harmony, change, alternation, contrast and climax, etc., to unfold in full richness.” (75).

Competence, Autonomy, and Relatedness

Saya sebenarnya pernah menuliskan hal ini beberapa tahun silam di blog pribadi saya, soal alasan kenapa kita bermain game jika dilihat dari sudut pandang psikologis. Namun, saya kira ketiga alasan di atas juga ada relevansinya dalam membentuk pola pikir filosofi gaming.

Kompetensi, otonomi, dan sosialisasi, ketiga hal tersebut menjadi jawaban atas pertanyaan kenapa kita bermain game di buku Glued to Games: How Video Games Draw Us in and Hold Us Spellbound dari Scott Rigby dan Richard Ryan.

Mari kita bahas satu per satu, mulai dari kompetensi. William James pernah mengatakan dalam bukunya The Principles of Pyschology bahwa hasrat terdalam dari setiap sifat manusia adalah keinginan untuk dihargai. Bermain game dapat menyuguhkan hal ini dengan cara yang lebih konkret ketimbang di kehidupan nyata. Tingkat pencapaian Anda juga jauh lebih gamblang terdefinisikan di game.

Lalu bagaimana mengejawantahkan konsep kompetensi tadi? Saya pribadi setidaknya mencoba lebih fair dalam memberikan penilaian ke orang-orang di sekitar saya. Selain itu, saya juga mencoba menyempatkan kontemplasi diri atas pencapaian saya di setiap malam.

Bagaimana dengan otonomi? Otonomi adalah soal menentukan pilihan. Setiap kita bisa sampai ke titik ini juga sebenarnya dari akumulasi setiap keputusan yang kita ambil. Sayangnya, lagi-lagi, seringnya game mampu menunjukkan hubungan kausal yang lebih kentara dari pada hidup kita — baik soal aspek personal ataupun profesional. Selain itu, hidup kita juga mungkin memiliki lebih banyak kekangan — apalagi di sekarang ini ketika setiap orang merasa berhak menghakimi sesamanya di jejaring sosial.

Saya? Atas hasil serangkaian pemikiran tadi, saya lebih percaya untuk menghargai kebebasan setiap orang mengambil keputusan dan saya merasa tidak perlu untuk mengubah prinsip hidup orang-orang lain — yang mungkin berbeda dari saya.

Ketiga, Aristoteles berargumen bahwa manusia adalah mahluk sosial dan saya kira banyak yang setuju dengan pendapatnya tadi. Meskipun di game-game singleplayer sekalipun, game mampu membuat kita merasa jadi bagian dari sebuah komunitas. Makanya di game-game seperti seri The Witcher, Mass Effect, Borderlands, Skyrim, ada sejumlah NPC yang diposisikan untuk menjadi kawan Anda.

Lalu apa yang bisa kita maknai dari sini? Berkawanlah dan berusaha lebih keras untuk memanusiakan manusia. Tak jarang kita terjebak dengan dikotomi kita dan mereka. ‘Kita’ adalah orang-orang yang punya agama, pandangan politik, gaya hidup, dan prinsip yang sama. Sedangkan ‘mereka’ adalah yang tak sejalan dan sealiran. Jika game mampu membuat para pemainnya merasa jadi bagian dalam sebuah kebersamaan, kenapa kita tidak bisa melakukannya dengan sesama manusia?

Rules of Play

Buku ketiga, Rules of Play: Game Design Fundamentals, mungkin sedikit berbeda dengan dua buku tadi yang nilainya lebih pragmatis buat mereka-mereka yang bekerja di game publisher atau developer. Pasalnya, buku tulisan Katie Salen dan Eric Zimmermann ini lebih banyak menawarkan insight yang cukup komprehensif tentang bagaimana mendesain sebuah game.

Buat yang tertarik untuk bekerja di industri gaming dan sekitarnya, Anda juga wajib membaca buku yang sangat bermanfaat ini. Jika Anda tertarik untuk membaca ringkasannya, ada salah satu rangkumannya di tautan ini.

Secara garis besar, buku terbitan MIT Press ini terbagi menjadi 4 unit, yaitu:

  • Core concepts
  • Rules
  • Play
  • Culture

Di bagian Core Concepts, buku ini mengacu kepada tulisan Huizinga yang saya sebutkan di bagian pertama artikel ini dan mengembangkannya lebih lanjut. Silakan membacanya sendiri.

Korelasi antara game design dengan gaming filosofi yang saya dapat dari buku ini terlihat dari 3 pilar game design: Rules, Play, dan Culture.

Bagian Rules menjelaskan soal struktur formal dari sebuah game, aturan main arbiter yang mendeskripsikan bagaimana fungsi dari sistem game tersebut. Sedangkan bagian Play menjabarkan soal bagaimana pengalaman bermain game bisa menyuguhkan makna. Terakhir, Culture menyuguhkan argumentasi soal bagaimana game hadir di tengah-tengah konteks yang lebih luas. Bisa dibilang, bagian ini melihat game design dari sudut pandang strukturalisme.

Mari kita bahas satu per satu.

Rules; setiap gamer tentu tahu bahwa setiap game pasti punya aturan mainnya masing-masing. Bahkan antara satu MOBA dengan MOBA yang lainnya punya aturan main yang berbeda-beda. Disadari atau tidak, ada sekian banyak aturan main juga yang berlaku di hidup kita. Sayangnya, tidak seperti di game, aturan main di dunia nyata seringkali tidak konsisten atau bahkan tidak terdefinisikan dengan jelas. Namun demikian, saya sungguh percaya bahwa gamer sejati juga harusnya mampu memahami dan melukiskan aturan-aturan main di dunia nyata, bahkan menemukan segala inkonsistensinya di kepalanya masing-masing.

