Pirelli Ciptakan Ban Pintar yang Dapat Membaca Kondisi Jalan dan Meneruskan Informasinya ke Mobil Lain

Konektivitas merupakan salah satu komponen terpenting dalam mewujudkan era otomotif masa depan. Teknologi seperti V2I (vehicle-to-infrastructure) misalnya, memungkinkan terjadinya komunikasi antara mobil dan infrastruktur sehingga konsumen bisa mendapatkan pengalaman berkendara yang lebih baik.

Contoh teknologi V2I yang sudah diterapkan adalah sistem Traffic Light Information besutan Audi. Berkat sistem tersebut, sejumlah mobil bikinan Audi dapat berkomunikasi dengan jaringan lampu lalu lintas dalam kota (yang infrastrukturnya sudah mendukung tentunya) untuk menginformasikan durasi lampu merah kepada pengemudi setiap kali tiba di persimpangan.

Sekarang, giliran Pirelli yang unjuk gigi. Ya, Pirelli sang produsen ban asal Itali itu. Mereka baru saja mendemonstrasikan Cyber Tire, ban pintar yang dilengkapi sensor untuk membaca kondisi permukaan jalan, yang selanjutnya dapat diteruskan informasinya melalui jaringan 5G.

Pirelli Cyber Tire

Pirelli menggambarkan skenarionya sebagai berikut: Mobil A yang dilengkapi Cyber Tire mendeteksi berkurangnya traksi akibat genangan air, lalu mengirimkan informasi terkait risiko terjadinya aquaplaning ke infrastruktur 5G. Mobil B yang mulai mendekat menerima informasinya, dan pengemudinya pun bisa langsung mengambil tindakan untuk mengantisipasi.

Lebih ideal lagi adalah ketika tindakan pengemudi ini bisa langsung diambil alih oleh sistem keselamatan mobil yang bersifat adaptif. Jadi sebelum pengemudi merasakan hilangnya traksi, sistem traction dan stability control sudah lebih dulu bereaksi menyesuaikan dengan informasi yang diterima dari Cyber Tire.

Ke depannya, Pirelli bilang bahwa Cyber Tire dapat menyuplai data yang lebih komprehensif lagi, termasuk halnya kilometer yang sudah ditempuh dan dynamic load dari setiap ban, sehingga sistem driver assistance bisa beradaptasi dengan lebih baik lagi. Sebagai satu-satunya bagian mobil yang berkontak fisik dengan permukaan, kapabilitas semacam ini sangatlah krusial untuk sebuah ban.

Sumber: Pirelli dan CNET. Gambar header: Pixabay.

 

Ford Resmi Perkenalkan Mobil Elektrik Pertamanya, Mustang Mach-E

Siapa yang tidak mengenal Ford Mustang? Salah satu ikon terbesar kategori muscle car ini telah eksis selama lebih dari setengah abad, dan dalam kurun waktu yang panjang itu, secara total Ford telah menelurkan enam generasi Mustang yang berbeda, dengan generasi terakhir yang dipasarkan mulai 2015.

Generasi keenamnya ini cukup istimewa. Istimewa karena untuk pertama kalinya, bakal ada model yang tak membutuhkan bensin di keluarga Mustang. Di saat muscle car identik dengan mesin V8 berkapasitas besar, Ford justru memberanikan diri merancang Mustang versi elektrik.

Ford Mustang Mach-E

Dari situ terlahir Ford Mustang Mach-E, Mustang pertama yang bertenaga listrik, sekaligus yang pertama kali mengadopsi rancangan SUV. Terlepas dari dua kejanggalan tersebut, sejumlah elemen khas Mustang memang masih bisa kita lihat jelas dari eksteriornya, dan kesan sporty-nya pun sama sekali tidak luntur meski berwujud SUV.

Sebagai bagian dari keluarga Mustang, Mach-E tentu tidak mau merusak reputasinya dalam hal performa. Konfigurasi termurahnya ditargetkan mampu menghasilkan daya sebesar 332 tenaga kuda dan torsi 417 Nm. Di saat yang sama, Ford juga bakal menawarkan Mach-E GT Performance Edition, varian paling mahal sekaligus paling bertenaga yang sanggup menghasilkan daya sebesar 459 tenaga kuda dan torsi 830 Nm, dengan akselerasi 0 – 100 km/jam di kisaran 3 detik.

