Smartfren Luncurkan GOKIL MAX: Kuota Lokal dengan Cakupan Lebih Besar

Saat ini beberapa operator sudah menawarkan paket yang kuotanya terbagi atas kuota lokal dan nasional. Sayangnya, cakupan wilayah kuota lokal biasanya cukup kecil sehingga pada saat keluar kota akan memakan kuota nasional. Hal tersebut membuat Smartfren mengeluarkan paket yang bernama Gokil Max.

Paket baru ini memiliki keunggulan berupa kuota lokal yang besar, ditambah kuota nasional yang sesuai kebutuhan pelanggan, serta ekstra kuota malam yang sangat melimpah. Kuota ini bisa digunakan untuk semua jenis aplikasi dan tidak dikelompok-kelompokkan seperti hanya untuk Youtube atau Whatsapp saja.

Djoko Tata Ibrahim, Deputy CEO Smartfren mengatakan, “Smartfren Gokil Max memberikan pengalaman internet maksimal untuk generasi muda Indonesia. Dengan kecepatan penuh dan kuota besar yang bisa dipakai untuk segala aplikasi, siapapun bisa dengan mudah memakai koneksi internet untuk mendobrak batas demi menciptakan karya-karya gokil serta mewujudkan cita-cita.”

Pelanggan Smartfren bisa mendapatkan paket Gokil Max dalam bentuk voucher data, kartu perdana, maupun paket data yang tersedia di aplikasi MySmartfren. Gokil Max sendiri terdiri dari beberapa jenis, yaitu  Gokil Max Rp30.000 dengan Kuota Lokal 6 GB, Kuota Nasional 3 GB, dan Extra Kuota Malam 30 GB (01.00-05.00 WIB) untuk masa berlaku 30 hari; Gokil Max Rp50.000 dengan Kuota Lokal 14 GB, Kuota Nasional 7 GB, dan Extra Kuota Malam 50 GB (01.00-05.00 WIB) untuk masa berlaku 30 hari; serta Gokil Max Rp70.000 dengan Kuota Lokal 24 GB, Kuota Nasional 12 GB, dan Extra Kuota Malam 70 GB (01.00-05.00 WIB) untuk masa berlaku 30 hari.

Cakupan wilayah untuk kuota lokal juga diklaim lebih banyak dari pesaing Smartfren. Smartfren mengklaim bahwa kuota lokal memiliki area cakupan yang sangat luas, meliputi banyak kota, kabupaten, bahkan provinsi, Jadi pelanggan yang memiliki rumah dan bekerja pada kantor di dua kota yang berbeda tidak akan menggunakan kuota nasional yang lebih kecil.

Kuota malam tidak unlimited?

Bulan Januari yang lalu, Smartfren mengumumkan bahwa semua paket yang mereka luncurkan bakal memiliki kuota malam unlimited. Hal tersebut berarti bahwa kecepatan internet malam yang biasanya ada pada jam 1 malam hingga 5 pagi akan full speed. Namun pada Gokil Max, ternyata Smartfren memberikan kuota hingga 70 GB. Apakah paket ini tidak mendapatkan unlimited kuota malam?

Bapak Djoko pun menjawab bahwa paket Gokil Max tidak mendapatkan unlimited kuota malam. Hal ini akan membedakan antara paket Unlimited, Nonstop, dan Gokil Max. Hal tersebut tentu saja ditujukan untuk pangsa pasar pengguna internet yang berbeda-beda. Smartfren ingin menjangkau kebutuhan masyarakat akan kebutuhan kuotanya, sesuai dengan profesinya masing-masing, dan kemampuan daya belinya masing-masing.

Hal tersebut juga dikarenakan segmen masyarakat di Indonesia cukup berbeda-beda. Bahkan untuk kebutuhan internet, ada yang membelinya secara harian, mingguan, dan bahkan bulanan. Budget untuk terkoneksi ke internet serta pola pakainya juga berbeda-beda. Jadi, Smartfren menyesuaikan dengan kebutuhan tersebut.

5 Fitur Baru Google Docs yang Diumumkan di Google I/O 2021

Android 12 Beta bukan satu-satunya pengumuman menarik dari ajang Google I/O 2021 belum lama ini. Dalam konferensi developer yang digelar secara virtual tersebut, Google turut membeberkan sederet fitur baru yang akan hadir di aplikasi-aplikasi produktivitasnya (Docs, Sheets, dan Slides).

