[Tidbit] UberMOTOR dengan Pembayaran di Muka, Qlue Hadirkan Label Pelaporan Pungli, Bekraf Developer Day di Makassar

UberMOTOR kini bisa dibayar di muka

Tak sekedar menghadirkan efisiensi waktu dan biaya, kini, uberMOTOR hadir dengan Biaya di Muka dan pembaruan biaya pembatalan serta biaya minimum yang memberikan kamu kendali, kepastian dan kenyamanan lebih! Biaya perjalanan memperhitungkan seluruh faktor yang mempengaruhi biaya perjalanan: biaya dasar, biaya minimum, serta total waktu dan jarak yang diharapkan dari perjalanan tersebut, lalu lintas setempat, serta jumlah penumpang dan pengemudi yang sedang menggunakan Uber saat itu.

Qlue terbitkan label pelaporan Pungutan Liar

Sesaat setelah operasi tangkap tangan, Presiden Jokowi menyuarakan Operasi Pemberantasan Pungli (OPP) yang kemudian diganti namanya menjadi Sapu Bersih Pungli (Saber Pungli). Mendukung program Presiden Jokowi terhadap pungutan liar tersebut, Qlue meluncurkan label pelaporan Pungutan Liar di aplikasinya. Dengan diluncurkannya label pelaporan pungutan liar ini maka masyarakat dapat melaporkan segala bentuk pungutan liar yang terjadi di wilayahnya sekitarnya melalui aplikasi Qlue.

Menyadari pentingnya peran teknologi saat ini, terutama dalam sistem pemerintahan untuk sebuah negara yang sangat luas dengan jutaan penduduk seperti Indonesia, maka Qlue tidak akan berhenti dalam memantau, menghadirkan solusi untuk masyarakat dan pemerintah Indonesia. Semoga Label pelaporan Pungli pada aplikasi kami dapat dipergunakan sebaik-baiknya oleh masyarakat luas untuk lebih aktif dalam melaporkan kasus pungli di sekitarnya.

Bekraf Developer Day di Makassar

Kegiatan Bekraf Developer Day (BDD) yang diselenggarakan oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) di Hotel Grand Clarion, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (15/10/2016), mendapat apresiasi positif dari 1.000 anak muda. Pada kesempatan yang sama, Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari menjelaskan Bekraf akan terus menggenjot industri kreatif agar semakin maju dan memiliki daya saing tinggi.

Beberapa hal yang menjadi perhatian serius Bekraf untuk percepatan industri digital di Indonesia antara lain memberikan akses modal kerja antara industri dan pemilik modal, pendampingan hak cipta, dan membantu pemasaran produk.

Apakah Pemblokiran Efektif Memerangi Pembajakan?

Beberapa waktu lalu, melalui Satgas Anti-Pembajakan yang pernah diinisiasi, Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif) mengumumkan telah menutup puluhan situs online yang menyebarkan karya musik dan film digital bajakan. Mungkin langkah semacam ini bukan hal baru yang pernah kita dengar. Sebelumnya pemerintah melalui badan lainnya juga sering melakukan perang konten negatif dengan cara yang sama. Hasilnya terlihat booming sesaat, namun tak signifikan mengubah. Mati satu, tumbuh seribu.

Muncul sebuah pertanyaan, “apakah proses pemblokiran adalah langkah tepat di tengah lautan digital Indonesia yang makin terfragmentasi?”.

Menurut Ketua Satgas Anti-Pembajakan Bekraf Ari Juliano Gema, pemblokiran dinilai efektif menurunkan arus pengguna, meskipun selalu ada cara untuk mengakali, misalnya dengan mengganti nama domain. Selain itu langkah penutupan situs ini juga dilakukan untuk mengurangi periklanan judi dan pornografi yang biasa dipakai situs film dan musik bajakan.

“Dengan hancurnya traffic, iklan tidak mau datang. Situs ilegal itu pasti kesulitan bertahan karena mereka butuh server yang biayanya tidak murah,” ungkap Ari seperti dikutip dari BeritaSatu.

Layanan streaming belum mendominasi, tapi ada potensi tinggi di dalamnya

Sebagai representasi pemerintah untuk membereskan kasus di industri kreatif, Bekraf sudah menawarkan beberapa alternatif untuk suksesi industri ini. Sebut saja rencana pengembangan Gempita, sebuah paket komplit yang menyajikan kepada industri musik keperluan pemasaran, perlindungan HAKI hingga penyampaian produk ke konsumen. Layanan yang dinilai akan mirip Spotify tersebut (di sisi konsumen) dilansir lantaran tren pengguna sudah mulai ke sana.

Dalam sebuah survei tentang penikmat musik di Indonesia, DailySocial mengemukakan sebuah fakta bahwa tren ini masih belum menyeluruh. Tercatat hanya 29,54 persen dari responden survei yang mendengarkan musik melalui layanan streaming, sedangkan 70,46% sisanya masih memilih jalur offline. Namun menariknya lebih dari separuh responden mengatakan memiliki kemauan untuk segera beralih ke layanan musik streaming yang saat ini sudah mulai ramai di pasaran.

