Google Sempat Berkeinginan untuk Akuisisi Epic Games

Perseturuan antara Epic Games melawan Apple dan Google tentunya menjadi salah satu kasus paling gempar di industri video game. Karena memang keduanya mempertaruhkan jumlah uang yang sangat besar bila menang nantinya.

Bila Epic menang, Apple dan juga Google tentu harus mematuhi tuntutan untuk menurunkan persentase potongan toko online mereka yang akan mempengaruhi perputaran uang dalam skala masif. Begitu juga sebaliknya karena Epic Games telah mengeluarkan dana yang tidak sedikit ke dalam gugatan ini.

Namun dari dokumen terbaru yang diungkap dalam kasus ini menunjukkan bahwa sebelumnya Google sempat berkeinginan untuk membeli sebagian atau bahkan seluruh perusahaan Epic Games. Keinginan tersebut tentu untuk mengeliminasi Epic Games yang memang berpotensi menjadi ancaman bagi Google.

CEO Epic, Tim Sweeney bahkan mengekspresikan rasa terkejutnya terhadap dokumen yang baru dibuka tersebut. Dirinya bahkan membuat cuitan di akun Twitter-nya yang menunjukkan bahwa mereka tidak mengetahui rencana tersebut sebelum pihak pengadilan membeberkannya.

Dikutip dari dokumen tersebut, dituliskan bahwa Google telah melangkah jauh bahkan hingga mau membagi keuntungan monopolinya degan mitra bisnisnya untuk mengamankan kesepakatan menghindari hukuman dari undang-undang persaingan usaha.

Google juga disebut telah memiliki beberapa projek internal untuk mengatasi upaya Epic dan pihak lainnya yang berusaha untuk memberikan konsumen dan para pengembang tempat alternatif yang kompetitif — yang berbuntut pada pertimbangan untuk membeli Epic Games.

Fortnite
Image credit: Epic Games

Dokumen tersebut juga mengklaim bahwa seorang Manajer Senior Google Play telah membuat beberapa tawaran kepada Epic dengan membuat “kesepakatan khusus” untuk Fortnite. Namun pihak Epic menolah tawaran Google tersebut yang kemudian membuat Epic mengarahkan para pemain Fortnite mengunduh lewat website mereka dan persetujuan distribusi eksklusif dengan Samsung.

Keputusan berani Epic tersebut membuat Google cukup panas karena Google kemudian mengeluarkan pernyataan bahwa praktek ‘direct download‘ yang dilakukan oleh Epic sebenarnya buruk dan merupakan pengalaman yang mengerikan. Google juga mulai membagikan berbagai statistik mengenai aplikasi-aplikasi palsu yang tertangkap oleh Google karena diunduh di luar Google Play Store.

Kasus antara Epic Games melawan Apple dan Google ini memang sudah berlangsung hampir satu tahun dan telah membeberkan banyak rahasia yang ada di dalam industri video games. Status kasusnya sendiri kini tengah menunggu hasil dari pengadilan.

IDC: Pasar Smartphone Global Naik 13,2% di Q2, Samsung Memimpin & Xiaomi Tumbuh Signifikan

Pada kuartal kedua 2021, pasar smartphone global tumbuh 13,2% dari tahun ke tahun. Menurut laporan lembaga riset IDC, pada periode bulan April sampai Juni tersebut, vendor smartphone mengirimkan sekitar 313,2 juta unit.

Samsung memimpin dengan volume pengiriman 59 juta unit dan menguasai pangsa pasar 18,8%. Xiaomi menempel cukup ketat di posisi kedua dengan pengiriman 53,1 juta unit dan pangsa pasar 16,9%. Namun yang mengesankan adalah pertumbuhan tahunan Xiaomi yang melejit 86,6%.

