Meski Telah Capai BEP di Q3 2023, Dekoruma Pilih Tunda IPO Menjelang Pemilu

Dekoruma sempat menargetkan IPO pada akhir 2023. Namun, rencana tersebut kemungkinan mundur karena perusahaan mempertimbangkan situasi pasar menjelang Pemilu pada awal 2024.

Co-Founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan mengungkap tengah gencar menambah offline presence di luar Pulau Jawa. Menurutnya, IPO menjadi opsi penggalangan dana yang nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan skala bisnis Dekoruma, termasuk ekspansi gerai.

“Dana pasti butuh karena kami mulai ekspansi ke luar kota juga. Namun, awal tahun depan tampaknya tidak kondusif untuk IPO. Bukan karena pasarnya tidak bagus ya, karena tahun politik. Jadi, kami wait and see dulu. Kami tidak buru-buru, investor juga sudah solid,” ungkap Dimas ditemui di Power Lunch GDP Venture, Selasa (24/10).

Dimas mengungkap bahwa Dekoruma sudah memiliki fundamental bisnis yang sehat sejak beberapa tahun lalu. Klaimnya, Dekoruma sudah mencapai break even di kuartal III 2023. Ia menargetkan break even satu tahun penuh dapat terealisasi di 2024.

Ditanya soal rencana penggalangan dana baru sebelum IPO, ia juga mengaku belum memikirkannya. “Bagi kami, fundraising saat ini untuk ekspansi, berbeda dengan 2-3 tahun lalu di mana modal digunakan untuk R&D dan survival. Kami sudah tahu arah [profitabilitas] ke mana, tetapi saat ini belum memikirkan soal fundraising.”

Dimas juga memberi sinyal untuk memperluas lini bisnisnya ke produk/jasa baru pada tahun depan. Fokusnya saat ini adalah memperkuat posisinya di segmen B2C alih-alih masuk ke pasar ke B2B atau wholesale.

Terakhir kali, Dekoruma mengumumkan pendanaan pada Agustus 2021 dengan perolehan $15 juta (sekitar Rp216,8 miliar). Investor yang terlibat antara lain Nexter Ventures by SCG Cement-Building Materials, KTB Network, termasuk investor terdahulu Global Digital Niaga (Blibli), OCBC NISP Ventura, dan Foundamental.

Tren omnichannel

Lebih lanjut, Dimas memaparkan bagaimana pendekatan omnichannel sangat diperlukan bagi bisnisnya. Dekoruma sejak awal beroperasi sebagai online marketplace untuk produk home & living. Pada 2019, Dekoruma bereksperimen untuk memasarkan produk lewat gerai offline.

“Mengapa offline? Pengalaman pembeli. Furnitur butuh dijajal atau dicoba, sedangkan [penjualan] online tidak akan bisa kasih itu. Saat pandemi, sales naik signifikan sehingga kami memutuskan investasi untuk buka gerai offline,” ujarnya.

Ini juga menjelaskan alasan gencarnya ekspansi Dekoruma ke luar Pulau Jawa selama beberapa tahun terakhir. Tingginya minar pasar baik dari segmen middle low maupun middle high di kawasan ini.

Pada 2022, Dekoruma membuka 16 toko di Jabodetabek. Kemudian, Dekoruma kembali menambah delapan gerai di sejumlah kota non-Jawa, termasuk Medan, Palembang, dan Makassar pada tahun ini. Menurut Dimas, ekspansi gerai offline berdampak terhadap menurunnya biaya marketing dibandingkan dulu saat masih full online.

“Ekspansi offline di luar kota sangat challenging dari sisi rantai suplai dan operasional. Jadi, kami tidak asal buka. Kalau makroekonomi tidak bagus, berimbas ke bisnis kami.” Tutupnya

Application Information Will Show Up Here

Strategi “New-Age Hospitality” Mengantar RedDoorz Capai BEP di 2022

Startup jaringan perhotelan di Asia Tenggara, RedDoorz, berhasil membuktikan strategi mereka dalam bertahan di masa pandemi. Di tahun 2022, perusahaan mencatat pertumbuhan pendapatan hingga 5x lipat dibandingkan sebelum pandemi.

Sebelumnya, mereka sempat mengumumkan rencana perubahan strategi bisnisnya untuk menjadi perusahaan new-age hospitality. Salah satu strategi utama perusahaan adalah membangun merek hotel baru “Sans Hotel” di akhir tahun 2020.

Melalui ‘brand’ ini, RedDoorz membidik pelancong dari generasi Z dan milenial dengan mengedepankan konsep akomodasi yang youthful, design-inspired, dan warmth dengan memadukan teknologi pintar dan harga terjangkau.

Perubahan strategi ini terbukti mendorong pengembangan jumlah properti perusahaan mencapai 55 persen sejak tahun 2019. Hingga saat ini, RedDoorz telah mengakomodasi sekitar 3 ribu properti di 257 kota di seluruh Indonesia. Pencapaian ini menjadi sebuah pembuktian resiliensi bisnis RedDoorz di tengah masa pandemi.

