Bizhare Selenggarakan Konferensi, Edukasi Masyarakat tentang “Equity Crowdfunding”

Pengembang platform equity crowdfunding untuk bisnis franchise Bizhare baru-baru ini sukses menyelenggarakan acara bertajuk “Bizhare Investment Conference 2019” di Rombak Event Space, Menara by Kibar Jakarta. Acara ini dihadiri ratusan peserta yang terdiri dari investor bisnis dan masyarakat umum yang ingin mulai berinvestasi melalui mekanisme equity crowdfunding.

Mekanisme equity crowdfunding sederhananya ialah mengajak masyarakat umum untuk berinvestasi membangun sebuah bisnis. Keuntungannya masing-masing orang akan mendapatkan jatah kepemilikan sesuai dengan modal yang disetor. Bizhare sendiri mengembangkan platform untuk mengakomodasi proses transaksi penanaman modal tersebut.

Mengusung tema “Investing Business in Digital Era”, Bizhare menghadirkan pemateri dari berbagai kalangan; mulai dari pebisnis, asosiasi, praktisi investasi, hingga pemilik franchise. Acara ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan seputar strategi pengelolaan keuangan dan bagaimana menjalankan usaha di bisnis franchise yang bisa bersaing dan dapat diterima di masyarakat, serta sebagai ajang networking antara investor dengan franchisor terbaik di Indonesia.

Konferensi dibuka oleh CEO & Co-Founder Bizhare Heinrich Vincent, dalam sambutannya ia mengatakan, “Acara ini kami buat supaya peserta bisa mengetahui langsung tentang seluk beluk bisnis yang akan mereka investasikan, sekaligus bagaimana dengan modal Rp5 juta saja kita semua bisa ikut memiliki bisnis franchise besar bernilai ratusan juta hingga miliaran rupiah, yang tadinya hanya untuk kalangan menengah atas saja.”

Franchisor yang diundang sebagai pembicara sebagian besar telah bekerja sama dengan Bizhare, sehingga siapa saja yang ingin membuka usaha franchise tersebut, namun modalnya masih terbatas, bisa dibantu untuk berinvestasi bersama-sama investor lainnya melalui Bizhare.

Di acara Bizhare Investment Conference kemarin, juga menjadi ajang bagi Bizhare juga memperkenalkan produk-produk terbaru yang akan segera di rilis dalam waktu dekat, untuk memudahkan investor dalam berinvestasi seperti Fastpass, Top up dan Pay with Wallet, serta Secondary Market.

“Diharapan dengan acara ini, lebih banyak masyarakat Indonesia yang mulai paham bagaimana strategi mengelola keuangan dan berinvestasi bisnis yang tepat, sehingga bisa meraih kebebasan finansial mereka,” ujar Vincent.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner Bizhare Investment Conference

Glodoku Hadirkan Platform B2B Commerce untuk Berbagai Produk Industri

Berangkat dari pengalamannya yang cukup lama berkecimpung di dunia purchasing, Anton Asmadi kemudian mendirikan layanan B2B commerce yang diberi nama Glodoku. Mengedepankan model bisnis yang serupa dengan e-commerce pada umumnya, Glodoku mencoba untuk mengakomodir solusi lengkap dan kemudahan dalam pengadaan barang dan alat industri.

Platform yang sudah resmi meluncur sejak Juni 2018 lalu tersebut, kini hadir memberikan layanan lengkap produk kebutuhan industri yang bisa diakses secara online. Bersama dengan Co-Founder Glodoku Ray Husein Asmadi, Anton ingin menghadirkan solusi yang menjembatani kebutuhan pelanggan terkait produk industri.

“Glodoku secara hukum berdiri pada tanggal 4 Juni 2018, melihat tren pasar di mana segala sesuatu serba digital dan permasalahan yang ada di dunia purchasing konvensional salah satunya kesulitan untuk mencari vendor dan proses negosiasi,” kata Anton.

Selain itu Glodoku juga menghadirkan informasi berupa katalog dan berkas CAD serta pencarian tipe dan spesifikasi. Model bisnis Glodoku serupa dengan layanan e-commerce pada umumnya, namun dengan menyesuaikan proses B2B, seperti pembayaran dengan tempo, request for quotation hingga after sales service. Glodoku juga menjamin semua produk yang dijual, 100% asli dan merupakan produk yang relevan dan tentunya dibutuhkan oleh industri.

