BMW Vision iNext Demonstrasikan Teknologi Kabin yang Amat Canggih

Mobil konsep dulunya identik dengan pintu bergaya gullwing maupun elemen visual lain yang dapat menambah kesan keren secara instan. Zaman jelas sudah berubah. Sekarang, mobil konsep identik dengan interior minimalis ibarat sebuah lounge berjalan, maupun yang dapat berubah-ubah sesuai kebutuhan.

Tema yang sama juga diangkat oleh BMW lewat konsep terbarunya, BMW Vision iNext. Melalui iNext, BMW sejatinya ingin mendemonstrasikan teknologi-teknologi yang bakal mendikte perkembangan mereka selama setidaknya sepuluh tahun ke depan.

BMW Vision iNext Concept

Motor elektrik sudah pasti menjadi atribut utama, demikian pula integrasi sistem kemudi otomatis. iNext masih mempunyai lingkar kemudi pada dashboard penuh layarnya, yang berarti Anda masih bisa memilih untuk menyetir sendiri. Namun saat mode otomatisnya aktif, setir akan bergerak mundur, mengindikasikan sistem telah mengambil alih.

Yang cukup janggal dari kabin ini adalah absennya tombol atau kenop kontrol fisik. Oke, memang sudah ada beberapa mobil produksi zaman sekarang yang mengandalkan interface sentuh sepenuhnya. Lalu apakah iNext juga demikian? Ya, tapi jauh lebih canggih dari yang kita bayangkan.

BMW Vision iNext Concept

Untuk mengatur volume audio misalnya, tidak perlu menyentuh slider di layar atau menerapkan gesture tangan tertentu. Cukup letakkan jari di permukaan jok di samping paha, lakukan gerakan seperti menggambar lingkaran, maka volume bakal membesar atau mengecil.

BMW menyebut teknologi ini dengan istilah “Shy Tech”. Maksudnya, teknologi ini akan hanya tersedia ketika kita membutuhkannya saja. Sebaliknya, teknologi bakal membaur dengan material-material dalam kabin ketika tidak diperlukan, sama sekali tidak mengganggu pengalaman berkendara semua penumpang.

BMW Vision iNext Concept

Sepintas kedengarannya memang seperti sihir, akan tetapi BMW memanfaatkan teknologi Jacquard hasil garapan Google untuk mewujudkannya. Teknologi itu pada dasarnya memungkinkan material kain untuk disulap menjadi panel kapasitif karena ditenun menggunakan benang induktif.

Contoh lain Shy Tech yang lebih ekstrem adalah proyektor sebagai sumber segala konten. Bukan cuma konten yang tampil di layar infotainment saja, tapi juga yang muncul di halaman buku; saat berada di dalam kabin iNext, Anda cuma perlu membawa satu buku kosong, lalu proyektor akan mendeteksi keberadaannya dan memproyeksikan bacaan ke atasnya.

BMW Vision iNext Concept

Apakah ini lebih efisien ketimbang membawa sebuah iPad? Entahlah, toh ini memang mobil konsep, jadi semua hal tidak harus terdengar rasional. Kendati demikian, harus diakui filosofi Shy Tech ini sangat menarik, terutama apabila BMW bisa menerapkannya guna mengatasi problem-problem yang nyata, bukan sebatas keren-kerenan seperti mengganti buku dengan hasil proyeksi itu tadi.

BMW Vision iNext Concept

Beralih ke luar, kelihatan sekali wajah SUV yang amat futuristis. Ciri khas BMW masih dipertahankan lewat grille depannya, meski kini wujudnya sudah agak berbeda, demikian pula fungsinya yang telah beralih menjadi tempat bernaungnya sensor-sensor sistem kemudi otomatis.

Rencananya, BMW akan menggarap versi produksi iNext pada tahun 2021. Setahun sebelum itu, SUV elektrik BMW iX3 yang lebih tradisional bakal lebih dulu direalisasikan.

Sumber: CNET dan BMW.

