Mengenal Mertani, Penyedia Solusi IoT dan Analitik untuk Bidang Pertanian

PT Merapi Tani Instrumen (Mertani) merupakan perusahaan yang bergerak dalam penyediaan solusi IoT (Internet of Things) dan analitik untuk perusahaan perkebunan atau pertanian. Mertani memiliki platform Airi yang memadukan solusi IoT, big data dan sistem otomasi.

Mertani merupakan layanan yang berbasis di Yogyakarta, didirikan oleh Yustafat Fawzi dan Dualim Atma Dewangga, dua orang alumni UGM yang pernah mengenyam pengalaman bekerja di perusahan sawit.  Diawali dari riset dan percobaan sejak tahun 2016, Mertani akhirnya digarap serius sebagai bisnis sejak awal tahun ini.

Menurut Yustafat, Mertani saat ini mengembangkan sebuah solusi IoT, baik hardware maupun software yang didesain untuk memecahkan permasalahan perusahaan di sektor pertanian. Produk dari Mertani ini adalah Airi, sebuah produk precission agriculture yang memadukan teknologi sensor, IoT, big data analityc, otomasi.

Airi siapkan untuk membantu petani atau perusahaan perkebunan mengetahui secara langsung dan detail kondisi tanaman sehingga mereka bisa mencapai efisiensi dalam operasional, mengambil keputusan dan meningkatkan produktivitas taman. Platform Airi terdiri dari Airi Sensor, Airi Software (mobile dan dekstop) dan sistem otomasi (irigasi otomatis).

Peran Airi sensor dalam platform Airi berfungsi sebagai perangkat data akuisisi iklim mikro yang dapat bekerja atau melakukan pengukuran secara statis maupun dinamis berkenaan dengan data-data kadar air tanah, kadar nutrisi tanah, PH, suhu tanah, suhu lingkungan, kelembaban lingkungan, intensitas cahaya dan data lainnya.

“[Nantinya] informasi tersebut ter-upload secara reguler ke cloud. Manajer perkebunan bisa membaca analisis kondisi lahan dari software Airi yang telah disediakan. Airi bisa bekerja di pelosok-pelosok yang tidak ada sambungan listrik maupun jaringan internet yang terbatas,” jelas Yustafat.

Lebih jauh Yustafat menjelaskan bahwa pihaknya juga memberikan pilihan sebuah sistem irigasi otomatis yang terhubung secara wireless dengan Airi sensor. Sistem irigasi tersebut bisa memberikan air secara otomatis berdasarkan rekomendasi dari sensor Airi sehingga pemberian air bisa lebih akurat dan sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Saat ini Mertani tengah fokus pada segmen perusahaan perkebunan dan pertanian dan belum fokus pada petani atau perkebunan secara langsung.

“Kami optimis karena perusahaan-perusahaan di sektor pertanian kurang optimal dan efektif dalam membuat keputusan berkenaan dengan lahan karena data akuisisi yang sangat manual, mahal, dan lamban,” imbuh Yustafat.

CaltyFarm Ramaikan Industri Investasi di Sektor Peternakan

Berawal dari sebuah usaha untuk mengembangkan peternakan sapi lokal, Calty Farm (Kost-kostan ternak) mengembangkan sebuah platform digital yang memudahkan masyarakat yang ingin beternak online dengan fokus sapi perah sebagai hewan ternak. Selain menawarkan keuntungan dari pengelolaan hasil ternak seperti susu dan daging, Calty Farm juga membantu menyediakan standar peternakan dengan dukungan dokter hewan yang berkompeten.

CaltyFarm sendiri diprakarsai Nico Setyo, Denok Asih, dan Amanda Permatasari. Konsep yang diusung sebenarnya bukan sebuah konsep baru. Misi utamanya adalah memudahkan masyarakat untuk beternak online. Mereka menghubungkan investor dengan mitra peternak dengan membawa fasilitas pemantauan hasil ternak.

Beberapa keuntungan yang ditawarkan CaltyFarm antara lain membantu peternak mendapatkan akses kesehatan yang terkontrol langsung oleh dokter hewan tim CaltyFarm, akses penjualan susu sapi yang sudah bekerja sama dengan industri pengolahan susu, akses pakan ternak yang terjangkau, dan akses asuransi ternak yang sudah bermitra dengan Jasindo (Jasa Asuransi Indonesia). Sebelum resmi menjadi mitra CaltyFarm, para peternak sapi perah akan mendapatkan pelatihan dan pengujian selama kurang lebih 4 bulan.

