Bfarm Develops New System to Help Livestock Trading

Bfarm’s main objective is to facilitate farmers to have access for market and information. They started as offline business and now a startup providing ads portal for livestock products; rabbit, cow, chicken, fish, and many more.

The project established since November 2017 and prepared to have some solutions. They offer a marketplace for certified livestock products, livestock sales, funding access, and technical problem support with technology.

The first two solutions are; Bfarm is now accessible from bfarm.id. There is listing feature of various livestock products, including information transfer for certified farmers. Furthermore, potential customers can contact and submit offers through provided feature.

“We currently have 3H program (Healthy, Happy & Humane) Certified Partner, a free certification for small-scale farmers to guarantee consumers the livestock products are healthy, animals aren’t stressed and are treated properly. Certified farmers in our program will get priority for sales and marketing push,” Bfarm’s CEO, Fajar Fachruddin said.

Another ongoing product is a bulk/trade solution connecting small-scale sellers with large-scale buyers. It’s expected to provide opportunities for sellers to connect with larger markets and consumers.

“In 2018, with the trade program, we’re able to distribute 1000 livestock per year connecting supply without long-term intermediate. We believe this number will keep increasing, with the other features needed by farmers. It has great potential in the future to contribute for economy mobility and change the livestock trading pattern in Indonesia,” Fachruddin said.

Credit Scoring for farmers

One of Bfarm innovation plans is Bfund. A solution that allows Bfarm to give credit scoring to all farmers through technology.

Bfund tech scoring works by collecting farmers data, run validation, and putting into AI model to produce risk predictions. It’ll later be submitted to the potential investors, such as BMT or cooperatives.

“Prediction model creation starts from sample profile data collection of SMEs having smooth or jamming payment, determines related variables, builds and trains the prediction model in case there’s a new data, it can predict the risk potential,” he added.

In 2019, Bfarm plans to focus on merger and simplification of credit scoring and marketplace service portal. In addition, Bfarm will try to run the 3H certification program to make more benefits for Indonesian farmers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bfarm Kembangkan Sistem untuk Bantu Pasarkan Hasil Ternak

Membantu peternak untuk lebih mudah mendapatkan akses informasi dan pasar adalah tujuan dari Bfarm. Startup yang berangkat dari bisnis offline ini menyajikan portal iklan yang menampilkan daftar produk peternakan; mulai dari kelinci, sapi, ayam, ikan dan lainnya.

Proyek yang dimulai sejak November 2017 ini disiapkan untuk memiliki beberapa lini solusi. Solusi yang mereka tawarkan adalah marketplace yang menawarkan produk peternakan tersertifikasi, penjualan hasil-hasil peternakan, mempermudah peternak mendapatkan akses permodalan, dan pengentasan masalah teknis beternak dengan teknologi.

Dua solusi pertama, marketplace dan penjualan hasil ternak sudah berjalan, sementara dua lainnya masih dalam tahap pengembangan.

Solusi marketplace dari Bfarm saat ini sudah bisa diakses melalui situs bfarm.id. Terdapat fitur listing iklan berbagai macam produk peternakan, termasuk transfer informasi untuk peternak yang tersertifikasi. Selanjutnya calon pembeli bisa menghubungi dan mengajukan penawaran melalui fitur yang disediakan.

“Kami saat ini memiliki program 3H (Healthy, Happy & Humane) Certified Partner, program sertifikasi gratis bagi peternak skala kecil untuk menjamin konsumen agar hewan ternak yang dijual memenuhi standar kesehatan, hewan tidak stres dan diperlakukan secara layak. Peternak yang tersertifikasi program kami akan mendapatkan prioritas untuk penjualan dan marketing push,” jelas CEO Bfarm Fajar Fachruddin.

Produk selanjutnya yang sudah berjalan di Bfarm adalah solusi perdagangan bulk/trade yang menghubungkan penjual partai kecil dan pembeli partai besar. Solusi ini diharapkan memberikan peluang bagi penjual untuk terhubung dengan pasar dan konsumen yang lebih besar.

“Tahun 2018 dengan program trade kami mampu menyalurkan 1000 hewan ternak per tahun mempertemukan suplay dengan tanpa perantara yang panjang. Kami yakin jumlah ini akan terus meningkat, ditambah dengan fitur layanan kami yang lain yang sangat dibutuhkan oleh peternak. Ke depannya berpotensi besar berkontribusi untuk kemajuan perekonomian rakyat dan mengubah pola perdagangan ternak di Indonesia,” terang Fajar.

Credit scoring bagi para peternak

Salah satu yang masuk dalam rencana inovasi Bfarm adalah Bfund. Sebuah solusi yang memungkinkan pihak Bfarm memberikan credit scoring kepada setiap peternak dengan bantuan teknologi.

Teknologi scoring Bfund bekerja dengan mengumpulkan data-data peternak yang ada, kemudian divalidasi dan dimasukkan ke dalam model AI untuk menghasilkan prediksi risiko. Prediksi ini nantinya yang disampaikan ke investor potensial seperti BMT atau koperasi.