“Strategi monetisasi yang kami lakukan adalah dengan memperoleh pendapatan dari penjualan barang-barang tersebut,” kata Anton.

Target Glodoku

Saat ini Glodoku mengklaim telah memiliki sekitar 10 perusahaan yang menjadi mitra untuk memasarkan produk. Di antaranya adalah Sumitomo, Toshiba, Miki Pulley, Euro, Inaba Denki dan beberapa brand ternama lainnya. Selain efisien, Glodoku juga memberikan transparansi dalam pengadaan barang-barang industri sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan industri.

“Target Glodoku di tahun 2019 adalah mendapatkan kepercayaan dari 200 perusahaan untuk bergabung menjadi customer, serta 100 mitra penyedia barang dengan total 50 ribu produk. Untuk melancarkan kegiatan promosi, Glodoku juga akan mengikuti kegiatan offline berupa pameran dan bazaar yang berhubungan dengan industri,” kata Anton.

Bizhare Sediakan Platform “Equity Crowdfunding” untuk Bantu Permodalan UKM

Bizhare merupakan platform equity crowdfunding yang memfasilitasi bisnis franchise. Sistem yang dimiliki memungkinkan masyarakat umum terlibat sebagai investor. Bizhare memfasilitasi skema permodalan bagi pengusaha baru atau yang sebelumnya sudah memiliki usaha lalu ingin membuka cabang di lain lokasi.

Menurut pemaparan Founder & CEO Bizhare Heinrich Vincent, saat ini banyak sekali bisnis UKM yang memiliki potensi untuk berkembang pesat, namun pada kenyataannya mereka hanya stagnan di situ-situ saja. Setelah ditelusuri sebagian besar permasalahannya pada permodalan, sehingga mereka tidak bisa meningkatkan skala dan cakupan bisnis.

Kondisi lain yang turut menginspirasi pengembangan Bizhare adalah banyak pelaku UKM di Indonesia yang tidak memiliki akses ke perbankan, dalam kaitannya dengan kredit usaha — mungkin sebagian memang tidak menghendaki. Dari dua hal tersebut Bizhare menilai bahwa equity crowdfunding dapat memberikan jalan tengah.

Equity crowdfunding memungkinkan siapa saja untuk turut memberikan modal bagi sebuah usaha. Implikasinya para penanam modal akan mendapatkan jatah kepemilikan sesuai kesepakatan dengan pendirinya. Di usaha skala besar, praktik seperti ini mungkin sudah umum terjadi, namun di skala UKM memang masih menjadi hal yang tidak terlalu lumrah.

“Bizhare hadir untuk memberikan akses permodalan ke bisnis dengan cara membagikan kepemilikan saham kepada masyarakat untuk mendapatkan dana cash untuk membuka cabang berikutnya. Setelah cabang kedua profit, bisnis bisa melakukan hal yang sama untuk membuka cabang ketiga, dan seterusnya,” ujar Vincent.

Ia juga memaparkan dari 1.700 triliun Rupiah kebutuhan modal di UKM, baru sekitar 700 triliun yang terfasilitasi perbankan. Sisanya masih membutuhkan solusi alternatif sehingga sektor UKM tersebut bisa tumbuh sesuai yang ditargetkan. Model equity crowdfunding dinilai menjadi cara yang paling efisien untuk menghadirkan akses keuangan inklusif bagi pemilik usaha di tingkat UKM. Termasuk jika dibandingkan crowdfunding atau peer-to-peer yang dinilai memberatkan karena harus meyediakan jaminan aset.

Menurut Vincent, equity crowdfunding juga dapat meminimalkan risiko bagi investor maupun UKM, karena mengutamakan pembagian keuntungan sehingga para investor bisa menerima pendapatan pasif. Profit bisa segera diberikan kepada investor layaknya dividen di pasar modal, sesuai dengan porsi kepemilikan saham.

Saat ini Bizhare memiliki dua produk utama, yakni untuk Take-Over dan Grand Openning. Bizhare Take-Over merupakan sistem yang didesain untuk membantu bisnis yang sudah berjalan dan ingin mengembangkan sayapnya. Sementara Bizhare Grand Openning menyediakan sistem untuk memfasilitasi pengusaha baru yang ingin memulai bisnisnya.

