Empat Hal yang Wajib Dicermati Pengembang Lokal

Sebagai sebuah developer hub, kehadiran Dicoding selama ini konsisten untuk menjadi wadah yang menjembatani kemampuan para pengembang lokal dengan berbagai kesempatan dan akses belajar yang lebih luas. Makin maraknya kehadiran startup di Indonesia saat ini ternyata tidak dibarengi dengan jumlah pengembang lokal yang cukup dan berkualitas baik.

Menurut CEO Dicoding Indonesia Narenda Wicaksono, ada beberapa alasan mengapa para pengembang lokal saat ini masih terbilang memiliki self learning yang rendah. Menurut Narenda, untuk menjadi pengembang yang berkualitas, kemampuan untuk menambah wawasan dan terus memperkaya pengetahuan wajib dimiliki oleh seorang pengembang.

Menurut Narenda, hal-hal penting yang wajib dicermati pengembang:

Self learning

Dari hasil wawancara dengan beberapa HR perusahaan teknologi, salah satu kelemahan pengembang tanah air adalah kemampuan self learning yang rendah. Padahal skill ini sangat penting untuk bisa bertahan di era digital berkembang dengan cepat. Mengikuti kelas akademi bisa menjadi salah satu cara untuk mengasah self learning agar memiliki pencapaian yang terencana.

Mencari Tantangan

Teknologi berkembang secepat kilat dan musuh pengembang adalah zona nyaman. Sesungguhnya sangat beruntung bila seorang pengembang memiliki manager yang selalu memberikan tantangan. Bila tidak, bisa dengan mengikuti kontes online atau hackathon yang sekarang cukup menjamur. Bekerja di startup baru juga akan memberikan adrenalin yang kurang lebih sama.

Membangun Portofolio

Puncak karir seorang pengembang adalah menjadi C level atau pemilik perusahaan teknologi. Berdasarkan hasil riset, dibutuhkan waktu minimal satu tahun untuk membangun sebuah MVP (Minimum Viable Product) yang layak. Waktu tiga tahun adalah waktu minimal yang dibutuhkan untuk membangun sebuah produk digital. Memang tidak semua pengembang memiliki bakat untuk menjadi seorang entrepreneur, tapi memiliki produk dalam bentuk “library” adalah sesuatu yang sangat mungkin untuk dicapai.

Bergabung dengan Komunitas

Seorang pengembang yang berbagi ilmu akan membuat ilmunya tersebut semakin berkembang. Bila semua pengembang dalam komunitas tersebut memiliki visi berbagi yang sama, maka komunitas akan berkembang secara positif memberikan implikasi kepada anggotanya. Piramida ekosistem akan terbentuk memberikan dampak yang masif sehingga menjadi magnet untuk employer, investor, akademi, dan pemerintah untuk ikut berkontribusi.

Buka Kelas “Menjadi Android Developer Expert” Angkatan Kedua, Dicoding Ingin Cukupi Kebutuhan Pengembang Mobile Indonesia

Pertumbuhan ekosistem startup teknologi Indonesia sangat pesat. Sayangnya pertumbuhannya tidak diikuti dengan ketersediaan pengembang yang mumpuni. Sudah banyak kita dengar cerita tentang startup-startup mapan yang mulai “mengekspor” pekerjaan ke India karena jumlah ketersediaan pengembang yang terbatas.

Dicoding, platform digital yang menjembatani pengembang aplikasi dengan peluang dan kebutuhan pasar, mencoba membantu mengatasi masalah ini dengan membuka kelas-kelas yang membantu menyediakan pengembang dengan skillset yang dibutuhkan dunia industri yang terus berkembang pesat.

Android dipilih menjadi platform unggulan karena tingginya adopsi masyarakat yang mendorong kebanyakan startup melengkapi diri dengan ketersediaan aplikasi di platform buatan Google yang harus diperbarui secara berkala.

Kelas “Menjadi Android Developer Expert (MADE)” angkatan kedua adalah salah satu wujud usaha tersebut. Tersedia secara online, MADE bisa diikuti oleh siapapun di Indonesia yang memiliki akses internet. Sebagai Google Authorized Training Partner di Indonesia, Dicoding berharap akan lahir ratusan, bahkan ribuan, pengembang Android baru melalui program MADE ini.