Aturan main di game itu memang abstrak tapi mengikat. Namun, demikian juga dengan banyak sistem di dunia ini. Yuval Noah Harari juga mengatakan bahwa negara, uang, hukum, dan bahkan agama juga terbentuk dari narasi-narasi abstrak yang bisa disepakati banyak orang.

Ditambah lagi, pemikiran ini juga membantu saya untuk setidaknya mencoba konsisten dengan aturan main yang saya terapkan ke diri sendiri — yang biasanya sangat mudah berubah-ubah berkat emosi ataupun bias kognitif diri.

Jika bagian Play di sini mencoba menyuguhkan berbagai cara bagaimana pengalaman bermain game jadi lebih bermakna, pernahkah Anda bertanya pada diri sendiri kenapa Anda ada, masih ada, dan harus ada di dunia ini?

What does the world need with another good musician?” Ujar Victor Wooten di salah satu sesi TEDx Talks.

Dalam Rules of Play, Play didefiniskan sebagai berikut, “play refers to those activities which are accompanied by a state of comparative pleasure, exhilaration, power, and the feeling of self-initiative.” Silakan direnungkan sendiri definisi tadi. Namun saya memahaminya dengan pentingnya mencari makna atas hidup kita sendiri, menyadari bagaimana kita bertanggung jawab atas kebahagiaan kita masing-masing — bukan memaksa orang lain, apalagi negara, untuk membuat kita bahagia — meski masih dalam kekangan sekian banyak aturan abstrak yang mengikat.

Terakhir dari buku ini adalah soal Culture. Berikut adalah salah satu kutipan yang bisa diresapi.

Games are always played somewhere, by someone, for some reason or another. They exist, in other words, in a context, a surrounding cultural milieu. The magic circle is an environment for play, the space in which the rules take on special meaning. But the magic circle itself exists within an environment, the greater sphere of culture at large.”

Saya tahu di masa demokratisasi konten dan informasi sekarang ini, inflasi ego memang jadi lebih sulit dihindari. Meski begitu, diakui atau tidak, kita tidak hidup dalam vakum. Masing-masing kita adalah bagian dari berbagai struktur yang lebih besar dan mengambil peran di setiap sistem. Setiap hal yang ada di dunia ini juga jadi bagian dari struktur atau konteks yang lebih luas, jika ingin dipandang dari sudut pandang strukturalisme.

Bagaimana Anda bisa memaknai dan menjabarkannya di kepala Anda, saya serahkan ke masing-masing.

Penutup

Sekali lagi, artikel ini adalah soal sudut pandang saya memaknai filosofi gaming. Silakan dibaca sendiri buku-buku tadi agar Anda bisa mengalami sendiri proses dan kesimpulan yang mungkin berbeda. Saya pribadi sebenarnya juga percaya bahwa setiap orang berhak merumuskan prinsip hidup dan kerangka berpikirnya masing-masing selama mampu menyadari prosesnya, menawarkan argumentasi, dan meminimalisir bias kognitif diri sendiri.

Terakhir, sebenarnya banyak teori, argumentasi, dan kerangka berpikir yang saya tuliskan di atas tadi juga tidak datang dari ranah gaming. Jujur saja, yang saya lakukan hanyalah mengaitkan korelasi berbagai macam teori tadi ke game — seperti soal strukturalisme ataupun teori narasi abstrak. Meski begitu, di sini saya juga ingin membuktikan bahwa gamer dan game itu tidak sedangkal yang dibayangkan kebanyakan orang. Plus, siapa tahu artikel ini dapat memancing Anda para gamer untuk belajar ke ranah yang lebih luas. Saya sendiri juga bertemu dengan teori, kerangka berpikir, dan argumentasi-argumentasi tadi berkat kecintaan saya yang berlebihan kepada bermain game.

Credit Featured Image: Ben Neale via Unsplash

Legends of Runeterra Resmi Rilis, Hadirkan Ekspansi Rising Tides

Pada ulang tahun ke-10, Riot Games mengembangkan sayap, tidak hanya mengembangkan League of Legends saja. Lewat sebuah acara spesial, Riot mengumumkan semua proyek game yang mereka kembangkan, mulai cari League of Legends: Wild Rift, Teamfight Tactics versi mobile, proyek game fighting, game FPS Valorant, dan card game Legends of Runeterra.

Hari ini, kurang lebih tujuh bulan setelah pengumuman yang dilakukan, Riot Games akhirnya merilis salah satu dari daftar game terbaru yang sedang mereka kembangkan. Dia adalah Legends of Runeterra, collectible card game (CCG) besutan Riot Games.

Bersamaan dengan perilisan ini, Riot Games juga menghadirkan ekspansi pertama yang diberi nama Rising Tides. Ekspansi ini menambahkan region baru ke dalam permainan, Bilgewater, region yang menjadi rumah bagi Champion seperti Graves, Gangplank, Illaoi dan lain sebagainya.

Bilgewater merupakan wilayah kekuasaan sekelompok bajak laut yang tidak pernah melewatkan kesempatan untuk melakukan penjarahan dan monster di kedalaman yang suka melahap kapal tanpa peringatan. Pada Runeterra, masing-masing wilayah atau region punya ciri khas masing-masing. Region Demacia contohnya, dijuluki Magical Might, punya ciri khas berupa banyaknya kartu magic untuk membuat pasukan jadi lebih kuat.

Bilgewater punya julukan Risk and Reward. Seperti nilai hidup para bajak laut, Anda harus rela mengambil resiko besar untuk mendapatkan yang Anda inginkan. Rising Tides hadir dengan lebih dari 120 kartu dan 11 Champion dari semesta League of Legends, termasuk Miss Fortune, Fizz, dan Gangplank. Set kartu Rising Tides juga memperkenalkan enam mekanisme kartu baru, memberi opsi gameplay yang mendalam dan menarik untuk para pemain.

