[Rumor] Battlefield V Juga Akan Hidangkan Mode Battle Royale?

Berdasarkan laporan tim analis Newzoo di akhir bulan Maret kemarin, begitu besarnya fenomena battle royale, hampir sepertiga gamer di platform PC saat ini tengah menikmati genre last man standing itu. Dan meski jadi pionir, jumlah pemain PUBG ternyata berhasil dilewati oleh Fortnite dengan 16,3 versus 14,6 persen. Dan kini, para developer besar maupun kecil tampak berbondong-bondong memeriahkan pesta battle royale.

Berita besar terkait battle royale terdengar belum lama ini. Kemarin, sejumlah narasumber menyampaikan bahwa Activision berencana menggantikan mode campaign single-player tradisional di Call of Duty: Black Ops 4 dengan battle royale. Dan berdasarkan laporan terkini, formula serupa kemungkinan juga akan diterapkan sang rival, Electronic Arts, di permainan terbaru seri Battlefield.

Kepada VentureBeat, seorang narasumber anonim yang mengklaim punya kedekatan dengan DICE menyampaikan bahwa studio asal Swedia itu sedang menguji mode battle royale untuk dibubuhkan pada Battlefield V. Meski eksistensinya sudah diketahui sejak awal bulan Maret 2018 berkat bocoran screenshot versi developer build, EA sebetulnya belum mengumumkan Battlefield V secara resmi.

Menurut sang informan, saat ini pengembangan mode battle royale masih berada di tahap purwarupa dan belum mendapatkan persetujuan dari Electronic Arts. Kita boleh berasumsi, porsi ini akan menghidangkan medan tempur berisi ratusan pemain. Namun bahkan jika akhirnya nanti memperoleh lampu hijau dari sang publisher, penerapannya boleh jadi berbeda dari ekspektasi kita.

Ada kemungkinan battle royale di Battlefield V dihadirkan sebagai update, akan menyusul setelah permainan itu dirilis. EA sendiri punya banyak pengalaman dalam menyuguhkan DLC. Konten-konten tambahan pasca-rilis ini menjadi salah satu elemen krusial dalam memperpanjang umur game mereka. Tapi kita tahu, kekeliruan publisher dalam penyajian microtransaction di Battlefront II sempat menuai kontroversi.

Walaupun bukan game pertama yang mengusungnya, PlayerUnknown’s Battlegrounds punya andil besar dalam mempopulerkan battle royale. Sejak versi early access-nya tersedia tahun lalu, kita telah menyaksikan sendiri bagaimana ia berhasil menumbangkan Dota 2 sebagai permainan terpopuler di Steam. PUBG juga memulai demam battle royale, yang menyebabkan banyak developer – besar ataupun kecil – turut mengadopsi genre ini.

Melihat dari perspektif tersebut, kesempatan untuk menghasilkan pemasukan dari battle royale memang terlalu menggiurkan untuk diabaikan, apalagi kita membahas perusahaan game seperti EA. Namun jika semua developer berlomba-lomba menyajikan mode last man standing tanpa memberikan inovasi berarti, saya khawatir di waktu dekat genre ini akan jadi membosankan.

EA Ciptakan ‘Self-Learning’ AI yang Bisa Bermain Battlefield 1 Tanpa Campur Tangan Gamer

Dalam game-game shooter, kecedasan buatan telah lama dimanfaatkan sebagai pengganti peran manusia. Walaupun pengembangannya dilakukan sejak dulu, terobosan teknologi ‘bot‘ terbesar muncul di era Counter-Strike. Saat itu, RealBot menggebrak industri karena kemampuannya mempelajari kondisi peta secara dinamis seiring bermain, dan tak cuma sekadar mengikuti waypoint.

Kira-kira 16 tahun sesudah momen itu, giliran Electronic Arts yang mencoba membuat revolusi. Lewat sebuah video, tim EA Search for Extraordinary Experiences Division mempresentasikan sistem kecerdasan buatan yang mampu belajar sendiri. AI tersebut diimplementasikan dalam permainan Battlefield 1 kreasi tim EA DICE. Hasil eksperimennya terbilang sangat mengagumkan karena ‘para agen’ artificial intelligent mampu bermain game secara begitu natural.

Karakter-karakter yang Anda lihat dalam video ini dikendalikan oleh satu neural network yang dilatih dari nol buat bermain Battlefield 1 melalui metode trial and error. Untuk memudahkan agen-agen tersebut belajar, SEED menyebar pasokan amunisi dan health. Pelan-pelan, AI dapat belajar mengumpulkan kedua jenis item ini ketika dibutuhkan. Kemampuannya itu juga mendorong kecerdasan buatan untuk fokus pada objektif.

Tentu saja AI ciptaan SEED masih jauh dari kata sempurna. Para agen memang sangat cekatan dalam bergerak, membidik dan menembak, tetapi tak jarang mereka jadi kebingungan – seperti berjalan berputar-putar dengan musuh di sampingnya.

“Masih ada banyak hal yang perlu dipelajari kecerdasan buatan ini, namun kami merasa percaya diri bahwa machine learning akan merevolusi ranah pengembangan game serta pengalaman menikmati permainan video dalam beberapa tahun ke depan,” kata sang narator.

Magnus Nordin selaku Technical Director SEED menjelaskan bahwa selain melakukan riset akademis, AI tersebut dikembangkan untuk mencoba menerka seperti apa teknologi gaming di masa yang akan datang. Target mereka tidak muluk-muluk, hanya berupaya memprediksi situasi tiga hingga lima tahun lagi.

Untuk melakukannya, tim SEED membangun purwarupa yang betul-betul bisa bekerja, dengan memanfaatkan kombinasi dari teknologi-tekologi ‘emerging‘ seperti AI, machine learning, VR ataupun AR, serta melalui penciptaan dunia-dunia virtual.

Yang saya bayangkan dari kreasi SEED ini adalah, bisa jadi dalam waktu dekat, para agen AI dapat dimanfaatkan untuk menghidupkan kembali peristiwa atau konflik bersejarah (seperti Ludendorff Offensive, Battle of Fao Fortress atau Battle of Vittorio Veneto) demi mempelajari taktik yang digunakan para panglima saat itu, dan menilik hal apa saja yang mungkin bisa mengubah hasil pertempuran secara signifikan.

Sumber: EA.com.

Desainer The Sims Kembali Selami Ranah Pengembangan Game, Kali Ini Garap Permainan Mobile Unik

Electronic Arts mungkin tak akan sepopuler dan sebesar sekarang jika tidak ada Will Wright. Pria kelahiran Atlanta ini adalah desainer game legendaris yang menghasilkan karya-karya seperti SimCity dan The Sims. Itu alasannya para fans kaget saat mendengar rencana Wright meninggalkan Maxis tak lama setelah Spore dirilis untuk menjalankan perusahaan ‘think tank‘ hiburan bernama Stupid Fan Club.

Namun kepergian Will Wright dari bisnis ini sama-sama mengejutkan dengan rencananya untuk kembali membuat game. Sesudah absen selama hampir sembilan tahun dari ranah pengembangan permainan video, co-founder Maxis itu muncul di panggung presentasi Unity di Game Developers Conference 2018 San Francisco. Di sana, Wright memperkenalkan kreasi baru yang tengah ia kerjakan, sebuah permainan mobile berjudul Proxi.

Will Wright menjelaskan konsep game barunya tersebut lewat sebuah video. Proxi dibangun dengan mengacu pada gagasan ‘menemukan jati diri’, mengambil latar belakang di dalam pikiran bawah sadar manusia, di mana pemain di suguhkan diorama-diorama berisi kejadian berbeda. Gamer ditugaskan untuk ‘merealisasikan’ adegan tersebut sehingga kita bisa berinteraksi dengannya. Selanjutnya, Anda dapat bermain-main dan mempelajari isi diorama tersebut.

Bagian terunik dari Proxi adalah indikasi kemampuannya memahami gamer, seperti yang sempat disinggung oleh Wright. Dengan begitu, ada kemungkinan aspek gameplay Proxi dapat berubah bergantung dari cara kita memainkannya. Pada akhirnya, Proxi dijanjikan bisa membantu kita menguak ‘kepribadian diri yang tersembunyi’. Will Wright menjelaskan bagaimana kepribadian kita saat ini sangat dipengaruhi oleh memori, terutama hal-hal unik yang terjadi di masa lalu.

Proxi dikerjakan secara kolaboratif oleh Will Wright dan studio Gallium Artists. Saat ini proses penggarapannya sedang berlangsung, tapi tim juga tengah mencari seorang seniman yang bisa menghidupkan ide Wright secara visual dan interaktif. Untuk menemukannya, developer melangsungkan kontes buat menemukan talenta yang tepat melalui platform Unity Connect.

Proxi.

Will Wright adalah seorang visioner di bidang gaming. Memang tak semua karya-karyanya laris di kalangan konsumen, namun mayoritas dari mereka menyuguhkan elemen gameplay sangat revolusioner. Ia mendapatkan penghargaan Lifetime Achievement Award di GDC 2001, dan menjadi orang kelima yang masuk di Academy of Interactive Arts and Sciences Hall of Fame tahun 2002. Selain itu, Wright juga merupakan desainer game pertama yang menerima penghormatan dari BAFTA.

Sumber: Games Industry.

[Game Playlist] The Sims Mobile, Permainan Simulasi Kehidupan yang Nyata

Telah lama dinantikan, Electronic Arts (EA) akhirnya resmi merilis The Sims Mobile untuk smartphone Android dan iOS. Anda mungkin sudah familier dengan franchise The Sims besutan Maxis yang satu ini.

Ya, The Sims versi Mobile menawarkan kesempatan untuk membangun kehidupan baru yang ideal sebagai orang virtual yang disebut ‘Sims’ dan Anda dapat mengontrol aktivitas kesehariannya.

Tampilan grafis yang disuguhkan sudah sangat baik, sehingga membuat game simulasi kehidupan sehari-hari ini terasa lebih nyata. Berikut sejumlah tips dan trik dalam bermain dan menikmati The Sims Mobile.

Membuat Karakter Suka-suka

Langkah pertama Anda dalam menjalani kehidupan baru dimulai dari membuat karakter Sims sesuka hati. Anda mungkin bisa menghabiskan banyak waktu pada tahap ini, karena ada banyak bagian yang bisa disesuaikan mulai dari tampilan luarnya saja.

Anda bisa mengubah bagian-bagian tubuh dengan sangat detail seperti bentuk wajah, mata, hidung, bibir, pipi, dagu, kuping, gaya rambut, alis, kumis jenggot, dan warnanya. Lebih lanjut, postur tubuh, kekuatan otot, warna kulit, baju, celana, gaya sepatu dan warnanya juga bisa diatur.

Anda tak perlu terburu-buru dan buatlah karakter Sims yang unik dan berbeda dari yang lain. Dengan banyaknya ketersediaan pilihan tersebut, sebenarnya wajar sih game ini sangat menarik terutama di kalangan kaum hawa.

Membangun Rumah Impian

Bagian ini juga sangat menarik, di mana memungkinkan Anda membangun rumah, mengatur dekorasinya, dan membeli berbagai perabotan. Namun, di awal kehidupan Anda hanya dibekali dengan uang terbatas.

Jadi untuk membangun rumah impian, Anda harus mengumpulkan uang yang banyak dengan bekerja keras. Karena harga perabotan rumahnya juga tergolong cukup mahal.

Tips Bermain The Sims Mobile

Hadir dengan skema free to play, pemain dan developer sama-sama diuntungkan. Kita bisa mendapatkan hiburan tanpa harus membayar di muka dan developer bisa menjangkau lebih banyak pemain dan mendapatkan penghasilan jangka panjang dengan in-app purchase di dalamnya.

Jika Anda ingin menikmati permainan dan mengembangkan Sims tanpa perlu mengeluarkan uang sungguhan, ada beberapa hal yang harus Anda ketahui.

Pertama The Sims Mobile memiliki dua mata uang yakni gold yang disebut Simoleons dan uang premium yang disebut SimCash yang bisa dibeli dengan uang sungguhan.

Kedua, Anda harus bekerja, meningkatkan karier, dan menyelesaikan quest untuk mendapatkan reward berupa Simoleons, SimCash, dan item lainnya seperti career point, XP, serta home ticket.

Meski begitu, Anda juga harus memerhatikan energi Sims. Jika habis, kita tidak bisa melanjutkan pekerjaan dan energi bisa terisi kembali dengan bersantai, seperti berendam, mandi, buang air, dan tidur. Ada cara cepat untuk mengisi energi, dengan memakan cupcakes. Namun, Anda harus membelinya dengan SimCash.

Screenshot_20180309-110323

Ketiga, menonton video iklan untuk mendapatkan reward tambahan. Saya rasa menonton video iklan di dalam game sudah umum, asalkan frekuensinya tidak berlebihan.

Keempat, dalam dunia The Sims – fashion adalah segalanya. Kita bisa mendapatkan pakaian baru dan berbagai aksesorisnya. Sayangnya, kita harus menggunakan fashion gem yang juga harus dibeli dengan SimCash dengan harga cukup mahal. Jika Anda ingin bermain secara gratis, lupakan hal yang satu ini.

Screenshot_20180309-110457

Kelima dan yang paling penting menurut saya, simpan baik-baik uang premium Anda yakni SimCash untuk membuka dua slot Sims yang tersisa. Ya, dari awal game ini sudah menyediakan dua Sims gratis dan dua slot lainnya bisa dibeli dengan SimCash.

Dengan membuka slot Sims yang tersisa, totalnya ada empat Sims yang bisa Anda mainkan. Artinya lebih banyak aktivitas yang bisa dilakukan secara bersamaan, sehingga berpotensi menghasilkan penghasilan lebih besar.

Keenam, lakukan apa yang Anda inginkan secara efisien. Sesekali mungkin bolehlah kita top up SimCash dan kita bisa memanfaatkan deals penawaran terbatas.

Verdict

SimCash adalah segalanya dalam The Sims Mobile dan cukup sulit di dapat secara gratis. Ada banyak konten atau item berbayar yang mempermudahkan permainan. Jadi, jika ingin bermain gratis maka alokasikan sumber daya terbatas untuk membeli item lain yang memberi lebih banyak SimCash.

The Sims Mobile memang bukanlah game yang bisa Anda selesaikan dalam semalam, bahkan tidak memiliki akhir. Jadi, nikmati saja sampai bosan. Tujuan dari game ini sendiri adalah membangun hubungan harmonis antara Sims satu dengan yang lain dan bisa bermain bersama dengan teman-teman dari dunia nyata.

The Sims Mobile Resmi Meluncur di iOS dan Android

Jauh sebelum perangkat bergerak memperkenankan setiap orang menikmati game kapan pun mereka mau, The Sims kreasi desainer Will Wright merupakan salah satu permainan yang berhasil mempertemukan para gamer ‘serius’ dengan kalangan casual. Kesuksesan franchise ini melahirkan tiga sekuel, sejumlah spin-off dan puluhan expansion pack. Ia juga tersedia di tiga generasi console berbeda.

Melihat tingginya adopsi smartphone di kalangan user, Electronic Arts sudah lama melirik platform tersebut sebagai tempat pendaratan The Sims. Upaya menghadirkan permainan di mobile dilakukan sejak era The Sims 3 (tahun 2009), kemudian diteruskan oleh The Sims FreePlay. Dan tujuh tahun setelah permainan freemium itu dilepas perdana, sang publisher merilis penerusnya, diberi judul The Sims Mobile.

Eksistensi The Sims Mobile terungkap di bulan Mei tahun lalu. Dan tepat di minggu ini, permainan dirilis di iOS dan Android. The Sims Mobile mengadopsi sejumlah elemen esensial dari The Sims 4 versi PC . Kabarnya, Electronic Arts dan Maxis melangsungkan proses uji coba selama hampir setahun untuk memoles seluruh konten game.

The Sims Mobile 1

Permainan menyuguhkan sejumlah gameplay familier. Di bagian awal, Anda dipersilakan menciptakan karakter (dipanggil Sim) dan mengustomisasi penampilannya sesuka hati – mulai dari wajah, gaya rambut, makeup hingga menambahkan aksesori. Setelah itu, permain bisa memilihkan pakaian buat mereka (koleksinya banyak dan unik) serta menentukan karakteristiknya, misalnya menyukai musik atau membaca.

The Sims Mobile 2

Selanjutnya, kita bisa mendesain tempat tinggal untuk para Sim. Proses pembuatan dan personalisasinya cukup mudah, lalu setelah beres,  Anda tinggal membubuhkan furnitur, perabotan serta dekorasi. Rumah bukan satu-satunya tempat bermain para karakter. Mereka juga dapat mengunjungi studio fashion, restoran dan klub malam.

