BNI is Ready to Use Blockchain for Business Development

BNI is to implement blockchain technology to boost the corporate’s performance at the end of this year. Post-signing the agreement with PT Adamobile Solutions Network, trade finance and remittance will be BNI’s first business unit to use the technology.

The agreement was signed by Rico Rizal Budidarmo, BNI’s International and Treasury Director and Adam Suherman, CEO of Adamobile Solutions Networks, last week (5/11). In the agreement, both parties will review its business related to the blockchain implementation for the next three to six months.

“Blockchain implementation for trade finance transaction will ease the document access and validation that can be done in real time using integrated system among its members,” Budidarmo explained, as quoted from Bisnis.

In terms of remittance transaction, blockchain is very useful and safe for data trading in real time because it has been encrypted to all members. This technology is expected to boost transaction and revenue significantly in trade finance business and remittance.

Adam Suherman, CEO of Adamobile Solution Networks, said the blockchain technology that is going to be implemented by BNI can make the remittance and trade finance business more efficient in terms of time and cost.

“The cost for efficiency will be reviewed with BNI, but seeing overseas banking that already implemented blockchain, the cost efficiency can reach 20%-40%,” he mentioned.

Henry Panjaitan, BNI’s International Business General Manager added, after the business review done in three months, six BNI branches overseas will be using the latest technology. The performance is supposed to be more efficient in cost or time.

Based on performance, BNI’s trade finance business volume last year has reached $40 billion or 25% up from last year. Meanwhile, the remittance has reached $74 billion or 10% growth.

As per April 2018, BNI’s trade finance business volume has reached $15 billion or 23% growth. The destination countries that have the biggest contribution in trade finance are Singapore, China, and Japan. Corporates are targeting realization in trade finance transaction volume to reach $45 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BNI Segera Manfaatkan Blockchain untuk Pacu Bisnis

BNI mengungkapkan segera mengimplementasi teknologi blockchain untuk memacu kinerja perseroan pada akhir tahun ini. Pasca menandatangani nota kesepahaman dengan PT Adamobile Solutions Networks, trade finance dan remitansi akan jadi unit bisnisBNI yang pertama kali menggunakan teknologi tersebut.

Nota kesepahaman ini ditandatangani Direktur Treasury dan International BNI Rico Rizal Budidarmo dan CEO Adamobile Solutions Networks Adam Suherman pekan lalu, Jumat (11/5). Dalam nota kesepakatan ini, kedua belah pihak akan melakukan tinjauan bisnis terkait implementasi blockchain selama tiga sampai enam bulan ke depan.

“Penggunaan blockchain pada transaksi trade finance dapat memberikan kemudahan berupa akses dan validasi dokumen yang bisa dilakukan secara real time melalui sistem yang terintegrasi antar anggotanya,” terang Rico seperti dikutip dari Bisnis.

Untuk transaksi remitansi, blockchain bermanfaat untuk pertukaran data secara real time dan aman karena data telah terenkripsi ke seluruh anggota blockchain. Perseroan berharap teknologi ini bisa mendongkrak transaksi dan pendapatan BNI secara signifikan dalam bisnis trade finance dan remitansi.

CEO Adamobile Solutions Networks Adam Suherman menuturkan, teknologi blockchain yang akan diterapkan BNI dapat mengefisienkan bisnis trade finance dan remitansi pada masa mendatang. Efisiensi yang dimaksud tidak hanya dari segi waktu, tetapi juga biaya.

“Biaya yang bisa diefisienkan masih akan dikaji kami dengan BNI, tetapi kalau melihat bank di luar negeri yang terapkan blockchain efisiensi biayanya bisa antara 20%-40%,” katanya.

General Manager Bisnis Internasional BNI Henry Panjaitan menambahkan setelah kajian bisnis selesai dalam tiga bulan mendatang, nanti enam cabang BNI di luar negeri akan pakai teknologi baru tersebut. Sehingga diharapkan kinerjanya akan jadi lebih efisien secara biaya maupun waktu.

Berdasarkan kinerja, volume bisnis trade finance BNI pada tahun lalu mencapai $40 miliar atau tumbuh 25% dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan remitansi sebesar $74 miliar atau tumbuh 10%.

Bila dilihat per April 2018, volume transaksi trade finance BNI mencapai $15 miliar atau tumbuh 23%. Negara tujuan ekspor penyumbang porsi trade finance terbesar adalah Singapura, Tiongkok, dan Jepang. Tahun ini perseroan menargetkan realisasi volume transaksi trade finance bisa mencapai $45 miliar.

Ramai-Ramai Mengembangkan Chatbot

Industri perbankan menjadi sasaran berikutnya yang ‘terganggu’ dengan kehadiran teknologi. Perkembangan teknologi yang tidak terbendung, mau tak mau tidak bisa dilawan, tapi harus jadi kawan.

Inilah yang terjadi ketika bank dihadapi dengan salah satu perkembangan teknologi terkini, chatbot. Sebuah robot yang diprogram untuk membalas pesan dibantu dengan kecerdasan buatan agar percakapan terasal lebih natural. Dari sana, lahirlah Vira (BCA), Cinta (BNI), Mita (Bank Mandiri), dan Sabrina (BRI).

Dalam mengembangkan chatbot, bank tidak harus bekerja keras sendiri, bisa gandeng startup yang spesialis di bidangnya. Ada Kata.ai, Bang Joni, Sprint Asia, Botika, Eva, dan lainnya. Persis seperti yang dilakukan oleh BRI dengan gandeng Kata.ai, Bank Mandiri dengan InMotion, BNI dengan Bang Joni.

Pertimbangannya, tren yang terjadi saat ini melakukan kegiatan perbankan sekarang tidak harus lagi harus datang ke cabang tapi bisa lewat ponsel saja tanpa harus unduh aplikasi tambahan apapun. Cukup pakai aplikasi chat messaging atau sosial media yang dipakai untuk bisa akses layanan bank.

Perlu diketahui, pada dasarnya fungsi chatbot digolongkan ke dalam dua kategori, yakni otomasi percakapan dan kebutuhan fungsional. Untuk otomasi percakapan umumnya sering diimplementasikan oleh pedagang online demi meningkatkan interaksi secara kontinu dengan konsumennya.

