Foodizz Hadirkan Platform Edukasi Khusus Industri F&B

Makin maraknya pertumbuhan industri kuliner di Indonesia ternyata tidak dibarengi dengan pengetahuan hingga wawasan yang luas dari sisi manajemen, bisnis hingga pengalaman dari pendirinya. Tidak heran banyak pemilik restoran besar hingga kaki lima terpaksa harus tutup dalam waktu kurang dari 2 tahun karena beratnya kompetisi dan bisnis kuliner yang makin besar jumlahnya.

Melihat peluang tersebut, Foodizz, sebuah platform belajar online to offline khusus untuk industri F&B, hadir di Indonesia. Startup yang didirikan CEO Andrew Ryan Sinaga, COO Rifki Ramdan, Content Advisor Rex Marindo, dan Technology Advisor Gito Wahyudi ingin mencoba membantu para pebisnis kuliner memulai dan mengembangkan bisnis mereka melalui sebuah platform edukasi bisnis kuliner.

“Tingkat kegagalan pebisnis kuliner pemula mencapai angka 90% (9 dari 10 gagal dalam menjalankan bisnis kuliner). Faktor utama yang menyebabkan kegagalan ternyata bukan dikarenakan modal atau jejaring, melainkan pengetahuan tentang bisnis kuliner yang minim,” kata Andrew kepada DailySocial.

Didukung tim yang ada, perusahaan mencoba untuk menjembatani masyarakat yang ingin memulai bisnis kuliner mereka, melalui kelas belajar di platform. Melalui situs dan aplikasi Foodizz yang secara resmi telah diluncurkan awal Januari 2019, pengguna bisa memilih kelas yang telah disediakan dengan pengajar dari kalangan profesional.

“Foodizz adalah platform pendidikan F&B pertama di Indonesia. Kami menyediakan pengalaman belajar online to offline untuk komunitas belajar dan memiliki 18.000 lebih anggota komunitas,” kata Andrew.

Pilihan kelas dan paket berlangganan

Untuk memudahkan pengguna menentukan kelas belajar yang relevan, Foodizz telah menyediakan pengajar yang berasal dari kalangan profesional. Mereka antara lain Co-Founder Warunk Upnormal Rex Marindo dan Stefanie Kurniadi, ex GM McDonald Indonesia Koko Handiono, CEO Serasa Food Yuszak M Yahya, pakar International Food Safety Syamsul Arifin, Sales Director CRP Group Hendra Noviyanto, dan Founder Smart Legal Bimo Prasetio.

Tujuh pengajar tersebut akan memberikan informasi dan edukasi yang relevan, untuk membantu pengguna melancarkan bisnis kuliner mereka.

“Intinya adalah Foodizz memberikan sarana pembelajaran Online to Offline, berupa e-learning platform melalui aplikasi dan situs, serta sarana offline melalui workshop, meetup, dan juga buku cetak,” kata Andrew.

Hingga saat ini Foodizz mengklaim telah memiliki sekitar 1000 pengguna aktif, dan 150 pengguna di antaranya adalah pengguna yang berbayar. Untuk biaya berlangganan sendiri, perusahaan mengenakan biaya Rp2,5 juta untuk berlangganan 6 bulan dan Rp3.5jt untuk berlangganan 12 bulan.

“Secara khusus model bisnis dari Foodizz adalah freemium subscription model seperti yang diterapkan oleh Netflix untuk aplikasinya,” kata Andrew.

Disinggung apakah Foodizz memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana, Andrew menegaskan, kegiatan fundraising sudah menjadi bagian rencana perusahaan.

Application Information Will Show Up Here

Layanan Squline Ganti Nama Produk Jadi “Cakap by Squline”

Produk Squline resmi mengganti nama dan logo mereka menjadi “Cakap by Squline”. Perubahan nama ini berlaku pada layanan pembayaran bahasa Squline secara online. Nama Cakap sendiri dipilih karena dalam Bahasa Indonesia merupakan kata yang memiliki arti “kompeten” atau “memiliki kemampuan”.

