Unreal Engine 5 Disingkap, Bukan Sebatas Menawarkan Grafik yang Lebih Realistis Begitu Saja

Luar biasa! Kesan itulah yang langsung saya dapatkan saat menonton video demonstrasi Unreal Engine 5. Kalau Anda sudah terpukau melihat kualitas grafik game yang dibuat menggunakan Unreal Engine 4, tunggu sampai Anda melihat demonstrasi Unreal Engine 5 yang dijalankan di PlayStation 5 berikut ini.

Dibanding sebelumnya, Unreal Engine 5 membawa dua komponen yang sangat esensial: Lumen dan Nanite. Sesuai namanya, Lumen didedikasikan untuk menghasilkan efek pencahayaan yang sangat dinamis. Sorotan cahaya matahari misalnya, bisa berubah sudutnya sesuai dengan perubahan waktu dalam game.

Selain lighting yang lebih realistis, Lumen diharapkan juga bisa memicu lahirnya ide-ide gameplay yang kreatif, yang mungkin selama ini tidak bisa terwujud karena terbentur masalah teknis seputar pencahayaan. Saya sudah bisa membayangkan bagaimana Unreal Engine 5 dapat dipakai untuk menciptakan game horor yang amat immersive.

Unreal Engine 5

Komponen yang kedua, Nanite, pada dasarnya dibuat untuk membantu meningkatkan efisiensi dalam proses pengembangan game. Ketimbang harus mengurangi tingkat detail suatu aset 3D agar performa game tetap optimal, developer bisa langsung menambatkan aset 3D berkualitas tinggi seperti yang terdapat pada Quixel Megascans, yang lebih umum dipakai untuk produksi film ketimbang game.

Unreal Engine 4 sendiri sebelumnya sudah beberapa kali dipakai dalam proses produksi film, dan saya tidak akan terkejut apabila ke depannya lebih banyak lagi sineas yang tertarik melibatkan Unreal Engine 5 pada karyanya.

Hasilnya tentu adalah tekstur yang sangat mendetail, dengan satu frame yang terbentuk dari miliaran poligon sekaligus. Andai game yang dikerjakan merupakan game multi-platform, Unreal Engine 5 juga bisa membuatkan secara otomatis beberapa aset 3D dengan tingkat detail yang berbeda-beda, yang disesuaikan dengan kapabilitas hardware tiap-tiap platform, console atau mobile misalnya.

Bicara soal hardware, GPU bukan satu-satunya komponen yang krusial buat Unreal Engine 5, melainkan juga SSD tipe NVMe berkecepatan tinggi. Seperti yang kita tahu, salah satu keunggulan PS5 dan Xbox Series X adalah storage yang sangat ngebut yang dapat meminimalkan atau bahkan mengeliminasi waktu loading, dan ini rupanya juga berperan besar dalam kemampuan perangkat me-render grafik.

Unreal Engine 5

Kalau boleh saya simpulkan, Unreal Engine 5 bukan sekadar menawarkan kualitas grafik yang lebih realistis ketimbang versi sebelumnya begitu saja. Epic Games pada dasarnya ingin memudahkan beberapa aspek game development dengan tujuan supaya developer bisa lebih berfokus pada aspek kreatif ketimbang teknis.

Kalau sebelumnya developer enggan menciptakan suatu level yang mendetail karena takut prosesnya sulit dan memakan waktu, kendala semacam itu tak perlu terjadi lagi nanti saat Unreal Engine 5 sudah tersedia, yang kabarnya baru akan dirilis di tahun 2021. Cukup buat aset level-nya sedetail mungkin, lalu sematkan langsung ke Unreal Engine 5 tanpa perlu menguliknya lebih lanjut supaya optimal.

“Kami mencoba membantu developer untuk menciptakan pengalaman next-gen yang luar biasa realistis, tapi juga ekonomis dan praktis untuk dikerjakan tanpa melibatkan tim beranggotakan 1.000 orang,” demikian penjelasan CEO Epic Games, Tim Sweeney, di wawancara Summer Game Fest, mengenai visinya terhadap Unreal Engine 5.

Mereka tampaknya tidak main-main soal visi ini, sebab mereka juga baru mengubah sistem royalti Unreal Engine. Berkat sistem barunya, developer baru akan dikenakan biaya royalti apabila game-nya telah menghasilkan pemasukan sebesar $1 juta. Semoga saja perubahan kebijakan ini bisa berujung pada lebih banyak developer indie yang mengerjakan game menggunakan Unreal Engine 5.

Sumber: Epic Games dan Ars Technica.

Epic Games Ubah Sistem Royalti Unreal Engine

Epic Games baru saja memamerkan Unreal Engine 5. Selain itu, mereka juga membuat peraturan baru terkait penggunaan Unreal Engine. Mereka menyebutkan, developer yang membuat game menggunakan Unreal Engine tidak perlu membayar royalti sampai game tersebut menghasilkan pemasukan sebesar US$1 juta (sekitar Rp14,9 miliar), menurut laporan PC Gamer.

Epic memang tak lagi memungut bayaran untuk Unreal sejak beberapa waktu lalu. Sebagai gantinya, developer atau pembuat software yang menggunakan engine tersebut harus membayar royalti sebesar 5 persen setelah pemasukan mereka mencapai US$50 ribu (sekitar Rp745,7 juta). Sekarang, developer yang menggunakan Unreal masih harus membayar royalti 5 persen pada Epic, hanya saja, Epic menaikkan batas pendapatan minimal menjadi US$1 juta.

royalti unreal
Epic menggunakan Unreal Engine untuk membuat Fortnite.

Misalnya, sebuah developer membuat game menggunakan Unreal. Dari game tersebut, sang developer mendapatkan US$2 juta (sekitar Rp29,8 miliar). Itu artinya, developer harus membayar royalti sebesar 5 persen dari US$1 juta, yaitu US$50 ribu (sekitar Rp745,7 juta) pada Epic. Sementara US$1 juta pertama yang developer dapatkan tidak dimasukkan dalam perhitungan royalti.