“Pembentukan model prediksi dimulai dari pengumpulan data sample profile UKM yang memiliki pola pembayaran lancar dan macet, lalu ditentukan variable yang memengaruhinya, dibentuk juga dilatih model prediksinya sehingga saat ada data baru masuk model prediksi bisa mengeluarkan estimasi potensi risiko,” imbuh Fajar.

Rencananya Bfarm tahun 2019 ini akan fokus pada penggabungan dan penyederhanaan portal layanan credit scoring dan marketplace. Selain itu Bfarm juga akan berusaha menjalankan program 3H Certification sehingga bisa bermanfaat lebih banyak lagi bagi peternak di Indonesia.

Growpal Kembangkan Teknologi Pengkaji Gempa Bumi untuk Membantu “Credit Scoring”

Startup investasi budidaya yang bergerak di sektor perikanan Growpal saat ini tengah mengembangkan sebuah kajian ilmiah menggunakan teknologi machine learning yang diberi nama Growpal Earth. Teknologi machine learning akan dimanfaatkan untuk mengkaji aktivitas gempa bumi di masa depan di area tertentu. Hasilnya akan digunakan sebagai salah satu acuan proses uji kelayakan dan credit scoring.

“Kami tidak menggunakan pendekatan geografis yang terdiri dari analisis ilmiah tentang pergerakan lempeng, Growpal menggunakan analisis pola pada gempa bumi yang terjadi sebelumnya di Indonesia. Semua data gempa bumi sebelumnya diperoleh secara terbuka dari website BMKG Indonesia,” terang Chief Product Office Growpal Paundra Noorbaskoro.

Mesin kajian gempa ini merupakan inovasi riset internal. Sengaja dikembangkan untuk memperkirakan aktivitas gempa yang berpotensi mengancam kegagalan siklus budidaya yang akan didanai oleh pengguna Growpal.

“Kami menggunakan mesin ini sebagai salah satu acuan proses uji kelayakan dan credit scoring sehingga kami bisa meminimalisir potensi kegagalan dalam sebuah produk investasi perikanan budidaya. Kelak akan mendukung kami dan para mitra budidaya Growpal dapat mengakses asuransi atas force majeuer pada budidaya perikanan,” jelas Paundra.

Mesin Growpal Earth menggunakan teknologi machine learning dengan menggunakan metode earthquake pattern analysis.  Mesin ini diupayakan pihak Growpal untuk bisa memprediksi pola dari suatu kejadian berulang pada himpunan data terbatas dengan menggunakan pendekatan statistik dan matematika. Yang artinya mesin akan mengambil data titik terbatas pada koordinat geografis Indonesia dalam kurun waktu tertentu, sehingga bisa diperoleh kajian berulang, dalam hal ini gempa.

Dengan menggunakan teknologi machine learning pihak Growpal berusaha untuk menentukan probabilitas terjadinya gempa pada titik tertentu mengikuti pola yang ada.

“Kondisi geografis Indonesia memang berada pada daerah yang sangat berpotensi untuk terjadinya gempa, dengan kata lain di beberapa titik di Indonesia ada kemungkinan untuk terjadinya gempa dan benar telah terjadi gempa di titik-titik itu sebelumnya, maka dengan menggunakan analisa statistik dapat dibentuk pola kemungkinan terjadinya gempa kembali untuk kurun waktu tertentu, hal ini lah yang menjadi landasan Growpal Earth membuat mesin untuk memperkirakan kejadian gempa sebelum terjadinya untuk keperluan internal kami,” lanjut Paundra.

Dua tahun usia Growpal

Sebagai sebuah bisnis Growpal sudah beroperasi selama dua tahun. Menurut Paundra mereka memiliki dua tahun yang positif dengan peningkatan distribusi dana ke pembudidaya ikan di seluruh Indonesia.

Pada 2017 silam Growpal tercatat berhasil mendistribusikan dana mencapai Rp10 miliar lebih. Angka tersebut mengalami peningkatan di tahun berikutnya. Di tahun 2018 total pendanaan yang disalurkan mencapai Rp21 miliar. Peningkatan dana yang disalurkan juga diikuti dengan diversifikasi model usaha perikanan yang didanai, sehingga bisa menjangkau lebih banyak pengusaha perikanan .

“Dana yang secara baik terdistribusi ini pada prosesnya mampu melibatkan 716 pembudidaya ikan dan pengusaha perikanan di seluruh Indonesia. Wilayah yang dinaungi oleh Growpal mencapai 53 hektar tanah untuk operasi akuakultur di seluruh Indonesia, meliputi Aceh, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Sulawesi, Bali dan beberapa wilayah lainnya; dengan 8 komoditas perikanan unggulan seperti Kerapu, Udang Vaname, Baramudi, Patin, dan lain-lain,” jelas Paundra.