Dalam keterangan resmi yang kami terima, selain perubahan logo dan nama produk, pihak Squline mengklaim berencana meningatkan kualitas solusi yang mereka tawarkan sekaligus mencoba hadir di banyak platform, seperti web, aplikasi Android dan iOS, dan hadir di aplikasi pesan instan, seperti Line, sebagai bagian dari upaya lebih dekat dengan masyarakat.

Squline, sebagai perusahaan, masih membawa visi penting untuk membantu memudahkan akses ke pembelajaran dengan menghadirkan solusi pembelajaran online berkualitas.

Tahun 2019 ini merupakan tahun keenam Squline hadir sebagai sebuah bisnis. Menutup tahun 2018 dengan pendanaan Seri A dengan kisaran nilai “tujuh digit dolar AS” Squline berusaha menggenjot pertumbuhan pengguna tahun ini.

Dalam pemberitaan sebelumnya disebutkan fokus Squline setelah mendapatkan pendanaan adalah pengembangan teknologi dan akuisisi talenta. CEO Squline Tomy Yunus dalam wawancara terdahulu menyebutkan mereka tengah berusaha masuk ke pasar atau segmen yang lebih luas dengan tetap menawarkan solusi belajar bahasa secara online yang mudah dan terjangkau.

“Kami akan mengembangkan solusi yang lebih terjangkau namun tetap mengedepankan cara efektif untuk belajar bahasa secara online. Ini juga akan mendorong ekspansi pasar ke level B dan C pengguna di Indonesia dan meningkatkan tingkat daya saing mereka. Karena misi utama kami adalah menciptakan lingkungan belajar tanpa batas,” ujar Tomy.

Application Information Will Show Up Here

Startup Pendidikan PrivatQ Rilis Versi Baru Aplikasi

Menyambut tahun 2019, startup pendidikan PrivatQ merilis versi baru dari aplikasinya. Di PrivatQ 2.0, terdapat beberapa fitur tambahan yang memudahkan siswa dalam berinteraksi dalam aplikasi.

Di sisi siswa, PrivatQ membubuhkan menu pembaruan status, integrasi blog, dan dukungan fitur belajar kelompok yang dapat dilakukan hingga 5 siswa. Sementara di sisi tentor, ada fitur reward yang diberikan untuk mengapresiasi guru terbaik.

Selain itu ditambah pula dukungan bank soal dan materi. Untuk memudahkan pengguna baru, kini proses pendaftaran bisa dilakukan melalui web ataupun aplikasi.

Menurut penuturan CEO PrivatQ Ikhwan Catur Rahmawan, pembaruan didasarkan pada umpan balik yang didapat dari pengguna dan riset yang dilakukan oleh tim internal. Bertambahnya kompleksitas aplikasi turut menjadi faktor penting dirilisnya PrivatQ 2.0.

“PrivatQ 2.0 hadir sebagai jawaban dalam menanggapi kompleksitas aplikasi yang terus meningkat seiring dengan perkembangan pengguna. Kami mengupayakan aplikasi yang lebih praktis dan inovatif,” ujar Ikhwan.

Ikhwan turut menceritakan, dari sisi bisnis PrivatQ turut berkembang baik. Sejauh ini pihaknya sudah dapat mengakomodasi kebutuhan pencarian guru les privat di 100 kota di Indonesia. Berbagai kerja sama strategis turut dijalin dengan para mitra.

“PrivatQ menitikberatkan inklusivitas dalam layanan, sehingga kami mengakomodasi kedua skema layanan online maupun offline. Menurut kami, ada urgensi untuk dapat melakukan penyelarasan media pembelajaran sesuai dengan kondisi setiap wilayah, khususnya dilihat dari kondisi geografis, sosio-ekonomi, serta keadaan infrastruktur dan teknologi penunjang,” terang Ikhwan.

Lebih jauh COO PrivatQ Asep Suryana menuturkan, saat ini pihaknya tengah mengembangkan dua model bisnis baru. Pertama ditujukan untuk recurring revenue, realisasinya berupa layanan paket belajar dan grup belajar privat. Kemudian yang kedua adalah pengembangan kelas online dengan fitur chatting dan multimedia, diharapkan bisa mendukung terciptanya pembelajaran jarak jauh yang interaktif.