Di artikel ini, Anda bisa melihat rangkuman dari 5 fitur baru yang paling menarik yang akan tersedia di Google Docs, yang mungkin adalah yang paling sering digunakan oleh sebagian besar dari kita.

1. @-mention untuk orang, file, dan meeting sekaligus

Fitur @-mention di Google Docs yang sudah tersedia selama ini mungkin terkesan cukup sepele, tapi pada praktiknya bisa memudahkan sesi kolaborasi secara cukup efektif. Sekarang, @-mention juga berlaku untuk file maupun meeting. Jadi ketika mengetikkan “@”, Anda kini juga akan melihat daftar file dan meeting yang dapat dicantumkan ke dokumen, tidak perlu lagi repot-repot membuka file atau meeting lalu menyalin tautannya.

Saat file-nya sudah tercantum, Anda juga bisa melihat preview-nya dengan mengarahkan kursor mouse, sehingga Anda dapat memastikan file-nya sudah benar tanpa harus membukanya di tab baru. Fitur ini kabarnya juga bakal tersedia di Google Sheets dalam beberapa bulan ke depan.

2. Pageless formatting

Menggarap dokumen yang terpisah-pisah per halaman mungkin kurang begitu relevan apabila dokumennya tidak pernah dicetak, dan hanya dibaca lewat laptop atau smartphone. Mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa Google menambahkan opsi formatting baru di Google Docs. Sesuai namanya, format pageless ini akan mengubah dokumen menjadi satu halaman bersambung layaknya suatu laman situs, dan tampilannya otomatis akan beradaptasi dengan ukuran layar perangkat yang digunakan.

Berkat opsi formatting baru ini, harapannya adalah supaya kita bisa lebih mudah mengerjakan dokumen yang memiliki gambar berukuran besar, tabel yang sangat lebar, atau malah yang disertai komentar yang amat merinci. Lalu seandainya dokumen perlu dicetak atau diubah menjadi PDF, Anda bisa mengembalikannya ke format paginated dengan mudah.

3. Rekomendasi penulisan yang lebih baik

Lebih baik di sini berarti lebih inklusif. Jadi semisal Anda menggunakan kata seperti “chairman” atau “mailman“, Google akan menyarankan alternatif seperti “chairperson” atau “mailman” yang tidak spesifik untuk jenis kelamin tertentu. Bukan cuma itu, Google juga bisa memberikan rekomendasi terkait gaya penulisan, semisal rekomendasi untuk menghindari penggunaan kalimat pasif maupun kosa kata yang berpotensi menyinggung kalangan tertentu.

4. Connected checklist

Mulai pekan ini, fitur checklist akan tersedia di Google Docs, baik di versi mobile maupun web-nya. Dalam waktu dekat, pengguna juga dapat menugaskan pengguna lain untuk poin-poin tertentu di dalam checklist, dan semua itu akan tersinkronisasi secara otomatis ke Google Tasks.

5. Integrasi Google Meet

Berkat integrasi Google Meet, pengguna sekarang dapat mempresentasikan apapun yang sedang dikerjakannya langsung melalui Docs, Sheets, ataupun Slides. Dalam beberapa bulan ke depan, pengguna juga dapat melakukan panggilan video di Meet langsung melalui Docs, Sheets, dan Slides versi web; memungkinkan suatu tim untuk berkomunikasi secara lisan selagi sedang mengerjakan dokumen bersama-sama.

Integrasi Google Meet ini juga datang bersama fitur live caption maupun live translation. Sejauh ini, live caption sudah tersedia untuk lima bahasa, dan sisanya akan menyusul secara bertahap, demikian pula untuk live translation.

Buat yang ingin mendapat gambaran lebih jelas, silakan tonton video di bawah, yang mendemonstrasikan betapa mudahnya berkolaborasi berkat fitur-fitur baru yang dihadirkan.

Sumber: Google.

Microsoft Teams Versi Personal Kini Tersedia Secara Resmi untuk Semua Pengguna

Hampir satu tahun setelah meluncurkan versi preview dari Microsoft Teams untuk penggunaan pribadi, Microsoft akhirnya melepas produk tersebut ke publik secara resmi. Kalau sebelumnya cuma tersedia di Android dan iOS saja, Teams untuk kebutuhan personal sekarang juga dapat diakses lewat perangkat desktop, baik menggunakan aplikasinya maupun langsung via browser.