Nuance Ciptakan Voice Assistant untuk Mobil yang Bisa Merespon Tanpa Perlu Dipanggil Lebih Dulu

Populasi mobil yang mengemas head unit touchscreen semakin banyak. Akibatnya, jumlah tombol fisik yang ada di dashboard pun jadi berkurang. Lihat saja Tesla Model 3, meski saya tahu mobil itu termasuk terlalu ekstrem untuk dijadikan contoh poin yang hendak saya angkat ini.

Penggunaan layar sentuh jelas ada kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya, informasi yang dapat ditampilkan jadi lebih banyak. Kekurangannya, mengoperasikan fitur-fitur mobil jadi tidak semudah menggunakan tombol atau kenop fisik, terutama ketika mobil sedang berjalan. Salah satu contohnya adalah Renault Koleos, yang sistem pendinginnya cuma bisa dioperasikan lewat layar sentuh.

Untuk mengatasi problem tersebut, sejumlah pabrikan pun mengandalkan bantuan voice assistant. Premisnya kurang lebih sama seperti Google Assistant maupun Siri yang ada di ponsel, tapi di sini voice assistant-nya sudah terintegrasi langsung pada sistem infotainment mobil.

Cara kerjanya pun sama, di mana kita harus terlebih dulu memanggil sang voice assistant sebelum lanjut memberikan instruksi atau pertanyaan. Bisa dengan panggilan macam “Hey Mercedes” (untuk mobil-mobil Mercy yang mengemas sistem infotainment MBUX), atau yang lebih umum yaitu dengan menekan tombol pada setir.

MBUX memanfaatkan platform voice assistant besutan Nuance / Mercedes-Benz
MBUX memanfaatkan platform voice assistant besutan Nuance / Mercedes-Benz

Ini bukan masalah besar untuk satu atau dua perintah suara. Namun seiring bertambah cerdasnya voice assistant sehingga bisa bercakap-cakap secara lebih alami, mengucapkan ‘mantra’ panggilan atau menekan tombol setiap kali kita hendak berbicara jelas bakal merepotkan.

Solusinya, menurut Nuance, adalah fitur yang mereka sebut dengan istilah Just Talk. Sekadar informasi, Nuance lewat platform Dragon Drive-nya merupakan pemasok sistem voice assistant buat sejumlah pabrikan mobil, tidak terkecuali merek-merek premium seperti BMW dan Mercedes-Benz itu tadi.

Berkat Just Talk, pengemudi maupun penumpang mobil bisa langsung berbicara dengan voice assistant tanpa perlu memanggilnya terlebih dulu – mirip seperti kemampuan terbaru Google Assistant, meski di situ kita tetap harus memanggilnya satu kali. Hebatnya, Nuance mengklaim sistemnya bisa membedakan mana yang merupakan percakapan biasa antar penumpang mobil, dan mana yang ditujukan ke voice assistant.

BMW bakal jadi pabrikan pertama yang kebagian jatah fitur Just Talk milik voice assistant Nuance / BMW
BMW bakal jadi pabrikan pertama yang kebagian jatah fitur Just Talk milik voice assistant Nuance / BMW

Untuk mewujudkannya, sistem telah dilatih untuk memahami berbagai variabel seperti kosa kata, frasa, grammar, ekspresi maupun struktur kalimat. Dari situ sistem bisa menentukan secara akurat apakah ucapan pengemudi ditujukan ke voice assistant atau ke penumpang lain. Kalau ternyata benar ke voice assistant, maka sistem pun bakal langsung merespon.

Karena sistemnya terintegrasi langsung pada mobil, ini berarti penumpang bisa menginstruksikan sang voice assistant untuk mengubah pengaturan di dalam mobil, semisal suhu kabin atau posisi duduk. Kalau untuk sistem third party seperti Apple CarPlay atau Android Auto, ini tidak memungkinkan kecuali pabrikan bekerja sama langsung dengan Apple atau Google, macam yang dilakukan Volvo.

Rencananya, fitur Just Talk ini akan tersedia mulai tahun depan, dimulai dengan mobil-mobil BMW yang mengemas versi terbaru dari sistem voice assistant besutan Nuance. Jangan lupa tonton video demonstrasinya yang sangat menarik di bawah ini.

Sumber: Engadget.

