Switch Langka, Nintendo Mau Naikkan Jumlah Produksi

Nintendo berencana untuk meningkatkan jumlah produksi Switch, menurut laporan Nikkei Asian Review. Perusahaan asal Jepang itu dikabarkan akan menaikkan total produksi Switch hingga 10 persen pada 2020.

Memang, sejak Februari 2020, Nintendo Switch mulai langka dan konsumen mulai kesulitan untuk membeli konsol tersebut. Alasannya, semakin banyak pemerintah dari negara-negara Asia Tenggara dan Tiongkok yang menetapkan lockdown atau menyarankan warganya untuk melakukan karantina. Ini tidak hanya memengaruhi jaringan suplai Nintendo Switch, tapi juga membuat semakin banyak orang tertarik untuk membeli Switch. Pada Maret 2020, permintaan akan Switch masih terus berkat diluncurkannya Animal Crossing: New Horizon.

“Kami harap, para perusahaan penyuplai akan dapat meningkatkan jumlah produksi. Namun, ada beberapa komponen yang masih sulit didapatkan. Jadi, kami tidak bisa memberikan perkiraan berapa banyak unit Switch yang dapat kami sediakan,” kata Nintendo, seperti dikutip dari Games Industry. Sebelum ini, Nintendo memperkirakan, penjualan Switch dan Switch Lite akan mencapai 19,5 juta untuk tahun fiskal yang berakhir pada 31 Maret. Namun, masih belum diketahui apakah Nintendo telah sukses mencapai target tersebut.

Nintendo Switch langka
Peluncuran Animal Crossing pada Maret membuat Nintendo Switch menjadi langka.

Selain virus corona, alasan lain yang membuat Nintendo Switch langka adalah karena ada banyak reseller yang menggunakan bot untuk membeli konsol tersebut. Motherboard berhasil mengungkap komunitas reseller yang mengunakan software open-source untuk memindai situs e-commerce yang menjual Switch. Software tersebut akan secara otomatis membeli Switch ketika konsol itu tersedia. Menggunakan software itu, reseller tak perlu khawatir akan kehabisan stok karena terlambat membeli.

Tool yang digunakan untuk membuat bot tersebut adalah Bird Bot. Namun, juga ada bot lain bernama Scottbot, Swift, dan Phantom. Juru bicara Phamtom berkata bahwa software mereka telah digunakan untuk membeli lebih dari 500 Switch dalam waktu 24 jam pertama. Reseller yang membeli Switch dengan bantuan bot kemudian menjual kembali Switch yang mereka dapatkan. Inilah yang menyebabkan mengapa harga Switch menjadi meroket.

Di tengah karantina karena pandemik COVID-19, game memang menjadi salah satu hiburan utama. Selain bermain game, semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya untuk menonton konten esports. Tidak heran, mengingat ada cukup banyak kompetisi olahraga tradisional yang beralih ke esports karena pertandingan harus dibatalkan.

Selain Epic Games, Ubisoft Juga Berikan Dukungan Penuh Terhadap GeForce Now

Kontroversi yang melanda GeForce Now masih belum menunjukkan tanda-tanda untuk berhenti. Tiga publisher besar – Activision Blizzard, Bethesda dan 2K Games – sudah meninggalkan layanan cloud gaming tersebut, dan sekarang giliran Xbox Game Studios, Warner Bros. Interactive, Codemasters, dan Klei Entertainment yang menyusul.

Per 24 April, gamegame terbitan keempat publisher itu bakal dihapus dari katalog GeForce Now. Kendati demikian, Nvidia tampaknya sudah jauh lebih siap ketimbang sebelumnya dalam menghadapi kabar semacam ini; mereka bilang bahwa sampai akhir Mei mendatang, mereka bakal menambah sekaligus menghapus game dari katalog GeForce Now.

Di balik layar, Nvidia mengaku sudah menerapkan optimasi bersama platform distribusi digital macam Steam atau Epic Games Store dengan tujuan memudahkan para publisher yang berminat menawarkan game-nya di GeForce Now. Seandainya publisher berminat, game keluaran mereka bisa langsung tersedia di katalog GeForce Now pada hari peluncuran.

Dalam kesempatan yang sama, Nvidia boleh berbangga melihat 30 dari 40 game terpopuler di Steam sudah tersedia di platform cloud gaming mereka. Target menyuguhkan lebih dari 1.500 game mungkin masih jauh dari pencapaian, tapi setidaknya Nvidia menunjukkan bahwa mereka tidak patah semangat begitu saja hanya karena ada kesalahpahaman dengan pemain top di industri gaming.