Soal efisiensi, Mach-E pun tidak mengecewakan. Varian termurahnya bakal hadir membawa baterai berkapasitas 75,7 kWh, akan tetapi konsumen juga bisa memilih opsi dengan kapasitas lebih besar, tepatnya 98,8 kWh. Untuk yang berkapasitas besar ini, Ford bilang satu kali pengisian cukup untuk membawa Mach-E menempuh jarak 480 kilometer.

Ford Mustang Mach-E

Juga menarik adalah generasi terbaru sistem infotainment Ford SYNC yang akan menjalani debutnya bersama Mach-E. Premis yang Ford tawarkan adalah sistem yang adaptif, yang memanfaatkan machine learning untuk terus mempelajari preferensi pengemudi seiring berjalannya waktu.

Jadi semisal seorang pemilik Mach-E selalu menelepon rumahnya dalam perjalanan pulang dari kantor, SYNC bakal merekomendasikan hal tersebut di waktu yang tepat. Lalu seandainya pemilik mobil selalu berkunjung ke gym setiap hari Senin, SYNC juga akan menyuguhkan panduan navigasi ke lokasi tersebut secara otomatis di hari yang tepat pula.

Ford Mustang Mach-E

Interface-nya sendiri mengandalkan layar sentuh besar berukuran 15,5 inci yang diposisikan di tengah dashboard. Satu detail yang menarik menurut saya adalah bagaimana Ford turut mengintegrasikan kenop volume fisik pada bagian bawah layar. Ini menandakan bahwa tidak sedikit konsumen yang benci harus mengoperasikan layar sentuh hanya untuk mengatur volume audio. Ya, yang saya maksud adalah konsumen Tesla Model 3, yang dashboard-nya benar-benar bersih dari input fisik.

Dashboard Mach-E sendiri sudah tergolong cukup minimalis. Panel instrumen digital di balik lingkar kemudinya pun juga terkesan mungil. Detail lain yang tak kalah menarik adalah speaker rancangan Bang & Olufsen yang disembunyikan di sekujur panel dashboard di atas ventilasi AC hingga menyerupai sebuah soundbar.

Ford Mustang Mach-E

Di saat yang sama, ruang kabinnya terkesan cukup lega untuk lima penumpang, dan berhubung ia bertenaga listrik, ruang mesin di bagian depannya pun telah digantikan oleh bagasi tambahan. Terakhir, Mach-E juga menjadi mobil pertama Ford yang mengusung teknologi Phone As A Key, sehingga konsumen dapat membuka kunci pintu mobil hanya dengan mendekat sembari membawa ponselnya.

Lalu kapan mobil ini dijadwalkan mengaspal? Paling cepat akhir 2020, dengan banderol mulai $43.895 untuk konfigurasi terendahnya. Harganya termasuk terjangkau apabila dibandingkan dengan SUV elektrik lain, semisal Audi e-tron, akan tetapi kelasnya memang sudah berbeda jauh.

Sumber: Ford.

Sukses Jalani Fase Pengujian Pertama, Taksi Udara Lilium Jet Ditargetkan Siap Beroperasi di Tahun 2025

Belum lama ini, beredar kabar bahwa Porsche dan Boeing telah menjalin kerja sama untuk mengembangkan pesawat VTOL (vertical take-off and landing) bermesin listrik. Dua perusahaan besar itu rupanya tidak sendirian dalam mengejar salah satu mimpi umat manusia yang paling ambisius. Di luar sana, cukup banyak startup yang diam-diam mencoba mewujudkan cita-cita yang sama.

Salah satunya adalah Lilium Aviation, startup asal Jerman yang sudah mencoba merealisasikan visinya sejak tiga tahun silam. Prototipe pesawat VTOL mereka, Lilium Jet, baru-baru ini diumumkan telah berhasil menjalani fase pengujian yang pertama, dan mereka pun tengah bersiap untuk melanjutkan ke tahap produksi.

Lilium Jet bukan termasuk kendaraan pribadi, melainkan yang dideskripsikan sebagai “taksi udara on-demand“. Mesin listriknya mampu membawanya mengudara di kecepatan maksimum 300/jam dan menempuh jarak sekitar 300 km sambil mengangkut lima orang penumpang. Pada video di bawah, bisa kita lihat kalau desainnya pun mirip seperti gambar konsep yang mereka rilis tiga tahun lalu.

Lilium Jet on-demand air taxi

Lilium bilang fase pengujian yang pertama ini melibatkan lebih dari 100 skenario darat dan udara yang berbeda. Sejauh ini, prototipe mereka sudah bisa terbang dalam kecepatan lebih dari 100 km/jam. Masih jauh dari target yang ditetapkan, akan tetapi Lilium memang tidak ingin tergesa-gesa.

Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, armada taksi udara Lilium Jet baru akan beroperasi di tahun 2025 nanti. Ya, Lilium masih punya waktu yang cukup panjang untuk menyempurnakan prototipe pesawat VTOL-nya hingga mencapai target spesifikasi yang ditetapkan. Pengujian demi pengujian masih harus dilancarkan, dan selagi menunggu, Lilium juga sedang membangun fasilitas produksi baru dengan kapasitas yang lebih besar dari sebelumnya.

Sumber: Electrek.

Porsche dan Boeing Bekerja Sama Mengembangkan Mobil Terbang Bermesin Listrik

Porsche sudah resmi menjajaki ranah mobil elektrik lewat Taycan. Langkah selanjutnya tentu adalah memperlengkap portofolionya, akan tetapi Porsche rupanya juga melihat lebih jauh lagi sampai ke ranah di mana roda tak lagi dibutuhkan.

Ya, yang saya maksud adalah transportasi udara, spesifiknya pesawat tipe VTOL (vertical takeoff and landing) yang memiliki cara lepas landas dan mendarat seperti helikopter. Porsche tidak sendirian menjalani misi ini, mereka juga ditemani oleh Boeing, yang kemungkinan besar merasa perlu untuk mengejar ketertinggalannya dari Airbus.

MoU antar kedua perusahaan sudah resmi ditandatangani, dengan tujuan untuk mengeksplorasi potensi jalur udara sebagai alternatif mobilitas urban, tidak ketinggalan juga potensi pasarnya. Istilah kerennya urban air mobility, dan kedua perusahaan ini cukup yakin akan signifikansinya di masa yang akan datang.

Nantinya, Porsche dan Boeing berniat membentuk tim khusus untuk merancang konsep pesawat VTOL bermesin elektrik, atau mobil terbang kalau mau istilah yang lebih sederhana lagi. Bukan cuma sebatas konsep, kolaborasinya bakal terus berlanjut sampai ke tahap pembuatan prototipe sekaligus pengujiannya.

Porsche and Boeing VTOL vehicle

Kalau melihat keterlibatan Porsche, sudah pasti buah proyeknya bakal duduk di kelas premium. Porsche sendiri memang beberapa kali menyebut kata “premium” dalam siaran persnya, dan ini merupakan indikasi bahwa hasil kolaborasi mereka bakal dinikmati oleh kalangan yang berkantong tebal, setidaknya untuk beberapa waktu sejak perilisannya.

Untuk Boeing, ini bukan pertama kalinya mereka bekerja sama dengan perusahaan lain guna mengeksplorasi ranah urban air mobility itu tadi. Sebelumnya, mereka sudah lebih dulu menggandeng Kitty Hawk, startup sokongan Larry Page yang juga sedang sibuk mengembangkan pesawat VTOL.

Yang berbeda, kerja sama antara Boeing dan Kitty Hawk bertujuan untuk mempelajari seputar aspek keselamatan, serta bagaimana idealnya sistem autonomous dan pilot manusia bisa saling melengkapi satu sama lain.

Sumber: Porsche dan Boeing via Engadget.

Mobil Konsep Baru Mercedes-Benz Terinsprasi dari Produk Otomotif Pertama Mereka

Secara legal, Mercedes-Benz berdiri di tahun 1926, namun salah satu pencetus brand ini – Karl Benz – sudah berkarya sejak 1886 dengan kendaraan berbahan bakar bensin pertama di dunia. Akhirnya, mobil Mercedes mulai dipasarkan pada tahun 1901 oleh Daimler Motors Corporation. Kata Mercedes sendiri diambil dari nama putri wirasusahawan otomotif Emil Jellinek yang mematenkan merek tersebut di 1902.

Kini hampir 120 tahun berlalu, perusahaan otomotif spesialis kendaraan mewah asal Jerman itu mencoba menghidupkan lagi produk pertamanya, ‘Mercedes 35 PS’ tapi tentu dengan sentuhan futuristis. Di acara Frankfurt Motor Show 2019, Mercedes-Benz memperkenalkan mobil konsep Vision Mercedes Simplex baru yang wujudnya terinspirasi dari 35 PS. Bedanya, ia mengusung berbagai macam elemen kendaraan masa depan.

Vision Mercedes Complex 5

Seperti pendahulunya itu, Vision Mercedes Simplex 35 PS ialah mobil dua penumpang dengan roda berukuran besar di bagian luar yang mengelilingi tubuh utama. Mesin dan segala macam komponen penggerak berada di depan, dimasukkan dalam chassis berwujud boks berdesain aerodinamis. Mercedes-Benz memilihkan kombinasi warna unik buat Simplex, yaitu putih di area depan dan peleknya, biru di zona pengemudi, serta hitam di belakang.