Company 2Q21 Shipment Volumes 2Q21 Market Share 2Q20 Shipment Volumes 2Q20 Market Share Year-Over-Year Change
1. Samsung 59.0 18.8% 54.0 19.5% 9.3%
2. Xiaomi 53.1 16.9% 28.5 10.3% 86.6%
3. Apple 44.2 14.1% 37.6 13.6% 17.8%
4. OPPO 32.8 10.5% 24.0 8.7% 37.0%
5. vivo 31.6 10.1% 23.7 8.6% 33.7%
Others 92.4 29.5% 109.0 39.4% -15.2%
Total 313.2 100.0% 276.6 100.0% 13.2%
Source: IDC Quarterly Mobile Phone Tracker, July 28, 2021

Apple berada di posisi ketiga, dengan volume pengiriman 44,2% dan menguasai pangsa pasar 14,1%. OPPO keempat dengan 32,8 juta unit dan 10,5%, serta vivo 31,6 juta unit dan 10,1%. Sisa pasar gabungan vendor smartphone di bawah top lima menyumbang 92,4 juta unit dan memperebutkan pangsa pasar 29,5%.

Hal yang tidak biasa pada kuartal tersebut ialah pasar China tidak mengalami pertumbuhan. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain tidak adanya peluncuran smartphone flagship baru dan permintaan yang berkelanjutan untuk smartphone Huawei.

IDC menjelaskan bahwa pasar smartphone bisa dibilang cukup beruntung, karena tidak mengalami kendala pasokan yang parah seperti yang terjadi di industri PC, display, dan otomotif. Meski pandemi masih jauh dari kata usai, namun konsumen di seluruh dunia terus menunjukkan kebutuhan akan mobile device.

Selain itu, meski perangkat 5G sedang meningkatkan, terutama karena munculnya smartphone 5G dengan harga yang terjangkau, namun masih belum menjadi urgensi bagi konsumen membeli smartphone 5G. Ke depan IDC memprediksi peningkatan yang lebih besar dalam pengiriman untuk smartphone dari vendor China yang pada akhirnya dapat memotong dominasi Samsung dan Apple.

Sumber: GSMArena

Elon Musk Ikut Kritik Kasus Apple Store, Tunjukkan Dukungan ke Epic Games

Perseteruan antara Epic Games melawan Apple memang telah berjalan beberapa saat. Meskipun masih belum ada hasil final dalam persidangan ini namun ternyata topik ini masih kerap diperbincangkan oleh banyak orang di dunia maya.

Salah satunya adalah bos dari Tesla dan SpaceX, Elon Musk yang akhirnya mengutarakan sudut pandangnya atas perseteruan Epic dan Apple ini. Lewat cuitan singkatnya Elon menunjukkan ketidaksetujuannya atas apa yang Apple Store lakukan dan mengatakan bahwa apa yang dilakukan Epic Games benar.

Elon menyebut Apple App Store sebagai bukti dari keberadaan pajak global di internet. Hal ini merujuk kepada biaya yang harus diberikan oleh para pengembang game, seperti Epic Games kepada Apple selama game battle-royale mereka, Fortnite, berada di dalam Apple Store.

Pengusaha yang juga berkecimpung di dunia crypto ini menjelaskan bahwa dirinya sebenarnya menyukai produk Apple dan menggunakannya. Namun dirinya memang merasa bahwa pajak sebesar 30% tanpa ada benefit apapun tidak masuk akal.

Tidak hanya berhenti di situ, keesokan harinya Elon juga melanjutkan cuitannya membahas Android dengan Google Play Store-nya. Uniknya, Epic sebelumnya telah membuat gugatan serupa dengan Apple kepada Google.

Dirinya menjelaskan bahwa harusnya keberadaan Android dapat memberikan tekanan kompetitif yang membuat Apple menurunkan biaya yang dibebankan. Namun Android malah melakukan praktek yang sama yang membuat keduanya memonopoli pasar aplikasi mobile bersama-sama.

Beberapa pengikut Elon Musk bahkan menyarankan agar Elon membuat ‘app store’ sendiri dan bahkan Tesla Phone yang nantinya akan memiliki peraturan dan regulasinya sendiri yang berbeda dari Apple dan Google.

Salah seorang fans bahkan punya ide yang lebih gila dengan mengatakan bahwa cara terbaik untuk melampaui Apple dan Google adalah menciptakan infrastruktur mobile terbuka yang mengintegrasikan mata uang crypto dalam tingkatan sistem operasinya.