Bizshare
Tim pengembang platform Bizhare / Bizhare

Selain Vincent, Bizhare dikembangkan bersama tiga orang lainnya, yakni Gatot Adhi Wibowo (CFO), Giovanni Umboh (CTO), dan Wahyu Sanjaya (CIO). Sebelumnya Bizhare juga menjadi finalis lokal untuk ajang Seedstar Summit yang diadakan pada tahun 2018 lalu, dan sempat memenangkan ajang kompetisi startup yang diadakan oleh Tempo.

Di platform Bizhare saat ini sudah ada beberapa jenis usaha yang dibantu permodalannya, mulai dari usaha kuliner, gerai ritel hingga usaha jasa lainnya. Masyarakat dapat membantu permodalan mulai dari Rp5 juta. Perolehan sahamnya akan bergantung dengan nilai yang ditargetkan dari pendanaan tersebut.

Di lain sisi, regulasi mengenai equity crowdfunding sedang dirampungkan oleh OJK. Namun dari pemaparan yang sudah disampaikan sebelumnya, OJK menginginkan skema ini menjadi lebih sederhana untuk UKM. Karena model ini dinilai sebagai alternatif pendanaan usaha selain IPO melalui BEI.

Airy Kini Layani Pemesanan Tiket untuk Korporasi

Startup OTA Airy merilis layanan terbaru Airy Business, sebuah manajemen online untuk perjalanan dinas bagi pengguna di kalangan perusahaan. Tersedia pilihan 9 ribu rute penerbangan dan lebih dari 20 ribu hotel dan akomodasi Airy di seluruh Indonesia.

Airy Business ini berbasis situs, sehingga bisa dikunjungi tanpa batasan waktu dan tempat. Panel dasbor yang sederhana menyajikan informasi lengkap dan data real time untuk memudahkan pemantauan pembiayaan atas reservasi perjalanan bisnis.

Corporate Communications Airy Stephan Sinisuka menuturkan, mengutip dari Data Kementerian Pariwisata selama Januari-Agustus 2017 terjadi 248.400 perjalanan yang berasal dari Jakarta –sebagai sentra perekonomian negara, untuk tujuan bisnis, kongres/seminar dan pelatihan ke daerah lain.

“Airy Business menangkap potensi pasar travel korporasi dan mengantisipasi kebutuhan pengguna yang terus berkembang. Aktivitas yang serba cepat, juga mobilitas para karyawan dan tim manajemen yang semakin tinggi tentu memerlukan sarana praktis yang lebih dari sekadar meringkaskan alur administrasi,” kata Stephan dalam keterangan resmi, Kamis (14/2).

Dia melanjutkan penggunaan data real time dalam Airy Business memungkinkan pelaporan secara komprehensif sehingga menciptakan transparansi antara karyawan dan manajemen perusahaan. Tidak hanya menjaga anggaran, –sebab tim manajemen sudah memonitor pengeluaran perjalanan per departemen, Airy Business juga membantu perusahaan dalam menegaskan penerapan kebijakan perjalanan kepada seluruh karyawannya.

Perusahaan menyiapkan dedicated account manager untuk menangani masing-masing pengguna perusahaan. Mereka siap dihubungi 24 jam setiap hari untuk mengatur kelancaran perjalanan dinas.

Dalam rangka menjaga kenyamanan perjalanan bisnis, Airy menyediakan akses ke berbagai maskapai penerbangan dan beragam akomodasi yang terkurasi dari inventori Airy. Baik dari kelas bujet sampai hotel bintang lima.

Ketersediaan akomodasi diperkuat lagi, dengan menyediakan lebih dari 1000 properti mitra Airy yang tersebar di 90 kota. Mitra properti ini sudah dijamin memenuhi standar kenyamanan yang ditetapkan Airy.

“Bukan hanya memberi manfaat kepada pengguna perusahaan, kami optimis Airy Business juga mendorong tingkat okupansi para pemilik properti yang menjadi mitra. Tahun lalu ada jutaan transaksi pemesanan yang berhasil kami catatkan.”

