Cerita Rupiah Cepat di Tengah Persaingan Ketat Industri Fintech Lending Indonesia

Tren penggunaan layanan pinjaman online kian berkembang pesat, baik untuk kebutuhan konsumtif (personal) atau bisnis (UMKM). Dengan kemudahan pencairan dana dan persyaratan sederhana yang ditawarkan, masyarakat lintas generasi semakin tertarik untuk bisa menggunakan platform tersebut.

Salah satu pemain yang menawarkan layanan pinjaman online adalah Rupiah Cepat. Startup ini berawal dari diskusi Yolanda Sunaryo dengan investor asal Tiongkok terkait industri fintech yang juga sedang menjamur di sana pada 2018. Rupiah Cepat adalah hasil piloting project mereka di Indonesia. Sejak awal berdiri hingga saat ini, fokusnya masih pada cashloan atau pinjaman konsumtif.

Yolanda yang saat ini menjabat sebagai CEO mengungkapkan, “Pada tahun 2018, belum ada banyak pemain fintech lending yang terdaftar. Rupiah Cepat menjadi salah satu dari 20 perusahaan pertama yang memiliki inisiatif ini. Pasarnya juga masih sangat luas dengan tingginya permintaan. Sementara masih banyak masyarakat yang belum terjangkau oleh akses perbankan atau unbankable.”

CEO Rupiah Cepat, Yolanda Sunaryo

Tepat pada tanggal 19 Desember 2019, perusahaan berhasil mendapat lisensi dari OJK. Meskipun begitu, operasional perusahaan sudah dimulai sejak Maret 2018. Rupiah Cepat menawarkan pinjaman tunai mulai dari 400 ribu – 1 juta Rupiah. Jika pengguna memiliki riwayat bersih, maka kredit yang ditawarkan bisa mencapai 10 juta Rupiah.

Hingga awal tahun 2021, pinjaman yang disalurkan oleh Rupiah Cepat berasal dari “super lender”, yaitu investor dari Tiongkok. Namun sejak bulan Mei 2021 lalu, perusahaan mulai membuka peluang untuk pendanaan publikMasyarakat yang punya dana lebih untuk investasi melalui platform Rupiah Cepat.

“Pandemi cukup memberi dampak bagi operasional perusahaan. Kami memiliki ekosistem close-loop dengan selective lender dari Tiongkok. Nah, ketika pandemi bermula dari Tiongkok, pendanaan dari lender sempat menurun cukup signifikan. Hal ini juga yang mendorong perusahaan untuk melakukan diversifikasi. Komposisinya masih 90% super lender dan 10% public lender.” ujar Yolanda.

Selama kurang lebih tiga tahun beroperasi, perusahaan telah menyalurkan hampir 11 triliun Rupiah kepada sekitar 3,5 juta total peminjam, 380 ribu di antaranya merupakan peminjam aktif. Timnya menyebutkan bahwa demografi pengguna masih terpusat di pulau Jawa dan Sumatra, namun tidak menutup kemungkinan akan berkembang seiring penetrasi pasar yang semakin luas.

Dari sisi monetasi, Rupiah Cepat mengambil untung dari platform fee yang ditagihkan kepada peminjam. Yolanda juga menambahkan ada 2 komponen biaya di luar total pinjaman yang harus dibayarkan, yaitu bunga dan platform fee, biaya untuk penggunaan platform. Hal ini disebut karena sebagai fintech lending, perusahaan dilarang melakukan usaha lain selain mempertemukan lender dan borrower.

P2P lending konsumtif di Indonesia

Dalam pasar P2P lending di Indonesia, beberapa pemain yang juga menawarkan solusi serupa termasuk Kredifazz (terafiliasi Kredivo), Asetku, Kredit Pintar, TunaiKita, Akulaku, dan masih banyak lagi. Disinggung mengenai diferensiasi layanan, Yolanda mengungkapkan bahwa sebagai salah satu dari 20 perusahaan pertama yang mendapat lisensi, Rupiah Cepat telah memiliki basis pengguna yang kuat untuk mendukung keberlanjutan bisnis.

Fintech Cashloan Populer di Indonesia

Dari sisi pendanaan, perusahaan hingga saat ini masih bertahan dengan modal awal atau bootstrap. Terkait fundraising, Yolanda menyebutkan bahwa belum ada rencana untuk penggalangan dana eksternal dalam 1-3 tahun ke depan. Hal ini bisa berubah jika ada diskusi dengan pihak pemodal yang sudah ada. Timnya saat ini sudah hampir mencapai 800 orang dengan komposisi 80% divisi operation, 50% collection, 30% lainnya customer service dan phone verification.