Secara umum, fungsi dan tampilan Teams versi personal ini hampir identik dengan versi yang digunakan dalam konteks bisnis. Jadi seandainya Anda sudah menggunakan Teams dalam pekerjaan sehari-hari, Anda sekarang juga bebas menggunakannya untuk berkomunikasi dengan keluarga dan teman tanpa dipungut biaya satu sen pun. Selain chatting dan video call, Teams versi personal juga bisa dipakai untuk berbagi file, lokasi, kalender, maupun to-do-list.

Juga menarik adalah fitur untuk mengubah pesan teks menjadi sebuah task, semisal untuk dicantumkan ke daftar belanja, yang sendirinya dapat diakses oleh semua orang yang tergabung dalam grup. Polling juga merupakan bentuk interaksi yang cukup unik yang ditawarkan oleh Teams dengan tujuan untuk memudahkan perencanaan sebuah group event, semisal pesta ulang tahun atau agenda liburan.

Satu hal yang menjadi daya tarik tersendiri dari Microsoft Teams selama pandemi adalah video call gratis selama 24 jam untuk 300 orang sekaligus. Fitur ini pertama hadir di bulan November 2020, tapi Microsoft memutuskan untuk terus mempertahankannya berhubung pandemi masih belum kunjung usai. Pasca pandemi, Microsoft akan menurunkan batasan durasinya menjadi 60 menit saja untuk 100 orang. Namun khusus untuk panggilan video satu lawan satu, durasi maksimumnya masih akan tetap 24 jam.

Masih seputar panggilan video, Microsoft Teams juga menawarkan mode tampilan yang unik bernama Together Mode. Fitur ini mengandalkan kinerja AI untuk memisahkan masing-masing partisipan dari background, lalu memindahkan mereka menuju ke sebuah lokasi virtual sehingga semuanya seakan-akan terlihat sedang berkumpul bersama. Belum lama ini, Zoom juga merilis fitur serupa yang mereka juluki Immersive View.

Buat yang tertarik mencoba Microsoft Teams, Anda bisa langsung mengunduh aplikasinya di perangkat Android, iOS, desktop, atau langsung membuka web app-nya di browser.

Sumber: The Verge dan Microsoft.

Apple Music Segera Hadirkan Konten Lossless dan Dolby Atmos, Gratis untuk Semua Pelanggan

Februari lalu, Spotify mengumumkan Spotify HiFi, paket berlangganan baru yang disiapkan secara khusus bagi pengguna yang hendak menikmati audio dalam kualitas lossless. Tidak lama berselang, sekarang giliran Apple Music yang menyusul dengan pengumuman serupa.

Lewat sebuah siaran pers, Apple mengumumkan bahwa katalog musik berkualitas lossless bakal tersedia di Apple Music mulai bulan Juni mendatang. Menariknya, ketimbang menarik biaya ekstra, Apple justru menggratiskan katalog musik berkualitas lossless ini kepada semua pelanggan Apple Music. Jadi selama Anda sudah berlangganan Apple Music, Anda bisa langsung menikmati katalog musik lossless-nya dengan mengaktifkannya di menu pengaturan.

Di awal peluncurannya, Apple menargetkan sekitar 20 juta lagu yang tersedia dalam kualitas lossless. Jumlahnya akan terus bertambah sampai mencakup seluruh lagu yang tersedia (sekitar 75 juta lagu) sebelum pergantian tahun. Apple menggunakan ALAC (Apple Lossless Audio Codec), codec yang sudah mereka kembangkan sendiri sejak lama, dan yang sudah mereka jadikan open-source sekaligus royalty-free sejak tahun 2011.

Saat sudah tersedia nanti, pelanggan Apple Music dapat mengakses menu pengaturan untuk memilih resolusi buat masing-masing tipe koneksi (seluler, Wi-Fi, atau download). Pilihan resolusi lossless-nya sendiri dimulai dari 16-bit/44,1 kHz, lalu naik ke 24-bit/48 kHz, dan yang paling tinggi 24-bit/192 kHz. Untuk yang terakhir ini, Apple tidak lupa mengingatkan bahwa Anda butuh yang namanya USB DAC, alias digital-to-analog converter.