Stephan menambahkan, pihaknya akan terus mengembangkan Airy Business dengan fitur dan produk mutakhir lainnya yang segera meluncur pada tahun ini. Secara paralel, penambahan jumlah properti, perluasan pasar lewat kolaborasi dengan berbagai situs e-commerce, dan beberapa startup OTA juga terus digalakkan.

Sebelum Airy, perusahaan OTA lainnya yang sudah mulai garap pasar segmen yang sama adalah Tiket, Via, dan Bhinneka. Lewat kemitraan dengan Loket, Bhinneka menyediakan penjualan tiket hiburan, theme park, dan MICE untuk nasabah B2B dalam jumlah besar.

Application Information Will Show Up Here

Zilingo Announces Series D Funding of 3 Trillion Rupiah

Today (2/12), Zilingo fashion commerce closes Series D Funding worth of $226 million (around 3,1 trillion rupiah). It was from Seqouia Capital, Temasek, Burda Principal Investments, Sofina, EDBI, and some previous investors. In this round, the Singapore-based startup has obtained $308 million in total.

Zilingo will use the current funding to invest in necessary infrastructure and technology for integration and digitization of beauty and fashion industry. They also plan to expand further in major market, such as Philippines, Indonesia, and Australia this year.

Zilingo introduces its platform in Indonesia in early 2017 post Series A funding the previous year. In terms of fashion, Indonesia is considered potential. In its early stage, Zilingo creates a local team and acquire more than 2,700 sellers with 100 fashion brands – of course, with intensive publication in the mainstream media.

Aside from increasing traction for B2B and B2C, Zilingo always explore possibility in different business model. As said by Zilingo’s CEO, Ankiti Bose earlier this year, the team plans to reach offline segment for broader networks.

In addition, he also said Zilingo plans to build in-house fintech for credit loan and payment system to all merchants.

Not just a fashion marketplace

Ankiti Bose and Dhruv Kapoor / Zilingo
Ankiti Bose and Dhruv Kapoor / Zilingo

The e-commerce platform was founded by Ankiti Bose and Dhruv Kapoor in 2015. It was then, they found out the fact that small sellers have not enough space to supply fabric as cheap as the giant company. Then, Zilingo went to broader business, not only a marketplace, but also develop system to connect sellers with various companies supporting the fashion industry.

“Technology role is to create inclusive growth. In the fashion industry, inefficiency core supply has prevented SMEs to reach full potential compared to the big brands. We create a place with the best product and service in its class for all sellers – regardless of its value. We think this approach can make a big impact to Southeast Asia’s suppliers,” he added.

In B2B segment, to improve supply chain, they present Zilingo AsiaMall and Z-Seller. Zilingo has a commitment to fasten growth through partnership using the developed technology. Also, the company strives for global potential to market the beauty and fashion products.

Global fashion industry value is predicted to reach $3 trillion, $1.4 trillion is from Asia. It’s the potential Zilingo wants to understand better.

“Sequoia’s investment in Zilingo has existed before the company incorporated and the name Zilingo is finalized. Bose and his team changes the original idea of Zilingo as a platform to serve consumers, sellers, retailers, brands, and the fashion designers overall representing the million dollars market,” Sequoia Capital Singapore’s Managing Director, Shailendra Singh said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Zilingo Umumkan Perolehan Pendanaan Seri D Senilai 3 Triliun Rupiah

Hari ini (12/2) layanan fashion commerce Zilingo mengumumkan penutupan putaran pendanaan seri D senilai $226 juta (setara dengan 3,1 triliun Rupiah). Pendanaan ini didapat dari sejumlah investor termasuk Seqouia Capital, Temasek, Burda Principal Investments, Sofina, EDBI dan sejumlah investor sebelumnya. Dengan putaran tersebut, total keseluruhan dana modal yang didapat startup asal Singapura ini berkisar $308 juta.

Zilingo akan menggunakan dana yang ada untuk berinvestasi dalam infrastruktur dan teknologi yang dibutuhkan untuk mengintegrasikan dan mendigitalkan rantai pasokan industri busana dan kecantikan. Mereka juga berencana untuk menguatkan ekspansi di beberapa pasar utama seperti Filipina, Indonesia serta Australia pada tahun ini.