BMW, Daimler, Ford dan VW Bersekutu Kembangkan Charger Mobil Elektrik Berdesain Anggun Sekaligus Canggih

Di titik ini, menurut saya lebih mudah menyebutkan nama pabrikan mobil yang belum mengembangkan mobil elektrik ketimbang yang sudah, sebab jumlah yang mengikuti jejak Tesla sudah sangat banyak. Namun mengapa Tesla masih merupakan yang terpopuler di segmen ini, terlepas dari statusnya sebagai pionir?

Salah satu jawabannya adalah terkait infrastruktur. Tesla memiliki jaringan pengisian Supercharger yang tersebar di ribuan titik di dunia. Situasinya jelas akan berubah seiring waktu, apalagi mengingat nama-nama besar di industri otomotif; spesifiknya BMW, Daimler, Ford dan Volkswagen Group, tengah mempersiapkan jaringannya sendiri.

Ketimbang bekerja sendiri-sendiri, keempat grup besar itu memutuskan untuk bersekutu dan membentuk joint venture bernama Ionity. Tidak tanggung-tanggung, Ionity menargetkan 400 stasiun pengisian yang tersebar di dataran Eropa pada tahun 2020 nanti. Stasiun pengisiannya pun bukan sembarangan, melainkan yang mengedepankan teknologi fast charging.

Ionity EV charger

Memangnya secepat apa? Charger besutan Ionity bisa menyalurkan daya sebesar 350 kW per unitnya, jauh lebih tinggi dibanding Tesla Supercharger yang ‘hanya’ 145 kW. Untuk sekarang memang belum ada mobil elektrik yang sanggup menerima daya sebesar itu, tapi ke depannya, mobil macam Porsche Mission E dapat menerima daya yang cukup untuk menempuh jarak 400 km dengan durasi pengisian sekitar 20 menit saja.

Sebagai bonus, stasiun pengisian milik Ionity ini tampaknya juga bakal menjadi lokasi favorit untuk mengambil selfie berkat desain unitnya yang begitu manis di mata. Adalah BMW Designworks yang dipercaya menjadi desainernya, dan hasil karyanya tampak sangat menarik meski baru sebatas gambar render.

Sumber: CNET.

Wireless Charger untuk Mobil Bukan Lagi Sebatas Impian

Sama seperti smartphone, mobil elektrik juga menggunakan baterai yang bisa diisi ulang oleh aliran listrik. Kalau smartphone dapat di-charge secara wireless (induktif), mobil pun semestinya juga bisa. Kira-kira demikian cerita di balik tercetusnya ide akan sebuah wireless charger untuk mobil, namun ini bukan lagi sebatas angan-angan.

BMW adalah salah satu pabrikan yang mencoba merealisasikannya dalam waktu dekat. Wireless charger ini telah dirancang agar kompatibel dengan banyak model hybrid milik BMW sendiri, dan tahap produksinya bakal dimulai pada bulan Juli mendatang. Sayangnya, pemasarannya tidak langsung dilakukan secara luas.

Awalnya, wireless charger ini bakal dimasukkan sebagai opsi tambahan bagi konsumen yang membeli sedan hybrid BMW 530e iPerformance secara kredit. Namun sejauh ini belum ada yang tahu berapa harganya dan seberapa besar biaya cicilan mobil akan bertambah.

Kenapa tidak bisa langsung secara luas? Karena semua ini tergolong masih baru – mobil elektrik sendiri sampai sekarang belum bisa dikatakan mainstream. Langkah yang diambil BMW ini pada dasarnya untuk berjaga-jaga seandainya ke depannya bakal dibentuk semacam konsorsium untuk menetapkan standar wireless charging di industri otomotif.

BMW wireless charging

Cara kerjanya sendiri cukup mirip dengan yang Qualcomm dan General Motors kembangkan, di mana koil dalam modul yang tertanam di lantai bakal meneruskan energi elektromagnetik ke koil di bagian dasar mobil, sebelumnya akhirnya dikonversi menjadi energi listrik dan diteruskan ke baterai.