Mudahkan Komunikasi dengan Petani, RegoPantes Luncurkan Aplikasi untuk Pengguna

RegoPantes merupakan salah satu lini bisnis 8villages yang berfokus pada transaksi langsung antara petani ke konsumen. Untuk mudahkan akses pengguna, belum lama ini RegoPantes resmi meluncurkan aplikasi di platform Android.

Kepada DailySocial CEO & Co-Founder 8villages Sanny Gaddafi mengungkapkan, dengan diluncurkannya aplikasi ini diharapkan konsumen menjadi lebih mudah dalam bertransaksi dan berinteraksi langsung dengan petani mitra RegoPantes.

“Berbagai fitur di aplikasi RegoPantes saat ini sangat mudah digunakan dan hal ini berarti menunjukkan ada kesempatan besar untuk dapat sama-sama berpartisipasi dalam bertransaksi langsung dan membantu petani.”

Setelah mulai beroperasi akhir September 2017 lalu, RegoPantes sebagai marketplace yang menyasar sektor pertanian telah memperluas layanannya ke area Bodetabek. Sebelumnya RegoPantes hanya melayani wilayah Jakarta saja. Melalui situs resminya, RegoPantes mengklaim telah mendapatkan lebih dari 38.000 pengguna.

Dalam satu tahun berjalan, RegoPantes berfokus pada pengembangan produk, termasuk di dalamnya pengembangan aplikasi untuk petani dan situs untuk konsumen, serta menjangkau calon petani mitra yang memiliki kesiapan dan mampu untuk menggunakan teknologi informasi sebagai saluran pemasaran.

Cara kerja aplikasi RegoPantes

Serupa dengan aplikasi layanan e-commerce lainnya, aplikasi RegoPantes untuk konsumen memiliki berbagai fitur yang memudahkan pembeli berbelanja. Mulai dari kategori produk, notifikasi yang lebih terintegrasi untuk mengetahui promo, hingga sistem pembayaran menggunakan virtual account.

Beberapa keunggulan aplikasi RegoPantes adalah memudahkan konsumen menjangkau tiga value yang ditawarkan. Pertama adalah “Harga Pantas”, membandingkan harga di tingkat petani dan tingkat konsumen. Di setiap produk yang ditampilkan di aplikasi akan ada informasi mengenai social impact petani, yaitu seberapa besar pembelian yang dilakukan konsumen dapat membantu meningkatkan pendapatan petani.

Kedua adalah “Product Traceability”, memungkinkan konsumen mengetahui informasi produk mulai dari siapa petani yang membudidayakannya, ditanam dengan kualitas seperti apa (organik, khusus, atau kualitas biasa), hingga informasi detail mengenai budi daya produk yang dibeli seperti ketinggian tanah, jenis tanah dll.

Value ketiga adalah “Transparansi Proses”, memungkinkan konsumen mengetahui proses pengiriman produk yang dibeli, berapa biaya operasional yang ditanggung petani dan konsumen, serta berapa nilai bersih nominal yang didapatkan petani dari setiap pembelian yang dilakukan.

“Dengan adanya aplikasi RegoPantes untuk konsumen ini diharapkan semakin banyak konsumen yang dapat bertransaksi langsung dengan petani. Dengan semakin banyaknya konsumen yang bertransaksi, semakin banyak petani yang akan berdaya,” kata Sanny.

Fokus 8villages akuisisi konsumen

Hingga saat ini 8villages sedang fokus untuk menjangkau lebih banyak konsumen, dengan berbagai kampanye media sosial yang dibuat agar terasa lebih dekat dengan konsumen. Dengan semakin banyaknya konsumen yang terjangkau, diharapkan jumlah petani yang berdaya juga akan semakin bertambah.

Selain itu 8villages juga ingin mensosialisasikan platform teknologi informasi yang telah dibuat untuk lebih banyak dikenal oleh masyarakat pedesaan. Sesuai dengan komitmen mereka sejak awal, 8villages tetap dengan visinya ingin mempercepat modernisasi desa dengan teknologi informasi agar pemerataan informasi juga dirasakan petani, nelayan, peternak dan masyarakat desa pada umumnya. Dengan keterbukaan jaringan informasi yang luas, kesempatan masyarakat desa untuk lebih berdaya jadi terbuka lebih baik lagi.

“Saat ini dalam upaya untuk mengembangkan produk dan menjalankan visinya 8villages memang membutuhkan fundraising, namun masih belum berfokus pada sisi ini. Fokus 8villages saat ini sedang tertuju pada jangkauan konsumen yang lebih banyak,” tutup Sanny.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Startup Agrotech Inacom dan Rencananya Pasca Pendanaan Awal

Indonesia Agriculture & Commoditis (Inacom) mengumumkan telah mendapat pendanaan awal dengan nominal dan investor yang tidak disebutkan. Penambahan model ini rencananya difokuskan untuk membuka gudang kedua di Lampung. Gudang tersebut nantinya akan menampung komoditas kelapa dengan volume hingga 200 ton per minggu.

Inacom memposisikan diri sebagai platform agro-commodities. Mereka memiliki lima bidang usaha yang dijalani, yakni konsolidasi pemasaran, pengolahan komoditas, logistik dan distribusi, fintech dan solusi penanaman.