Dari segi pengguna atau investor, CaltyFarm berfungsi sebagai platform yang bisa digunakan utuk melihat rekam jejak produksi susu sapi perah dan kondisi sapi. Pelaporan saat ini dilakukan melalui email dan dalam waktu dekat pihak CaltyFarm segera meluncurkan aplikasi mobile untuk memudahkan pengguna memantau hewan ternaknya.

Karena mengusung konsep kost-kostan, CaltyFarm memberikan pilihan bagi para investor yang ingin bergabung dengan sistem mereka. Investor bebas untuk membeli sapi di CaltyFarm atau di pihak lain yang sesuai dengan standar CaltyFarm untuk kemudian ditempatkan di mitra CaltyFarm yang saat ini tersebar di beberapa tempat, seperti di Kabupaten Sleman, Boyolali, Tegal, dan Pasuruan. Selain investor individu, CaltyFarm juga membuka diri untuk investor bisnis atau badan usaha. Saat ini mereka mengelola 28 sapi perah dari investor yang ada.

“Target CaltyFarm untuk 1-2 tahun mendatang memiliki mitra peternak se-Indonesia dengan jumlah ternak mencapai seribu ekor sapi perah yang ada di beberapa tempat,” ungkap CEO CaltyFarm Nicko Setyo.

Selain sapi perah, di situs resminya CaltyFarm juga menawarkan bentuk investasi lain yang berkaitan dengan peternakan, antara lain investasi untuk kandang sapi, pengolahan susu dan produk turunan lainnya, pakan ternak hingga investasi objek wisata peternakan.

TaniGroup Partners with International Finance Corporation for Fintech and E-commerce Idea in Agriculture

TaniGroup (TaniHub & TaniFund) announces a partnership with the International Finance Corporation (IFC) to support Indonesian agriculture. In this partnership, TaniGroup will get technical support to expand e-commerce and fintech services in agriculture. It’s IFC first collaboration with Indonesia’s startup.

TaniGroup and IFC partnership will be formed as the technical assistance (advisory) in 2 years, standard operational procedure (SOP) improvement, distribution chain efficiency, also the development of some tools to identify regional potential and scoring for prospective farmers or SMEs of TaniGroup partners.

Eka Pamitra, Tani Group’s Co-Founder & President, said, “We believe that TaniGroup will grow rapidly with IFC help. Due to their rich experience in advising some giant agribusiness, both domestic and international.”

Team IFC and TaniGroup in a discussion forum in Jakarta / TaniGroup
Team IFC and TaniGroup in a discussion forum in Jakarta / TaniGroup

IFC is an international financial institution, member of World Bank Group which aims to support the developing countries financial through capital and technical in private sectors. Along with TaniGroup, IFC agreed to encourage financial inclusion and increase social impact, including the increase of small farmers income and women involved in agriculture.

“Tanihub allows farmers to increase income by selling the crops without middlemen. This is a model we expected to inspire Indonesia in doing a lot more in the world of fintech,” Philippe Le Houerou, IFC’s CEO said at an occasion in Jakarta.

Pamitra added that IFC will help to implement the globally proven best practices into TaniGroup business process. The expectation rose that TaniGroup can operate better, more efficient, and the most important is to have a huge social impact in public.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mimpi TaniJoy Selesaikan Permasalahan Industri Pertanian Indonesia

Dikomandoi tiga co-founder, Muhamad Nanda Putra, Kukuh Budi Santoso dan Febrian Imanda Effendy, TaniJoy berangkat dengan tujuan untuk menyejahterakan petani. TaniJoy menemukan fakta bahwa permasalahan petani begitu komplit, mulai dari akses pemodalan hingga keterbatasan pilihan untuk menjual hasil pertanian. Dengan bantuan teknologi, TaniJoy berusaha menjadi platform all-in-one memecahkan permasalahan petani dengan solusi yang lengkap.

TaniJoy cukup aktif turun ke lapangan untuk mendengar permasalahan dan kebutuhan dari petani. Mereka menawarkan layanan mereka ke kelompok atau daerah-daerah.  Sejauh ini layanan mereka sudah mencakup wilayah Medan, Bogor, Bandung Barat, Sukabumi, Garut, Dieng, Bromo, hingga Malang.

