Cakap UpSkill Diluncurkan, Perluas Cakupan Materi Pengembangan Diri

Cakap yang selama ini dikenal sebagai aplikasi untuk belajar bahasa kini melebarkan sayapnya. Dengan meresmikan Cakap UpSkill, mereka merambah materi dan kategori baru non-bahasa, seperti wirausaha, pengembangan karier, dan pengembangan diri.

Cakap UpSkill ini nantinya menggunakan sistem modul base dan topic base, sehingga pengguna bisa memilih isu, topik, dan paket yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Pihak Cakap menyampaikan, secara keseluruhan mereka memiliki 500 guru profesional. Setiap guru di Cakap UpSkill telah melewati beberapa tahapan kurasi dari tim internal sehingga kualitas materi maupun gurunya sudah dijamin.

“Menurut survei yang dilakukan, tahun 2020 pengguna aktif Cakap naik hingga 5 kali lipat. Jumlah traffic pada Q1 di Cakap juga naik 3200% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2019. Kenaikan tersebut tidak hanya berasal dari peminat bahasa, tetapi juga peminat skill baru. Cakap Upskill terlahir dari permintaan pengguna Cakap yang ingin belajar dan meningkatkan kualitas diri untuk meningkatkan daya saing mereka dalam mencari pekerjaan ataupun menciptakan lapangan kerja di masa adaptasi kebiasaan baru ini,” terang CEO Cakap Tomy Yunus kepada DailySocial.

Cakap yang selama ini konsisten dengan layanan belajar bahasa dengan konsep interaksi dua arah atau live tutoring mulai menimbang untuk memberikan kontribusi lain di bidang pembelajaran. Cakap UpSkill juga disebut sebagai solusi end-to-end dalam penyediaan skill sharing.

“Untuk mencapai visi tersebut, kami merasa perlu mengembangkan produk yang tidak dibatasi oleh produk bahasa. Karena kami percaya Cakap bukan hanya aplikasi belajar bahasa, namun sebagai wadah penghubung antara pelajar dengan sumber materi berkualitas melalui interaksi dua arah,” lanjut Tomy.

EdTech mulai dapat tempat di hati masyarakat

Selama dua sampai tiga tahun belakangan ini industri teknologi pendidikan atau edtech perlahan tapi pasti menemukan bentuk terbaiknya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pandemi dan ramai-ramai kartu prakerja beberapa waktu lalu berhasil mengangkat kehadiran dan juga peluang industri ini ke permukaan.

Cakap tidak bisa dibilang pemain baru, pembelajaran bahasanya sudah berkembang, tidak hanya Bahasa Inggris tetapi juga Bahasa Mandarin, Bahasa Jepang, dan Bahasa Indonesia. Pihak Cakap juga mengklaim pengguna yang mereka miliki menyebar di lebih dari 28 provinsi di Indonesia. Termasuk juga kolaborasi dengan instansi pemerintah untuk menyelenggarakan kelas untuk pegawainya.

Dijelaskan Tomy, Cakap UpSkill memiliki target untuk bisa membantu mereka lulusan baru yang ingin mencari kerja, membuka bisnis sendiri atau mereka yang terpaksa harus beradaptasi dengan situasi terkini.

“Kami sadar kondisi ekonomi saat ini memaksa seluruh masyarakat untuk beradaptasi, namun jangan sampai masyarakat pasrah akan keadaan. Melalui Cakap Upskill dan peran kami sebagai startup rintisan anak bangsa, kami berharap dapat turut menurunkan tingkat penggaguran dan mempercepat recovery dengan meningkatkan kualitas SDM secara merata dan menyeluruh,” tutup Tomy.

Application Information Will Show Up Here

InfraDigital Dapatkan Pendanaan Seri A dari AppWorks

Startup pengembang platform manajemen untuk lembaga pendidikan InfraDigital mengumumkan perolehan pendanaan seri A dengan nilai yang tidak disebutkan. Investasi didapat AppWorks, perusahaan memberikan investasi pada pendanaan tahap awal mereka bersama Fenox Ventures dan beberapa angel investor. Appworks sebelumnya juga berinvestasi pada pendanaan seri C Fabelio yang diumumkan bulan ini dan HarukaEdu di akhir tahun 2019 lalu.

Seperti diberitakan sebelumnya, layanan InfraDigital berupa SaaS yang memudahkan institusi pendidikan untuk memulai transformasi digital mereka dengan mendigitalkan data siswa dan keuangan, mengautomasi proses operasional, dan memfasilitasi pembayaran uang sekolah secara online ataupun offline. Menurut statistik yang disampaikan, InfraDigital kini aktif di 12 provinsi dan telah digunakan lebih dari 350 institusi dan 165 ribu siswa.

Di awal debutnya pada Maret 2018, InfraDigital hadir sebagai startup yang menghadirkan sistem pembayaran untuk beberapa kepentingan (sudah terdaftar di Bank Indonesia), termasuk pembayaran sekolah, tagihan apartemen, hingga pembayaran tempat parkir. Seiring perkembangannya, kini mereka fokus untuk mengkomodasi institusi pendidikan, mulai dari jenjang TK sampai universitas, termasuk institusi non-formal seperti pondok pesantren dan lembaga lainnya.

InfraDigital juga menjadi inovator di belakang “jaringan IDN”, yang merupakan jaringan pembayaran untuk lembaga pendidikan yang dibangun bersama startup dan ritel besar seperti Gojek, Tokopedia, LinkAja, Blibli, Alfamart, Indomaret dan berbagai macam provider pembayaran lainnya.