Kelima bidang tersebut dipilih karena adanya permasalahan harga komoditas hasil pertanian yang terlampau rendah, mahalnya beban transportasi, kurangnya jangkauan lembaga keuangan untuk petani, hingga permasalahan sustainable supply.

CEO Inacom Mochammad Nasrulyani menceritakan, pihaknya ingin membantu petani dari hulu ke hilir, mulai dari proses penanaman, membantu akses ke pasar (lokal dan luar negeri), hingga pendampingan standardisasi mutu.

“Besar keinginan Inacom untuk membantu petani naik kelas, sehingga dapat terhubung dengan para buyer di luar negeri. [Kami membantu] mulai dari pengiriman, standardisasi mutu, serta perizinan ekspornya. Inacom juga akan masuk ke sisi fintech,” terang Nasrul.

Pendanaan yang baru diterima menandai awal perjalanan panjang mereka di industri agrotech. Selain berusaha menghadirkan aplikasi untuk mendukung industri pertanian, tim Inacom juga aktif turun ke lapangan — baik untuk mendampingi petani atau membuka pasar penjualan.

Meski baru 6 bulan mulai beroperasi, Inacom mengklaim telah berhasil menggandeng tak kurang dari 700 petani besar. Dari situ pihaknya telah membantu mengekspor lebih dari 50 kontainer produk kelapa dan turunannya ke 7 negara dengan jumlah mencapai 1600 ton.

“Kami memerlukan tambahan gudang baru mengingat sudah terjalin kontrak kerja sama dengan buyer dari Thailand dan China dengan permintaan 15 kontainer per minggu,” imbuh Nasrul.

Startup Pertanian Inacom
Tampilan aplikasi Inacom yang diperuntukkan khusus untuk mitra

Di versi awal aplikasinya, Inacom membubuhkan fitur layanan penjualan, informasi komoditas, informasi harga pasar, hingga informasi ketersediaan stok. Ke depan aplikasi ini juga akan dikembangkan dengan menambahkan layanan fintech di dalamnya.

Sejauh ini ada tiga tipe pengguna di ekosistem Inacom selain petani, yakni pembeli, supplier dan marketer. Ketiganya menjadi bagian penting dalam model bisnis yang diusung Inacom.

Saat ini Inacom baru beroperasi di Lampung. Mereka tengah berencana untuk melebarkan sayap ke beberapa daerah yang memiliki pelabuhan internasional, sehingga memudahkan proses ekspor.

“Target realistis untuk 2-3 tahun ke depan adalah bisa beroperasi di 7 pelabuhan internasional yang merupakan pintu-pintu keluar komoditas agro. Dan dari sisi revenue, kami berharap bisa meningkatkan jumlah hingga 30 kali lipat dari kondisi sekarang dan bila dimungkinkan bisa melakukan IPO,” tutup Nasrul.

Kiat Crowde Mengedukasi Mitra Petani Agar Hasil Lebih Optimal

Industri agrobisnis menjadi salah satu penopang ekonomi negara. Namun para petani seringkali terpinggirkan peranannya, lahannya pun banyak beralih menjadi area industri. Petani di Indonesia rata-rata hanya mampu panen dua kali dalam setahun, hasilnya seringkali tidak cukup untuk menghidupi kehidupan sehari-hari.

Namun kebergantungan negara terhadap pertanian cukup tinggi, sekitar 41% populasi hidup untuk dan dari pertanian. Sementara 60,8% petani Indonesia berusia lebih dari 45 tahun, dibumbui ekosistem penuh korupsi, mulai dari isu lintah darat, kapitalisasi pasar, juga tidak seimbangnya porsi ekspor dan impor. Hal tersebut membuat regenerasi berjalan kurang berimbang.

Untuk mengatasi isu tersebut, Crowde sebagai startup di bidang pertanian turut mencoba memperbaiki kondisi yang ada dengan serangkaian kegiatan, di samping menyalurkan bantuan melalui platform p2p lending besutannya. Dalam #SelasaStartup edisi kali ini, Head of Operation Crowde Andrew Tobing banyak bercerita tentang hal tersebut.

(1) Mengadakan pembinaan langsung

Sebelum langsung dikenalkan dengan metodologi yang sesuai, tim Crowde mengunjungi petani dan membentuk kelompok. Dari situ ada program pembinaan dasar terkait pertanian. Tujuannya untuk mengukur seberapa jauh pengetahuan mereka dan bagaimana perlakuannya terhadap tanaman yang mereka tanam.

Dari hasil interaksi tim Crowde disimpulkan bahwa petani rata-rata cukup peduli dan tahu apa yang jadi kendala selama ini. Namun hanya saja mereka kurang tahu bagaimana penanganan yang tepat untuk langkah preventif. Ambil contoh, bagaimana mencegah salah satu varietas cabe agar tidak diserang serangga. Ternyata caranya cukup sederhana, petani cukup menaruh lampu dekat tanaman untuk mengalihkan perhatian serangga ke arah lampu.