Dicoding, yang didirikan sejak awal Januari 2015, saat ini memiliki lebih dari 71 ribu anggota dari 336 kota di Indonesia. Disebutkan 632 orang di antaranya adalah penggiat startup. Selain Android, disebutkan saat ini Dicoding juga memberikan pelatihan untuk 6 platform teknologi lainnya, termasuk bermitra dengan IBM, Microsoft, dan LINE.

MADE angkatan pertama disebutkan memiliki 2100 peserta, dari pelajar SMA/SMK, penggiat startup, freelance developer, ataupun para pegawai di sektor teknologi informasi.

Disebutkan kelas MADE, yang tersedia secara online, memiliki 125 modul berbahasa Indonesia, 35 video tutorial, 24 kuis, dengan target penyelesaian 90 hari. Modul tersebut, jika dicetak menjadi buku (yang memang dibagikan untuk setiap peserta), terdiri dari total 670 halaman.

Modul berbahasa Indonesia diklaim menjadi keunggulan program ini, karena selama ini modul-modul Google atau pihak ketiga selalu tersedia dalam bahasa Inggris.

Co-Founder dan CEO Dicoding Narenda Wicaksono mengatakan:

“Selain pesatnya perkembangan teknologi pemrograman di bidang software engineering, ketersediaan akses terhadap pembelajaran teknologi yang ‘cutting-edge’ dalam Bahasa Indonesia dan mudah dipahami juga masih sangat terbatas. Persoalan inilah yang berusaha kami atasi melalui Dicoding Academy sehingga siapapun dapat mempunyai kesempatan belajar teknologi termutakhir, kapanpun dan di manapun ia berada.”

Dalam MADE, setiap sesi pembelajaran akan di-review secara manual dan timbal balik dari penilai diharapkan memberikan motivasi bagi para pengembang untuk terus memperbaiki hasil coding-nya.

“Merealisasikan materi dalam Bahasa Indonesia untuk kelas MADE merupakan sebuah langkah dan kontribusi nyata Dicoding dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pada subsektor aplikasi dan game. Harapan saya kesempatan baik ini dapat dimanfaatkan oleh developer Indonesia dan para pelaku industri kreatif digital untuk meningkatkan skill dan kualifikasi mereka sehingga mampu berdaya saing secara global dan menggerakkan roda ekonomi kreatif nasional,” sambut Kepala Bekraf Triawan Munaf terhadap peluncuran batch baru MADE ini.

Lima Situs Lokal yang Bisa Anda Jadikan Tempat Belajar Pemrograman

Pemrograman atau koding dalam beberapa tahun terakhir memang menjadi hal yang populer. Tak hanya melalui sekolah formal, ada sejumlah sarana untuk membantu Anda belajar secara online. Dengan kemudahan itu seolah semua orang bisa menjadi seorang programmer yang handal apa pun jenjang pendidikannya.

Bagi Anda yang baru saya ingin memulai karier di dunia IT, khususnya pemrograman, atau Anda calon mahasiswa baru jurusan informatika situs  berbahasa Indonesia, di bawah ini bisa menjadi sumber belajar untuk mengenal dunia pemrograman.

SekolahKoding

SekolahKoding mulai dikembangkan tahun 2015 silam. Situs ini sekarang mengalami banyak perubahan. Salah satunya hadirnya fasilitas forum dan podcast yang bisa menjadi inspirasi belajar pemrograman oleh semua penggunanya. Selain belajar melalui kelas dan tutorial yang disediakan pengguna juga bisa bertanya melalui forum yang disediakan.

Dicoding

Jika Anda yang senang dengan cara belajar yang dibumbui dengan tantangan mungkin Dicoding adalah tempat yang tepat. Situs ini memberikan beragam tutorial pemrograman dan juga beberapa tantangan yang bisa Anda selesaikan. Selain mendapat pengalaman menyelesaikan tantangan Anda juga akan diganjar dengan poin atau hadiah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di masing-masing tantangan.

Kelaskita

Kelaskita mungkin bukan sebuah situs yang khusus menyediakan saran belajar pemrograman, tapi banyak konten pemrograman yang bisa Anda dapat di sana. Baik yang gratis atau berbayar. Kontennya pun beragam, karena kelas bebas dibuka oleh siapa saja. Anda bisa dengan bebas memilih kelas apa dan siapa.

Codepolitan

Situs lainnya yang bisa dipakai sebagai belajar bagi peminat pemrograman adalah Codepolitan. Mengawali kiprahnya sebagai media yang memberikan informasi mengenai dunia teknologi dan pemrograman Codepolitan kini juga menyajikan sejumlah informasi teknis mengenai pemrograman.