Sebagai perbandingan, Unity tidak menggunakan sistem royalti. Sebagai gantinya, semua pihak yang ingin menggunakan versi Pro dari Unity harus membayar US$1.800 (sekitar Rp27 juta) per tahun. Pihak yang diwajibkan untuk membeli lisensi Pro dari Unity adalah perusahaan yang telah mendapatkan US$200 ribu (sekitar Rp3 miliar) dalam waktu 12 bulan, baik dalam bentuk penjualan game/software ataupun investasi modal. Versi Pro dari Unity juga memilki fitur dan akses ke source code eksklusif yang tidak bisa diakses oleh pengguna gratis.

Keputusan baru Epic ini berlaku terlepas dari dimana developer akan meluncurkan game buatannya, baik di Epic Games Store, Steam, Humble, toko fisik, atau tempat lainnya, lapor Ars Technica. Menariknya, peraturan baru dari Epic ini juga berlaku untuk game-game yang diluncurkan sejak 1 Januari 2020. Promosi royalti kali ini tampaknya bukan ditujukan untuk developer game Windows dan Mac, tapi untuk developer indie game yang ingin meluncurkan game-nya untuk konsol next-gen. Selain sebagai developer Fortnite, Epic juga dikenal dengan Epic Games Stores mereka, yang sering menawarkan game-game eksklusif atau game gratis.

Epic Games ‘Terpaksa’ Melepas Fortnite di Google Play

Ketika pengguna PC sudah lama maklum mereka harus menggunakan banyak platform untuk mengakses konten berbeda, Google Play ialah satu-satunya portal ‘resmi’ di Android buat mendapatkan aplikasi. Tapi dari sejak pertama meluncurkan Fortnite di perangkat bergerak, Epic Games menolak menyediakan game populernya itu di Google Play. Mereka memilih menggunakan software buatan sendiri.

Namun sebuah perubahan datang minggu ini. Epic Games akhirnya menyerah dan resmi meluncurkan Fortnite di Google Play setelah 18 bulan memanfaatkan Fortnite Launcher/Epic Games App. Alasan mengapa Epic terpaksa melakukannya adalah karena Google ‘menempatkan app-app third-party di posisi yang kurang menguntungkan’ dengan cara memperingati pengguna terhadap potensi adanya masalah dan mengkategorikan software yang tidak tersaji via Play sebagai malware.

Dalam sebuah pernyataan, Epic menjelaskan bahwa sejumlah strategi Google jelas merugikan aplikasi pihak ketiga, baik dilihat dari sudut pandang bisnis maupun teknis. Contohnya adalah peringatan keamanan dan notifikasi update software yang muncul terus-menerus, kesepakatan dengan operator mobile serta vendor hardware yang restriktif. Selain itu lewat Play Protect, Google belakangan mulai aktif memblokir software-software yang diperoleh dari luar Play.

Dengan munculnya Fortnite secara resmi di Google Play, mulai sekarang Epic harus membayar Google sebesar 30 persen atas pemasukan yang mereka peroleh dari transaksi in-app. CEO Epic Tim Sweeney memang cukup vokal dalam mengutarakan ketidakpuasannya terhadap peraturan Apple App Store dan Google Play. Menurutnya, pemilik platform sering menyalahgunakan posisi mereka dan membebankan biaya tinggi pada developer.

Saat Fortnite dilepas di Android, Sweeney sempat menyampaikan bahwa potongan 30 persen merupakan angka yang sangat besar. Sementara itu, developer harus menggunakan 70 persen profit untuk terus mengembangkan konten, mengoperasikan, dan mendukung permainan mereka. Sebagai pemilik layanan distribusi digital, Epic sendiri menerapkan pembagian keuntungan 88:12 – menggoda banyak developer buat merilis game di storefront mereka.

Sikap Epic ini memang memperlihatkan ketidaksukaan mereka terhadap praktek monopoli pemegang platform, tapi bukankah tim pencipta Fortnite itu juga menerapkan strategi eksklusif di Epic Games Store? Hal inilah yang dikeluhkan oleh banyak gamer di PC terhadap Epic Store.

Terlepas dari penyediaan Fortnite di Google Play, sentimen Epic Games tidak berubah. Sweeney tetap berharap agar Google merevisi kebijakan serta cara mereka menjalankan bisnis dalam waktu dekat sehingga semua developer bisa bebas menjangkau konsumen dan menjajakan konten melalui layanan yang transparan. Epic bahkan meminta sang raksasa internet untuk tidak memaksa developer buat menggunakan metode pembayaran Google.

Sayangnya, Google menolak permintaan tersebut. Google menyatakan, mereka punya model bisnis dan kebijakan pembayaran sendiri, yang memungkinkan perusahaan menyediakan perkakas untuk membantu developer buat berkembang sembari memastikan pengguna tetap aman.

Via The Verge.

Epic Games Store Umumkan 9 Game Eksklusif yang Akan Meluncur Tahun Ini

15 bulan setelah meluncur, persepsi negatif gamer terhadap Epic Games Store pelan-pelan berkurang. Setelah beberapa judul tersedia di Steam, khalayak mulai mengabaikan ‘strategi eksklusif’ yang diambil penyedia platform distribusi dalam menawarkan produknya. Meski demikian, Epic kemungkinan akan terus menerapkan taktik ini karena terbukti efektif dalam merangkul pelanggan.

Memasuki musim semi 2020, Epic Games mengumumkan sembilan permainan yang akan meluncur secara eksklusif di platform distribusi digitalnya tahun ini. Mereka terdiri dari judul-judul independen, free-to-play, multi-platform, serta expansion pack dari game yang dirilis di tahun lalu. Beberapa permainan sudah memiliki tanggal rilis dan Epic juga berjanji untuk menambah lagi jumlahnya secara berkala.

 

Control: The Foundation

26 Maret

Tetap menjaga keeksklusifannya di Epic Store, Control akan kedatangan expansion pack The Foundation yang akan membawa pemain menjelajahi area terdalam Oldest House demi mencari Helen Marshall. Tak ada kabar dari sang head of operation sejak ia bilang ‘ingin pergi mengecek sesuatu’.