Sedangkan kebutuhan fungsional, umumnya dirancang secara spesifk dengan melibatkan fitur lain yang kompleks seperti API khusus, otomatisasi pembayaran dan lainnya.

Untuk tahap awal fungsi chatbot yang dihadirkan keempat perbankan tersebut masih menjalankan fungsi customer service yang ada di lapisan pertama. Bertugas membantu jawab pertanyaan yang sifatnya umum dan repetitif.

Dari fungsinya tersebut, chatbot jadi manuver bank bagaimana menjadikan selayaknya saat nasabah menghubungi CS, yang mana bisa dihubungi kapan saja, tutur bahasa yang ramah, dan dapat diandalkan.

Tidak menutup kemungkinan bank lainnya akan menyusul hal serupa seperti yang dilakukan keempat bank besar ini. Mengapa belakangan bank ramai-ramai lirik peluang dari chatbot?

CEO Sprint Asia Technology Setyo Harsoyo punya jawabannya. Menurutnya, pada dasarnya semua perusahaan termasuk bank ingin meningkatkan engagement dengan para customer-nya. Banyak cara yang sudah dilakukan, seperti lewat situs, call center, email, SMS, dan lainnya.

Kemudian lahirnya teknologi chatbot yang berbeda dari semua channel di atas. Dengan chatbot, nasabah dari suatu bank dapat dengan mudah berhubungan dengan bank karena chatbot bisa melayani secara interaktif ribuan nasabah pada saat bersamaan dengan biaya jauh lebih murah dibandingkan call center.

“Misalnya untuk dapat melayani 1.000 nasabah pada saat bersamaan cukup dengan satu bot, sementara call center memerlukan 1.000 agen,” terang Setyo.

Menambahkan pernyataan Setyo, CEO Kata.ai Irzan Raditya menuturkan chatbot adalah salah satu pilihan strategis karena mereka menyadari tren yang terjadi di masyarakat Indonesia.

Aplikasi messaging sudah jadi bagian terpenting dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, hal tersebut jadi peluang untuk lebih mudah jangkau nasabah melalui akun chatbot di aplikasi messaging favorit mereka.

“Hal inilah yang menurut kami menjadi kelebihan chatbot di bandingkan aplikasi. Friksi dan upaya yang diperlukan dari nasabah untuk mengakses chatbot jauh lebih kecil dibandingkan meng-install aplikasi, buka situs, atau menelepon CS,” terangnya.

“Terlebih lagi, banyak dari bank tersebut telah berinvestasi di kanal media sosial mereka sebagai sarana marketing untuk menggaet ratusan ribu bahkan jutaan audiens. Maka dari itu chatbot hadir sebagai layanan yang memberikan nilai tambah bagi nasabah mereka dengan berbagai macam kegunaan,” sambung Irzan.

Chatbot adalah suatu keniscayaan

DailySocial pun mencoba menghubungi perwakilan keempat bank tersebut untuk mengutarakan pendapatnya. Semuanya sepakat bahwa chatbot adalah suatu keniscayaan yang sudah saatnya untuk diadaptasi lantaran harus mengikuti tren yang terjadi.

“Teknologi yang dipilih dan dikembangkan tentunya didasarkan atas kebutuhan nasabah dari bank. Kami menerapkan pola customer centric dan research yang memadai sebelum launching suatu produk. Kami pilih chatbot untuk jawab kebutuhan masyarakat yang semakin dinamik lewat digital channel,” ujar Direktur BRI Indra Utoyo.

General Manager E-Banking Division BNI Anang Fauzie menambahkan, “Orang spending waktu lebih banyak di aplikasi chat dan mereka lebih menyukai menerima info dan promo lewat media sosial atau aplikasi.”

Pun demikian bagi BCA, Direktur BCA Santoso bilang, “Adopsi terhadap suatu teknologi harus seirama dengan fokus kami yaitu memberikan pengalaman terbaik bagi nasabah.”

Oleh karenanya, BCA melihat chatbot mampu menyampaikan dengan baik tujuan tersebut. Menurutnya informasi yang disampai Vira tidak hanya terbatas untuk nasabah saja, masyarakat umumpun dapat menikmati informasi-informasi yang diberikan Vira.

Bagi Bank Mandiri, chatbot mampu menciptakan komunikasi dua arah seperti selayaknya menghubungi customer service. Sebelumnya perseroan sudah menggunakan social messaging seperti Line untuk promosi dan edukasi, namun sifatnya hanya satu arah, dan masyarakat tidak bisa berinteraksi lebih lanjut.

“Pada perkembangannya, layanan contact center digital Bank Mandiri melalui email dan media sosial telah mencapai 10% dari total interaksi nasabah ke CS,” ujar Senior VP Customer Care Group Bank Mandiri Lila Noya.

Lila melanjutkan, “Pada tahap awal, nasabah dapat berinteraksi melalui chatbot untuk memperoleh informasi tentang produk, layanan, program promosi, dan informasi finansial. Sebab sekitar 70% nasabah yang berinteraksi dengan CS permintaannya terkait hal tersebut.”

Investasi yang worth it

Sekalinya sudah terjun, tentunya bank tidak bisa mundur begitu saja dari chatbot ini. Apalagi implementasinya ini masih tahap awal. Begitupun bagi BNI, Anang bilang keputusan bank untuk terjun ke chatbot ini worth it dengan manfaat chatbot bagi pengembangan bisnis.

Pihaknya mengaku investasi IT akan terus berlanjut menyesuaikan dengan tren industri. Sayangnya Anang tidak menerangkan lebih detil soal nominalnya.

Santoso pun menddukung pernyataan Anang. “Pastinya dengan shifting dunia yang semakin digital, teknologi jadi komponen yang tidak bisa dilepaskan dalam semua aspek kehidupan maupun dalam organisasi. Tentunya ini akan seiring dengan jumlah investasi IT yang akan dikeluarkan.”

“Kami melihatnya dari sisi efektifitas dan efisiensi layanan. Melalui chatbot, nasabah dapat lebih mudah berinteraksi dengan Bank Mandiri, sehingga bisa memperkuat loyalitas mereka yang pada akhirnya dapat mendorong peningkatan bisnis bank,” tutur Lila Noya.