“Kami sangat senang dapat meluncurkan Legends of Runeterra secara resmi di seluruh dunia,” ujar Executive Producer Jeff Jew. “Komitmen kami tetap kuat terhadap gameplay interaktif yang strategis, pembuatan deck yang kaya, serta momen kemenangan yang luar biasa, dan inilah saat yang tepat untuk masuk dan menjelajahi segala yang ada di Runeterra. Sampai bertemu di dalam game!

Sumber: Riot Official Media
Sumber: Riot Official Media

Sebelumnya Riot sempat berbagi pandangannya soal rencana dalam pengembangan komunitas Runeterra di Indonesia. Diwakili Jennifer Poulson selaku Head of Publishing and Product for Southeast Asia, Riot Games mengatakan bahwa komunitas tetap menjadi yang utama, namun untuk sementara waktu mereka hanya menyokong komunitas online terlebih dahulu.

Legends of Runeterra sudah dapat diunduh untuk mobile (Android dan iOS) dan untuk PC. Jika Anda masih penasaran dengan game yang satu ini, Anda dapat mengunjungi laman resmi Legends of Runeterra SEA.

Di Tengah Pandemik Corona, Popularitas Game Shooter Meroket

Pandemik virus corona membuat banyak orang tak boleh keluar rumah. Bermain game menjadi salah satu kegiatan pengisi waktu luang. Newzoo lalu mengumpulkan data tentang genre game yang menjadi populer di tengah pandemik. Menurut studi yang dilakukan sejak Desember 2019 sampai Maret 2020 itu, terlihat bahwa semua genre game — kecuali MOBA dan fighting — mengalami kenaikan jumlah pemain yang signifikan. Namun, genre yang mengalami pertumbuhan jumlah pemain tertinggi adalah shooters. Jumlah pemain game shooter naik hingga 40 persen.

Genre game lain yang jumlah pemainnya bertumbuh pesat (34 persen) adalah deck-building games. Legends of Runeterra, game terbaru Riot Games, merupakan salah satu alasan mengapa deck-building game menjadi populer. Sementara itu, kenaikan jumlah pemain arcade game mencapai 28 persen, genre platformers 25 persen, dan battle royale 17 persen.

Pada Maret 2020, 46 persen pemain PC memainkan game shooter. Dengan ini, shooter menjadi genre terpopuler kedua setelah MOBA. Di antara game-game shooter, Rainbow Six: Siege menjadi game dengan jumlah pemain paling banyak. Meskipun begitu, game-game shooter lain, seperti Counter-Strike: Global Offensivve dan Call of Duty: Modern Warfare, juga memiliki jumlah pemain yang tak kalah banyak.

Perbandingan kenaikan jumlah pemain game shooter dan battle royale. | Sumber: Newzoo
Perbandingan kenaikan jumlah pemain game shooter dan battle royale. | Sumber: Newzoo

 

Pandemik bukan satu-satunya alasan mengapa semakin banyak orang memainkan game shooter. Pada Januari 2020, game tactical shooter Escape from Tarkov mendapatkan update. Ini membuat para gamer kembali tertarik dengan game ber-genre shooter. Sementara itu, jumlah pemain Rainbow Six memang terus naik sejak 2019. Game buatan Ubisoft ini banyak mendapatkan pemain baru dari Tiongkok. Peluncuran battle royale mode, Warzone, dari Call of Duty: Modern Warfare juga menjadi alasan lain mengapa genre shooter kembali digemari.

Game ber-genre shooter tidak hanya mengalami pertumbuhan jumlah pemain, tapi juga durasi bermain. Pada Desember 2019, rata-rata lama waktu bermain per hari adalah 38 menit. Angka ini naik menjadi 60 menit pada Maret 2020. Memang, karena karantina, para gamer menjadi memiliki waktu luang yang lebih banyak. Alasan lainnya adalah karena game-game shooter yang populer — seperti Rainbow Six dan Escape from Tarkov — memang memiliki sesi permainan yang lama. Setiap pertandingan dari game tersebut bisa berlangsung selama sampai 1 jam.

Setelah MOBA dan shooter, genre yang memiliki jumlah pemain paling banyak adalah adventure. Alasannya adalah karena game adventure memungkinkan pemain untuk menjelajah di dunia yang sama sekali baru dan melupakan dunia nyata. Minecraft dari Microsoft adalah adventure game dengan jumlah pemain PC paling banyak.

Grafik kenaikan penonton iRacing live . | Sumber; Newzoo
Grafik kenaikan penonton iRacing live . | Sumber; Newzoo

Genre lain yang menjadi populer adalah game dan simulasi balapan. Memang, sejumlah balapan harus dibatalkan karena virus corona. Sebaga gantinya, diadakan balapan virtual berupa menggunakan simulasi balapan. Beberapa balapan yang menggelar kompetisi esports sebagai pengganti balapan di dunia nyata adalah Formula 1, Formula E, dan NASCAR.

Jumlah penonton konten game balapan di platform streaming game juga naik. Di Twitch dan YouTube, total durasi konten ditonton dari siaran langsung balapan virtual naik 117 persen pada April 2020 jika dibandingkan dengan Februari di tahun yang sama.

Tak Hanya Menuntut Spesifikasi Tinggi, Microsoft Flight Simulator Juga Memerlukan Koneksi yang Mumpuni

Ambisius, satu kata itu bisa menggambarkan skala realisme yang bakal ditawarkan Microsoft Flight Simulator. Game simulasi garapan Asobo Studio itu tak hanya mempersilakan para pemain menjelajah seluruh penjuru dunia, tapi juga mampir ke 37.000 bandara yang ada di muka Bumi.