Zilingo meresmikan kehadirannya di Indonesia sejak awal tahun 2017 lalu pasca perolehan pendanaan seri A di tahun sebelumnya. Untuk produk busana, Indonesia dinilai sebagai pangsa pasar potensial. Di awal kehadirannya Zilingo langsung membentuk tim lokal, dan menghimpun lebih dari 2700 penjual dengan 100 merek busana — tentu dibumbui publikasi iklan di media mainstream secara gencar.

Selain meningkatkan traksi untuk segmen B2B dan B2C, Zilingo juga terus mengeksplorasi kemungkinan model bisnis lain. Salah satunya disampaikan awal tahun ini oleh Co-Founder dan CEO Zilingo Ankiti Bose. Pihaknya berencana untuk merambah segmen offline demi menyentuh kalangan konsumen yang lebih luas.

Selain itu turut diungkapkan Ankiti soal rencana Zilingo untuk membangun layanan in-house fintech yang ditujukan buat bantuan pinjaman kredit dan sistem pembayaran kepada para merchant.

Bukan sekadar marketplace busana

Founder Zilingo
Ankiti Bose dan Dhruv Kapoor / Zilingo

Platform e-commerce ini didirikan oleh dua orang founder, yakni Ankiti Bose dan Dhruv Kapoor, pada tahun 2015. Kala itu founder menemukan fakta bahwa penjual kecil tidak memiliki volume yang cukup untuk memasok bahan baku semurah pengusaha besar. Dari situ Zilingo mulai memperluas bisnis, tidak hanya sekadar marketplace, tapi juga mengembangkan sistem yang menghubungkan penjual dengan berbagai perusahaan pendukung industri busana itu sendiri.

“Peran teknologi seharusnya untuk menciptakan pertumbuhan yang inklusif. Dalam industri busana, ketidakefisienan rantai pasokan inti menghalangi para penjual skala kecil dan menengah untuk membuka potensi penuh mereka dibandingkan dengan brand besar. Kami menciptakan sebuah wadah dengan layanan dan produk terbaik di kelasnya untuk semua penjual – terlepas dari besarannya. Kami rasa pendekatan ini dapat mendukung pertumbuhan besar bagi para pemasok di Asia Tenggara,” ujar Ankiti.

Di segmen B2B, untuk meningkatkan kemampuan rantai pasokan, mereka menghadirkan platform Zilingo AsiaMall dan Z-Seller. Zilingo berkomitmen untuk mempercepat pertumbuhan melalui kerja sama dengan para mitra memanfaatkan teknologi yang dikembangkan. Selain itu perusahaan juga masih terus berupaya membuka potensi global untuk memasarkan produk busana dan kecantikan.

Nilai industri busana global ditaksirkan akan mencapai $3 triliun, sementara $1,4 triliunnya berasal dari Asia. Peluang ini yang coba ingin ditangkap baik-baik oleh Zilingo.

“Investasi Sequoia di Zilingo sudah ada bahkan sebelum perusahaan terinkorporasi dan nama perusahaan Zilingo difinalisasi. Ankiti beserta timnya mengubah ide orisinal mereka tentang Zilingo menjadi sebuah platform yang melayani para konsumen, penjual, retailer, brand, dan produsen di bidang busana secara menyeluruh yang mewakili pasar bernilai ratusan miliar dolar,” ujar Managing Director Sequoia Capital Singapura Shailendra Singh.

Application Information Will Show Up Here

Fokus Bisnis dan Rencana Telunjuk di Tahun 2019

Masih menjalankan bisnis sebagai penyedia layanan rekomendasi dan perbandingan harga belanja online, PT Telunjuk Komputasi Indonesia (Telunjuk) tahun 2019 berencana untuk meluncurkan layanan baru menyasar segemen B2B. Masih dalam tahap pengembangan, jika nantinya secara resmi diluncurkan, layanan ini bisa berguna untuk perusahaan FMCG, elektronik hingga perusahaan multinasional untuk mengetahui lebih lanjut analisis hingga proses komparasi harga sesuai dengan kebijakan perusahaan.

Kepada DailySocial CEO Telunjuk Hanindia Narendrata menyebutkan, layanan tambahan ini sengaja dihadirkan oleh Telunjuk setelah adanya permintaan dari perusahaan elektronik untuk merapikan tampilan foto dan deskripsi produk di semua marketplace di Indonesia.