Dari kacamata para pengembang, menurut Irzan, biaya pengembangan dan operasional chatbot sangat bervariasi, tergantung pada fitur yang ingin dihadirkan seiring ambisi bank ingin seberapa jauh teknologi AI dan machine learning yang ingin diimplementasikan. Termasuk pula pengaruh berapa banyak pengguna yang ingin disasar.

“Kami sendiri menagih biaya operasional chatbot berdasarkan penggunaan (berapa banyak pesan yang masuk, berapa pengguna yang mengajak ngobrol, berpaa lama sesi percakapan antara chatbot dengan pengguna).”

Berdasarkan pengalamannya, meski tidak tidak disebutkan nominalnya, jumlah investasi di chatbot tidak lebih mahal dari jumlah investasi IT yang biasa dihabiskan oleh perusahaan besar.

Sementara bagi CEO Bang Joni Diatche Harahap, biaya untuk pembuatan chatbot sekarang sudah relatif turun tapi tergantung sistem dan kegunaan apa yang akan dilakukan. Bahkan, di dalam platformnya, biaya pembuatannya sangat terjangkau, relatif tanpa harus lewati proses coding, kecuali untuk fitur yang dikostumisasi untuk spesifik perbankan.

Setyo Harsoyo turut berpendapat, “Biaya sangat relatif, tergantung dibandingkan dengan apa? Jika dibandingkan dengan biaya pengadaan dan pengelolaan call center jelas lebih murah.”

Kendati dianggap sebagai investasi yang worth it, masih ada kekurangan yang dirasa oleh para pemain. Lila Noya berpendapat, meski perekaman data melalui Mita sangat mudah dan dapat jadi bahan evaluasi untuk meningkatkan layanan kepada nasabah dan internal kontrol.

Akan tetapi, pengembangan sistem bot untuk dapat merespons permintaan nasabah yang kompleks masih membutuhkan waktu yang relatif lama.

Senada, Anang Fauzie melihat pengkayaan kosa kata sangat menantang karena akan sangat variatif cara orang bertanya dan berbahasa. Namun hal tersebut bisa diakali dengan mengoptimalkan kecerdasan buatan untuk pelajari bahasa, agar ia semakin pintar deteksi bahasa.

 

Teknologi baru, tantangan baru

Irzan Raditya memahami karena masih implementasi tahap awal, kemampuan chatbot yang diterapkan bank di Indonesia tergolong cukup terbatas. Banyak sekali pengembangan yang perlu dilakukan untuk memastikan chatbot memiliki fungsionalitas sekaya aplikasi atau situs.

Saat ini, sambungnya, tantangan utama untuk chatbot yang diimplementasi di kanal media sosial adalah keamanan data. Ketika chatbot merambah fitur transaksi (core banking), opsi terbaik untuk melakukannya adalah lewat aplikasi atau situs milik bank tersebut.

“Maka dari itu mayoritas chatbot yang ada saat ini masih terfokus di fungsi-fungsi komplementer, seperti CS, cari promo kartu kredit/debit, cari ATM terdekat, cari tahu soal produk, daftar kartu kredit, dan gimmick marketing lainnya. Namun kami yakin di masa yang akan datang, chatbot akan bisa mencapai fungsionalitas lebih baik dari sisi teknologinya.”

Ditambah pula, dari sisi teknis mengenai keamanan data, bank tidak diperkenankan untuk menyimpan data nasabah di server eksternal atau cloud. Semua data dan sistem teknologi harus tersimpan di server milik mereka sendiri (on premise).

Dampaknya, terletak pada biaya investasi yang perlu mereka keluarkan saat mencoba mengimplementasikan teknologi baru karena harus bangun infrastruktur teknologi mereka sendiri. Namun di sisi lain, bank hanya akan berinvestasi pada teknologi yang sudah terjamin mengingat kerumitan yang harus mereka hadapi saat implementasi teknologi baru.

“Dengan berlomba-lombanya bank di Indonesia eksplorasi chatbot, ini menunjukkan chatbot bukan lagi sekadar eksperimen teknologi. Tapi sudah jadi sebuah pilihan teknologi yang strategis untuk proses bisnis mereka.”

Di samping itu, tantangan lainnya yang masih harus dihadapi bank saat implementasi teknologi baru adalah soal regulasinya. Menurut Diatche Harahap, regulasi bank terkesan sangat terlambat untuk mengikuti perkembangan teknologi chatbot dengan AI.

Dia mencontohkan, untuk regulasi pembukaan rekening dan transaksi. Saat ini setelah hampir setahun, tak kunjung ada restu dari regulator padahal kebutuhan utama dari chatbot adalah regulasi yang mendukung.

“Regulasi adalah tantangan terbesar, bukan hanya data,” kata Ache, panggilan akrab Diatche.

Selalu membutuhkan sentuhan manusia

Kendati chatbot adalah robot yang menyerupai manusia, namun perbankan memastikan bahwa mereka akan selalu membutuhkan sentuhan manusia yang nyata dalam memberikan pelayanan kepada nasabah.

“Sampai saat ini, kami belum melihat bahwa robot akan menggantikan manusia 100%. Akan selalu dibutuhkan sentuhan manusia dalam setiap teknologi. Apalagi untuk jenis usaha finansial seperti bank,” kata Santoso.

Bagi bank, berhubungan dengan nasabah secara langsung merupakan sesuatu yang sangat penting. Teknologi atau robot dalam hal ini akan membuat beberapa hal lebih efisiens dan lebih cepat (responsif), baik dari sisi perusahaan maupun nasabah.

Diungkapkan bahwa manusia memiliki unsur relationship yang tidak dapat tergantikan oleh robot. Anang Fauzie menambahkan, chatbot jadi alat untuk bantu dan melengkapi layanan, bukan untuk menggantikan penuh tenaga manusia.

Chatbot, menurutnya, akan membantu tim melayani hal-hal yang simpel namun banyak sekali dibutuhkan atau ditanyakan. Dengan demikian SDM bisa lebih fokus untuk pekerjaan yang lebih kompleks, sehingga tidak menyita waktu mereka.

“Sebagian layanan yang tidak bisa direspon via chatbot misalnya, yang sifatnya konsultatif maka tetap membutuhkan kehadiran layanan manusia,” ucap Indra Utoyo.