Vision Mercedes Complex 3

Selanjutnya, Mercedes-Benz membubuhkan warna emas di bagian depan Simplex, mengelilingi radiator. Uniknya lagi, grille di sisi depan yang dahulu ada di Mercedes 35 PS kini digantikan oleh layar lebar. Panel tersebut disiapkan untuk menampilkan animasi-animasi yang memperlihatkan status kendaraan. Menurut perusahaan, pemakaian layar ini mewakilkan transformasi brand Mercedes dari ranah otomotif tradisional ke era digital.

Vision Mercedes Complex 4

Area kokpit Simplex 35 PS boleh dibilang merupakan impian bagi mereka yang gemar mengemudi. Mercedes-Benz sengaja menerapkan display informasi secara minimal, difokuskan pada elemen-elemen krusial pendukung pengalaman berkendara. Sistem akan menampilkan info secara spesifik di waktu yang tepat – misalnya kecepatan, instruksi navigasi atau notifikasi penting terkait mesin. Tim desainer menyebut konsep ini sebagai ‘hyper analogue‘.

Vision Mercedes Complex 1

Vision Mercedes Simplex 35 PS punya wujud lebih mungil padat dibanding mobil modern, dan menilai dari wujudnya, ia juga memiliki tingkat center of gravity lebih rendah dari kendaraan di era lampau. Itu artinya, Simplex 35 PS akan sangat nyaman buat dikendarai. Produsen memang belum mengonfirmasi jenis mesin yang digunakan oleh kendaraan konsep ini, tapi saya menduga ia dibekali motor elektrik.

Karena statusnya sebagai mobil konsep, tentu saja belum dapat dipastikan apakah Vision Mercedes Simplex 35 PS akan diangkat menjadi produk komersial atau tidak. Bagi saya, langkah yang diambil Mercedes-Benz ini sangat unik, karena untuk membuat terobosan, kadang kita harus kembali ke awal.

Via The Verge.

Land Rover Jejalkan Segala Macam Teknologi Canggih ke Dalam Varian Defender Baru

Teknologi driverless mungkin dianggap sebagai perwujudan ideal alat transportasi masa depan. Tapi konsep pintar di ranah otomotif sebetulnya menjelma menjadi berbagai hal, dan Jaguar Land Rover ialah salah satu brand yang paling gemar bereksperiman. Mereka mengembangkan drone pendamping kendaraan, sistem kemudi otomatis khusus off-road, hingga mengusahakan agar pintu mobil bisa buka-tutup sendiri.

Perusahaan asal Inggris itu juga sudah menyiapkan sesuatu untuk memeriahkan pasar otomotif di tahun depan. Para teknisi Land Rover saat ini sedang mendesain ulang varian Defender dan mencoba menyematkan berbagai teknologi anyar di sana, terutama pada seri Defender 90 dan 110. Land Rover Jaguar mengklaim bahwa teknologi-teknologi mutakhir tersebut dihadirkan demi membuat pengendara tetap terkoneksi, terhibur dan tidak ketinggalan berita.

Jantung dari kapabilitas ‘pintar’ di Land Rover Defender 90 dan 110 terletak pada teknologi Electronic Vehicle Architecture versi kedua – disingkat EVA 2.0. Ia bertanggung jawab untuk mengatur segala hal yang berkaitan dengan fungsi kelistrikan di kendaraan, dan semuanya dapat diakses dan didiagnosis lewat panel sentuh di depan (tetap tersedia bahkan buat varian entry-level sekalipun).

Kehadiran teknologi canggih tentu saja tidak akan lengkap tanpa dukungan software. Dan Land Rover Jaguar berkomitmen untuk memastikan sisi piranti lunak kendaraan tetap up-to-date lewat metode distribusi pembaruan Software-Over-The-Air. SOTA merupakan elemen esensial dalam penyajian sistem infotainment Pivi Pro. Sistem ini sengaja dirancang dengan antarmuka mirip smartphone yang dimaksudkan agar lebih intuitif.

Land Rover Defender 2020 1

Di sana, Anda bisa segera mengakses informasi yang diinginkan seperti kondisi lalu lintas, bantuan navigasi, perkiraan waktu tiba, menampilkan harga bensin dan ketersediaan slot parkir, serta menggunakan fitur-fitur lainnya. Di panel sentuh itu Anda dapat menggunakan gesture seperti pinch untuk zoom-in atau -out, atau mengaktifkan sistem panduan suara jika berada di daerah yang kurang familier.