CodeSaya

Terinspirasi dari CodeSchool dan CodeAcademy, CodeSaya dikembangkan untuk memberikan sebuah cara belajar pemrograman yang baru dan menarik. Tak hanya sekedar tutorial CodeSaya memberikan semacam IDE yang tersemat di website CodeSaya sehingga pengguna CodeSaya bisa langsung mencoba tutorial yang mereka dapatkan. Cara ini cukup efektif bagi Anda yang belum mau terbebani dengan memasang banyak kebutuhan bahasa pemrograman di komputer Anda.

 

Dua Tahun Dicoding dan Catatan tentang Pengembang di Indonesia

Dicoding lahir sebagai sebuah developer hub di Indonesia yang coba menjembatani kemampuan para pengembang lokal dengan berbagai kesempatan dan akses belajar yang lebih luas. Bisa dikatakan Dicoding kini menjadi developer hub terbesar di Indonesia. Di awal tahun 2017, startup yang digagas oleh Narenda Wicaksono, Kevin Kurniawan, dan beberapa rekan lainnya ini baru saja menginjak di umurnya yang kedua.

Banyak pencapaian yang sudah diraih, seperti yang dituliskan oleh Kevin dalam blog resmi Dicoding. Sejauh ini terdapat 42 ribu pengembang terdaftar, dengan lebih dari 3.800 aplikasi yang dimasukkan dan jumlah unduhan mencapai 330 juta lebih.

Pencapaian tersebut menjadi sebuah indikasi adanya daya gedor yang kuat dalam internal tim, untuk itu kami mencoba untuk menggali, selama dua tahun ini apa yang menarik dari perjalanan Dicoding. CEO dan Co-Founder Dicoding Narenda Wicaksono dalam sebuah kesempatan wawancara mengatakan kesamaan Dicoding di waktu awal berdiri dan sekarang adalah visi-misi sama yang dimiliki oleh para penggeraknya, yakni mempercayai bahwa pengembang lokal memiliki potensi yang besar.

“Dicoding lahir sebagai satu upaya untuk membangkitkan semangat, mengasah kemampuan terbaik, dan meningkatkan daya saing developer Indonesia sehingga mereka mampu unggul di pasar lokal maupun global […] Sejak awal pendiriannya, kami tidak terlalu menjadikan three-ass rules sebagai patokan, atau yang sering diincar investor sebagai a smart-ass team building a kick-ass product in a big-ass market.”

Narenda melanjutkan, dari segi pasar menurutnya Dicoding merangkul segmentasi yang sangat niche, tidak terlalu besar dan masif seperti yang diharapkan oleh para investor. Pun demikian dari segi produk, Dicoding tidak pernah menargetkan untuk menjadi produk yang disruptive, sebuah kata yang sepertinya menjadi syarat kekinian dalam dunia startup digital.

“Dari segi tim, bagi kami yang terpenting bukan kecerdasan, walau kecerdasan tentu juga menjadi pertimbangan, melainkan integritas dan kemauan seseorang untuk terus belajar meningkatkan kemampuan dirinya,” lanjut Narenda.

Catatan tentang pengembang di Indonesia dari perjalanan 2 tahun Dicoding

Berbagai pendekatan dilakukan Dicoding untuk menjamah pengembang aplikasi lokal di seluruh penjuru Indonesia, melalui akademi online, workshop dan seminar, kompetisi dan berbagai hal lain. Pengalamannya bersinergi dengan ribuan pengembang lokal memberikan pandangan tersendiri bagi Dicoding. Disampaikan oleh Narenda jika melihat dari sisi kemampuan, menurutnya pengembang Indonesia tidak kalah jika dibandingkan dengan pengembang di negara lain. Namun demikian ada beberapa hal yang masih menjadi penghalang untuk maju.

Tepatnya ada tiga hal, yakni akses ke pasar, akses pendidikan teknologi pemrograman terkini, dan akses terhadap jejaring bisnis yang terhubung. Kendala-kendala tersebut yang kini menjadi target sekaligus tantangan Dicoding untuk memfasilitasinya. Dicoding juga mencoba untuk menjangkau berbagai kalangan pengembang di seluruh Indonesia, tidak hanya di Jawa. Mereka meyakini bahwa pengembang di Indonesia dapat menghadirkan potensi terbaiknya, dengan terus dibimbing dan diasah kemampuannya.