Itu semua tanpa melupakan kualitas grafisnya yang memukau, seperti yang bisa kita lihat dari trailer-nya. Bagian-bagian pesawat kelihatan begitu mendetail, simulasi cuacanya juga tampak amat realistis. Tidak heran apabila game ini akan menuntut spesifikasi PC yang cukup tinggi.

Persyaratan spesifikasi Microsoft Flight Simulator

Benar saja, seperti yang tercantum pada tabel di atas, spesifikasi minimumnya saja sudah tergolong cukup gres. Uniknya, selain spesifikasi yang direkomendasikan, developer juga mencantumkan spesifikasi PC ideal yang menurut mereka baru cukup untuk menyajikan Microsoft Flight Simulator secara maksimal.

Satu yang agak mencuri perhatian adalah, tiga tingkatan spesifikasi itu menuntut bandwith koneksi internet dalam jumlah yang berbeda. Apakah ini berarti Microsoft Flight Simulator hanya bisa dimainkan secara online?

Ya, sebab game ini banyak memanfaatkan platform cloud Microsoft Azure. Untuk me-render seluruh isi Bumi misalnya, game perlu mengakses data geografis sebesar 2 petabyte (2.000 TB) yang tersimpan di Microsoft Azure. Lalu mengapa game masih menuntut 150 GB kapasitas hard disk?

Microsoft Flight Simulator

Berdasarkan hasil wawancara The Guardian dengan pengembangnya, Microsoft Flight Simulator bakal dilengkapi mode offline. Persisnya bagaimana mode offline itu bekerja belum diketahui, tapi kemungkinan besar ada banyak fitur dalam game yang harus dipangkas.

Satu yang pasti adalah simulasi lalu lintas udara secara real-time. Jadi selain menampilkan banyak pemain sekaligus, Microsoft Flight Simulator juga akan menyimulasikan sejumlah penerbangan yang sedang berlangsung di dunia nyata. Fitur semacam ini tentunya memerlukan koneksi ke server secara konstan, sehingga besar kemungkinan tak akan tersedia pada mode offline.

Jadi jangan kaget kalau spesifikasi idealnya menuntut koneksi internet secepat 50 Mbps. Game seambisius Microsoft Flight Simulator rupanya juga membutuhkan spesifikasi komputer yang tak kalah ambisius.

Via: PC Gamer.

Berbagai Hasil Riset tentang Pengaruh Positif Bermain Game

Di Indonesia, game menjadi momok bagi sebagian orangtua, dianggap sebagai alasan mengapa nilai murid jelek atau bahkan bolos sekolah. Di negara maju seperti Amerika Serikat sekalipun, game juga sering menjadi kambing hitam. Misalnya, setiap ada penembakan massal, game akan disebut sebagai alasan mengapa pelaku bisa menjadi pembunuh berdarah ringin. Sementara di Tiongkok, game dianggap sebagai alasan mengapa semakin banyak generasi muda yang mengalami rabun jauh. Dampak dari sebuah game pada para pemainnya adalah topik yang telah diperdebatkan selama puluhan tahun. Studi tentang hal ini juga telah banyak.

Bagaimana Game Memengaruhi Pemainnya?

Pada  2013, American Psychological Association (APA) melakukan riset tentang bagaimana game bisa digunakan sebagai alat edukasi serta dampak positif game pada anak dan remaja.

“Selama berpuluh-puluh tahun, riset tentang dampak negatif bermain game, termasuk kecanduan, depresi, dan agresi telah dilakukan. Kami tidak menyebutkan bahwa riset itu harus diacuhkan,” kata Isabela Granic, PhD dari Radboud University Nijmegen, Belanda, salah satu penulis dari riset tersebut, dikutip dari situs APA. “Namun, untuk memahami dampak bermain game pada perkembangan anak dan remaja, kita perlu sudut pandang yang lebih seimbang.”

Menurut riset APA tersebut, bermain game dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak, termasuk spatial navigation, persepsi, daya ingat, sampai pemikiran kritis. Menariknya, game tembak-tembakan, yang dianggap penuh kekerasan, juga dapat memberikan efek positif, yaitu meningkatkan spatial cognition (kemampuan untuk melakukan navigasi dalam ruang 3D). “Ini penting dalam edukasi dan pengembangan karir anak, karena riset membuktikan bahwa kemampuan spatial seseorang memengaruhi pencapaiannya di bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika,” ujar Granic.

Lalu, adakah perbedaan antara otak gamer dan non-gamer? Untuk menjawab pertanyaan ini, pada 2018, Senior Editor Wired, Peter Rubin pergi ke Sports Academy di Thousand Oaks. Di sana, dia mengikuti serangkaian tes kognitif dan membandingkan hasil tesnya dengan gamer profesional. Anda bisa melihat apa saja tes yang dilakukan dalam video di bawah.

Hasil tes menunjukkan bahwa gamer profesional memiliki nilai yang lebih tinggi, khususnya dalam tes yang mengharusnya seseorang mengacuhkan gangguan di sekitarnya untuk fokus pada sebuah tugas. Memang, game, terutama action game, memiliki pace yang sangat cepat. Pemain dituntut untuk membuat keputusan dengan cepat dalam situasi yang kacau balau.

C. Shawn Green, Associate Professor, Department of Psychology, University of Wisconsin-Madison mengatakan bahwa action game memang dapat memengaruhi kemampuan kognitif seseorang. Ada tiga kemampuan kognitif yang akan meningkat jika seseorang bermain action game. Pertama adalah persepsi, bagaimana kita memahami keadaan sekitar berdasarkan rangsangan yang panca indera kita terima. Kedua adalah spatial cognition, yaitu kemampuan untuk menavigasi dalam lingkungan 3D. Terakhir adalah top down attention, ini merupakan kemampuan untuk mengacuhkan distraksi yang ada dan tetap fokus pada satu tujuan yang telah ditetapkan.