Masa depan Vira, Mita, Cinta, dan Sabrina

Tak hanya berguna untuk meringankan beban pekerjaan tim CS, chatbot juga dapat dimaksimalkan untuk keperluan lainnya. Lila Noya mengatakan Mita juga dimanfaatkan perseroan untuk keperluan marketing, menggali kebutuhan nasabah lewat survei dan representasi Bank Mandiri secara korporat.

Selain itu, Anang menambahkan, chatbot dipakai sebagai alat peningkat transaksi dan akuisisi nasabah baru. Serta, data mining untuk mengetahui preferensi nasabah.

“Kelak nasabah bebas memilih sarana atau channel apa yang sesuai dengan keinginan atau preferensi dan pola laku (behavior) yang cocok bagi nasabah,” tandas Santoso.

Sejauh ini bisa dikatakan BCA sebagai bank pelopor yang menghadirkan Vira ke publik pada pertengahan tahun lalu. Santoso menuturkan dampaknya bagi perusahaan adalah peningkatan pengguna dan interaksi dengan nasabah setiap bulannya. Sayangnya, dia tidak disebutkan berapa angka detailnya.

Bagi BCA, hal tersebut menjadi pencapaian yang positif karena semakin sering Vira diajak ngobrol, dia akan semakin “pintar”.

Sedangkan bagi Cinta, dampak bagi BNI adalah perseroan dapat menyebarkan informasi dengan biaya yang rendah karena lewat aplikasi messaging.

“Dengan demikian setiap blast promo yang kami kirimkan dapat dilihat langsung oleh user lewat gadget mereka,” terang Anang.

Perjalanan Vira, Mita, Cinta, dan Sabrina masih sangat panjang. Masih banyak sekali fitur-fitur yang bisa dikembangkan dan akan terus bertambah. Inisiasi empat bank beraset terbesar di Indonesia ini dengan memulainya lebih dahulu bisa menjadi faktor pemicu untuk bank lainnya melakukan hal serupa.

Gelontorkan KUR Senilai 1,5 Triliun Rupiah untuk Merchant Go-Food, BNI Resmikan Kemitraan Strategis dengan Go-Pay

Kolaborasi strategis antara BNI dan dua entitas Go-Jek (Go-Pay dan Go-Food) hari ini diresmikan. Kepada media CEO Go-Pay Aldi Haryopratomo mengungkapkan, langkah awal kerja sama strategis ini akan fokus ke merchant Go-Food, kemudian merambah ke merchant di ekosistem Go-Jek lainnya.

“Karena adanya kesamaan visi dan misi dengan BNI, setelah melakukan pembicaraan sekitar 3 bulan yang lalu, kerja sama ini kami resmikan.”

Implementasi kerja sama strategis ini adalah pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga yang ditetapkan BNI sebesar 7%. Nantinya melalui proses penyaringan dan pemilihan, merchant Go-Food terpilih akan mendapatkan kesempatan meningkatkan usaha mereka dari BNI.

“Saat ini ada sekitar 125 ribu merchant Go-Food yang kebanyakan adalah pelaku UKM dengan bisnis makanan skala kecil menengah. Melalui kerja sama ini kami berharap bisa meningkatkan level mereka sebagai bisnis UKM,” kata Chief Commecial Expansion Go-Jek Catherine Hindra Sutjahyo.

Disinggung mengapa menggunakan entitas Go-Pay, Aldi menegaskan fungsi Go-Pay adalah sebagai jembatan untuk melancarkan konsolidasi antar semua layanan yang ada d Go-Jek dengan sektor perbankan.

“Kerja sama dengan BNI melalui Go-Pay adalah langkah awal kami dari Go-Jek. [Langkah] selanjutnya sesuai dengan komitmen kami untuk mendukung UKM di Indonesia,” kata Aldi.

Di tahap pertama Go-Pay, Go-Food, dan BNI akan fokus ke empat kota, yaitu Semarang, Solo, Yogyakarta, dan Malang.

“Selama ini hampir 80% merchant Go-Food adalah mereka yang memiliki tempat makan kaki lima, warung, hingga restoran kecil. Melalui pemberian modal dengan skema KUR ini, kami harapkan bisa mempercepat pertumbuhan bisnis mereka,” kata Catherine.

Target BNI

Menurut SEVP Teknologi Informasi BNI Dadang Setiabudi, penawaran KUR mikro BNI berupa plafon kredit maksimal Rp 25 juta. BNI sendiri telah menyiapkan dana sekitar Rp1,5 triliun untuk pemberian KUR merchant Go-Food.

“Tentunya kami akan melakukan penyeleksian yang ketat serta menerapkan credit scoring kepada merchant Go-Food yang tertarik untuk mendapatkan modal tambahan untuk meningkatkan bisnis mereka,” kata Dadang.

Dadang menambahkan, selama ini BNI masih kesulitan menemukan bisnis UKM yang ideal untuk didanai melalui plafon KUR miliknya. Penyeleksian awal yang dilakukan Go-Food ke merchant mereka diharapkan bisa meminimalkan risiko kredit macet ke depannya.

“Untuk UKM yang ingin mendapatkan modal dari BNI, mereka harus memiliki usaha yang produktif, visible namun masih unbankable yang artinya tidak memiliki jaminan. Jika UKM tersebut telah memenuhi kriteria yang ditentukan bisa dengan mudah mendapatkan modal,” tutup Dadang.

Application Information Will Show Up Here

BNI Introduces “Yap”, An Exclusive Payment App For Customer

Bank Negara Indonesia (BNI) launches an app-based digital payment innovation called Yap that especially made for BNI customer. This app is designed to address
challenges, while meeting society’s need by providing mobile and simple payment mechanism.

Bob Tyastika Ananta, BNI’s Director of Planning and Operations explained that this application developed in collaboration between BNI in-house with some fintech startups. However, He wouldn’t mention any further details.

“BNI’s investment to build Yap ecosystem is not large. Yet, the app will be
internally managed by BNI,” Ananta said to DailySocial (1/25).

For him, Yap’s market segment is very wide starts from micro/SMEs, retail, chain
store, to premium brand segment. The presence of Yap is expected to be a solution for both bank customers and the corporate customers.

Ananta explained, in its business model, Yap provides three kinds of funding source to be used by customers, starts from credit or debit cards, and electronic money UnikQu. For the payment, Yap is using scan QR code through customer’s smartphone screen.