Hal tersebut memang bukan tidak mungkin dilakukan oleh sang bilionaire eksentrik satu ini. Elon Musk sering mencoba berbagai hal baru untuk memperluas bisnisnya, termasuk yang terakhir adalah masuk ke dalam dunia cryptocurrency. Mungkin saja Tesla Phone akan menjadi nyata di masa depan.

Steve Jobs Percaya Membangun Teknologi Membutuhkan Talenta Terbaik

Salah satu fondasi kesuksesan perusahaan teknologi Apple adalah kepercayaan merekrut talenta yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Berdasarkan data yang dikompilasi  Statista, jumlah pegawai Apple secara global hingga tahun 2020 ada sekitar 147 ribu pegawai.

Kepercayaan Steve Jobs, Co-Founder Apple, terhadap manusia untuk menciptakan teknologi terbaik telah melahirkan produk unggulan yang long lasting. Produk hardware unggulan Apple antara lain adalah iPhone, iPad, iMac, Mac Pro, AirPods, Apple Watch, Apple TV HD hingga Home Pod Mini.

“It’s not a faith in technology. It’s faith in people.”
Steve Jobs. Co-Founder Apple

Dalam perjalanan kariernya, Jobs telah mengalami pasang surut Apple. Bersama Steve Wozniak, ia membangun perusahaan sejak tahun 1970-an dengan impian untuk memberikan kemudahan akses teknologi melalui komputer. Tentu tidak semuanya berlangsung mulus.

Jobs pernah diturunkan dan dari posisi CEO dan akhirnya keluar dari perusahaan yang didirikannya itu pada tahun 1985. Sempet membangun NeXT dan terlibat dengan Pixar, Apple kembali melirik Jobs untuk menahkodai perusahaan.

Di medio 1990-an, Apple mengalami kerugian yang besar. Pada tahun 1997, Jobs kembali ke perusahaan. Apple kembali inovatif dan menjadi yang terdepan di segmen teknologi.

Sepeninggal Jobs di tahun 2011, Apple, dengan talenta-talenta terbaik yang dimilikinya terus melaju. Apple menjadi perusahaan pertama yang menembus batas kapitalisasi pasar $1 triliun dan $2 triliun untuk perusahaan terbuka di dunia.

Steve Jobs, Ed Catmull dan John Lasseter dari PIXAR / Depositphotos

Kantar: Apple dan Google Menjadi Brand Paling Berharga Kedua dan Ketiga Secara Global

Kantar telah menerbitkan laporan peringkat brand yang paling berharga secara global, bertajuk ‘BrandZ Most Valuable Global Brands 2021‘ dengan total nilai mencapai US$7,1 triliun. Brand AS menyumbang 56 dari 100 top brand, dengan Amazon dan Apple memimpin yang masing-masing bernilai lebih dari setengah triliun US$.

Posisi pertama ditempati oleh Amazon sebagai brand paling berharga di dunia dengan nilai US$684 miliar, naik US$268 miliar atau tumbuh sebesar +64% dibandingkan tahun lalu. Apple yang memegang posisi kedua dengan nilai US$612 (+74%), diikuti oleh Google dengan nilai US$458 miliar (+42%).

Rank ​2021​ ​Brand​ Brand Value 2021 ($Mil.) ​ % Change 2021​
vs 2020​
1​ Amazon​ $ 683,852 ​ 64%​
2​ Apple​ $ 611,997 ​ 74%​
3​ Google​ $ 457,998 ​ 42%​
4​ Microsoft​ $ 410,271 ​ 26%​
5​ Tencent​ $ 240,931 ​ 60%​
6​ Facebook​ $ 226,744 ​ 54%​
7​ Alibaba​ $ 196,912 ​ 29%​
8​ Visa​ $ 191,285 ​ 2%​
9​ McDonald’s​ $ 154,921 ​ 20%​
10​ MasterCard​ $ 112,876 ​ 4%​

Brand teknologi lain seperti Samsung berada di urutan ke 42, Huawei di urutan ke 50, dan Xiaomi di urutan ke 70. Hal yang menarik terjadi pada Xiaomi, karena naik 11 tingkat dibandingkan tahun lalu.