Setiap Game Tidak Memberikan Dampak yang Sama

Action game memang terbukti memberikan dampak baik pada kemampuan kognitif seseorang. Namun, itu bukan berarti semua game memberikan efek yang sama. Game sangat beragam, hadir dengan genre dan gameplay yang berbeda-beda. Bermain role-playing game dan puzzle game akan memberikan dampak yang berbeda dari memainkan action game. Meskipun begitu, bukan berarti hanya action game yang memberikan dampak positif. Dalam risetnya, APA mengungkap, memainkan game strategi, termasuk RPG, meningkatkan kemampuan problem-solving anak. Satu hal yang pasti, bermain game dapat meningkatkan kreativitas para pemainnya, terlepas dari genre yang mereka mainkan.

Sementara itu, dalam studi berjudul Social Interactions in Massively Multiplayer Online Role-Playing Gamers, disebutkan bahwa memainkan game Massively Multiplayer Online Role-Playing Games (MMORPG) dapat meningkatkan kemampuan sosial pemainnya. Alasannya, karena game MMORPG bisa menjadi tempat bagi para pemainnya untuk mengenal satu sama lain dan menjalin hubungan pertemanan, Faktanya, interaksi antar pemain justru dianggap sebagai salah satu daya tarik game MMORPG.

Game MMORPG biasanya mendorong pemainnya untuk membentuk grup. | Sumber: Elder Scroll Online
Game MMORPG biasanya mendorong pemainnya untuk membentuk grup. | Sumber: Elder Scroll Online

Menariknya, saat bermain game MMORPG, para pemain bisa mengekspresikan dirinya dengan lebih bebas. Diduga, alasannya adalahh karena seseorang tidak merasa terikat dengan identitas — seperti umur, gender, atau penampilan — saat bermain game. Selain meningkatkan kemampuan sosial, game MMORPG juga dapat mengajarkan kerja sama tim. Memang, kebanyakan game MMORPG menghadirkan fitur guild atau klan, yang mendorong para pemainnya untuk bekerja sama dengan satu sama lain.

Mark Griffiths, salah satu penulis studi Social Interactions in Massively Multiplayer Online Role-Playing Gamers, juga percaya, game bisa digunakan sebagai alat edukasi. Pasalnya, game bisa memberikan stimulasi pada pemain. Selain itu, bermain game juga terasa menyenangkan. Jika pelajaran dihadirkan dalam bentuk game, murid bisa lebih mudah untuk fokus pada bahan pelajaran karena ia tidak membosankan. Selain itu, game juga menarik untuk dimainkan semua orang, terlepas umur, gender, atau etnis mereka.

Tak hanya untuk edukasi, Griffiths juga menganggap, game bisa digunakan sebagai alat terapi. Dan memang, ada laboratorium riset yang melakukan penelitian terkait hal ini.

Game sebagai “Obat”

Neuroscape adalah laboratorium riset di University of California, San Francisco yang telah melakukan penelitian tentang bagaimana game bisa digunakan untuk “mengobati” penyakit mental selama bertahun-tahun. Perusahaan anak dari Neuroscape, Akili Interactive Labs, bahkan telah memiliki produk yang masuk ke tahap pengujian klinis untuk mendapatkan izin dari Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat. Produk tersebut adalah Project: EVO, yang ditujukan untuk mengatasi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Pada 2017, proyek tersebut telah memasuki tahap pengujian akhir dari FDA.

“Tujuan kami bukanlah untuk menggantikan industri farmasi,” kata Adam Gazzaley, pendiri dan Executive Director dari Neuroscape dan anggota dewan Akili. Dia mengungkap, tujuan mereka melakukan riset ini adalah untuk menemukan metode pengobatan baru dengan efek samping yang minimal. Gazzaley adalah seorang profesor di bidang neurologi, fisiologi, dan psikiater. Dia mendirikan laboratorium riset sains syaraf kognitif di UCSF pada 2005. Sementara terkait game, dia pernah bekerja sama dengan LucasArts, publisher yang merilis game dari franchise Star Wars dan Indiana Jones.

Neuroscape meneliti bagaimana game membantu penderita penyakit mental. | Sumber: CNBC
Neuroscape meneliti bagaimana game membantu penderita penyakit mental. | Sumber: CNBC

“Elastisitas otak kita, kemampuan otak untuk berubah, ini dipengaruhi pengalaman kita,” kata Gazzaley pada CNBC. “Jika kita bisa menciptakan pengalaman yang sesuai dengan seseorang, ini bisa meningkatkan kemampuan otak mereka.”

Gazzaley menjelaskan, Neuroscape tidak sekadar berusaha untuk melakukan gamifikasi dari latihan fisik yang ditujuakn untuk penderita penyakit mental. Sebagai gantinya, mereka berusaha untuk membuat game yang menggabungkan gerakan fisik dengan latihan kognitif. Dia percaya, penelitian yang dia lakukan akan berbuah manis. “Saya rasa, masalahnya hanyalah belum ada bukti yang kuat. Dan itulah yang coba kami lakukan,” katanya pada The Verge. “Kami semua percaya dengan apa yang kami lakukan. Kami hanya perlu membuktikannya dengan data.”

Sejauh ini, kita sudah membahas tentang bagaimana game bisa memberikan dampak positif. Tapi, itu bukan berarti game adalah panacea. Saya percaya, segala sesuatu di dunia ini punya dampak positif dan negatif. Begitu juga dengan game. Pada 2019, World Health Organization menetapkan gaming disorder sebagai kelainan mental. Namun, seperti yang disebutkan oleh Live Science, hanya karena seseorang sering bermain game bukan berarti dia mengidap  gaming disorder.