Ya, publisher seperti Activision Blizzard, Bethesda, dan 2K Games itu tadi seakan tidak terima dengan fakta bahwa GeForce Now kini menarik biaya berlangganan pasca lepas dari status beta. Sebaliknya, Epic Games justru melihat GeForce Now sebagai layanan cloud gaming paling bersahabat bagi pihak developer sekaligus publisher, dan itu mendorong mereka untuk memberikan dukungan penuh.

Selain Epic, Ubisoft adalah pemain besar lain yang memberikan dukungan penuh kepada GeForce Now. Sebagian besar franchise AAA-nya sudah tersedia di GeForce Now – termasuk seluruh seri Assassin’s Creed dan Far Cry – dan sisanya diperkirakan bakal menyusul dalam beberapa minggu ke depan.

Sentimen positif yang serupa juga datang dari Bandai Namco dan Bungie. Keduanya sama-sama melihat GeForce Now sebagai medium yang efektif untuk menarik lebih banyak pemain baru, khususnya mereka yang tidak punya perangkat yang cukup mumpuni untuk memainkan game berat seperti Destiny 2.

Sumber: Nvidia.

Riot Tantang Hacker Cari Celah Keamanan di Software Anti-Cheat Valorant

Belum lama ini, Riot Games meluncurkan versi closed beta dari Valorant. Bersamaan dengan itu, mereka juga memperkenalkan software anti-cheat Valorant, yaitu Vanguard. Sayangnya, software anti-cheat ini menuai kontroversi. Salah satu alasannya adalah karena Vanguard langsung aktif ketika komputer dinyalakan, walau Anda tidak memainkan Valorant. Selain itu, Vanguard juga memiliki akses level kernel dari komputer.

Dalam blog, Riot menjelaskan, jika software anti-cheat Valorant hanya bisa mendapatkan akses ke level user, maka ia tidak akan bisa mendeteksi cheat yang mendapatkan akses lebih tinggi. Riot juga menegaskan bahwa mereka tidak mengumpulkan informasi pribadi para pengguna. Mereka mengatakan, Vanguard memiliki akses ke level kernel hanya untuk melakukan validasi sistem dan memastikan pemain tidak menggunakan cheat.

“Riot tidak mengumpulkan data pribadi yang tidak digunakan untuk memastikan integritas dari game yang Anda mainkan,” kata Riot, menurut laporan Euro Gamer. Meskipun begitu, Riot mengambil langkah ekstra untuk memastikan bahwa Vanguard aman. Mereka menawarkan hadiah uang hingga US$100 ribu (sekitar Rp1,5 miliar) bagi hacker yang dapat menemukan celah keamanan pada Vanguard. Mereka membuat tawaran ini di HackerOne, situs yang memungkinkan perusahaan menawarkan hadiah pada hacker yang melaporkan celah keamanan di softwawre mereka.

anti-cheat valorant
Software anti-cheat Valorant menimbulkan kontroversi. | Sumber: Riot Games

“Untuk menunjukkan komitmen kami dalam melindungi keamanan data para pemain, kami menawarkan hadiah uang hingga US$100 ribu (sekitar Rp1,5 miliar) bagi orang yang bisa mendemonstrasikan celah keamanan pada Vanguard,” ujar Riot. “Jika Anda bisa membantu kami melindungi para pemain kami dan data mereka dengan melaporkan celah keamanan yang ada, itu berarti Anda adalah orang hebat dan kami ingin memberikan apresiasi.”

Ini bukan kali pertama Riot memanfaatkan HackerOne untuk mencari kelemahan pada game dan software mereka. Namun, ini adalah kali pertama mereka membuat bug bounty khusus untuk Vanguard. Selain itu, hadiah yang mereka tawarkan kali ini juga lebih tinggi dari sebelumnya. Tampaknya, Riot memang serius untuk meyakinkan para pengguna mereka bahwa mereka tidak mengumpulkan data pengguna.

Meskipun masih belum diluncurkan secara resmi, Valorant memiliki hype yang sangat tinggi. Buktinya, game ini berhasil memecahkan rekor jumlah penonton conccurrent di Twitch. Selain itu, sudah muncul diskusi tentang ekosistem esports dari game tersebut. Salah satu organisasi esports ternama asal Korea Selatan, T1, bahkan telah mengadakan turnamen Valorant. Meskipun begitu, Riot mengungkap bahwa mereka tidak akan turun tangan langsung dalam pengembangan scene esports dari Valorant.