Sebelumnya, tentu saja pemilik mobil harus menempatkan tunggangannya di posisi yang tepat, dan dalam kasus BMW, mereka akan dipandu lewat live feed kamera parkir yang ditampilkan di layar dashboard. Saat memperkenalkan konsepnya tahun lalu, BMW bilang bahwa baterai 530e iPerformance bisa terisi dari kosong hingga penuh dalam waktu 3,5 jam saja.

Waktu yang dibutuhkan jelas akan lebih lama untuk mobil yang full-elektrik, tapi toh mengisinya menggunakan colokan tembok biasa juga sudah cukup lama, dan idealnya charging memang dilakukan di malam hari selagi pengguna beristirahat. Seperti halnya di smartphone, wireless charging di industri otomotif pun juga baru sebatas menawarkan kepraktisan, setidaknya untuk sekarang.

Sumber: Car Magazine.

BMW Singkap Konsep SUV Elektriknya, BMW iX3

Fokus industri otomotif tampaknya sedang tertuju ke segmen SUV elektrik. Tesla memelopori trennya lewat Model X, Jaguar dan Hyundai siap menyusul tahun ini juga, sedangkan VW di tahun 2020. Di tempat lain, ada Nissan, Porsche dan bahkan Buick yang telah memamerkan konsepnya masing-masing. Kini BMW pun tidak mau ketinggalan.

Di hadapan pengunjung Beijing Auto Show, pabrikan Jerman itu menyingkap konsep BMW iX3. Dari namanya sudah kelihatan kalau ini merupakan mobil elektrik, tapi jangan salah, wujudnya jauh lebih mirip crossover konvensional BMW X3 ketimbang BMW i3 yang sepenuhnya elektrik.

BMW iX3

Performanya ditunjang oleh motor elektrik generasi kelima buatan BMW, yang diklaim mampu menyemburkan daya kurang lebih sebesar 270 hp. ‘Mesin’ tersebut menerima suplai daya dari baterai berkapasitas 70 kWh, yang diestimasikan bisa membawa iX3 menempuh jarak sejauh 400 km dalam satu kali pengisian. Memang bukan yang terbaik, tapi masih lumayan jika dibandingkan calon rival-rivalnya tadi.

BMW tentunya tidak lupa menyematkan dukungan teknologi fast charging, di mana kapasitas baterai mobil bisa terisi hingga 80 persen dalam waktu kurang dari 30 menit jika menggunakan charger 150 kW. Jaringan charger generasi baru ini kabarnya bakal dibangun dalam waktu dekat.

BMW iX3

Ini juga yang pada dasarnya menjadi alasan mengapa iX3 masih mengusung status konsep. BMW sepertinya masih menunggu infrastruktur pendukungnya siap terlebih dulu sebelum merilis iX3 secara massal. Memang sejauh ini tidak ada yang berani memastikan, tapi menurut Wired, kemiripan iX3 dengan mobil konvensional bisa menjadi indikasi positif bahwa mobil ini bakal terealisasi dalam beberapa tahun ke depan.

Pertanyaan lainnya, mengapa harus Tiongkok? Mengapa tidak memperkenalkannya di pameran mobil di Eropa atau Amerika? Karena Tiongkok memang merupakan salah satu pasar otomotif terbesar, dan pemerintahnya juga memberlakukan regulasi yang terbilang ketat terkait emisi karbon, sehingga pada akhirnya mobil elektrik punya kans untuk sukses lebih besar di sana.

Sumber: Wired.

BMW Pamerkan Konsep Classic Mini Electric

Mobil elektrik tidak selamanya harus berwajah futuristis, sebab yang berbeda pada dasarnya hanyalah jeroannya saja. Berkaca pada prinsip itu, elektrifikasi menjadi cara yang ideal untuk menghidupkan kembali mobil-mobil legendaris dari masa lalu, seperti yang dilakukan BMW Group baru-baru ini.

Di event New York Auto Show 2018, BMW menyingkap konsep Classic Mini Electric. Tampak jelas bahwa desainnya nyaris identik dengan mobil yang dipakai pada film The Italian Job yang dirilis di tahun 1969. Bedanya tentu saja di sini mesin bensinnya telah digantikan oleh motor elektrik.