Ada beberapa karakteristik dalam diri penderita gaming disorder. Salah satunya adalah dia memprioritaskan bermain game di atas segalanya sehingga mengganggu kehidupan sehari-harinya. Menurut WHO, seorang penderita gaming disorder tak lagi bisa mengendalikan kebiasaannya bermain game. Selain itu, mereka juga menempatkan game sebagai prioritas utama, diatas pekerjaan, pendidikan, dan hobi lainnya.

Ciri khas lainnya adalah seorang penderita gaming disorder akan terus bermain game walau mereka sadar bahwa hal itu memberikan dampak buruk pada kehidupan mereka, misalnya merusak hubungan dengan keluarga dan teman atau mengacaukan ritme kerja atau belajar mereka. WHO juga menyebutkan, seseorang harus memiliki gejala gaming disorder selama setidaknya satu tahun sebelum ia bisa dinyatakan menderita kelainan tersebut.

Kesimpulan

Ada banyak keuntungan yang diberikan oleh game. Sebuah game biasanya memiliki tujuan yang harus dicapai, baik mengalahkan seseorang, menyelamatkan dunia, atau sekadar memulihkan lahan pertanian yang diwariskan pada pemain. Ini membantu pemainnya fokus untuk mencapai tujuan tersebut.

Selain itu, disadari atau tidak, ada hukum sebab-akibat dalam game, khususnya dalam game-game yang memang menyajikan cerita yang berat. Dalam sebuah game, Anda akan dihadapkan pada pilihan yang akan memengaruhi cerita sang tokoh utama. Berbeda dengan film, dimana penonton tidak ikut aktif memilih jalan cerita, game memungkinkan pemain untuk mengeksplorasi apa yang terjadi ketika Anda mengambil pilihan yang berbeda. Konsep ini mirip dengan dunia nyata. Setiap keputusan yang Anda ambil akan memiliki konsekuensi. Hanya saja, di dunia nyata, Anda tidak bisa mengulang dari check point terakhir ketika membuat kesalahan.

Memang, game tidak melulu memberikan dampak baik. Game juga bisa memberikan dampak negatif. Namun, hanya karena game memiliki dampak buruk, bukan berarti game harus dihilangkan sama sekali. Moderation is the key.

Sumber: IFL Science, APA, Wired, CNBC, The Verge, Live Science, Quartz

Sumber header: Deposit Photos

Logitech Luncurkan Mouse Gaming Kelas Budget dengan RGB, G203 Lightsync

Logitech punya mouse gaming baru untuk gamer dengan budget terbatas, khususnya mereka yang mewajibkan ketersediaan pencahayaan RGB. Namanya Logitech G203 Lightsync, dan ia merupakan penerus dari G203 Prodigy yang dirilis empat tahun silam.

Apa saja yang berubah? Dari luar, hampir tidak ada. G203 Lightsync tetap mengadopsi wujud ambidextrous dan layout 6 tombol yang sama persis seperti sebelumnya. Perbedaan fisiknya tidak lebih dari pencahayaan warna-warni yang telah menggantikan lampu biru milik pendahulunya, dan tentu saja pattern-nya bisa dikustomisasi via software.

Namun RGB tentu bukan satu-satunya perubahan yang disuguhkan. Logitech telah memperbarui jeroannya; G203 Lightsync mengemas sensor optik dengan sensitivitas maksimum hingga 8.000 DPI. Seperti pendahulunya, mouse ini turut mengunggulkan polling rate sebesar 1.000 Hz demi memberikan respon yang lebih instan dari biasanya. Belum lama ini, Corsair juga membanggakan mouse gaming barunya yang mempunyai polling rate di atas normal.

Logitech G203 Lightsync

Memori onboard tetap dipertahankan oleh G203 Lightsync, memungkinkan pengguna untuk menyimpan sampai lima preset sensitivitas langsung pada perangkat. Di atas kertas, fitur yang ditawarkan cukup melimpah untuk mouse gaming kelas budget.

Semurah apa memangnya? $40 saja saat mulai dipasarkan pada bulan Mei mendatang, $10 lebih murah daripada harga pendahulunya di hari peluncuran. Selain warna hitam, Logitech G203 Lightsync juga tersedia dalam balutan warna putih.

Sumber: Logitech.

Animal Crossing: New Horizons Pecahkan Rekor Penjualan Digital Game Konsol

Sepanjang Maret 2020, total spending untuk game digital mencapai US$10 miliar, naik 11 persen jika dibandingkan dengan total pengeluaran pada Maret tahun lalu, menurut data dari Superdata. Sementara itu, total penjualan digital game konsol naik 64 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, dari US$883 juta menjadi US$1,5 miliar. Penjualan digital game PC dan mobile game juga mengalami kenaikan. Game PC naik 56 persen, dari US$363 juta menjadi US$567 juta, sementara mobile game naik 15 persen, menjadi US$5,7 miliar.

Dari semua game yang diluncurkan pada bulan lalu, Animal Crossing: New Horizons menjadi game konsol dengan total penjualan digital tertinggi. Hanya dalam waktu satu bulan, angka penjualan Animal Crossing: New Horizons mencapai lebih dari lima juta unit. Game dari Nintendo tersebut juga memecahkan rekor jumlah penjualan digital tertinggi dari game konsol. Sebelum ini, pemegang rekor tersebut adalah Call of Duty: Black Ops III.