Salah satu acara untuk pengembang yang diinisiasi Bekraf dan Dicoding / DailySocial
Salah satu acara untuk pengembang yang diinisiasi Bekraf dan Dicoding / DailySocial

“Tetaplah melangkah, ciptakan karya terbaik. Ketika masalah datang menghadang, jangan cepat berputus asa dan meninggalkan karya, tetapi terus berusahalah secara persisten untuk cari solusinya. Jangan takut gagal karena kegagalan itu bagian dari keberhasilan. Tetaplah melangkah hingga suatu hari karya terbaikmu menjadi produk unggul yang bermanfaat bagi Indonesia dan dunia.”

Sebagai target inovasi di tahun 2017, Dicoding tengah menyiapkan peluncuran versi terbaru dari Dicoding Academy. Laman belajar online tersebut akan diisi dengan materi dan kurikulum yang lebih komprehensif yang dibangun bersama beberapa mitra perusahaan teknologi dunia.

Seleksi Nasional Global Mobile Challenge 2016 Segera Dilaksanakan Minggu Ini

Global Entrepreneurship Program Indonesia (GEPI) berkolaborasi dengan Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) dan Dicoding dalam waktu dekat akan menyelenggarakan salah satu rangkaian Global Mobile Challenge 2016, sebuah kompetisi mobile apps bertaraf internasional yang akan ditargetkan untuk kalangan profesional dan mahasiswa di enam benua. Perkembangan Global Mobile Challenge (GMC) sudah dimulai sejak tahun 2013 di Timur Tengah. Sampai saat ini sudah terdapat lebih dari 60 negara dengan final regional di Eropa Timur Tengah, Eurasia, Afrika, Asia dan Amerika Latin.

Global Mobile Challenge memberikan kriteria utama untuk berkompetisi, yaitu membuat produk aplikasi atau game berbasis mobile. Selain itu, produk sudah harus dipublikasikan melalui mobile marketplace.

Rangkaian acara GMC 2016 dibagi menjadi tiga tahap, yakni tahap Country Semi Final, Asia-Pacific Regional Final dan Global Mobile Challenge Grand Final. Sesi Country Semi Final Indonesia akan diadakan di Jakarta pada tanggal 27 November 2016. Pada tahap Country Semi Final, akan dipilih dan diseleksi peserta yang mendaftarkan diri untuk melakukan pitching session di depan para juri dan kemudian akan dipilih tim terbaik yang akan mengikuti tahap selanjutnya yaitu Asia-Pacific Regional Final yang diadakan di Singapura.

Setelah bersaing untuk memenangkan Asia-Pacific Regional Final, peserta yang lolos akan mengikuti Global Mobile Challenge Grand Final di Barcelona, Spanyol. Untuk Country Semi Final Asia-Pacific, akan dipilih berbagai kontestan dari 10 negara dengan aplikasi terbaik.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, GMC ini akan mengumpulkan 55 negara untuk berpartisipasi dan lebih dari 1.500 aplikasi ditargetkan akan dilombakan di kompetisi ini.

GCM 2016 ini akan turut didukung oleh mitra internasional seperti GSMA, IE, 4YFN, Imtiaz dan The Applied Innovation Institute. Pagelaran GCM 2016 di Indonesia diselenggarakan sejalan dengan visi GEPI, yaitu meningkatkan kemajuan ekonomi Indonesia dan kesejahteraan sosial melalui kewirausahaan, juga sebagai sarana untuk membantu startup tahap awal untuk mencapai tahap berkembang, akan menjadi selangkah lebih dekat.

Para pengembang aplikasi di Indonesia yang ingin berpartisipasi dalam acara ini dapat mendaftarkan diri melalui tautan berikut: klik di sini.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner pagelaran Global Mobile Challenge 2016.

Mari Bertemu Game Lokal Keren di Indiesche Partij – Popcon Asia 2016

Setelah menggelar tantangan untuk para game developer lokal dengan inisiatif kolektif Indiesche Partij lewat platform Dicoding, akhirnya terpilih game indie lokal yang akan ikut unjuk gigi di ajang Popcon Asia 2016.

Dikutip dari laman resmi, Indiesche Partij sendiri merupakan gerakan inisiatif kolektof swadaya game developer independen Indonesia yang bekerja sama memberikan ruang bagi karya-karya terbaik untuk hadir di khalayak umum.