Classic Mini Electric

Sayangnya BMW tidak berbicara banyak soal spesifikasi maupun performa dari Classic Mini Electric. Meski sepintas kelihatannya siap diproduksi, mobil ini tak lebih dari sebatas konsep. Namun yang mungkin lebih mengecewakan lagi, ini adalah konsep Mini versi elektrik yang ketiga dalam kurun waktu sekitar satu dekade.

Konsep yang pertama, yaitu Mini E yang dirilis di tahun 2008, merupakan cikal bakal hatchback elektrik BMW i3. Konsep yang kedua diperkenalkan tahun lalu di ajang Frankfurt Motor Show, dan kalau BMW bisa menepati janjinya, versi inilah yang nantinya bakal diproduksi mulai tahun depan.

Classic Mini Electric

Kalau bicara spekulasi, bisa jadi BMW menyiapkan Classic Mini Electric ini sebagai edisi terbatas pasca peluncuran Mini Electric yang berwajah modern nanti. Apapun yang terjadi, dunia sudah lama menanti kehadiran Mini versi elektrik, dan sudah waktunya BMW merealisasikannya.

Sumber: Elektrek dan BMW.

BMW Motorrad Concept Link Coba Beri Gambaran Terkait Solusi Mobilitas Beroda Dua di Masa Depan

BMW kembali memamerkan konsep motor futuristis, tapi kali ini yang terkesan lebih masuk akal dan lebih mudah direalisasikan ketimbang gagasan mereka tahun lalu, yaitu Motorrad Vision Next 100. Pun demikian, kendaraan bernama Motorrad Concept Link ini masih mengambil banyak inspirasi dari Next 100 yang berkemampuan self-balancing itu.

Wujudnya di sini lebih menyerupai skuter ketimbang motor bertampang macho. BMW sendiri menganggap Link sebagai representasi atas visi mereka terhadap solusi mobilitas urban beroda dua dan tanpa emisi karbon. Yup, kendaraan ini mengandalkan energi listrik murni sebagai ‘bahan bakarnya’.

BMW Motorrad Concept Link

Bodinya yang memanjang sebenarnya bisa menjadi indikasi bahwa ia merupakan kendaraan elektrik, sebab semua baterainya telah ditata rapi di bagian dasarnya. Desain serba datar ini terus berlanjut sampai ke bagian jok, yang entah kenapa terlihat lebih keren ketimbang jok yang melekuk-lekuk.

Lalu di mana letak teknologi canggih yang belum bisa terealisasikan, setidaknya untuk sekarang? Coba lirik sisi samping kanannya, di situ ada sebuah bagasi kecil dengan pintu geser. BMW membayangkan bahwa bagasi ini bisa dibuka dengan kontrol berbasis gesture pada jaket terkoneksi di masa depan.

BMW Motorrad Concept Link

Kemudian fitur lain yang masih terkesan lebih masuk akal adalah panel instrumen digital di bawah setang, yang bisa digunakan untuk mengontrol beragam fungsi lewat sejumlah tombol yang bisa diprogram pada bagian setang. Informasi yang biasa kita temui di speedometer sendiri akan diproyeksikan ke kaca kecil atas setang.

BMW tidak lupa menyoroti aspek konektivitas. Mereka bilang kalau Concept Link dapat mengakses informasi kalender pengguna dan mengetahui tujuan berikutnya, sehingga ia dapat merencanakan rute perjalanan dengan sendirinya selagi memilih musik yang ideal untuk menemani perjalanan Anda tersebut.

Sumber: BMW.

Hampir 20 Tahun Menghilang, BMW 8 Series Bakal Kembali Mengaspal Tahun Depan

Mungkin tidak banyak orang tahu, akan tetapi BMW sempat punya lini 8 Series pada tahun 1989 – 1999. Setelah menghilang dari peredaran selama hampir 20 tahun, BMW 8 Series bakal kembali menyapa jalanan mulai tahun depan.

Seperti apa penampilan barunya? Anda bisa lihat sendiri pada gambar di atas. Meski baru sebatas konsep, versi finalnya bisa dipastikan tidak banyak berubah, terutama untuk desain dan konstruksi bodinya secara keseluruhan. Seksi adalah kata pertama yang muncul di benak saya saat melihat sedan sport bergaya coupe (2 pintu) ini, diikuti oleh kata agresif.