Pandemi mempercepat transformasi digital

Pandemi Covid-19 membuat institusi pendidikan harus menghentikan kegiatan di ruang-ruang kelas. Semuanya beralih ke online, dan mau tak mau memaksa semua sekolah untuk melakukan transformasi digital. InfraDigital melihat ini menjadi sebuah peluang, membantu mendigitalkan sistem administrasi mereka.

“Pandemi sebenarnya telah mendorong banyak lembaga pendidikan untuk menilai kembali proses manual yang telah berlangsung selama puluhan tahun dan mengeksplorasi opsi digital yang dapat mengoptimalkan kerja dan biaya. Sejak awal krisis, kami telah melihat banyak permintaan untuk membantu di berbagai bidang manajemen sekolah, termasuk pendaftaran siswa online, pembayaran, dan fungsi administrasi digital lainnya,” ujar Co-Founder InfraDigial Indah Maryani.

Perusahaan saat ini mendedikasikan sumber dayanya untuk membantu lembaga pendidikan yang baru bergabung dalam memenuhi tuntutan dan kompleksitas operasional selama kebijakan pembelajaran jarak jauh di masa pandemi. Terutama selama periode ketidakpastian ekonomi ini, solusi InfraDigital membantu mempermudah pembayaran dan pendaftaran siswa melalui PPDB/PMB, yang pada akhirnya membantu sekolah mengelola keuangan mereka dan membangun landasan operasional yang kokoh.

“Sekolah-sekolah di Indonesia telah lama menderita karena aliran uang yang tidak efisien akibat penggunaan sistem turunan berbasis kertas. Layanan digitalisasi InfraDigital adalah win-win solution untuk orang tua dan lembaga pendidikan, mempermudah mereka mengelola proses pembayaran uang sekolah dan meningkatkan keuangan sekolah dan kegiatan operasional secara keseluruhan,” ucap Partner AppWorks Jessica Liu.

Ke depannya, InfraDigital berharap dapat memperluas jejaknya ke wilayah lain di Indonesia dan pada akhirnya menjadi solusi digital yang lengkap untuk institusi pendidikan.

The Story of Edtech Startups On Building A Critical Mindset

Zenius is one of the pioneers of the edtech platform in Indonesia, which still exists today. This startup always emphasizes its ambition to revolutionize the way of learning in school by planting critical and logical thinking. Therefore, future students will not become a generation of only memorizing stuff, but also capable to apply the knowledge in a daily life crisis.

In carrying out that mission, Zenius continues to evolve to provide content and adapt to the current times. For further details, #SelasaStartup this week (16/6) invites Chief Education Officer Zenius Sabda PS as the speaker. He brought insights from Zenius pioneering experiences, views of the industry, and plans for the future.

The beginning

Sabda said he started Zenius back in 2004, operational funds obtained by swiping his own credit card. There are no investors, such as venture capitalists, who are interested in funding. The first business model is to make offline tutoring. Therefore, the business turnover is crystal clear.

There are regular payments received in advance and he can directly teach students. This income is to be circulated for additional teachers and create recordings when the teachers idle. “In the beginning, We create content and sell the CD. We are yet to thought about the internet at all,” he said.

The following year, the team became more active in producing CDs containing analysis and discussion. Until 2008, the CDs sold were getting more varied. There is a complete CD package, therefore, no need to buy a single unit. In that year they also began to use the internet, however, it’s only limited to selling CDs.

“This is our historical moment on April 4, 2008, we launched the first exhibition in Jakarta and a website to sell CDs.”

In the first year of online selling, Zenius claimed to have obtained profits. He was determined the following year to develop the Zenius business online because there were still many Indonesian children who were not familiar with Zenius, although at that time internet access tended to be limited.

“Zenius can survive because we have the elements, not only what is important, but the right impact. When they buy content, is it really makes them smart? or not. As long as what we deliver can change the mindset, it seems like Zenius can be guaranteed [sustainable].”

Innovation and drastic changes in time of a pandemic

He added, the pandemic and quarantine situation rose up the edtech business. Zenius is one of the impacted players, and there are lessons to be learned from the current issue. Usually, Zenius traffic rises before nightfall when the students began studying. Nowadays, traffic is high all day, used not only by students but also by teachers and parents.

“There are many things, but most [of them] are nice to have. [For example] from the beginning of the school year, our user growth has increased by 12 times. The server jump, which usually crowded at night, is now high-traffic since morning. This becomes a problem for we must improve the capacity, however, it becomes an opportunity since the enthusiasm is high.”

In addition, Zenius also turn its services free, therefore, more Indonesian children can be “addicted” to learning. Sabda said this strategy has been actually sticking out since 2013. However, supporting “facilities” (re: the presence of the Gojek application, etc.) are yet to exist, therefore, it’s just realized.

He said many Zenius users are affected in terms of manner. It affects their paradigm about learning is changing, even addictive. The impact has not been widely applied to non-users. “When the brain has been upgraded, the more “addictive” to learn. That’s our way.”

This pandemic, he continued, is proof that it is time for the education industry to go hybrid. They will no longer focus on education in schools because information can now be obtained from anywhere. At home, everyone can still be productive. All assessments can be done digitally.

However, he also emphasizes that it does not mean the school is less important because humans need to socialize. He positioned the school as a place for discussion, brainstorming, debating, and other activities that require offline interaction.

“Such activities are more effective when experienced offline. However, the source of knowledge is everywhere.”

The latest services

Since starting operation from almost 16 years ago, Zenius has only been focusing on students from elementary to high school. Sabda said the team is preparing non-academic content that works to improve professional skills. “We’re getting there, the first thing to do was a matter of strategy.”

He gave an example, coding training is one that is required to improve skills. In his opinion, coding is a very helpful tool in growing critical thinking skills. Not only for creating applications, but coding can also grow logical thinking. When it comes to finding bugs, people need scientific methods, which can be helped through coding skills.

In terms of technology, Zenius is still preparing the use of machine learning technology and artificial intelligence to help companies distribute content in accordance with the user profiles.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Cerita Perjalanan Startup Edtech Menumbuhkan Pola Berpikir Kritis

Zenius merupakan salah satu pionir platform edtech di Indonesia yang hingga kini masih eksis. Startup ini selalu menekankan ambisinya yang ingin merevolusi cara belajar di sekolah dengan menanamkan cara berpikir kritis dan logis. Sehingga para pelajar di masa depannya tidak menjadi generasi penghafal, tapi mampu mengimplementasikan ilmu tersebut saat menghadapi masalah di dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam mengemban misi itu, Zenius terus berevolusi memberikan konten-konten dan menyesuaikannya dengan perkembangan zaman. Untuk mendalami ini, #SelasaStartup edisi pekan ini (16/6) mengundang Chief Education Officer Zenius Sabda PS sebagai pembicara. Dia memberikan berbagai insight mulai dari pengalaman merintis Zenius, pandangan terhadap industri, dan rencana ke depannya.

Perjalanan awal

Sabda bercerita, dia merintis Zenius pada 2004, dana operasionalnya diperoleh dari menggesek kartu kredit sendiri. Belum ada investor, semisal dari pemodal ventura, yang berminat mendanai. Model bisnis pertama yang diambil adalah membuat bimbingan belajar offline. Di sana perputaran bisnis di ranah ini sangat jelas.

Ada pembayaran yang rutin diterima di muka dan dia bisa langsung mengajar murid. Penghasilan ini dia putar untuk merekrut tambahan guru dan membuat rekaman saat guru-guru tersebut tidak mengajar. “Kita buat konten di awal-awal dan menjual CD-nya. Internet belum terpikir sama sekali,” katanya.

Setahun berikutnya, tim semakin giat memproduksi CD berisi pembahasan soal-soal. Bahkan hingga 2008, variasi CD yang dijual semakin lengkap. Ada yang berbentuk paket lengkap CD, sehingga tidak perlu beli satuan. Pada tahun itu juga mereka mulai memanfaatkan internet, tapi baru sebatas berjualan CD.

“Ini momen historical kita tanggal 4 April 2008, kita launch di pameran pertama di Jakarta dan kita launch website untuk jualan CD doang.”

Tahun pertama berjualan online, diklaim Zenius sudah cek untung. Dia pun mantap pada tahun berikutnya untuk mengembangkan bisnis Zenius secara online karena masih banyak anak Indonesia yang belum mengenal Zenius, kendati pada saat itu akses internet cenderung terbatas.

“Zenius bisa bertahan karena kita ada elemen, tidak hanya yang penting laku saja, tapi impact yang benar. Ketika mereka beli konten, memang beneran bikin cerdas atau enggak. Selama yang kita deliver itu bisa mengubah pola pikir, kayanya sih umur Zenius bisa terjamin [lebih lama].”

Inovasi dan perubahan drastis saat pandemi

Sabda melanjutkan, pandemi dan karantina membuat bisnis edtech melonjak tinggi. Kondisi ini juga dialami oleh Zenius, dan menjadi banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kejadian ini. Biasanya trafik Zenius baru menanjak menjelang malam hari saat murid mulai belajar. Akan tetapi kini ramai sepanjang hari, digunakan tidak hanya oleh murid, tapi juga guru dan orang tua.

“Masalah dari kita ada banyak, tapi kebanyakan [sifatnya] nice to have. [Misalnya] dari awal tahun pelajaran, jumlah user kita naik 12x lipat. Server tiba-tiba jump, yang tadinya rame malam doang, tiba-tiba dari pagi full. Ini jadi problem karena kapasitasnya harus kita benerin, tapi jadi opportunity karena ternyata antusiasmenya tinggi.”

Di samping itu, Zenius juga menggratiskan layanannya agar semakin banyak anak Indonesia yang “ketagihan” belajar. Sabda bilang, sebenarnya strategi ini sudah mencuat sejak 2013. Akan tetapi, “fasilitas” pendukung (re: kehadiran aplikasi Gojek, dsb) belum ada, makanya sekarang baru terealisasi.

Menurutnya, selama ini banyak pengguna Zenius yang merasa terdampak dengan cara yang diajarkan. Efeknya paradigma mereka tentang belajar berubah, malah jadi ketagihan. Dampak itu belum dirasakan secara luas oleh non pengguna. “Ketika otaknya sudah ter-upgrade, makin “ketagihan” belajar kan. Itulah cara kita.”

Momentum pandemi ini, sambungnya, menjadi pembuktian bahwa sudah saatnya dunia pendidikan untuk hybrid. Tidak lagi berpaku pada pendidikan di sekolah karena informasi kini sudah bisa didapat dari mana saja. Dengan di rumah saja, tetap bisa produktif. Semua penilaian bisa dilakukan secara digital.

Akan tetapi, Sabda juga menekankan bahwa bukan berarti tidak butuh keberadaan sekolah karena manusia harus tetap bersosialisasi. Dia menempatkan sekolah sebagai tempat untuk berdiskusi, brainstorming, berdebat, dan kegiatan lainnya yang membutuhkan interaksi secara offline.

Setting kegiatan seperti itu masih lebih efektif bila dilakukan offline. Tapi sumber ilmu jadi bisa didapat dari mana pun.”

Layanan baru

Sejak beroperasi hampir 16 tahun lalu, Zenius baru fokus untuk anak sekolah dari jenjang SD sampai SMA. Sabda mengungkapkan, pihaknya sedang menyiapkan konten non akademik yang berfungsi meningkatkan keterampilan profesional. “Kita akan mengarah ke sana, masalah yang mana duluan itu urusan strategi.”

Dia mencontohkan, pelatihan coding merupakan salah satu yang dibutuhkan untuk meningkatkan keterampilan. Menurutnya, coding adalah alat yang sangat membantu dalam mengasah kemampuan berpikir kritis. Coding tidak hanya untuk membuat aplikasi, juga membuat logika lebih terasah. Ketika harus mencari bug, orang butuh metode ilmiah, yang bisa dibantu lewat kemampuan coding.

Dari segi teknologi, Zenius masih mempersiapkan penggunaan teknologi machine learning dan kecerdasan buatan untuk membantu perusahaan mendistribusikan konten sesuai dengan profil para pengguna.

Application Information Will Show Up Here

Schoters Accommodates Student’s Requirements to Pursue Education Abroad

In an objective to help high school/vocational graduates and professionals who want to pursue a higher-level education, Radyum Ikono (CEO) and Muhammad Aziz (COO) created Schoters. Operating since January 2019, this edutech platform is formed as a marketplace accommodating users to get access to education abroad.

“I see many Indonesians from high school students to professionals who want to study abroad to get a better-quality education. However, there is limited access to information and preparation. We then created Schoters as a platform that provides end-to-end solutions for everyone who wants to study abroad in various countries,” Ikono said.

Schoters platform offers some features, such as campus registration consulting and scholarships, TOEFL / IELTS preparation, test preparation such as SAT / GRE / GMAT, document translation services, other foreign language courses (German, Japanese, Korean, Arabic), installment assistance, and tuition payment. Schoters intends to solve any problems faced by prospective students. In addition to being accessible through the website, Schoters also provides an application on the Android platform.

“Schoters’ business model is a marketplace that involves partners with expertise in specific services. Schoters takes fees from each transaction made by students to these partners,” Ikono said.

Available for everyone

Regarding the key features that distinguish Schoters with previous platforms, Ikono highlighted some companies engaged in similar business sectors tend to reach only the upper middle segment. Therefore, it is perceived that studying abroad is expensive and only affordable for certain classes.

“At Schoters, we present an affordable alternative preparation service, that anyone can make their dream of studying abroad come true. In addition, unlike Schoters which already full online, some other companies are still opening and outreach conventional offline-based classes (with branches in big cities),” Ikono said.

To date, Schoters has more than 200 thousand active users throughout Indonesia. They noted many students from outside the city who are yet to have access by other service providers.

“The fun thing is when they took part in the Schoters program and finally managed to go abroad for Bachelor, Master, or Doctoral degree. Schoters currently has helped students get hundreds of admissions on campus and scholarships in more than 15 countries. Starting from Japan, United Kingdom (UK), Australia, New Zealand, Korea, China, Russia, the Netherlands, Switzerland, Thailand, Malaysia and so on,” Ikono added.

In the near future, the company plans to raise Pre-Series A fund. During the Covid-19 pandemic, it is quite affecting the course of the company’s business. However, Schoters claims to solve it with a special strategy.

“Using the right marketing strategy, the team managed to make a turnaround, which is uniquely attract many students to come and study at Schoters for more productive time during work and study at home. It s enough said, there is no significant negative impact from The Covid-19 pandemic to our business,” Ikono said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Schoters Jembatani Kebutuhan Pelajar Lanjutkan Pendidikan ke Luar Negeri

Bertujuan untuk membantu siswa lulusan SMA/K dan profesional yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, Radyum Ikono (CEO) dan Muhammad Aziz (COO) kemudian mendirikan Schoters. Beroperasi sejak Januari 2019, platform edutech ini berbentuk marketplace yang memberikan kemudahan kepada penggunanya untuk mendapatkan akses pendidikan di luar negeri.

“Saya melihat bahwa begitu banyak warga Indonesia dari pelajar SMA hingga profesional yang ingin kuliah ke luar negeri untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Namun demikian, akses terhadap informasi dan persiapannya sangat terbatas. Kami kemudian mendirikan Schoters sebagai platform yang memberikan end-to-end solution untuk siapa pun yang ingin study abroad ke negara manapun,” kata Ikono.

Fitur-fitur yang ditawarkan pada platform Schoters adalah konsultasi pendaftaran kampus dan beasiswa, persiapan TOEFL/IELTS, persiapan tes seperti SAT/GRE/GMAT, layanan penerjemahan dokumen, kursus bahasa asing lainnya (Jerman, Jepang, Korea, Arab), hingga bantuan cicilan pembayaran uang kuliah. Schoters ingin agar masalah apapun yang dihadapi oleh calon siswa dapat dibantu untuk diatasi. Selain bisa diakses melalui situs web, Schoters memiliki aplikasi untuk platform Android.

“Model bisnis Schoters adalah marketplace yang melibatkan mitra yang memiliki keahlian dalam jasa-jasa yang spesifik. Schoters mengambil fee dari setiap transaksi yang dilakukan oleh siswa terhadap mitra tersebut,” kata Ikono.

Menjangkau seluruh kalangan

Disinggung apa yang membedakan Schoters dengan layanan serupa yang sudah hadir lebih dulu, Ikono menegaskan beberapa perusahaan pada sektor study abroad lainnya cenderung hanya menyentuh segmen menengah ke atas. Sehingga dipersepsikan bahwa kuliah ke luar negeri itu mahal dan hanya terjangkau untuk kalangan tertentu.

“Di Schoters, kami menyajikan alternatif layanan persiapan yang terjangkau, sehingga siapa pun bisa mewujudkan mimpinya untuk kuliah ke luar negeri. Selain itu, berbeda dengan Schoters yang sudah full online, beberapa perusahaan lain di sektor study abroad masih membuka kelas dan outreach konvensional berbasis offline (dengan cabang-cabang di kota besar),” kata Ikono.

Hingga saat ini Schoters telah memiliki lebih dari 200 ribu pengguna aktif, yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia. Schoters mencatat, banyak para siswa berasal dari kota-kota yang umumnya tidak dijangkau oleh penyedia layanan lainnya.

“Yang menyenangkan juga adalah ketika mereka mengikuti program Schoters dan akhirnya berhasil berangkat ke luar negeri untuk jenjang S1, S2 maupun S3. Saat ini Schoters telah membantu siswa mendapatkan ratusan acceptance pada kampus dan beasiswa di lebih dari 15 negara. Mulai dari Jepang, United Kingdom (UK), Australia, New Zealand, Korea, Tiongkok, Rusia, Belanda, Swiss, Thailand, Malaysia dan lain sebagainya,” kata Ikono.

Dalam waktu dekat, perusahaan berencana melakukan penggalangan dana untuk tahapan Pra- Seri A. Selama pandemi virus Covid-19 berlangsung saat ini, cukup mempengaruhi jalannya bisnis perusahaan. Namun Schoters mengklaim telah mengakalinya dengan strategi khusus.

“Dengan strategi marketing yang tepat, tim berhasil melakukan turnaround, yang justru uniknya banyak siswa yang datang dan ingin belajar di Schoters karena ingin mengisi waktu produktif selama masa bekerja dan belajar di rumah. Dapat dikatakan bahwa secara bisnis, tidak ada dampak negatif yang signifikan dari pandemi Covid-19 ini,” kata Ikono.

Application Information Will Show Up Here

Kelas Pintar’s Strategy Amid the Crowd Competition of Edtech Players

Kelas Pintar, a service under the auspices of PT Extramarks Education Indonesia tries to stir up the competition in the education technology service market in Indonesia. Begin its operation in 2017, they carry a subscription business model for a variety of distinctive features of distance learning.

PT Extramarks Education Indonesia, led by Fernando Uffie, is part of the Extramarks global brand that was founded in 2007 by Atul Kulshrestha. Apart from Indonesia, the Extramarks brand is also operated in India, South Africa, and several Middle Eastern countries.

Fernando explained to DailySocial, Kelas Pintar is an integrated online learning solution designed to increase interest in learning and understanding of the material. Their main focus is on the synergy of the roles of teachers, schools, and parents in the learning process.

One example of a reliable feature is Sekolah, allowing teachers to create online classes. Teachers can also hold online exams and monitor their students directly, therefore, the teaching and learning experience is made as comfortable and as close as possible to the classroom in general.

“To date, the Kelas Pintar application has been installed in more than 100 thousand devices and used by more than 100 schools. As general note, Kelas Pintar is accessible through web or applications based on Android and iOS,” Fernando said.

Indonesian edtech industry

Fernando explained, in addition to blended learning concepts (combining online-offline learning), Kelas Pintar also presents some features prerequisites with technology, such as a monitoring system that can be used as a reference to analyze the learning processes, reports, to online classes.

AI is also applied in the body of the Smart Class, functions to create learning systems and process data from student questions.

“Kelas Pintar is equipped with artificial intelligence technology that enables the system to ‘learn’ and process data from student questions. Used to provide solutions quickly and precisely to solve student problems in the learning process,” Fernando added.

In the last five years, the growth of the education technology services and industry have indeed been unstoppable. Every year there are new players with new concepts or the latest innovations that come from more mature players. The form is also diverse from online tutoring, video on demand, and lessons packed with gamification.

It takes differentiation for businesses to stay relevant in the midst of competition. Indonesia’s large education market still holds a lot of potentials to be explored, especially on a technology basis.

Indonesian edtech startup trend in the last decade / DSResearch
Indonesian edtech startup trend in the last decade / DSResearch

Fernando himself believes that the rise of many players in the education technology industry is important enough to accelerate Indonesian education quality.

“Because we believe, when educating the nation’s life becomes the goal of a state, then it is our duty to ensure all children can have a high-quality education,” added Fernando.

Future plans

Using a subscription business model, both for individual and corporate customers (schools or educational institutions), Kelas Pintar is quite optimistic about the solution offered. One of them is the Sekolah feature developed to help the adoption of new normal education.

“We want to reach out to more education stakeholders, be it students, teachers, parents, and schools, therefore they can benefit from Kelas Pintar solution,” Fernando explained their future plans.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Strategi Kelas Pintar di Tengah Ramainya Pemain Layanan Teknologi Pendidikan

Kelas Pintar, layanan yang berada di bawah naungan PT Extramarks Education Indonesia mencoba meramaikan persaingan pasar layanan teknologi pendidikan di Indonesia. Mulai beroperasi sejak tahun 2017, mereka mengusung model bisnis berlangganan untuk beragam fitur khas pembelajaran jarak jauh.

PT Extramarks Education Indonesia, yang digawangi oleh Fernando Uffie merupakan bagian dari brand global Extramarks yang didirikan sejak tahun 2007 oleh Atul Kulshrestha. Selain di Indonesia, brand Extramarks ini juga dioperasikan di India, Afrika Selatan, dan beberapa negara Timur Tengah.

