Dekoruma Masuk ke Lini Jual-Beli Properti; Q1 2024 Catat Rekor Revenue Tertinggi

Dekoruma, yang sebelumnya dikenal sebagai startup yang bergerak di bidang marketplace jasa desain dan penjualan interior, kini memperluas lini bisnisnya ke jual-beli properti. Lewat Dekoruma Properti, pengguna bisa mencari berbagai jenis hunian. Di fase awalnya, layanan ini baru tersedia di area Jabodetabek dan Bandung.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan mengatakan bahwa adanya lini baru ini diharapkan Dekoruma bisa menghadirkan “full circle home buying experience”, konsumen bisa mencari rumah, mengurus KPR, hingga mengisi rumah lewat satu platform.

Dimas turut menjelaskan, selain menemukan properti, lewat Dekoruma Properti pelanggan juga bisa dibantu untuk mengelola KPR. Selain itu, merujuk dari situs resminya, platform proptech ini juga menyediakan fitur lain seperti Booking Fee Protection untuk jaminan pengembalian DP jika BI-Checking ditolak dan Multi Visit Service berupa jasa pendampingan kunjungan ke opsi properti yang diminati.

Sementara bagi developer, selain menawarkan platform untuk pemasaran, Dekoruma turut membangun kerja sama pengisian hunian (full firnish) sebagai satu paket penjualan. Diharapkan ini bisa memberikan added value untuk unit properti yang dijajakan ke konsumen.

Perkembangan bisnis

Kendati tidak merinci angka detailnya, Dimas menyampaikan bahwa performa bisnis Dekoruma sepanjang Q1 2024 sangat mengesankan. Ia mengatakan kalau kuartal pertama tahun ini menjadi “record breaking” dari segi revenue – menandai titik capaian tertinggi yang pernah didapat.

Sebelumnya disampaikan, bahwa Dekoruma sudah mencapai break even di kuartal III 2023. Tahun ini ditargetkan akan mendapati capaian break even satu tahun penuh. Sempat direncanakan segera IPO, namun ditunda karena dinamika ekonomi dan politik di dalam negeri menjelang pemilu.

Dekoruma Experience Center di Lampung / Dekoruma
Dekoruma Experience Center di Lampung / Dekoruma

Dekoruma juga terus meningkatkan jangkauan pasar O2O mereka, terbaru perusahaan membangun Experience Center di Lampung. Segera menyusul dalam waktu dekat di Balikpapan, Samarinda, dan kota-kota lainnya. Sehingga saat ini ada kurang lebih 30 Dekoruma Experience Center yang tersebar di 18 kota.

Dekoruma terakhir mengumumkan pendanaan seri C1 senilai $15 juta pada tahun 2021. Investor yang terlibat adalah Nexter Ventures by SCG Cement-Building Materials, KTB Network, dan beberapa investor tahap sebelumnya termasuk Global Digital Niaga (Blibli), OCBC NISP Ventura, serta Foundamental.

Dengan rencana ekspansi agresif tahun ini, Dekoruma juga tengah berupaya melakukan penggalangan dana lanjutan.

Application Information Will Show Up Here

Meski Telah Capai BEP di Q3 2023, Dekoruma Pilih Tunda IPO Menjelang Pemilu

Dekoruma sempat menargetkan IPO pada akhir 2023. Namun, rencana tersebut kemungkinan mundur karena perusahaan mempertimbangkan situasi pasar menjelang Pemilu pada awal 2024.

Co-Founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan mengungkap tengah gencar menambah offline presence di luar Pulau Jawa. Menurutnya, IPO menjadi opsi penggalangan dana yang nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan skala bisnis Dekoruma, termasuk ekspansi gerai.

“Dana pasti butuh karena kami mulai ekspansi ke luar kota juga. Namun, awal tahun depan tampaknya tidak kondusif untuk IPO. Bukan karena pasarnya tidak bagus ya, karena tahun politik. Jadi, kami wait and see dulu. Kami tidak buru-buru, investor juga sudah solid,” ungkap Dimas ditemui di Power Lunch GDP Venture, Selasa (24/10).

Dimas mengungkap bahwa Dekoruma sudah memiliki fundamental bisnis yang sehat sejak beberapa tahun lalu. Klaimnya, Dekoruma sudah mencapai break even di kuartal III 2023. Ia menargetkan break even satu tahun penuh dapat terealisasi di 2024.

Ditanya soal rencana penggalangan dana baru sebelum IPO, ia juga mengaku belum memikirkannya. “Bagi kami, fundraising saat ini untuk ekspansi, berbeda dengan 2-3 tahun lalu di mana modal digunakan untuk R&D dan survival. Kami sudah tahu arah [profitabilitas] ke mana, tetapi saat ini belum memikirkan soal fundraising.”

Dimas juga memberi sinyal untuk memperluas lini bisnisnya ke produk/jasa baru pada tahun depan. Fokusnya saat ini adalah memperkuat posisinya di segmen B2C alih-alih masuk ke pasar ke B2B atau wholesale.

Terakhir kali, Dekoruma mengumumkan pendanaan pada Agustus 2021 dengan perolehan $15 juta (sekitar Rp216,8 miliar). Investor yang terlibat antara lain Nexter Ventures by SCG Cement-Building Materials, KTB Network, termasuk investor terdahulu Global Digital Niaga (Blibli), OCBC NISP Ventura, dan Foundamental.

Tren omnichannel

Lebih lanjut, Dimas memaparkan bagaimana pendekatan omnichannel sangat diperlukan bagi bisnisnya. Dekoruma sejak awal beroperasi sebagai online marketplace untuk produk home & living. Pada 2019, Dekoruma bereksperimen untuk memasarkan produk lewat gerai offline.