Diluncurkan sejak tahun 2015, Indonesia menjadi pasar terbesar RedDoorz. Meskipun begitu, RedDoorz juga beroperasi  di Singapura, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Di bulan Oktober 2022, RedDoorz Indonesia dan Filipina disebut telah mencapai break even point (BEP) atau tidak lagi merugi.

Regional VP Marketing RedDoorz Henry Manampiring mengungkapkan, “Melalui implementasi strategi dan fundamental bisnis yang berfokus kepada property owners dan customers, kami berhasil memenuhi janji kami untuk mencapai BEP di tahun 2022.” Dengan pencapaian ini, setiap pemasukan yang didapatkan perusahaan ke depannya akan terhitung sebagai keuntungan.

Memasuki tahun 2023, RedDoorz membagikan beberapa strategi dan rencana untuk meningkatkan kinerja bisnis ke depannya. Salah satunya dengan memperbarui sistem loyalty program menjadi lebih sederhana untuk meningkatkan pengalaman pemesanan dan menginap. RedDoorz juga akan memperkuat jaringan offline seller dan memperluas jangkauan propertinya.

VP of Multibrands RedDoorz Adil Mubarak juga menambahkan, “Melalui berbagai strategi dan inisiatif, perusahaan menargetkan untuk meningkatkan jumlah properti hingga dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya dan mencapai BEP untuk RedDoorz Southeast Asia di Q4 2023.”

Industri budget hotel di Indonesia

Berdasarkan data BPS, jumlah usaha penyedia akomodasi, termasuk hotel berbintang di Indonesia pada tahun 2021 tercatat sebesar 24.1 ribu, menurun dari tahun sebelumnya di tengah tekanan dari pandemi Covid-19. Angka tersebut menurun 10,43% dari tahun sebelumnya. Walaupun tren penurunan terjadi di seluruh kategori, akomodasi seperti hotel melati dan vila terpukul lebih keras.

Memasuki tahun 2022, industri pariwisata mulai kembali bangkit. Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), pergerakan wisatawan domestik di tahun 2022 sudah menunjukkan angka yang positif. Tercatat per November 2022 terdapat 800 juta pergerakan, di atas target yaitu 550 juta pergerakan.

Dari sisi online travel agent (OTA), kebangkitan juga tengah dirasakan beberapa pemain di tanah air. Salah satunya Tiket.com yang di masa pandemi telah meluncurkan beberapa inovasi baru dengan menawarkan pengalaman online. Dalam wawancara bersama DailySocial.id, CEO Tiket.com George Hendrata mengungkap bahwa di masa pandemi sekalipun, pasarnya masih bertumbuh.

Dalam pasar hotel budget Indonesia, OYO sebagai pesaing langsung RedDoorz tengah mengembangkan jumlah pilihan akomodasi segmen premiumnya. Perusahaan juga menargetkan untuk melengkapi properti dengan perangkat teknologi yang dapat membantu pelanggan merancang, dan menjalankan penawaran promosi mereka sendiri untuk meningkatkan okupansi dan mendukung pemaksimalan pendapatan.

Di Indonesia sendiri, selain RedDoorz dan OYO, beberapa perusahaan yang menawarkan fasilitas hotel budget adalah Bobobox dan ZenRooms. Startup sejenis lainnya, Airy, sudah lebih dulu gulung tikar. Platform tidak lagi menampilkan listing untuk pemesanan di atas tanggal 31 Mei 2020.

Application Information Will Show Up Here

TIX ID Survives Amid the Pandemic, Returning with Improved Productivity

TIX ID was launched in 2018 as a cinema ticket sales platform. It is the only third party with access to sell tickets from this country’s market leader, XXI cinema network. Other than that, the platform also partners with CGV and Cinepolis.

During the last two years, the business has experienced difficulties due to the pandemic and all the limitations applied by the government. This directly impacts TIX ID. The company was forced to restructure its employees for survival. Also, selling vouchers for various online streaming platforms in order to adapt to the current situation.

In 2022, they return along with the rise of the cinema industry.

DailySocial.id got the chance to speak directly with TIX ID’s CEO, Sean Kim on the company’s latest business. Amidst the work flexibility trend, Sean (and family) have been working from Bali for some time now.

He said, during the pandemic, TIX ID never had any intention to pivot.

“From the beginning, I was quite sure not to pivot. TIX ID used the gap for maintenance mode. There are many plans that remain in the pipeline that we haven’t launched. In the meantime, we are also starting to try to get additional income,” Sean added.

Since going to the cinema was not really a basic necessity for some people, Sean and his team wished that the applications installed will remain on their phones. In order to maintain engagement, through its application, TIX ID presents information related to film developments.

In addition, they also collaborate with OTT platforms to sell vouchers for on-demand video services and drive traffic to each platform. The initiative for a drive-in theater was also an option. However, with all the considerations, the plan should be canceled.

BEP milestone

“Entering 2021, the Hollywood film industry is seemed to start recovering. However, the delta variant arrived, and the government re-applied PSBB,” Sean said.

Although the pandemic has not been fully handled, several films such as Shang-Chi, Eternals, and Spider-Man have appeared to encourage the public’s enthusiasm for the cinema. With quite great numbers, apparently, the excitement is still insufficient.

It was not until the release of the horror movie “KKN di Desa Penari” not long after, which actually draw massive public attention — cinemas in various cities were filled with audiences.