“Banyak perusahaan besar yang menginginkan tampilan untuk tertata dengan baik dari foto hingga informasi produk. Dari demand itulah akhirnya kami berencana untuk meluncurkan layanan khusus B2B dalam waktu dekat,” kata Hanindia.

Sementara itu layanan utama yang sejak awal sudah menjadi unggulan di Telunjuk yaitu Performance Marketing masih tetap tersedia di platform. Bukan sekadar pembanding harga biasa, Telunjuk juga big data untuk mengolah data SKU di marketplace yang ada.

“Dari sisi teknologi fokus kita adalah meningkatkan penerapan machine learning dan big data. Ke depannya kita juga berencana untuk membuka API kita, bermitra dengan startup dan perusahaan yang relevan untuk kemudian dimanfaatkan,” kata Hanindia.

Disinggung apakah Telunjuk memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana, Hanindia mengungkapkan saat ini fokus dari Telunjuk adalah memperoleh revenue. Dengan demikian diharapkan perusahaan tetap bisa menjalankan bisnis, tanpa harus melakukan penggalangan dana.

Pertengahan tahun 2015 lalu, Telunjuk memperoleh pendanaan seri A dari Venturra (sebelumnya Lippo Digital Ventures).

“Secara rutin summary berupa perkembangan dari perusahaan tetap kita bagikan kepada investor. Namun untuk saat ini Telunjuk fokus untuk memperoleh pendapatan langsung untuk perusahaan,” kata Hanindia.

Membentuk company culture dan tim yang solid

Lama tidak terdengar, Telunjuk ternyata sempat mengalami pasang surut perusahaan. Salah satu penyebabnya adalah kurang maksimalnya kolaborasi dan kurang solidnya hubungan antar pegawai. Belajar dari kesalahan yang terjadi, Hanindia kemudian mencoba untuk melakukan pendekatan yang berbeda terkait dengan proses perekrutan hingga proses adaptasi pegawai baru di perusahaan.

“Setelah mendapatkan funding tahun 2015 lalu, kita langsung kebut untuk mempercepat bisnis dengan merekrut banyak pegawai baru. Karena tidak dibarengi dengan proses adaptasi yang tepat dan pendekatan secara personal kepada masing-masing pegawai, ternyata mampu untuk menciptakan lingkungan yang ‘toxic’ di perusahaan,” kata Hanindia.

Sebelumnya Telunjuk sempat memiliki hampir 30 orang pegawai. Namun karena adanya persoalan dan penurunan bisnis yang cukup drastis di perusahaan, banyak kemudian pegawai yang mengundurkan diri. Saat ini Telunjuk sudah memiliki 20 tim yang solid membantu melancarkan bisnis perusahaan.

“Sebagai pemimpin ternyata penting bagi saya untuk memiliki leadership yang baik. Artinya tidak hanya melulu fokus kepada traksi dan percepatan bisnis saja, namun juga company culture dan pendekatan yang tepat kepada pegawai,” kata Hanindia.

Di tahun 2019 ini selain fokus kepada revenue, Telunjuk juga memiliki rencana untuk memperluas partnership dengan pihak yang relevan dan mengembangkan teknologi big data agar bisa dimanfaatkan oleh berbagai industri.

 

Tiket Enters Travel Planning Industry for Corporate

Tiket is adding travel planing service for corporate customers. The new product makes the corporate market more attractive for business.

There is no official statement from Tiket until the news revealed.

Tiket provides special website for business customers to handle all their needs. All tickets from flight, hotel, train, car rental, and entertainment can be ordered through corporate account. The required documents to make corporate accounts include establishment license, company’s TIN, domicile certificate (SKDP), business trading license (SIUP), company registration (TDP), ID representative, and others.

In the explanation, the corporate account can be made into several sub accounts to make it easier for some divisions to make a booking. Each corporate account will be given online access to make a booking and purchasing via website and app.

In terms of payment system, sub account member don’t have to worry about the limit, they’re free to submit as needed. Reservation can be made in advance. Consumers only need to discuss with Tiket team regarding invoice date for company to be issued and paid.

This type of order is highly attractive for big corporate which holding routine events, such as business trip or outing. Each division should be flexible to plan their trip without having to use travel agent.