Land Rover Defender 2020 juga dibekali teknologi Bluetooth terbaru yang memungkinkan kita menyambungkan dua smartphone sekaligus. Dan sembari berendara, baterai perangkat bergerak bisa Anda isi ulang dengan menaruhnya di pad wireless charging. Lalu di sisi hiburan, tersedia On Line Package yang menawarkan streaming musik tanpa batas, ditopang oleh sistem audio enam speaker (dapat di-upgrade menjadi 10 atau 14 plus sub-woofer).

Berbekal machine learning, pengemudi dipersilakan buat memanfaatkan sistem panduan cerdas untuk memperoleh rute terbaik atau yang paling familier. Lalu jika pandangan ke spion terhalang benda atau penumpang, tampilannya bisa diubah ke kamera belakang. Terdapat pula kamera di sisi bawah yang memperkankan Anda melihat kondisi jalan atau genangan air.

Land Rover Defender edisi 2020 rencananya akan dipasarkan beberapa bulan lagi, dibanderol seharga mulai dari US$ 50 ribu (buat versi empat silindernya).

Via DigitalTrends.

Lamborghini Ungkap Mobil Hybrid Perdananya, Sián

Tren elektrifikasi di dunia otomotif tidak menunjukkan tanda-tanda melambat. Bahkan pabrikan sekelas Lamborghini pun akhirnya ikut terpengaruh. Padahal rival abadi Ferrari ini dari dulu dikenal sangat tradisional, selalu mengandalkan mesin naturally-aspirated ketimbang menyematkan turbocharger.

Di hadapan pengunjung Frankfurt Motor Show 2019, Lamborghini resmi menyingkap mobil hybrid perdananya, Sián. Memang belum sepenuhnya elektrik, tapi sistem hybrid-nya pun bukan seperti yang umum digunakan pabrikan lain, dan ini menunjukkan kemauan Lamborghini untuk berinovasi terlepas dari image tradisional yang melekat kuat padanya.

Lamborghini Sián

Tepat di antara mesin V12 dan sistem transmisi Sián, terdapat sebuah motor elektrik yang menerima asupan listrik dari sebuah supercapacitor, bukan dari baterai lithium seperti pada umumnya. Meski output daya yang dihasilkan motor elektrik ini cuma 34 hp, itu sudah cukup untuk menggenjot performa akselerasi Sián secara signifikan.

Sián mencatatkan waktu 2,8 detik untuk mencapai kecepatan 100 km/jam dari posisi berhenti, sedangkan kecepatan maksimumnya disebut melebihi angka 350 km/jam. Secara total, kombinasi mesin V12 naturally-aspirated dan motor elektrik ini sanggup menyemburkan tenaga sebesar 819 hp.

Lamborghini Sián

Manfaat lain sistem hybrid buat Sián adalah untuk membantunya lebih menghemat konsumsi bahan bakar. Sián bahkan dapat mengaktifkan motor elektriknya saja dalam kecepatan yang sangat rendah, seperti ketika mobil sedang diparkir misalnya.

Secara estetika, Sián banyak mengadopsi elemen-elemen desain yang sebelumnya terdapat pada sejumlah mobil konsep Lamborghini. Interiornya tetap menjurus ke arah premium berkat dominasi balutan kulit, namun Lamborghini juga semakin berani menyematkan elemen-elemen modern seperti panel instrumen digital dan layar sentuh di bagian console.

Lamborghini Sián

Lamborghini Sián adalah mobil edisi terbatas. Lamborghini hanya akan memproduksinya sebanyak 63 unit, menyesuaikan dengan tahun berdirinya perusahaan, dan seluruhnya juga sudah habis dipesan oleh konsumen.

Tentunya ini baru langkah awal dari proses elektrifikasi bagi Lamborghini. Kemungkinan besar ke depannya bakal ada varian hybrid dari beberapa model, namun peluangnya kecil untuk model yang sepenuhnya elektrik jika melihat kecintaan Lamborghini terhadap mesin V12.

Sumber: Autoblog dan Lamborghini.

Hyundai Pamerkan Prototipe Skuter Elektrik Sebagai Solusi Transportasi Last-Mile

Skuter elektrik sedang naik daun belakangan ini. Bahkan pabrikan mobil sekelas Audi pun ikut memperkenalkan skuter elektrik buatannya. Sekarang, giliran Hyundai yang menarik perhatian lewat produk serupa.