“Kondisi dan tuntutan di tiap wilayah akan berbeda. Dengan penyelarasan, kami mampu tap-in dan menjangkau lebih banyak potensi pasar,” ujar Asep

Tahun ini PrivatQ akan fokus pada pemberdayaan masyarakat, secara spesifik merangkul guru honorer dan kelompok masyarakat tertentu untuk bergabung ke dalam platformnya.

Application Information Will Show Up Here

Bahaso Coba Konten Edukasi Baru di Luar Kategori Bahasa (UPDATED)

Terkenal sebagai layanan pembelajaran online, Bahaso menjalani tahun 2018 dengan cukup baik. Selain mengalami pertumbuhan pengguna, Bahaso juga menjajaki sejumlah kerja sama strategis dan meluncurkan beberapa fitur untuk terus menyempurnakan sistem mereka.

Di 2018 Bahaso mengklaim sudah memiliki 500.000 pengguna. Setelah lulus dari program akselerasi Indigo, yang juga memberikan mereka pendanaan, Bahaso terus mendapatkan pengguna baru, termasuk klien dari korporasi dan pemerintahan, seperti Moratelindo dan Kominfo, melalui program Bakti.

Melalui program Bakti ini, Bahaso terjun lanjut ke daerah terdepan, terluar, terbelakang (T3) bersama dengan Pustekom untuk memberikan pembelajaran Bahasa Inggris sesuai standar.

“Jadi ini program Bakti memberikan pelatihan gratis untuk guru-guru dan murid di daerah T3. Bahaso sebagai pemilik lisensi yang dibeli oleh pihak Bakti juga menyediakan tim untuk narasumber untuk pelatihan pemakaian platform Bahasa Inggris Bahaso,” terang CEO Bahaso Allana Abdullah.

Bahaso juga menambahkan sejumlah fitur di sepanjang tahun 2018. Antara lain adalah fitur offline mode, IELTS & TOEFL Preparation, corporate dashboard, dan Bahasa Mandarin (beta).

Terkait pendanaan, tahun lalu Bahaso hampir mendapatkan investor baru, namun karena disebutkan adanya perbedaan visi di tengah proses negosiasi, kesepakatannya urung terjadi. Di tahun 2019 ini Bahaso, ujar Allana, tengah mencari investor strategis dengan visi yang sesuai.

Allana lebih jauh menjelaskan, di tahun 2018 Bahaso mengalami beberapa tantangan, di antaranya kurangnya pengetahuan mengenai e-learning di Indonesia dan pengetahuan tentang platform-nya itu sendiri. Oleh karena itu perusahaan berupaya untuk terus mengenalkan Bahaso di masyarakat umum.

Kendati masih bermasalah dengan pengetahuan mengenai sistem pembelajaran online, Allana cukup optimis dengan pertumbuhan minta pengguna di Indonesia. Mengingat infrastruktur yang membaik dan generasi yang semakin dekat dengan internet.

“Untuk sekarang menurut saya masyarakat Indonesia belum 100% percaya dengan keberhasilan belajar online. Tetapi untuk generasi sekarang sudah meningkat. Dengan program-program pemerintah yang sangat mendukung pendidikan dan juga infrastruktur internet, itu sangat membantu. Indonesia top 5 buyer untuk mobile learning dan top 8 untuk e-learning growth (25%),” ujar Allana optimis pada pertumbuhan industri e-learning di Indonesia.

Menapaki tahun 2019 ini, Bahaso sudah menyiapkan sejumlah rencana untuk terus tumbuh. Salah satu rencananya adalah menjajaki segmen edukasi online di luar bahasa. Belum jelas kategori atau segmen apa yang diambil.

“Di 2019 Bahaso akan menjajaki edukasi online di luar bahasa. Target Bahaso satu tahun ke depan adalah memberikan standardized education to rural areas dan meningkatkan kualitas sumber daya melalui online learning and certification,” jelas Allana.

Update: CEO Bahaso Allana Abdullah mengonfirmasi soal penggalangan dana tahun lalu yang belum rampung dan kini mereka mencari investor strategis baru yang memiliki visi sesuai.

Application Information Will Show Up Here

Neliti Mungkinkan Institusi Pendidikan Buat Repositori Online secara Instan

Neliti merupakan perangkat lunak yang dikembangkan untuk membangun dan mengelola repositori berbentuk perpustakaan digital dan jurnal ilmiah online. Layanan ini menyasar dua segmen sekaligus, yakni institusi pendidikan dan individu dari kalangan akademisi. Model bisnis yang diterapkan dalam Neliti ialah mengenakan biaya bulanan kepada pelanggannya.

Saat ini beberapa universitas telah memanfaatkan layanannya, seperti Universitas Atma Jaya, Universitas Negeri Surabaya dan Universitas Negeri Semarang, dan juga beberapa lembaga penelitian seperti Center for Indonesian Policy Studies. Untuk memudahkan akses, masing-masing institusi tersebut dapat melakukan kustomisasi URL dengan domain yang dimiliki.

Bagi pustakawan atau pengelola jurnal ilmiah di organisasi dapat mengelola jurnal atau repositori menyesuaikan kebutuhannya. Sementara untuk peneliti, mahasiswa atau dosen, layanan ini dapat dimanfaatkan untuk mencari informasi atau data penelitian. Saat ini di basis data Neliti sudah ada lebih dari 200 ribu publikasi penelitian. Rata-rata per bulan platform ini sudah digunakan lebih dari 3 juta orang.

Berawal dari sulitnya menemukan hasil riset di Indonesia

Neliti didirikan oleh Anton Lucanus pada bulan April 2015 saat dia magang di Institut Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta.

“Masalah yang ingin Neliti atasi adalah banyaknya riset-riset di Indonesia yang tidak tersedia secara online. Indonesia mempunyai kurang lebih 120.000 perpustakaan di bawah universitas, badan pemerintahan dan lembaga penelitian yang menerbitkan jutaan publikasi tiap tahun. Penelitian ini sangat penting untuk mengatasi masalah sosial, ekonomi, kesehatan dan lingkungan di Indonesia. Namun, saat ini hanya sekitar 28% penelitian tersebut tersedia secara online,” ujar Anton.

Menurutnya dari temuan tersebut mengindikasikan peneliti kesulitan untuk mengakses pengetahuan yang mereka butuhkan untuk menghasilkan riset yang dapat mengatasi masalah sosial. Ini juga berarti bahwa penelitian di Indonesia jarang dibaca oleh kalangan pembuat kebijakan.

“Gagasan untuk membuat Neliti dimulai pada bulan April 2015 saat saya magang di Institut Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta. Selama magang, saya belajar bahwa Institut Eijkman memiliki data penting yang saat ini tidak tersedia untuk kalangan umum secara online, seperti tingkat Japanese Encephalitis di Jawa Tengah,” lanjut Anton.

Di bawah naungan PT Neliti Teknologi Indonesia, startup ini sudah mendapatkan dana awal dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Untuk peningkatan bisnis dan produk Anton mengungkapkan di tahun 2019 mereka berencana melakukan fundraising dari investor.

Unggulkan kemampuan kustomisasi

Repositori Neliti
Contoh tampilan repositori yang digunakan dengan platform Neliti

Disinggung soal pembeda dengan layanan serupa Anton menjelaskan bahwa di platform repositori lain, pengguna tidak bisa membangun repositori sendiri. Mereka harus menggunakan software lain khusus untuk membuat repositori mereka.

Selain itu, kalaupun menggunakan perangkat lunak seperti EPrints atau Dspace untuk repositori, institusi harus mempelajari keterampilan pengembangan web, membayar hosting web, dan terus menerus mengeluarkan dana untuk membayar pengembang web. Neliti mencoba menyederhanakan proses tersebut.