“Ternyata cara itu banyak dari mereka yang tidak tahu. Langkah pertama adalah kami ingin mereka aware dan mau coba beri edukasi tanpa harus menggurui. Intinya kami mau bangkitkan awareness apa yang mereka lakukan selama ini, ada cara teknis yang lebih baik,” kata Andrew.

(2) Pengetahuan tentang manajemen

Berikutnya tim Crowde mengedukasi petani untuk manajamen keuangannya, mengelola administrasi, hingga teknis merawat tanaman buat mencegah potensi terkena hama. Seluruh pengetahuan tersebut harus ditempuh oleh petani agar dapat bekerja lebih terstruktur dan bertanggung jawab untuk seluruh proyek pertanian mereka sendiri.

Seluruh proses ini ujung-ujungnya merupakan bentuk tanggung jawab Crowde terhadap para investor Crowde. Sebab unsur kepercayaan memegang peranan terpenting dalam menjalankan platform p2p lending ini. Investor mengamanahkan dana mereka lewat Crowde untuk dikelola dan memberikan dampak sosial terhadap kehidupan petani.

(3) Tindakan preventif lainnya

Crowde rutin terus melakukan credit scoring pada setiap proyek yang muncul di platform. Pihaknya menempatkan field agent dan project specialist yang bertanggung jawab atas penagihan laporan bulanan ke petani. Berikutnya, agar modal usaha pertanian bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh petani, Crowde menyalurkan permodalan dalam bentuk zero cash.

Disediakan pula strategi off-taker untuk menjamin harga jual panen selalu terjamin. Jadi setelah panen, Crowde menyediakan kanal distribusi terpercaya untuk memotong rantai lintah darat. Crowde memberikan daftar rekomendasi toko mana saja yang memberikan harga terbaik untuk para petani berdasarkan hasil grading yang sudah ditentukan sebelumnya.

Beberapa supermarket yang menerima hasil panen petani adalah Lotte Mart, Yogya, dan Transmart. Apabila ada hasil panen dengan grading yang kurang bagus, masih bisa dijual juga secara langsung ke pasar.

“Kami mengumpulkan data dari hasil grading, lalu memberikan rekomendasi tempat mana saja yang menerima pembelian berdasarkan grading,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Tanibox Luncurkan GRO Planter, Set Perlengkapan Bertanam dan Aplikasi Pendukung

Startup pertanian Tanibox belum lama ini merilis produk barunya bernama GRO Planter. Jika produk sebelumnya (Tania, Terra, dan Trace) menyasar segmen B2B, aplikasi baru ini diterbitkan untuk pasar B2C.

GRO Planter adalah produk yang terdiri dari set perlengkapan bertanam dan aplikasi untuk mendampingi penggunanya. Fokusnya adalah untuk urban gardening — bertanam di area terbatas/rumah. Ada dua fungsionalitas yang coba dihadirkan dalam aplikasi, dikemas dalam menu “My Garden” dan “Learn”.

Pertama menu “Learn”, di sini berisi berbagai wawasan komprehensif seputar cara-cara berkebun untuk pemula. Konten disajikan dalam dua kategori, berdasarkan varietas tanaman dan teknik berkebun. Tanaman yang diulas meliputi sayuran, buah, hingga herbal.

Sementara itu pada menu My Garden, pengguna dapat mencatat berbagai kegiatan penanaman. Pencatatan aktivitas dimaksudkan agar pemeliharaan tanaman dapat dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar, sehingga menghasilkan kualitas tanaman yang baik.

Untuk menggunakan fitur My Garden pengguna harus terlebih dulu membeli produk planter (bernama GRO) dari Tanibox. GRO sendiri adalah satu set perlengkapan berkebun, fokusnya untuk tanaman hias/dekorasi. Biasanya ditanam di tempat tinggal, kantor, atau ruang lainnya yang membutuhkan nilai estetika dari tanaman.

Planter yang dijual Tanibox dibuat oleh pengrajin lokal, dengan bahan premium ramah lingkungan. Dilengkapi dengan benih, nutrisi dan media tanam hodroponiknya. Pemesanan sudah bisa dilakukan melalui laman resmi GRO Planter.

Setelah mendapatkan planter, pengguna dapat memasukkan data dengan cara menuliskan serial number atau scan barcode ke dalam aplikasi. Selanjutnya informasi tanaman akan ditampilkan, aplikasi akan memberikan ulasan terkait kondisi lingkungan tanam dan aktivitas yang perlu/akan dilakukan.

“Untuk menggunakan fitur My Garden, pengguna harus membeli produk planter kami. Nanti pengguna harus masukan serial number untuk mengaktifkan fitur My Garden. Di situ pengguna bisa mulai mencatat kegiatan penanamannya,” terang CEO & Founder of Tanibox, Asep Bagja Priandana.