The Sims Mobile 3

Sesi gameplay berikutnya sangat mirip The Sims versi PC-nya. Anda ditantang untuk memandu Sim-Sim tersebut dalam berkarier, menciptakan persahabatan serta membangun keluarga. The Sims Mobile juga didukung elemen multiplayer, memungkinkan kita beriteraksi dengan pemain lain – menggunakan Sticker untuk berekspresi.

The Sims Mobile saat ini sudah bisa dimainkan. Game dapat diunduh gratis dan mengusung sistem microtransaction. Anda harus menunggu Sim menyelesaikan tugasnya, atau mempercepat waktu dengan membayar.

Berdasarkan pengalaman menjajalnya, konten The Sims Mobile masih berada jauh di bawah The Sims 4. Beberapa hal di sana juga sengaja dirancang buat mendorong Anda melakukan transaksi in-app. Tidak aneh, mengingat ia merupakan game buatan EA.

Sumber: EA.

[Rumor] Efek Kontroversi Loot Box Battlefront II Dalam Pengembangan Game Battlefield Baru

Battlefield merupakan seri andalan tim DICE dalam berkompetisi dengan franchise-franchise milik rival-rival utamanya seperti Blizzard, Infinity Ward, 2K Games serta Bungie. Dan sebagai studio kebanggaan Electronic Arts, tim asal Stockholm itu juga diberi kepercayaan untuk menggarap remake dari permainan shooter Star Wars: Battlefront, yang melakukan debutnya 14 tahun silam.

Tapi Battlefield 1 dan Star Wars Battlefront II (2017) punya nasib yang sangat bertolak belakang. Ketika Battlefield 1 memperoleh pujian dari gamer dan media, Battlefront II mendapatkan kritik keras terkait pemanfaatan loot box sehingga membuat permainan jadi tak seimbang, serta sulitnya mengakses sejumlah karakter ‘hero‘. Kini gamer khawatir praktek serupa juga diterapkan pada permainan Battlefield selanjutnya.

Eksistensi game Battlefield baru terdengar di akhir minggu lalu lewat laporan dari VentureBeat. Di sana dikabarkan bahwa permainan berjudul Battlefield V itu akan membawa Anda ke medan tempur Perang Dunia kedua. Namun kita tidak perlu terlalu cemas soal sistem microtransaction di sana. Berdasarkan pengakuan sejumlah narasumber anonim pada Kotaku, DICE kini lebih berhati-hati dalam penerapannya.

Sang informan yang terlibat dalam proses pengembangan game Battlefield baru itu menyatakan bahwa DICE tidak akan lagi memanfaatkan pendekatan pay-to-win. EA DICE mengaku, mereka menanggapi kasus loot box yang terjadi di Battlefront II dengan sangat serius.

Hal senada juga dikonfirmasi oleh situs US Gamer dalam artikel terpisah. Menurut pengakuian narasumbernya, sistem microtransaction di Battlefield V hanya diimplementasikan untuk menyajikan item-item kosmetik saja. Dengan terbukanya akses ke item-item tersebut, maka opsi kustomisasi jadi lebih luas. Tingkatan konfigurasi di game anyar tersebut diklaim lebih tinggi dibanding permainan sebelumnya.

Loot box atau prize crate sudah lama ditemukan di game-game free-to-play, umumnya kreasi studio-studio asal Negeri Timur, namun prakteknya di ranah global sendiri dipopulerkan oleh Overwatch. Penggunaan loot box di permainan shooter multiplayer Blizzard ini memberi developer pemasukan sangat besar pasca peluncurannya, juga memungkinkan mereka untuk terus memperkaya konten game lewat item baru dan event.

Tapi betulkah item kosmetik tidak memengaruhi keseimbangan permainan?

Mungkin tidak di game ‘penuh warna’ seperti Overwatch. Gamer veteran bisa tetap mahir bermain terlepas dari kostum karakter yang ia pilih. Namun di game bertema serius seperti Battlefield, kostum pilihan Anda boleh jadi memengaruhi kemampuan karakter dalam kamuflase atau bersembunyi dari lawan…

Game Battlefield Selanjutnya Akan Membawa Anda ke Era Perang Dunia 2

Demi memastikan proses penggarapannya berjalan optimal, para publisher/developer papan atas kini tidak lagi tburu-buru dalam melepas game blockbuster. Ambil contohnya Electronic Arts. Mereka tidak merilis game Battlefield baru di 2017, mengalihkan fokusnya pada Star Wars Battlefront II serta menyediakan expansion Battlefield 1 demi menjaga ketertarikan gamer.

Absennya seri Battlefield tahun lalu memang mengindikasikan persiapan yang mereka lakukan buat meluncurkan penerusnya. Dugaan ini juga diperkuat oleh laporan dari beberapa informan pada VentureBeat. Sejumlah narasumber menyampaikan bahwa game Battlefield selanjutnya akan membawa pemain kembali ke periode Perang Dunia kedua. Permainan dinamai ‘Battlefield 2’ oleh tim internal EA, tapi akan diperkenalkan sebagai Battlefield V untuk konsumen.

Perubahan nama itu kemungkinan dimaksudkan agar tidak ada kesalahpahaman yang membuat gamer mengira bahwa permainan anyar itu merupakan remaster dari Battlefield 2, dirilis di tahun 2005. Battlefield 2 orisinal adalah permainan shooter bertema simulasi militer modern, sedangkan Battlefield V dirancang sebagai pelanjut dari Battlefield 1.

Bocoran screenshot Battlefield V.
Bocoran screenshot Battlefield V.

Narasumber VentureBeat menjelaskan, EA dan DICE punya rencana untuk membawa seri Battlefield kembali ke era Perang Dunia dua sejak bertahun-tahun silam, ketika setting pertempuran futuristis dan modern sedang menjamur. Namun publisher tidak mau melakukannya tergesa-gesa. Hal ini mendorong EA buat mengangkat tema Perang Dunia pertama di Battlefield 1. Saat itu mereka berpikir, jika konsep ini gagal menarik perhatian, mereka akan tetap mengusung latar belakang PD2 di permainan Battlefield berikutnya.

Nyatanya, Battlefield 1 sangat sukses. Penjualannya empat kali lebih cepat dari Battlefield 4, lalu jumlah pemainnya melewati 25 juta gamer di bulan Desember kemarin. Respons positif pemain boleh jadi merupakan efek dari jenuhnya mereka terhadap setting modern/futuristis. Sang kompetitor utama, Activision, mencoba menjawab antusiasme konsumen pada tema ‘jadul’ dengan merilis Call of Duty: WWII di bulan November silam, dan penjualannya juga sangat baik.

Jika laporan ini akurat, maka Battlefield V merupakan permainan pertama di seri ini yang menyajikan periode Perang Dunia dua dalam sembilan tahun –  terhitung semenjak pelepasan Battlefield 1943. Dan seperti sebelum-sebelumnya, ada peluang besar game akan dilepas di akhir tahun nanti.

Setelah kontroversi Battlefront II, EA perlu memperbaiki citra mereka di mata gamer. Saya berharap agar dalam pengerjaan Battlefield V, developer tak hanya fokus menggarap konten konten, tapi juga memikirkan matang-matang penerapan sistem microtransaction dan metode perilisan add-on, sehingga lebih bisa diterima gamer.

Penjualan Star Wars Battlefront II Mengecewakan, EA Malah Akan Mengembalikan Microtransaction?

Loot box sudah lama diusung dalam video game, tapi kesuksesan penerapannya di Overwatch menyebabkan game shooter Blizzard itu jadi kiblat penyajian loot box di judul-judul blockbuster di periode 2016 sampai 2017. Namun implementasi ‘prize crate‘ yang kelewatan di Star Wars Battlefront II membuat metode ini dibenci gamer, bahkan dianggap sebagai praktek judi.

Tingginya respons negatif pemain terhadap loot box di Battlefront II memaksa Electronic Arts untuk menonaktifkan sistem monetisasi ini, meski masih terbuka kemungkinan buat dihadirkan lagi. Dan berdasarkan informasi terbaru, kontroversi loot box ternyata berdampak signifikan pada penjualan game serta pemasukan perusahaan.

Berdasarkan pengakuan CFO Blake Jorgensen pada Wall Street Journal, sang publisher hanya berhasil menjual sembilan juta kopi Battlefront II di musim liburan kemarin. Padahal, target EA adalah 10 juta kopi. Jorgensen menyalahkan drama loot box sebagai penyebab utamanya. Sembilan juta kopi memang tidak terlihat buruk, tetapi tetap terbilang rendah jika dibandingkan dengan total penjualan Battlefront pertama dalam satu triwulan, yang mencapai 13 juta kopi.

Wall Street Journal juga menginformasikan bahwa pemasukan sang publisher  hanya meningkat tipis dibanding di periode liburan tahun lalu, dari US$ 1,15 ke US$ 1,16. Berita baiknya, penjualan digital Star Wars Battlefront II memperlihatkan peningkatan dibanding pendahulunya, memakan porsi 37 persen dari total penjualan, versus 32 persen buat Battlefront pertama.

Kabar buruknya, Electronic Arts menyatakan rencana untuk mengembalikan fitur monetisasi di Battlefront II ‘dalam beberapa bulan lagi’. Sang CFO tidak memberi tahu kapan tepatnya loot box (atau sistem sejenis) akan diimplementasikan, hanya bilang ‘jika mereka merasa telah siap’. Dahulu, keluhan utama dari adanya microtransaction adalah hal ini memberi keunggulan gameplay bagi pemain yang bersedia membayar lebih banyak.

EA turut melaporkan beberapa informasi lain, terutama terkait jumlah pemain game-game-nya. Kabarnya, komunitas FIFA di console naik jadi 42 juta gamer, pemain FIFA Mobile meningkat ke 26 juta orang, lalu angka player base FIFA Ultimate Team melompat 12 persen. Selanjutnya, Battlefield 1 sukses menghimpun 25 juta pemain, kemudian gamer The Sims 4 juga melonjak 35 persen.

Sebagai penggemar Star Wars, saya memang punya rencana untuk meminang Battlefront II jika harganya sudah murah dan merasa yakin praktek loot box tak akan kembali. Namun dengan munculnya berita ini, sepertinya saya harus mengurungkan niat tersebut.

Via PC Gamer & Gamespot.

Tak Mau Mengecewakan, BioWare Perpanjang Waktu Pengembangan Anthem, Menundanya ke Awal 2019

Sebagai pencipta seri Baldur’s Gate dan Mass Effect, nama BioWare dahulu sinonim dengan game-game role-playing berkualitas. Namun sejumlah arahan yang kurang pas di beberapa permainan terbaru BioWare membuat sinarnya mulai meredup. Titik terendahnya ialah Mass Effect: Andromeda. Judul yang seharusnya jadi babak baru Mass Effect itu malah dinodai masalah teknis dan animasi.

Namun hal ini tidak menurunkan perhatian publik pada kreasi mereka selanjutnya. Di panggung konferensi Microsoft di E3 2017, studio game asal Kanada itu memperkenalkan Anthem, yaitu permainan action role-playing bertema fiksi ilmiah dengan konsep dan konten yang mengingatkan kita pada elemen dari permainan berbeda – seperti mecha di Titanfall serta formula kooperatif mirip Destiny.

Awalnya, BioWare berencana buat melepas Anthem di triwulan terakhir tahun ini. Namun beradasarkan laporan dari narasumber terpercaya pada Kotaku, developer sepertinya membutuhkan waktu lebih banyak untuk menyempurnakannya. Jendela peluncuran di 2018 dirasa tidak realistis karena tim harus mempersiapkan program uji coba beta, peluncuran di EA Access, serta update pasca-rilis. Pada akhirnya, pelepasan game dimundurkan ke 2019.

Demi memastikan segala hal berjalan lancar, pihak manajemen kabarnya juga memutuskan untuk mengerahkan tim Edmonton dan Austin buat menggarap Anthem. Langkah ini bukanlah hal baru, pernah BioWare lakukan ketika mengembangkan Andromeda dan Dragon Age: Inquisition. Tapi mengingat Anthem merupakan franchise yang betul-betul baru, pertaruhannya jauh lebih besar.

Kegagalan Mass Effect: Andromeda mencapai target penjualan menyebabkan dileburnya BioWare Montreal, diubah jadi tim baru, EA Motive. Berdasarkan pengalaman ini, kesuksesan Anthem akan sangat memengaruhi masa depan studio. Tekanan pada BioWare juga jauh lebih besar karena sang perusahaan induk, EA, belum lama ini terjerat kontroversi loot box di permainan terbarunya, Star Wars Battlefront II.