Prototipe skuter elektrik ini merupakan kelanjutan dari konsep yang Hyundai perkenalkan di ajang CES dua tahun silam. Dirancang sebagai moda transportasi last-mile, skuter ini tergolong cukup portable, dengan bobot cuma 7,7 kilogram, dan dimensi yang jauh lebih ringkas ketimbang penawaran Audi saat sama-sama dalam posisi terlipat.

Dibanding konsep yang Hyundai ungkap di CES 2017, prototipe terbaru ini jauh lebih stabil dan aman untuk dikendarai. Ini dikarenakan versi barunya memakai sistem penggerak roda belakang. Roda depannya pun juga telah dilengkapi suspensi demi menambah kenyamanan.

Hyundai Electric Scooter

Di atas kertas, performa skuter elektrik ini cukup oke, dengan kecepatan maksimum 20 km/jam, serta baterai lithium berkapasitas 10,5 Ah, yang diestimasikan sanggup menyuplai daya yang cukup untuk menempuh jarak 20 kilometer dalam satu kali charge. Angka ini bahkan bisa semakin ditingkatkan apabila Hyundai berhasil menerapkan sistem regenerative braking.

Yang cukup menarik adalah metode charging-nya. Hyundai berencana mengintegrasikan skuter ini ke sejumlah mobil Hyundai dan Kia ke depannya. Mobil-mobil tersebut bakal memiliki tempat khusus untuk menyimpan skuter, dan selagi tersimpan, baterai skuternya akan otomatis terisi oleh energi listrik yang tercipta selagi mobil melaju.

Hyundai Electric Scooter

Saya membayangkan skenario penggunaan skuter ini sebagai berikut: konsumen berangkat kerja menggunakan mobilnya menuju ke kantor yang lokasinya selalu padat pengguna jalan. Daripada terjebak macet dan membuang waktu, konsumen bisa mencari tempat parkir umum beberapa blok dari kantornya, lalu lanjut menempuh perjalanan menggunakan skuter.

Pembeda utama antara skuter elektrik bikinan Audi dan Hyundai ini adalah, Audi sudah menetapkan banderol harga dan jadwal pemasaran untuk skuternya, sedangkan Hyundai belum. Kemungkinan Hyundai tidak berniat menjualnya ke publik secara umum, melainkan dalam bentuk opsi tambahan untuk sejumlah mobilnya.

Sumber: Hyundai.

Porsche Taycan Usung Kabin Bernuansa Modern yang Dibanjiri Layar

4 September nanti, Porsche bakal secara resmi menyingkap mobil elektrik perdananya, Taycan. Namun sebelum publik dapat menjumpainya, pabrikan asal Jerman itu rupanya sudah tak sabar memamerkan sejumlah keunggulannya.

Salah satunya adalah interior minimalis yang dibanjiri oleh layar, jauh lebih modern ketimbang mayoritas mobil-mobil bikinan Porsche saat ini yang banyak mengombinasikan layar sentuh dan panel kontrol sentuh.

Porsche Taycan interior

Semua varian Taycan bakal mengemas dua layar sentuh sebagai opsi standar. Yang pertama terletak di balik lingkar kemudi, dengan ukuran 16,8 inci dan wujud yang melengkung agar mudah diintip oleh pengemudi. Layar sentuh yang kedua berada di sebelahnya, dengan ukuran 10,9 inci dan fungsi utama untuk mengakses sistem infotainment.

Di sebelahnya lagi, tepatnya di hadapan penumpang depan, ada satu layar sentuh yang bisa didapat sebagai opsi tambahan. Di samping mengakses sistem infotainment, penumpang depan juga dapat mengakses sistem navigasi melalui layar ini.

Porsche Taycan interior

Lanjut ke console tengah yang memisahkan antara pengemudi dan penumpang depan, terdapat sebuah panel kontrol sentuh berukuran 8,4 inci yang mengandalkan haptic feedback. Di ujung belakang console tengahnya, konsumen Taycan juga dapat menambahkan panel sentuh 5,9 inci guna memberikan akses ke fungsi-fungsi seperti climate control pada penumpang belakang.

Secara keseluruhan, Porsche Taycan mengemas lebih sedikit tombol dan kenop fisik pada dashboard-nya ketimbang model-model Porsche tradisional. Ia bahkan dilengkapi fitur voice control yang dapat diaktifkan dengan mengucapkan mantra “Hey Porsche”. Konsep modern rupanya tak hanya berlaku di balik dapur pacunya saja, tapi juga secara menyeluruh sampai ke kabin.

Sumber: Top Gear.