He ensures customers who has already using UniQu, this app is still available.
Whether the customer download Yap and use UnikQu with the same phone number, the balance will appear the same with the one in UnikQu app.

Some merchants already joined with Yap, including Cold Stone, Coffee Philosophy, Family Mart, Dinomarket, Super Indo, Blibli, Yellow Truck and 100 thousand other merchants scattered around Indonesia.

For the desktop version, Yap provides online new account services for both credit
and debit cards.

Previously, BNI partnered up with Dimo in delivering UnikQu. This app is using Pay by QR technology of Dimo to process payment transactions online and offline with various Dimo partners.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

BNI Hadirkan Aplikasi Pembayaran “Yap” Khusus untuk Nasabah

Bank Negara Indonesia (BNI) meluncurkan inovasi pembayaran digital berbasis aplikasi Yap khusus diperuntukkan nasabah BNI. Aplikasi ini dirancang untuk menjawab tantangan, sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat dengan menyediakan mekanisme pembayaran yang simpel dan mobile.

Direktur Perencanaan dan Operasional BNI Bob Tyasika Ananta menerangkan aplikasi ini dikembangkan secara kolaborasi antara in-house BNI dengan beberapa startup fintech. Hanya saja, Bob enggan menyebutkan detilnya lebih lanjut.

“Investasi yang BNI siapkan untuk membangun ekosistem Yap tidak besar. Namun, aplikasi ini akan dikelola sendiri oleh BNI,” terang Bob kepada DailySocial, (25/1).

Menurutnya, segmen pasar yang digarap Yap sangat luas mulai dari segmen mikro/UMKM, ritel, chain store, hingga brand premium. Sehingga diharapkan kehadirannya ini dapat menjadi solusi untuk nasabah konsumer bank maupun korporat itu sendiri.

Bob menjelaskan, dalam model bisnisnya, Yap menyediakan tiga jenis sumber dana yang bisa dipakai nasabah, mulai dari kartu kredit dan debit BNI, dan uang elektronik UnikQu. Untuk pembayarannya, Yap memanfaatkan scan QR code melalui layar smartphone nasabah.

Ia memastikan untuk nasabah yang sudah menjadi pengguna e-money UnikQu, aplikasi ini masih tetap bisa digunakan. Apabila masyarakat mengunduh Yap dan menggunakan UnikQu dengan nomor hp yang sama, maka saldonya akan tetap muncul sama dengan saldo di aplikasi UnikQu.

Beberapa merchant yang sudah bergabung di Yap, di antaranya Cold Stone, Filosofi Kopi, Family Mart, Dinomarket, Super Indo, Blibli, Yellow Truck, dan 100 ribu merchant lainnya tersebar di seluruh Indonesia.

Untuk versi desktopnya, Yap menyediakan layanan pembukaan rekening untuk nasabah baru secara online baik untuk kartu kredit maupun debit.

Sebelumnya, BNI menggandeng Dimo dalam menghadirkan UnikQu. Aplikasi ini memanfaatkan teknologi Pay by QR dari Dimo untuk memproses transaksi pembayaran secara online dan offline di berbagai mitra yang sudah bermitra dengan Dimo.

Application Information Will Show Up Here

Industri “Gaming”: Digemari Tapi Sulit Dimodali

Industri game masih dianggap menjadi barang asing di mata pemain jasa keuangan, mulai dari perbankan hingga modal ventura. Jangan heran jika jumlah pembiayaan modal kerja bagi industri ini masih minim. Kalaupun ada, jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari. Gaming Industry harus mengandalkan modal dari pihak asing untuk terus mengembangkan usahanya.

Bisnis game yang memiliki faktor X (faktor ketidakpastian) dianggap menjadi titik lemah bagi pemain jasa keuangan lokal. Ketidakpastian yang dimaksud adalah meski produk sudah dibuat sesuai riset pasar dan memakai talenta berbakat, masih ada kemungkinan besar untuk gagal.

Keunikan dan ketidakpastian pasar dan keuntungan membuat hanya sedikit pemodal yang berani terjun. Beberapa nama perusahaan modal ventura lokal yang sudah berinvestasi di perusahaan game adalah Ideosource dan Maloekoe Ventures. Untuk modal ventura asing ada Discovery Nusantara Capital (DNC).

Berbeda dengan perbankan, pembiayaan melalui Modal Ventura dilakukan melalui penyertaan saham. Jadi, modal tunai disuntikkan dan ditukar dengan sejumlah saham kepemilikan.

Kisah investasi di startup gaming

Ideosource pernah berinvestasi putaran seri A untuk perusahaan game lokal Touchten dengan nilai yang dirahasiakan di 2011. Investasi tersebut adalah kick off Ideosource sejak pertama kali berdiri. Meski nilai investasi tidak disebutkan, namun kisaran nilai investasi seri A US$1 juta-US$4 juta (Rp13 miliar-Rp52 miliar). Seluruh sumber dana investasi yang digunakan Ideosource berasal dari dana keluarga lokal dengan nama dirahasiakan.

Touchten Games dapatkan pendanaan untuk kembangkan industri

Managing Director Ideosource Andi S Budiman menuturkan pihaknya memilih Touchten sebagai investasi perdana karena pada saat itu baru Touchten satu-satunya yang memiliki mobile game dengan jumlah unduhan lebih dari 1 juta kali. Hal ini melatarbelakangi Ideosource untuk berkeyakinan bahwa Touchten memiliki kemampuan untuk mengembangkan bisnisnya lebih besar.

Founder Touchten punya trik tersendiri untuk membuat perusahaan mampu bertahan. Salah satunya berkolaborasi dengan brand terkenal, dengan menggabungkan variasi game dari digital sampai kartu berbentuk fisik. Lalu dipasarkan dengan penggabungan online dan offline (O2O).

“Dari situ kami berkeputusan bahwa perusahaan ini punya up side bisnis yang tinggi. Benar kejadian tiga tahun kemudian, saat mereka berhasil mendapat investor dengan nilai valuasi 7 kali lipat dari saat kami masuk,” kata Andi.