 

Totally Reliable Delivery Service

1 April

Permainan sandbox jenaka yang menugaskan Anda jadi petugas pengirim barang. Jangan harap misi Anda akan berjalan dengan mulus karena ada banyak tantangan konyol dan hal tak terduga yang menanti di sana. Game mendukung mode multiplayer hingga empat pemain.

 

Industries of Titan

14 April

Kreasi baru Brace Yourself Games, tim pencipta Crypt of the Necrodancer. Industries of Titan mengombinasikan formula wargame, elemen pertempuran luar angkasa ala Faster Than Light serta city-building (yang berarti mirip SimCity) berlatar belakang masa depan distopia.

 

Dread Nautical

29 April

Mengusung genre role-playing turn-based, Dread Nautical di-setting di atas sebuah kapal yang diserang oleh gerombolan monster dari dimensi lain. Anda harus cermat dalam mengelola sumber daya, merekrut tim, dan bertempur. Game ini kabarnya cukup sulit dan pemain akan sering tewas.

 

Diabotical

1 Juni

Game FPS multiplayer arena free-to-play bertempo cepat yang menempatkan pemain sebagai robot telur terbang. Permainan saat ini berada di masa early access, sedang diuji oleh individu-individu terpilih. Di hari peluncurannya, akan ada opsi tiga mode dan sembilan peta.

 

Among Trees

Musim panas

Satu dari sedikit permainan survival yang tidak mengangkat tema pasca-bencana atau horor. Sebaliknya, game dibuat agar kita merasa rileks. Anda ditugaskan untuk membangun tempat tinggal yang nyaman di tengah hutan, berkebun, dan menghindari beruang serta rusa raksasa.

 

Sludge Life

Musim semi

Sludge Life sulit dideskripsikan, namun sepertinya ia menyuguhkan gameplay simulasi bertema fotografi, graffiti dan vandalisme. Di sana Anda akan menjelajahi pulau kecil di planet yang dipenuhi oleh lumpur (sesuai judulnya) sebagai seorang seniman jalanan.

 

Samurai Shodown

Musim semi

Meluncur lebih dulu di console pada pertengahan tahun 2019 kemudian tersedia di Stadia di bulan November, Samurai Shodown adalah permainan pertama di seri ini yang dilepas dalam periode satu dekade. Berbeda dari pendahulunya, ia menyuguhkan visual tiga dimensi tulen.

 

Saturnalia

Kuartal empat

Sebuah game petualangan survival horror artistik. Anda diminta untuk memandu sejumlah karakter menjelajahi desa terpencil tempat dilangsungkannya ritual kuno. Jalan-jalan di tempat ini mirip labirin, dan akan berubah jika Anda gagal memastikan para tokoh keluar hidup-hidup.

Strategi Tencent Menjadi Perusahaan Terbesar di Industri Game Dunia

Tencent kini menjadi publisher game terbesar di dunia. Padahal, game sebenarnya bukan bisnis utama Tencent. Konglomerasi asal Tiongkok itu memiliki bisnis di berbagai bidang, mulai dari hiburan — yang mencakup game, televisi, komik — media sosial, sampai e-commerce. Pada 2019, total pendapatan Tencent mencapai 377,8 miliar yuan (sekitar Rp856 triliun), naik 21 persen dari pendapatan mereka pada 2018. Pertanyaannya, bagaimana Tencent bisa menjadi publisher game paling besar di dunia?

Sejarah Tencent

Tencent didirikan oleh Ma Huateng — yang akrab dengan panggilan Pony Ma — bersama empat temannya pada 1998. Mereka meluncurkan produk pertama mereka pada 1999, berupa layanan instant messaging bernama OICQ, yang kemudian namanya diganti menjadi QQ. Satu tahun sejak diluncurkan, instant messaging buatan Tencent itu berhasil mendapatkan satu juta pengguna. Namun, ketika itu, Tencent masih belum mendapatkan untung. Mereka mendapatkan untung untuk pertama kalinya pada 2001, setelah peluncuran platform pengirim pesan Mobile QQ. Saat itu, mereka mendapatkan pemasukan sebesar US$5,9 juta dengna laba sebesar US$1,2 juta. Tiga tahun kemudian, pada 2004, Tencent menjadi perusahaan terbuka yang terdaftar di Hong Kong Stock Exchange.

Pada 2005, Tencent memperkenalkan Qzone, layanan jaringan sosial multimedia. Pony Ma memutuskan untuk mengizinkan developer lain untuk membuat aplikasi di Qzone. Lima tahun kemudian, pada 2010, Qzone menjadi platform jejaring sosial terbesar di Tiongkok dengan 492 juta pengguna aktif. Pada 2011, industri mobile mulai berkembang. Melihat ini sebagai kesempatan, Tencent meluncurkan WeChat. Pada awalnya, WeChat hanyalah aplikasi pengirim pesan, sama seperti WhatsApp atau LINE. Namun, Tencent terus menambahkan berbagai fitur baru ke aplikasi tersebut, mulai dari game sampai layanan pembayaran. Sekarang, WeChat menjadi aplikasi super yang tak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari warga Tiongkok.

WeChat bahkan dilengkapi dengan game.
WeChat bahkan dilengkapi dengan game.

Valuasi Tencent sebagai perusahaan terus naik. Selama lima tahun, mulai 2011 sampai 2016, valuasi Tencent tumbuh 40 persen per tahun. Pada April 2017, mereka masuk ke dalam daftar 10 perusahaan yang paling bernilai di dunia, menurut laporan The Conversation.

Strategi Tencent di Industri Game

Tencent membuat divisi khusus gaming, Tencent Games, pada 2003. Satu tahun kemudian, mereka meluncurkan game untuk platform instant messaging mereka sendiri, QQ. Sejak saat itu, mereka meluncurkan sejumlah game lain untuk QQ, seperti Dungeon Fighter Online, sebuah game side-scrolling beat ’em up dan QQ Sanguo, game RPG yang mengambil setting waktu di Tiga Kerajaan di Tiongkok.

Selain membuat game sendiri, Tencent juga menjadi perusahaan yang menjembatani developer asing yang ingin masuk ke Tiongkok, negara dengan populasi terbesar. Misalnya, ketika Activision Blizzard (perusahaan asal Amerika Serikat) ingin meluncurkan game Call of Duty di Tiongkok, mereka harus menggandeng perusahaan lokal sebagai rekan. Inilah peran Tencent. Begitu juga ketika perusahaan kreator game lain — seperti Riot Games, EA, Sony, dan Ubisoft — ingin masuk ke pasar Tiongkok, mereka harus bekerja sama dengan perusahaan lokal Tiongkok. Biasanya, perusahaan tersebut adalah Tencent.

Usaha Tencent untuk mengembangkan bisnis game-nya tak berhenti sampai di situ. Mereka juga mulai melakukan akuisisi atau membeli saham dari sejumlah developer game ternama. Pada 2011, Tencent menghabiskan US$400 juta untuk membeli 93 persen saham dari Riot Games, developer League of Legends. Empat tahun kemudian, Tencent membeli 7 persen saham Riot yang tersisa. Dengan begitu, Riot Games sepenuhnya menjadi milik Tencent. Tidak heran jika Tencent membeli Riot, mengingat League of Legends adalah salah satu game PC terpopuler di dunia. Pada tahun 2019, 10 tahun setelah diluncurkan, League of Legends, masih bisa mendapatkan pemasukan sebesar US$1,5 miliar. Game MOBA tersebut juga merupakan salah satu game paling berpengaruh di ekosistem esports.

League of Legends Pro League telah kembali digelar. | Sumber: Riot Games via Rift Herald
League of Legends Pro League telah kembali digelar. | Sumber: Riot Games

Menurut laporan PC Gamer, meskipun saham Riot dikuasai penuh oleh Tencent, Riot mendapatkan kebebasan penuh atas pengembangan League of Legends. Meskipun begitu, hubungan antara Riot dan Tencent juga tak selamanya berjalan mulus. Pada 2015, Tencent meminta Riot untuk membuat versi mobile dari League of Legends. Alasannya, karena ketika itu, mobile game tengah booming dan Tencent ingin memanfaatkan momentum tersebut. Riot menolak. Namun, Tencent tetap berkeras dan membuat mobile game MOBA bernama Honor of Kings. Inilah yang membuat hubungan mereka dengan Riot memburuk.

Ketika diluncurkan, game Honor of Kings hanya tersedia di Tiongkok. Pada 2017, Tencent meluncurkan Honor of Kings ke pasar internasional dengan nama Arena of Valor. Meskipun begitu, sekarang, Tencent tak lagi berusaha untuk memasarkan Arena of Valor di negara-negara Barat dan Riot telah setuju untuk membuat versi mobile dari League of Legends. Dan sekarang, hubungan Tencent dan Riot sudah kembali membaik.

Developer-Developer Game yang Dibeli Tencent

Dalam dunia investasi, ada pepatah untuk tidak menaruh semua telur Anda di satu keranjang. Tencent memahami ini. Karena itu, mereka tidak hanya berinvestasi di Riot. Mereka juga membeli saham dari sejumlah developer dari game populer lainnya.

Pada Juni 2012, Tencent membeli 40 persen saham Epic Games, developer Fortnite, senilai US$300 juta. Tak hanya modal, Tencent juga berbagi insight mereka tentang mengoperasikan game online. Dari Tencent, CEO dan pendiri Epic Games, Tim Sweeney belajar tentang model bisnis game as a service. Epic lalu mulai membuat Paragon dan Fortnite: Save the World. Kedua game itu dianggap gagal. Meskipun begitu, ini justru membuka kesempatan bagi Epic untuk meluncurkan Fortnite, game battle royale yang kini menjadi salah satu game paling populer di dunia. Pada 2018, Fortnite menghasilkan US$2,4 miliar. Pendapatan Fortnite mengalami penurunan pada 2019 menjadi US$1,8miliar. Meskipun begitu, game tersebut masih menjadi game gratis dengan penghasilan terbesar.

Tencent juga membeli saham dari Epic, developer Fortnite.
Tencent juga membeli saham dari Epic, developer Fortnite.

Setelah mendapatkan investasi dari Tencent, Epic juga mengubah bisnis model mereka untuk Unreal Engine 4, game engine buatan mereka. Mereka tak lagi memungut biaya berlangganan bulanan untuk pemakaian game engine tersebut. Sebagai gantinya, Epic menggunakan sistem royalti. Jadi, jumlah uang yang harus dibayarkan oleh developer yang menggunakan Unreal Engine tergantung dari kesuksesan game mereka. Memang, jika developer membuat game yang sukses, maka mereka harus membayar royalti yang lebih besar pada Epic. Namun, ini memudahkan developer indie untuk menggunakan Unreal Engine dalam mengembangkan game mereka. Selain itu, ini juga membuat persaingan antara Unreal dengan Unity — yang saat itu dianggap sebagai game engine terbaik untuk developer indie — menjadi semakin panas.

Fortnite bukan satu-satunya game battle royale yang sukses. Di Indonesia, para gamer lebih menyukai Player Unknown’s Battleground buatan Bluehole. Menariknya, meskipun Tencent sudah menjadi investor dari Epic, mereka juga menanamkan modal di Bluehole. Lucunya, di Tiongkok, Tencent menjadi publisher untuk Fortnite dan PUBG. Tencent membeli 1,5 persen saham Bluehole pada 2017. Kemudian, mereka membeli lebih banyak saham dari Bluehole. Diperkirakan, total saham Bluehole yang dimiliki oleh Tencent kini mencapai 11,5 persen.