Mercedes-Benz Sambut Era Baru Berkendara Lewat Pematangan Konsep Mobil Elektrik dan AI

Fenomena menarik yang terjadi di segmen otomotif adalah, satu terobosan besar malah dicetus oleh sejumlah raksasa teknologi dan bukan pemain tradisional di ranah itu. Anda mungkin ingat, konsep mobil tanpa pengemudi telah dieksplorasi Google sejak tahun 2010 dan terdengar lebih lantang di tahun 2013 sesudah kabar soal partisipasi IBM di sana. Tak lama berselang, Google memamerkan penampakan kendaraan tersebut.

Tentu saja para perusahaan otomotif tidak tinggal diam melihat cepatnya gagasan driverless car melesat. Di tahun 2015, Mercedes-Benz mengeksekusi sejumlah langkah strategis buat menghadapi persaingan yang tak terduga itu. Mereka mengakusisi layanan peta digital HERE Maps, memerintahkan divisi R&D untuk menyeriusi pengembangan kecerdasan buatan, bahkan meluncurkan layanan car-sharing Car2go lewat perusahaan induk Daimler AG.

MB 1

Sebagai implementasi ekspansi teknologi di produk konsumen, Mercedes sudah lama mengintegrasikan sistem perintah suara buat mengakses fitur serta fungsi kendaraan. Lalu dalam merespons naik daunnya mobil hybrid dan listrik, sang produsen membuka enam pabrik baterai di tiga benua lalu meluncurkan brand EQ yang dispesialisasikan pada penyediaan mobil elektrik tulen. EQC SUV jadi model pertama seri itu dan kabarnya mulai diproduksi tahun ini.

 

Bukan sekadar elektrik

Terinspirasi dari gagasan ‘kecerdasan dan emosi’, EQ punya arti ‘electric intelligence‘ dan merupakan brand teknologi sekaligus lini mobil listrik Mercedes-Benz. Konsep EQ mencakup seluruh aspek elektrik/kelistrikan, melampaui produk otomotif dan nantinya akan diintegrasikan ke semua sub-brand Mercedes, dari mulai Benz, AMG sampai Maybach. EQ juga diusung sebagai ujung tombak transisi varian-varian hybrid yang sudah produsen miliki selama ini.

MB 14

Setelah diperkenalkan, Mercedes-Benz membagi EQ ke dalam empat tier. Tipe paling ‘dasar’ ialah EQ Boost, yaitu mobil-mobil yang menyimpan unit power supply on-board 48V dan Integrated Starter-Generator. Naik satu level ada mobil-mobil hybrid plug-in (PHEV) EQ Power, lalu di atasnya adalah EQ Power+, yaitu model-model Mercedes-AMG dan kelas sport. Satu kategori lagi ialah EQ, yakni jenis kendaraan bertenaga baterai sejati.

MB 12

Namun pengembangan ke arah elektrik hanyalah satu dari empat visi yang ingin direalisasikan oleh Mercedes. Mereka punya harapan agar kendaraan-kendaraan itu nanti dapat saling terkoneksi, didukung sistem otomatis, serta bisa dipakai beramai-ramai dan menjadi dasar dari layanan transportasi publik. Mercedes menyebutnya sebagai CASE, kependekatan dari connected, autonomous, shared & services dan electric.

MB 8

 

Kendaraan terkoneksi

Butuh beberapa tahun (atau dekade) lagi hingga mobil tanpa pengemudi bisa hadir di tengah-tengah kita. Dan untuk sampai di sana, produsen terlebih dulu perlu memikirkan aspek koneksi dari kendaraan tersebut. Alat transportasi perlu diorientasikan pada konsumen, dapat diakses langsung, kemudian mampu berkomunikasi dengan perangkat bergerak, sesama kendaraan serta infrastruktur internet of things pendukung. Dan kita tidak boleh melupakan faktor keselamatan.

MB 17

Buat menuju ke sana, Mercedes menggodok Me Connect, yaitu layanan online yang dirancang untuk menyambungkan kendaraan ke perangkat bergerak sehingga mobil bisa menjadi ekstensi fitur-fitur pintar yang selama ini kita nikmati via smartphone. Dengannya, Anda dipersilakan membuka berita dan memanfaatkan deretan layanan, serta mengakses fitur-fitur khusus kendaraan: mengirim navigasi ke layar mobil, mengecek bahan bakar, mengunci pintu, memudahkan kita mencarinya di parkiran, serta memerintahkannya parkir secara otomatis.