This phenomenon turned out to have a positive influence on TIX ID. It was claimed due to the long queues, many people are using TIX ID app, and that becomes the moment for thousands of new users.

Sean also said that the KKN film plays a role in taking the TIX ID app to the first position on Google Play, as the most downloaded application by Indonesians.

In fact, this increasing trend has boosted the company’s revenue. Sean announces that the business has reached BEP (Break Even Point) and is on its way to positive cashflow.

The shifting in people’s behavior also has an impact. In the early days of TIX ID, its adoption was limited to the urban class. Meanwhile, with the current digital pace, it is getting evenly distributed, and users in tier-2 and 3 cities have started to adapt to app-based ticket purchasing instead of queuing up at the cinema.

“Before the pandemic, we projected to sell around 15-20% tickets. Today, we can sell around 40%. This is all due to the changes in consumer habits,” Sean said.

TIX ID is said to be the only platform that serves around 90% of cinemas in Indonesia. Even though other giant techs such as Traveloka, Gojek, and others have started to provide cinema ticket purchasing — it is said to cover only around 20%.

As a platform that dominates online cinema ticket sales, offline purchasing is considered to be TIX ID’s only competitor.

“When we first launched, we did a lot of promotional activities. However, we are starting to tune down these activities and the organic growth is getting better. It is not only from the number of users but also from business growth,” Sean said.

The platform remains to rely on DANA as the main payment option, Sean also said this strategic collaboration provides benefits for them. It is proven by DANA’s business growth among the younger generation.

Acquisition plan

TIX ID has many plans to carry out this year, one of which is the acquisition initiative to increase the ticket options for attractions and offline activities through the platform.

This plan is yet to be detailed. However, from our observation, TIX ID was involved in PouchNATION’s series B funding round in 2020, which is an event management system developer — complete with software and an RFID wristband.

The next plan to be intensified is for TIX ID to be more involved in the film production process. This agenda is yet to be further detailed.

In addition, to encourage sustainable growth, the company will optimize the use of big data to maximize ticket sales and help cinemas determine movie placement in their studios.

TIX ID also intends to strengthen strategic cooperation with OTT players, and other cinema operators in Indonesia to expand its network.

“Our advantages are user-base, data, and behavior. We still see an issue for movie theater owners to manage studios and find the right way to distribute films and fill the seats,” Sean said.

By utilizing this data, they will be able to predict and measure the movie’s potential before it is released, therefore maximizing profits.

TIX ID also aims to be a space for users who want to find new to old movies, which will be redirected to OTT partner platforms and various existing studios.

“In the future, we aim to not only be an online cinema ticket sales platform but also to transform the cinema industry to grow faster after the pandemic, as the situation gets better,” Sean said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Bertahan di Tengah Pandemi, TIX ID Kembali dengan Produktivitas yang Semakin Baik

TIX ID meluncur di tahun 2018 sebagai platform penjualan tiket bioskop. Ia menjadi satu-satunya pihak ketiga yang memiliki akses menjual tiket di jaringan bioskop XXI, pemimpin pasar di negeri ini. Selain dengan XXI, mereka juga bermitra dengan CGV dan Cinepolis.

Selama pandemi dua tahun terakhir, bisnis bioskop mengalami kesulitan karena sektor ini sempat tidak boleh beroperasi bersamaan dengan berbagai pembatasan yang diterapkan pemerintah. Hal ini secara langsung berdampak bagi TIX ID. Mereka terpaksa melakukan restrukturisasi jumlah pegawai untuk bertahan. Perusahaan lalu beradaptasi menjual beragam voucher platform online streaming. 

Di tahun 2022, mereka kembali bangkit, seiring dengan bangkitnya industri bioskop.

DailySocial.id mendapat kesempatan berbincang langsung dengan CEO TIX ID Sean Kim, tentang perkembangan terbaru perusahaan yang dipimpinnya ini. Di tengah tren fleksibilitas bekerja, Sean (dan keluarga) telah bekerja dari Bali selama beberapa waktu terakhir.

Sean mengatakan, selama pandemi, TIX ID tidak terbersit ide untuk melakukan pivot.

“Sejak awal saya yakin tidak mau melakukan pivot. Momen tersebut  dimanfaatkan [TIX ID] untuk maintenance mode. Masih banyak rencana yang masuk dalam pipeline yang belum kami lancarkan. Di saat yang sama kami juga mulai mencoba mendapatkan pendapatan tambahan,” kata Sean.

Menyadari bahwa kegiatan masyarakat untuk mengunjungi bioskop bukanlah menjadi prioritas, Sean dan tim berharap aplikasi yang sudah banyak digunakan pengguna tetap bertahan di ponsel mereka. Demi bisa mempertahankan engagement, lewat aplikasinya TIX ID menghadirkan suguhan informasi terkait perkembangan film.

Selain itu mereka juga menjalin kolaborasi dengan platform OTT untuk bisa menjual voucher layanan video on-demand dan mendorong trafik ke masing-masing platform. Rencana untuk menghadirkan pilihan drive in theater juga sempat ingin diwujudkan. Namun melihat kondisi yang ada, rencana tersebut tidak jadi mereka kembangkan.

Telah mencapai BEP

“Memasuki tahun 2021, saya melihat industri film Hollywood sudah mulai pulih. Namun kemudian varian delta datang dan mengharuskan pemerintah untuk melakukan PSBB kembali,” kata Sean.

Terlepas dari Covid-19 yang belum sepenuhnya terkendali, beberapa film seperti Shang-Chi, Eternals, hingga Spider-Man muncul membangkitkan kembali semangat masyarakat untuk menikmati film di bioskop. Kendati menggeliat, namun minat menonton di bioskop belum maksimal.

Hingga akhirnya dirilis film horor “KKN di Desa Penari” tidak lama kemudian, yang justru mendapatkan atensi luar biasa dari masyarakat — bioskop di berbagai kota dipenuhi penonton.

Fenomena tersebut ternyata memberikan pengaruh positif kepada TIX ID. Tercatat karena tingginya antrean, aplikasi TIX ID kembali banyak digunakan, bahkan juga menjadi momentum hadirnya ribuan pengguna baru.

Sean mengklaim karena film KKN jugalah yang menempatkan aplikasi TIX ID sempat bertengger nomor satu di Google Play, sebagai aplikasi yang paling banyak diunduh oleh masyarakat Indonesia.

Bahkan tren peningkatan ini turut mendongkrak revenue perusahaan, Sean mengklaim bahwa bisnisnya telah berhasil mencapai BEP (Break Even Point) dan tengah menuju cashflow positif.

Perubahan perilaku masyarakat juga memberikan pengaruh. Di awal berdirinya TIX ID, adopsinya masih terbatas di kalangan perkotaan. Sementara sekarang, dengan laju digital yang makin merata, pengguna di kota tier-2 dan 3 juga sudah mulai beradaptasi dengan kebiasaan baru untuk membeli tiket via aplikasi, alih-alih mengantre di bioskop.

“Sebelum pandemi kami memprediksi dapat menjual tiket sekitar 15-20%, saat ini kami dapat menjual sekitar 40%. Hal ini terjadi karena adanya perubahan kebiasaan dari konsumen,” kata Sean.

TIX ID mengklaim sebagai satu-satunya platform yang melayani sekitar 90% gedung bioskop di Indonesia. Meskipun platform seperti Traveloka, Gojek, dan lainnya sudah mulai memberikan pilihan membeli tiket bioskop — dinilai baru merangkul sekitar 20% saja.

Sebagai platform yang cukup mendominasi penjualan tiket bioskop secara online, pembelian tiket langsung ke bioskop dinilai menjadi satu-satunya kompetitor TIX ID.

“Saat awal meluncur kami banyak melakukan kegiatan promosi. Namun saat ini kami mulai meminimalisir kegiatan tersebut dan secara organik pertumbuhan semakin membaik. Bukan hanya dari jumlah pengguna namun pertumbuhan bisnis,” kata Sean.

Masih mengandalkan DANA sebagai pilihan pembayaran utama di TIX ID, menurut Sean kerja sama strategis ini memberikan keuntungan bagi mereka. Hal ini dilihat dari pertumbuhan bisnis DANA yang semakin baik di kalangan generasi muda.

Rencana akuisisi platform event

Tahun ini banyak rencana yang ingin dilancarkan oleh TIX ID, salah satunya adalah melakukan akuisisi yang bertujuan untuk menambah pilihan pembelian tiket atraksi dan kegiatan offline melalui platform.

Belum ada informasi mendetail terkait rencana ini. Namun satu hal yang bisa dikaitkan, pada tahun 2020 lalu TIX ID sempat terlibat dalam putaran pendanaan seri B PouchNATION, yakni sebuah startup pengembang sistem manajemen event — lengkap dengan perangkat lunak dan RFID wristband.

Rencana berikutnya yang ingin digencarkan, TIX ID ingin mulai terlibat lebih dalam pada proses produksi film. Agenda ini juga belum bisa dijabarkan detailnya.

Selain itu, untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan, akan ada optimasi penggunaan big data untuk bisa mengoptimalkan penjualan tiket dan membantu bioskop menentukan penempatan film di studio yang dimiliki.

TIX ID juga ingin mempererat kerja sama strategis dengan pemain OTT, dan pengelola bioskop lainnya di Indonesia untuk memperluas jangkauan.

“Keuntungan kami adalah user-base, data, dan behaviour. Kami melihat di bisnis ini masih sulit bagi pemilik gedung bioskop untuk mengelola studio dan menemukan cara yang tepat untuk mendistribusikan film serta mengisi jumlah bangku yang dijual,” kata Sean.

Dengan pemanfaatan data tadi, mereka akan mampu untuk memprediksi dan mengukur potensi film sebelum dirilis, sehingga dapat memaksimalkan profit.

TIX ID juga ingin menjadi platform rekomendasi bagi pengguna yang ingin mencari dan menikmati film baru hingga film lawas yang kemudian bisa di arahkan ke platform mitra OTT hingga berbagai studio yang ada.

“Ke depannya kita tidak hanya ingin menjadi platform penjualan tiket bioskop online, namun ingin mengubah industri sinema tumbuh lebih cepat pasca-pandemi, dengan semakin membaiknya kondisi saat ini,” kata Sean.

Application Information Will Show Up Here

5 Strategi Penetapan Harga dan Manfaatnya untuk Bisnis

Menetapkan harga jual ternyata tidak bisa dilakukan secara asal. Terdapat beberapa strategi penetapan harga yang bisa diterapkan untuk menghasilkan harga jual dengan keuntungan besar. Tapi, sayangnya, masih banyak bisnis yang belum mengetahui hal ini sehingga tidak menerapkannya.

Untuk Anda yang baru saja akan menetapkan harga jual, jangan sampai hal tersebut terjadi pada Anda. Pahami beberapa strategi penetapan harga berikut ini dan terapkan yang paling sesuai dengan bisnis Anda.

Strategi Penetapan Harga

Strategi penetapan harga atau pricing strategy adalah metode penentuan harga yang digunakan oleh sebuah bisnis atau perusahaan.

Terdapat lima metode yang salah satunya dapat Anda gunakan untuk menentukan harga, antara lain mark up, menetapkan biaya harga plus, berdasarkan pesaing, penetapan BEP, dan berdasarkan permintaan pasar.

Mark Up

Mark up merupakan salah satu metode penetapan harga yang cukup sederhana dengan menggunakan harga pokok produk di awal pembelian sebagai pedomannya.

Dengan begitu, bisnis yang menerapkan metode ini akan selalu melihat kepada harga awal produk untuk kemudian dinaikkan beberapa persen sebagai keuntungan.

Menetapkan Biaya Harga Plus

Metode penetapan harga kedua yang bisa diterapkan untuk bisnis dengan skala kecil hingga besar adalah dengan menetapkan biaya harga plus.

Berbeda dengan mark up, metode ini berpedoman pada keseluruhan biaya yang digunakan untuk membuat suatu produk. Kemudian, untuk menutupi laba, keseluruhan laba tersebut ditambah dengan satuan jumlah tertentu.

Menetapkan Harga Berdasarkan Pesaing

Pillihan strategi penetapan harga lainnya adalah menetapkan harga dengan melihat bisnis kompetitor. Anda dapat melakukan riset mengenai harga jual yang ditetapkan oleh pesaing.

Dengan menerapkan metode ini, Anda dapat menganalisis harga jual yang sekiranya dapat menarik lebih banyak customer dan tetap menguntungkan.

Menetapkan Break Even Point (BEP)

Menentukan harga jual dengan menghitung nilai BEP (break even point) juga bisa menjadi salah satu cara yang bisa Anda gunakan pada bisnis Anda. Untuk pembahasan cara menghitung break even point, Anda bisa melihat selengkapnya di sini.

Berdasarkan Permintaan Pasar

Selain meriset kompetitor, Anda juga bisa menentukan harga dengan meriset langsung pada permintaan pasar. Anda bisa melakukan riset dari feedback yang diberikan konsumen, permintaan harga konsumen, dan bentuk saran lainnya.

Manfaat dari Strategi Penetapan Harga

Mengapa Anda perlu menggunakan strategi dalam menetapkan harga jual? Berikut manfaat yang bisa Anda dapatkan:

  • Bisnis dapat menembus pasar dengan mudah.
  • Meningkatkan nilai dan image brand.
  • Bisnis terbantu untuk mengembangkan produk yang lebih berkualitas.
  • Meningkatkan fokus pada layanan pelanggan.
  • Bisnis dapat memerintahkan poin harga yang tinggi.
  • Mempromosikan loyalitas pelanggan.
  • Membuktikan data kesediaan konsumen membayar yang real.

Itu dia 5 strategi penetapan harga dan manfaat yang bisa didapatkan oleh bisnis Anda. Setelah memahami kelima metode tersebut, pilih satu metode untuk diterapkan pada bisnis Anda dan dapatkan banyak keuntungan.

Header by Pixabay.

3 Cara Menghitung Break Even Point Bisnis Anda

Setelah mengetahui apa itu Break Even Point dan manfaatnya dalam dunia bisnis, selanjutnya Anda perlu mempelajari cara menghitung Break Even Point pada bisnis Anda. Terdapat tiga cara untuk menghitung nilai BEP, yakni menghitung BEP per unit, per penjualan, dan per biaya.

Tapi, sebelum masuk ke rumus menghitug BEP, simak terlebih dahulu elemen-elemen yang ada pada Break Even Point.

Elemen-Elemen dalam Cara Menghitung Break Even Point (BEP)

Dalam menghitung break even point, ada beberapa elemen yang perlu Anda ketahui. Berikut ini adalah elemen-elemen dalam BEP:

  • Biaya tetap (fixed cost). Biaya tetap merupakan biaya yang secara rutin dikeluarkan oleh perusahaan atau bisnis meskipun sedang tidak ada kegiatan produksi. Contoh biaya tetap atau fixed cost adalah biaya sewa gedung dan biaya maintenance peralatan atau kendaraan.
  • Biaya variabel (variable cost). Berbeda dengan biaya tetap, biaya variabel adalah biaya yang keluar mengikuti kegiatan produksi yang dilakukan. Dengan kata lain, biaya variabel merupakan biaya produksi. Di antaranya seperti biaya bahan baku, upah pekerja harian, dan bahan bakar.
  • Biaya campuran (mixed cost). Seperti namanya, biaya ini merupakan campuran dari biaya tetap dan biaya variabel. Dalam kata lain, biaya ini merupakan biaya yang rutin dibayarkan meskipun tidak ada produksi. Namun, ketika sedang ada produksi, biaya yang harus dibayarkan menjadi lebih tinggi. Contoh dari biaya campuran antara lain biaya internet, biaya listrik, dan biaya air.
  • Harga pokok penjualan (HPP). Harga ini adalah harga murni dimana laba berada pada angka 0, sama halnya seperti BEP.
  • Pendapatan (revenue). Revenue atau pendapatan adalah total uang yang didapatkan dari hasil penjualan.
  • Laba (profit). Laba bisa Anda ketahui dengan mengurangi total penghasilan dengan fixed cost dan variable cost.
  • Margin Laba. Margin laba adalah nominal yang bisa Anda tambahkan pada harga produk ketika Anda telah mengetahui nilai BEP untuk memperoleh laba itu sendiri.

Cara Menghitung Break Even Point

Seperti yang telah disampaikan di atas, terdapat tiga cara dalam menghitung nilai BEP. Di antaranya adalah menghitung nilai BEP per unit, per penjualan, dan per biaya. Ketiga cara tersebut memiliki rumus dan tujuan yang berbeda. Simak informasi selengkapnya di bawah ini.

BEP per Unit

Menghitung BEP per unit cocok untuk Anda yang ingin tahu kontribusi produk per unit dalam mencapai laba. Berikut ini adalah rumus BEP per unit:

 

Cara menghitung Break even point

 

BEP per Penjualan / BEP Nominal

Break Even Point (BEP) penjualan adalah nilai BEP yang dihasilkan dari pembagian biaya tetap dengan selisih harga jual dan perbandingan biaya variabel dengan harga, atau seperti dalam rumus di bawah ini.

 

Cara menghitung Break even point

 

BEP per Biaya

Cara menghitung nilai BEP selanjutnya adalah dengan perhitungan berdasarkan biaya pokok atau harga jual. Perhitungan nilai BEP satu ini merupakan yang paling mudah dan sering digunakan. Berikut ini rumus BEP per biaya:

 

Cara menghitung Break even point

 

Adapun cara menghitung total biaya variabel (total variable cost) adalah sebagai berikut:

 

Cara menghitung Break even point

 

Demikian informasi mengenai elemen dalam BEP hingga tiga rumus cara menghitung Break Even Point bisnis Anda. Anda bisa memilih salah satu rumus menghitung BEP yang paling sesuai dengan kebutuhan Anda.

Pengertian Break Even Point, Istilah yang Paling Sering Disebut dalam Bisnis

Dalam berbisnis, terdapat banyak sekali istilah yang harus Anda pelajari. Break Even Point atau yang sering disingkat dengan BEP adalah salah satu istilah penting dalam dunia bisnis yang harus Anda ketahui selaku business owner.

Istilah BEP ini berhubungan dengan manajemen keuangan dalam sebuah bisnis. Hal ini karena BEP dipakai untuk menganalisa apakah sebuah bisnis masih merugi atau tidak. Untuk lebih memahami istilah ini dengan baik, simak informasi selengkapnya pada artikel ini.

Pengertian Break Even Point (BEP)

BEP atau Break Even Point adalah titik dimana sebuah bisnis telah terbebas dari kerugian atau titik di mana sebuah bisnis bisa menutupi biaya produksi dari hasil penjualan.

Istilah BEP ini juga umum dikenal sebagai titik impas atau balik modal. Seperti nama lainnya, yakni titik impas, sebuah bisnis dikatakan telah mencapai BEP ketika total hasil penjualan bisnis Anda dapat menutupi semua jenis pengeluaran, tidak kurang dan tidak lebih.

 

Break even point adalah

 

Menghitung BEP bisnis Anda memiliki banyak sekali manfaat atau keuntungan. Berikut ini adalah manfaat dari menghitung BEP:

  • Mengetahui biaya produksi dan pengeluaran lainnya. Ketika hendak menghitung nilai BEP bisnis Anda, secara otomatis Anda tentu perlu menghitung biaya pengeluaran. Dengan begitu, Anda tahu berapa biaya yang Anda habiskan untuk produksi, operasional, dan kegiatan lainnya dalam bisnis Anda.
  • Mengetahui banyaknya investasi yang dibutuhkan. Dengan menghitung BEP, Anda juga bisa mengetahui banyaknya modal tambahan atau investasi yang bisnis Anda butuhkan. Modal tambahan ini nantinya akan membantu Anda agar sampai pada titik BEP hingga titik laba.
  • Mengetahui estimasi waktu balik modal. Ketika sebuah bisnis baru berjalan, tentu bisnis tidak akan langsung mencapai titik balik modal. Namun, Anda bisa mengetahui estimasi waktu balik modal Anda dengan menghitung BEP.
  • Menjadi batas agar tidak mengalami kerugian. Sebuah bisnis tentu tidak ingin mengalami kerugian. Nilai BEP bisa menjadi batasan atau margin agar Anda dapat mencegah kerugian dengan memastikan profit bisnis tidak kurang dari nilai BEP.
  • Membantu menyusun strategi untuk meningkatkan profit. BEP, biaya produk, dan keuntungan merupakan variabel dalam bisnis yang saling berhubungan satu sama lain. Ketika Anda berusaha untuk mencapai titik laba, maka Anda perlu mengetahui terlebih dahulu BEP bisnis Anda untuk kemudian menyusun strategi yang tepat guna meningkatkan profit.