“Kami memulai kerja sama dengan menawarkan model bisnis dan sistem kami ke local leader daerah tersebut, seperti ketua kelompok tani, kepala desa, tuan tanah, dan lain-lain. Kami menyasar daerah yang memiliki potensi komoditas tertentu namun masih belum tentu produktif, konsep kami adalah berangkat dari kebutuhan pasar sehingga petani tidak lagi kebingungan untuk menjual hasil taninya, lalu melakukan survei dan uji lapang terkait komoditas apa yang cocok di daerah tersebut,”  terang co-founder TaniJoy Muhamad Nanda Putra.

Di lapangan, TaniJoy menemui beberapa hal yang menghambat kegiatan mereka, di antaranya mengenai sulitnya akses internet atau sinyal di daerah dan menemukan petani yang mampu bertanggung jawab.

“Salah satu pengalaman menarik saya adalah ketika ada petani ingin mengajak kerja sama menanam tomat. Ketika itu saya bertindak sebagai investornya dan kesalahan saya saat itu adalah memberikan fresh money langsung ke petani tersebut. Ketika masa panen tiba selalu ada alasan petani bahwa tomatnya busuk, panennya kurang dan lain sebagainya. Sehingga saya tidak pernah merasakan keuntungan dari kerja sama ini,” kisah Nanda.

“Setelah saya selidiki pernah satu musim panen itu bagus tetapi petani tidak transparan kepada saya. Ternyata 50% dari dana yang saya berikan juga dipakai untuk membeli kebutuhan pribadi. Dari sini saya belajar dua hal, yang pertama adalah petani butuh pendampingan dan edukasi, yang kedua adalah ketika bekerja sama dengan petani jangan memberikan fresh money, tapi berikan dalam bentuk barang seperti suplai pertanian. Model ini yang kami terapkan di TaniJoy melalui field manager kami,” kisah Nanda.

Di TaniJoy, selain platform investasi, fitur yang dikembangkan adalah fitur farming management system. Sistem ini disediakan untuk membantu field manager yang bertugas untuk mengumpulkan data di lapangan, aktivitas petani dan perkembangan proyek yang berjalan. Fitur ini diharapkan bisa membantu para investor memantau proyek secara langsung.

TaniJoy menjadi salah satu platform investasi di sektor pertanian yang cukup yakin bahwa sektor pertanian bisa ditolong dengan pendekatan teknologi. Nanda menyebutkan bahwa salah satu harapan mereka adalah bisa menjadi solusi terhadap sistem pertanian di Indonesia.

“Target kami untuk tahun 2018 adalah bertambah 60 Ha lahan yang ditanam dengan memberdayakan lagi 100 pertani tambahan,” tutup Nanda.

Tanibox Gabungkan Blockchain dan IoT untuk Merevolusi Sektor Pertanian

Tanibox hadir mengusung konsep smart agriculture yang cukup inovatif. Ia memadukan kapabilitas blockchain dan Internet of Things (IoT) untuk menyajikan sistem pertanian yang lebih efektif. Proyek pengembangan startup ini bermula pada tahun 2012 saat pasangan Asep Bagja Priandana dan Retno Ika Safitri (co-founder) merancang sebuah proyek pribadi berbasis IoT untuk urban farming di apartemen miliknya. “Tanibox” adalah nama proyek yang waktu itu disepakati.

Proyek pribadi tersebut terus berlanjut, hingga akhirnya keduanya berpindah rumah dan memiliki kebun kecil sebagai laboratorium risetnya. Singkat cerita proyek tersebut berevolusi menjadi sebuah produk teknologi, mereka memvalidasinya dengan mengikuti kompetisi Indonesia IoT Challenge (mendapat juara ketiga). Akhir tahun 2016, sistem manajemen pertanian bernama “Tania” diinisiasi.

Mantap dengan inovasinya, awal tahun 2017 Tanibox berdiri sebagai unit bisnis dan merilis Tania ke publik sebagai open source. Kuartal ketiga tahun 2017, Tanibox mendaftarkan diri sebagai unit usaha legal di Estonia. Dengan tim yang semakin komplit, Tanibox kini debut dengan tiga produk: Tania, Terra, dan Trace. Tahun 2018, selain merilis pembaruan Tania, ada terobosan berupa kampanye pra-ICO (Initial Coin Offering) untuk TaniCoin, titik awal adopsi blockchain Tanibox.

Tampilan dasbor aplikasi Tania / Tanibox
Tampilan dasbor aplikasi Tania / Tanibox

Sebuah perjalanan startup yang cukup menarik untuk didalami. DailySocial menghubungi CEO Tanibox Asep Bagja untuk menanyakan beberapa detail dalam proses inovasi dan pendirian. Kami mengawali perbincangan dengan pembahasan dua unit legal bisnis yang saat ini dimiliki Tanibox, di Indonesia dan Estonia. Asep menjelaskan ada alasan khusus dan urgensi terkait hal tersebut.