MB 7

Perlu diketahui bahwa Mercedes Me Connect saat ini masih belum tersedia di Indonesia. Namun jantung dari kapabilitas tersebut telah ditanamkan dalam sejumlah varian Mercedes-Benz anyar yang diedarkan di tanah air, misalnya A-Class, B-Class, CLS dan GLE (jika saya tidak salah dengar). Perusahaan menamainya MBUX, atau Mercedes Benz User Experience.

MB 16

 

MBUX

Ada beberapa faktor yang dihidangkan oleh MBUX. Pertama-tama, sistem ini menyimpan kecerdasan buatan sebagai basis kapabilitas untuk mempelajari kebiasaan pengendara. Lalu jika mobil dipakai oleh lebih dari satu individu, masing-masing orang dipersilakan menyimpan profil beserta personalisasi yang ia lakukan – seperti mode berkendara (eco, comfort, sport), ambient light, jenis lagu atau stasiun radio favorit, sampai posisi kursi dan tema dashboard.

MB 9

MBUX juga menyederhanakan proses diagnosis mobil: suhu oli, voltase aki, tekanan ban, output tenaga sampai torsi mesin. Dan tak kalah penting, Mercedes-Benz User Experience menyuguhkan UI intuitif melalui layar lebar seluas 10,25-inci 1920x720p yang menyimpan chip grafis Nvidia Reilly Parker 128. Untuk berinteraksi dengan fitur dan konten, Anda bisa langsung menyentuhkan jari di panel, lewat trackpad ala BlackBerry di setir, atau via touchpad haptic yang berada di antara dua jok depan.

MB 6

Pengendara diperkenankan untuk mengutak-atik sejumlah aspek pada panel sentuh Nvidia di Mercedes-Benz, mesti kustomisasinya tidak selengkap smartphone. Satu contohnya adalah mengubah tampilan speedometer dari standar jadi sporty atau mode ‘understated‘ jika Anda sedang menginginkan pengalaman berkendara yang bebas gangguan.

MB 10

Alternatifnya, sejumlah fungsi di mobil bisa diatur lewat perintah suara. Cukup dengan mengucapkan “Hi Mercedes!“, Anda dapat meminta mobil untuk menunjukkan arah ke lokasi tertentu atau menaik-turunkan suhu AC. Berbekal Mercedes Me Connect, sebetulnya pengguna dipersilakan menggunakan bahasa percakapan/kasual, misalnya “It’s too cold in here.” Kemudian sistem segera menaikkan suhu AC. Namun karena MMC belum hadir di Indonesia, permintaan kita harus lebih spesifik, seperti “Set temperature to 20 degree Celcius.” atau sejenisnya.

MB 5

 

MBUX dan perannya membangun masa depan berkendara

Mercedes-Benz User Experience juga membuka jalan bagi teknologi-teknologi yang dahulu cuma ada di kisah-kisah sci-fi. Salah satunya adalah integrasi antara augmented reality dan solusi navigasi. Dengan memanfaatkan rangkaian kamera dan mapping, MBUX dapat menampilkan panduan arah di tampilan live via layar, mirip seperti ketika Anda bermain Need for Speed. Sistem akan memperlihatkan pedoman berupa anak panah, nama jalan sampai nomor rumah. Lalu saat mengantre lampu merah, kamera secara otomatis diarahkan ke lampu dan zoom-in agar kita bisa jelas melihatnya.

MB 15

Pada akhirnya, Mercedes memang punya ambisi untuk mematangkan ide alat transportasi otonom. Menurut perusahaan, sistem mobil tanpa pengemudi terbagi menjadi beberapa tahapan. Saat ini kita telah melewati tingkatan adaptive cruise control dan steering assist, dan sedang memasuki level ‘automasi bersyarat’. Contohnya saat menghadapi kemacetan, beberapa model kendaraan anyar dapat pindah sendiri ke jalur yang lebih lancar.

MB 11

Namun seberapa pun canggihnya teknologi yang membuat pengalaman berkendara jadi lebih simpel dan menyenangkan, satu hal tetap menjadi prioritas Mercedes – ditegaskan oleh PR manager Dennis Kadaruskan pada saya di sela-sela acara BIOS 2019 di kampus Universitas Multimedia Nusantara: perusahaan tidak akan berkompromi dan mengambil jalan pintas jika sudah berkaitan dengan keselamatan.

MB 18

Implementasi kendaraan otonom secara umum sudah terlihat di cakrawala, namun untuk dapat sampai di sana, dibutuhkan kolaborasi menyeluruh antara para pemain besar di ranah otomotif, penyedia teknologi dan infrastruktur, serta pembuat kebijakan.

MB 19