Before We Leave Ialah Game City Building Santai dengan Elemen Eksplorasi Luar Angkasa

Sepintas, game di atas kelihatan mirip seperti seri Civilization berkat tampilan serba heksagonalnya. Namun game berjudul Before We Leave ini rupanya masuk kategori city building, jauh lebih santai ketimbang seri Civilization maupun game 4X lain.

Yang unik dari game ini adalah adanya elemen eksplorasi, bahkan eksplorasi luar angkasa sekaligus. Salah satu ancaman terbesar dalam Before We Leave juga datang dari antariksa, spesifiknya seekor makhluk mirip paus tapi yang kerjanya menelan planet demi planet. Peradaban yang dibangun pada dasarnya harus disiapkan untuk menghadapi tantangan ini.

Before We Leave

Tidak ada peperangan dalam Before We Leave. Tidak ada faksi/bangsa lain yang berkompetisi. Sepintas premisnya terdengar seperti Frostpunk; peradaban yang dibangun ulang merupakan sisa yang selamat dari bencana alam, tapi saya menduga elemen survival-nya tidak seekstrem salah satu game favorit saya itu.

Seiring teritori meluas, pemain bakal menemukan sejumlah teknologi peninggalan perabadan sebelumnya. Saya menebak warisan-warisan inilah yang dapat dimanfaatkan untuk mengusir si space whale itu tadi, dan di sinilah elemen strategi mulai ditonjolkan.

Before We Leave

Jujur konsep yang ditawarkan cukup menarik, terutama jika Anda suka dengan gamegame seperti Cities Skylines, Frostpunk dan Civilization. Di tengah banyaknya game penuh kekerasan (Doom Eternal, Borderlands 3, dll) yang kita mainkan selama masa swakarantina, mungkin game bangun-membangun yang santai seperti inilah yang kita butuhkan.

Before We Leave merupakan game perdana bikinan Balancing Monkey Games, sebuah studio indie asal Selandia Baru. Permainan ini sudah dikerjakan sejak 2017, dan rencananya akan dirilis di Epic Games Store pada tanggal 8 Mei 2020 nanti.

Sumber: The Escapist.

Aplikasi Facebook Gaming Segera Diluncurkan Secara Resmi

Facebook sedang bersiap untuk meluncurkan aplikasi mobile baru bernama Facebook Gaming. Aplikasi ini sebenarnya bukanlah aplikasi baru, melainkan yang sudah diuji selama sekitar satu setengah tahun di beberapa negara. Namun sekarang Facebook sudah siap untuk merilisnya di pasar global.

Mengapa hanya mobile? Karena desktop sudah didominasi oleh Twitch, dan sangat sulit untuk memutarbalik keadaan, bahkan untuk platform sebesar Facebook sekalipun. Sebaliknya, Twitch belum begitu populer di ranah mobile, dan Facebook tentu melihat ini sebagai peluang besar.

Alasan lainnya, seperti yang disampaikan Vivek Sharma selaku VP Facebook Gaming kepada New York Times, adalah argumen bahwa pengalaman menonton live stream di mobile lebih intens ketimbang di desktop. Itu dikarenakan menonton live stream di smartphone selagi menyambi melakukan hal lain tidaklah semudah di komputer atau laptop.

Sayang yang dimaksud Facebook dengan kata “mobile” di sini baru menyangkut platform Android saja, sebab aplikasi Facebook Gaming versi iOS rupanya masih belum disetujui oleh Apple.

Terlepas dari itu, satu keunggulan yang ditawarkan Facebook Gaming adalah kemudahan untuk menyiarkan sesi bermain game di smartphone atau tablet, cukup dengan mengklik beberapa tombol saja. Fitur baru yang inovatif seperti Tournaments tentunya juga akan tersedia di aplikasi Facebook Gaming, demikian pula akses ke sejumlah game casual.

Pertanyaan berikutnya, mengapa sekarang? Facebook sebenarnya berencana merilis aplikasi ini di bulan Juni, tapi mereka terpaksa memajukan jadwalnya karena pandemi. Aktivitas streaming meningkat pesat selama masa swakarantina, dan Facebook tentu tak mau melewatkan momentum ini.