On the other side, travel agent business cake is predicted to be more challenging due to OTA’s players targeting corporate consumers. Aside from Tiket, participated also in this market other OTAs, such as Via and Bhinneka. Through partnership with Loket, Bhinneka provides ticketing service for entertainment, theme park, and MICE for B2B consumers in large numbers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Tiket Rambah Pemesanan Perjalanan untuk Korporat

Tiket merambah layanan pemesanan perjalanan untuk nasabah dari korporat. Kehadiran produk baru ini menjadikan pasar korporat semakin menarik untuk diseriusi.

Belum ada keterangan resmi yang diberikan oleh pihak Tiket hingga berita ini diturunkan.

Tiket menyediakan situs khusus yang dapat digunakan konsumen bisnis untuk memesan semua kebutuhannya. Semua produk Tiket mulai dari tiket pesawat, hotel, kereta, sewa mobil, dan hiburan dapat dipesan, cukup membuat akun korporat.

Dokumen yang dibutuhkan dalam membuat akun korporat di antaranya akta pendirian, NPWP perusahaan, surat keterangan domisili perusahaan (SKDP), surat ijin usaha perdagangan (SIUP), tanda daftar perusahaan (TDP), KTP penanggungjawab atau direksi, dan sebagainya.

Dalam penjelasannya, akun korporat ini dapat dibuat menjadi beberapa sub akun untuk memudahkan berbagai divisi di perusahaan dalam melakukan pemesanan. Setiap anggota akun korporat akan diberikan akses online untuk melakukan pemesanan dan pembelian via situs dan aplikasi.

Sistem pembayarannya, setiap anggota sub akun tidak perlu khawatir dengan batas penggunaan, bebas mengajukan plafon penggunaan sesuai kebutuhan. Pemesanan dapat dilakukan di muka. Konsumen tinggal mendiskusikan dengan pihak Tiket terkait tanggal invoice yang pas untuk diterbitkan dan dibayar perusahaan.

Model pemesanan seperti ini tentunya menarik untuk korporat besar yang rutin mengadakan perjalanan dinas atau outing rutin tiap tahunnya. Setiap divisi dapat merencanakan perjalanan secara fleksibel tanpa harus mengandalkan lagi jasa agen perjalanan.

Di sisi lain, kue bisnis dari agen perjalanan diprediksi akan semakin tertantang karena pemain OTA mulai melirik potensi dari konsumen korporat. Selain Tiket, pemain OTA lainnya yang turut meramaikan pasar ini adalah Via dan Bhinneka. Lewat kemitraan dengan Loket, Bhinneka menyediakan penjualan tiket hiburan, theme park, dan MICE untuk nasabah B2B dalam jumlah besar.

Application Information Will Show Up Here

Alpha JWC Ventures Involves in Vietnam SaaS Startup Funding Base.vn

Alpha JWC Ventures involves in Pre-Series A funding for Base.vn (Base), a Vietnam-based startup developing SaaS platform for corporate. The funding has reached $1.3 million, also led by Beenext.

The previous investors, 500 Startup and VIISA are also involved. The cash injection becomes the biggest in Vietnam in SaaS and B2B sectors.

“Base’s mission is to build a future work (process). We imagine in the next five years, the company will effectively run and manage its work through technology,” Hung Pham, Base’s Co-Founder & CEO, said.

He also said in the past two years, they had built a special model which capable to integrate various apps into one centralized channel.

Regarding this investment, Alpha JWC Ventures’ Co-founder & Managing Partner Chandra Tjan said to offer solutions for the corporate sector has its own challenge. Base, with its product, is confident enough to be the leading SaaS in Vietnam.

“Pham is a serial entrepreneur with strong technical founder and we believe in Base to be the leading SaaS platform in Southeast Asia and beyond,” he added.

This is Alpha JWC Ventures first investment in Vietnam. Tjan explained in his official statement, after Indonesia, Singapore, and Malaysia; Vietnam is considered to be the country that soon to have a large technology startup in Southeast Asia.

Base, through this funding, plans for regional expansion. However, the current priority is to recruit more talent for product development.

“Our first priority is to acquire more talents for product development and build a strong foundation for expansion in Southeast Asia by mid-2019. Supported by its product, solid team, and strategic investors; we are optimistic to be the leading SaaS platform in the region,” Pham concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian