Sempat Gagal, Amazara Kembali Matangkan Bisnis dengan Strategi Barunya

Didirikan pada tahun 2015 lalu di Yogyakarta, Amazara menjual sepatu dan berbagai produk lainnya secara online. Karena alasan pribadi dan persoalan manajemen, startup tersebut sempat mengalami kegagalan sekitar tahun 2019 dan memilih menutup bisnis mereka.

Namun, belajar dari pengalaman yang didapat, Founder & CEO Uma Hapsari memutuskan untuk memulai kembali bisnisnya. Dengan tim yang solid dan riset pasar yang lebih matang, Amazara kini memilih fokus untuk memproduksi dan menjual produk sepatu.

Kerja keras dan strategi yang diterapkan Uma ternyata membuahkan hasil, dalam waktu 5-6 bulan, perusahaan kembali mendapatkan pemesanan dan penambahan jumlah pelanggan.

“Karena berbagai alasan saya memutuskan untuk menutup perusahaan. namun dengan semangat baru dan memanfaatkan media sosial, Amazara bisa kembali beroperasi pada bulan Februari 2020 lalu,” kata Uma.

Bermitra dengan pengrajin sepatu dan pabrik

Untuk bisa menghasilkan berbagai produk sepatu berkualitas dan tetap relevan, Amazara menjalin kemitraan dengan beberapa pengrajin dan pabrik sepatu; jumlahnya saat ini sekitar 10 mitra. Dan guna memastikan semua proses sesuai dengan standar perusahaan, tim Amazara melakukan pemantauan dan kontrol saat proses produksi.

“Kami tidak fokus kepada growth at all cost. Model bisnis kami adalah merchandising. Artinya kami adalah pedagang dan melakukan penjualan sepatu. Kita percaya kepada kualitas dan layanan menjadi prioritas perusahaan,” kata Uma.

Saat ini perusahaan mengklaim telah memiliki sekitar 100 ribu pelanggan. Selain website, Amazara juga memanfaatkan official store di berbagai platform marketplace. Sementara untuk kanal promosi dan komunikasi, Amazara memanfaatkan akun media sosial Instagram dan WhatsApp.

“Kita belum memiliki rencana untuk meluncurkan aplikasi untuk saat ini dan ke depannya. Fokus kita adalah memproduksi sepatu yang kebanyakan diminati oleh kalangan millennial usia sekitar 17-34 tahun,” kata Uma.

Pandemi dan pendanaan

Saat pandemi Covid-19 mulai menyebar di Indonesia, penjualan sepatu produksi Amazara sempat mengalami penurunan yang drastis. Untuk mengakali kondisi tersebut, mereka kemudian menghadirkan mentoring online untuk para UKM yang ingin belajar lebih mendalam dari Uma Hapsari. Responsnya pun ternyata cukup positif, selama kegiatan tersebut berlangsung terdapat 1500 pendaftar yang tertarik untuk mengikuti sesi tersebut.

Impact dari kegiatan tersebut adalah engagement dari audiens dan tentunya awareness terhadap brand kami. Meskipun pendapatan menurun tapi kami terekspos lebih luas melalui kegiatan ini yang kami hadirkan secara gratis,” kata Uma.

Kendala lain yang dihadapi oleh Amazara saat pandemi adalah, berkurangnya produksi sepatu karena aturan PSBB yang diterapkan oleh pemerintah. Bukan hanya tidak adanya penyediaan bahan baku, namun para pengrajin juga banyak yang kembali ke kampung halaman.

“Namun bulan ini kondisi berangsur kembali normal dan produksi bisa kembali dilakukan. Kami pun mulai menerima pemesanan dari pelanggan. Untungnya kegiatan belanja online tidak pernah surut saat pandemi berlangsung hingga saat ini,” kata Uma.

Setelah melakukan diskusi dengan Salt Ventures tahun 2019 lalu, perusahaan akhirnya mengantongi pendanaan tahap awal dari mereka. Dengan pendanaan ini Amazara bukan hanya ingin menjadi platform penjualan sepatu secara online, namun juga ingin menjadi mentoring platform untuk membantu pelaku UKM lainnya menjalankan bisnis.

“Hal tersebut telah menjadi visi dan misi kami saat melakukan diskusi dengan pihak Salt Ventures. Harapannya kami bisa memberikan kontribusi kepada bisnis lainnya agar bisa maju bersama,” kata Uma.

Kebutuhan Talenta Industri Startup Indonesia di Masa Pandemi

Ada fenomena menarik yang tengah terjadi di Indonesia. Startup-startup yang sebelumnya gencar mempromosikan lowongan pekerjaan kini mulai menanggalkan status “We’re hiring”, bahkan ada yang menerapkan strategi “hiring freeze”. Hal ini berdasarkan pengamatan DailySocial melalui laman Jobs/Career sejumlah startup ternama, termasuk profil para petingginya di Linkedin.

Masa pandemi menimbulkan dampak signifikan di berbagai sisi. Salah satunya adalah eksistensi talenta dalam perusahaan. Lebih dari 60% startup melakukan efisiensi pegawai atau pemotongan gaji. Survei Startup Genome COVID-19 Impact Insights menunjukkan efisiensi pegawai telah dilakukan demi mengurangi budget operasional.

employee layoff

Namun, di tengah pandemi yang diprediksi belum akan berakhir dalam waktu dekat ini, ada secercah harapan bagi talenta-talenta yang sedang insecure dengan keberlangsungan karier mereka.

Sektor yang tengah berkembang

Seperti kita ketahui, sektor pariwisata menjadi salah satu yang paling terpukul dengan kehadiran pandemi COVID-19 ini. Banyak perusahaan di sektor ini yang harus bersusah payah demi bisa bertahan diiringi efisiensi sana sini, bahkan ada yang memutuskan untuk gulung tikar.

Sementara itu, bisnis digital di sektor lain mengalami pertumbuhan cukup signifikan. Sebuah infografis dari Bonza, bekerja sama dengan East Ventures, bertajuk “COVID19: Balancing between Economy and Health” memaparkan beberapa fakta mengenai sektor bisnis serta beberapa perusahaan yang masih membuka proses rekrutmen

sectors that are still hiring

companies that are still hiring

Di infografis di atas, industri e-commerce terlihat menjadi sektor dengan presentase paling besar dalam perekrutan talenta. Sibuknya sektor e-commerce bukan tidak beralasan. Keterbatasan aktivitas masyarakat menjadikan platform jual beli online sebagai pilihan utama untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan sebagainya. Sektor ini bisa dibilang menuai profit dari krisis yang sedang berlangsung.

“Sampai saat ini, Tokopedia tidak mengambil langkah penyesuaian jumlah karyawan di tengah pandemi COVID-19 ini. Kami terus mewajibkan seluruh karyawan bekerja dari rumah sebagai upaya membatasi interaksi langsung [physical distancing] demi mendukung penanganan pandemi COVID-19,” ungkap juru bicara Tokopedia.

Meskipun demikian, saat ini Tokopedia tidak membuka lowongan pekerjaan di laman kariernya. Pihaknya juga menyebutkan tidak ada penyesuaian jumlah karyawan.

Di sektor lain, HappyFresh mengaku masih membuka kesempatan bagi yang ingin bergabung menjadi armada pengantar atau agen belanja. Berkenaan dengan pasar Indonesia, Country Manager Filippo Candrini mengatakan akan hadir karyawan baru “secara masif” dan dilatih dalam batch untuk menghadapi keterbatasan ruang gerak.

Berbicara mengenai bisnis e-commerce dan grocery tidak bisa dipisahkan dengan dukungan logistik yang memadai. Sektor ini juga menjadi salah satu yang kegiatan operasionalnya sangat sibuk di masa pandemi.

Kebutuhan talenta di masa pandemi

Tidak bisa dipungkiri, perusahaan di berbagai sektor sedang berdarah-darah dalam mempertahankan stabilitas perusahaan. Langkah yang diambil pun beragam, mulai dari pengurangan jumlah pegawai, pemotongan biaya operasional, hingga efisiensi bisnis perusahaan. Hal ini menimbulkan kecemasan bagi para talenta.

Di masa sulit seperti ini, perusahaan dan individu saling bahu-membahu untuk menciptakan inovasi. Salah satunya adalah inisiatif SEAcosystem dari beberapa VC di Asia Tenggara yang mengumpulkan informasi talenta yang terkena layoff dari berbagai sektor. Selain itu, ada juga laman yang mengumpulkan peluang kerja dari berbagai startup. Hal ini sebagai usaha mendukung keberlangsungan industri startup di tengah pandemi yang terjadi.

Terkait situasi pandemi ini, pihak Bukalapak menyampaikan industri e-commerce termasuk kategori bisnis yang resilient, terus bertumbuh secara positif, baik dari transaksi maupun nominal. “Dari kami sendiri, memasuki tahun 2020, akan berfokus untuk memperkokoh marketplace untuk bisa menghadirkan ‘fair economy for all’.”

Pendapat serupa disampaikan juga tim Tokopedia, “Pegiat usaha yang memiliki kanal pemasaran daring dinilai lebih tangguh, khususnya dalam menghadapi situasi pandemi seperti ini. Mereka berhasil membuat bisnis tetap berjalan sehingga lapangan pekerjaan pun tetap dapat dipertahankan.”

Tambah Layanan “Cold Storage”, Crewdible Berambisi Jadi Penyedia Jaringan Gudang Mikro Terbesar

Startup penyedia jaringan pergudangan mikro Crewdible mengumumkan perluasan bisnis ke gudang pendingin (cold storage) untuk melayani pelaku bisnis makanan beku (frozen food) membutuhkan fasilitas pendingin khusus. Inisiasi tersebut adalah langkah perusahaan mengantisipasi melonjaknya konsumsi makanan beku sejak pandemi.

Corporate Marketing Manager Crewdible Gunawan Lee menerangkan, cold storage memiliki fasilitas khusus seperti chest freezer, chiller, hingga cold storage room. Kebutuhan ini disiapkan untuk beragam produk, terutama yang cepat rusak (perishable) butuh kondisi suhu tertentu agar dapat mempertahankan kesegarannya.

“Pencapaian ini merupakan bagian dari usaha kami dalam memberikan kemudahan bagi pelaku usaha frozen food yang membutuhkan fasilitas penyimpanan khusus untuk membantu mengembangkan usahanya,” ucap Gunawan kepada DailySocial.

Alasan pihaknya masuk ke segmen ini dipicu karena berubahnya kebiasaan konsumsi masyarakat. Terbatasnya ruang gerak dan pilihan dalam membeli makanan membuat masyarakat mencari alternatif, salah satunya mempertimbangkan opsi makanan beku.

Dari sisi lain, teknologi pengolahan makanan beku turut mengalami peningkatan dalam hal kualitas dan keamanan bahan makanan. Pengguna jasa makanan beku pun meluas, seperti rumah sakit, hotel, maskapai penerbangan, hingga militer.

Kendati begitu, sambungnya, dari sisi pelaku bisnis ada beberapa tantangan saat mempertimbangkan penggunaan micro cold storage. Di antaranya adalah mencari ketersediaan lokasi yang sesuai dengan kebutuhan, besarnya biaya pengelolaan fasilitas yang harus disiapkan, serta kebutuhan manpower dan investasi fasilitas pendingin yang jumlahnya bisa mencapai ratusan juta Rupiah.

“Penggunaan micro cold storage melalui aplikasi Crewdible mampu memangkan berbagai kendala yang dihadapi tersebut. Dengan jaringan mitra, para pelaku bisnis tidak hanya mendapat referensi lokasi gudang yang strategis, namun juga berkesempatan untuk membuka potensi area distribusi baru guna mengembangkan jaringan usahanya.”

Dia melanjutkan, ada sejumlah ketentuan untuk mitra cold storage yang ingin bergabung. Bisa dimulai dari rumah dengan ruangan khusus berukuran 50 meter persegi. Adapun untuk keperluan B2C atau seller dari e-commerce, lebih diprioritaskan ruko/rukan sebagai mitra gudang karena kapasitas lebih besar.

“Kami juga memprioritaskan mitra yang berlokasi di tempat strategis, seperti di pusat kota, atau mitra yang pernah handle usaha frozen food, baik yang pernah berjualan atau pernah jadi stockist. Terakhir, memprioritaskan mitra yang sudah punya fasilitas micro cold storage, seperti chest freezer dan chiller.”

“Namun demikian, kami juga akan tetap membantu penyediaan fasilitas bagi mitra gudang yang berencana menjadi cold storage, tetapi belum memiliki perangkat yang dibutuhkan,” sambung dia.

Gunawan menargetkan sampai akhir tahun ini diharapkan total mitra gudang pendingin dapat mencapai angka 200 unit di seluruh Indonesia. Mereka juga tengah menyiapkan ekosistem distribusi dari para pengguna mitra cold storage Crewdible agar alur suplai (supply chain) jadi lebih efektif dan efisien.

Selain itu, perusahaan akan membantu pengguna mitra cold storage Crewdible untuk memasarkan produknya melalui e-commerce channel seperti situs marketplace, social media commerce, serta kanal lainnya.

Salah satu mitra cold storage dari Crewdible / Crewdible
Salah satu mitra cold storage dari Crewdible / Crewdible

Meski Crewdible hanya bertindak sebagai penyedia jaringan gudang mikro, proses pengadaan (fulfillment) sepenuhnya dikerjakan oleh mitra gedung. Akan tetapi, Gunawan mengaku kalau ada lima gudang yang dioperasikan langsung oleh tim Crewdible di Jabodetabek.

Mekanisme penggunaan Crewdible sepenuhnya melalui aplikasi dan dan mendaftarkan diri sebagai seller. Seller dapat mencari referensi gudang dan langsung mengirimkan produknya untuk di simpan di sana. Aplikasi juga dapat digunakan untuk memantau aktivitas pergudangan, termasuk jenis produk dan jumlah stok barang yang disimpan.

Apabila ada pesanan, seller cukup memasukkan pesanan ke dalam order management system (OMS) Crewdible untuk disiapkan menuju proses fulfillment oleh pihak gudang. Tim Crewdible akan mengemas produk untuk dijemput oleh pihak logistik, sesuai dengan pesanan pembeli.

Disebutkan, jumlah pengguna gudang Crewdible telah tembus dari 16 ribu pebisnis sejak perusahaan pertama kali beroperasi. Mayoritas dari seller ini menjual produknya lewat platform e-commerce dengan kategori fesyen, peralatan rumah (home living), dan makanan.

Adapun total mitra gudang angkanya lebih dari 100 gudang tersebar di seluruh Indonesia. Perusahaan juga telah memisahkan penggunaan gudang berdasarkan kategori produk halal dengan non-halal tidak dalam satu fasilitas yang sama.

Kompetisi dengan TokoCabang

Gunawan mengaku kalau konsep fulfillment yang diterapkan Crewdible mirip dengan apa yang Tokopedia terapkan di TokoCabang. Namun ia menekankan ada sejumlah perbedaan, di antaranya perusahaan mengusung konsep desentralisasi, baik micro storage maupun non-micro storage. Lalu, tidak mengenakan biaya penyimpanan (storage fee) kepada pengguna sejak awal.

“Crewdible dapat mengubah fixed cost yang selalu membebani seller menjadi variable cost berbasis commission. Bagi siapa pun yang tertarik mencoba layanan kami, dipastikan kami tidak membebani seller dengan storage fee di awal.”

Pembeda lainnya, Crewdible bersifat multi-channel yang dapat menghilangkan batas-batas antar-marketplace. Alias, pengguna dapat memanfaatkan gudang untuk semua bisnisnya di berbagai platform.

“Kami akan tetap terbuka dengan marketplace lain yang ingin menggunakan fasilitas dan infrastruktur dari Crewdible.”

Meski belum bersedia mendetailkan, Gunawan mengungkapkan pihaknya sedang dalam proses penjajakan kerja sama untuk menjadi official fulfillment center untuk salah satu pemain marketplace terbesar di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

SYCA Official Secures Seed Funding from Salt Ventures, Working on the Direct to Consumer Strategy

Utilizing social media and beauty products that are currently increasingly popular with young women in Indonesia, SYCA Official is here to offer lip tint beauty products. SYCA Official’s Co-founder, Pamela Wirjadinata said, judging from the current trends and developments in the industry, it was the right time for her with the other co-founder, Monica Tan to present a special platform for beauty products online.

“Starting with Japan in 2019, I saw many local brands with their own independent shops, especially in the beauty section. Next, Monica and I saw many opportunities to take the business in Indonesia. We feel everyone started to gain trust in beauty brands in Indonesia,” Pamela said.

Using social media accounts and marketplace services, SYCA Official wants to give options to its target users to enjoy local beauty products with quality at affordable prices. SYCA also tries to present natural products that refer to beauty trends from South Korea.

Direct to consumer business model

With the direct-to-consumer (DTC) concept, SYCA Official claims to have around 10 thousand customers who transact using marketplace services such as Shopee, Tokopedia, Sociolla, Female Daily, and Love and Flair.

Currently, the company is preparing a website that can later be accessed by customers. In terms of approach, Pamela said the strategic step became more ideal and in accordance with their concept of selling directly to the target market (DTC). The company is also trying to focus on retail and how to get the best profit margins while at the same time gaining wider brand awareness.

“This year, we target to launch a website. In accordance with the plan, within the next 1-2 months, we will release it. In terms of application, we’ll see in the future,” Pamela said.

Although they did not experience any significant changes or impacts during the Covid-19 deployment, because what they did from the beginning was online; but in terms of production of goods, Pamela mentioned having experienced problems in the matter of production because the factory could not operate normally. The delivery of goods also briefly interrupted.

“To date, we’ve sold around 17 thousand products with an average of 2000 units per month since the launch of SYCA Official. For partners, we’ve collaborated with two partners which products we bought,” Pamela said.

Backed by Salt Ventures

As a startup that offers a “new economy” approach, SYCA Official is one of the portfolios owned by Salt Ventures, which so far has invested quite a lot in new startups that offer similar business models. After securing the seed funding, with undisclosed value, SYCA Official has several business plans.

“We raised our pre-seed funding in February 2020. Next, we want to expand our line product, which is certainly in line with this marketing and brand awareness strategy with this first funding. We really hope it will help us to grow bigger and better with Salt Ventures as our partner,” Pamela said.

There are several reasons why Salt Ventures is interested in investing in startups that target beauty products and fully utilize online channels. Salt Ventures Indonesia’s Managing Partner, Danny Sutradewa mentioned three basic things that are the focus of their investment.

“Among these are the founder’s character and ability to turn ideas into reality and to navigate businesses in a variety of circumstances. We also see the SYCA business model that uses online infrastructure to make its business scalable and focus on the right target market. SYCA currently has an online presence that “In addition, the cosmetics industry is a fast-growing industry in Indonesia,” Danny said.

In addition to SYCA Official, another portfolio owned by Salt Ventures that has run a business with a similar concept but with a different product is Sneakershoot.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup “E-commerce Enabler” Asal India Perpule Mulai Hadir di Indonesia

Perpule, startup e-commerce enabler asal India membawa layanan mereka ECommerce+ masuk ke Asia Tenggara. Indonesia menjadi salah satu pangsa pasar utama yang menjadi tujuan. Perpule secara spesifik menargetkan peritel offline di bidang fesyen, kebutuhan sehari-hari, elektronik, dan makanan.

Perpule ECommerce+ sendiri merupakan sebuah layanan yang memungkinkan pelanggan bisnis membuat website e-commerce dan aplikasi sendiri. Dibangun dengan teknologi PWA, layanan ini diklaim mampu meningkatkan pengalaman pengguna hingga 70%. Perpule juga memiliki Perpule UltraPOS yang menawarkan pengelolaan arus kas di aplikasi.

Perpule juga cukup optimis dengan menargetkan bisa meraup 20% pangsa pasar e-commerce di Asia Tenggara dengan layanan yang membantu mentransformasikan peritel offline ke online. Data internal Perpule menyebutkan bahwa pasar ritel Asia Tenggara memiliki nilai lebih dari US$700 miliar dan perlahan mulai banyak yang mengadopsi teknologi, khususnya di e-commerce.

“Kami senang bisa terjun ke pasar Asia Tenggara dan akan berusaha melayani pelanggan dengan cara sebaik mungkin melalui platform berbasis teknologi. Kami sangat senang bisa secara resmi mengumumkan kehadiran di Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand, Singapura dan Filipina dan akan melakukan apa pun untuk membantu ritel sukses di perjalanan online mereka.” ungkap CEO dan Co-founder Perpule, Abhinav Pathak.

Tim Perpule di kantor Bengaluru
Tim Perpule di kantor Bengaluru

Perpule melihat Indonesia

Pihak Perpule kepada DailySocial menceritakan bahwa mereka melihat Indonesia sebagai negara dengan transformasi digital yang berkembang dalam 5-10 tahun belakangan. Untuk itu mereka meyakini bahwa Indonesia adalah pasar yang tepat dalam investasi global mereka.

Perpule, dengan teknologi yang dimiliki, juga berusaha untuk membantu peritel offline yang masih cukup banyak di Indonesia. Industri e-commerce dan logistik yang semakin matang menjadi waktu yang tepat bagi Perpule untuk menawarkan teknologi mereka bagi para pebisnis ritel di Indonesia.

“Jujur, karena Indonesia adalah geografi yang sangat istimewa dan semua orang ingin mendapatkan pangsa pasar yang signifikan. Ada sejumlah besar pemain lokal dan raksasa internasional yang mencoba menembus pasar, tetapi kami sangat yakin dengan penawaran produk kami yang berdiri kuat dan dapat membantu kami menavigasi kompetisi,” terang Pathak.

Berada di segmen e-commerce enabler Perpule memang dihadapkan dengan nama-nama seperti Sirclo, Jubelio, EgogoHub Indonesia, 8Commerce, dan lainnya. Belum lagi ada beberapa layanan lain yang lebih spesifik seperti Qasir, Cashlez, Moka, Doku, dan iPaymu untuk POS dan Payment Gateway; Pakde dan Waresix untuk solusi pergudangan; hingga marketplace besar seperti Tokopedia dan Bukalapak yang saat ini juga memiliki banyak program untuk transformasi digital para pemilik bisnis.

“Kami selalu meluncurkan pasar baru dengan strategi yang sangat agresif untuk mempercepat pertumbuhan ambisi pertumbuhan global kami. Indonesia adalah geografi yang sangat dekat dengan hati kami dan kami ingin membantu peritel sebanyak mungkin di pasar ini untuk mempercepat perjalanan e-commerce mereka dan membuat mereka sukses,” imbuh Pathak.

Kantongi Pendanaan Awal dari Salt Ventures, SYCA Official Makin Mantap Perdalam Strategi “Direct-to-Consumer”

Memanfaatkan media sosial dan produk kecantikan yang saat ini makin populer di kalangan perempuan muda di Indonesia, SYCA Official hadir menawarkan produk kecantikan yaitu lip tint. Kepada DailySocial Co-founder SYCA Official Pamela Wirjadinata mengungkapkan, dilihat dari tren dan perkembangan industri keantikan saat ini, menjadi waktu yang tepat baginya bersama dengan co-founder lainnya yaitu Monica Tan untuk menghadirkan platform khusus untuk produk kecantikan secara online.

“Berawal dari inspirasi ke Jepang tahun 2019, saya melihat di sana banyak local brand yang punya independent shop sendiri, terutama di beauty section. Selanjutnya saya bersama Monica melihat banyak kesempatan yang bisa diambil untuk mengembangkan bisnis tersebut di Indonesia. We feel everyone mulai gain trust kepada beauty brand di Indonesia,” kata Pamela.

Memanfaatkan akun media sosial dan layanan marketplace, SYCA Official ingin memberikan pilihan lebih kepada target penggunanya untuk menikmati produk kecantikan lokal dengan kualitas dan harga yang terjangkau. SYCA juga mencoba untuk menghadirkan produk yang natural mengacu kepada tren kecantikan dari Korea Selatan.

Model bisnis direct-to-consumer

Mengusung konsep direct-to-consumer (DTC) saat ini SYCA Official mengklaim telah memiliki sekitar 10 ribu pelanggan yang melakukan transaksi memanfaatkan layanan marketplace seperti Shopee, Tokopedia, Sociolla, Female Daily, dan Love and Flair.

Untuk saat ini perusahaan tengah mempersiapkan website yang nantinya bisa diakses oleh pelanggan. Disinggung mengapa pendekatan tersebut yang diambil oleh mereka, menurut Pamela langkah strategis tersebut menjadi lebih ideal dan sesuai dengan konsep mereka yaitu menjual langsung ke target pasar (DTC). Perusahaan juga mencoba untuk fokus kepada ritel dan bagaimana nantinya bisa mendapatkan profit margin yang terbaik sekaligus mendapatkan brand awareness yang lebih luas lagi.

“Tahun ini kita memiliki target untuk bisa meluncurkan website. Jika sesuai dengan rencana dalam waktu 1-2 bulan ke depan akan kita rilis. Untuk aplikasi masih melihat kondisi ke depannya,” kata Pamela.

Meskipun tidak mengalami perubahan atau dampak yang signifikan selama penyebaran Covid-19, karena yang mereka lakukan sejak awal adalah secara online; namun dari sisi produksi barang, Pamela menyebutkan sempat mengalami kendala dalam soal produksi karena pabrik tidak bisa beroperasi secara normal. Pengiriman barang juga sempat terganggu.

“Sejauh ini kita telah menjual sekitar 17 ribu produk dengan rata-rata 2000 unit per bulannya sejak diluncurkannya SYCA Official. Untuk mitra kami menjalin dengan dua mitra yang semua produknya kami beli putus dari mereka,” kata Pamela.

Didukung oleh Salt Ventures

Sebagai startup yang menawarkan pendekatan “new economy”, SYCA Official merupakan salah satu portofolio milik Salt Ventures, yang selama ini cukup banyak berinvestasi kepada startup baru yang menawarkan model bisnis serupa. Setelah mengantongi pendanaan awal nominal yang tidak disebutkan, SYCA Official memiliki beberapa rencana bisnis.

We raised our pre-seed funding bulan Februari 2020 lalu. Selanjutnya kami ingin melakukan ekspansi produk line, yang tentunya in line with marketing and brand awareness strategy dengan pendanaan pertama ini. We really hope it will help us to grow bigger and better with Salt Ventures as our partner,” kata Pamela.

Ada beberapa alasan mengapa Salt Ventures tertarik untuk berinvestasi kepada startup yang menyasar kepada produk kecantikan dan sepenuhnya memanfaatkan channel online. Menurut Managing Partner Salt Ventures Indonesia Danny Sutradewa, terdapat 3 hal mendasar yang menjadi fokus investasi mereka.

“Di antaranya adalah karakter dan kemampuan pendiri untuk menjalankan ide menjadi kenyataan dan untuk menavigasi bisnis dalam berbagai keadaan. Kami juga melihat model bisnis SYCA yang menggunakan infrastruktur online untuk membuat bisnisnya scalable dan fokus pada target pasar yang tepat. SYCA saat ini memiliki kehadiran online yang kuat. Selain itu industri kosmetik adalah industri yang berkembang pesat di Indonesia,” kata Danny.

Selain SYCA Official, portofolio milik Salt Ventures lainnya yang telah menjalankan bisnis dengan konsep serupa namun dengan produk yang berbeda adalah Sneakershoot.

HappyFresh Hadir di Aplikasi Bukalapak, Lengkapi Fitur “Online Groceries” [UPDATED]

Bukalapak menggaet HappyFresh untuk perilisan fitur baru online groceries yang sudah bisa diakses melalui aplikasi Bukalapak. Perilisan ini merupakan dalam rangka mendongkrak bisnis online groceries di Bukalapak yang meningkat semenjak pandemi Covid-19.

Sebelum hadir di aplikasi Bukalapak, layanan HappyFresh dapat diakses melalui Grab (untuk fitur Groceries) dan Line (untuk fitur LINE MAN) yang baru hadir di Thailand per awal tahun ini. Rencana tersebut sudah dipersiapkan perusahaan pada tahun lalu berdasarkan wawancara terakhir bersama DailySocial.

Dalam keterangan resmi, Bukalapak mencatat sejak awal Maret ini ada kenaikan transaksi bahan pokok hingga 3,5 kali lipat dari bulan sebelumnya. Hingga saat ini, kategori tersebut menjadi paling banyak dicari konsumen.

“Agar terus dapat memenuhi kebutuhan ini dengan baik, kami terdorong untuk terus mengembangkan produk dan layanan Bukalapak. Hal inilah yang melatarbelakangi kerja sama kami dengan HappyFresh, di mana seluruh pengguna kami sekarang dapat berbelanja di grocery stores pilihan mereka sambil tetap menjalankan protokol physical distancing,” ucap Director of Fintech, Payment, and Virtual Products Bukalapak Victor Lesmana, Senin (13/7).

Bukalapak sendiri sebelumnya merilis fitur online groceries berkonsep O2O BukaMart sejak tahun lalu. Sasaran tujuan dan pengguna dari layanan ini berbeda dengan Groceries HappyFresh. Secara terpisah, kepada DailySocial, Victor menerangkan BukaMart diinisiasi untuk menciptakan ekonomi yang adil untuk semua lapisan masyarakat melalui platform online.

BukaMart adalah fitur yang diluncurkan untuk menyediakan berbagai kebutuhan barang sehari-hari melalui kerjasama dengan sejumlah penyedia barang yang resmi dan terpercaya. BukaMart juga bekerjasama dengan warung Mitra Bukalapak untuk melayani kebutuhan masyarakat.

Mitra BukaMart ini tersebar di beragam lokasi di kota besar dan kecil, di antaranya Balikpapan, Ngawi, Blitar, Madiun, Jember dan sebagainya. Produk yang dijual berasal dari penyuplai resmi dan dapat dikirim di hari yang sama dengan mitra kurir logistik.

Pengalaman berbelanja di HappyFresh melalui Bukalapak, tidak jauh berbeda dengan GrabFresh, misalnya. Di halaman utama, pengguna akan disuguhkan dengan supermarket yang terdekat dari lokasi mereka sebelum mulai berbelanja.

Di aplikasi HappyFresh sendiri, telah terintegrasi dengan Dana untuk pilihan metode pembayarannya. Mereka telah bekerja sama dengan lebih dari 150 supermarket dan toko-toko khusus yang tersebar di Jadetabek, Bandung, Surabaya, dan Malang. Di samping itu di tiap lokasi, HappyFresh memiliki tim internal diberi nama Personal Shoppers yang telah dilatih dan diantarkan oleh kurir sendiri.

“Kami senang dapat bermitra dengan Bukalapak [..] Pengguna Bukalapak sekarang dapat berbelanja bahan makanan dan kebutuhan sehari yang praktis dan aman, dengan tetap menjaga norma social distancing [..],” imbuh Managing Director HappyFresh Indonesia Filippo Candrini.

Industri paling “hijau”

Bisa dikatakan online groceries menjadi salah satu industri yang tumbuh paling “hijau” di tengah pandemi Covid-19. Oleh karenanya, industri ini menjadi ajang bagi perusahaan lain untuk melirik dan mencari peruntungan di sana dan meramaikan peta persaingan online groceries.

Dalam pantauan DailySocial, sejumlah perusahaan tersebut antara lain startup solusi iklan berjalan Ubiklan yang merilis UbiFresh; startup proptech Travelio masuk dengan TravelioMart; startup pemberdayaan UKM Titipku; startup logistik Deliveree; startup logistik last mile Paxel; hingga perusahaan penyedia ISP Greenet merilis NetBli.

Upaya dari startup di atas adalah bagian dari pilihan agar tetap relevan dengan situasi dengan keadaan agar perusahaan tetap hidup. Besar kemungkinan bisnis tersebut akan dilanjutkan karena saat new normal, kebutuhan belanja sehari-hari bakal tetap ada peminatnya.

 

*Update: Kami menambahkan penjelasan mengenai BukaMart

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Platform Digital PURA Mudahkan Masyarakat Dapatkan Bahan Makanan Alami

Gaya hidup sehat terus tumbuh dalam benak masyarakat saat ini. Olahraga dan asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh merupakan dua variabel utama dalam menjalankan gaya hidup sehat. Variabel terakhir relatif lebih sulit karena bahan makanan alami berkualitas belum cukup aksesibel.

Hal ini mendasari keputusan Monica Liando dan Johan S. Hermawan mendirikan Pura pada 2017, sebuah startup new retail yang menyediakan produk garam dan bumbu masak alami. Beberapa tahun sebelumnya, Monica sendiri sempat mendera penyakit yang mengharuskannya mengonsumsi bahan pangan alami. Namun saat itu ketersediaan bahan pangan seperti itu di Indonesia masih terbilang langka.

“Melalui PURA kami ingin menjadi jawaban untuk membantu masyarakat yang mengedepankan gaya hidup sehat dalam mencari merek natural yang trustable dan berkualitas,” ucap Monica yang juga memegang peran Marketing Strategist PURA.

Alasan memilih garam dan bumbu

PURA diambil dari kata “pure” yang berarti murni. Monica beralasan, garam dan bumbu adalah dua benda yang keberadaannya tak tergantikan dalam setiap masakan. Tak terkecuali untuk produk makanan sehat. Masalahnya stigma bahwa produk makanan sehat tak pernah cukup sedap cukup santer di kuping masyarakat.

PURA ingin membalikkan stigma itu tanpa mengorbankan kualitas kandungan bahan makanannya. Selain itu produk ini ditujukan untuk membantu orang-orang membuat masakan sehat mereka sendiri dengan mudah. Sebab tak jarang makanan sehat sekaligus nikmat hanya bisa disantap di rumah-rumah makan.

Adapun produk yang dijual meliput food powder, food seasoning, hingga garam Himalaya. Komposisi dari produk itu disebut tak mengandung karbohidrat, lemak, kalori, ataupun gula.

Mengikuti tren gaya hidup sehat

about-photo

PURA menjalankan bisnisnya secara direct to consumer dengan memanfaatkan kanal penjualan e-commerce dan distribusi di sejumlah pasar swalayan di kota-kota besar Indonesia. Mereka yang menjadi target PURA adalah masyarakat yang sudah sadar akan gaya hidup sehat.

Monica percaya PURA kian relevan dengan situasi sekarang karena mereka trennya memang berkembang demikian. Tren ini tidak hanya terjadi di negara-negara besar, tapi juga Indonesia. Ini cocok dengan data yang dicatat sejumlah lembaga.

Salah satu indikator tren gaya hidup sehat itu adalah bertambahnya petani yang mengelola pertanian organik dan gerai produk organik di pasar swalayan serta rumah makan. Hal itu diucapkan langsung oleh Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Kementerian Perdagangan, Marolop Nainggolan.

Tentang kompetisi dan tantangan

Tren ini juga berarti ada pertumbuhan pemain bahan makan alami seperti PURA. Menghadapi hal itu mereka yakin bisa keluar sebagai pemenang karena produk mereka mengikuti standar keamanan pangan dan rutin diuji ke laboratorium.

Monica menambahkan yang membedakan mereka dengan pemain serupa adalah edukasi yang kuat kepada konsumen tentang pentingnya hidup sehat khususnya melalui asupan makanan. “Sehingga kami juga mengkampanyekan bahwa menjadi pembeli juga harus kritis agar mereka bisa mengetahui sendiri apakah suatu produk benar-benar sehat dan berkualitas,” imbuhnya.

Sebagai peserta angkatan teranyar Gojek Xcelerate, PURA punya pekerjaan rumah untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi. Monica mengatakan hal itu akan diatasi dengan digital marketing yang kuat. “Karena melalui digital marketing kami dapat memasarkan kepada target market kami di mana dan kapan saja.”

Monica mengakui bahwa setelah program akselerasi dengan Gojek kemarin mereka jadi lebih terbuka dengan opsi pendanaan. Menurut dia selama ini PURA beroperasi dengan dana mereka sendiri. Mereka berancang-ancang melakukan kerja sama strategis dan pengumpulan dana di tahun ini.

“Oleh karena itu, selain fokus pada pemasaran digital kami juga akan memperbesar area distribusi agar lebih mudah dijangkau oleh target market kami,” pungkas Monica.

TokoCabang to Disrupt Tokopedia’s Business Model

It’s been over a year that Tokopedia’s fulfillment service, TokoCabang, launched to the public. This is part of Tokopedia’s ambition to become an IaaS (infrastructure-as-a-service) platform.

TokoCabang started to disrupt Tokopedia’s core business model, which was originally a pure C2C marketplace, to becoming semi B2C.

TokoCabang is operated by a partner appointed by Tokopedia, namely PT Bintang Digital Internasional under the brand Haistar. It is an e-logistics company founded in 2018. Another partner is Titipaja, the latest business unit of Anteraja‘s last-mile logistics service.

Haistar has warehouses around Jakarta, Bandung, and Surabaya. They were also chosen as Pos Indonesia’s partners for “Haipos” in optimizing the company’s assets in Medan, Palembang, and Makassar.

According to a TokoCabang seller kit, Tokopedia merchants with a minimum reputation of Gold 1 or Official Store can utilize partner warehouses to deposit their goods so they can reach consumers faster.

Moreover, some warehouses that can be used by merchants are Haistar Gading, Haistar Kamal, Haistar Bandung, Haistar Surabaya, and Haistar Makassar. Titipaja is currently available in Cililitan, Jakarta because it was just launched earlier this year. However, the company plans to expand to Bandung, Medan, Denpasar, and Pontianak.

TokoCabang practices semi B2C concept where the warehouse partners, in this case Haistar and Titipaja, will receive the fees from merchants calculated based on monthly volume. For example, if it’s over 1000 units, a fulfillment fee of IDR 2,400 per unit is charged for each item sold and a storage fee of IDR 2,000 per unit per month.

The cost is considered more efficient than merchants having to open branches with their own warehouses, also to think of labor costs, packaging costs, and warehouse expenses. This is a win-win solution created by Tokopedia for all stakeholders.

This pandemic limits mobility, including in meeting daily needs. As result shopping patterns tend to shift from offline to online. The number of online sellers has increased.

According to the company’s internal records, there were one million new sellers to 8.3 million in May 2020 within three months.

A game-changer in the e-commerce sector

Tokopedia’s solution can be said to be different from what other B2C e-commerce platforms offer, for example, Blibli, Lazada, and JD.id.

All B2C players multiply physical assets, in the form of warehouses, to store items for sale. Having a warehouse that is spread out at several points in each city means a shorter delivery distance. Delivery time will be much shorter and shipping costs paid by consumers will be even cheaper.

Earlier this year, Blibli plans to add warehouses to 21 units, as well as hubs and mobile hubs, to 43 units to accelerate delivery. JD.id currently has 11 warehouses around Medan, Jakarta, Semarang, Pontianak, Surabaya, and Makassar. Whereas Lazada has 12 warehouses and 75 hubs. The largest ones are in Cilodong, Makassar, Surabaya, and Balikpapan.

This month, Tokopedia is to expand TokoCabang in Makassar, Medan, and Palembang. Since it was launched in Jakarta, Bandung, and Surabaya, sellers who take advantage of this do not need to consider operational issues – both when receiving orders, packing, and even delivering to couriers, especially when facing surging demand.

Tokopedia’s Head of Fulfillment Erwin Dwi Saputra explained, during the pandemic, there was a significant jump in the number of orders handled by TokoCabang by 2.5 times in the second quarter compared to the first quarter of this year.

One of TokoCabang consumers is Big Bad Wolf event, which holds an online book bazaar on May 27-May 3 and June 24-30. Hundreds of thousands of books are sold, packaged, and distributed to various regions faster through the TokoCabang.

Consumers who choose services through Tokopedia can utilize the “Dilayani Tokopedia (Fulfillment by Tokopedia)” filter on the search page.


The original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bagaimana TokoCabang Ubah Lanskap Model Bisnis Tokopedia

Sudah setahun lebih TokoCabang, layanan pemenuhan pesanan (fulfillment service) dari Tokopedia, diperkenalkan ke publik. Ini adalah bagian ambisi Tokopedia menjadi platform IaaS (infrastructure-as-a-service).

TokoCabang mulai mengaburkan lanskap model bisnis inti Tokopedia yang awalnya adalah marketplace murni C2C, menjadi semi B2C.

TokoCabang dioperasikan mitra yang ditunjuk Tokopedia, yakni PT Bintang Digital Internasional dengan nama brand Haistar. Mereka adalah perusahaan e-logistic yang berdiri pada 2018. Mitra lain yang ditunjuk adalah Titipaja, unit bisnis terbaru layanan logistik last mile Anteraja.

Haistar memiliki gudang yang tersebar di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Mereka juga terpilih sebagai mitra Pos Indonesia untuk “Haipos” dalam rangka optimalisasi aset perseroan yang berada di Medan, Palembang, dan Makassar.

Menurut keterangan seller kit TokoCabang, merchant Tokopedia dengan minimal reputasi Gold 1 atau Official Store dapat memanfaatkan gudang mitra untuk menitipkan barang-barangnya agar lebih cepat sampai ke konsumen.

Adapun lokasi gudang yang dapat dimanfaatkan merchant sejauh ini ada di Haistar Gading, Haistar Kamal, Haistar Bandung, Haistar Surabaya, dan Haistar Makassar. Sementara Titipaja baru tersedia di Cililitan, Jakarta, karena layanan baru beroperasi pada awal tahun ini. Kendati begitu, perusahaan berencana untuk ekspansi ke Bandung, Medan, Denpasar, dan Pontianak.

TokoCabang menggunakan konsep semi B2C karena mitra gudang dalam hal ini Haistar dan Titipaja akan menerima ongkos yang dibayarkan merchant dan dihitung berdasarkan volume bulanan. Misalnya, untuk volume lebih dari 1000 unit dikenakan biaya fulfillment Rp2.400 per unit untuk setiap barang yang terjual dan biaya penyimpanan Rp2.000 per unit tiap bulan.

Biaya tersebut terhitung lebih efisien ketimbang merchant harus buka cabang dan buka gudang sendiri karena harus memperhatikan biaya pekerja, biaya pengemasan, dan beban gudang. Ini adalah solusi win-win yang diciptakan Tokopedia untuk semua stakeholder.

Pandemi membuat mobilitas menjadi sangat terbatas, termasuk dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alhasil pola belanja cenderung bergeser dari offline ke online. Jumlah penjual online pun meningkat.

Menurut catatan internal perusahaan, ada penambahan satu juta penjual baru menjadi 8,3 juta penjual pada Mei 2020 dalam kurun waktu tiga bulan.

Game changer untuk dunia e-commerce

Solusi Tokopedia bisa dikatakan berbeda dengan apa yang ditawarkan platform e-commerce B2C lain, misalnya Blibli, Lazada, dan JD.id.

Semua pemain B2C memperbanyak aset fisik, berupa gudang, untuk menyimpan barang-barang yang dijual. Memiliki gudang yang tersebar di beberapa titik di tiap kota berarti semakin pendek jarak pengiriman. Waktu pengiriman akan jauh lebih singkat dan ongkos kirim yang dibayarkan konsumen akan semakin murah.

Pada awal tahun ini, Blibli berencana menambah gudang menjadi 21 unit, serta hub dan mobile hub, menjadi 43 unit untuk percepat pengiriman. JD.id saat ini memiliki 11 gudang yang tersebar di Medan, Jakarta, Semarang, Pontianak, Surabaya, dan Makassar. Sedangkan Lazada memiliki 12 gudang dan 75 hub. Gudang terbesarnya ada di Cilodong, Makassar, Surabaya, dan Balikpapan.

Tokopedia sendiri pada bulan ini akan menambah kehadiran TokoCabang di Makassar, Medan, dan Palembang. Dalam keterangan resmi, sejak diluncurkan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya, penjual yang memanfaatkan ini tidak perlu mempertimbangkan isu operasional — baik ketika menerima pesanan, mengemas, hingga mengantar ke kurir, terutama ketika menghadapi lonjakan permintaan.

Head of Fulfillment Tokopedia Erwin Dwi Saputra menjelaskan, selama pandemi terjadi lonjakan signifikan dalam jumlah pesanan yang ditangani TokoCabang hingga 2,5 kali lipat pada kuartal kedua dibandingkan kuartal pertama tahun ini.

Pengguna TokoCabang salah satunya adalah Big Bad Wolf yang menggelar bazar buku online pada 27 Mei-3 Mei dan 24-30 Juni lalu. Ratusan ribu buku terjual, dikemas, dan didistribusikan ke berbagai wilayah dengan lebih cepat lewat TokoCabang.

Konsumen yang memilih pelayanan melalui Tokopedia bisa memanfaatkan filter “Dilayani Tokopedia” di halaman pencarian.

Application Information Will Show Up Here