Touchten terhitung menjadi perusahaan game lokal teraktif yang mendapatkan pendanaan dari investor. Namun seluruhnya berasal dari asing, yakni perusahaan teknologi konglomerat Jepang Cyber Agent Ventures, perusahaan animasi Jepang TMS Entertainment, private equity UOB Venture Management, perusahaan mobile game Jepang Gree, modal ventura Amerika Serikat 500 Startups, dan DNC.

Modal ventura asing yang terhitung menjadi investor teraktif berinvestasi di perusahaan game lokal adalah DNC. Ada tiga perusahaan game lokal yang masuk ke dalam portofolio DNC, yaitu Touchten, Toge Productions, dan Arsanesia.

DNC fokus ke investasi tahap awal (seed stage). Biasanya besaran nilai investasi dalam tahap ini US$50 ribu-US$1 juta (Rp650 juta-Rp13 miliar). DNC adalah perusahaan patungan antara Hangzhou Zhexin IT Co., Ltd. (Zhe Xin IT) dengan Project Discovery Ltd. dan Qomolangma Ltd. yang didirikan September 2016.

DNC didirikan khusus berinvestasi di sektor game di Asia Tenggara, dengan fokus utama di Indonesia.

Tim DNC / DNC
Tim DNC / DNC

Zhe Xin IT adalah anak usaha dari Zhejiang Jinke Entertainment Culture Co., Ltd. Pada awalnya Zhe Xin IT adalah perusahaan game yang berdiri pada tahun 2010. Seluruh dana investasi DNC berasal dari kombinasi antara Limited Partner dan Angel investor.

Sebagai modal ventura yang paham dengan siklus perusahaan game, Managing Partner DNC Irene Umar menjelaskan alasan DNC terjun ke sektor ini. Ia menjelaskan, selain karena ada hubungan dengan afiliasi perusahaan game, juga karena tidak ada modal ventura yang mau fokus investasi ke industri game. Yang terakhir ini, menurut DNC justru sebuah peluang.

Dia menilai DNC memiliki kemampuan transfer pengetahuan dari jaringan investor yang mereka miliki ke para talenta lokal. Hal ini ditambah bonus demografi dan potensi bisnis yang besar. Oiya, yang juga penting adalah para personil DNC gemar bermain game.

“Ketika kami memutuskan bahwa DNC khusus investasi ke game, banyak yang bilang kami itu gila. Sebab pada saat itu, banyak perusahaan game yang tidak tahu bagaimana cara kerja VC [Venture Capital – Red] dan sebagainya. Kami harus melakukan edukasi bahwa VC adalah elemen penting yang sempat hilang pada tahun lalu dalam ekosistem game. Kami pun bangga dapat masuk mengisi kekosongan gap tersebut,” terang Irene.

Dalam mengukur portofolio perusahaan yang akan diinvestasi, ada beberapa parameter keuangan yang dipakai DNC. Di antaranya pendapatan, operating expenditure (opex), arus kas, dan laba bersih. Semua parameter ini dilihat secara historis maupun proyeksi yang harus sesuai dengan rencana bisnisnya.

Intinya, sambung Irene, arah perusahaan harus didorong oleh visi founder yang kemudian diterjemahkan ke dalam rencana bisnis. Tujuannya untuk menentukan langkah apa yang diambil selanjutnya dan sesuai tujuan mereka. “Semuanya akan berakhir ke keuangan mereka. Kuncinya, ada di founder itu sendiri.”

Menurutnya, perusahaan hanyalah kendaraan dan motor penggeraknya berasal dari orang-orang di dalamnya. Oleh karena itu, DNC cenderung melihat secara dekat karakter founder dan mencoba untuk memahami visi mereka, menilai kemampuannya untuk mengeksekusi, dan tingkat kemampuan yang dapat mereka hadapi dalam kesuksesan.

Jadi ide itu sesuatu yang murah karena yang terpenting adalah eksekusi. Menaiki tangga menuju kesuksesan lebih mudah daripada mempertahankannya.

“DNC bercita-cita ingin mendukung perusahaan portofolio kami ke puncak. Tapi akan terserah mereka apakah bersedia untuk tetap melangkah atau tetap di posisi puncak.”

Industri gaming di kacamata perbankan

Pelaku jasa keuangan di Indonesia, baik perbankan maupun modal ventura lokal, masih enggan mempercayakan uangnya di perusahaan game. Alasannya klasik, karena bank menyalurkan dana masyarakat, sehingga perlu rekam jejak perusahaan dan sudah memiliki cash flow yang lancar sebagai jaminan keberlangsungan usaha. Tak ketinggalan, perlu aset fisik sebagai jaminan utamanya.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengaku belum memberikan kredit untuk perusahaan game. Menurutnya, kredit itu prinsipnya adalah menggunakan dana masyarakat untuk membantu masyarakat yang mau berbisnis. Untuk itu perlu ada prinsip bahwa perusahaan tersebut sudah memiliki pengalaman di bisnis tersebut, ada jaminan cukup, referensi bisnis dari temannya.

“Jadi memang ketat [persyaratannya]. Kalau industri kreatif tersebut memenuhi persyaratan akan kita berikan. Sayangnya belum banyak,” tutur Jahja.

SUMBER: BEKRAF
SUMBER: BEKRAF

Meski bukan bergerak di ekonomi kreatif, salah satu perusahaan digital yang pernah ‘lulus’ dan mendapatkan kredit dari BCA adalah Tiket.com. Jahja menuturkan Tiket mendapat kredit sebesar Rp100 miliar dengan mengagunkan laporan keuangan yang diakumulasi selama tiga tahun.

“Tiket.com pakai agunan kok laporan keuangan dan account. Mereka dapat kredit bukan untuk jangka panjang. Mereka itu agak unik karena 80% penjualan mereka melalui channel BCA, untuk kartu kredit, transfer dan lainnya. Fasilitasnya juga lebih banyak sebagai overdraft untuk weekend dan hari libur.”

Bank Mandiri juga berpendapat sama. Perusahaan game dianggap memiliki risiko dan ketidakpastian yang tinggi. Kendati demikian, perseroan terus membuka kemungkinan untuk menjadikan perusahaan game sebagai debitur. Asalkan perusahaan tersebut memiliki kejelasan bisnis, pasar, dan domisili usaha. Malah, perseroan membuka kesempatan kolaborasi B2B untuk para perusahaan game dalam hal sistem pembayaran. Misalnya, co-branding kartu, pembayaran dengan mesin EDC, atau lainnya.