Maraknya pemberitaan terkait pasar UMKM yang semakin besar mendorong beberapa P2P lending untuk memperluas jangkauan produknya ke ranah pinjaman produktif. Salah satunya Akulaku yang mulai membidik para mitra UKM yang berjualan di platform e-commerce. Namun, saat ini Rupiah Cepat masih fokus pada pinjaman konsumtif karena pasarnya sendiri masih sangat banyak.

OJK secara rutin selalu mengumumkan penyelenggara Fintech Lending yang
terdaftar/berizin di OJK dan dapat diakses di website OJK dan/atau diumumkan
melalui media sosial resmi OJK. Belum lama ini, OJK sempat mengeluarkan daftar 7 pinjaman online yang dibatalkan izinnya.

Dilansir dari laman ojk.go.id, hingga 8 September 2021, jumlah pinjol resmi ada 107 penyelenggara yang terdiri dari 85 pinjol berizin dan 22 pinjol terdaftar OJK.

Tantangan yang dihadapi

Disinggung mengenai tantangan dalam menjalankan bisnis P2P lending, Yolanda mengungkapkan yang pertama terletak pada kebiasaan peminjam, “malah yang minjam bisa lebih galak” sebutnya. Hal ini berdampak pada cara kita kita menagih, bagaimana untuk bisa melakukannya dalam koridor yang beretika dan menghasilkan pengembalian.

Rupiah Cepat sendiri saat ini berhasil mempertahankan nilai TKB atau Tingkat Keberhasilan Pengembalian di angka 100%. Di samping itu, untuk meminimalkan pengaduan penagihan tidak beretika, perusahaan juga bekerja sama dengan jasa penagihan pihak ke-3 dan beberapa kuasa hukum.

Selanjutnya, isu terkait data pribadi. Meskipun saat ini masih RUU, bukan berarti hanya bisa menunggu. Timnya juga melakukan pembinaan terkait data pribadi.  Adapun aturan yang berkaitan dengan perlindungan data Pribadi tersebar di beberapa peraturan perundang-undangan, sehingga mengakibatkan pemahaman akan perlindungan data Pribadi menjadi kabur. Hal ini mendorong perlunya aturan perundang-undangan yang spesifik sehingga bisa mengakomodasi semua kebutuhan yang ada pada era teknologi saat ini.

“Industri fintech lending akan semakin bertumbuh, sekarang baru 5 tahun. Harapannya bisa bertahan hingga 10-15 tahun ke depan. Begitu juga dengan regulasi yang akan diterbitkan, semoga bukan menghambat, melainkan mendukung industri ini secara keseluruhan,” tutup Yolanda.

Application Information Will Show Up Here

Valuasi Advance Intelligence Group Capai $2 Miliar, Bagaimana Performa Unit Bisnisnya di Indonesia

Advance Intelligence Group pada Rabu (22/9) lalu mengumumkan perolehan pendanaan seri D senilai $400 juta. Putaran ini dipimpin oleh SoftBank Vision Fund 2 dan Warburg Pincus; dengan partisipasi Northstar, Vision Plus Capital, Gaorong Capital, dan EDBI. Investasi ini membawa valuasi perusahaan di kisaran $2 miliar.

Didirikan sejak tahun 2016, grup perusahaan ini membawahi beberapa brand layanan digital yang juga beroperasi di Indonesia. Pertama ada Advance.ai, produk yang disajikan membantu pemain digital lainnya (khususnya fintech) degan berbagai solusi seperti credit scoring, e-KYC, layanan rekognisi dll. Kedua, mereka mengoperasikan layanan paylater Atome, terintegrasi di aplikasi konsumer seperti JD.id, Zalore, Pomelo, dan sebagainya.

Ketiga, Advance Intelligence Group juga mengoperasikan platform fintech lending Kredit Pintar di Indonesia — menyasar pada kalangan konsumer. Terakhir, mereka memiliki layanan e-commerce enabler Ginee (sebelumnya bernama Genie), membantu pebisnis melakukan manajemen bisnis di berbagai platform online marketplace dalam satu dasbor. Kapabilitasnya termasuk di ranah fulfillment.