Tencent juga menanamkan investasi sebesar US$8,6 miliar di Supercell, developer asal Finlandia yang terkenal berkat beberapa mobile game-nya, seperti Clash of Clans, Clash Royale, dan Brawl Stars. Menurut PC Gamer, investasi Tencent di Supercell merupakan salah satu investasi terbesar di sejarah industri game. Namun, mengingat 60 persen dari total pendapatan Tencent pada 2018 berasal dari mobile game, tidak heran jika Tencent rela mengeluarkan uang besar demi membeli saham Supercell. Pada Oktober 2019, Tencent menjadi pemegang saham mayoritas dari konsorsium yang memiliki Supercell. Dengan begitu, Tencent memiliki kendali atas Supercell. Meskipun begitu, sama seperti Riot, Supercell juga tetap mendapatkan kebebasan dalam mengelola game buatan mereka.

Salah satu franchise di bawah Ubisoft adalah Assassin's Creed.
Salah satu franchise di bawah Ubisoft adalah Assassin’s Creed.

Selain itu, Tencent juga memiliki saham sebanyak lima persen di Ubisoft dan Activision Blizzard. Pada 2018, Vivendi ingin mengambil alih Ubisoft secara paksa (hostile takeover), yang berarti ribuan karyawan Ubisoft terancam dipecat. Ubisoft lalu membuat perjanjian dengan Vivendi untuk menjual saham mereka ke berbagai investor, termasuk Tencent. Namun, Tencent tidak bisa membeli saham kepemilikan atas Ubisoft. Selain mendapatkan saham minoritas di Ubisoft, Tencent juga mendapatkan hak untuk merilis game Ubisoft di Tiongkok.

Masih pada tahun 2018, Tencent membeli 80 persen saham dari Grinding Gear Games, developer yang membuat game Path of Exile. Ini sempat memunculkan kekhawatiran bahwa Tencent akan mengimplementasikan sistem microtransaction yang lebih agresif. Untungnya, ketakutan itu tidak menjadi nyata. Sama seperti developer lain yang sahamnya dibeli oleh Tencent, Grinding Gear Games bebas untuk menentukan apa yang akan mereka lakukan pada game buatannya.

Tencent juga memiliki saham di Platinum Games dan Yager, meski tidak diketahui berapa banyak saham yang dipegang oleh konglomerasi Tiongkok tersebut. Selain itu, Tencent memiliki 9 persen saham di Frontier Developments, developer dari Elite Dangerous dan Planet Zoo. Setelah kesuksesan Warhammer 2: Vermintide, Tencent juga tertarik untuk membeli 36 persen saham dari sang developer, Fatshark. Salah satu investasi terbaru Tencent adalah pada Funcom. Mereka membeli 29 persen saham dari developer Conan Exiles tersebut. Belum lama ini, mereka juga mengumumkan rencana mereka untuk mengakuisisi Funcom sepenuhnya.

Tak hanya di  developer game, Tencent juga menanamkan saham di Kakao, perusahaan internet asal Korea Selatan. Tencent menguasai 13,5 persen saham dari Kakao, yang juga merupakan publisher PUBG di negara asalnya. Pada 2018, Discord mendapatkan kucuran dana sebesar US$158 juta. Tencent merupakan salah satu investor yang turut serta dalam pengumpulan dana itu. Sayangnya, tidak diketahui berapa banyak dana yang Tencent kucurkan.

Laporan Keuangan Terbaru Tencent

Dalam daftar 2000 perusahaan terbesar dunia dari Forbes, Tencent duduk di peringkat 74 dengan kapitalisasi pasar (total nilai saham yang beredar) sebesar US$472,06 miliar. Sementara menurut Bloomberg, perusahaan Tiongkok itu memiliki lebih dari 62,8 ribu pekerja. Belum lama ini, Tencent juga mengeluarkan laporan keuangan mereka untuk Q4 2019. Pada Q4, Tencent mendapatkan pemasukan sebesar 105,8 miliar yuan (sekitar Rp240 triliun), naik 25 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara total pendapatan untuk tahun 2019 mencapai 377,8 miliar yuan (sekitar Rp856 triliun), naik 21 persen dari pendapatan pada 2018.

Peacekeeper Elite adalah
Peacekeeper Elite adalah PUBG Mobile yang telah di-rebrand untuk Tiongkok.

Divisi gaming Tencent menyumbangkan 30,3 miliar yuan (sekitar Rp68,7 triliun). Angka ini naik 25 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan pendapatan tersebut didorong oleh kesuksesan mobile game, baik di pasar Tiongkok maupun di pasar internasional. Beberapa mobile game yang memberikan pemasukan paling besar antara lain Peacekeeper Elite, PUBG Mobile, dan juga game-game buatan Supercell. Sayangnya, pendapatan dari segmen game PC justru mengalami sedikit penurunan. Dalam laporan pada investornya, Tencent menjelaskan, tiga game yang membuat mereka sukses mengembangkan bisnis mereka di luar Tiongkok adalah PUBG Mobile, Call of Duty Mobile dan Teamfight Tactics.

“Pendapatan kami dari pasar game internasional naik lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya, memberikan kontribusi sebesar 23 persen pada total pendapatan untuk divisi game online untuk Q4 2019,” tulis Tencent, seperti dikutip dari The Esports Observer. Selain itu, Tencent juga membanggakan fakta bahwa 5 dari 10 game dengan jumlah pengguna aktif harian paling banyak merupakan game buatan mereka.

Bisnis Tencent yang Lain

Selain gaming, Tencent juga memiliki beberapa divisi lain, termasuk hiburan yang mencakup seri TV dan film bioskop, komik, serta musik. Pada Januari 2020, Tencent membeli 10 persen saham dari Universal Music. Namun, dalam laporan keuangannya, Tencent mengatakan bahwa bisnis hiburan mereka mengalami perlambatan karena perubahan regulasi oleh pemerintah.

Ini menyebabkan mereka harus menunda beberapa seri TV. Meskipun begitu, mereka mengaku bahwa mereka masih menjadi pemimpin di industri hiburan. Sementara itu, jumlah pengguna WeChat juga masih terus bertambah. Total pengguna WeChat naik 6 persen menjadi 1,16 miliar orang. Sebagai perbandingan, Facebook memiliki total pengguna mencapai 2,5 miliar orang per Desember 2019.