Namun brand dengan pertumbuhan tercepat tahun ini diraih oleh Tesla yang melonjak naik +275% dari tahun lalu dengan nilai US$ 42,6 miliar. Diikuti oleh TikTok yang tumbuh +158% dengan nilai US$43 miliar. Kedua perusahaan ini masing-masing berada di peringkat ke 47 dan ke 45 dalam daftar.

Beberapa tambahan menarik dalam daftar top 100 adalah Nvidia yang bertengger di peringkat ke 12, Qualcomm di 37, AMD di 57, Snapchat di 82, dan Spotify di 99. Tentu saja, ada Zoom di posisi ke 52, popularitas platform panggilan video grup ini meledak selama setahun terakhir akibat pandemi Covid-19.

Bisnis berlangganan juga semakin populer selama pandemi. Ada Xbox yang naik 55%, Disney naik 13%, Netflix naik +55% dan Spotify yang masuk ke top 100 untuk pertama kalinya. Di bawah ini infografis BrandZ yang menunjukkan top 100 brand paling berharga di dunia.

Sumber: GSMArena, Businesswire

Samsung dan Vivo Adalah Vendor Smartphone 5G dengan Pertumbuhan Paling Pesat di Q1 2021

Berdasarkan riset terbaru yang dipublikasikan oleh Strategy Analytics (SA), total pengapalan smartphone secara global mencapai angka 136 juta unit pada kuartal pertama tahun 2021 kemarin (Q1 2021). Jumlah ini naik sekitar 6% jika dibandingkan dengan angka pengapalan di kuartal sebelumnya (Q4 2020).

Dari lima pabrikan, Samsung dan Vivo keluar sebagai dua vendor smartphone 5G dengan pertumbuhan tercepat di seluruh dunia. Samsung, dengan lineup keluarga Galaxy S21 5G yang diperkenalkan pada Q1 2021, berhasil mengapalkan 17 juta unit smartphone 5G, naik sekitar 79% dibanding kuartal sebelumnya.

Menyusul di belakang Samsung adalah Vivo dengan angka pertumbuhan per kuartal sebesar 62%. Menurut SA, Vivo berhasil mengapalkan 19,4 juta smartphone 5G di Q1 2021, sebagian besar adalah iQOO U3 5G dan U7 5G. Kalau dua ponsel tersebut kedengaran asing, itu karena Vivo memang tidak menjualnya di Indonesia, dan sejauh ini pasar 5G terkuat mereka terpusat di dataran Tiongkok serta Eropa.

Selanjutnya, ada OPPO dan Xiaomi yang masing-masing mencatatkan pertumbuhan sebesar 55% dan 41% dibanding kuartal sebelumnya. Satu-satunya yang mengalami penurunan adalah Apple, turun sekitar 23% dari 52,2 juta unit di Q4 2020 menjadi 40,4 juta unit di Q1 2021. Namun ini tidak terlalu mengagetkan mengingat iPhone 12 dirilis di Q4 2020, dan ponsel 5G pertama Apple itu memang merupakan salah satu opsi paling populer yang dijadikan hadiah selama musim liburan di berbagai negara.

Satu catatan menarik yang SA tambahkan adalah bagaimana pertumbuhan pesat Samsung tidak diimbangi dengan popularitasnya di Tiongkok. Menurut SA, tingkat kehadiran Samsung sangatlah kecil di Tiongkok, yang notabene merupakan pasar 5G terbesar, dan ini yang pada akhirnya menghambat laju pertumbuhannya lebih jauh lagi. Sebaliknya, vendor asal Tiongkok seperti Vivo, OPPO, maupun Xiaomi nyaris tidak punya andil di pasar Amerika Serikat, dan ini menurut SA berdampak terhadap besaran laba yang bisa dihasilkan.