“Bank Mandiri apabila diposisikan sebagai technical aqcuiring, kami bisa bantu. Tidak harus selalu bentuk loan, jadinya ini saling win win,” kata Senior Vice Presiden Bank Mandiri Rahmat Broto Triaji.

Senada dengan Bank Mandiri, Bank Permata berkeyakinan bahwa industri kreatif, terutama digital adalah industri yang mempunyai prospek baik di masa yang akan datang.

“Kami terus mempelajari industri semacam ini dari waktu ke waktu. Bila dipandang layak, maka kemungkinan akan dibiayai,” ucap Direktur Ritel Bank Permata Bianto Surodjo.

Usaha Kuliner, Salah Satu Subsektor Ekonomi Kreatif yang Sudah Mendapat Fasilitas Kredit dari Bank / Shutterstock
Usaha Kuliner, Salah Satu Subsektor Ekonomi Kreatif yang Sudah Mendapat Fasilitas Kredit dari Bank / Shutterstock

Sedikit berbeda dengan BNI. Kendati belum terjun ke perusahaan game untuk memberikan kredit, namun perseroan mengaku akan perlahan-lahan masuk ke sektor industri kreatif. Sejauh ini sektor yang sudah masuk dalam portofolio BNI didominasi oleh kuliner, kerajinan, dan fesyen. Total kredit yang telah disalurkan BNI untuk sektor tersebut sebesar Rp3,5 triliun per Juni 2017 dengan total debitur 5 ribu orang.

“BNI sudah bekerja sama dengan beberapa startup berbasis digital untuk membiayai kegiatan usahanya, antara lain TaniHub dan membiayai penjual yang tergabung dalam [layanan] e-commerce Tokopedia dan Lazada. Skema unik yang akan kami kembangkan ke subsektor lainnya adalah perfilman, desain, dan lainnya,” terang Direktur Perencanaan & Operasional BNI Bob Tyasika Ananta.

Dari data terakhir yang dihimpun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), realisasi penyaluran kredit dari perbankan untuk ekonomi kreatif sebesar Rp121 triliun atau 2,87% terhadap total kredit perbankan Rp4.213 triliun sepanjang September 2016.

SUMBER: BEKRAF
SUMBER: BEKRAF

Bagi modal ventura lokal, industri game belum begitu menarik karena bisnisnya yang unik, cenderung riskan untuk dimasuki karena perlu orang yang benar-benar paham dengan industri tersebut.

Wakil Ketua Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Donald Wihardja mengatakan tidak banyak investor lokal yang paham dengan siklus bisnis dari perusahaan game. Hal ini yang mengakibatkan banyak perusahaan game lokal akhirnya melarikan diri ke modal ventura asing untuk mendapatkan bantuan pendanaan.

“Karena untuk investasi ke sektor manapun butuh ahli yang paham, sehingga tidak banyak perusahaan game yang menerima funding dari ventura lokal. Buat game itu sama seperti artis yang produksi film, jadi lebih unsur gambling-nya kalau enggak ngerti,” ujar Donald.

Dia menambahkan, di Indonesia itu lebih banyak perusahaan game yang bertindak sebagai publisher, membawa game dari luar untuk dipasarkan di Indonesia. Bagi investor itu bukan sesuatu yang bernilai tinggi karena posisinya mereka hanya menjadi penyokong dana untuk kegiatan pemasaran.

Amvesindo melihat tren modal ventura saat ini lebih banyak yang fokus pendanaan untuk sektor financial technology (fintech) dan layanan e-commerce.

Langkah Bekraf

Untuk menstimulasi industri kreatif, sejak pertengahan tahun ini Bekraf mendapat persetujuan dari pemerintah untuk memberikan dana hibah bersumber dari kantong Bekraf sendiri lewat program Bantuan Insentif Pemerintah (BIP). Bekraf mengalokasikan dana hibah senilai Rp10,8 miliar untuk pelaku usaha yang bergerak di bidang kuliner, aplikasi dan developer game (AGD).

Dreadout Cover
Dreadout Cover

BIP adalah skema bantuan modal nonperbankan berupa penambahan modal kerja dan/atau investasi aktiva tetap yang difasilitasi Bekraf. Besaran dana hibah yang diberikan berkisar antara Rp90 juta sampai Rp200 juta tergantung hasil penilaian.

Dari total applicant yang masuk, Bekraf menyaringnya dan memutuskan ada 34 perusahaan yang menerima dana hibah. Rinciannya terdiri dari 19 perusahaan dari kuliner dan 15 perusahaan dari aplikasi dan developer game. Rata-rata berlokasi di Pulau Jawa, Makassar, dan Balikpapan. Beberapa nama perusahaan game yang mendapat BIP adalah Ekuator Games (kreator game PC Celestian Tales), Digital Semantika Indonesia (kreator game PC DreadOut).

“Kita bayarkan 40% dari nilai assesment, lalu dievaluasi untuk kemudian ditentukan pencairan berikutnya. Evaluasi itu dilakukan pada November 2017,” ujar Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari.

Tak berhenti di sini, Bekraf akan melanjutkan program ini pada tahun depan. Hanya saja Hari enggan menyebutkan nominal dana hibah yang diajukan ke pemerintah. Lewat inisiasi nyata lewat BIP ini diharapkan bisa menimbulkan efek domino di industri jasa keuangan dan membuka mata tentang nyatanya potensi industri game di Indonesia. Kita tunggu kabar-kabar baik ke depannya.

BNI Yet to Decide on Venture Capital Subsidiary Plan

Bank Negara Indonesia (BNI) is to decide regarding digital banking business development, whether to acquire venture capital or setting up a new company. The company has not narrowed the options, resulting in unspecified time announcement for corporate actions.

“We are still in assessment level [to build a company]. It has not been narrowed down [on strategy to be taken],” BNI’s Director of Strategic Planning and Operation, Bob Tyasika Ananta to DailySocial on Monday (20/11).

Even though the strategy is yet to be decided, BNI will focus more on developing digital banking business by launching a number of digital products. Some that already available in the market are BNI UnikQu, BNI Digital Loan, Dashboard Bansos, Agen46 BNI, and others.