“Mengapa offline? Pengalaman pembeli. Furnitur butuh dijajal atau dicoba, sedangkan [penjualan] online tidak akan bisa kasih itu. Saat pandemi, sales naik signifikan sehingga kami memutuskan investasi untuk buka gerai offline,” ujarnya.

Ini juga menjelaskan alasan gencarnya ekspansi Dekoruma ke luar Pulau Jawa selama beberapa tahun terakhir. Tingginya minar pasar baik dari segmen middle low maupun middle high di kawasan ini.

Pada 2022, Dekoruma membuka 16 toko di Jabodetabek. Kemudian, Dekoruma kembali menambah delapan gerai di sejumlah kota non-Jawa, termasuk Medan, Palembang, dan Makassar pada tahun ini. Menurut Dimas, ekspansi gerai offline berdampak terhadap menurunnya biaya marketing dibandingkan dulu saat masih full online.

“Ekspansi offline di luar kota sangat challenging dari sisi rantai suplai dan operasional. Jadi, kami tidak asal buka. Kalau makroekonomi tidak bagus, berimbas ke bisnis kami.” Tutupnya

Application Information Will Show Up Here

Dekoruma Announces 216.8 Billion Rupiah Funding, to Reach Positive EBITDA and Plans for IPO

Dekoruma announces series C1 funding worth of $15 million or equivalent to 216.8 billion Rupiah. Nexter Ventures by SCG Cement-Building Materials, KTB Network, and several previous stage investors are participated in this round, including Global Digital Niaga (Blibli), OCBC NISP Ventura, and Foundational. The additional capital will be used for the expansion of the Experience Center outside Jakarta and product/service development.

“The current focus is to grow our business and achieve positive EBITDA by the end of 2022. Furthermore, we will prepare for an IPO around the end of 2023,” Dimas said.

Previously, the company announced a pre-series C round in May 2020 with the participation of InterVest Star SEA Growth Fund 1, Foundational, OCBC NISP Ventura, and Skystar Ventures. Participated also investors from the previous round.

Dekoruma has received series A funding from Skystar Capital, Beenext, and Convergence Ventures in 2016. Moreover, in 2018, they secured a million dollar series B round led by Global Digital Niaga (Blibli) and AddVentures.

O2O Concept

Salah satu Experience Center milik Dekoruma / Dekoruma
One of Dekoruma’s experience center / Dekoruma

Debuted in 2016, Dekoruma was originally an online marketplace platform for furniture products. Along with its development, they are now trying to connect consumers with furniture traders, interior designers, contractors, to property developers.

In 2019, they started expanding its business model with an online to offline (O2O) approach. With the distribution of Experience Centers in various cities, the company said to manage 2x productivity per square meter, including reducing acquisition costs and increasing online purchases in related cities.

“The products and ecosystem we have built have eliminated the inefficiencies that blocked the industry. This means more affordable products and highly transparent services for our customers and partners. We will improve by expanding our business beyond Jakarta and adding more partners and property developers,” Dekoruma’s Co-founder & CEO, Dimas Harry Priawan said.

From the current statistics, Dekoruma has served more than 1 million customers, with more than 5 thousand designer and contractor partners covering tier-1 and tier 2 cities. It is also claimed that over the last 18 months revenue has increased by 3x. The next target will be to expand to 8 new cities within 2 years.

The latest release

On the Dekoruma platform, users are currently provided with proptech services in the form of listing property products (apartments/houses). Dimas said, the MVP for this product has been started since the end of 2019. Apart from being a request for property developer partners, this feature is also based on several problems that according to them are still often encountered in the local property market, the imbalance quality of property agents and the less transparent home buying process.

“Unlike markets in other countries such as America and Singapore, there is no specific regulation regarding Property Agents. Everyone can become a property agent, but not necessarily they know about details such as contracts, legalities, and processes. In here, all of our agents will go through strict training and control processes, assisted by our application that has been running for almost 2 years to provide good and consistent service,” he said.

In addition, Dekoruma also launched NOMA, an interior design management system. Currently, the application has been used by 5 thousand users from interior designers and architects in their network. “NOMA is like The Sims, where users can design a room using a catalog of goods from the Dekoruma marketplace platform. It can provide price transparency and availability of goods,” Dimas explained.

This platform also bridges business processes when there are social restrictions due to the pandemic. Customers can discuss with designers virtually via NOMA. The only physical meeting before the construction process is when customers visit the Dekoruma Experience Center to feel, and touch the various materials and products firsthand.

Future plans

According to the report, the global furniture products market size has reached $64.08 billion in 2021 and is projected to grow to 81.45 billion by 2025 at a CAGR of 9.09%. Studies in the United States, 40% of growth has been contributed from the online segment. It is certainly a wide potential for all countries, including Indonesia.

Regarding market share, Dekoruma specifically targets the middle-class with an age ranging from 26 to 38 years. Without mentioning further details, the furniture products that have experienced a rapid increase are sofa-beds and home offices. The demand for kitchen sets has also been observed to increase sharply on the platform.

The large market potential and solid business model have strengthened the company to prepare for the next strategic step. Regarding the IPO, Dimas said, “We have a healthy, growing business and provide value creation for Indonesia’s home living ecosystem. The IPO can provide us with a stronger foundation for us to become a bigger and better company.”

There is not much information yet to share about the IPO, including its location whether on local exchanges or the United States. Dimas said that his team is currently conducting a study for further consideration.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dekoruma Umumkan Pendanaan 216,8 Miliar Rupiah, Segera Capai EBITDA Positif dan Rencanakan IPO

Dekoruma mengumumkan perolehan pendanaan seri C1 senilai $15 juta atau setara 216,8 miliar Rupiah. Investor yang terlibat adalah Nexter Ventures by SCG Cement-Building Materials, KTB Network, dan beberapa investor tahap sebelumnya termasuk Global Digital Niaga (Blibli), OCBC NISP Ventura, serta Foundamental. Modal tambahan akan digunakan untuk perluasan Experience Center di luar Jakarta dan pengembangan produk/layanan.