BMW Concept 8 Series

Sama seperti di tahun 1989, 8 Series akan menjadi lini baru yang menggantikan 6 Series. BMW pun terkesan tidak mau setengah-setengah dan berani keluar dari zona nyamannya; desain yang ditunjukkan 8 Series baru ini berhasil mengawinkan sejumlah elemen mewah yang sudah menjadi ciri khas BMW dengan karakter modern dari sebuah mobil sport.

Saya melihat BMW banyak belajar dari desain i8 yang menurut saya adalah mobil besutan BMW paling keren saat ini. Namun kalau i8 dimaksudkan untuk menjadi ajang demonstrasi teknologi, 8 Series ini bakal berfokus pada pengalaman mengemudi yang dinamis.

BMW Concept 8 Series

Pun demikian, bukan berarti 8 Series bakal tergolong kuno soal teknologi. Ia justru akan menjadi yang pertama mengusung arsitektur baru sistem iDrive. Bisa dilihat juga kalau panel instrumen di balik lingkar kemudinya sudah mengadopsi tipe digital secara penuh.

Kemungkinan besar BMW juga akan merilis varian hybrid untuk 8 Series, namun ini baru sekadar spekulasi. Yang sudah dikonfirmasi adalah varian M8, yang dipastikan punya penampilan lebih sporty lagi sekaligus performa yang lebih gahar.

BMW Concept 8 Series

Selebihnya, BMW masih belum memberikan detail merinci soal teknologi yang diusung 8 Series baru ini. Saya pun berandai-andai apakah BMW bakal merebut kembali jatah Aston Martin sebagai tunggangan andalan James Bond ke depannya dengan 8 Series.

Sumber: BMW dan Car & Driver.

BMW Coba Bangun Motor Terbang, Terinspirasi dari Mainan Lego

Di bulan Januari silam, BMW Motorrad serta Lego Technic melangsungkan kolaborasi dan memperkenalkan versi mini dari motor BMW R 1200 GS Adventure. Berbeda dari mainan Lego biasa, replika tersebut terbilang kompleks. Meski ukurannya tidak besar, ia tersusun atas 603 balok berbeda. Dan siapa sangka mainan ini memicu sebuah proyek yang lebih ambisius lagi?

Kerja sama BMW dan Lego tidak berhenti di sana. Kedua perusahaan mengoprek mainan Lego Technic itu lebih jauh. Memanfaatkan bagian-bagian yang sama, mereka dapat menciptakan desain alternatif dari 603 balok Lego tersebut: sebuah motor terbang. Selanjutnya, BMW Junior Company Munich mengadopsi rancangan itu untuk membangun Hover Ride Design Concept berukuran penuh.

BMW Hover Ride Design Concept 3

Penampilan Hover Ride Design Concept jauh lebih keren dari Speeder Bike di Star Wars atau motor terbang yang muncul di reboot Star Trek. Tubuhnya sangat futuristis. Sejumlah komponen dimodifikasi agar bisa membentuk kendaraan konsep tersebut, salah satu contohnya ialah bagian roda yang dibentuk jadi baling-baling pendorong. Rancangannya lebih tajam, dan ada tiga sayap mencuat ke bawah.

BMW Hover Ride Design Concept 1

Arahan desainnya tetap berkiblat pada motor BMW Motorrad. Siluet R 1200 GS Adventure tidak dihilangkan, mesin boxer-nya masih ada di sana, dipadu bumbu ‘radikalisme’ khas Lego. Sayangnya, BMW belum punya rencana buat membawanya ke tahap produksi dalam waktu dekat. Hover Ride Design Concept baru rampung secara fisik, tapi kendaraan ini belum betul-betul bisa terbang.

BMW Hover Ride Design Concept 2

BMW Junior Company merupakan sebuah unit berisi para trainee dari departemen berbeda untuk mengerjakan proyek secara mandiri. Dan para pencipta Hover Ride Design Concept terdiri dari peserta program latihan tahun kedua sampai keempat. Motor terbang konsep ini mendemonstrasikan kemampuan para anak muda dalam bidang teknis dan model-making.