Kepada DailySocial Fernando menjelaskan, Kelas Pintar merupakan solusi belajar online terintegerasi yang didesain untuk meningkatkan minat belajar dan pemahaman terhadap materi. Fokus utama mereka terletak pada sinergi peran guru, sekolah, dan orang tua dalam proses pembelajaran.

Salah satu contoh fitur yang diandalkan adalah fitur Sekolah, memungkinkan guru membuat kelas online. Guru juga bisa menggelar ujian online dan memonitor anak didiknya secara langsung, sehingga pengalaman belajar-mengajar dibuat senyaman dan semirip mungkin dengan kelas pada umumnya.

“Sampai saat ini, aplikasi Kelas Pintar sudah dipasang di lebih dari 100 ribu kali dan digunakan oleh lebih dari 100 sekolah. Sebagai informasi, Kelas Pintar bisa diakses melalui web maupun aplikasi berbasis Android dan iOS,” terang Fernando.

Industri teknologi pendidikan Indonesia

Fernando menjelaskan, Kelas Pintar selain mengusung konsep blended learning (memadukan pembelajaran online-offline) juga mengusung beberapa fitur yang syarat dengan teknologi, seperti monitoring system yang bisa jadi acuan analisis proses belajar, laporan, hingga online class.

AI juga diterapkan dalam tubuh Kelas Pintar, berfungsi untuk membuat sistem belajar dan mengolah data dari pertanyaan siswa.

“Kelas Pintar dilengkapi dengan teknologi kecerdasan buatan yang memungkinkan sistem untuk ‘belajar’ dan mengolah data dari pertanyaan siswa. Digunakan untuk memberikan solusi secara cepat dan tepat untuk mengatasi permasalahan siswa dalam proses belajarnya,” imbuh Fernando.

Dalam lima tahun terakhir pertumbuhan industri dan layanan teknologi pendidikan memang tak terbendung. Setiap tahun ada saja yang pemain baru dengan konsep baru atau inovasi terkini yang datang dari pemain lama yang semakin matang. Bentuknya pun beragam, online tutoring, video on demand, hingga pelajaran yang dikemas dengan gamifikasi.

Butuh pembeda bagi bisnis untuk tetap relevan di tengah persaingan. Pasar pendidikan Indonesia yang besar masih menyimpan banyak potensi untuk digarap, terutama dengan basis teknologi.

Tren perkembangan startup edtech di Indonesia dalam satu dekade terakhir / DSResearch
Tren perkembangan startup edtech di Indonesia dalam satu dekade terakhir / DSResearch

Fernando sendiri yakin bahwa kemunculan banyak pemain di Industri teknologi pendidikan cukup penting untuk bisa mengakselerasi kualitas pendidikan di Indonesia.

“Karena kami percaya, ketika mencerdaskan kehidupan bangsa jadi tujuan bernegara, maka sudah jadi tugas kita bersama untuk memastikan pendidikan berkualitas bisa dinikmati oleh seluruh anak bangkah,” imbuh Fernando.

Rencana selanjutnya

Dengan model bisnis berlangganan, baik untuk pelanggan perorangan maupun korporasi (sekolah atau lembaga pendidikan), Kelas Pintar cukup optimis dengan apa yang mereka lakukan. Salah satunya adalah fitur Sekolah yang disiapkan untuk membantu adopsi new normal di bidang pendidikan.

“Kami ingin menjangkau lebih banyak stakeholder pendidikan, baik itu siswa, guru, orang tua, maupun sekolah, agar mereka bisa merasakan manfaat dari solusi Kelas Pintar,” ungkap Fernando menjelaskan rencana mereka ke depannya.

Application Information Will Show Up Here

Tren Platform Edtech di Indonesia

Selain e-commerce, ride hailing, dan fintech; ada beberapa sektor bisnis startup yang digadang-gadang akan mendapatkan keuntungan besar di tengah berkembangnya pangsa pasar digital di Indonesia. Salah satu yang sering disebut-sebut adalah edtech (education technology). Pada dasarnya, para startup di bidang tersebut mencoba menghadirkan demokratisasi teknologi di dunia pendidikan.

Edtech di Indonesia mulai menjadi hype memasuki tahun 2015an – kendati startup seperti Zenius sudah ada sejak tahun 2004, sementara pemain besar lain seperti Ruangguru dan HarukaEdu baru debut di 2013. Popularitas platform tersebut juga mengikuti tren digital yang berkembang di masyarakat – misalnya sebaran broadband yang meluas, makin akrabnya masyarakat dengan layanan berbasis aplikasi, hingga opsi pembayaran digital yang lebih banyak.

Redaksi DailySocial selama 5 tahun terakhir telah meliput puluhan startup edtech, 65 di antaranya masih bertahan dan berkembang sampai saat ini – termasuk beberapa startup dari luar negeri yang fokus garap pasar di sini.

Berikut ini beberapa tren menarik yang dapat kami petakan di industri edtech tanah air:

Platform dan model bisnis

Ada enam jenis layanan yang ditawarkan oleh edtech di Indonesia. Pertama e-learning, menjajakan materi pembelajaran secara online. Beberapa menyajikan melalui konten interaktif, video on-demand, dan online live tutoring. Dari sudut materi, cakupannya juga beragam, mulai dari kursus untuk murid sekolah, konten belajar bahasa asing, hingga penguatan kemampuan personal seperti akuntansi dan pemrograman. Contoh startup di bidang ini meliputi Arkademi, Bahaso, Bensmart, CodeSaya, Kode.id, Ruangguru, Vokraf, Zenius.

Layanan e-learning yang ada di Indonesia paling banyak menyasar kalangan pengguna umum, dilanjutkan K-12 (setara jenjang SD, SMP, dan SMA). Beberapa juga secara spesifik menghadirkan materi yang dikemas untuk anak pra-sekolah (contoh: Playable, Titik Pintar), universitas (contoh: DQLab), dan bisnis (contoh: Ringerlaktat).

Konsep blended learning juga masih diterapkan edtech pada sub-vertikal ini sebagai langkah antisipasi terhadap kesiapan pasar; yakni dengan menyediakan program yang memadukan antara aktivitas online dan offline.

Model layanan edtech berikutnya adalah Learning Management System (LMS). Berbeda dengan e-learning, LMS lebih didesain untuk membantu merencanakan kegiatan pembelajaran. Sebelumnya banyak digunakan di tingkat institusi, namun seiring perkembangannya juga didesain untuk kalangan personal. Beberapa platform LMS hanya menyediakan sistem manajemen administrasi kegiatan belajar mengajar, lainnya turut menyajikan marketplace materi pembelajaran.

Dari produk startup lokal yang ada, LMS dikembangkan untuk mengakomodasi beberapa pangsa pasar, meliputi bisnis (contoh: Codemi, HarukaEdu, RuangKerja), jenjang K-12 (contoh: Kelase, Mejakita, Pintro), universitas (contoh: Ngampooz), dan umum (contoh: ZumiApp).

Edtech Indonesia

Berikutnya adalah Software as a Services (SaaS), sebagai aplikasi on-demand yang membantu institusi pendidikan melakukan transformasi dengan mendigitalkan proses bisnis yang ada di dalamnya; misalnya terkait administrasi, tata kelola perpustakaan, presensi, dan sebagainya. Sejauh ini SaaS yang dikreasikan startup lokal menyasar jenjang K-12. Alasannya cukup masuk akal, sektor lain seperti bisnis atau universitas umumnya bisa mengembangkan secara mandiri dengan tim IT yang dimiliki, sementara K-12 di Indonesia sangat jarang memiliki SDM untuk itu. Contoh layanan SaaS untuk pendidikan meliputi AIMSIS, Gredu, Infradigital, SekolahPintar dll.

Layanan lainnya adalah direktori, yang berisi berbagai informasi seputar kebutuhan pendidikan – misalnya daftar rekomendasi universitas atau lainnya. Kemudian fintech, secara khusus mereka memberikan bantuan pembiayaan pendidikan. Dan yang terakhir e-library, menampung secara digital sumber bacaan atau referensi untuk menunjang kegiatan pembelajaran.

Pendanaan startup edtech

Dalam tiga tahun terakhir, DSResearch mencatat ada 11 transaksi yang diumumkan (disclosed) oleh startup edtech di Indonesia. Ruangguru dan HarukaEdu menjadi dua yang paling banyak mendapatkan suntikan dana investor, saat ini keduanya telah menutup putaran seri C. Ruangguru sendiri telah dikonfirmasi memiliki valuasi di atas US$100 juta melalui pendanaan terakhirnya senilai 2 triliun Rupiah.

Pengumuman Startup Tahapan Investor
Maret 2020 Pahamify Seed Funding Y Combinator
Januari 2020 Hacktiv8 Pre-Series A East Ventures, Sovereign’s Capital, SMDV, Skystar Capital, Convergence Ventures, RMKB Ventures, Prasetia Dwidharma, Everhaus
Januari 2020 Gredu Pre-Series A Vertex Venture
Januari 2020 Arkademi Seed Funding SOSV
Desember 2019 Ruangguru Series C General Atlantic, GGV Capital, EV Growth, UOB Venture Management
November 2019 HarukaEdu Series C SIG, AppWorks, GDP Venture, Gunung Sewu
Oktober 2019 Zenius Education Series A Northstar Group
Februari 2019 InfraDigital Seed Funding Appworks Ventures, Fenox Ventures
Desember 2018 Squline Series A Investidea Ventures
Mei 2018 Ruangguru Grant MIT Solve
Juli 2017 Ruangguru Series B UOB Venture Management

Sementara startup lain masih banyak yang berkutat pada pendanaan awal. Kuartal ketiga tahun lalu Zenius Education akhirnya menemukan investor yang tepat. Mereka meminang dana modal dari pemodal ventura yang juga berinvestasi (awal) ke startup decacorn Gojek, Northstar Group.

Menilik besaran pangsa pasar

Ruangguru menjadi salah satu startup edtech lokal dengan pertumbuhan paling signifikan. Layanan utama mereka, video on-demand dan online tutoring, difokuskan untuk pelajar setingkat SD sampai SMA — mereka juga merilis Skill Academy untuk merangkul pangsa pasar di luar itu.

Untuk jumlah pelajar di Indonesia sendiri, berdasarkan data Kemendikbud per tahun ajaran 2019/2020 ada sekitar 50,6 juta siswa/i. Sebanyak 57,9% merupakan tingkat dasar, 19,9% tingkat menengah, 9,9% tingkat atas, dan 12,1% tingkat kejuruan.

Pasar Edtech Indonesia

Konsep online tutoring sebenarnya juga coba mendisrupsi model bisnis yang sudah tervalidasi baik sebelumnya. Di pendekatan tradisional, berbagai lembaga pendidikan non-formal seperti kursus atau bimbingan belajar banyak diminati oleh pelajar dan orang tuanya – terlebih dalam rangka menyiapkan diri sebelum Ujian Nasional.

Proyeksi kami, trennya masih akan terus meningkat. Ditambah pandemi yang mulai memaksa para pelajar untuk terbiasa dengan pendidikan jarak jauh. Model-model yang ditawarkan edtech makin relevan untuk diaplikasikan. Peluang baru, seperti adanya kolaborasi pemerintah dengan platform digital untuk penyelenggaraan Kartu Prakerja, juga menjadi “lampu hijau” terbukanya regulasi dengan konsep pembaruan dalam pendidikan nasional.


DSResearch segera merilis laporan bertajuk “Edtech Report 2020” yang mengulas detail mengenai dinamika industri teknologi pendidikan di Indonesia. Untuk mendapatkan pembaruan informasi, pastikan Anda sudah berlangganan newsletter DSPatch melalui: https://dspatch.dailysocial.id.

Sekolah.mu Ramaikan Industri Edtech, Usung Konsep “Blended Learning”

Sekolah.mu merupakan salah satu platform teknologi pendidikan yang beroperasi di Indonesia. Memulai kiprahnya sejak tahun 2019, mereka mengusung konsep blended learning (memadukan pembelajaran online dan offline) dengan variasi program di berbagai jenjang pendidikan. Sekolah.mu juga menjadi salah satu platform yang ditunjuk pemerintah untuk pelaksanaan program kartu prakerja.

COO Sekolah.mu Radinka Qiera kepada Dailysocial menjelaskan bahwa platform dan layanan mereka dirancang dengan memadukan keunggulan kurikulum, kekuatan teknologi, dan relevansinya dengan kompetensi yang dibutuhkan dalam kegiatan pendidikan, karier, dan kehidupan profesional peserta didik di masa mendatang.

“Program belajar-mengajar di Sekolah.mu didesain secara personal dan fleksibel untuk memungkinkan penggunanya mengembangkan lebih banyak kompetensi dan meraih prestasi lebih tinggi. Seluruh program yang ada di Sekolah.mu disusun berbasis kompetensi untuk meraih prestasi di masa depan dan dikemas dengan personalisasi, mulai dari pemilihan program hingga penilaian yang terakreditasi secara resmi dan telah teruji selama lebih dari 20 tahun,” terang Radinka.

Berada di bawah naungan PT Sekolah Integrasi Digital, Sekolah.mu sudah satu tahun berjalan dan berhasil memiliki 500 program belajar dari lebih dari 100 mitra korporasi dan dunia industri serta memiliki 500 mitra sekolah.

[ID COMM] Sekolah.mu - Dashboard Website

Produk dan kartu prakerja

Sekolah.mu saat ini tercatat memiliki dua produk, Kelas.mu dan Karier.mu. Kelas.mu ini dirancang untuk membantu meningkatkan kemampuan literasi, matematika, dan sains para penggunanya. Juga dilengkapi kegiatan praktik. Fitur Kelas.mu ini dirancang untuk murid dari tingkat pra-sekolah hingga mahasiswa.

Sementara itu Karier.mu merupakan layanan yang menawarkan proses pengembangan keahlian melalui program magang dan mentoring, sehingga pengguna siap memasuki dunia kerja. Pihak Sekolah.mu mengklaim telah menyediakan pakar di berbagai bidang yang berasal dari ratusan perusahaan dan universitas untuk membantu pengguna berkembang.

“Fitur ini menyediakan pendidikan vokasi yang terintegrasi bagi siapa pun yang ingin menyiapkan diri untuk memenuhi tuntutan berbagai profesi yang tersedia saat ini, maupun profesi di masa depan yang belum bisa diprediksi,” lanjut Radinka.

Sekolah.mu adalah salah satu platform pembelajaran yang ditunjuk pemerintah sebagai mitra penyelenggara pelatihan kartu prakerja. Di dalam situsnya Sekolah.mu juga memiliki laman khusus untuk pengguna kartu prakerja.

Disinggung mengenai kegaduhan mengenai penyelenggaraan pelatihan kartu prakerja, pihak Sekolah.mu menjelaskan bahwa mereka membantu pemerintah dalam kurasi ratusan mitra lembaga pelatihan, sekolah vokasi, dan profesional dalam memberikan layanan pendidikan dan keterampilan.

“Program-program Sekolah.mu yang disediakan bagi peserta Kartu Prakerja telah mengikuti standar prosedur dan ketentuan yang telah diatur oleh Kemenerian Koordinasi Bidang Perekonomian RI dan diawasi oleh Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja,” terang Radnika.

Sekolahmu di tengah industri edtech yang kian ramai

Dalam dua tahun terakhir industri edtech Indonesia menjadi sorotan banyak pihak. Baik itu investor maupun masyarakat umum. Akhirnya, munculah nama-nama penyedia layanan ke permukaan, mulai dari Ruangguru, Skill Academy by Ruangguru, Zenius, Pahamify, Dicoding, Kode.id, MauBelajarApa dan lain-lain.

Tak hanya menyasar sektor pendidikan formal, para pemain tersebut juga ada yang fokus pada pendidikan keterampilan, baik teknik, seni, maupun lainnya. Bukan tidak mungkin dengan banyaknya pemain di industri ini membawa dampak positif bagi ekosistem pendidikan di Indonesia. Tinggal bagaimana penerimaan masyarkat dan kualitas yang diberikan para penyedia layanan.

Pihak Sekolah.mu sendiri menegaskan bahwa mereka saat ini berpegang pada visi “Kolaborasi untuk Masa Depan Pendidikan Indonesia” dan fokus untuk mendorong pengembangan kualitas pendidikan di Indonesia yang merata dan mudah diakses oleh semua.

“Sekolah.mu akan fokus pada program-program pengembangan karier dan program belajar untuk siswa PAUD yang dapat dilihat pada laman resmi Sekolah.mu,” tutup Radnika.

Application Information Will Show Up Here