Untuk kali ini, Indesche Partif bekerja sama dengan Bekraf dan Dicoding menyeleksi 8 game untuk ikut acara Popcon Asia 2016. Bagi game developer yang terpilih seleksi akan disediakan booth di acara Popcon Asia 2016 serta beberapa fasilitas pendukung lain termasuk poin di platform Dicoding.

Setelah menyeleksi berbagai game mulai dari game mobile, PC dan board game akhirnya teprilih 8 game untuk tampil dan memamerkan serta memperkenalkan game mereka ke masyarakat umum.

Saya sendiri termasuk dari bagian tim kurator untuk memilih dari daftar yang ada untuk melakukan seleksi atas game mana yang bisa lolos dan mendapatkan booth di acara Popcon Asia 2016.  Pengalaman yang cukup seru karena game yang masuk daftar hampir semua menarik untuk diperhatikan.

Ada catatan menarik dari proses kurasi kemarin, menurut saya dibanding tipe game lain, game PC yang masuk kurasi lebih banyak yang seru untuk dimainkan. Saya membayangkan beberapa game ini akan lebih seru jika dimainkan multiplayer di acara pameran seperti Popcon. Bukan berarti game mobile lebih tidak menarik, bisa jadi para game developer mobile harus bekerja ektra untuk membuat game mobile yang lebih seru lagi.

Selain itu, beberapa board game yang masuk proses kurasi juga keren, hadir dengan artwork yang sangat menarik dan beragam tema mulai dari zombie, olahraga sampai masakan. Sayang, untuk saat ini belum ada board game yang lolos.

Seperti yang dikutip dari pengumuman FB Indiesche Partif, delapan game indie yang lolos seleksi adalah:

Game yang lolos Indiesche Partij - Popcon Asia 2016
Game yang lolos Indiesche Partij – Popcon Asia 2016

Dari daftar di atas, hampir semua game saya suka, baik dari sisi konsep, grafis, game play dan peluang untuk menarik pengunjung di acara nanti. Orbiz hadir dengan grafis keren dan cara penyajian area game yang menarik, Rage in Peace adalah tipe game yang akan membuat Anda berteriak, ‘What the ?????’, yang tampil dengan grafis yang menarik pula dan Bomb Raider yang menghadirkan gameplay klasik dengan tambahan keseruan tersendiri, apalagi membayangkan game ini dimainkan dengan mode multiplayer.

Kurator inisiasi Indische Partij kemarin diikuti oleh beberapa orang termasuk praktisi di dunia game dan rekan media lain. Menyenangkan tentunya melihat game lokal keren yang lolos seleksi. Semoga bisa menarik banyak gamers di acara Popcon Asia 2016 nanti.

Popcon Asia 2016 sendiri akan digelar 12 – 14 Agustus 2016, bertempat di JCC. Selamat bagi game developer yang lolos dan Anda pembaca DS, jangan sampai ketinggalan untuk ikut mencoba berbagai game yang lolos seleksi Indiesche Partij di acara Popcon Asia 2016.

Menerka Jalan Teknologi Virtual Reality di Indonesia

Dewasa ini teknologi Virtual Reality (VR) tengah menjadi perbincangan hangat karena mulai bisa digunakan oleh masyarakat luas melalui perangkat ponsel pintar. Indonesia, sebagai negara berkembang dan mobile first, mau tidak mau harus bisa dan siap untuk menerima kehadiran teknologi baru ini. Kami mendapat kesempatan berbincang dengan CEO Dicoding Narenda Wicaksono dan Country Manager Lenovo Smartphones Indonesia Adrie R. Suhadi untuk mengetahui jalan seperti apa yang akan dilalui teknologi VR di Indonesia.

Teknologi Virtual Reality (VR) sebenarnya sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1990-an. Tapi, saat itu perangkat yang dibutuhkan masih berukuran besar dan mahal. Teknologi ini pun seolah menjadi eksklusif untuk digunakan oleh kalangan tertentu saja.

Seiring dengan waktu dan perkembangan teknologi yang pesat, VR menjadi lebih mudah diakses saat ini. Apalagi ketika Oculus mengumumkan kehadirannya, manfaat VR untuk digunakan dalam sektor kesehatan, edukasi, dan lainnya pun mulai menjadi pembicaraan hangat untuk dikembangkan sebagai sebuah bisnis.