“Fokus kami sekarang adalah mengembangkan bisnis kami dan mencapai EBITDA positif pada akhir 2022. Kemudian, kami akan bersiap untuk IPO sekitar akhir 2023,” lanjut Dimas.

Sebelumnya perusahaan mengumumkan putaran pra-seri C pada Mei 2020 lalu dengan partisipasi InterVest Star SEA Growth Fund 1, Foundamental, OCBC NISP Ventura, dan Skystar Ventures. Investor dalam putaran sebelumnya juga turut berpartisipasi.

Dekoruma juga mendapatkan pendanaan seri A dari Skystar Capital, Beenext, dan Convergence Ventures pada tahun 2016. Kemudian di pada putaran seri B pada athun 2018, mereka bukukan dana jutaan dolar yang dipimpin Global Digital Niaga (Blibli) dan AddVentures.

Konsep O2O

Salah satu Experience Center milik Dekoruma / Dekoruma
Salah satu Experience Center milik Dekoruma / Dekoruma

Debut pada tahun 2016, Dekoruma awalnya adalah platform online marketplace untuk produk furnitur. Seiring perkembangannya, kini mereka mencoba menghubungkan konsumen dengan pedagang perabotan, desainer interior, kontraktor, hingga pengembang properti.

Di tahun 2019, mereka mulai menguatkan model bisnis dengan pendekatan online to offline (O2O). Dengan persebaran Experience Center di berbagai kota, perusahaan mengatakan berhasil mendapatkan produktivitas 2x lipat per meter persegi, termasuk mengurangi biaya akuisisi dan meningkatkan pembelian online di kota terkait.

“Produk dan ekosistem yang kami bangun telah menghilangkan inefisiensi yang mengganggu industri. Ini berarti produk yang lebih terjangkau dan layanan sangat transparan yang disukai pelanggan dan mitra kami. Kami akan meningkatkan dengan memperluas bisnis kami di luar Jakarta dan bermitra dengan lebih banyak mitra dan pengembang properti,” ujar Co-founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan.

Dari statistik yang disampaikan, saat ini Dekoruma telah melayani lebih dari 1 juta pelanggan, dengan lebih dari 5 ribu mitra desainer dan kontraktor mencakup di kota tier-1 dan tier 2. Diklaim juga selama 18 bulan terakhir pendapatan telah meningkat 3x lipat. Target berikutnya mereka akan hadir ke 8 kota baru dalam 2 tahun ke depan.

Produk baru

Di platform Dekoruma, saat ini pengguna juga disajikan dengan layanan proptech berupa listing produk properti (apartemen/rumah). Dimas mengatakan, MVP untuk produk ini sudah dimulai sejak akhir tahun 2019. Selain menjadi permintaan mitra pengembang properti, fitur ini juga didasari atas beberapa permasalahan yang menurut mereka masih sering ditemui di pasar properti lokal, yakni kualitas agen properti yang tidak seragam dan proses pembelian rumah yang kurang transparan.

“Berbeda dengan pasar di negara lain seperti Amerika dan Singapura, belum ada regulasi khusus mengenai Agen Properti. Setiap orang bisa menjadi agen properti, namun belum tentu mereka tahu mengenai detail seperti kontrak, legalitas, dan proses. Di sini, semua agen kami akan melalui pelatihan dan proses kontrol yang ketat, dan dibantu dengan aplikasi kami yang sudah berjalan hampir 2 tahun dapat memberikan layanan yang baik dan konsisten,” ujarnya.

Selain itu Dekoruma juga meluncurkan NOMA, sebuah sistem manajemen desain interior. Saat ini aplikasi tersebut telah digunakan 5 ribu pengguna dari kalangan desainer interior dan arsitek di jaringan mereka. “NOMA itu seperti permainan The Sims, di mana pengguna dapat mendesain ruangan menggunakan katalog barang dari marketplace platform Dekoruma. Ini dapat memberikan transparansi harga dan ketersediaan barang,” terang Dimas.

Platform ini juga menjembatani proses bisnis saat ada pembatasan sosial akibat pandemi. Pelanggan bisa berdiskusi dengan desainer secara virtual lewat NOMA. Satu-satunya waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan fisik sebelum proses konstruksi adalah ketika pelanggan mengunjungi Dekoruma Experience Center untuk merasakan, merasakan, dan menyentuh langsung berbagai material dan produk.

Rencana berikutnya

Menurut laporan, ukuran pasar produk furnitur secara global telah mencapai $64,08 miliar pada tahun 2021 dan diproyeksikan tumbuh sampai 81,45 miliar pada 2025 mendatang dengan CAGR 9.09%. Studi di Amerika Serikat, 40% pertumbuhan telah disumbangkan dari segmen online. Potensinya tentu terbuka lebar untuk semua negara, termasuk Indonesia.

Terkait pangsa pasar, Dekoruma sendiri secara spesifik menargetkan kalangan middle-class dengan rentang usia 26 s/d 38 tahun. Kendati tidak menyebutkan angka rinci, sejauh ini produk furnitur yang mengalami peningkatan pesat adalah sofa-bed dan home office. Permintaan kitchen set juga terpantau meningkat tajam di platform.

Potensi pasar yang besar dan model bisnis yang solid memantapkan perusahaan untuk menyiapkan langkah strategis berikutnya. Terkait IPO, Dimas mengatakan, “Kami memiliki bisnis yang sehat, berkembang dan memberikan value creation bagi ekosistem home living Indonesia. IPO dapat memberikan landasan yang lebih kuat kami agar kami menjadi perusahaan yang lebih besar dan baik.”