Asep menambahkan, “Produk-produk dari GRO itu visinya menjadi dekorasi rumah dan tetap berbasis teknologi. Makanya pot-pot yang dikeluarkan desainnya akan dibuat secantik mungkin agar cocok menjadi hiasan.”

Informasi seperti temperatur dan kualitas penyinaran turut disertakan dalam aplikasi, lengkap dengan pencatatan durasi waktu tanam. Dasbor aplikasi dapat digunakan untuk mengelola banyak tanaman sekaligus.

“GRO adalah sub-brand dari Tanibox untuk masuk ke pasar B2C. Untuk GRO sampai akhir tahun ini kami akan fokus dulu di pasar Indonesia,” tutup Asep.

Application Information Will Show Up Here

TaniGroup Partners with International Finance Corporation for Fintech and E-commerce Idea in Agriculture

TaniGroup (TaniHub & TaniFund) announces a partnership with the International Finance Corporation (IFC) to support Indonesian agriculture. In this partnership, TaniGroup will get technical support to expand e-commerce and fintech services in agriculture. It’s IFC first collaboration with Indonesia’s startup.

TaniGroup and IFC partnership will be formed as the technical assistance (advisory) in 2 years, standard operational procedure (SOP) improvement, distribution chain efficiency, also the development of some tools to identify regional potential and scoring for prospective farmers or SMEs of TaniGroup partners.

Eka Pamitra, Tani Group’s Co-Founder & President, said, “We believe that TaniGroup will grow rapidly with IFC help. Due to their rich experience in advising some giant agribusiness, both domestic and international.”

Team IFC and TaniGroup in a discussion forum in Jakarta / TaniGroup
Team IFC and TaniGroup in a discussion forum in Jakarta / TaniGroup

IFC is an international financial institution, member of World Bank Group which aims to support the developing countries financial through capital and technical in private sectors. Along with TaniGroup, IFC agreed to encourage financial inclusion and increase social impact, including the increase of small farmers income and women involved in agriculture.

“Tanihub allows farmers to increase income by selling the crops without middlemen. This is a model we expected to inspire Indonesia in doing a lot more in the world of fintech,” Philippe Le Houerou, IFC’s CEO said at an occasion in Jakarta.

Pamitra added that IFC will help to implement the globally proven best practices into TaniGroup business process. The expectation rose that TaniGroup can operate better, more efficient, and the most important is to have a huge social impact in public.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

TaniGroup Digandeng International Finance Corporation, Optimalkan Gagasan E-commerce dan Fintech dalam Pertanian

TaniGroup (TaniHub & TaniFund) mengumumkan kerja sama dengan International Finance Corporation (IFC) untuk mendukung pertanian Indonesia. Dengan kerja sama ini, TaniGroup akan mendapatkan bantuan teknis guna memperluas layanan e-commerce dan fintech di bidang agrikultur. Kerja sama ini juga menjadi kolaborasi pertama yang dilakukan IFC dengan startup Indonesia.

Kerja sama TaniGroup dan IFC akan dilakukan dalam bentuk bantuan teknis (advisory) selama 2 tahun, berupa penyempurnaan standar prosedur operasional (SOP), efisiensi rantai distribusi, serta pembuatan beberapa tools untuk mengidentifikasi potensi daerah dan melakukan scoring bagi calon mitra petani maupun UMKM rekanan TaniGroup.

Eka Pamitra, President & Co-founder Tani Group, mengatakan, “Kami yakin layanan TaniGroup akan berkembang pesat dengan bantuan IFC. Sebab mereka sudah memiliki banyak pengalaman memberikan advisory kepada beberapa agribisnis besar, baik yang di dalam negeri maupun luar negeri.”

Tim IFC dan TaniGroup dalam sebuah forum diskusi di Jakarta / TaniGroup
Tim IFC dan TaniGroup dalam sebuah forum diskusi di Jakarta / TaniGroup

IFC merupakan lembaga keuangan internasional anggota World Bank Group yang memiliki tujuan membantu pembiayaan pembangunan negara-negara berkembang, melalui permodalan dan bantuan teknis pada sektor swasta. Bersama TaniGroup, IFC sepakat untuk mendorong inklusi keuangan dan meningkatkan dampak sosial, yaitu peningkatan pendapatan petani gurem serta keterlibatan wanita di bidang pertanian.

“Tanihub memungkinkan petani meningkatkan pendapatannya, dengan menjual hasil pertaniannya tanpa melalui tengkulak. Ini adalah model yang kita harap dapat menginspirasi Indonesia untuk berbuat lebih di dunia fintech,” sambut CEO IFC Philippe Le Houerou dalam sebuah kesempatan di Jakarta.

Eka menambahkan bahwa IFC akan membantu mengimplementasikan best practices yang sudah terbukti secara global ke dalam proses bisnis TaniGroup. Harapannya TaniGroup dapat beroperasi lebih baik, efisien, dan yang paling utama, memiliki dampak sosial yang besar bagi masyarakat.