Sekarang, dengan akses ke VR melalui perangkat ponsel pintar yang jauh lebih mudah, teknologi ini pun menjadi salah satu primadona dengan potensinya yang luas dan belum terjamah. Sebagai negara mobile first, Indonesia juga tidak ingin tertinggal dalam mengadopsi teknologi VR ini.

Tentang membangun sebuah ekosistem

Bicara mengenai sebuah teknologi, tidak akan lepas dari membicarakan sebuah ekosistem yang diperlukan untuk saling menopang dan mendorong pertumbuhannya. Begitu juga dengan VR. Berbagai elemen dalam ekosistemnya seperti teknologi dan juga developer harus mulai mendapat perhatian, terutama bila Indonesia tidak ingin tertinggal lagi dalam mengadopsi sebuah teknologi baru.

Country Manager Lenovo Smartphones Indonesia Adrie R. Suhadi mengatakan, “Kami melihat [untuk Indonesia] yang pertama itu dari sisi teknologinya dulu harus siap. […] Kami juga lihat dari sisi aktivasi, […] maka dari itu kami ada kerja sama dengan beberapa developer […] untuk mengembangkan konten-konten yang mendukung VR. Kami juga lihat vendor lain akan mulai bergabung mengembangkan VR, […] jadi kami tidak akan bekerja sendirian dalam mengedukasi pasar tentang VR.”

Dalam kesempatan berbeda, CEO Dicoding Narenda Wicaksono menyampaikan, “Semua [elemen dalam ekosistem] harusnya jalan bareng. Kalau bicara teknologi, semua sudah ada, tinggal mau coba atau tidak. Tapi, […] ada isu dari capability developer yang harus dibangun juga.”

“Hanya saja, itu juga akan mengikuti teknologi yang diadopsi. Dalam kasus ini [untuk pasar Indonesia] adalah teknologi yang affordable dan mudah diakses. VR ini sekarang sudah masif, buka lagi teknologi eksklusif [dan] itu harusnya jadi kesempatan bagi developer karena teknologi yang ada sekarang sudah bisa dilempar ke market yang lebih luas,” lanjutnya.

Isu lain dari pengembangan VR di Indonesia adalah kepekaan terhadap komersialisasi. Narenda menyebutkan bahwa di luar negeri sudah banyak pihak dari berbagai sektor yang memiliki visi komersial untuk memecahkan berbagai solusi melalui VR. Contohnya dari kedokteran dan juga arsitektur.

Narenda mengatakan, “Mostly [di Indonesia] thinking about game. Bukan berarti game tidak menarik, tetapi teknologi ini sebenarnya bisa digunakan untuk yang lain. […] Untuk develop ekosistem ini, harus ada capability developer yang dibangun. Satu, secara teknis. Kedua, secara bisnis, sehingga bisa lihat kesempatannya seperti apa. Ketiga, secara produk. Make sure produknya bisa mature enough to meet commercial aspect.”

“Kemudian, dari sisi perangkatnya juga. Teknologinya itu ada, bisa dipakai, tapi harus ada tujuannya. Lalu dari sisi vehicle-nya. Maksudnya, teknologinya ini running on top apa? […] Device-nya ini sudah ada, tinggal capability developer-nya. Harus ada program yang komprehensif yang dibikin mulai dari ide, capability, aspek bisnisnya seperti apa, commercial aspect-nya seperti apa, go to market-nya bagimana,” lanjut Narenda.

Jika semua elemen dari ekosistem virtual reality di Indonesia itu sudah mulai bisa berjalan atau tumbuh, baik Narenda maupun Adrie percaya bahwa di tahap awal sektor yang akan merasakan dampak virtual reality adalah game dan hiburan. Setelah itu, sektor pendidikan akan mengikuti karena perangkat yang beredar akan semakin terjangkau dan bisa menekan cost teknologi itu sendiri.

XL Gandeng Pengembang Lokal untuk Kembangkan Aplikasi IoT

Penetrasi inovasi Internet of Thing (IoT) di Indonesia mulai tumbuh. Setelah banyak inisiatif IoT bermunculan di tanah air, salah satu operator telekomunikasi PT XL Axiata Tbk (XL)  juga mencoba mengembangkan produk IoT untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri. Untuk menghadirkan produk yang inovatif dan sesuai dengan permintaan pasar XL pun merangkul para pengembang lokal melalui kompetisi yang digelar berkat kerja sama XL dengan Dicoding.