“Kami mengalami perlambatan pertumbuhan jumlah pelanggan dan pemasukan untuk layanan video langganan kami pada 2019 jika dibandingkan dengan pada 2018. Penyebabnya adalah keterlambatan peluncuran sejumlah konten penting,” tulis Tencent dalam pernyataan resmi, seperti dikutip dari Variety. “Namun, jumlah pelanggan berbayar Tencent Video kami mencapai 106 juta orang dan kami masih menjadi pemimpin industri berdasarkan kualitas konten, jumlah pengguna, dan dari segi finansial. Ini menekan kerugian operasional pada 2019 menjadi 3 mliiar yuan.”

Tencent juga tak diam saja melihat pertumbuhan Bytedance, yang dikenal berkat aplikasi video pendeknya, TikTok. Untuk menyaingi Bytedance, Tencent fokus untuk mengembangkan aplikasi video pendeknya, Weishi. Jumlah pengguna aktif harian dari aplikasi tersebut naik 80 persen sementara jumlah video yang diunggah naik 70 persen pada Q4 2019.

Kesimpulan

Tencent sukses menjadi publisher terbesar di dunia meskipun mereka bukanlah perusahaan yang fokus pada bisnis gaming. Sampai sekarang, Tencent dikenal sebagai perusahaan teknologi dengan WeChat sebagai salah satu produk utamanya. Namun, sejak didirikan pada 2003, Tencent Games berhasil untuk memberikan kontribusi yang signifikan pada total pendapatan konglomerasi ini. Berbeda dengan perusahaan seperti Nintendo yang berusaha untuk membangun franchise dari nol, Tencent lebih memilih untuk membeli saham atau mengakuisisi developer dari game yang sudah terbukti populer. Menariknya, Tencent biasanya tidak banyak ikut campur dalam operasional perusahaan game yang mereka akuisisi.

Sumber header: The Register

Epic Games Akuisisi Cubic Motion

Epic Games mengakuisisi Cubic Motion, startup asal Inggris yang mengembangkan platform untuk membuat animasi wajah yang lebih kompleks dengan seperangkat kamera dan software. Salah satu produk Cubic bernama Persona. Produk yang diluncurkan pada tahun lalu tersebut berupa seperangkat hardware dan software. Teknologi Cubic pernah digunakan dalam beberapa game AAA seperti God of War dari Sony Interactive Entertainment dan Spider-Man buatan Insomniac.

Sayangnya, tidak diketahui nilai akuisisi Cubic oleh Epic. Satu hal yang pasti, Cubic pernah mendapatkan pendanaan sebesar £20 juta (sekitar Rp369 miliar) pada 2017. Ketika itu, ronde pendanaan untuk Cubic dipimpin oleh NorthEdge Capital. Hanya saja, setelah Cubic diakuisisi oleh Epic, NorthEdge tak lagi menjadi investor dari Cubic. Dengan akuisisi ini, semua tim Cubic akan menjadi bagian dari Epic Games. Selain itu, Cubic juga masih akan melayani semua klien mereka, menurut laporan TechCrunch.

epic akuisisi cubic
Hardware yang digunakan oleh Cubic. | Sumber: TechCrunch

“Membuat manusia digital yang realistis adalah tantangan berikutnya yang harus dilewati dalam pembuatan konten, walau merealisasikan hal ini dengan grafik komputer adalah sesuatu yang sangat rumit,” kata CEO dan pendiri Epic Games, Tim Sweeney dikutip dari The Esports Observer. “Menggabungkan teknologi Cubic Motion dalam computer vision dan animasi dengan usaha kami untuk membuat manusia digital, ini akan membawa kami satu langkah lebih dekat dalam mendemokrasikan teknologi tersebut ke semua kreator di dunia.”

Sebelum akuisisi ini, Epic Games telah bekerja sama dengan Cubic untuk membuat sejumlah demo yang menunjukkan bagaimana ekspresi aktor bisa langsung terlihat pada karakter digital secara real-time. Akuisisi ini akan membantu game studio yang memiliki dana besar dalam membuat cut scene yang semakin realistis. Pada saat yang sama, teknologi ini juga pasti akan menarik bagi studio film. Tidak tertutup kemungkinan, keputusan Epic untuk mengakuisisi Cubic akan dapat mendorong semakin banyak studio film untuk menggunakan game engine.

“Animasi wajah yang bisa menampilkan detail dalam ekspresi manusia adalah langkah berikutnya untuk membuat grafik yang realistis,” kata CTO Epic Games, Kim Libreri, menurut laporan Games Industry. “Kami percaya, menggabungkan Unreal Engine milik Epic dengan teknologi 3Lateral dan Cubic Motion adalah cara yang tepat untuk merealisasikan hal itu. Pada akhirnya, ini akan memungkinkan kami untuk membuat mahakarya dengan Unreal Engine.”

Epic Games Akuisisi Cubic Motion, Perusahaan Ahli Teknologi Animasi Wajah

Seberapa penting animasi wajah dalam sebuah video game? Kalau Anda pernah memainkan Hellblade: Senua’s Sacrifice, Anda pasti akan menjawab sangat penting. Tanpa facial animation yang baik, game setenar Mass Effect: Andromeda pun bisa terasa kurang menyenangkan.

Satu pemain besar di industri video game yang sadar betul akan pentingnya facial animation adalah Epic Games. Baru-baru ini, Epic mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi perusahaan bernama Cubic Motion. Didirikan pada tahun 2009, Cubic Motion punya spesialisasi dalam bidang facial animation.

God of War

Teknologi facial animation yang mereka ciptakan sudah digunakan di sejumlah game blockbuster macam God of War dan Marvel’s Spider-Man. Tim Cubic Motion juga berjasa atas demonstrasi real-time yang dipersembahkan tim Unreal Engine dan Ninja Theory (developer Hellblade) pada event GDC 2016 lalu.