Tanibox Gabungkan Blockchain dan IoT untuk Merevolusi Sektor Pertanian

Tanibox hadir mengusung konsep smart agriculture yang cukup inovatif. Ia memadukan kapabilitas blockchain dan Internet of Things (IoT) untuk menyajikan sistem pertanian yang lebih efektif. Proyek pengembangan startup ini bermula pada tahun 2012 saat pasangan Asep Bagja Priandana dan Retno Ika Safitri (co-founder) merancang sebuah proyek pribadi berbasis IoT untuk urban farming di apartemen miliknya. “Tanibox” adalah nama proyek yang waktu itu disepakati.

Proyek pribadi tersebut terus berlanjut, hingga akhirnya keduanya berpindah rumah dan memiliki kebun kecil sebagai laboratorium risetnya. Singkat cerita proyek tersebut berevolusi menjadi sebuah produk teknologi, mereka memvalidasinya dengan mengikuti kompetisi Indonesia IoT Challenge (mendapat juara ketiga). Akhir tahun 2016, sistem manajemen pertanian bernama “Tania” diinisiasi.

Mantap dengan inovasinya, awal tahun 2017 Tanibox berdiri sebagai unit bisnis dan merilis Tania ke publik sebagai open source. Kuartal ketiga tahun 2017, Tanibox mendaftarkan diri sebagai unit usaha legal di Estonia. Dengan tim yang semakin komplit, Tanibox kini debut dengan tiga produk: Tania, Terra, dan Trace. Tahun 2018, selain merilis pembaruan Tania, ada terobosan berupa kampanye pra-ICO (Initial Coin Offering) untuk TaniCoin, titik awal adopsi blockchain Tanibox.

Tampilan dasbor aplikasi Tania / Tanibox
Tampilan dasbor aplikasi Tania / Tanibox

Sebuah perjalanan startup yang cukup menarik untuk didalami. DailySocial menghubungi CEO Tanibox Asep Bagja untuk menanyakan beberapa detail dalam proses inovasi dan pendirian. Kami mengawali perbincangan dengan pembahasan dua unit legal bisnis yang saat ini dimiliki Tanibox, di Indonesia dan Estonia. Asep menjelaskan ada alasan khusus dan urgensi terkait hal tersebut.

“Tanibox memang terdaftar di dua negara. Yang di Estonia untuk menyasar pasar Uni Eropa dan memudahkan saat butuh merekrut talenta di sana. Saat ini tim di Tanibox beroperasi secara remote dan tersebar di beberapa kota di Indonesia: Denpasar, Solo, Bandung, Bekasi dan Jakarta. Di awal masa pengembangan, kami juga sempat mengontrak orang asing dan bekerja secara remote dari luar negeri: Estonia dan Kanada. Saat ini, kami juga sedang melakukan pengurusan cryptocurrency business license di Estonia, karena di sana legal framework untuk cryptocurrency sudah ada,” jelas Asep.

Konsep blockchain untuk pertanian

Penerapan blockchain untuk penyelesaian masalah pertanian bisa dibilang masih sangat baru. Banyak skenario yang bisa diaplikasikan, salah satunya seperti yang tengah digarap tim Tanibox. Terkait implementasi blockchain Asep menjelaskan bahwa dengan menggunakan blockchain segala transaksi yang terjadi di dalamnya akan sangat transparan dan datanya sulit untuk diakali.

“Misal dengan adanya transparansi di dalam sistem, orang jadi tahu seorang pembeli apakah membeli komoditas dari petani dengan harga pasar yang baik atau tidak (fair trade), atau konsumen jadi bisa tahu cerita perjalanan satu produk komoditas yang dia beli di supermarket sejak mulai dari tangan petani sampai ke supermarket. Jika ada komoditas yang membutuhkan sertifikasi seperti kelapa sawit dengan RSPO-nya (Roundtable on Sustainable Palm Oil), akan semakin memudahkan pihak pemberi sertifikasi apakah perkebunan tersebut benar-benar sudah memenuhi syarat atau tidak,” terang Asep.

Cukup meyakinkan, namun pertanyaannya akan selalu kembali pada kondisi sektor agro yang ada di Indonesia, salah satunya persoalan SDM pertanian. Di Tanibox strateginya ialah pada penerapan model bisnis, konsumen utamanya adalah B2B. Misal koperasi yang menaungi banyak petani, koperasi inilah yang akan menjadi konsumen Tanibox, dan mereka yang akan mengajarkan petani-petaninya.

Asep turut mengoreksi anggapan kondisi SDM pertanian yang ada saat ini, lambat laun mereka juga melek teknologi. Senada dengan kondisi yang ia lihat langsung di lapangan dalam berbagai kesempatan. Sehingga pengguna produk Tanibox terbuka lebih luas, misalnya untuk pemilik perkebunan besar atau pengusaha hidroponik.

Varian produk Tanibox

Visi besar yang digenggam erat ialah “To bring the simplest farming experience and to democratize access to modern AgTech”. Perwujudannya dengan tiga teknologi yang saat ini menjadi pilar Tanibox. Pertama Tania, yakni sebuah aplikasi manajemen pertanian yang didesain untuk memudahkan petani mengelola pekerjaan, sumber daya, meningkatkan pengetahuan dan mengoperasikan aktivitas perangkat secara otomatis.