“Dengan Neliti, proses pengembangan repositori jauh lebih mudah dan murah. Pengguna dapat membangun repositori atau jurnal online hanya dalam 5 menit dengan biaya minimal. Selain itu, Neliti juga menangani web hosting yang cepat, desain web, dan masalah teknis lainnya,” imbuh Anton.

Kendati saat ini masih dalam fase beta, pertumbuhan pengguna yang signifikan membuat tim Neliti optimis untuk pengembangan ke depannya. Tahun 2019, mereka akan merilis lebih banyak fitur dan meluncurkan versi final dari Neliti. Salah satu fitur yang segera dikeluarkan memungkinkan pengguna untuk melakukan personalisasi desain website jurnal.

Squline Secures Series A Funding, Focused on Technology Development and New Talent Acquisition

An online-course platform Squline officially announces it has received Series A funding from Investidea Ventures, participated by some other investors, with no further detail. In its official release, the fundraising has reached “seven-digit US Dollar”.

Squiline will use the fresh funding to support technology development, new talent acquisitions, and product expansion in 2019. The latest round allows Squline to tighten its position as a digital platform for language live course in Indonesia.

Founded in 2014, Squline has offered new innovations in the traditional language learning industry. Starting with Mandarin course in 2014, English in 2015, and Japanese in 2016 for Indonesian users. In addition, they also launch the Indonesian language course this year, targeting expatriates in Indonesia and the international market.

Squline considered live video call and text conversation education concept to make the learning process more effective and to connect students and teachers from all around the Asia Pacific.

“We’ll develop more affordable solutions while promoting effective ways to learn the language online. It’ll also encourage market expansion to market level B and C of Indonesian users and improve the competitive skill. It is our main mission to create a learning environment without limits,” Tomy Yunus, Squline’s Co-Founder and CEO, said.

Squline has collaborated with local and international education institutions, including Beijing Language Culture College, Atmajaya University and Universitas Indonesia. To date, Squline has more than 5000 users all over Indonesia.

An alum of Telkomsel TheNextDev 2017 program, it has also launched business in Australia. It’s said to be big market to learn the Indonesian language.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Kantongi Pendanaan Seri A, Squline Fokus Kembangkan Teknologi dan Akuisisi Talenta Baru

Platform kursus online Squline secara resmi mengumumkan perolehan pendanaan Seri A dari Investidea Ventures dengan partisipasi beberapa investor yang tidak disebutkan detailnya. Dalam keterangan resminya, nilai pendanaan mencapai “tujuh digit dolar AS”.

Dana segar tersebut akan digunakan Squline untuk mendukung pengembangan teknologi, akuisisi talenta baru, dan ekspansi produk di tahun 2019. Putaran investasi baru ini memungkinkan Squline memantapkan posisinya sebagai platform digital untuk bimbingan bahasa secara live di Indonesia.

Sejak didirikan tahun 2014, Squline telah menghadirkan inovasi baru di industri pembelajaran bahasa tradisional. Dimulai dengan peluncuran kursus bahasa Mandarin pada tahun 2014, kursus Bahasa Inggris tahun 2015, dan kursus bahasa Jepang pada tahun 2016 untuk pengguna di Indonesia. Selain itu, tahun ini mereka juga meluncurkan Kursus Bahasa Indonesia, menargetkan ekspatriat di Indonesia dan pasar luar negeri.

Konsep edukasi live video call dan text conversation dinilai Squline menjadikan proses belajar menjadi lebih efektif dan dapat menghubungkan pelajar dan pengajar dari berbagai wilayah di Asia Pasifik.

“Kami akan mengembangkan solusi yang lebih terjangkau namun tetap mengedepankan cara efektif untuk belajar bahasa secara online. Ini juga akan mendorong ekspansi pasar ke level B dan C pengguna di Indonesia dan meningkatkan tingkat daya saing mereka. Karena misi utama kami adalah menciptakan lingkungan belajar tanpa batas,” kata co-founder & CEO Squline Tomy Yunus.

Squline juga telah menjalin kolaborasi dengan institusi pendidikan lokal dan asing, di antaranya Beijing Language Culture College, Universitas Atmajaya, dan Universitas Indonesia. Saat ini disebutkan Squline telah memiliki lebih dari 5000 pengguna di Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah.

Startup yang merupakan alumni dari Telkomsel TheNextDev 2017 ini sebelumnya juga telah meresmikan kehadirannya di Australia. Minat besar pasar di negara tersebut untuk mempelajari Bahasa Indonesia dimanfaatkan oleh Squline untuk menghadirkan kelas secara online.

Application Information Will Show Up Here

Quipper dan KoinWorks Tawarkan Pembiayaan Pendidikan Hingga Rp2 Miliar

Bertujuan mengakomodasi lebih banyak pelajar di Indonesia yang ingin meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, Quipper, perusahaan teknologi pendidikan, menjalin kerja sama strategis dengan penyedia layanan investasi dan meminjam uang KoinWorks. Kolaborasi ini memberikan kesempatan kepada siswa SMA dan mahasiswa mendapatkan konsultasi dan skema pembiayaan untuk pendidikan lanjutan dari KoinWorks.

KoinWorks melalui layanan KoinPintar memberikan pembiayaan kepada pengguna yang ingin mendapatkan pendidikan lanjutan, kelas pelatihan hingga short course dengan memanfaatkan pinjaman dengan skema peer-to-peer lending (P2P). Dengan menggandeng Quipper yang selama ini fokus sebagai platform edtech di Indonesia, KoinWorks menargetkan lebih banyak borrower yang bergabung dengan KoinWorks.

“Sejak berdiri hingga saat ini, KoinWorks sudah memiliki 100 ribu lender atau yang biasa kami sebut dengan investor dan 3 ribu borrower. Melalui kerja sama ini kami menawarkan pinjaman biaya pendidikan hingga Rp2 miliar,” kata CMO KoinWorks Jonathan Bryan.

Untuk memastikan pembiayaan tersebut berjalan dengan lancar tanpa adanya penipuan, KoinWorks menerapkan proses assessment kepada calon borrower dan kampus yang dipilih, memanfaatkan teknologi machine learning dan artificial intelligence (AI).

KoinWorks juga menjalin relasi dan memberikan edukasi kepada universitas, lembaga pendidikan swasta dan negeri, tentang skema pembiayaan pendidikan yang dimilikinya.

“Sebelum menjalin kerja sama strategis dengan Quipper, KoinWorks juga sudah memiliki hubungan baik dengan kampus dan lembaga pendidikan lainnya. Sehingga memudahkan calon borrower untuk menentukan kampus atau lembaga pendidikan yang ideal untuk mereka,” kata Jonathan.

Untuk menjamin dana tersebut digunakan dengan benar, bagi borrower yang lolos verifikasi dan berhak mendapatkan pinjaman, dana akan ditransfer langsung ke kampus atau lembaga pendidikan yang dipilih. Dengan demikian dana tersebut sampai kepada pihak yang benar tanpa adanya fraud.

“Selain itu kami juga memberikan kemudahan proses pendaftaran yang semua dilakukan secara online untuk calon borrower dengan proses approval sekitar 2-3 hari saja,” kata Jonathan.

Rekomendasi universitas dan lembaga pendidikan Quipper

Saat ini layanan Quipper telah digunakan lebih dari 5 juta siswa dengan 350 ribu guru di seluruh Indonesia. Quipper juga telah mengunjungi lebih dari 3 ribu sekolah di 33 provinsi dan direkomendasikan oleh dinas provinsi, kabupaten dan nasional.

Melalui kerja sama ini, Quipper akan memberikan rekomendasi kepada calon borrower KoinWorks, universitas mana yang bisa diajukan biaya pendidikan.

“Intinya adalah kampus atau lembaga pendidikan tersebut terakreditasi dan jelas eksistensinya secara hukum. Kami tidak akan merekomendasikan kampus yang tidak jelas dan akan hilang secara mendadak keberadaannya,” kata Head of PR & Marketing Quipper Indonesia Tri Nuraini.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

G2Lab Announces Funding from Primedge Investment Holdings

G2Lab, an edtech and tech consultant startup founded by Ferry Sutanto, announcing funding with undisclosed value from Primedge Investment Holdings. Primedge is managed under Ancora Capital led by Gita Wirjawan. The funding will be used to help G2Lab’s big vision to increase Indonesia’s tech talents.