SA melihat bahwa permintaan atas smartphone 5G terus bertambah kuat, terutama di Tiongkok, Amerika Serikat, dan negara-negara di Eropa Barat. Diprediksi bahwa total pengapalan smartphone 5G secara global selama tahun 2021 bakal mencapai angka 624 juta unit, naik drastis dari 269 juta unit di sepanjang tahun 2020.

Sumber: Strategy Analytics.

Shazam Kini Dipakai untuk Mengenali Lagu Sebanyak 1 Miliar Kali Setiap Bulannya

Pada ajang WWDC 2021 belum lama ini, Apple mengumumkan bahwa mereka akan membuka akses teknologi audio recognition milik Shazam kepada kalangan developer. Langkah tersebut diwujudkan lewat ShazamKit, sebuah framework yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan aplikasi dengan kemampuan mengidentifikasi musik dari database Shazam maupun dari katalog yang disediakan oleh masing-masing developer.

Lebih menarik lagi, framework tersebut bahkan juga bakal tersedia untuk para pengembang aplikasi Android. Apa yang mendasari keputusan murah hati Apple tersebut? Salah satunya mungkin adalah popularitas Shazam itu sendiri. Baru-baru ini, Apple menyingkap bahwa Shazam telah melampaui satu miliar penggunaan setiap bulannya.

Tentunya ini merupakan sebuah pencapaian membanggakan bagi Shazam, yang mengawali kiprahnya di tahun 2002 sebagai layanan berbasis SMS, kemudian menjalani debut sebagai salah satu aplikasi iPhone pertama di App Store, dan akhirnya diakuisisi oleh Apple di tahun 2018 dengan nilai transaksi sebesar $400 juta. Sejauh ini, Shazam disebut memiliki sekitar 200 juta pengguna bulanan.

Semenjak pertama eksis, Shazam sudah dipakai untuk mengidentifikasi 51 juta lagu sebanyak 50 miliar kali. Lagu pertama yang berhasil diidentifikasi oleh Shazam adalah “Jeepster” gubahan band glam rock T-Rex, yang informasinya Shazam kirim melalui pesan SMS kepada pengguna.

Pada momen ke-50 miliarnya, lagu yang berhasil Shazam kenali adalah lagu pop Mandarin “框不住的愛 (不插電版)” yang dinyanyikan oleh Evangeline Wong. Untuk lagu yang paling sering diidentifikasi, titel tersebut terus dipertahankan oleh “Dance Monkey” gubahan Tones And I, yang sejauh ini sudah diidentifikasi sebanyak 36,6 juta kali oleh Shazam.

Tidak bisa dipungkiri, nama Shazam sudah sangat identik dengan aplikasi pengenal lagu, terutama di kalangan pengguna perangkat iOS mengingat Shazam terintegrasi langsung pada perangkat dan bisa diakses melalui Control Center maupun via bantuan Siri.

Hingga detik ini, aplikasi Shazam juga masih tersedia di App Store maupun Google Play Store. Ini jelas berbeda dari aplikasi populer lain yang Apple akuisisi, seperti misalnya Dark Sky, yang bakal di-discontinue sepenuhnya tahun depan berhubung fitur-fiturnya telah diintegrasikan ke aplikasi Weather bawaan iOS.

Sumber: Engadget dan MacRumors.

Contuerpoint: Pangsa Pasar Apple iPad Terus Tumbuh di Q1 2021 & Diikuti Samsung

Your next computer is not a computer, begitulah Apple mendeskripsikan iPad pada video iklan terbarunya di YouTube. Ya, seperti yang kita ketahui iPad semakin powerful dengan chip M1 yang menghadirkan lompatan performa yang benar-benar signifikan.

Saat dipadukan dengan aksesori Magic Keyboard dan Apple Pencil, saya setuju dengan Apple dan sangat tertarik bekerja dengan iPad selayaknya komputer tetapi bagi saya jelas bukan komputer utama atau satu-satunya. Apple jelas menahan diri dalam mengembangkan iPadOS dan masih mempertahankan keterbatasan iPad untuk melindungi MacOS atau sistem operasi komputer yang sebenarnya dari Apple. Lalu, bagaimana pangsa pasar iPad saat ini?