Selain katalog musik lossless, Apple juga bakal menghadirkan katalog khusus yang menawarkan efek spatial audio Dolby Atmos. Jumlah konten Dolby Atmos ini bakal jauh lebih sedikit daripada konten lossless — cuma ribuan lagu di awal peluncurannya — akan tetapi menurut saya perbedaannya akan jauh lebih mudah dirasakan daripada lossless tadi. Setidaknya buat saya pribadi, jauh lebih mudah menyadari suara yang datang dari segala arah (Dolby Atmos) daripada suara yang lebih detail (lossless).

Seperti halnya katalog lossless tadi, katalog Dolby Atmos di Apple Music juga akan tersedia secara cuma-cuma buat seluruh pelanggan. Untuk bisa menikmatinya, Anda butuh perangkat yang kompatibel. Secara default, Apple Music akan memutar konten Dolby Atmos (jika tersedia) di semua AirPods dan headphone beserta earphone Beats yang memiliki chip H1 atau W1, tidak ketinggalan pula di speaker bawaan beberapa versi terbaru iPhone (mulai iPhone 7), iPad, dan Mac.

Sumber: Apple.

Google Akan Aktifkan Fitur 2-Step Verification Secara Default

Kata sandi atau password yang ideal adalah yang panjang, kompleks, tapi mudah diingat. Yang menjadi masalah, membuat beberapa password yang berbeda untuk setiap akun digital yang kita miliki tidaklah semudah yang dibayangkan. Tidak jarang pada akhirnya kita hanya menggunakan satu password yang sama untuk beberapa akun sekaligus.

Password-nya boleh panjang dan kompleks, tapi sekali saja password itu berhasil dicuri orang, maka semua akun kita pun otomatis jadi rentan diretas. Solusi yang cukup populer belakangan ini adalah menggunakan layanan password manager, sehingga tiap-tiap akun kita bisa memiliki password panjang dan kompleks yang berbeda-beda, tapi kita tidak perlu mengingat semuanya.

Namun yang namanya password, mau sekompleks dan sevariatif apapun, masih ada kemungkinan untuk dipecahkan oleh seorang hacker. Ini bukan pendapat saya, melainkan Google. Menurut Google, kita juga perlu melibatkan proses verifikasi tambahan di samping sebatas kata sandi yang kompleks.

Itulah mengapa dalam waktu dekat, Google akan mengaktifkan fitur two-step verification (2SV) secara otomatis pada setiap akun Google yang pengaturannya sudah sesuai dengan kriteria di menu Security Checkup. 2SV, sesuai namanya, mengharuskan kita melalui dua tahap verifikasi setiap kali hendak masuk ke akun masing-masing.

Langkah yang pertama sudah pasti adalah mencantumkan password itu tadi. Selanjutnya, langkah yang kedua adalah merespon notifikasi yang muncul di smartphone, membuktikan bahwa yang mengakses akun tersebut benar-benar Anda dan bukan orang lain yang tahu password Anda. Alternatifnya, smartphone tersebut juga bisa berperan sebagai kunci digital seandainya komputer yang digunakan memiliki Bluetooth. Selain perangkat Android, perangkat iOS pun juga bisa dengan bantuan aplikasi Google Smart Lock yang baru saja dirilis.

Google bilang bahwa ini merupakan langkah awal dalam visinya mengejar skenario masa depan di mana kita tidak lagi membutuhkan password sama sekali. 2-step verification dewasa ini sudah merupakan fitur yang cukup umum, jadi tidak ada salahnya untuk mengaktifkannya pada akun-akun lain yang memang mendukung fitur tersebut.

Sumber: Google.

Box Hadirkan Integrasi Dolby.io, Mudahkan Optimasi Konten Audio Secara Otomatis

Konten audio terus bertambah populer belakangan ini, terutama berkat meledaknya popularitas Clubhouse dan format live audio, serta tentu saja pesatnya perkembangan industri podcasting. Data dari layanan cloud storage Box bahkan menunjukkan bahwa konsumennya mengunggah setidaknya 50 persen lebih banyak file audio dalam 18 bulan terakhir.