Soal IPO belum banyak yang bisa dibagikan, termasuk kaitannya melantai di bursa lokal atau Amerika Serikat. Dimas menyebutkan, saat ini pihaknya masih melakukan studi untuk pertimbangan lebih lanjut.

Application Information Will Show Up Here

[Video] Menilik Pertumbuhan Startup Home & Living Marketplace di Masa Pandemi

Kondisi pandemi membuat aktivitas sosial masyarakat berubah dari yang sebelumnya lebih kepada hubungan tatap muka, namun sekarang harus berjarak lewat dunia maya.

DailySocial bersama Dimas Harry Priawan dari Dekoruma membahas tentang bagaimana pertumbuhan startup home and living marketplace, seperti Dekoruma, di masa pandemi.

Untuk video-video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

Pertumbuhan Marketplace Furnitur Selama Pandemi

Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diambil pemerintah disikapi banyak perusahaan atau instansi dengan keputusan WFH atau bekerja dari rumah. Kondisi ini berimbas positif pada permintaan furnitur atau perlengkapan rumah di layanan marketplace furnitur. Pertama, karena banyak orang merasa harus mulai mempercantik rumah atau membuat rumah senyaman kantor dan, yang kedua, harus belanja dari rumah atau online.

Sebelumnya, industri marketplace furnitur terbilang cukup jauh dari sorotan. Sejumlah nama pada akhirnya menutup layanan, seperti Livaza, Decadeco, Vurnisio, dan beberapa lainnya. Di sisi lain, beberapa startup masih tetap bertahan dan bahkan mulai merancang inovasi bisnis mereka.

Fabelio tahun ini genap berusia 5 tahun. Klaim mereka, ada beberapa pertumbuhan yang cukup signifikan pada penjualan furnitur ritel dan jasa design & build. Jangkauan pengiriman yang lebih luas, mencakup 750 kecamatan di seluruh pulau Jawa dan ketersediaan showroom yang lebih banyak membuka peluang ke lebih banyak pelanggan. Saat ini, secara total, ada 20 showroom Fabelio di Jabodetabek dan Bandung.

“Untuk pertumbuhan, kami mencapai angka yang signifikan yaitu berupa kenaikan sebesar lebih dari 450% semenjak 2017. Hingga kini, sudah ada lebih dari 1000 projects yang ditangani oleh Fabelio Projects, mulai dari hunian seperti rumah dan apartemen, kantor hingga retail,” terang Co-Founder Fabelio Christian Sutardi.

Hal serupa juga dialami Ruparupa. Chief of Many Things Ruparupa Teresa Wibowo menjelaskan bahwa mereka mengalami pertumbuhan selama empat tahun beroperasi.

“Kami senang dengan pencapaian yang kami dapatkan selama 4 tahun terakhir. itu menunjukkan tren penjualan yang sehat yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Terutama ketika pandemi Covid-19 dimulai, kehadiran online Ruparupa diuji lebih lanjut karena hanya dalam beberapa hari, penjualan lebih dari tiga kali lipat,” terang Teresa.

Kondisi pertumbuhan juga dialami Dekoruma. Empat tahun beroperasi, mereka mengklaim sudah mampu menyuguhkan layanan end to end untuk mendapatkan rumah atau hunian idaman ke pelanggan. Tidak hanya jasa ritel dan design & build, tetapi juga membantu property developer memasarkan apartemen atau rumah.

“[..] Dengan produk yang kita buat sekarang, kita bisa menjalankan project dengan baik tanpa terpengaruh corona dan PSBB. Meeting masih bisa diselenggarakan, diskusi dengan ribuan kontraktor dengan digital,” cerita Co-Founder Dekoruma Dimas Harry Priawan.

Co-Founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan
Co-Founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan

Cerita tentang pertumbuhan dan tantangan

Layanan marketplace furnitur di Indonesia sedikit berbeda dengan barang-barang kebanyakan. Ukuran atau dimensi yang cukup besar menjadi permasalahan serius membuat pengirimannya terbatas ke jarak atau jangkauan tertentu. Belum lagi pengalaman membeli perabotan online dan offline cukup berbeda karena banyak yang kurang puas hanya melihat display dalam bentuk gambar. Pandemi dan PSBB memaksa masyarakat untuk terbiasa berbelanja dari rumah, termasuk untuk urusan perabotan. Hal ini yang pada akhirnya meningkatkan adopsi pelanggan pertama.

“Penjualan secara online pun mengalami kenaikan sebesar hampir dua kali lipat dibandingkan dengan penjualan sebelum masa pandemi. Selain itu, kami juga menerapkan protokol kesehatan dan kebersihan yang menyeluruh untuk semua titik interaksi mulai dari warehouse, showroom, hingga pengantaran produk sampai ke rumah customer. Seluruh langkah keselamatan ini kami lakukan untuk memastikan keamanan dan kenyamanan dari seluruh stakeholders Fabelio; baik untuk customer ataupun karyawan kami,” terang Christian.

Demikian juga dengan Dekoruma. Dimas menyampaikan,”Untuk pandemi kita mengalami peningkatan dari segi retail. Untuk misalnya untuk perabot rumah tangga. Mengalami peningkatan yang cukup baik, selama tiga bulan terakhir masih growing month-of-month. PSBB mencerminkan potensi [layanan] e-commerce sebagai sebuah industri.”

Lonjakan pertumbuhan juga dialami Ruparupa. Di masa pandemi ini mereka meningkat hingga 3 kali lipat dalam kurun waktu dua hari. Sempat merasa kewalahan di awal lonjakan kini Ruparupa sudah mulai mampu mengantisipasi lonjakan.

“Melalui pengalaman inilah kami menyadari bahwa kami tidak dapat berhemat untuk terus membangun infrastruktur dan berinvestasi kembali di dalamnya. Platform omnichannel kami sangat teruji selama periode ini karena lebih dari sebelumnya pelanggan kami berbelanja dengan cara omnichannel. Mereka tidak lagi berlama-lama di store untuk browsing. Browsing dilakukan di website dan bahkan mengirimkan link-link produk yang tersedia ke toko terdekat untuk mengecek kesediaannya (jika itu adalah produk Ace / Informa, barang tersebut dapat diambil di toko),” terang Teresa.