“Kombinasi dari fitur sosial dan gameplay yang santai, ini membuat New Horizons sangat diminati bagi orang-orang yang harus tinggal di rumah karena karantina,” kata Superdata dalam blog-nya. Mereka menyebutkan, alasan lain mengapa angka penjualan digital Animal Crossing sangat tinggi adalah karena banyak toko game offline yang tutup akibat pandemik virus corona. Banyaknya orang yang tertarik memainkan Animal Crossing: New Horizons membuat permintaan akan Switch meroket. Nintendo bahkan berencana untuk meningkatkan produksi Switch karena kesulitan memenuhi permintaan akan konsol tersebut.

penjualan new horizons
Data penjualan game digital sepanjang Maret 2020. | Sumber: Superdata

Selain Animal Crossing: New Horizons, Doom Eternal juga diluncurkan pada bulan lalu. Game tersebut duduk di peringkat ke-4 dalam daftar game konsol dengan pemasukan terbesar pada Maret 2020. Doom Eternal juga sama larisnya di PC. Hal ini terlihat dari fakta bahwa game tersebut ada di peringkat lima dalam daftar game PC dengan pemasukan terbanyak. Sepanjang bulan Maret, total penjualan Doom Eternal mencapai tiga juta unit, mengalahkan penjualan Doom 2016, yang hanya terjual 957 ribu unit sepanjang bulan peluncurannya.

Pada bulan lalu, Activision juga merilis mode baru untuk Call of Duty: Modern Warfare, yaitu Warzone. Mode tersebut bisa dimainkan dengan gratis. Ini membuat jumlah pemain aktif bulanan (MAU) naik 159 persen. Jumlah total pemain Call of Duty: Modern Warfare — baik yang membeli game tersebut maupun hanya mengunduh mode Warzone — mencapai 62,7 juta orang, menurut laporan Games Industry.

Sementara itu, Valve juga merilis Half-Life: Alyx pada bulan lalu. Sepanjang Maret, game itu dimainkan oleh 869 ribu orang, termasuk oleh orang-orang yang bisa memainkan game tersebut secara gratis melalui Valve Index. Alyx mendapatkan pemasukan US$40,7 juta, menjadikannya sebagai game PC dengan penjualan digital terbaik ke-8.

Sumber header: Twitter

Razer Blade Stealth 13 Kini Hadir dengan GPU GTX 1650 Ti dan Layar 120 Hz

September lalu, Razer menyematkan upgrade terbesar pada ultrabook-nya, Blade Stealth 13. Mereka menanamkan GPU Nvidia GeForce GTX 1650 pada perangkat bertubuh tipis itu, mendongkrak performa gaming-nya secara sangat drastis.

Tahun ini, Blade Stealth 13 kembali menerima penyegaran yang tak kalah signifikan. GPU yang menjadi pilihan kali ini lebih bertenaga lagi, yakni GeForce GTX 1650 Ti. Prosesornya pun juga demikian; meski sepintas terdengar sama – Intel Core i7-1065G7 – yang dipakai kali ini adalah varian yang memiliki TDP 25 W, yang dapat mempertahankan kecepatan maksimumnya lebih lama ketimbang varian yang dipakai sebelumnya (15 W).

Melengkapi spesifikasinya adalah RAM LPDDR4X berkapasitas 16 GB, serta SSD tipe PCIe NVMe 512 GB. Baterainya mempunyai kapasitas 53,1 Wh, dan Razer tak lupa membekali Blade Stealth dengan teknologi Nvidia Optimus, yang memungkinkan perangkat untuk menggunakan GPU bawaan prosesor (yang lebih irit daya) saat tidak sedang dipakai bermain game.

Razer Blade Stealth 13

Layar 13,3 incinya juga ikut menerima pembaruan. Konsumen dapat memilih antara panel 1080p dengan refresh rate 120 Hz, atau touchscreen beresolusi 4K. Kedua jenis panel sama-sama mendukung 100% spektrum warna sRGB.

Satu hal yang saya suka adalah, bezel atasnya masih menyisakan ruang untuk sebuah webcam beresolusi 720p, serta yang dilengkapi sensor infra-merah dan kompatibel dengan Windows Hello. Kalau boleh jujur, saya lebih memilih bezel yang sedikit tebal seperti ini (4,9 mm), tapi posisi webcam-nya tetap ideal, alias bukan di bawah.

Razer Blade Stealth 13

Semua ini dikemas dalam sasis aluminium yang tebalnya cuma sekitar 15,3 cm dan bobotnya kurang dari 1,5 kg. Istimewanya, Razer masih bisa membenamkan empat buah speaker plus sebuah amplifier, dan perangkat juga masih mengemas sepasang port USB standar sekaligus sepasang port USB-C (salah satunya Thunderbolt 3).

Di Amerika Serikat, Razer Blade Stealth 13 generasi terbaru ini sudah dijual seharga $1.800, atau $2.000 untuk varian yang mengemas layar 4K. Harganya sama persis seperti model sebelumnya yang dirilis belum setahun lalu.

Sumber: Razer.

Popdog Adalah Portal Agregrasi untuk Konten Live Streaming dari Twitch, Mixer dan YouTube

Awalnya cuma ada Twitch, tapi seperti yang kita tahu sekarang, Twitch harus berbagi pangsa pasar dengan yang lain. Guna melawan dominasi Twitch, kompetitornya tidak segan ‘menculik’ bintang-bintangnya.

Sebagai penonton, tidak ada untungnya kita loyal terhadap salah satu platform live streaming. Kita tidak dijanjikan kontrak senilai jutaan dolar seperti streamerstreamer idola kita, dan kemungkinan besar streamerstreamer idola kita tersebut juga tidak berkumpul di satu platform yang sama.

Contoh yang paling gampang: saya mengidolakan Tyler “Ninja” Blevins, tapi di saat yang sama saya juga tidak mau melewatkan sesi live stream Pokimane. Itu berarti saya tak bisa nongkrong di Mixer saja, melainkan juga di Twitch mengingat Pokimane masih bertahan di sana.