Ternyata, BEP bukan hanya sekedar istilah namun juga tolak ukur yang perlu diketahui untuk menilai apakah bisnis Anda merugi dan membantu menyusun strategi untuk bisa mencapai titik laba.

Ralali Targetkan Balik Modal dalam Satu Tahun ke Depan

Kondisi pandemi memaksa platform marketplace B2B Ralali memilih jalan yang lebih konservatif. Founder dan CEO Ralali Joseph Aditya menegaskan bahwa untuk saat ini tak akan ada ekspansi atau pengeluaran yang gila-gilaan dari perusahaan di masa tak menentu seperti ini.

Patut diingat e-commerce B2B seperti Ralali ini merupakan salah satu yang paling terdampak dari lesunya ekonomi selama wabah Covid-19 melanda dunia. Lemahnya daya beli masyarakat dan rusaknya rantai pasokan bisnis memaksa Ralali untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Masih segar di ingatan bagaimana startup marketplace B2B Stoqo gulung tikar pada April lalu.

Kehati-hatian dalam menghadapi potensi krisis tercermin dari ucapan Aditya. Dalam konferensi pers virtual siang tadi, Aditya menekankan bahwa selain tak akan ada pengeluaran besar-besaran, keputusan mereka harus berorientasi untung.

“Intinya yang kami lakukan itu membuahkan revenue atau return. Artinya semua cost yang berubah seperti variable cost harus bisa diukur menjadi revenue. Sementara untuk yang menjadi operasional harus dioptimalkan bertahan tidak naik drastis,” jelas Aditya.

Dengan kerangka berpikir demikian, Aditya berani memasang target Ralali memperoleh break even point sebelum ulang tahun perusahaan berikutnya. “Kami inginnya bukan jadi e-commerce yang bakar-bakar duit, tapi menjadi e-commerce yang profitable,” imbuh Aditya.

Sumber keyakinan Aditya berasal dari kenaikan e-commerce B2B yang selama ini selalu didominasi oleh e-commerce B2C. Edukasi produk dan teknologi yang cukup lama dari para pelaku B2C menurutnya membantu Ralali dikenal lebih cepat oleh target pengguna.

Strategi bisnis ke depan

Ralali yang baru berusia 7 tahun sekarang punya sejumlah strategi untuk bertahan dari kencangnya guncangan ekonomi akibat pandemi. Salah satu di antaranya adalah dengan merancang hyperlocal business. Konsep ini memungkinkan satu titik bisa menyuplai kebutuhan bisnis di radius 15-20 kilometer.

Strategi lain yang diutamakan oleh Ralali adalah pendanaan UKM. Bedanya pendanaan yang disediakan oleh Ralali berbentuk barang. Menurut Aditya, pendanaan jenis ini dibutuhkan oleh para UKM yang kesulitan beroperasi kembali.

“Kita punya tim di lapangan untuk profiling yang nanti kita bisa beri bantuan dana dalam bentuk supply chain financing atau dengan kata lain pendanaan dalam bentuk barang. Jadi nanti dikasih barangnya dulu, lalu ketika produknya sudah terjual baru mereka bisa bayar ke kami,” terang Aditya.

Guna melewati masa-masa sulit saat ini, Ralali juga meluncurkan kampanye untuk mendukung dan menggandeng UMKM kembali bangkit. Kampanye tersebut meliputi promo, diskon, ongkir gratis, yang bisa dinikmati pembeli di platform Ralali.

Selama 7 tahun beroperasi, Ralali tercatat digunakan lebih dari 11.000 pemasok dan 160.000 UMKM. Angka-angka tersebut menjadikan Ralali sebagai salah satu e-commerce B2B terbesar di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Tiga Tahun Berdiri, Sale Stock Segera Capai Titik Impas dan Dulang Laba

Platform e-commerce fesyen Sale Stock mengklaim segera mendekati titik impas (break even point/BEP) dan bersiap untuk mendulang laba sejak pertama kali berdiri pada akhir 2014. Kinerja ini ditopang dari pertumbuhan revenue berlipat ganda selama 9 bulan pasca memperoleh pendanaan seri B+ senilai Rp360 miliar pada tahun 2017.

Sayangnya CEO & Co-Founder Sale Stock Lingga Madu enggan membeberkan lebih detail terkait klaimnya tersebut dalam wawancaranya bersama DailySocial. “Kami on track menuju BEP, tapi belum bisa di-disclose kapannya,” ujarnya, Selasa (27/3).

Lebih lanjut Lingga menjelaskan, secara mendasar perusahaan dibangun dengan misi ingin melayani 1 miliar pengguna, untuk itu strateginya harus sejalan namun sehat. Perusahaan tidak bisa selamanya menerapkan strategi pemasaran dengan bakar uang demi menarik transaksi, perlu memikirkan bagaimana bisnis yang berkelanjutan hingga masa mendatang.