Chief of Many Things Ruparupa Teresa Wibowo
Chief of Many Things Ruparupa Teresa Wibowo

Meskipun demikian, pertumbuhan tidak dialami semua pemain di industri. Andoleto, layanan marketplace yang sudah beroperasi sejak tahun 2016 mengklaim penurunan di tengah pandemi.

“Kami telah lama menerapkan online business, maka pada praktiknya bekerja secara remote sudah menjadi hal biasa bagi kami. Kami tentunya merasakan daya beli yang menurun di pandemi ini. Namun kami optimis dengan mulainya new normal, semua akan bangkit kembali secara perlahan,” papar CEO Andoleto Aty Samadikun.

Mengenai tantangan untuk  bertahan di industri semuanya sepakat. Fabelio, Dekoruma, maupun Andoleto menilai kepercayaan, pengalaman, dan pengiriman masih menjadi tantangan yang dihadapi, setidaknya untuk bisa tetap bertahan.

Dimas misalnya, melihat isu logistik di luar Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya, seperti Bandung dan Surabaya, cukup berat dan menjadi tantangan. Selain itu masih ada masalah kepercayaan dari pelanggan.

“Kembali ke empat tahun lalu, orang tidak membayangkan bagaimana membeli sofa tanpa melihat barangnya. Kendala ini yang dialami semuanya dan menurut saya itu kendala yang wajar. Butuh waktu, butuh edukasi. Jadi with or without pandemi, itu masalah yang dialami,” papar Dimas.

Sementara Christian menceritakan, “Kebutuhan customer untuk touch and feel [menjadi tantangan], di mana customer masih perlu untuk melihat langsung dan merasakan furnitur yang akan dibeli. Namun tantangan ini bisa kami overcome lewat fitur virtual assistant. Kami berusaha mengedukasi customer dengan layanan yang lebih personalized lewat layanan ini. Tantangan lainnya yang kami miliki adalah distribusi. Dengan ukuran barang yang lebih besar, kami harus mempersiapkan distribusi yang baik untuk menjangkau lebih banyak pelanggan.”

Co-founder Fabelio Christian Sutardi
Co-Founder Fabelio Christian Sutardi

Pendanaan

Tidak banyak yang diceritakan Aty tentang rencana Andoleto selanjutnya. Ia mencoba mengenalkan Andoleto ke lebih banyak masyarakat untuk calon pengguna. Sementara Rupapa berusaha terus untuk meningkatkan pengalaman pengguna dan sistem omnichannel mereka. Sedangkan untuk Fabelio dan Dekoruma. tahun ini keduanya sama-sama berhasil mengamankan pendanaan baru.

Dekoruma mengamankan pendanaan Seri C dari InterVest Star SEA Growth Fund 1, Foundamental, OCBC NISP Ventura, dan Skystar Ventures. Investor di putaran sebelumnya juga turut berpartisipasi. Sementara Fabelio menerima pendanaan Seri C sebesar US$20 juta atau setara 283,4 miliar Rupiah yang dipimpin oleh AppWorks, Endeavour Catalyst, dan MDI Ventures, dengan keterlibatan investor sebelumnya, Aavishkaar Capital.

Dekoruma mulai mengembangkan platform baru untuk memudahkan pelanggannya mendesain rumah idaman, termasuk platform untuk mempromosikan hunian, baik itu rumah maupun apartemen. Sementara Fabelio sudah merencanakan untuk ekspansi untuk bisa menjangkau lebih banyak daerah, agar bisa hadir ke lebih banyak orang.

Update: Penambahan informasi dari Ruparupa

Pilihan “Work From Home” Seterusnya Jadi Opsi Menarik Sejumlah Startup Pasca Pandemi

Sebagai salah satu jenis perusahaan yang telah terbiasa menerapkan skema remote working, startup di berbagai lini bisnis tidak menemui banyak kendala ketika aturan bekerja di rumah dan PSBB diberlakukan pemerintah. Dinamika dan rutinitas bekerja di rumah berjalan secara seamless, didukung tools yang selama ini sudah biasa digunakan. Setelah hampir 3 bulan aturan bekerja di rumah diterapkan, sejumlah perubahan dan kebijakan baru kemudian diambil.

Twitter menjadi perusahaan teknologi pertama yang kemudian memberikan pilihan kepada pegawai di seluruh dunia, tempat Twitter beroperasi, untuk bekerja di rumah seterusnya.

“Perlu diingat, bahwa ‘bekerja dari rumah selamanya’ adalah salah satu opsi yang ditawarkan, bukan sebuah keharusan. Jika memang ada pegawai yang ingin melakukan hal tersebut, tentunya perlu melalui diskusi lebih lanjut dengan atasan masing-masing,” kata Country Industry Head Twitter Indonesia Dwi Adriansah.

Sebelum Covid-19 merebak, Twitter telah memiliki opsi serupa–pegawai bisa bekerja dari mana saja. Terbuka, kolaboratif, dan multitasking merupakan kultur bekerja yang diklaim diterapkan di Twitter Indonesia. Menurut Dwi, tiga kata tersebut sangat merepresentasikan bagaimana tim bekerja selama ini.

“Sejak dibuka secara resmi di Indonesia 5 tahun lalu, tim kami terbilang gesit dan multitasking. Seperti kata pepatah, ‘kecil-kecil cabe rawit’, situasi itulah juga yang terjadi di tim kami,” kata Dwi.

Selain Twitter, DailySocial mencoba untuk melihat seperti apa kebijakan startup Indonesia dalam memberilakukan Work From Home (WFH) saat ini dan nanti ketika (suatu saat) pandemi berakhir.