“Kolaborasi antar kolega dari disiplin ilmu berbeda bersama para peserta latihan sangat menginspirasi,” tutur Markus Kollmannsperger selaku salah satu instruktur proyek Hover Ride Design Concept. “Semua orang yang terlibat di dalamnya mempelajari banyak hal berharga.”

Awalnya, BMW Motorrad memutuskan untuk bekerja sama dengan Lego Group karena mereka melihat banyak kesamaan prinsip – mereka sama-sama mengejar inovasi serta tetap memegang tradisi brand.

Hover Ride Concept sempat dipamerkan ke publik di acara Lego World di Copenhagen minggu lalu, dan akan kembali dipajang secara bergilir di BMW Group Research and Innovation Center serta BMW Welt, berlokasi di Munich.

Sumber: BMW Group.

BMW Rencananya Akan Pamerkan UI Mobil Berbasis ‘Hologram’ di CES 2017

Sebagai ajang teknologi paling bergengsi di Bumi, dalam beberapa tahun ke belakang ini, ada tren baru muncul di Consumer Electonics Show. Perusahaan-perusahaan pencipta kendaraan ternama semakin sering memanfaatkannya jadi versi kecil pameran otomotif dengan menyingkap beragam teknologi futuristis di sana. Dan kehadiran mereka di CES 2017 mungkin bahkan lebih kentara lagi.

BWM adalah salah satu brand yang rencananya akan kembali memeriahkan CES di Las Vegas bulan depan. Di minggu ini, Bayerische Motoren Werke AG mengungkapkan agenda untuk mendemonstrasikan HoloActive Touch, yaitu sebuah sistem interface buat pengemudi yang didesain secara virtual layaknya hologram. Kreasi baru BMW tersebut merupakan lompatan selanjutnya dari sistem kendali gesture mereka, disingkap tahun lalu.

Premis dari BMW HoloActive Touch boleh dibilang seunik imajinasi kita mengenai hologram. Sistem tersebut menampilkan menu dan segala informasi di mobil secara melayang di udara, dan kita dapat berinteraksi dengannya langsung menggunakan jari. Hebatnya lagi, BMW juga bilang HoloActive Touch bisa menyuguhkan sensasi tactile tanpa melibatkan kontak fisik.

BMW menjelaskan bahwa HoloActive Touch adalah perpaduan antara Head-Up Display, kontrol berbasis gesture, dan pengoperasian touchscreen tradisional, plus sejumlah fitur baru.’Hologram’ tersebut dirancang agar penyajiannya intuitif dan familier buat pengemudi mobil BMW, serta tetap jelas terlihat seperti apapun kondisi ruang di sekitarnya. Via HoloActive Touch, Anda juga bisa mengakses segala jenis layanan yang ada di BMW Connected.

Layaknya sistem HUD, gambar-gambar yang muncul di HoloActive Touch dihasilkan lewat pantulan, namun teknologi BMW memungkinnya diproyeksikan ke interior mobil dan bukan ke kaca depan. Sistem ini menampilkan control pad di samping kemudi, diposisikan setinggi console tengah, dan gerakan tangan Anda sendiri akan dilacak oleh sebuah kamera. Saat ujung jari menyentuh permukaan virtual, gelombang akan dipancarkan dan fungsi tersebut segera aktif.

Tanpa demonstrasi langsung, memang sulit membayangkan seperti apa HoloActive Touch sebetulnya bekerja, apakah teknologi ini betul-betul secanggih yang BMW janjikan, serta apakah ia akan jadi solusi efektif bagi pengendara untuk mengakses fitur-fitur mobil. BMW juga belum menginformasikan di kendaraan tipe apa saja HoloActive Touch diimplementasikan.

HoloActive Touch ialah bagian dari studi BMW i Inside Future, dapat dijajal langsung oleh para pengunjung Consumer Electronics Show 2017 di Las Vegas pada tanggal 5 sampai 8 Januari nanti.

Sumber: Blog BMW.