“Tanibox memang terdaftar di dua negara. Yang di Estonia untuk menyasar pasar Uni Eropa dan memudahkan saat butuh merekrut talenta di sana. Saat ini tim di Tanibox beroperasi secara remote dan tersebar di beberapa kota di Indonesia: Denpasar, Solo, Bandung, Bekasi dan Jakarta. Di awal masa pengembangan, kami juga sempat mengontrak orang asing dan bekerja secara remote dari luar negeri: Estonia dan Kanada. Saat ini, kami juga sedang melakukan pengurusan cryptocurrency business license di Estonia, karena di sana legal framework untuk cryptocurrency sudah ada,” jelas Asep.

Konsep blockchain untuk pertanian

Penerapan blockchain untuk penyelesaian masalah pertanian bisa dibilang masih sangat baru. Banyak skenario yang bisa diaplikasikan, salah satunya seperti yang tengah digarap tim Tanibox. Terkait implementasi blockchain Asep menjelaskan bahwa dengan menggunakan blockchain segala transaksi yang terjadi di dalamnya akan sangat transparan dan datanya sulit untuk diakali.

“Misal dengan adanya transparansi di dalam sistem, orang jadi tahu seorang pembeli apakah membeli komoditas dari petani dengan harga pasar yang baik atau tidak (fair trade), atau konsumen jadi bisa tahu cerita perjalanan satu produk komoditas yang dia beli di supermarket sejak mulai dari tangan petani sampai ke supermarket. Jika ada komoditas yang membutuhkan sertifikasi seperti kelapa sawit dengan RSPO-nya (Roundtable on Sustainable Palm Oil), akan semakin memudahkan pihak pemberi sertifikasi apakah perkebunan tersebut benar-benar sudah memenuhi syarat atau tidak,” terang Asep.

Cukup meyakinkan, namun pertanyaannya akan selalu kembali pada kondisi sektor agro yang ada di Indonesia, salah satunya persoalan SDM pertanian. Di Tanibox strateginya ialah pada penerapan model bisnis, konsumen utamanya adalah B2B. Misal koperasi yang menaungi banyak petani, koperasi inilah yang akan menjadi konsumen Tanibox, dan mereka yang akan mengajarkan petani-petaninya.

Asep turut mengoreksi anggapan kondisi SDM pertanian yang ada saat ini, lambat laun mereka juga melek teknologi. Senada dengan kondisi yang ia lihat langsung di lapangan dalam berbagai kesempatan. Sehingga pengguna produk Tanibox terbuka lebih luas, misalnya untuk pemilik perkebunan besar atau pengusaha hidroponik.

Varian produk Tanibox

Visi besar yang digenggam erat ialah “To bring the simplest farming experience and to democratize access to modern AgTech”. Perwujudannya dengan tiga teknologi yang saat ini menjadi pilar Tanibox. Pertama Tania, yakni sebuah aplikasi manajemen pertanian yang didesain untuk memudahkan petani mengelola pekerjaan, sumber daya, meningkatkan pengetahuan dan mengoperasikan aktivitas perangkat secara otomatis.

Keyakinan pengembang bahwa pertanian modern harus berorientasi pada bisnis. Lebih dari sekadar memproduksi tanaman, petani perlu memikirkan tentang profit, produktivitas, kualitas dan keberlanjutan. Selain menjadi petani yang baik, mereka perlu menjadi manajer pertanian dan pemilik bisnis yang andal. Tania diharapkan membantu petani mencapai hal tersebut. Tania dipublikasikan sebagai open source, di bawah lisensi Apache 2.0.

“Para pendiri dan tim di Tanibox, memang sudah senang berkecimpung di dunia open source. Dengan menempatkan Tania sebagai open source masyarakat dapat dengan bebas mencoba dan memodifikasi, tentu saja dukungan yang kami berikan bersifat komunitas. Artinya tidak ada dukungan yang bersifat eksklusif seperti melakukan kustomisasi atau mengajarkan cara pakai ke masing-masing pengguna. Jika ada pengguna yang ingin melakukan kustomisasi dan membutuhkan dukungan yang eksklusif, maka mereka harus membayar. Ini model bisnis yang lumrah di dunia open source. Dengan melepas Tania menjadi open source, kami juga bisa mendapatkan traksi yang lebih cepat,” ungkap Asep.