Ekosistem layanan Advance Intelligence Group

Performa bisnis fintech

Disampaikan oleh perusahaan, dana segar yang didapat akan difokuskan untuk mendorong pertumbuhan layanan paylater dan pinjaman digital ke seluruh Asia. Selain itu mereka juga akan memperdalam kemampuan AI dan analisis big data. Jelas berbagai langkah strategis harus segera disiapkan untuk memenangkan pasar. Pasalnya semua lini bisnis yang digeluti Advance, khususnya di Indonesia, dihadapkan pada kompetisi yang cukup sengit.

Mari diulas satu per satu, dimulai dari layanan paylater Atome. Secara potensi, model bisnis ini memiliki peluang besar di Indonesia, dibuktikan oleh beberapa survei terkait metode pembayaran. Salah satunya dilakukan Katadata Insight Center bersama Kredivo, saat ini paylater menjadi pembayaran populer nomor empat (27%), setelah e-wallet (65%), transfer bank (51%), dan Alfamart/Indomaret (29%). Pemahaman masyarakat juga sudah baik, sebanyak 86% orang menyatakan sudah mengetahui paylater dengan tingkat pengetahuan sedang.

Di Indonesia, konsep paylater populer terbagi dalam dua pendekatan. Pertama, layanan dari anak usaha platform konsumer – seperti TravelokaPaylater dari Traveloka, GopayPayater dari Gojek, dan SPaylater dari Shopee. Kedua, adalah layanan yang berdiri secara standalone dan terintegrasi di berbagai aplikasi konsumer. Atome masuk ke pendekatan kedua, bersaing dengan beberapa penyedia lain, sebagai berikut:

Aplikasi Unduhan (Playstore) Peringkat (Playstore)
Akulaku 10 juta+ 3 (Shopping)
Atome 1 juta+ 19 (Shopping)
Home Kredit 10 juta+ 33 (Finance)
Indodana 5 juta+ 30 (Finance)
Julo 5 juta+ 28 (Finance)
Kredivo 10 juta+ 10 (Finance)

Dari studi yang kami lakukan di akhir 2020 tentang pemain paylater, di banyak aspek Atome tidak lebih unggul dari pemain lainnya. Misalnya terkait integrasi di top 20 e-commerce di Indonesia, layanan lain seperti Kredivo, Akulaku, atau Home Credit memiliki opsi yang lebih banyak. Demikian juga terkait batas maksimal nilai kredit dan opsi tenor yang diberikan. Selengkapnya baca perbandingan layanan paylater melalui: Studi Layanan Paylater di Platform E-commerce Indonesia.

Jika paylater fokusnya pada pembiayaan pembelian barang, layanan fintech lending cashloan memberikan pinjaman kredit berupa uang tunai untuk konsumer. Dari grup Advance, mereka memiliki Kiredit Pintar. Melihat dari total nilai pinjaman dan peminjam yang ada sejak berdiri, platform mereka masuk ke dalam top 5 cashloan di Indonesia, bersaing dengan beberapa layanan lain seperti Asetku, Rupiah Cepat, UangMe, dan TunaiKita.

Fintech Cashloan Populer di Indonesia

Layanan skoring kredit masih punya peluang besar

Baik Atome dan Kredit Pintar turut memanfaatkan Advance.ai sebagai landasan skoring kredit, dalam menentukan kelayakan calon nasabahnya. Bisnis grup Advance sendiri sebenarnya juga dimulai dari layanan kecerdasan buatan yang mereka kembangkan untuk mendukung bisnis fintech. Beberapa perusahaan seperti Bank Mega, Dana Mart, bahkan Home Credit turut memanfaatkan layanannya.

Aturan tentang platform skoring kredit diakomodasi dalam POJK tentang Inovasi Keuangan Digital. Per Mei 2020, terdapat 12 perusahaan yang sudah terdaftar masuk ke dalamnya. Sementara, sejak saat itu hingga sekarang, pemain baru pun terus bermunculan. Mulai dari platform open finance Finantier yang juga mengembangkan layanan skoring, hingga raksasa online marketplace lokal Tokopedia yang membangun anak usaha Toko Score.