Belakangan Facebook Gaming juga melihat pertumbuhan yang sensasional. Dari segi jumlah pengguna, Facebook Gaming memang masih kalah jauh dari Twitch dan YouTube, akan tetapi pertumbuhannya adalah yang paling signifikan, naik sekitar 210% dalam jangka waktu satu tahun (2018 – 2019). Jadi jangan heran kalau ketiga platform itu terus berebut streamer populer.

Sumber: New York Times.

Berkat Ray Tracing, Minecraft Pun Kelihatan Seperti Game Baru

Populasi game yang mendukung teknologi ray tracing (RTX) sampai saat ini masih belum begitu banyak, meski jumlahnya terus meningkat dari waktu ke watu. Sejumlah developer bahkan berupaya untuk memperbarui game-nya agar mendukung ray tracing dan bisa tampil lebih memukau (di perangkat yang kapabel).

Ray tracing bukanlah fitur eksklusif untuk game baru. Bahkan game setua Minecraft pun juga bisa memanfaatkan teknologi grafis paling mutakhir itu. Kabar baiknya, Minecraft versi RTX sekarang sudah tersedia di Windows 10 melalui Microsoft Store, meski sejauh ini statusnya masih beta.

RTX pada dasarnya mampu menyulap Minecraft menjadi seperti game baru. Meski yang diubah cuma elemen-elemen seperti bayangan dan pencahayaan, perubahannya begitu drastis sehingga mampu membuat permainan jadi terasa lebih ‘hidup’. Refleksi di atas permukaan air kelihatan jauh lebih alami, sorotan cahaya dari ventilasi kelihatan sangat akurat, dan warna-warna pun tampak lebih cerah.

Setelah menonton videonya, jujur saya tidak pernah menyangka Minecraft bisa kelihatan sebagus ini hanya dengan diubah pencahayaannya. Selama bermain, pemain dapat melihat sendiri perbandingan tampilan Minecraft dengan atau tanpa RTX, cukup dengan menekan tombol “;”.

Minecraft RTX

Peningkatan kualitas grafik itu tentunya harus dibayar dengan tuntutan spesifikasi yang tinggi. Untuk bisa menjalankan Minecraft dengan ray tracing, spesifikasi PC minimum yang dibutuhkan adalah prosesor Intel Core i5, RAM 8 GB, dan tentu saja GPU GeForce RTX 2060. Lebih lanjut, jangan heran seandainya framerate turun drastis ketika RTX diaktifkan, sebab teknologi ini memang memerlukan resource yang sangat besar.

Sumber: VentureBeat dan Minecraft.

Crysis Remastered Diumumkan, Bakal Tersedia di PC, PS4, Xbox One, dan Nintendo Switch

Gamer PC lawas semestinya tahu, salah satu game paling berat yang pernah PC mereka jalankan adalah Crysis. Bukan yang kedua atau ketiga, melainkan Crysis yang pertama, yang dirilis di tahun 2007.

Begitu menuntutnya Crysis, GPU paling top kala itu, Radeon HD 3870 dan GeForce 8800 GTX, bahkan tidak mampu menjalankannya dengan pengaturan grafis mentok kanan. Beberapa tahun sejak dirilis, Crysis bahkan masih cukup sering dipakai untuk menguji performa suatu GPU, dan tentu saja kita tak boleh lupa dengan meme “But Can It Run Crysis?”

Hampir 13 tahun berselang, game first-person shooter bertema sci-fi itu rupanya sedang bersiap untuk menyapa kembali para gamer. Lewat sebuah video teaser, Crytek selaku developer-nya mengumumkan Crysis Remastered. Platform yang dituju kali ini bukan cuma PC saja, tapi juga PlayStation 4, Xbox One, dan Nintendo Switch.

Ya, Nintendo Switch, meski saya yakin kualitas grafiknya tidak akan sebagus di platform lainnya, seperti kasusnya pada game seperti The Witcher 3. Terlepas dari itu, Crysis Remastered menjanjikan peningkatan kualitas grafik yang signifikan dibanding versi orisinalnya; mencakup tekstur beresolusi tinggi, temporal anti-aliasing, parallax occlusion mapping, dan masih banyak lagi istilah teknis lain.

Sesuai dugaan, Crysis Remastered juga bakal menawarkan ray tracing, tapi menariknya, ray tracing di sini adalah yang berbasis software (API). Apakah ini berarti pemain tidak wajib menggunakan GPU Nvidia seri RTX untuk bisa menikmati pencahayaan yang lebih realistis? Bisa jadi begitu, tapi kita tunggu saja penjelasan lebih mendetail dari Crytek menjelang perilisannya.