Before founding G2Lab, Sutanto has been long engaged in IT business, both in the U.S. and Indonesia. After 21 years of working in the U.S., he joined GDP Venture and Blibli. At Blibli, his last position was the Head of Technology.

“Through this funding, G2Lab plans to accommodate more participants by investing on a head office for students and alumni, as well to recruit more experts. Every plan is to be focused on improving specifically formulated programs to create capable human resources for Indonesia’s technology to compete in the global world,” he said.

The demand to improve human resource in technology has encouraged Sutanto to establish G2Lab with its two segments. First, to create intensive courses in the technology segment for the public to have excellent skills in the working field. Topics covered in this class include web development, app development for iOS and Android, cybersecurity, UI/UX, and digital marketing.

Second, is the consulting segment with CTO-as-a-Service (CTOaaS) scheme. In this segment, G2Lab will help clients with their technological demand, particularly the companies in need of experts in technology.

In the education segment, G2Lab relates to other similar intensive academic institutions, such as Hacktiv8 and Dicoding. They’re also supported by Kejora Ventures with Andy Zain and Sebastian Togelang sit as Advisors.

“We have the same vision, to improve Indonesian talents’ quality through the academic capacity increase and productive network creation for human capital in Indonesia,” Gita Wirjawan commented on this funding.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

G2Lab Umumkan Perolehan Dana dari Primedge Investment Holdings

G2Lab, sebuah startup teknologi pendidikan dan konsultasi teknis yang didirikan Ferry Sutanto, mengumumkan perolehan dana dengan jumlah yang tidak disebutkan dari Primedge Investment Holdings. Primedge berada di bawah naungan grup Ancora Capital yang dikepalai Gita Wirjawan. Kucuran dana ini untuk mendukung rencana besar G2Lab meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia di bidang teknologi.

Sebelum mendirikan G2Lab, Ferry telah lama berkecimpung di dunia teknologi informasi, baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia. Setelah 21 tahun bekerja di Amerika Serikat, ia bergabung dengan GDP Venture dan Blibli. Posisi terakhirnya di Blibli adalah sebagai Head of Technology.

“Dengan pendanaan ini, G2Lab berencana untuk dapat mengakomodasi lebih banyak peserta dengan berinvestasi untuk memiliki kantor pusat bagi siswa dan alumni, serta merekrut lebih banyak instruktur ahli. Seluruh perencanaan akan difokuskan kepada penyempurnaan program-program yang diformulasi khusus untuk mewujudkan sumber daya manusia untuk teknologi di Indonesia bisa bersaing di dunia internasional,” ujar Ferry.

Keinginannya untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja di bidang teknologi mendorong Ferry mendirikan G2Lab yang memiliki dua segmen bisnis. Yang pertama adalah penciptaan kelas-kelas belajar intensif di segmen teknologi supaya masyarakat umum memiliki skill yang unggul di dunia kerja. Topik yang dicakup dalam kelas ini termasuk soal web development, pengembangan aplikasi untuk iOS dan Android, cybersecurity, UI/UX, dan digital marketing.

Segmen kedua adalah segmen konsultasi dengan skema CTO as a Service (CTOaaS). Dengan skema ini, G2Lab akan membantu klien memenuhi kebutuhan-kebutuhan teknologinya, terutama bagi perusahaan-perusahaan yang belum memiliki tim teknologi yang mumpuni.

Di segmen edukasi, G2Lab memiliki irisan dengan lembaga pendidikan intensif lain, seperti Hacktiv8 dan Dicoding. G2Lab juga didukung Kejora Ventures, dengan Managing Partner-nya Andy Zain dan Sebastian Togelang menjadi Advisor.

“Visi kita sama, yaitu untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia melalui peningkatan kapasitas pendidikan dan penciptaan jaringan produktif bagi human capital di Indonesia,” ujar Gita Wirjawan tentang pendanaan ini.