Menurut laporan terbaru dari Counterpoint memperlihatkan bahwa pangsa pasar tablet secara global iPad telah tumbuh sebesar 53% dari tahun ke tahun di Q1 2021 dengan total pangsa pasar 37%. Pada kuartal yang sama tahun sebelumnya iPad menguasai 30% dari pangsa pasar.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa Apple dan Samsung sama-sama diuntungkan pada tahun 2020 dari penurunan persaingan pasar tablet. Keduanya secara agresif merilis dan mempromosikan model-model baru, sementara produsen lain tidak lagi merilis tablet baru. Tablet Samsung yakni Galaxy Tab S7 dan S7+ juga menjadi lawan tangguh bagi iPad Pro.

Apple menjual 33% lebih banyak unit iPad di seluruh dunia pada tahun 2020 dibandingkan tahun 2019 dan terus memimpin pasar, memperluas pangsanya menjadi 37% pada Q1 2021. Apple tumbuh di semua wilayah utama, terutama di Jepang, di mana penjualannya terus mencapai titik tertinggi sepanjang masa.

Bagan di atas menunjukkan bahwa pangsa pasar Samsung, Lenovo, dan Samsung semuanya tumbuh dari Q1 2020. Pangsa Huawei turun dari 11% di Q1 2020 menjadi hanya 5% di Q1 2021. Merek lainnya pangsa pasar gabungan turun 10%.

Meskipun model dasar iPad merupakan sebagian besar penjualan tablet Apple, Analis Senior Counterpoint Liz Lee menjelaskan bahwa semua model di seluruh jajaran iPad berkinerja baik. Model dasar iPad terdiri 56% dari seluruh penjualan iPad di Q1 2021, sementara iPad Air 4 dan model Pro masing-masing terdiri dari 19% dan 18%. Hasilnya iPad 8 menjadi model terlaris sedangkan iPad Air 4 peringkat kedua.

Sumber: GSMArena

Apple Kecolongan, App Store Sempat Disinggahi Aplikasi Streaming Film Bajakan

Sejak pertama diluncurkan, Apple App Store dikenal sangat ketat dalam hal pemilihan aplikasi bikinan developer. Sederet kebijakan Apple terapkan sampai-sampai terkesan seperti ingin memonopoli pasar, dan inilah yang pada akhirnya menjadi salah satu topik bahasan utama dalam perseteruan legal antara Apple dan Epic Games. Namun seketat apapun benteng pertahanan App Store, sesekali mereka rupanya juga bisa kecolongan.

Berdasarkan laporan 9to5Mac, belum lama ini ada sebuah aplikasi streaming film bajakan yang berhasil menyusup ke App Store. Nama aplikasinya Zoshy+, dan ia sempat bertahan selama sekitar tiga minggu di dalam App Store. Namun saat artikel ini diterbitkan, Apple sudah menghapusnya dari App Store.

Yang menjadi pertanyaan tentu adalah bagaimana aplikasi tersebut bisa lolos dari tinjauan tim App Store. Usut punya usut, Zoshy+ menyamar sebagai aplikasi permainan Sudoku gratisan. Deretan screenshot-nya di App Store menunjukkan tampilan permainan Sudoku standar tanpa ada sesuatu yang mencurigakan, dan aplikasinya pun tercantum dalam kategori Puzzle di App Store.

Screenshot aplikasi Zoshy+ di App Store, sekaligus tampilannya saat awal dibuka / SlashGear

Saat aplikasinya dibuka, pengguna juga akan dihadapkan dengan permainan Sudoku seperti pada umumnya. Namun setelah beberapa detik, akibat semacam trik yang diaktifkan dari sisi server oleh sang developer, tampilan aplikasinya berubah drastis menjadi seperti aplikasi streaming film, lengkap dengan katalog film dan serial TV bajakan, termasuk halnya beberapa konten orisinal dari layanan Apple TV+.