Menyesuaikan tanggung jawab pegawai

Sebagai startup teknologi, praktik kerja dari rumah sudah diterapkan Sirclo sebelum masa pandemi, meski pada umumnya hanya berlaku untuk pegawai yang sesekali membutuhkan fleksibilitas untuk bekerja sembari mengurus keperluan pribadi dari rumah. Perusahaan menjunjung tinggi budaya kolaborasi, ketika berbagai aktivitas, seperti meeting atau diskusi grup, sesungguhnya jauh lebih produktif saat bertemu tatap muka.

Meskipun demikian, karena alasan kesehatan dan keselamatan pegawai merupakan prioritas utama, Sirclo berupaya agar menerapkan kebijakan WFH untuk mayoritas tim hingga situasi kondusif kembali. Perusahaan juga terus memaksimalkan penggunaan teknologi yang merupakan solusi untuk #PulihkanJarak antar sesama anggota tim, dengan pelanggan, dan dengan rekan bisnis.

“Sebagian dari tim operasional Sirclo yang tetap berkantor secara fisik di fulfillment centre kami yang berlokasi di Taman Tekno BSD, dikarenakan bisnis e-commerce enabler Sirclo turut bertanggung jawab dalam pemenuhan pesanan online melalui marketplace. Sebagai langkah preventif, kami menerapkan kebijakan berikut, melakukan pengecekan suhu, pemakaian masker secara wajib, menjaga jarak fisik, aktif memantau kondisi kesehatan karyawan secara langsung. Karyawan yang bertugas melakukan pemenuhan pesanan juga masuk kerja secara bergilir dengan sistem shift, agar keamanan dan produktivitas tetap terjaga,” kata CEO Sirclo Brian Marshal.

Hal serupa diberlakukan PrivyID. Sebagai startup yang wajib mengikuti aturan regulator, kebijakan untuk bekerja di rumah tidak semua diberlakukan kepada pegawai. Untuk kantor yang berlokasi di Jakarta, misalnya, kebijakan WFH diterapkan secara keseluruhan. Namun untuk kantor di Yogyakarta, ada beberapa pegawai yang tetap wajib bekerja di kantor.

“Saat pandemi saat ini kantor Jakarta sudah melakukan WFH secara total. Namun untuk kantor di Yogyakarta, WFH diberlakukan kecuali untuk verifikator dan customer service yang tetap bekerja di kantor untuk memenuhi standar ISO 27001 tentang manajemen keamanan informasi, terutama data pelanggan. Hanya spacing tempat duduk diubah menjadi berjarak 2 kali lipat, PC untuk kerja didesinfektan setiap pergantian shift, [dilakukan] cek suhu, [dan] mereka yang sakit tidak dibolehkan bekerja di kantor,” kata CEO PrivyID Marshall Pribadi.

Mengamini kedua pernyataan di atas, sebagai platform jasa desain interior dan konstruksi, Dekoruma memberlakukan kebijakan serupa. Beberapa pegawai, terutama mereka yang bertugas di bagian operasional, tidak memungkinkan untuk bekerja di rumah.

So far, kami masih belum merasakan kendala productivity yang berarti. Ada hal-hal atau aktivitas yang sebenarnya jauh lebih efisien, tapi ada juga beberapa bagian dari aktivitas yang menjadi challenging. Terutama untuk simple and short discussion. Contohnya kalau dulu sesama tim bisa diskusi lebih cepat, sekarang tidak bisa dan semakin sulit karena harus melalui chatting/call,” kata CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan.

Tools pendukung produktivitas bekerja

Salah satu alasan kegiatan bekerja di rumah efektif dilakukan adalah ketersediaan berbagai tools pendukung, mulai dari platform video conference, platfrom messaging, organizer, dan calendar untuk memaksimalkan pekerjaan pegawai di rumah.

“Karena meeting dan presentasi dilakukan melalui video call, atasan kemudian bisa ikut di setiap meeting. Sebelumnya hanya mendapatkan laporan dari mereka setelah kembali ke kantor. Kemudian manajemen juga bisa berkomunikasi lebih sering lewat concall. Sebelumnya pertemuan jarang dilakukan, karena banyak meeting di luar dan kemacetan lalu lintas yang menyulitkan mereka untuk kembali ke kantor,” kata Marshall.

Penggunaan tools juga menjadi hal yang wajib dilakukan pegawai Mekari. CEO Mekari Suwandi Soh mengungkapkan, online meeting dan sinkronisasi komunikasiseperti internal memo, secara rutin dilakukan. Perusahaan juga menyediakan lebih banyak data ke tim yang relevan, sehingga mereka bisa mengambil keputusan. Hal ini ternyata mampu meminimalisir kegiatan yang kurang produktif, seperti diskusi ringan tanpa agenda, ataupun watercooler chat.

“Untuk tim yang selama ini tidak membutuhkan banyak kolaborasi, WFH menjadi lebih efektif. Selama ini kami juga sudah memiliki metriks untuk tiap pekerjaan, sehingga standar produktivitas bisa terus dipantau. Tetapi untuk yang membutuhkan diskusi dengan tim di pelanggan, ada banyak tantangan karena tidak semua pelanggan memiliki infrastruktur dan teknologi memadai,” kata Suwandi.

Untuk layanan fintech seperti Akseleran, selama WFH perusahaan mengedepankan nilai-nilai yang sudah dipegang sebelumnya, khususnya terkait excellence, reliability, dan kerja sama tim.

“Kami percaya bahwa orang-orang yang berkualitas baik akan bisa memaksimalkan performanya bila diberikan kepercayaan tanpa harus melakukan micro manage. Yang penting kita tentukan strategi dan tujuan yang ingin diraih, dan kita komunikasikan hal tersebut dengan baik kepada seluruh tim. Setelah itu tim dapat memenuhi pekerjaan mereka masing-masing tanpa harus diatur terlalu detail termasuk tanpa harus bertatap muka,” kata CEO Akseleran Ivan Tambunan.