Alhasil kiblat yang dianut Sale Stock adalah perusahaan seperti Unilever, PnG, dan Coca Cola yang tetap bisa hidup selama puluhan tahun dengan mengandalkan keuntungan yang diperoleh saja. Sebagai langkah awal, ini dibuktikan lewat pencapaian gross margin yang dinilai setara dengan perusahaan fesyen e-commerce terbuka di skala internasional seperti Boohoo, Asos, dan Zalando.

“Dari inventory, Sale Stock hanya jual barang sendiri. Kita bisa potong inefficiency, lalu mengalokasikan sebagian besar saving ke konsumen dan sisanya untuk bangun fondasi biar perusahaan bisa lebih besar.”

Maka dari itu, sambungnya, Sale Stock bukan tergolong startup e-commerce yang rajin mencari pendanaan baru tiap tahunnya. Pendanaan terakhir yang diumumkan perusahaan adalah seri B+ sebesar Rp360 miliar yang dipimpin oleh Gobi Partners dan Golden Equator Capital, kemudian diikuti MNC Media Investment, SMDV, Convergence Ventures, Kip, dan Alpha JWC Ventures.

“Uang yang kita raise kemarin, cukup untuk sampai BEP. Ketika sudah BEP, itu enak. Kita mau hidup dari operasional saja bisa, kalau mau tumbuh lebih cepat atau ekspansi regional bisa raise fund lagi. Banyak sekali opsi setelah kita bisa BEP dan BEP itu membuktikan bahwa bisnis kita ini solid dan bisnis beneran.”

Model bisnis utama Sale Stock adalah B2C, tanpa ada B2B sama sekali, menyediakan akses fesyen wanita –juga pria– yang berkualitas dengan harga terjangkau. Barang yang dijual dalam platform adalah hasil produksi pabrikan sendiri bekerja sama menjangkau para penjahit UKM tersebar di berbagai lokasi.

Hasil produksi disimpan dalam gudang Sale Stock yang berlokasi di Cawang, kemudian dikirim dengan menggunakan jasa pihak ketiga. Kanal penjualan yang dimanfaatkan Sale Stock adalah multi-platform, di antaranya aplikasi mobile, situs web, LINE, WhatsApp, BBM Channel, dan Instagram yang sudah didukung dengan bantuan chatbot “Soraya”.

Soraya adalah customer service Sale Stock tersedia selama 24 jam. Lewat chatbot ini, pengguna dapat meminta rekomendasi produk sesuai selera dan mengakomodasi hingga pembayarannya.

Strategi meyakinkan konsumen baru

Kendati Sale Stock adalah bisnis yang bergerak secara penuh di teknologi, namun perusahaan menyediakan layanan dengan proses pembayaran di tempat (COD) dinamai “Coba Dulu Baru Bayar (CDBB)”. Tujuannya ingin mendongkrak pengguna baru yang sebelumnya ragu belanja baju di situs online karena takut tidak sesuai ketika pesanan tiba.

Di layanan ini, pengguna dipersilakan untuk mencoba baju selama 15 menit setelah kurir tiba di lokasi perjanjian. Pengguna dapat mengembalikan produk pada saat itu juga bila tidak suka dan hanya membayar produk yang disukai apabila metode pembayaran yang dipilih adalah COD.

Pilot layanan ini dimulai sejak September 2017 untuk wilayah Jabodetabek. Dari sana, pihak Sale Stock mendapat banyak pembelajaran dan akhirnya mantap untuk memperluas layanan ini hingga 250 kota di seluruh Indonesia hingga mencakup Maluku, Papua, Kalimantan, NTT, NTB, dan Bali.

“Kami memutuskan untuk jadikan CDBB sebagai layanan permanen, bukan periodik yang hanya ada secara berkala saja.”

Layanan ini, menurut Lingga, memang syarat dengan berbagai inefisiensi karena potensi barang kembali (retur) cukup tinggi, terlebih layanannya sudah nasionalkan. Namun kekhawatiran tersebut bisa diatasi lantaran produk Sale Stock mengusung jaminan 100% tampilan asli karena perusahaanlah yang desain dan produksi sendiri. Ukurannya pun seragam sesuai patokan, tidak berbeda antar produk.

“Kami sudah buat perhitungan [untuk layanan CDBB] bila retur terjadi. Namun dari pembelajaran ini, kami buat riset internal dengan menanyakan kepada responden. Hasilnya adalah sebanyak 74% dari mereka menyebut pertama kali belanja online itu lewat Sale Stock. Ini buat kami jadi optimis.”

Diklaim Sale Stock telah menerima 400 ribu konsumen yang memanfaatkan layanan tersebut di seluruh Indonesia. Secara total, hingga kini Sale Stock telah mengirimkan lebih dari 4 juta pesanan dengan total SKU sekitar 150 ribu barang.

Kantor Sale Stock berada di enam titik dengan tiga lokasi, di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta dengan total karyawan sekitar 700 orang yang keseluruhannya adalah talenta lokal. Aplikasi untuk versi Android saja telah diunduh lebih dari 5 juta kali.

Application Information Will Show Up Here