Kapan? Belum tahu, Crytek cuma bilang “coming soon“. Video teaser-nya pun belum menunjukkan kualitas grafiknya secara lengkap. Semoga saja benar-benar segera.

Sumber: Eurogamer.

Old World Adalah Game 4X Baru dari Lead Designer Civilization IV

Dua tahun lalu, beredar kabar bahwa lead designer Civilization IV, Soren Johnson, sedang mengerjakan game 4X baru berjudul 10 Crowns. Game itu sudah semakin dekat dengan peluncuran, akan tetapi judulnya sekarang diganti menjadi Old World.

Old World kabarnya bakal dirilis sebelum musim panas (pertengahan Juni) di Epic Games Store, tapi statusnya masih Early Access. Tujuannya adalah supaya pengembangnya bisa semakin menyempurnakan Old World berdasarkan input langsung dari para pemain.

Old World

Seperti seri Civilization, Old World menempatkan pemain sebagai seorang pemimpin bangsa di peradaban kuno. Yang membuatnya berbeda adalah, karakter yang pemain pilih di sini bisa mati karena usia. Setiap turn sama dengan satu tahun berlalu dalam Old World, dan ketika tokoh pemimpin yang dipilih sudah bertambah tua, saatnya mewariskan kekuasaan ke garis keturunannya.

Perbedaan ini menuntut mekanisme turn-based yang agak berbeda. Kalau di Civilization kita bisa menggerakkan setiap unit di tiap turn, di Old World tidak sesimpel itu. Ada satu resource baru bernama Orders, dan pemain hanya mempunyai jumlah Orders yang terbatas di setiap turn.

Nyaris semua aksi yang dilakukan dalam Old World membutuhkan Orders, bahkan yang sesederhana mendirikan bangunan baru sekalipun. Sistem Orders sejatinya bakal menuntut pemikiran yang lebih strategis, sebab pemain harus benar-benar paham dampak dari aksi yang mereka ambil di tiap turn.

Old World

Juga tidak kalah menarik adalah sistem Dynamic Events yang Old World siapkan. Dari waktu ke waktu, akan muncul sejumlah peristiwa unik berdasarkan progress permainan. Sebagian besar peristiwanya diambil langsung dari buku sejarah, sebagian lainnya bisa sesimpel memilih jurusan pendidikan yang harus diambil oleh garis keturunan sang pemimpin.

Pengembangnya bilang sejauh ini mereka sudah menyiapkan lebih dari 1.200 peristiwa yang dapat muncul kapan saja, dan mereka memprediksi jumlahnya bisa bertambah menjadi 2.000 peristiwa menjelang perilisan versi final Old World nanti. Lebih lanjut, pengembangnya juga bakal mempersilakan komunitas modder untuk menciptakan peristiwa-peristiwa baru.

Old World sepintas terdengar mirip seperti Civilization, dan tidak bisa dipungkiri banyak terinspirasi oleh permainan garapan Firaxis Games tersebut. Kendati demikian, sejumlah inovasi yang Old World terapkan pada mekanisme 4X semestinya bisa menjadi daya tarik tersendiri di mata penggemar game strategi.

Sumber: PC Gamer 1, 2.

Chimera Squad Ialah Spin-Off Sekaligus ‘Penerus’ Seri XCOM

Kesuksesan reboot XCOM memicu lahirnya rentetan permainan strategi turn-based generasi baru, contohnya Phoenix Point, Mutant Year Zero, Phantom Doctrine hingga Battletech. Tapi sejauh ini, game yang betul-betul layak jadi penerusnya hanyalah XCOM 2. Banyak fans berharap agar Gears Tactics betul-betul mengesankan seperti janji Xbox Game Studios, namun kabar baiknya, kita juga mendapatkan satu alternatif lagi.

Secara tiba-tiba, Firaxis mengumumkan ‘babak selanjutnya’ dari seri XCOM yang mereka namai Chimera Squad. Konsepnya cukup menarik karena XCOM: Chimera Squad bukanlah sekuel ataupun expansion pack. Ia merupakan spin-off sekaligus penerus kisah XCOM 2. Chimera Squad bukan hanya digarap buat para fans XCOM, namun juga diracik sebagai gerbang masuk bagi pendatang baru ke franchise ini.