Chied Digital Service Officer XL Joseph Lumban Gaol dalam rilisnya mengungkapkan bahwa ia melihat dengan menggandeng para pengembang lokal adalah pilihan terbaik untuk terus mengembangkan layanan IoT. Menurutnya Indonesia memiliki banyak bakat yang bisa menciptakan solusi-solusi digital. Karena itulah XL hadir untuk berkolaborasi untuk meningkatkan produktivitas mereka.

Saat ini menurut Joseph, XL telah memiliki platform IoT yang diberi nama Agnosthing. Sebuah platform pengembangan layanan telekomunikasi yang mencakup layanan pengelolaan perangkat, pengelolaan aplikasi baik itu aplikasi mobile maupun aplikasi web, pengelolaan konektifitas Data Package atau SMS. Selain itu platform ini juga bisa dikembangkan sebagai solusi Solution as a Service (SaaS).

Untuk mengembangkan inisiatif IoT XL bekerja sama dengan Dicoding menggelar kompetisi “Agnosthings IoT Developer Challenge” dengan target untuk menghasilkan lebih dari 100 aplikasi untuk Agnisthings dalam berbagai variasi solusi, terutama yang bisa diterapkan pada layanan Smart City, Smart Home dan Creative City.

Co-Founder Dicoding Narenda Wicaksono  menggungkapkan, “Kami mengapresiasi kerja sama yang terjalin dengan XL Axiata untuk mendorong para developers dan makers di tanah air mengembangkan solusi-solusi IoT yang dapat dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.”

Tahun ini kompetisi akan dilaksanakan dua kali. Acara pertama sudah berlangsung di Bandung, Yogyakarta dan Surabaya beberapa waktu lalu. Pada gelaran pertama kompetisi diikuti tak kurang dari 250 pengembang. Selain kompetisi dalam kesempatan tersebut juga berlangsung coaching clinic tentang platform Agnosthings.

Berbagai solusi yang tercipta dalam kompetisi tersebut, untuk tema Smart Home antara lain berupa remote control untuk lampu, perangkat elektronik, kompor gas, tendon air, dan alat-alat rumah yang membutuhkan kecermatan dalam pemakaiannya. Lalu ada juga solusi inovatif berupa perangkat otomatis untuk lampu dan AC, yang ketika pemilik rumah sudah dekat lampu dan AC bisa menyala sendiri. Solusi menarik lainnya berupa aplikasi untuk menjaga bayi. Aplikasi ini memiliki fitur yang bisa memonitor kondisi bayi, termasuk juga mengatur suhu ruangan yang nyaman untuk si bayi, dan juga bisa mendeteksi suara bayi yang menangis.

Selanjutnya bersama dengan BEKRAF dan Dicoding, XL akan menyelenggarakan event ke dua di akhir tahun 2016 ini.  Pada kompetisi tersebut, XL memberikan tantangan kepada peserta untuk membuat solusi aplikasi digital berbasis mobile atau web dengan dua tema, yaitu Smart Home dan Smart Power. Mereka pun harus membuat konstruksi solusi yang diciptakan, mulai dari problem statement yang mendasari penciptaan solusi, desain inovasi, model solusi yang akan dibangun pada Agnosthings, hingga rencana fase pengembangan.

 

Dicoding Umumkan Pemenang “Indonesia Ramadhan Challenge”

Menyambut bulan suci Ramadan, Dicoding menyelenggarakan challenge bertajuk “Indonesia Ramadhan Challenge” yang gelar pada periode 16 Mei – 5 Juni 2016. Dalam tantangan tersebut para pengembang berlomba untuk membuat aplikasi yang dapat menunjang kegiatan beribadah maupun bersilaturahmi di bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. Dari jumlah 48 pengembang aplikasi yang berpartisipasi, terpilih tiga aplikasi sebagai pemenang, yakni Belajar Menghafal Hijaiyah, MyQuran Al Qur’an Anak, dan Doa Anak Sholeh. Masing-masing pemenang berhak mendapatkan penghargaan sebesar 5000 XP Dicoding Points yang disponsori oleh Intel Indonesia.

Ada sebuah tradisi yang coba dilestarikan pihak Dicoding melalui tantangan ini. Kegiatan-kegiatan islami seperti sholat berjamaah di masjid, tadarus Al Quran, dan menyalurkan infaq. Termasuk juga tradisi lebaran seperti mudik. Untuk itu Dicoding mensyaratkan aplikasi yang mengikuti tantangan haruslah yang bisa membantu umat Islam melestarikan tradisi-tradisi tersebut.