Dalam demonstrasi tersebut, kita bisa melihat bagaimana teknologi rancangan Cubic Motion memungkinkan gerakan wajah seorang aktris untuk diterjemahkan secara langsung menjadi animasi dalam game. Di tahun 2018, Epic juga sempat memamerkan teknologi live motion capture yang ditawarkan Unreal Engine, dan itu juga tak akan bisa terwujud tanpa keterlibatan Cubic Motion.

Teknologi bikinan Cubic Motion juga digunakan di game Horizon Zero Dawn / Cubic Motion
Teknologi bikinan Cubic Motion juga digunakan di game Horizon Zero Dawn / Cubic Motion

Di samping Cubic Motion, pihak lain yang tak kalah besar kontribusinya dalam demonstrasi tersebut adalah 3Lateral, yang meminjamkan teknologi facial rigging besutannya. Menariknya, 3Lateral sudah diakuisisi Epic pada awal tahun lalu, dan sekarang giliran Cubic Motion yang menyusul bergabung ke tim Unreal Engine.

Ahli facial rigging dan ahli facial animation bertemu, ini berarti Unreal Engine bakal semakin superior dalam menyajikan manusia digital yang amat realistis. Lalu apa artinya bagi kita sebagai konsumen umum? Well, bersiaplah menemui karakter yang lebih mengenang lagi dalam gamegame yang dikembangkan menggunakan Unreal Engine ke depannya.

Sumber: GamesIndustry.biz dan Epic Games.

Durasi Bermain Fortnite Turun, Total Belanja Pemain Justru Naik

Pada 2019, dua tahun setelah diluncurkan, Fortnite masih berhasil menjadi game free to play dengan pendapatan terbesar. Meskipun begitu, laporan terbaru dari LendEDU menunjukkan bahwa lama waktu bermain para pemain Fortnite mulai mengalami penurunan pada 2020.

Pada 2018, jumlah pemain yang memainkan Fortnite selama 21 jam atau lebih mencapai 8 persen. Angka itu turun menjadi 5 persen pada 2020. Sementara jumlah pemain yang bermain selama 16-20 jam juga mengalami penurunan, dari 13 persen pada 2018 menjadi 8 persen pada 2020. Jumlah pemain yang bermain selama 11-15 jam msaih tetap sama, yaitu 17 persen. Pada 2018, kebanyakan pemain (33 persen) bermain selama 6-12 jam. Angka itu naik 1 persen menjadi 34 persen pada 2019. Sementara jumlah pemain yang bermain selama 0-5 jam naik dari 29 persen menjadi 36 persen. Anda bisa melihat perbandingan lama bermain Fortnite pada 2020 dan pada 2018 pada grafik di bawah ini.

belanja pemain Fortnite
Perbandingan durasi bermain Fortnite pada 2018 dan 2020. | Sumber data: LendEDU

Menariknya, meskipun lama durasi bermain mengalami penurunan, jumlah pemain membeli item dalam game justru naik. Pada 2018, ada 66 persen pemain yang membeli item dalam Fortnite. Tahun ini, angka itu naik menjadi 77 persen. Tak hanya itu, total rata-rata yang dihabiskan oleh para pemain Fortnite juga mengalami. Jumlah rata-rata uang yang dihabiskan pemain Fortnite naik 21 persen, dari US$84,67 (sekitar Rp1,2 juta) menjadi US$102,42 (sekitar Rp1,5 juta).

Sayangnya, jumlah orang yang percaya bahwa membeli skin di Fortnite akan membantu mereka bermain lebih baik juga bertambah. Pada 2018, hanya 20 persen pemain yang percaya bahwa item dalam game akan meningkatkan kemampuan mereka. Sekarang, angka itu naik menjadi 35 persen. Padahal, skin dalam Fortnite hanyalah kosmetik yang tak memberikan pengaruh apapun pada performa permainan.

Data dari LendEDU juga menunjukkan bahwa 58 persen pembelian item yang dilakukan oleh pemain Fortnite terjadi dalam waktu 12 bulan belakangan. Itu artinya, meskipun telah berumur lebih dari dua tahun, pemain Fortnite masih aktif melakukan pembelian item dalam game. Memang, menurut data dari SuperData, Fortnite menyumbangkan US$1,8 miliar pada pendapatan Epic Games pada 2019 lalu.

belanja pemain fortnite
Merchandise Fortnite. | Sumber: Fortnite

Menurut survei LendEDU, orang-orang yang membeli skin dalam Fortnite juga tertarik untuk membeli merchandise terkait Fortnite. Sebanyak 50 persen responden mengatakan bahwa mereka pernah membeli merchandise Fortnite atau merchandise dari streamer populer seperti Ninja.

Selain kebiasaan spending pemain Fortnite, LendEDU juga tertarik untuk tahu tentang ketertarikan para pemain Fortnite dengan esports. Ketika ditanya apakah mereka lebih suka liga olahraga tradisional atau turnamen esports, sebanyak 68 persen responden mengaku bahwa mereka lebih menyukai liga olahraga tradisional sementara 21 persen responden mengklaim mereka lebih menyukai liga esports dan 11 persen sisanya menjawab tidak yakin.

Permainan 2K Games Ditarik dari GeForce Now, Epic Games Umumkan Dukungan Penuh

Ketika banyak orang berharap agar platform cloud gaming lepas landas dengan mulus, keadaan malah kurang terlihat prospektif bagi dua layanan yang belum lama ini meluncur (atau melepas status beta): Google Stadia dan GeForce Now. Pelanggan Stadia mengeluhkan minimnya pilihan konten dan fitur, sedangkan GeForce Now terus menerus kehilangan dukungan publisher third-party ternama.

Setelah Activision Blizzard dan Bethesda, minggu lalu Nvidia mengumumkan ditariknya permainan-permainan 2K Games dari layanan gaming on demand mereka. Pihak 2K Games tidak menjelaskan alasan penarikan tersebut – saya menduga dasar argumennya hampir serupa Activision dan Bethesda – tapi tentu hal ini merupakan pukulan menyakitkan bagi Nvidia. Platform mereka kehilangan lagi 20 judul esensial, hampir semuanya adalah seri franchise terkenal.