Melihat tren seperti itu, Box pun terdorong untuk memberikan kemudahan bagi para penggunanya. Mereka baru saja mengumumkan integrasi platform Dolby.io pada layanannya. Sebagai informasi, Dolby.io merupakan kumpulan API (application programming interface) yang dapat diintegrasikan untuk membantu meningkatkan kualitas audio.

Dolby.io pertama kali dirilis pada pertengahan tahun 2020. Sejauh ini, produk yang ditawarkan ada tiga jenis: Interactivity API, Media Processing API (yang digunakan Box untuk integrasi ini), dan Music Mastering API. Selain Box, platform ini juga dipakai oleh SoundCloud untuk layanan mastering-nya.

Integrasi ini pada dasarnya memungkinkan pengguna Box untuk meningkatkan kualitas audio dari berbagai macam file yang diunggahnya (bisa audio, bisa juga video) tanpa perlu meninggalkan Box sama sekali. Mereka hanya perlu memilih file yang hendak dioptimalkan audionya, lalu mempersilakan AI menjalankan tugasnya.

Yang bakal sangat diuntungkan di sini tentu adalah para podcaster maupun kreator konten audio lainnya, terutama mereka yang belum punya studio kedap suara, yang sering kali berujung pada kualitas audio yang tidak konsisten. Lebih lanjut, AI milik Dolby.io juga dirancang untuk meminimalkan suara-suara di background yang kurang relevan. Selain podcast, jenis konten yang bisa dioptimalkan oleh Dolby.io juga mencakup musik, voiceover, sesi mengajar, wawancara, rapat, konferensi, dan lain sebagainya.

Yang mungkin menjadi pertanyaan adalah, berapa tarifnya? Sebab layanan secanggih ini biasanya tidak akan gratis begitu saja. Well, pengguna diberi jatah gratis 200 menit setiap bulannya. Setelahnya, Dolby akan menarik biaya $0,05 per menit audio yang dioptimalkan. Tidak ada tarif berlangganan yang harus dibayarkan sama sekali.

Sumber: Engadget dan Dolby.

YouTube Uji Fitur Baru untuk Menampilkan Komentar Sesuai Timestamp ala SoundCloud

YouTube sedang menguji fitur baru yang sepele namun sangat berguna. Fitur ini mereka namai “timed comments“, dan fungsinya adalah supaya kita bisa melihat komentar-komentar yang diberikan oleh penonton lain pada momen-momen yang spesifik di suatu video.

Selain berguna untuk memberikan konteks ekstra yang ditangkap oleh para penonton lainnya, fitur ini tentu juga bisa membantu menyoroti bagian-bagian paling menarik dari suatu video yang paling banyak menjadi bahan pembicaraan di kolom komentar.

Fitur ini nantinya akan muncul sebagai salah satu opsi ketika hendak menyortir komentar. Saat ini, opsi yang tersedia cuma dua: “Newest first” untuk menampilkan komentar urut dari yang paling baru terlebih dulu, dan “Top comments” untuk menampilkan komentar-komentar yang sering kali mendulang banyak like atau balasan.

Nantinya, kita juga akan melihat opsi sortiran baru berlabel “Timed”. Saya bilang nantinya karena fitur ini memang masih sedang dalam tahap pengujian bersama sekelompok kecil pengguna, dan sejauh ini sama sekali belum ada kepastian apakah fiturnya nanti bakal tersedia di YouTube versi web saja, atau juga mencakup aplikasi Android dan iOS-nya.

Mockup tampilan fitur timed comments di YouTube / Android Police

Ketika diaktifkan, komentar-komentar pun akan muncul di progress bar video sesuai dengan timestamp yang dicantumkan oleh masing-masing pembuat komentar. Buat yang tidak tahu, YouTube memang memungkinkan kita untuk memberikan komentar lengkap beserta timestamp.

Caranya pun cukup mudah, tinggal cantumkan timestamp-nya di depan komentar dengan format Jam:Menit:Detik (tanpa spasi). Dari situ komentarnya akan muncul dengan tautan yang bisa diklik, dan ketika diklik, video akan langsung lompat ke menit dan detik yang sesuai.

Berkat fitur timed comments ini, komentar-komentar yang dilengkapi timestamp itu juga akan langsung muncul di video, mirip seperti cara kerja sistem komentar di SoundCloud, di mana kita akan melihat titik penanda kecil pada progress bar suatu lagu.