Nama Platform Nama Perusahaan Tanggal
Avatec PT AVATEC SERVICES INDONESIA Tercatat: 26 Maret 2019
Acura Labs PT ACURA LABS INDONESIA Tercatat: 26 Maret 2019
TSI PT TRUSTING SOCIAL INDONESIA Tercatat: 26 Maret 2019
Tongdun PT TONGDUN TECHNOLOGY INDONESIA Tercatat: 15 Juli 2019
BPS PT BANGUN PERCAYA SOSIAL Tercatat: 25 Oktober 2019
PYXIS PT DIGITAL SYNERGY TECHNOLOGY Tercatat: 25 Oktober 2019
CekSkor PT PUNCAK AKSES FINANSIAL Tercatat: 25 Oktober 2019
Fineoz PT FINEOZ INOVASI TEKNOLOGI Tercatat: 25 Oktober 2019
CredoLab PT CREDOLAB INDONESIA SCORING Tercatat: 23 Desember 2019
Izidata PT IZI DATA INDONESIA Tercatat: 10 Februari 2019
OLDI PT ORANYE LAYANAN DIGITAL INDONESIA Tercatat: 10 Februari 2019
SDB Score PT SEMANGAT DIGITAL BANGSA Tercatat: 10 Februari 2019

Potensi platform skoring kredit akan mengikuti pertumbuhan industri yang menggunakannya, tak lain digital lending. Menurut studi yang dilakukan Grand View Research, ukuran pasar platform digital lending akan mencapai $5,80 miliar di tahun ini. Diproyeksikan akan mencapai $26,08 miliar di tahun 2028 dengan CAGR 24% di periode tersebut.

E-commerce enabler di Indonesia

Ginee masuk ke Indonesia baru sekitar Maret 2021. Ekspansi mereka dilandasi nilai ekonomi signifikan yang dihasilkan dari bisnis e-commerce. Platform yang disajikan dimaksudkan untuk membantu pebisnis tradisional untuk melakukan on-boarding dan pengelolaan toko online multikanal. Lewat fitur Omnichannel, pengguna dapat melakukan manajemen stok dan penjualan di berbagai jenis online marketplace dalam satu dasbor saja.

Sementara di fitur Fulfillment membantu pebisnis mengatur pemenuhan pesanan, termasuk distribusi produk ke konsumen dan logistik Ada juga Ginee Chat, membantu pebisnis memiliki dasbor layanan pelanggan. Memudahkan mereka mengelola chat masuk yang datang dari berbagai sumber di satu aplikasi.

Di Indonesia, saat ini sudah ada beberapa layanan yang menyajikan proses bisnis serupa. Berikut daftarnya:

  • 8Commerce
  • aCommerce
  • Anchanto
  • Egogohub
  • GudangAda
  • IDMarco
  • Intrepid Group
  • iSeller
  • Jarvis Store
  • Jet Commerce
  • KlikDaily
  • PowerCommerce
  • SCI E-Commerce
  • Sirclo
  • Tokotalk

Sirclo menjadi salah satu pemain lokal yang memiliki posisi unik; tidak hanya menghadirkan layanan SaaS, mereka juga membantu di sisi logistik hingga pergudangan. Saat ini startup yang dinakhodai Brian Marshall tersebut sudah merangkul lebih dari 100 ribu brand, melayani 4 juta lebih konsumen akhir. Sementara Ginee saat ini membantu 75 ribu merchant dengan 131 juta pesanan yang berhasil ditangani.

Ukuran pasar yang dapat diraup oleh pemain industri ini juga berpotensi terus meningkat seiring dengan GMV fantastis yang dihasilkan e-commerce. Dari sisi bisnis, efisiensi yang diberikan juga mendorong mereka untuk secara lebih aktif terlibat langsung dalam perdagangan online. Sebelumnya, brand memanfaatkan rantai-pasok panjang untuk mendistribusikan produknya ke konsumen akhir; teknologi memungkinkan mereduksi alur panjang tersebut.

Adopsi layanan e-commerce enabler terus mengalami peningkatan seiring efisiensi yang diberikan / redseer

Secara umum, layanan e-commerce enabler menjangkau dua segmen sekaligus, yakni pemilik brand besar dan juga UMKM. Pada akhirnya, dengan kompetisi pasar yang sengit, added value seperti ekosistem layanan dan integrasi menjadi satu hal yang layak dijadikan proposisi nilai. Untuk itu, para pemain di atas pun berlomba-lomba menghadirkan fitur yang paling lengkap untuk mengakomodasi kebutuhan penjual online secara end-to-end; mulai dari pendataan produk, pengemasan, pengiriman, pelaporan, sampai sistem loyalitas pelanggan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here