BNI also embraces some fintech companies in developing its products. One of them is an intelligence platform made by (AI) BJtech, Bang Joni, for “Cinta: Personal Intelligent Banking” chatbot.

This product helps clients to manage banking purposes such as: sharing information, product registration, and UnikQu transaction through chat. Cinta can be accessed through BNI official account in Facebook Messenger and Twitter.

Based on the company’s business plan this year, BNI allocates Rp4 trillion for inorganic growth plans. In order to strengthen existing business, BNI plans on setting up a new subsidiary engaged in insurance, venture capital, and asset management.

In contrast to BNI, other state-owned bank, BRI, is ready to execute the plan for local venture capital acquisition, Bahana Artha Ventura. The acquisition process is targeted to be completed in November 2017.

BRI prepared Rp4 trillion for the subsidiary business and the new subsidiary acquisition. Related to acquisition, the company will acquire Bahana securities and Bahana Artha Ventura for around Rp700 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BNI Belum Putuskan Rencana Pendirian Anak Usaha Modal Ventura

Bank Negara Indonesia (BNI) mengungkapkan belum memutuskan lebih jauh terkait pengembangan bisnis digital banking apakah akan melakukan akuisisi modal ventura atau mendirikan perusahaan baru.

Perseroan belum mengerucutkan opsi mana yang akan dipilih. Sehingga belum bisa ditentukan kapan aksi korporasi ini akan diumumkan.

“Kami masih dalam tahap penjajakan atau kajian [mendirikan perusahaan baru]. Sejauh ini masih belum mengerucut [strategi mana yang akan diambil],” terang Direktur Perencanaan dan Operasional BNI Bob Tyasika Ananta kepada DailySocial, Senin (20/11).

Kendati belum mengerucutkan strategi, yang pasti mulai tahun ini BNI makin fokus mengembangkan bisnis digital banking dengan meluncurkan produk digital. Beberapa produk digital yang telah diluncurkan antara lain BNI UnikQu, BNI Digital Loan, Dashboard Bansos, Agen46 BNI, dan lainnya.

Selain meluncurkan produk, BNI juga merangkul perusahaan fintech dalam mengembangkan produknya. Salah satunya dengan platform kecerdasan buatan (AI) BJtech (Bang Joni) untuk produk chatbot “Cinta: Personal Intelligent Banking.”

Produk ini membantu nasabah mengelola keperluan banking BNI, mulai dari berbagi informasi, registrasi produk BNI, hingga transaksi UnikQu melalui kemudahan chatting. Cinta dapat diakses melalui akun resmi BNI di platform Facebook Messenger dan Twitter.

Berdasarkan rencana bisnis perseroan tahun ini, BNI mengalokasikan dana sebesar Rp4 triliun untuk rencana pertumbuhan anorganik. Selain memperkuat bisnis yang ada, BNI berencana mendirikan anak usaha baru yang bergerak di asuransi umum, modal ventura, dan aset manajemen.

Berbeda dengan BNI, perbankan lainnya, BRI, siap menuntaskan rencana untuk mengakuisisi perusahaan modal ventura lokal Bahana Artha Ventura. Ditargetkan proses akuisisi tersebut rampung pada November 2017.

BRI menyiapkan anggaran sebesar Rp4 triliun untuk menyuntuk seluruh anak usaha di bawahnya dan mengakuisisi anak usaha baru. Terkait akuisisi, perseroan akan mengakuisisi Bahana Sekuritas dan Bahana Artha Ventura dengan menyiapkan budget sebesar Rp700 miliar.

Mesin AI “Bang Joni” Dibuka untuk Umum, Memungkinkan Pihak Ketiga Kembangkan Chatbot Sendiri

Startup pengembang platform kecerdasan buatan (AI) BJtech, yang membuat chatbot Bang Joni, kini dibuka aksesnya untuk publik. Keterbukaan ini mendorong pelaku bisnis atau individu mengembangkan sendiri chatbot mereka dalam aplikasi messaging, aplikasi mobile, situs, maupun platform lainnya.

Termasuk dalam rangkaian peluncuran ini, BJtech mengumumkan soft launching implementasi perdananya dengan BNI. Produk chatbot-nya bernama “Cinta: Personal Intelligent Banking”.

Cinta bertugas membantu nasabah mengelola keperluan banking BNI, mulai dari sharing info, registrasi produk-produk BNI, hingga transaksi UnikQu melalui kemudahan chatting. Produk chatbot ini dapat diakses melalui Facebook Messenger dan Twitter.

CEO Bang Joni Diatce G Harahap menuturkan pembukaan platform ini diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan pengguna yang ingin menciptakan dan mengembangkan chatbot sesuai kebutuhan masing-masing. Misalnya pelaku bisnis menggunakannya untuk marketing channel, customer service support, menyebarkan info produk, pemesanan produk, asisten pribadi, hingga diintegrasikan dengan sistem internal perusahaan.

“Sementara non bisnis atau individu bisa belajar mengembangkan chatbot mereka sendiri untuk aktivitas percakapan sehari-hari maupun hiburan. Misalnya untuk pengembangan chatbot kuis, hiburan, gaming, dan lainnya,” kata Diatce kepada DailySocial.

Penggunaan teknologi BJtech tidak mengharuskan skill pemograman tertentu. Pengguna hanya perlu memerhatikan langkah-langkah teknis yang relatif sederhana. Pertama, pengguna perlu menentukan tujuan pembuatan chatbot itu sendiri. Penentuan ini akan berdampak pada langkah selanjutnya, yakni merancang alur percakapan, gaya bahasa, dan gramatika yang digunakan chatbot.

Setelah itu pengguna bisa langsung menghubungkan chatbot yang mereka buat agar bisa diimplementasikan di berbagai aplikasi pesan, seperti Line, Facebook Messenger, Telegram, dan Twitter.

Untuk monetisasinya, pihak BJtech menerapkan dua metode, standar dan premium. Untuk standar, pengguna tidak dikenakan biaya apapun Namun untuk metode premium, berlaku apabila pengguna ingin meningkatkan fitur yang lebih kompleks sehingga perlu menempatkan tenaga engineer.

“Intinya kami mau dorong orang buat chatbot dulu, buat dampak sosialnya. Kini UKM bisa punya chatbot sendiri dengan mudah,” pungkas Diatce.