Perusahaan lain, seperti Tokopedia, menggunakan parameter Objectives and Key Results (OKR) saat memberlakukan kebijakan bekerja di rumah. Untuk menjaga produktivitas seluruh Nakama (sebutan karyawan Tokopedia), setiap karyawan sudah memiliki OKR pribadi, tim, dan perusahaan yang sejalan. Di sisi lain, praktik bekerja dari rumah sudah lumrah dilakukan, bahkan jauh sebelum sebelum adanya pandemi.

“Demi memastikan efektivitas lebih dari 4.900 Nakama dalam melayani kebutuhan masyarakat Indonesia di tengah pandemi, kami mewajibkan setiap pegawai untuk tetap menjalankan komunikasi virtual antar tim secara berkala sesuai dengan jadwal yang ditentukan,” kata juru bicara Tokopedia.

Penerapan WFH jika pandemi usai

Menanggapi kebijakan WFH selamanya yang Twitter terapkan, manajemen startup Indonesia melihat kemungkinan itu ada, namun dengan beberapa catatan.

“Selama beberapa bulan terakhir, kami pun bersyukur dapat memenuhi target dari segi pertumbuhan jumlah klien dari seluruh lini bisnis, karena semakin banyak pelaku usaha yang berminat masuk ke ranah e-commerce. Dengan segala kapasitas/resources yang telah kami bangun untuk menunjang produktivitas saat WFH, kami terbuka untuk menerapkan sistem kerja yang paling efektif untuk mendukung kinerja pegawai di masa yang akan datang. Hingga hari ini, tim Sirclo berjumlah lebih dari 350 pegawai,” kata Brian.

Sementara itu, kebijakan WFH di PrivyID masih akan diberlakukan hingga akhir Mei 2020 sambil dievaluasi lebih lanjut. Marshall melihat proses WFH cukup efektif–ada karyawan yang semakin produktif, namun ada pula yang menurun. Salah satu faktornya adalah kondisi rumah mereka dengan gangguan yang bersifat domestik.

“Jumlah karyawan PrivyID saat ini sekitar 160 orang. Kami membuat aturan dalam jam kerja setiap karyawan harus merespon chat/email maksimal dalam 30 menit kecuali sedang concall. Nanti setelah pandemi berakhir pun, kami arahkan tim sales/BD untuk tetap menghindari meeting in person dengan klien. Dari segi waktu dan biaya transport, jauh lebih hemat [ketika WFH] dan malah deal bisa dicapai relatif lebih singkat,” kata Marshall.

Dukungan perusahaan juga menjadi fokus Mekari agar kegiatan bekerja di rumah saat ini dan selanjutnya bisa berjalan secara efektif. Perusahaan memastikan tim memiliki teknologi yang tepat untuk mendukung pekerjaan.

“Bahkan kami juga memberikan tunjangan, seperti paket data sebagai benefit yang kami sesuaikan dengan kondisi saat ini, yang dapat diakses karyawan dengan mudah di fitur Mekari Benefit dalam Talenta Mobile,” kata Suwandi.

Untuk meningkatkan produktivitas pegawai setelah pandemi usai, Akseleran akan tetap bekerja bersama-sama sebagai satu tim yang diharapkan bisa menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Hingga 18 Mei 2020, jumlah karyawan Akseleran mencapai 157 orang atau naik 51% dibandingkan Mei 2019.

“Di Dekoruma kami masih dalam proses diskusi untuk policy setelah PSBB. Namun kebijakan work from home akan menjadi opsi. Hanya saja implementasi dan pengaturannya belum rampung. Masih ada beberapa divisi di Dekoruma yang tidak memungkinkan untuk WFH, seperti operasional dan lainnya,” kata Dimas.

Dekoruma Secures Investor’s Fund on Pre Series C

Dekoruma’s interior design and construction services platform announced pre-series C funding with an undisclosed value. The main investors involved in this round included InterVest Star SEA Growth Fund 1, Foundamental, OCBC NISP Ventura, and Skystar Ventures. Also participated investors from the previous round.

Previously, Dekoruma has received series A funding from Skystar Capital, Beenext, and Convergence Ventures. Later, in the series B round, they booked a million-dollar fund led by Global Digital Niaga (Blibli) and AddVentures.

Dekoruma’s CEO Dimas Harry Priawan said in the release, fresh funds will be used to further invest in the development of SOMA products, as an interior design and project management application that connects designers, suppliers, contractors, and customers. Currently, this application has been used in more than three thousand interior design projects.

Dekoruma noted as the work from home situation ongoing, furniture and home furnishing purchases increased. More people are likely to make their living spaces more comfortable and productive as seen by increasing sales in various categories from home furnishings to kitchen utensils.

Furthermore, the company also claims there are currently no Dekoruma’s projects that are affected by social distance policy, because SOMA allows design and project management discussion between customers and interior design partners to be held virtually.

The developed technology enables Dekoruma to grow efficiently in 2019. Dekoruma claims to have achieved a positive economic unit for its retail business lines and interior design lines and is preparing to achieve positive EBITDA by early 2021.

At the end of 2019, Dekoruma revealed some of its achievements, the platform currently has around one million active users and 500 retail merchants. They also have an Experience Center and the number is to grow by this year, particularly in the Greater Jakarta area.

Although 70% of its focus currently lies on B2C, Dekoruma opens for partnerships with home development or property companies in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dekoruma Kantongi Pendanaan Pra-Seri C dari Sejumlah Investor

Platform jasa desain interior dan konstruksi Dekoruma mengumumkan pendanaan tahapan pra-seri C dengan nilai tidak disebutkan. Investor utama yang terlibat dalam pendanaan kali ini di antaranya InterVest Star SEA Growth Fund 1, Foundamental, OCBC NISP Ventura, dan Skystar Ventures. Investor dalam putaran sebelumnya juga turut berpartisipasi.