Bisa jadi YouTube melihat fitur ini sebagai salah satu cara untuk meningkatkan engagement para penonton. Seandainya jadi dirilis ke publik nantinya, kreator pun semestinya juga bisa memanfaatkan fitur ini untuk mengetahui bagian mana saja dari konten unggahannya yang mengundang paling banyak engagement penonton.

Sumber: GSM Arena dan Android Police.

Bos Spotify: Semua Platform Sosial Bakal Punya Fitur Live Audio

Live audio, social audio, apapun itu namanya, sedang menjadi topik hangat semenjak popularitas Clubhouse mencuat secara drastis. Satu demi satu platform sosial menyerukan rencananya untuk ikut ambil bagian dalam tren baru ini. Mulai dari yang sebesar Facebook, sampai yang niche seperti LinkedIn maupun Reddit, semuanya sedang sibuk menyiapkan kompetitor Clubhouse.

Begitu populernya tren live audio belakangan ini, ada kemungkinan bagi live audio untuk menyusul jejak Stories ke depannya. Ini bukan pendapat saya, melainkan pendapat CEO Spotify, Daniel Ek, yang ia sampaikan pada episode terbaru podcast Spotify: For the Record.

Daniel memprediksi semua platform ke depannya bakal memiliki fitur live audio, kurang lebih sama seperti ketika demam Stories sedang melanda. Seperti yang kita tahu, Stories awalnya cuma ada Snapchat, namun popularitas format video ephemeral tersebut langsung melambung tinggi sejak dijiplak oleh Instagram. Sekarang pun Stories sudah menjadi fitur umum yang dimiliki banyak platform sosial sebagai salah satu cara berinteraksi antar sesama penggunanya.

Tanpa perlu terkejut, Spotify sendiri tentu juga sedang menyiapkan kompetitor Clubhouse. Pada akhir bulan Maret lalu, Spotify mengakuisisi Betty Labs, pengembang aplikasi live audio khusus segmen olahraga bernama Locker Room. Spotify saat ini sedang dalam proses merombak aplikasi tersebut, yang nantinya bakal dinamai Spotify Greenroom ketika sudah siap dirilis ke publik.

Greenroom bakal jadi aplikasi yang terpisah dari Spotify. Seperti halnya Clubhouse, Greenroom bakal menjadi medium yang dapat dipakai untuk berdiskusi, berdebat, maupun untuk mengadakan sesi tanya-jawab secara live. Topiknya tentu tidak lagi terbatas untuk bidang olahraga saja.

Spotify memang belum merincikan terlalu banyak detail mengenai Greenroom, tapi mereka sudah punya gambaran yang cukup jelas terkait fitur-fitur menarik yang bakal diintegrasikan. Salah satunya adalah fitur untuk menyulap sesi live audio di Greenroom menjadi podcast di Spotify. Mereka juga bereksperimen dengan fitur-fitur monetisasi, dan salah satu opsi yang terpikirkan adalah mempersilakan kreator untuk menarik biaya masuk ke masing-masing room-nya.

Sumber: Engadget. Gambar header: Depositphotos.com.

Kreator Podcast di Spotify Kini Bisa Menawarkan Program Subscription Buat Para Pendengarnya

Perang platform podcasting tengah memanas. Hanya selang beberapa hari setelah Apple memperkenalkan layanan Apple Podcasts Subscriptions, sekarang giliran Spotify yang meluncurkan layanan serupa. Spotify memang sudah merencanakannya sejak Februari lalu, akan tetapi timing peluncurannya bisa dipastikan bukan kebetulan.

Sama seperti yang Apple lakukan, layanan ini pada dasarnya Spotify rancang agar para kreator podcast bisa menawarkan program paid subscription kepada para audiensnya. Harapannya tentu supaya kreator bisa mendapatkan pemasukan tambahan, dan Spotify benar-benar tidak mau main-main soal itu.

Di saat Apple menarik komisi 30% dari total pemasukan subscription yang dihasilkan oleh masing-masing kreator — mulai tahun kedua turun menjadi 15% — Spotify memutuskan untuk tidak mengambil apa-apa. Dengan kata lain, 100% biaya berlangganan yang dibayarkan oleh para pendengar bakal masuk ke kantong masing-masing kreator — kecuali biaya penanganan kecil yang akan dibayarkan ke Stripe selaku pihak yang menangani proses transaksinya.

Kebijakan ini akan terus berlanjut sampai sekitar dua tahun. Di tahun 2023, Spotify berniat untuk menarik komisi sebesar 5%, tetap jauh lebih kecil daripada yang Apple tetapkan. Mengenai tarifnya, kreator bisa memilih satu dari tiga opsi tarif bulanan: $3, $5, atau $8. Untuk sekarang, program ini memang baru tersedia buat para kreator di Amerika Serikat saja, tapi dipastikan menyusul ke negara-negara lain dalam beberapa bulan mendatang.

Semua episode podcast yang hanya bisa diakses oleh para subscriber akan ditandai dengan icon gembok. Untuk berlangganan, cukup disayangkan para pendengar tidak bisa melakukannya langsung dari aplikasi Spotify, melainkan harus lewat situs Anchor, spesifiknya laman profil masing-masing kreator di Anchor. Ini juga berarti kreator hanya bisa mengatur program subscription-nya melalui platform Anchor.

Dalam kesempatan yang sama, Spotify juga mengumumkan bahwa mereka tengah mengembangkan teknologi untuk memfasilitasi kreator podcast yang sudah memiliki program subscription di platform lain. Tujuannya adalah supaya mereka bisa mendistribusikan konten berbayarnya di Spotify selagi melibatkan sistem login-nya sendiri. Berhubung masih dikembangkan, cara kerja pastinya seperti apa pun masih tanda tanya.

Sumber: Spotify dan Anchor. Gambar header: Depositphotos.com.

Zoom Luncurkan Fitur Baru, Buat Tampilan Video Conference Jadi Makin Interaktif

Gonta-ganti virtual background mungkin adalah hal paling sepele yang bisa kita lakukan untuk mengurangi rasa bosan selagi mengikuti sesi Zoom mingguan atau bahkan harian. Namun tetap saja, hal ini tidak bisa menutupi fakta bahwa kita semua masih terpisah satu sama lain meski berada di dalam satu sesi video conference yang sama.

Tidak selamanya harus seperti itu kalau menurut Zoom. Mereka baru saja meluncurkan fitur yang cukup menarik bernama Immersive View. Seperti yang bisa dilihat pada gambar di atas, fitur ini memungkinkan semua peserta video conference untuk tampil dalam satu virtual background yang sama, memunculkan kesan seolah-olah mereka sedang berada dalam satu ruang rapat virtual.

Oke, tidak semua, melainkan maksimum sampai 25 orang saja. Kalau lebih dari itu, maka sisanya akan ditampilkan dalam deretan thumbnail di atas seperti biasanya. Anda juga harus menggunakan aplikasi Zoom versi 5.6.3 atau yang lebih baru di perangkat Windows atau macOS agar dapat melihat tampilan Immersive View. Alternatifnya, bisa juga dengan menggunakan web app Zoom di browser.

Fitur ini dapat diaktifkan oleh host lewat menu yang sama seperti ketika mengaktifkan tampilan Speaker View atau Gallery View. Host bebas mengatur posisi partisipan di ruang virtual secara manual, atau membiarkan sistem yang mengatur secara otomatis. Selain menggunakan beberapa opsi yang tersedia, host juga bisa memakai gambar atau videonya sendiri sebagai latar belakang Immersive View.

Immersive View pertama kali diumumkan dalam ajang Zoomtopia 2020 pada bulan Oktober, dan sekarang sudah tersedia untuk seluruh pengguna Zoom, baik yang gratisan maupun berbayar. Namun Zoom sebenarnya bukan yang pertama mengimplementasikan fitur ini. Jauh sebelumnya, Microsoft lebih dulu meluncurkan fitur serupa bernama Together Mode, yang kemudian juga ikut dihadirkan di Skype. Well, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, bukan?

Melihat keterbatasannya, fitur ini mungkin bakal lebih cocok untuk sesi meeting tim dalam jumlah kecil, atau malah untuk acara webinar. Dalam format webinar, yang ditempatkan di virtual background hanyalah sang host dan semua panelis saja, tidak termasuk pesertanya.

Sumber: The Verge dan Zoom.