Ketika dua game XCOM sebelumnya difokuskan pada perjuangan manusia melawan penindasan alien, latar belakang Chimera Squad sedikit berbeda. Lima tahun telah berlalu setelah pemerintah bayangan Advent berhasil ditumbangkan, dan manusia serta alien akhirnya dapat hidup harmonis. Kini mereka harus membangun ulang peradaban yang sebelumnya berantakan akibat konflik. Chimera Squad ialah nama dari pasukan khusus antar-spesies penjaga keamanan Kota 31.

Di XCOM: Chimera Squad, pemain akan mengendalikan dan mengelola tim berisi 11 agen (semuanya didesain oleh Firaxis). Game tetap mempertahankan formula strategi turn-based khas XCOM, namun ada banyak hal yang dimodifikasi developer. Perbedaan karakteristik, latar belakang, serta kemampuan unik masing-masing agen sengaja diusung untuk memberi warna pada tim. Pendekatan ini kabarnya terinspirasi dari expansion pack XCOM 2: War of the Chosen.

Sejumlah perubahan lain juga lebih fundamental. Ketika misi dimulai, pemain dipersilakan memilih lokasi penerjunan pasukan – developer menyebutnya Breach Mode. Beberapa tempat bisa diinfiltrasi oleh agen tertentu, dan tiap pilihan punya keuntungan dan kekurangannya sendiri. Perbedaan selanjutnya terletak pada bagaimana turn diterapkan. Sewaktu perintah dieksekusi, agen Chimera dan pasukan musuh akan beraksi bersama-sama; tidak bergantian seperti sebelumnya.

Dan karena tiap anggota Chimera Squad merupakan bagian dari narasi permainan (mereka akan berinteraksi dengan sesamanya), Firaxis juga menghilangkan sistem permadeath (kematian permanen). Saat seorang agen tumbang di tengah misi, rekannya harus menstabilkan kondisinya. Jika gagal, misi tersebut akan gagal. Kondisi ini berbeda dari game sebelumnya, ketika misi bisa diselesaikan meski hanya tersisa satu orang di tim Anda.

XCOM Chimera Squad 1

Hal menarik lain dari Chimera Squad adalah cara 2K Games menyajikannya. Terlepas dari kontennya yang orisinal, permainan dijajakan di harga expansion pack. Saat dirilis di tanggal 24 April nanti, Anda bisa memilikinya cukup dengan mengeluarkan uang Rp 105 ribu. Harganya akan naik jadi Rp 210 ribu di tanggal 2 Mei 2020. Buat sekarang, game baru tersedia untuk Windows PC via Steam.

Via US Gamer.

 

Epic Games Store Bagikan Just Cause 4 Secara Gratis

Penggemar game action adventure dengan setting open-world pasti tidak asing lagi dengan seri Just Cause garapan Avalanche Studios. Sejak menjalani debutnya di tahun 2006, Just Cause sudah melahirkan empat seri, dengan seri terakhir, Just Cause 4, yang dirilis menjelang akhir 2018 lalu.

Bagi yang belum sempat memainkannya karena berbagai alasan, ada kabar gembira. Mulai tanggal 16 sampai 23 April, Just Cause 4 bisa didapatkan secara cuma-cuma dari Epic Games Store sebagai bagian dari penawaran gratis mingguannya di samping Wheels of Aurelia.

Cukup daftarkan akun jika belum, lalu klaim game tersebut sebelum 23 April. Menjelajahi negara fiktif Solis yang menjadi setting lokasi Just Cause 4 pastinya bisa membantu membunuh banyak waktu selama masa swakarantina seperti sekarang.

Just Cause 4

Secara plot, Just Cause 4 sejatinya menerapkan formula yang cukup mirip seperti sebelum-sebelumnya. Sang lakon, Rico Rodriguez, lagi-lagi harus berjuang melepaskan satu wilayah dari kekuasaan sosok antagonis, meski kali ini ada sentuhan yang lebih personal pada plotnya.

Seri Just Cause selalu penuh elemen aksi, bahkan dari awal game dimulai. Menonton trailer-nya bahkan terkesan seperti Fast & Furious yang dikemas menjadi video game. Sistem Liberation yang menjadi ciri khas seri-seri sebelumnya, tetap dipertahankan meski mekanismenya agak berbeda di Just Cause 4.

Singkat cerita, tidak ada ruginya menjajal game ini, apalagi kalau gratis. Saat artikel ini ditulis, Just Cause 4 di Epic Games Store masih berstatus “Coming Soon”, jadi tunggu saja sampai besok – tapi jangan lebih dari tanggal 23 April.

Sumber: Eurogamer.