Sebelumnya Dekoruma telah mendapatkan pendanaan seri A dari Skystar Capital, Beenext, dan Convergence Ventures. Kemduian di pada putaran seri B, mereka bukukan dana jutaan dolar yang dipimpin Global Digital Niaga (Blibli) dan AddVentures.

Dalam rilisnya CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan mengungkapkan, dana segar akan digunakan untuk berinvestasi lebih lanjut dalam pengembangan produk SOMA, yang merupakan desain interior dan aplikasi manajemen proyek yang menghubungkan desainer, pemasok, kontraktor, dan pelanggan secara mudah. Hingga saat ini, aplikasi ini telah digunakan di lebih dari tiga ribu proyek desain interior.

Dekoruma mencatat sepanjang aturan bekerja di rumah berlangsung, pembelian furnitur dan keperluan rumah meningkat. Terlihat lebih banyak orang yang berusaha membuat ruang hidup mereka lebih nyaman dan produktif dengan peningkatan penjualan di berbagai kategori dari perabot rumah tangga hingga peralatan dapur.

Kemudian perusahaan juga mengklaim, saat ini tidak ada proyek desain interior Dekoruma yang dipengaruhi oleh kebijakan jarak sosial, karena SOMA memungkinkan diskusi serta desain dan manajemen proyek antara pelanggan dan mitra desain interior bisa dilakukan secara virtual.

Teknologi yang telah dibangun memungkinkan Dekoruma untuk tumbuh secara efisien pada tahun 2019. Dekoruma mengklaim telah mencapai unit ekonomi positif untuk lini bisnis ritel dan lini desain interior, dan tengah bersiap untuk mencapai EBITDA positif pada awal 2021.

Akhir tahun 2019 lalu Dekoruma menyampaikan sejumlah pencapaiannya, saat ini platformnya telah memiliki sekitar satu juta pengguna aktif dan 500 merchant ritel. Mereka juga telah memiliki Experience Center dan rencananya tahun ini jumlahnya akan ditambah di area Jabodetabek.

Meskipun saat ini fokusnya 70% masih kepada B2C, namun Dekoruma juga terus membuka kemitraan dengan pengembangan rumah atau perusahaan properti di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Rencana dan Target Dekoruma Perluas Lini Bisnis di Tahun 2020

Memasuki akhir tahun 2019, platform jasa desain interior dan konstruksi Dekoruma menyampaikan sejumlah pencapaiannya. Kepada media, Co-Founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan menyebutkan, saat ini platformnya telah memiliki sekitar satu juta pengguna aktif dan 500 merchant ritel. Mereka juga telah memiliki Experience Center dan rencananya tahun depan jumlahnya akan ditambah di area Jabodetabek.

Meskipun saat ini fokusnya 70% masih kepada B2C, namun Dekoruma juga terus membuka kemitraan dengan pengembangan rumah atau perusahaan properti di Indonesia.

“Salah satu kerja sama yang telah kami lancarkan adalah dengan Ciputra yang bisa diakses di kanal properti. Meskipun telah memberikan kontribusi yang besar, namun fokus kami masih kepada B2C,” kata Dimas.

Untuk pembayaran paling banyak dipilih oleh pelanggan Dekoruma adalah kartu kredit kemudian transfer bank. Sementara pilihan gratis ongkos kirim masih jadi fitur favorit penarik minat dan akan terus disuguhkan kepada pelanggan.

Dari demografi pengguna yang dimiliki, mereka mengklaim sebanyak 60-70% pengguna berasal dari kalangan perempuan. Hal ini turut disesuaikan pada visi Experience Center, didesain untuk meng-cater target pelanggan dengan gaya khas Dekoruma.

“Jika ditanya apa gaya atau pilihan dari selera dekorasi dan desain rumah, banyak pelanggan yang tidak bisa menjawab. Namun dengan melihat situs dan mengunjungi Experience Center kami biasanya mereka akan mendapatkan inspirasi seperti apa gaya yang sesuai untuk mereka,” kata Dimas.

Tahun 2020 mendatang, perusahaan memastikan untuk melakukan ekspansi di luar Jabodetabek. Kota-kota besar yang disasar di antaranya adalah Surabaya, Medan, Makassar, dan Bali. Rencana ekspansi ini adalah salah satu realisasi perusahaan pasca menerima pendanaan seri B dari Global Digital Niaga (Blibli) dan AddVentures tahun lalu.

Pihaknya juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahun 2020 mendatang, kendati tidak disebutkan detail waktu dan target perolehannya.

“Memang ada rencana tapi kami belum mulai melakukan penggalangan dana. Namun penjajakan dan pertemuan dengan investor terkait masih terus kita lakukan,” kata Dimas

Teknologi untuk mitra desainer interior

Salah satu lini bisnis yang tengah dijajaki adalah jasa desain interior ruangan yang menyasar kalangan premium. Karena makin besarnya minat dibarengi peningkatan kemampuan finansial dari segmen tersebut untuk membayar jasa desain interior. Saat ini perusahaan tengah mempersiapkan teknologi yang relevan yang bisa dimanfaatkan oleh mereka.

Melalui teknologi ini diharapkan bisa menjembatani kebutuhan pelanggan dengan produk yang tersedia di Dekoruma dan para desainer interior yang tersebar di Jabodetabek.

“Saat ini teknologi tersebut sudah kami terapkan kepada desainer yang bergabung dengan Dekoruma. Rencananya tahun depan teknologi tersebut akan kami luncurkan untuk publik,” kata Dimas.

Application Information Will Show Up Here