Kalau bukan karena artikel yang dipublikasikan 9to5Mac, kemungkinan Zoshy+ masih akan tetap eksis di App Store hingga sekarang. Pasalnya, ulasan pengguna yang tercantum di App Store atas aplikasi tersebut pun tidak mempan dan tidak terdeteksi oleh radar Apple. Pada tanggal 4 Juni misalnya, sempat ada ulasan pengguna yang membahas ‘fitur tersembunyi’ sang aplikasi secara terang-terangan.

Di ulasan lainnya, pengguna mengaku mengetahui soal aplikasi ini melalui sebuah video TikTok yang sejauh ini telah mendulang sebanyak 2,6 juta view. Sejauh ini memang tidak bukti kalau Zoshy+ sempat melakukan hal yang membahayakan pengguna secara langsung, seperti misalnya menginjeksi malware, tapi tetap saja ia berhasil membuktikan kalau kebijakan ketat yang Apple terapkan demi menjaga keamanan dan kualitas konten di App Store itu tidak sepenuhnya benar.

Via: SlashGear.

Beats Studio Buds Dirilis, Unggulkan ANC dan Kompatibilitas Penuh dengan Perangkat Android

Kalau rumor yang beredar akurat, Apple semestinya bakal merilis AirPods baru tahun ini. Namun sebelum itu terjadi, kita rupanya disuguhi alternatif dari Beats terlebih dulu. Anak perusahaan Apple itu baru saja merilis TWS anyar bernama Beats Studio Buds.

Desainnya sudah pasti sangat berbeda dari AirPods, dan penampilannya juga tidak se-sporty Powerbeats Pro yang dilengkapi pengait telinga. Wujud Beats Studio Buds secara keseluruhan terkesan sangat mungil, dengan bobot tidak lebih dari 5,1 gram per earpiece. Perangkat diklaim tahan air dengan sertifikasi IPX4.

Di dalamnya tertanam driver berdiameter 8,2 mm dengan dual-element diaphragm. Dipadukan dengan desain akustik yang melibatkan sepasang bilik terpisah, Beats mengklaim separasi suara stereo yang sangat baik. Bagi para pelanggan Apple Music, Beats Studio Buds bakal secara otomatis memutar versi Dolby Atmos pada sejumlah lagu.

Beats tidak lupa membekali TWS barunya ini dengan fitur active noise cancellation (ANC) dan mode ambient, yang masing-masing dapat diaktifkan dengan menekan dan menahan tombol “b” pada sisi luar earpiece. Tombol yang sama juga berfungsi untuk navigasi playback, sebab Beats Studio Buds memang tidak dilengkapi kontrol sentuh sama sekali.

Tidak seperti AirPods yang hanya dioptimalkan untuk perangkat iOS, Beats Studio Buds dipastikan bakal tetap optimal meski dipakai bersama perangkat Android berkat dukungan terhadap fitur-fitur seperti Fast Pair maupun Find My Device. Di iOS, ia bakal berfungsi layaknya sebuah AirPods, lengkap dengan dukungan “Hey Siri” untuk memanggil sang asisten virtual, serta integrasi pada jaringan Find My.

Dalam sekali pengecasan, Beats Studio Buds mampu beroperasi selama 8 jam nonstop tanpa ANC, sedangkan charging case-nya siap mengisi ulang sampai dua kali berturut-turut, memberikan total waktu pemakaian selama 24 jam. Kalau ANC-nya dinyalakan, daya tahan baterainya turun menjadi 5 jam per charge, dan 15 jam untuk charging case-nya.

Beats Studio Buds turut mendukung fitur fast charging; pengisian selama 5 menit mampu memberikan daya yang cukup untuk 1 jam pemakaian. Satu fitur yang absen adalah dukungan wireless charging, yang berarti charging case-nya cuma bisa diisi ulang menggunakan kabel. Untungnya, jenis colokan yang digunakan adalah USB-C, bukan Lightning.

Di Amerika Serikat, Beats Studio Buds akan segera dijual dengan harga $150 dalam tiga pilihan warna: hitam, putih, merah. Seperti biasa, paket penjualannya mencakup tiga pasang eartip silikon dalam ukuran yang berbeda-beda.

Sumber: Business Wire.