Produk kedua Terra, yakni sebuah komputer dan sensor mini yang bekerja secara real-time untuk menangkap dan mempelajari kondisi lahan dan lingkungan di sekitarnya. Selain digunakan untuk mengoperasikan alat seperti pancuran penyiram secara jarak jauh, perangkat IoT ini juga diterapkan untuk mengumpulkan dan mengirimkan data. Konsepnya sebenarnya juga mengadopsi dari kebiasaan para petani. Mereka selalu menggunakan informasi tentang cuaca, iklim, dan kondisi alam lainnya untuk mengetahui waktu terbaik bercocok tanam.

Penerapan produk komputer dan sensor Terra pada lahan tanaman / Tanibox
Penerapan produk komputer dan sensor Terra pada lahan tanaman / Tanibox

Didukung algoritma komputasi, sensor memberikan informasi untuk mengontrol berapa banyak air yang dibutuhkan oleh tanaman, mendeteksi kebocoran, mengukur data terkait curah hujan, kelembapan, suhu, tekanan udara hingga tingkat kontaminasi. Implementasi di lahan menggunakan dua alat: Farm Computer dan Sensor. Sedangkan akses data dan kontrol perangkat dapat dilakukan melalui aplikasi mobile (direncanakan rilis ke publik kuartal ketiga tahun ini).

Yang ketiga, Trace, disebut sebagai platform pelacakan. Memberikan informasi produk makanan dan pertanian yang telah diverifikasi, mulai dari produsen, asal-usul, hingga kepemilikannya. Setiap item produk akan memiliki identitas unik, memungkinkan dilakukan pelacakan jika dibutuhkan oleh konsumen. Platform ini dinilai dapat memungkinkan para mitra mengelola bisnis, produk, dan rantai pasokan mereka lebih mudah transparan.

Tentang TaniCoin

Saat ini Tanibox tengah menjalankan proses ICO, menjual TaniCoin (atau disebut TACO) dengan target total koin sebanyak 1 miliar unit. TACO didefinisikan sebagai “participant-oriented project” yang juga dapat berfungsi sebagai koin utilitas untuk membangun teknologi blockchain. Koin kripto ini dikembangkan dengan algoritma CryptoNight. Ditargetkan proses ICO akan berakhir pada Desember tahun ini. Diharapkan keberhasilan ICO tersebut akan melancarkan roadmap produk dan bisnis yang sudah direncanakan secara jelas.

“TaniCoin sendiri sebenarnya didesain sebagai utility coin, artinya koin tersebut akan digunakan di dalam ekosistem blockchain Tanibox untuk melakukan transaksi, tetapi tidak menutup kemungkinan pemilik TaniCoin akan melakukan jual beli (trading) dengan cryptocurrency lain selepas ICO. Karena kami akan mendaftarkan TaniCoin di cryptocurrency exchange yang bersifat publik,” ujar Asep menjelaskan.

Proses ekonomi yang akan terjadi dalam blockchain Tanibox / Tanibox
Proses ekonomi yang akan terjadi dalam blockchain Tanibox / Tanibox

Pada akhirnya tim Tanibox meyakini bahwa sektor agrikultur adalah sektor yang jarang tersentuh oleh perkembangan teknologi informasi, oleh karena itu dengan semakin banyak orang-orang di industri teknologi informasi yang mau berkecimpung diharapkan makin memajukan sektor agrikultur.

“Jumlah populasi manusia semakin bertambah, tidak mungkin petani dapat menghasilkan makanan untuk manusia jika masih menggunakan cara-cara yang sama seperti pada saat populasi manusia masih sedikit,” tutup Asep.

SmarTernak Jadi Solusi IoT untuk Optimalkan Peternakan

SmarTernak merupakan solusi yang dikembangkan DycodeX berupa perangkat manajemen ternak berbasis Internet of Things (IoT) yang diharapkan bisa membantu peternak Indonesia memantau hewan ternak mereka. Perangkat ini didukung Kementerian Pertanian Indonesia

Solusi SmarTernak merupakan perangkat precision livestock farming (PLF). Fitur-fitur yang ditawarkan mencakup fitur pelacakan hewan ternak, mendeteksi aktivitas hewan ternak, estimasi kesehatan hewan ternak, hingga membaca kondisi lingkungan hewan ternak. Data-data tersebut dipancarkan secara real time dan bisa dibantu melalui aplikasi yang ada di perangkat mobile.

Dalam pengembangannya, DycodeX berperan penuh dalam pengembangan sistem dan alat-alat yang digunakan, sementara pemerintah mendukung dalam penyedian lahan untuk uji coba.

“Sejauh ini kami masih bekerja sama dengan peternakan yang dimiliki oleh Kementerian Pertanian Indonesia. Tujuan utama kami dalam waktu dekat adalah mengaplikasikan SMARTernak ini di wilayah peternakan Kementan agar dapat menjadi solusi untuk pemerintah terkait issue Livestock Farming khususnya sapi di Indonesia,” jelas Public Relation Representative DycodeX Veronica Blandine.

SmarTernak bekerja dengan beberapa sensor yang mampu secara langsung mendeteksi aktivitas hewan ternak secara real time. SmarTernak didesain untuk bisa langsung diimplementasikan dengan mengalungkan sensor pada hewan dan memasang koneksi.

Untuk koneksi, SmarTernak menggunakan teknologi LoRa atau yang dikenal sebagai Long Radio. Teknologi ini diklaim lebih ekonomis dibandingkan dengan GSM. Untuk range coverage mengikuti kontur peternakan masing-masing.

“Karena berbasis radio, LoRa mengharuskan adanya gateway yang terpasang di wilayah peternakan. Satu buah gateway dapat menerima informasi lebih dari 20 device tergantung kontur wilayah yang sebelumnya saya sebutkan. Untuk saat ini ukurannya masih disesuaikan untuk hewan ternak berbadan besar seperti sapi, namun bila memiliki macam hewan ternak lainnya, kami terbuka untuk layanan customize,” imbuh Vero.

Solusi DycodeX ini bisa jadi salah satu solusi berbasis teknologi yang bermanfaat untuk mengoptimalkan peternakan dan menggali lebih jauh potensi dan masalah yang ada di peternakan. Pihak DycodeX sendiri berharap solusi yang mereka rancang ini tidak hanya stok pangan yang bisa diprediksi tetapi juga kesehatan hewan ternak, sehingga para peternak maupun investor bisa mendapat laporan yang lebih lengkap.

“SMARTernak akan sangat membantu peternakan yang mengadopsi jenis peternakan bebas atau yang tidak mengikat hewan ternak. Hal ini akan lebih menghemat biaya operasional monitoring. Prinsip LoRa yang line-of-sight akan lebih optimal apabila diletakkan di tempat yang lebih tinggi, sehingga coveragenya akan lebih banyak.”

UMG Myanmar “All Out” Bantu Perkembangan Teknologi Pertanian di Indonesia

UMG Idealab yang diinisiasi konglomerat Myanmar asal Indonesia (UMG Myanmar), Kiwi Aliwarga, meluncurkan aplikasi terpadu RiTx yang mengusung tema pertanian.

Kepada DailySocial, Head of Digital Marketing Ritx Indonesia Jefry Pratama mengungkapkan, aplikasi ini diharapkan bisa membantu petani memanfaatkan fitur dan artikel terkait pertanian. Aplikasi RiTx sudah tersedia di Google Play dan telah diunduh lebih dari 1000 orang di bulan pertama peluncuran.

Dengan memanfaatkan smartphone, petani bisa mendapatkan informasi seperti prediksi cuaca, identifikasi hama, artikel seputar pertanian, forum tanya jawab hingga harga komoditas paling anyar.

“RiTx juga memiliki fitur marketplace yang menyediakan platform untuk jual-beli bibit, pestisida hingga mesin dengan harga yang kompetitif,” kata Jefry.

Untuk memperluas kegiatan pemasaran dan kegiatan akuisisi petani, tim pengembang RiTx kerap menggelar kegiatan offline, mengunjungi petani di kawasan Jawa Tengah dan Jogjakarta.

“Target kami di tahun 2018 ini adalah menyebar lima ribu agen untuk mengakuisisi petani. Diharapkan RiTx bisa merangkul sebanyak 250 ribu petani.”

Selanjutnya RiTx berencana untuk meluncurkan aplikasi mobile versi kedua yang nantinya dilengkapi sejumlah fitur tambahan, seperti laporan panen, fitur chat, dan lainnya.

UMG Center of Excellence

Pertengahan bulan April 2018 lalu Kiwi Aliwarga mengumumkan bakal membangun UMG Center of Excellence di Indonesia. Rencananya fasilitas ini akan dibangun di daerah Bangunkerto, Kec. Turi, Sleman. Fasilitas ini diklaim menjadi yang pertama di Indonesia.

Fasilitas ini akan difungsikan sebagai laboratorium berbagai kegiatan penelitian Agro-Biotech, riset alat-alat pertanian, perikanan dan peternakan, serta penelitian berbagai hal terkait teknologi sektor pertanian.

“Kami pun berencana membangun laboratorium pusat untuk melakukan penelitian dan produksi seperti, Agro-Biogtech, IoT dan Agrivision, Drone dan Electric Vehicle,” kata Kiwi.

Selain RiTx, UMG Idealab juga telah meluncurkan FisTx dan LiTx. Melalui UMG Idealab, tercatat sudah 14 startup yang didanai di Indonesia dan lebih dari 20 startup didanai di Asia Tenggara dengan mayoritas tersebar di Myanmar, Thailand, dan Vietnam.

Application Information Will Show Up Here

Agritech Startup TaniGroup Receives Million Dollars Pre-Series A Funding

Agritech startup company TaniGroup, consists of TaniHub and TaniFund, announces Pre-Series A funding worth millions of dollars. The round is led by Alpha JWC Ventures and followed by some angel investors. It’s expected to help TaniGroup improve its capacity and expand its market, both domestic and export needs.

The objective is to help farmers improving life along with the farming industry.
TaniHub is an e-commerce connecting farmers and corporate consumers, while
TaniFund is the crowfunding platform that provides funding for farmers.

“What makes TaniHub and TaniFund special is the end-to-end service. We have field teams to monitor the process, experts to guide farmers, and e-commerce
platform to absorb the harvest. Therefore, we’re not only provide funding, but also full training to minimize business risk,” Ivan Arie, Co-Founder and CEO
of TaniGroup, said.

Eka Pamitra, Co-Founder and President of TaniGroup, added, “Up until now,
we’ve been supporting around 16,000 farmers in 600 farming groups. After improving efficiency in harvest distribution, their [the farmers] income is increasing up to 30% from the previous rate. Besides improving the farmers’
welfare and their family, we want to lead them to apply sustainable farming
that environment-friendly in all their cultivation processes.”

Farming is one of the captivating sectors in Startup Report 2017. As an agrarian
country, digital solution for this sector gives many opportunities. TaniGroup believes that there are too many issues in farming sector to solve alone. Therefore, the partnership of stakeholders, including regulators and all industry players, is an absolute necessity.

“Agriculture is a vital industry in Indonesia and TaniGroup succeed in providing
a solution that creates efficiency in the complex farming business. Keeping up with our focus to make the best out of Indonesia, Alpha JWC Ventures is ready to partner with TaniGroup for making additional value, accelerate innovation, and bring positive impact to Indonesia’s agriculture industry.” Jefrey Joe, Co-Founder and Managing Partner of JWC Ventures, explained.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Agritech TaniGroup Umumkan Perolehan Dana Pra-Seri A Jutaan Dollar

Startup agritech TaniGroup, yang terdiri dari TaniHub dan TaniFund, mengumumkan perolehan dana Pra-Seri A senilai jutaan dollar. Putaran pendanaan dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan juga diikuti beberapa angel investor lainnya. Pendanaan ini diharapkan membantu TaniGroup meningkatkan kapasitas dan memperluas pasar, baik secara domestik maupun untuk kebutuhan ekspor.

Fokus untuk membantu petani meningkatkan kualitas hidupnya sembari mendorong industri pertanian, TaniHub adalah layanan e-commerce yang menghubungkan petani dan konsumen korporasi, sementara TaniFund adalah platform crowdfunding yang memberikan pendanaan bagi petani meningkatkan usahanya.

“Yang membuat TaniHub dan TaniFund istimewa adalah layanan end-to- end kami. Kami memiliki tim di lapangan untuk mengawasi jalannya seluruh proses, tim spesialis yang mendampingi para petani, serta platform e-commerce yang siap menyerap seluruh hasil panen mereka. Jadi kami tidak hanya memberikan dana tapi juga pendampingan dari awal hingga akhir, sehingga risiko bisnis dapat diminimalkan.” ungkap Ivan Arie, Co-Founder dan CEO TaniGroup.

Co-Founder dan President TaniGroup Eka Pamitra menambahkan, “Sejauh ini, kami telah mendukung sekitar 16.000 petani yang tergabung dalam 600 kelompok tani. Berkat peningkatan efisiensi dalam distribusi hasil panen, pendapatan mereka [para petani] meningkat hingga rata-rata 30% dari sebelumnya. Selain membantu meningkatkan kesejahteraan petani mitra kami beserta keluarganya, kami ingin mengarahkan mereka untuk bisa menerapkan praktek sustainable farming yang ramah lingkungan dalam seluruh proses pembudidayaan mereka.”

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mendapatkan sorotan di Startup Report 2017. Sebagai sebuah negara agraris, solusi digital di sektor ini masih memberikan banyak peluang. TaniGroup sendiri percaya bahwa permasalahan di sektor pertanian terlalu banyak untuk diselesaikan sendiri. Untuk itu kolaborasi dari stakeholder, termasuk regulator dan berbagai pemain industri, mutlak diperlukan.

“Agrikultur adalah industri vital bagi Indonesia dan TaniGroup berhasil menyediakan solusi yang dapat menciptakan efisiensi dalam rangkaian bisnis pertanian yang kompleks. Sejalan dengan fokus kami untuk memajukan Indonesia, Alpha JWC Ventures siap untuk bekerja sama dengan TaniGroup untuk terus memberikan nilai tambah, mempercepat inovasi, serta membawa pengaruh positif bagi industri agrikultur Indonesia.” jelas Co-Founder dan Managing Partner JWC Ventures Jefrey Joe.

Angon Perluas Kerja Sama dengan Peternak di Australia dan Selandia Baru

Startup investasi ternak Angon mengumumkan perluasan kerja sama bisnis bersama peternak di kawasan Australia dan Selandia Baru. Kerja sama tersebut memungkinkan pengguna platform berinvestasi pada peternakan di kawasan tersebut. Hal ini dilakukan lantaran potensi ternak yang cukup besar. Menurut data yang disampaikan tim Angon di Australia populasinya mencapai 70 juta ekor, sedangkan di Selandia Baru mencapai 30 juta ekor.

“Ketika member Angon ingin beternak di Australia dan Selandia Baru, mereka tidak perlu repot mengurus ijin investasi, pembelian lahan, serta membangun infrastruktur peternakan mulai dari nol. Cukup dengan buka aplikasi Angon, pilih ternaknya, bayar dan selesai. Kita semua bisa memiliki ternak walau pun hanya dengan satu ekor saja,” ujar Founder & CEO Angon, Agif Arianto.

Aplikasi Angon mewajibkan setiap transaksi yang ada di dalamnya menggunakan mata uang Rupiah. Peternak luar negeri yang ingin memasukkan produknya di Angon untuk diinvestasi harus memiliki kerja sama dengan peternak dalam negeri sebagai groundholding. Hal tersebut berimplikasi pada kesepakatan aturan dan regulasi transaksi di masing-masing negara, sehingga tercatat sebagai devisa juga.

Berikan asuransi untuk investor ternak

Peresmian kerja sama dengan Jasindo Syariah / Angon
Peresmian kerja sama dengan Jasindo Syariah / Angon

Angon juga menandatangani kerja sama strategis dengan Jasindo Syariah. Kerja sama tersebut untuk menyediakan asuransi bagi peternak dalam proses pemeliharaan. Termasuk sebagai antisipasi jika terjadi bencana. Hal ini dilakukan untuk membuat member lebih mantap ketika menggelontorkan investasinya. Biaya asuransi dibebankan kepada member, dan dibayarkan otomatis pada saat memutuskan untuk membeli hewan ternak melalui aplikasi Angon.

“Pemilik ternak akan mendapatkan SKTB (Surat Kepemilikan Ternak Berjangka), berfungsi sebagai bukti sah mitra peternak Angon. SKTB Angon telah terintegrasi dengan nomor polis asuransi ternak yang diterbitkan oleh Jasindo Syariah. SKTB berfungsi dalam proses klaim jika terjadi kematian pada hewan ternak milik para member saat proses ternak online berlangsung dalam 1 periode masa ternak, yaitu 3 bulan,” jelas Agif.

Angon juga tengah mematangkan kerja sama dengan BNI46 untuk proses pembiayaan untuk para peternak. Dengan PKPU juga akan membuat program konversi tabungan qurban menjadi beternak online. Sampai saat ini Angon juga telah memiliki 223 mitra peternak yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Saat ini masih dengan Telkom [sebagai investor], Angon berencana akan mengeluarkan prospektus saham baru di akhir tahun 2018, namun jika ada tawaran yang menarik dari para investor juga sangat terbuka, terutama investor dari dalam negeri. Angon masih menjadi startup binaan Telkom Indigo,” tutup Agif.

Application Information Will Show Up Here