Keyakinan pengembang bahwa pertanian modern harus berorientasi pada bisnis. Lebih dari sekadar memproduksi tanaman, petani perlu memikirkan tentang profit, produktivitas, kualitas dan keberlanjutan. Selain menjadi petani yang baik, mereka perlu menjadi manajer pertanian dan pemilik bisnis yang andal. Tania diharapkan membantu petani mencapai hal tersebut. Tania dipublikasikan sebagai open source, di bawah lisensi Apache 2.0.

“Para pendiri dan tim di Tanibox, memang sudah senang berkecimpung di dunia open source. Dengan menempatkan Tania sebagai open source masyarakat dapat dengan bebas mencoba dan memodifikasi, tentu saja dukungan yang kami berikan bersifat komunitas. Artinya tidak ada dukungan yang bersifat eksklusif seperti melakukan kustomisasi atau mengajarkan cara pakai ke masing-masing pengguna. Jika ada pengguna yang ingin melakukan kustomisasi dan membutuhkan dukungan yang eksklusif, maka mereka harus membayar. Ini model bisnis yang lumrah di dunia open source. Dengan melepas Tania menjadi open source, kami juga bisa mendapatkan traksi yang lebih cepat,” ungkap Asep.

Produk kedua Terra, yakni sebuah komputer dan sensor mini yang bekerja secara real-time untuk menangkap dan mempelajari kondisi lahan dan lingkungan di sekitarnya. Selain digunakan untuk mengoperasikan alat seperti pancuran penyiram secara jarak jauh, perangkat IoT ini juga diterapkan untuk mengumpulkan dan mengirimkan data. Konsepnya sebenarnya juga mengadopsi dari kebiasaan para petani. Mereka selalu menggunakan informasi tentang cuaca, iklim, dan kondisi alam lainnya untuk mengetahui waktu terbaik bercocok tanam.

Penerapan produk komputer dan sensor Terra pada lahan tanaman / Tanibox
Penerapan produk komputer dan sensor Terra pada lahan tanaman / Tanibox

Didukung algoritma komputasi, sensor memberikan informasi untuk mengontrol berapa banyak air yang dibutuhkan oleh tanaman, mendeteksi kebocoran, mengukur data terkait curah hujan, kelembapan, suhu, tekanan udara hingga tingkat kontaminasi. Implementasi di lahan menggunakan dua alat: Farm Computer dan Sensor. Sedangkan akses data dan kontrol perangkat dapat dilakukan melalui aplikasi mobile (direncanakan rilis ke publik kuartal ketiga tahun ini).

Yang ketiga, Trace, disebut sebagai platform pelacakan. Memberikan informasi produk makanan dan pertanian yang telah diverifikasi, mulai dari produsen, asal-usul, hingga kepemilikannya. Setiap item produk akan memiliki identitas unik, memungkinkan dilakukan pelacakan jika dibutuhkan oleh konsumen. Platform ini dinilai dapat memungkinkan para mitra mengelola bisnis, produk, dan rantai pasokan mereka lebih mudah transparan.

Tentang TaniCoin

Saat ini Tanibox tengah menjalankan proses ICO, menjual TaniCoin (atau disebut TACO) dengan target total koin sebanyak 1 miliar unit. TACO didefinisikan sebagai “participant-oriented project” yang juga dapat berfungsi sebagai koin utilitas untuk membangun teknologi blockchain. Koin kripto ini dikembangkan dengan algoritma CryptoNight. Ditargetkan proses ICO akan berakhir pada Desember tahun ini. Diharapkan keberhasilan ICO tersebut akan melancarkan roadmap produk dan bisnis yang sudah direncanakan secara jelas.

“TaniCoin sendiri sebenarnya didesain sebagai utility coin, artinya koin tersebut akan digunakan di dalam ekosistem blockchain Tanibox untuk melakukan transaksi, tetapi tidak menutup kemungkinan pemilik TaniCoin akan melakukan jual beli (trading) dengan cryptocurrency lain selepas ICO. Karena kami akan mendaftarkan TaniCoin di cryptocurrency exchange yang bersifat publik,” ujar Asep menjelaskan.

Proses ekonomi yang akan terjadi dalam blockchain Tanibox / Tanibox
Proses ekonomi yang akan terjadi dalam blockchain Tanibox / Tanibox

Pada akhirnya tim Tanibox meyakini bahwa sektor agrikultur adalah sektor yang jarang tersentuh oleh perkembangan teknologi informasi, oleh karena itu dengan semakin banyak orang-orang di industri teknologi informasi yang mau berkecimpung diharapkan makin memajukan sektor agrikultur.

“Jumlah populasi manusia semakin bertambah, tidak mungkin petani dapat menghasilkan makanan untuk manusia jika masih menggunakan cara-cara yang sama seperti pada saat populasi manusia masih sedikit,” tutup Asep.