Model streaming adalah salah satu yang bisa dioptimalkan untuk penyampaian karya digital ke tangan konsumen dengan cara yang legal. Cara lain pun masih banyak yang bisa dioptimalkan, misalnya dengan memberikan ruang penjualan yang lebih luas dan edukasi dini tentang HAKI. Di lapangan sangat banyak orang yang sebenarnya tidak sadar, bahwa apa yang mereka konsumsi (karya digital) adalah sesuatu yang tidak legal. Carut-marut konten di internet membuatnya kadang sulit dibedakan oleh masyarakat awam.

Membatasi yang ilegal, menyuburkan yang legal

Kami pun coba meminta pendapat dari pelaku di industri musik sekaligus digital di Indonesia saat ini, terkait dengan langkah antisipasi yang pas untuk melindungi bisnis tersebut.

“Aksi anti pembajakan oleh Bekraf is politically necessary. Efektivitas nomor dua. Bayangkan, aksi anti pembajakan itu kayak satpam dan metal detector di mall. It acts as a deterrence rather than actual enforcement or prevention,” ujar Ario Tamat, salah satu profesional di bidang entertainment dan digital.

Jika dilihat dari satu sisi, aksi pemblokiran ini akan terlihat efektif. Memburu sumber konten pembajakan dan menghentikannya bisa menjadi cara yang pas dengan tujuan dan strategi yang jelas.

“Pokoknya hidup pembajak dibuat sesusah mungkin, begitu sih kata Bekraf. Kalau objektifnya ini sih saya setuju. Gempita, TELMI, tidak cukup. Harus bisa membuka jalan untuk pengusaha creative economy dengan membuat solusi-solusi bagi industri musik dan film juga. Buka peluang bisnis sebesar-besarnya untuk bisa bersaing di pasar, jangan cuma memikirkan inisiatif level nasional.” lanjut Ario.

Nyatanya pembajakan seperti sebuah virus yang sudah bertahun-tahun dihadapi tapi tak pernah punah.

“Pembajakan sih tidak akan hilang, tapi untuk mereka beroperasinya saja yang dipersulit. Dengan dukungan yang sesuai untuk alternatif pilihan layanan dan metode distribusi musik lain, baru jalan. Harus jalan bareng,” pungkas Ario.

[Tidbit] XL Axiata Siapkan 250 Ribu Perangkat Mobile Broadband, BEKUP 2.0 Siap Digelar di 5 Kota

XL Axiata seriusi bisnis mobile broadband

PT XL Axiata Tbk (XL) sangat serius dalam menyiapkan layanan mobile broadband (MBB). Selain telah menyiapkan jaringan 4G LTE secara khusus untuk memastikan kualitas koneksi, XL juga telah menyiapkan stok paket MBB dalam jumlah yang memadai. Pada tahap awal, lebih dari 250 ribu paket MBB akan tersedia di 36 XL Center dan XPLOR, juga outlet milik XL di berbagai pusat penjualan ponsel.

Berbagai jalur pelayanan tradisional seperti Call Center 817 dan XL Center, serta XPLOR disiapkan untuk memberikan solusi kepada pelanggan. Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap layanan internet cepat di Indonesia, mendorong XL untuk menghadirkan layanan MBB ini.

BEKRAF adakan BEKUP 2.0 di 5 kota

Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) kembali mengadakan BEKUP 2.0 pada 8 Oktober 2016. BEKUP bertujuan untuk meningkatkan jumlah startup berkualitas di Indonesia melalui program untuk membekali calon pendiri startup dengan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan sehingga pada akhirnya dapat meminimalisir resiko kegagalan.

Fase berikutnya adalah Talent Development yang bertujuan memastikan setiap calon pendiri startup menguasai keterampilan dan keahlian dasar yang diperlukan sesuai peran yang akan dijalaninya di startup yang didirikan, baik sebagai Co-Founder Bisnis, Teknis maupun Kreatif/Desain.

Berikutnya pada fase Founder Preparation peserta dipersiapkan dengan pengetahuan dan soft-skill yang diperlukan sebagai calon pemimpin tim dan pemimpin perusahaan. Indonesia membutuhkan lebih banyak lagi perusahaan rintisan inovatif, untuk itu BEKRAF melaksanakan program BEKUP sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah perusahaan rintisan yang sukses melalui proses yang sistematis dan terukur.

[Tidbit] Kontribusi elevenia untuk Smart City Pekalongan, Bekraf dan LINE Hadirkan LINE Creativate, XL Axiata Perkuat Jaringan 4G di Malang

elevenia dukung pengembangan smart city Pekalongan

elevenia mendukung program Pemerintah Kota Pekalongan untuk mengembangkan Pekalongan menjadi kota pintar (smart city) melalui seminar elektronifikasi Smart & Creative Business melalui Smart & Creative City di sela-sela perhelatan Pekan Batik Nusantara ke-8 di Pekalongan. Elevenia sendiri mendapatkan kehormatan untuk bisa ambil bagian menjadi narasumber dalam seminar tersebut untuk memberikan edukasi mengenai peran e-commerce sebagai alternatif media yang menjanjikan untuk promosi dengan jangkauan yang luas dan biaya yang murah.

Pekan Batik Nusantara diharapkan menjadi daya ungkit ekonomi kreatif khususnya di bidang batik, kerajinan, seni rakyat, dan sebagainya, kata Achmad pada pembukaan Pekan Batik Nusantara yang juga dihadiri oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Drs Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf yang berlangsung Selasa (4/10/2016) di kawasan GOR Jatayu, Pekalongan. Melalui e-commerce berbasis market place seperti elevenia, pelaku UMKM difasilitasi secara lengkap untuk memasarkan produknya secara online.

LINE Creativate 2016

Sebagai lanjutan kontribusi terhadap industri kreatif Indonesia, LINE kembali bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan menyelenggarakan LINE CREATIVATE 2016, acara kompetisi kreatif terbesar di Indonesia dan terbesar dari LINE se-Asia Tenggara yang akan dilaksanakan pada 18-20 November 2016.

Untuk mendorong semangat serta memotivasi talenta lokal untuk berkompetisi dan mengeksplorasi kreativitas yang dimiliki, LINE CREATIVATE 2016 akan menghadirkan kompetisi LINE WEBTOON (komik digital), LINE Sticker (ilustrasi stiker), serta untuk pertama kalinya di Indonesia, bekerja sama dengan Dicoding, LINE menghadirkan kompetisi Game Developer.

Dengan target 10.000 partisipan kompetisi kreatif, LINE CREATIVATE 2016 menampilkan jajaran juri terkenal. Bekraf juga akan melakukan rangkaian roadshow ke lima kota di Indonesia (Makassar, Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Medan) yang akan dimulai pada 8 Oktober mendatang dan LINE akan turut berpartisipasi.

XL Axiata perkuat kualitas 4G/LTE di Malang

Malang adalah salah satu kota yang berkembang, kota wisata dan kota tujuan pendidikan terkemuka di Indonesia karena banyak universitas dan politeknik negeri maupun swasta yang terkenal berada di kota ini. XL menerapkan teknologi pendukung untuk semakin memaksimalkan kualitas, Meningkatkan kecepatan dan kestabilan jaringan, juga untuk konvergensi layanan 4G LTE dengan berbagai teknologi mobile sebagai sarana yang dapat dipakai oleh pelajar, mahasiswa dan masyarakat luas.

Untuk bisa menikmati layanan internet tercepat 4G LTE XL, selain berada di jaringan 4G pelanggan harus menggunakan handphone 4G dan kartu 4G. Jika pelanggan masih menggunakan kartu XL lama, XL memberikan fasilitas upgrade/penukaran kartu 4G gratis di XL Center Malang.

Bekraf Tetapkan 11 Startup untuk Mengikuti Ajang Startup Istanbul 2016

Setelah melewati proses seleksi selama dua bulan, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menetapkan 11 startup yang akan menjadi delegasi Indonesia untuk ajang kompetisi dan konferensi Startup Istanbul di Turki pada 6-10 Oktober 2016 mendatang. Dari total delegasi, enam startup di antaranya akan mengikuti kompetisi dengan 489 startup lainnya dari Eropa dan Asia untuk memperebutkan hadiah berupa uang tunai, peluang bisnis dan investasi global.

Adapun keenam startup tersebut adalah Kostoom, KlikTukang, Kitabisa, Cubeacon, Hangout.Deals dan Urbanhire. Sementara lima startup lainnya akan mengikuti konferensi Startup Istanbul adalah AppSKEP, Ur-Farm, Pictalogi, TARRAsmart, dan BlumbangReksa.

Fadjar Hutomo selaku Deputi Akses Permodalan Bekraf mengatakan acara ini adalah salah satu acara yang bergengsi di dunia startup. Sekaligus menjadi salah satu bentuk komitmen yang nyata dari Bekraf dengan menciptakan platform yang mempertemukan startup dengan investor.

Pasalnya salah satu kendala yang masih dihadapi oleh startup lokal adalah terbatasnya sumber pendanaan. Mayoritas penyaluran pinjaman berasal dari industri perbankan. Hal ini menyebabkan terjadinya mismatch dengan startup. Sementara itu startup tergolong industri kreatif, jaminannya adalah kekayaan intelektual sehingga tidak berbentuk fisik.

Beda konsepnya dengan aturan main di bank yang harus memiliki fixed asset untuk dijadikan jaminan. “Kami inginkan seluruh delegasi bisa memanfaatkan dengan baik dari ajang internasional ini sebagai lahan untuk belajar, menambah pengalaman, relasi bisnis, dan bertemu dengan calon investor yang potensial,” ujarnya, Jumat (30/9).

CEO KlikTukang Astrid Wibisono menambahkan, lewat kesempatan ini pihaknya semakin termotivasi untuk terus inovasi mengembangkan produk dan layanan KlikTukang. Sekaligus dalam menghadapi persaingan bisnis dengan kompetitor. “Dari ajang ini kami ingin banyak belajar menjaga service quality sebagai medium penghubung pengguna dengan pemberi jasa KlikTUkang.”

Senada dengan Astrid, CEO Urbanhire Benson Kawengian mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi dukungan Bekraf terhadap pengembangan ekosistem startup di Indonesia. Menurutnya, tim Urbanhire akan mendapatkan mentoring dan mengikuti kompetisi startup bertaraf internasional. “Kami percaya bahwa ekosistem startup di Indonesia akan terus berkembang dengan upaya dan dukungan seperti ini.”

Bekraf menjadi pihak sponsor dari Indonesia yang pertama kalinya memboyong pelaku startup ke Istanbul. Di tahun sebelumnya, startup pertanian asal Indonesia iGrow terpilih menjadi juara kedua dalam ajang ini. Lewat kesempatan itu, iGrow berhak mengikuti program akselerator dari 500 Startups di San Francisco.

Pinjaman Bank dan Dana Bergulir Jadi Alternatif Pembiayaan untuk Startup

Masih di hari pertama Festival Kreatif Ideafest 2016, Bekraf kembali mengadakan sesi diskusi dan tanya jawab untuk membantu pelaku startup mendapatkan informasi yang relevan dan akurat. Sesi yang dipandu Direktur Akses Perbankan Bekraf Restog Krisna Kusuma mengambil tema “Bank Loans For Startup, Yes or No?” menghadirkan tiga nara sumber yang berasal dari pihak bank dan pemerintah, yaitu Senior VP Intitutional Banking Group Bank DBS Winarti, Direktur Bisnis LPDB KUMKM Warso Widanarto, dan VP Small Business Divison PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Arief Surarso.

Pendiri startup perlu menerapkan disiplin administrasi

Dalam presentasinya Arief menjelaskan alasan mengapa pihak bank masih sungkan untuk memberikan pembiayaan kepada startup yang kebanyakan berbasis digital di Indonesia. Alasan utama yang disampaikan Arief adalah orientasi pendiri startup yang kebanyakan masih hanya mengacu kepada hasil namun masih sangat lemah dalam hal administrasi.

“Pihak bank dalam hal ini menuntut kepada pihak startup untuk bisa memberikan laporan keuangan serta data terkait yang bisa dipertanggung jawabkan oleh startup. Hal tersebut tentunya sulit untuk direalisasikan oleh startup yang masih berusia belia,” kata Arief.

Namun demikian dalam kesempatan tersebut Arief juga menyebutkan startup yang telah terbukti bisa mendapatkan pendapatan dalam waktu minimal 6 bulan menjalankan usaha, dan pastinya bisa memberikan laporan keuangan yang rapi dan lengkap, kemungkinan besar bisa mendapatkan kesempatan pembiayaan dari bank.

“Saat ini sudah ada e-commerce yang merekomendasikan merchant-nya untuk mendapatkan pembiayaan dari bank BNI, tentunya semua berada dalam naungan e-commerce tersebut,” kata Arief.

Dalam waktu dekat BNI akan mengumumkan kerja sama dengan dua layanan e-commerce terbesar di Indonesia dalam hal pembiayaan untuk merchant terkait. Hal tersebut dinilai lebih bisa dilakukan dan terbuka untuk pelaku startup.

Aplikasi mobile bantu pelaku startup terkoneksi

Turut hadir sebagai nara sumber adalah perwakilan dari bank internasional yaitu DBS. Sebagai salah satu bank internasional yang sudah melayani nasabahnya di Indonesia sejak tahun 1986, DBS mengklaim komitmen untuk membantu UKM dalam hal pembiayaan hingga networking.

“Pada dasarnya posisi kami sebagai bank adalah mitra dari pelaku startup, untuk itu startup yang ingin mendapatkan pembiayaan dari bank wajib untuk memiliki badan hukum dan legalitas serta laporan keuangan minimal 3 tahun berjalannya usaha,” kata Winarti.

Pendekatan lain yang kemudian dilancarkan oleh DBS adalah dengan meluncurkan aplikasi DBS Business Class yang saat ini sudah bisa diunduh di Android dan iOS. Dalam aplikasi ini nasabah bank DBS atau yang belum menjadi nasabah, bisa bergabung, bertanya dengan pakar serta mendapatkan informasi seputar startup, UKM di seluruh Indonesia.

“Tujuan kami meluncurkan aplikasi DBS Business adalah memberikan kesempatan semua orang terkoneksi dengan sesama pelaku hingga pakar yang bisa membantu menjalankan bisnis startup,” kata Winarti.

Ditambahkan juga Winarti, selain pihak bank dan pelaku startup, kalangan venture capital juga turut serta memberikan bantuan dalam bentuk konsultasi dan pengetahuan, salah satunya yaitu Managing Director Kejora Ventures Andy Zain.

Pinjaman dana bergulir LPDB

Dalam kesempatan tersebut dihadirkan pula Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) yang memberikan kesempatan kepada pelaku startup untuk mendapatkan pembiayaan dalam jumlah mulai dari Rp 150 juta hingga Rp 10 miliar. Mengacu kepada peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, dalam hal ini LPDB memberikan pinjaman dengan suku bunga sangat rendah dan mendukung perekonomian UKM di Indonesia.

“Berbeda dengan bank serta venture capital, skema pinjaman dalam bentuk dana bergulir tidak menganut model equity participation, karena semua harus ditagihkan kembali kepada LPDB, untuk itu diperlakukan peraturan yang harus ditaati oleh peminjam,” kata Warso.

Tidak berbeda jauh dengan persyaratan yang diterapkan oleh bank, LPDB juga memberikan kesempatan kepada startup yang sudah mengalami pertumbuhan dan pendapatan sedikitnya 3 tahun telah menjalankan usaha, memiliki laporan keuangan 2 tahun terakhir dan minimal sudah mendapatkan keuntungan 1 tahun terakhir.

“Kami memberikan kesempatan kepada startup yang bergerak di bidang F&B, akomodasi, perjalanan wisata, permainan interaktif untuk mencoba pinjaman LPDB dengan bunga 5% per tahun sliding [rate],” kata Warso.

Peranan Bekraf dalam hal pembiayaan

Kesimpulan yang kemudian dihasilkan dari sesi diskusi ini adalah hanya startup yang telah berhasil mendapatkan traksi dalam waktu 3 tahun terakhir yang bisa mencoba pembiayaan melalui bank atau dana bergulir. Dengan metode yang konvensional bagi startup yang baru mulai berjalan, disarankan untuk mencoba melalui venture capital, hingga tahap pendanaan selanjutnya dan memenuhi kriteria yang ditentukan bisa mencoba pembiayaan melalui bank atau LPDB.

“Dalam hal ini Bekraf juga berencana untuk membantu pelaku usaha kreatif yang membutuhkan pinjaman dengan meluncurkan KUR Bekraf kepada semua pelaku usaha kreatif di Indonesia,” tutup Direktur Akses Perbankan Bekraf Restog Krisna Kusuma.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Ideafest 2016

Krisis Talenta dan Regulasi Pemerintah Masih Batasi Pertumbuhan Startup

Hari pertama Festival Kreatif Ideafest 2016 menghadirkan pewakilan dari Bekraf, Kemenkominfo, dan asosiasi untuk berdiskusi secara langsung dengan para pelaku startup di Indonesia. Sesi diskusi yang bertajuk “How Government Can Actually Help Incubate Startup” turut mengundang pelaku startup dan venture capital Indonesia, yaitu CEO Kudo Albert Lucius, Managing Director Kejora Ventures Andy Zain dan Nazier Ariffin dari Fenox Venture Capital.

Para pelaku startup, venture capital, akademisi, dan pelaku media diberikan kesempatan untuk menyampaikan unek-uneknya di hadapan Direktur e- Business Ditjen Aplikasi dan Telematika Kementerian Kominfo Azhar Hasyim, Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia Ricky Pesik, dan CEO OLX Indonesia Daniel Tumiwa yang sebelumnya menjabat Ketua Umum idEA sebagai wakil komunitas.

Banyak hal menarik yang diutarakan Andy Zain dan Nazier Ariffin sebagai perwakilan venture capital, di antaranya adalah krisis talenta. Makin maraknya pertumbuhan startup di Indonesia membuat tenaga kerja atau talenta yang memiliki skill dan kemampuan khusus menjadi semakin sulit untuk ditemukan. Dalam hal ini Andy menyarankan kepada pemerintah untuk menghadirkan tokoh serta pelaku startup internasional yang telah memiliki pengalaman serta wawasan yang luas untuk membantu para pelaku startup di Indonesia.

“Saya melihat saat ini sudah banyak orang Indonesia dikirim keluar negeri untuk belajar. Saya melihat langkah tersebut sudah terlambat. Yang baiknya dilakukan adalah mendatangkan orang-orang pintar dari mancanegara ke Indonesia,” kata Andy.

Ditambahkan juga oleh Nazier bahwa saat ini hanya 10% saja talenta Indonesia yang memilki skill dan kemampuan yang baik untuk bisa dimanfaatkan oleh startup. Solusi yang kemudian disarankan Nazier adalah dengan meng-outsource talenta dari luar negeri untuk bekerja dengan startup di Indonesia.

“Saat ini sudah ada issue yang beredar anak muda yang sekolah di luar negeri pulang ke Indonesia dan memilih untuk bekerja di perusahaan besar. Mereka masih enggan untuk memilih bekerja di startup,” kata Nazier.

Regulasi yang selalu berubah dan kurang mendukung

Di sisi lain CEO Kudo Albert Lucius mengungkapkan beberapa cerita kurang menyenangkan di balik regulasi lisensi e-money yang sudah lama tidak dikeluarkan lagi oleh pemerintah.

“Saya melihat saat ini dari sisi fasilitas pembayaran masih banyak kekurangan dari pemerintah, ketika ada beberapa startup yang mencoba untuk meng-cater potensi tersebut ke masyarakat Indonesia yang lebih luas, startup tersebut kemudian diminta untuk segera tutup dan memberhentikan bisnis mereka,” kata Albert.

Dalam hal ini Albert melihat masih tidak ada kejelasan dari pemerintah, dalam hal regulasi, menjadikan startup sulit untuk berkembang. Diharapkan kedepannya pemerintah bisa lebih terbuka terkait dengan hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh disinggung oleh startup, sehingga regulasi menjadi lebih relevan untuk startup.

What’s next untuk pemerintah

Sesi diskusi kemudian ditutup dengan tanggapan dari Bekraf, Kemenkominfo, dan perwakilan asosiasi untuk bisa memberikan tanggapannya terkait dengan ‘unek-unek’ yang disampaikan oleh pelaku startup dan venture capital.

Meskipun belum maksimal, pemerintah mengklaim sudah melakukan beberapa kegiatan strategis dalam hal perbaikan infrastruktur, kesempatan untuk memberikan program akselerasi dan inkubator serta memberikan kesempatan lebih kepada UMKM di Indonesia. Ke depannya diharapkan akan lebih banyak lagi inovasi serta dukungan yang diberikan oleh pemerintah kepada industri startup di Indonesia.

“Kami dari Kemenkominfo akan berusaha untuk menyediakan ICT, karena akan sulit bagi startup untuk tumbuh tanpa adanya prasarana telekomunikasi yang diberikan oleh pemerintah,” kata Azhar.


DailySocial adalah media partner Ideafest 2016

Ahlijasa Jadi Pemenang Regional Startup World Cup Indonesia 2016

Fenox Venture Capital dan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF) memilih Ahlijasa sebagai pemenang regional dalam kontes Startup World Cup (SWC) Indonesia, semalam (23/8). Ahlijasa akan menjadi wakil Indonesia sekaligus Asia Tenggara untuk maju dalam kompetisi SWC babak akhir di Silicon Valley pada Maret 2017.

Di sana, Ahlijasa akan bertarung dengan startup dari berbagai negara seperti India, Cina, Jepang, Taiwan, Israel, Australia, Inggris, Republik Ceko, Luxembourg, Afrika Selatan, Amerika Selatan (Chili), dan Amerika Utara. Dalam kesempatan ini, sekaligus membuat Ahlijasa berkesempatan untuk memenangkan hadiah utama beruap uang sebesar $1 juta atau sekitar 13 miliar Rupiah berbentuk investasi dan hadiah lainnya.

Semalam, Ahlijasa merupakan kontestan terakhir yang melakukan presentasi di hadapan ratusan penonton dan lima juri terpilih. Mereka adalah Ricky Pesik (Wakil Kepala BEKRAF), Khailee Ng (Managing Partner 500 Startups), Kevin Aluwi (Co-Founder dan CFO Go-Jek), Patrick Walujo (Co-Founder dan Managing Partner Northstar Group), dan Leon Hermann (Associate Global Founders Capital).

Sebelumnya ada sembilan startup terpilih lainnya yang melakukan presentasi. Mereka adalah Taralite (layanan pinjam uang online), Kashmi (alat pembayaran virtual asal Singapura), Talenta (platform pengelola human resource berbasis cloud), Klikdaily (aplikasi penyedia kebutuhan rumah tangga), U-Hop (layanan booking shuttle online asal Filipina), Prosehat (aplikasi kesehatan tanya dokter dan apotek online), Qlue (aplikasi berbasis media sosial), Recomn (startup jasa on demand asal Malaysia), dan Kioson (platform e-commerce O2O untuk kios).

Ahlijasa merupakan aplikasi on-demand untuk jasa laundry yang berdiri sejak awal tahun 2017 yang didirikan oleh Jay Jayawijayaningtyas dan Dimas Wijaya. Sementara ini, Ahlijasa baru bisa melayani pelanggan yang berlokasi di Jakarta, Tangerang Selatan, Bekasi dan Depok. Secara rerata, kebanyakan pengguna Ahlijasa adalah penghuni kos dan apartemen.

[Baca juga: Ahlijasa Umumkan Perolehan Pendanaan dan Kehadiran Aplikasi untuk Android]

Jay menerangkan adanya kesempatan ke Silicon Valley membuat pihaknya harus gencar dalam memperbaiki seluruh operasional perusahaan, mulai dari menambah karyawan, pengembangan aplikasi untuk iOS, memperbaiki sistem penjaminan barang, dan memperluas layanan ke seluruh cakupan daerah Jabodetabek.

“Sistem pelayanan kami masih kurang karena belum bisa bekerja 24 jam secara penuh. Sekarang masih bekerja sesuai slot saja karena pengemudinya baru puluhan. Maka dari itu kami belum bisa melayani seluruh wilayah Jabodetabek. Kami perlu perbaiki seluruh operasional agar nantinya bisa lebih matang dan siap saat berkompetisi di Silicon Valley tahun depan,” ujarnya.

Pemenang Startup Wild Card

Selain Ahlijasa, ada tiga startup asal Indonesia lainnya yang terpilih untuk ikut diboyong Fenox VC dan BEKRAF ke Silicon Valley. Mereka adalah Ojesy (Ojek Syariah, Surabaya), Azzam Trade (partner dagang online untuk grosir pakaian muslim, Bandung), dan Paprika (platform cashback online, Medan).

Ketiga startup tersebut terpilih setelah melewati pitching di hadapan empat juri yang terdiri dari Arya Ariotedjo (Founding Partner Grupara Inc.), Fadjar Hutomo (Deputi II Bidang Akses Permodalan BEKRAF), Jeff Quigley (SEA Regional Manager Fenox VC), dan Anton Soeharyo (CEO Touchten).

Di Silicon Valley, ketiga startup tersebut akan menjadi partisipan untuk meramaikan booth perwakilan Indonesia. Mereka bisa mendapat kesempatan untuk bertemu calon investor dan pitching bisnis.

Dayang Melati, CEO dan Co-Founder Azzam Trade, mengatakan dalam kesempatan tersebut pihaknya akan memanfaatkan sebaik mungkin untuk mendapatkan mitra dagang dari berbagai negara. “Saat ini mitra dagang kami di luar negeri belum banyak. Dengan adanya kesempatan berharga ini kami akan memperbanyak jumlah mitra dagang dari berbagai negara mulai dari supplier, partner hingga re-seller agar Azzam Trade dapat menjangkau seluruh dunia,” terang dia.

Sementara itu, Reza Amir, CEO Ojesy, mengatakan kesempatan ini menjadi peluang bagi Ojesy untuk mendapatkan pendanaan baru dari calon investor yang bisa ditemuinya. Hal ini sekaligus menjadi langkah Ojesy untuk ekspansi demi meraih target 9 juta wanita calon pengguna Ojesy ke depannya.

“Dari riset yang kami kumpulkan, secara potensial ada 9 juta wanita yang butuh perlindungan dari tindak kejahatan lalu lintas di 22 kota besar di Indonesia. Angka itu adalah target kami. Dengan adanya kesempatan di Silicon Valley, kami berharap bisa mendapatkan bantuan dari investor untuk mengakselerasi target tersebut,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Bek-Up Memfokuskan Pembinaan Pra-Inkubasi

Sabtu (30/07) lalu Bekraf baru mengadakan sebuah pagelaran akbar bertajuk “Developer Day”. Acara tersebut mengumpulkan selebihnya 1.000 developer di Yogyakarta dan sekitarnya untuk mengulas seputar berbagai potensi yang dapat dikembangkan di era digital ini. Sebagai salah satu wadah untuk industri kreatif nasional, Bekraf bertekad untuk memfasilitasi dan mengarahkan para talenta berpotensi agar mampu meningkatkan daya saing.

Ditemui di sela-sela acara, Hari Sungkari selaku Deputi Infrastruktur Bekraf mengungkapkan bahwa ia mencoba menegaskan kembali bahwa kegiatan pematangan inovator digital yang diusungnya tidak untuk bersaing dengan kegiatan inkubasi atau akselerasi yang sudah ada, justru ingin mencoba melengkapi. Bekraf sendiri sudah menginisiasi Bek-Up (Bekraf for Pre-Startup) untuk mendorong keberhasilan startup lokal.

“Bek-Up awalnya diinisiasi oleh kunjungan Presiden Jokowi ke Silicon Valley, kala itu Kepala Bekraf ikut dalam rombongan. Cita-cita Presiden ingin menumbuhkan iklim kewirausahaan digital seperti yang ada di sana. Dari situ diinisiasi program Bek-Up. Riset pun menunjukkan, bahwa hanya 10% dari total populasi startup yang benar-benar berhasil, visi Bek-Up ingin membuat persentase tersebut terus meningkat, khususnya di Indonesia,” ujar Hari menceritakan landasan fundamental pendirian Bek-Up.

Bek-Up bukanlah sebuah kelas inkubasi, melainkan justru mempersiapkan bibit-bibit unggul untuk siap terjun ke dalam proses inkubasi itu sendiri. Artinya Bek-Up melakukan proses pembinaan sampai di tahapan pra-inkubasi saja. Dari prosesnya sendiri ketika seseorang (umumnya yang bergabung di Bek-Up awalnya individual) masuk ke Bek-Up maka akan menemui tiga pengayaan, yakni talent development, founder preparation dan pre-incubation.

Materi yang disampaikan dalam Bek-Up memang lebih mengarah kepada pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia). Bekraf meyakini bahwa di luar sana kemampuan teknis sudah banyak dimiliki oleh para talenta muda, namun sayangnya banyak di antaranya yang belum paham bagaimana mengelola bisnis, berkolaborasi, melakukan negosiasi dan sebagainya. Itu semua yang ingin coba dijembatani oleh Bek-Up.

Tidak terlalu ambisius dengan Unicorn, lebih memfokuskan mencetak “Cockroach”

Proses di Bek-Up memang hanya sampai pada pre-inkubasi. Namun para lulusan Bek-Up ini nantinya akan diarahkan kepada kelas-kelas inkubasi rekanan Bekraf, salah satunya Fenox Capital. Beberapa waktu lalu lulusan Bek-Up beberapa sudah berhasil masuk ke sana. Saat ini Bekraf juga tengah menjalin kerja sama dengan beberapa penyelenggara akselerator lain, salah satunya sedang bernegosiasi dengan East Venture Capital.

Dengan modal kualifikasi dalam penjaringan peserta didukung para mentor dengan spesifikasi tinggi, Bek-Up berharap dapat menelurkan kelompok technopreneur yang memiliki kompetensi bagus. Untuk mendukung kegiatan ini, Bekraf juga mengerahkan timnya dari deputi edukasi, deputi akses pemasaran, deputi permodalan dan deputi bidang fasilitasi HAKI. Ini menjadi hal unik, karena salah satu fokus Bekraf juga untuk mengedukasi seputar HAKI kepada para insan kreatif di dalamnya.

Hari Sungkari juga menambahkan bahwa program ini tidak begitu menargetkan pada pencetakan startup Unicorn, karena pihaknya lebih banyak fokus untuk menghadirkan talenta yang “tahan banting” memfasilitasi kebutuhan digital dalam negeri. Diibaratkan seperti “cockroach”, meskipun kecil tapi memiliki kekuatan yang dahsyat. Startup masih rentan dengan berbagai tantangan di sani-sini, seperti “cockroach” tadi, ketika kakinya putus, harapannya masih tetap bisa bertahan hidup, berlari dan memperbaiki diri.

Melalui Aplikasi Gempita, Bekraf Ingin Bangun Industri Musik yang Lebih Transparan

Meningkatnya minat masyarakat Indonesia terhadap layanan streaming musik membuat Bekraf berkerja sama dengan Telkom menginisiasi sebuah aplikasi lokal bernama Gempita. Aplikasi yang nantinya akan mirip dengan layanan Spotify, JOOX dan Guvera ini didesain khusus untuk mempublikasikan karya-karya musik lokal. Tak hanya untuk menjual lagu, namun Gempita lebih difokuskan untuk memberikan informasi yang lebih transparan kepada para musisi seputar persebaran musik mereka ke konsumen.

Transparansi ini dinilai penting, karena harapannya dapat membuat proses industri menjadi lebih adil. Tak hanya bagi penyanyi, melalui cara ini diharapkan juga dapat melindungi hak penulis lagu, termasuk artis pendukung. Kepada DailySocial, Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari mengungkapkan misi besar dari layanan Gempita:

“Pada dasarnya misi Bekraf bersama Gempita ini bukan untuk menciptakan platform. Streaming adalah contoh platform. Tapi yang ingin dikembangkan di sini adalah sebuah sistem yang merujuk pada transparansi, tentu keuntungannya tidak hanya dari sisi konsumen, melainkan lebih banyak di pelaku industrinya sendiri, dalam hal ini berbagai komponen musisi,” ujar Hari.

Sistem yang dimaksud tersebut adalah untuk memudahkan para pelaku industri (yang di dalamnya termasuk musisi, produser, label musik dan sebagainya) untuk mendapatkan statistik data secara lebih mendetil dan transparan, seputar demografi pangsa pasar mereka. Untuk mematangkan konsep ini, dengan memegang teguh pada unsur HAKI, terdapat sebuah pokja (program kerja) bersama Lembaga Manajemen Kolektif yang saat ini terus digodok mekanisme yang tepat untuk proses royalti, bagi hasil dan sebagainya.

Hari turut mengungkapkan, bahwa Gempita saat ini dari sisi teknologi sudah sangat siap. Namun rencananya baru akan diluncurkan sekitar kuartal keempat tahun 2016, mengingat masih banyak yang harus mematangkan berbagai unsur yang berkaitan dengan bisnis industri musik itu sendiri. Gempita melibatkan banyak pihak, harapannya bisa lebih menjamin ketahanannya dan mampu mengimbangi pangsa pasar digital yang begitu dinamis saat ini.

“Bekraf tidak membuat Gempita sendiri, banyak pihak yang akan menjalankan dari berbagai sisi, baik itu sisi bisnis, pemasaran, royalti, hak cipta hingga proses kerja sama dengan para penggiat musik kreatif,” ujar Hari meyakinkan bahwa Gempita akan relevan di jangka panjang.

Setelah diluncurkan, nantinya Gempita akan lebih mengakomodir kemudahan bagi para musisi lokal, baik itu musisi yang dinaungi oleh perusahaan produksi ataupun musisi indie untuk mengorbitkan karya mereka. Hari mengungkapkan bahwa tata cara dan persyaratan publikasi yang dibuat akan jauh lebih mudah, jika dibandingkan layanan lain, karena Gempita memang dikembangkan untuk kesejahteraan musisi lokal.

Banyak hal yang membuat Bekraf optimis dengan Gempita, dari sisi penetrasi layanan, salah satunya karena kekuatan Telkom sebagai operator dengan broadband terluas dan paling banyak digunakan, yang menjadi salah satu fondasi layanan ini. Selain itu berbagai hal terkait dengan data digital akan disajikan lebih transparan kepada para musisi, ini yang dinilai Bekraf akan menjadi nilai utama dari layanan dan membuat para musisi tertarik untuk masuk di dalamnya.

“Jika berbicara melawan pembajakan memang tidak ada habisnya. Masalahnya banyak masyarakat kita tidak menyadari ada yang dilakukan (menggunakan karya bajakan) itu salah. Bekraf sudah memiliki satgas sebagai langkah antisipatif terhadap pembajakan, dan kini dengan Gempita ingin memberikan akses legal secara lebih mudah. Gampangnya, dari pada membajak, steraming saja, toh murah,” pungkas Hari.