“Menyadari pentingnya peranan developer lokal dalam mengawal konten aplikasi yang tepat guna, Dicoding berkomitmen untuk terus mendukung upaya-upaya yang mampu mengakselerasi para developer dalam membuat aplikasi terbaik yang positif, inovatif, dan sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa,” tutur CEO Dicoding Narenda Wicaksono.

Masing-masing pemenang mengusung konsep yang berbeda-beda. Belajar Menghafal Hijaiyah yang dikembangkan Ali Usman misalnya, didesain untuk membantu anak-anak untuk belajar menghafal huruf-huruf Hijaiyah dengan metode gaming. Seperti puzzle dan mencocokkan.

Berbeda dengan MyQuran Al Qur’an Anak yang dikembangkan The Wali Studio. Lebih mengedepankan konsep anak-anak, MyQuran Al Qur’an Anak di desain dengan tampilan ceria khas anak-anak, dengan demikian anak-anak diharapkan betah membaca Al Quran. Sedang pemenang lainnya yakni Doa Anak Sholeh dari Edukasimu Interaktif mengusung konsep kumpulan doa sehari-hari dan tentu dengan desain khas anak-anak.

Hadiah berupa XP poin yang didapat masing-masing pemenang nantinya dapat diakumulasikan dengan poin masing-masing sebelumnya dan dapat ditukarkan dengan beragam hadiah menarik seperti smartphone, laptop, review aplikasi, dan hadiah-hadiah lainnya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Mejakita Hadirkan Konsep Peer Tutoring untuk Pelajar Indonesia (UPDATED)

Lahir dari ajang challenge Dicoding, Mejakita menghadirkan konsep platform interaktif yang dirancang khusus sebagai ruang bagi siswa-siswi di Indonesia untuk berbagi ilmu dan saling belajar bersama. Konsepnya menawarkan kemudahan mempelajari sebuah mata pelajaran langsung bersama siswa yang cukup ahli di bidangnya. Mejakita sendiri didirikan oleh 10 orang anak muda.

“Kami percaya setiap anak bangsa bisa membuat perubahan untuk kemajuan Indonesia. Tekad ini diawali dengan berbagi apa yang kita miliki dan dengan melayani sesama, MejaKita adalah langkah pertama kami dalam berbagi, melayani, dan mewujudkan cita-cita membangun bangsa yang cerdas, berwawasan, dan mandiri,” kata CEO & Co-Founder MejaKita Aktsa Efendy.

Para siswa dibebaskan untuk memilih ragam topik yang diinginkan / Mejakita

Saat ini MejaKita sudah menyajikan materi dari empat mata pelajaran untuk tingkat menengah pertama (SMP), yaitu Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. Penyajian materi dilakukan secara tematis dan dilengkapi dengan forum diskusi yang dapat dimanfaatkan untuk tanya-jawab. MejaKita juga menyediakan fitur “Tanya PR” untuk memudahkan pengguna dalam bertanya soal pekerjaan rumah (PR) langsung dengan para kontributor MejaKita.

Ke depannya akan ditambahkan dan dikembangkan pula mata pelajaran lainnya di Mejakita, khususnya untuk tingkat dasar (SD) dan menengah atas (SMA).

Difasilitasi secara menyeluruh oleh Dicoding

Demi mewujudkan visi dan misi Mejakita, Dicoding memberikan dukungan berupa pengembangan secara menyeluruh. Dicoding adalah platform online yang menghubungkan kebutuhan publik akan teknologi dengan keahlian para developer di Indonesia.

“Kami bangga dapat bekerja sama dan mendukung tim MejaKita dalam mewujudkan ide membuat platform belajar-mengajar interaktif bagi kemajuan pendidikan di Indonesia,” kata CEO Dicoding Narenda Wicaksono.

Saat ini Mejakita bisa diakses di desktop dan versi mobile web. Anda yang ingin berbagi pengetahuan dan membantu lebih banyak anak-anak Indonesia, bisa langsung melakukan pendaftaran dengan menggunakan email atau mengkoneksikan akun Facebook dan Google. Seluruh materi pelajaran di MejaKita tidak berbayar dan disajikan dengan gaya bahasa yang ringan dan mudah dicerna.