Anthem telah mulai dikembangkan sejak 2012; awalnya dinahkodai oleh director Casey Hudson, lalu dialihkan pada Jonathan Warner saat Hudson mengundurkan diri. Tahun lalu, BioWare berusaha memperkuat proses produksi game dengan menambah lebih banyak staf, juga turut merangkul penulis kawakan Drew Karpyshyn untuk mengerjakan narasinya.

Berita baiknya, ada kemungkinan besar penundaan Anthem tidak terlalu lama. Menurut Kotaku, waktunya tidak akan melewati bulan Maret 2019 karena masa fiskal EA tahun 2019 berakhir di bulan itu.

Komentar saya terhadap pengunduran Anthem sama seperti terkait penundaan game lain: lebih baik terlambat namun hasilnya memuaskan ketimbang buru-buru, tetapi kontennya malah setengah matang.

Microtransaction Tampaknya Akan Kembali Hadir di Star Wars Battlefront II

Terlepas dari segala upaya DICE menggarap Star Wars: Battlefront II agar lebih baik dibanding pendahulunya, permainan shooter ini dirundung masalah sejak momen pelepasannya. Sistem progres permainan ini ternyata sangat kompleks, tapi intinya, pemain harus melakukan proses grinding yang menjemukan agar bisa mengakses karakter terkenal seperti Darth Vader atau Luke Skywalker.

Gamer juga sangat kecewa pada kehadiran sistem microtransaction via loot box yang secara nyata memengaruhi keseimbangan permainan. Electronic Arts mencoba menjustifikasi keputusan mereka, namun penjelasan mereka di Reddit malah mendapatkan lebih dari 680 ribu downvotedownvote terbanyak di sepanjang sejarah Reddit. Dan pada akhirnya, EA menghapuskan sistem store ‘untuk sementara waktu’.

Tergerak karena kehebohan yang ditimbulkan oleh masalah ini, Belgium Gaming Commision (Komisi Gaming Belgia) mulai melangsungkan investigasi terhadap praktek penjualan item secara acak di dalam Battlefront II. Dari temuan mereka, badan tersebut memutuskan bahwa sistem loot box yang berpilar pada uang dan elemen adiktif video game adalah praktik perjudian.

Sentimen ini juga senada dengan opini Perwakilan Negara Bagian Hawaii Chris Lee. Dalam pernyataannya, Battlefront II bisa diibaratkan seperti kasino online bertema Star Wars yang didesain buat menjebak dan mendorong anak-anak mengeluarkan uang. Bagi Lee, sistem loot box ialah praktik berbahaya yang berpeluang memberikan dampak negatif bagi keluarga di Amerika.

Namun sepertinya hal itu tidak bisa menyetop langkah EA untuk mengimplementasi kembali micropayment di Battlefront II. Dalam konferensi di Credit Suisse belum lama ini, chief financial officer Electronic Arts Blake Jorgensen menyampaikan bahwa mereka belum menyerah, dan masih punya rencana buat membubuhkannya lagi di sana. Hanya waktunya saja yang belum ditentukan.

“Saat ini kami masih mengawasi bagaimana gamer menikmati permainan,” kata Jorgensen, dikutip oleh Eurogamer. “Kami mencoba mempelajari, apakah ada mode yang membuat microtransaction lebih menarik; lalu apa pendapat konsumen mengenainya, serta mencari tahu cara mereka memainkannya. Kami tengah memahami dan mendengarkan masukan komunitas sebelum memutuskan cara menerapkannya.”

EA sendiri meniadakan microtransaction di Battlefront sebagai respons dari keluhan pemain. Gamer merasa sistem ini menyebabkan adanya mekanisme pay-to-win – kian banyak mengeluarkan uang, maka Anda akan semakin unggul dalam permainan.

“Nyatanya, ada beberapa tipe pemain dalam game,” sanggah Jorgensen. “Beberapa dari mereka punya lebih banyak uang dibanding waktu, tapi sebagian lagi memiliki lebih banyak waktu kosong ketimbang uang. Kami ingin mencoba menyeimbangkannya.”

Tambahan: Gamespot dan Eurogamer.