Per hari Jumat tanggal 6 Maret minggu lalu, pelanggan GeForce Now tak lagi bisa menikmati seri BioShock, Borderlands, NBA, WWE, Sid Meier’s Civilization, termasuk pula game Mafia III, The Darkness II, The Golf Club 2019, Warriors Orochi 4 dan XCOM II. Daftar lengkapnya dapat Anda simak di page pengumuman GeForce Now. Di sana Nvidia juga menyampaikan, “Saat ini kami tengah bekerja sama dengan 2K Games buat menghadirkan lagi permainan-permainan mereka.”

Namun ada secercah harapan bagi GeForce Now (dan cloud gaming secara umum) di tengah awan mendung ini. Melalui Twitter, CEO Epic Games Tim Sweeney mengumumkan dukungan penuh perusahaannya terhadap layanan besutan Nvidia itu. Epic Games berencana untuk terus menghadirkan permainan-permainan ‘eksklusif’ mereka di sana dan akan menyempurnakan integrasi antara Epic Store dengan GeForce Now.

Menurut Sweeney, Nvidia GeForce Now ialah layanan streaming paling bersabahat bagi developer serta publisher, dan sama sekali tidak membebani penjualan game dengan potongan pajak. Perusahaan video game yang ingin memajukan industri ini dan membuatnya jadi lebih sehat disarankan untuk membantu menyuburkan pengembangan platform seperti GeForce Now.

Selain Epic Games, CD Projekt Red adalah nama lain yang vokal mendukung GeForce Now. Di tanggal peluncurannya nanti, permainan Cyberpunk 2077 yang Anda beli melalui Steam segera langsung dapat dinikmati via cloud. Dan saat artikel ini ditulis, saya juga melihat tingginya permintaan konsumen terhadap integrasi antara GOG dan GeForce Now. Dikelola sendiri oleh CD Projekt, GOG (dahulu dikenal sebagai Good Old Games) ialah satu dari sedikit platform distribusi digital bebas-DRM.

Lewat sesi pengujian, GeForce Now terbukti berjalan lebih baik dibanding Stadia di sambungan internet yang ‘pas-pasan’. Itu artinya – walaupun belum tersedia resmi di sini – ia lebih kompatibel dengan gamer di Indonesia dibandingkan penawaran dari Google.

Via The Verge & PC Gamer.

Epic Games Akan Batasi Waktu Main Fortnite Hanya 3 Jam di Tiongkok

Sebagai salah satu game terpopuler dan game dengan pendapatan terbesar, tak heran jika Fortnite menjalar ke berbagai belahan dunia, tak terkecuali Tiongkok. Sebagai negara yang cukup ketat dalam hal peraturan, tak heran jika beberapa game kadang punya versi yang berbeda jika rilis di Tiongkok, demi meminimalisir ‘dampak buruk’ terhadap pemain. Salah satu contohnya seperti PUBG Mobile, yang kehilangan izin rilisnya dari pemerintah, sehingga terpaksa berganti nama menjadi Elite Force for Peace untuk rilisan Tiongkok.

Bukan hanya PUBG Mobile saja, hal tersebut juga terjadi kepada Fortnite. Tidak, Fortnite tidak kehilangan izin rilisnya, namun kabarnya akan ada limitasi di dalam game-nya. Mengutip dari seorang data miner bernama Fire Monkey, ia menemukan data string yang mengatakan bahwa di Tiongkok waktu main Fortnite akan dibatasi hanya jadi 3 jam per hari pada update Fortnite 12.10.

Tencent, yang memiliki sebagian besar saham Fortnite, melakukan penambahan ini sebagai cara mereka untuk melawan masalah kecanduan bermain game, terutama untuk pemain yang berusia muda. Nantinya peringatan akan muncul dalam bentuk teks kepada pemain yang sudah bermain setelah tiga jam. Kabarnya, jika ia masih terus bermain, maka proggress challenge akan menurun, serat berbagai pengurangan pengalaman bermain lainnya.

https://twitter.com/iFireMonkey/status/1234788226159857664?ref_src=twsrc%5Etfw%7Ctwcamp%5Etweetembed%7Ctwterm%5E1234788226159857664&ref_url=https%3A%2F%2Fdotesports.com%2Ffortnite%2Fnews%2Fepic-and-tencent-reportedly-introduce-3-hour-limit-for-fortnite-players-in-china

You have been online for three hours accumulatively,” tulisan pesan yang akan diberikan kepada pemain. “The in-game gainings will be lowered by 50 percent from now on and challenge progress has been disabled. For your own health please log-off and get some rest. Appropriate physical exercise is good for your body.”

Tiongkok memang sedang gencar melawan efek kecanduan bermain game, apalagi setelah kecanduan bermain game dianggap sebagai penyakit sungguhan oleh badan kesehatan dunia, World Health Organization (WHO). Tiongkok melakukan ini dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan melakukan jam malam. Mengutip engadget peraturan jam malam berlaku bagi mereka yang berusia di bawah 18 tahun, mereka akan dilarang bermain mulai pukul 22:00 sampai 08:00.

Ada juga peraturan pembatasan jam main. Para pemain hanya diperkenankan bermain 90 menit per pekan dan tiga jam per hari termasuk pada akhir pekan dan hari libur. Peraturan lain termasuk mengharuskan pemain menggunakan nama asli di dalam game, serta membatasi jumlah belanja in-game mereka jadi hanya US$28 (sekitar Rp398 ribu) sampai US$57 (sekitar Rp804 ribu), tergantung dari usia sang pemain.

Akankah kebijakan ini menurunkan budaya gaming masyarakat Tiongkok? Sepertinya hal itu tidak terlalu jadi masalah, karena akhir tahun lalu Tiongkok bahkan memiliki 300 juta gamers perempuan yang merupakan peningkatan 3,5% dari tahun lalu. Semoga saja kebijakan ini menyasar target yang tepat, dan membantu anak-anak di bawah 18 tahun mengenal budaya bermain game secara lebih positif.