Popdog

Solusinya? Kita butuh portal agregrasi; sebuah situs yang mengumpulkan semua konten live stream maupun konten gaming lainnya dalam satu wadah yang mudah dinavigasikan. Kabar baiknya, portal serupa sudah tersedia sekarang. Namanya Popdog, dan ia baru saja meluncur dengan status beta.

Popdog sejauh ini sudah bisa menampilkan beraneka ragam konten dari Twitch dan Mixer (YouTube Gaming dikabarkan bakal segera menyusul). Popdog menyajikan konten berdasarkan jenis permainan atau berdasarkan streamer, tidak peduli di platform apa mereka menyiarkannya. Mereka bahkan juga punya segmen khusus untuk pertandingan esport.

Popdog

Saat mengklik suatu live stream, videonya akan langsung ditampilkan di situs Popdog sendiri secara embed, demikian pula kolom live chat-nya, sebab Popdog memang terhubung langsung ke sumbernya (Twitch atau Mixer). Penonton bahkan bisa login menggunakan akun Twitch sekaligus Mixer-nya, sehingga Popdog bisa menyuguhkan rekomendasi konten berdasarkan selera masing-masing penonton.

Popdog didirikan oleh sosok yang sudah sangat berpengalaman di industri esport, yakni Alexander Garfield, mantan karyawan Twitch sekaligus pendiri GoodGame, perusahaan yang menaungi tim Evil Geniuses dan Alliance.

Sumber: VentureBeat.

Microsoft Manjakan Fans Cyberpunk 2077 Dengan Xbox One X Edisi Spesial

Salah satu cara terbaik untuk merayakan peluncuran game besar yang ditunggu-tunggu adalah dengan membeli edisi kolektor atau bahkan memesan hardware bertema permainan tersebut. Secara personal, saya kenal dekat beberapa orang yang tak ragu merogoh saku dalam-dalam demi mendapatkannya. Bulan Februari lalu, Nvidia mengumumkan kartu grafis GeForce RTX 2080 Ti versi Cyberpunk 2077, namun sayangnya ia tidak bisa dimiliki lewat cara biasa.

Jika Anda sedang sedang menanti perilisan permainan role-playing raksasa garapan CD Projekt Red itu dan mencari sesuatu yang layak dikoleksi, Microsoft telah menyiapkan bundel produk istimewa. Minggu ini, mereka mengumumkan satu set Xbox One X edisi spesial Cyberpunk 2077, dilengkapi controller, charging stand, game drive, hingga headphone. Dalam menyediakan perangkat-perangkat ini, Microsoft juga berkolaborasi dengan sejumlah produsen hardware.

Console Xbox One X Cyberpunk 2077 Limited Edition sengaja dirancang untuk merepresentasikan warna-warni dan kemajuan teknologi Night City (lokasi game di-setting). Demi mencapainya, Microsoft memanfaatkan desain cybernetic, elemen-elemen ‘menyala’, panel-panel custom berwarna cerah, serta efek gradasi. Di sana Anda bisa menemukan grafiti glow in the dark, tulisan-tulisan hasil ukiran laser, serta sejumlah LED.

Xbox One Cyberpunk 2077 1

Di unit controller-nya, Microsoft mengangkat tema Johnny Silverhand, karakter yang menemani V (tokoh utama Cyberpunk 2077) dalam petualangannya. Gamepad didominasi dua warna: hitam  di area kanan dan perak di kiri. Desainer juga menghias controller dengan beragam tulisan, coretan serta decal. Fungsi, layout serta fiturnya sendiri sama seperti gamepad wireless Xbox standar, bisa tersambung ke Xbox One dan perangkat ber-OS Windows 10.

Xbox One Cyberpunk 2077 2

Untuk melengkapi controller-nya, Anda bisa menambahkan Cyberpunk 2077 Xbox Pro Charging Stand. Khusus unit ini, Microsoft memadukan skema warna gamepad (ada perak serta hitam) dan console (biru, kuning serta garis-garis hijau). Charging stand dilengkapi baterai rechargeable, penutupnya, serta kabel power sepanjang 1,8-meter. Aksesori ini juga dibekali magnet buat mengamankan controller.

Xbox One Cyberpunk 2077 3

Bersama sejumlah mitra, Microsoft dan CD Projekt Red turut menyediakan penyimpanan eksternal Seagate Game Drive for Xbox: Cyberpunk 2077 Special Edition dengan opsi 2TB dan 5TB, serta headset SteelSeries Arctis 1 Wireless for Xbox Johnny Silverhand Edition.

Xbox One Cyberpunk 2077 4

Semua pernak-pernik bertema Cyberpunk 2077 dapat dibeli secara terpisah, tapi mungkin tersedia melalui channel terpisah. Sebagian dari mereka sudah bisa di-pre-order. Microsoft sendiri hanya memproduksi 45 ribu console edisi spesial Cyberpunk 2077 dan menjualnya di kawasan tertentu saja. Anda dapat menyimak harga dan waktu ketersediaan masing-masing item di bawah ini:

  • Xbox One X Cyberpunk 2077 Limited Edition 1TB – Juni 2020, harganya belum diketahui, disertai kode download game, dapat ditebus di tanggal 17 September nanti
  • Xbox Wireless Controller Cyberpunk 2077 Limited Edition – tersedia sekarang, US$ 75
  • Cyberpunk 2077 Xbox Pro Charging Stand – juga tersedia sekarang, US$ 50
  • Seagate Game Drive for Xbox: Cyberpunk 2077 Special Edition – Juni 2020, harganya tergantung pihak pemasok
  • SteelSeries Arctis 1 Wireless for Xbox Johnny Silverhand Edition – Juni 2020, US$ 110